1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejalan

advertisement
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejalan dengan perkembangan kebudayaan dan peradaban bangsa, bahasa
terus-menerus mengalami perkembangan, baik secara leksikal maupun semantik.
Perubahan suatu bahasa dalam lingkungan budaya tertentu juga tidak terlepas dari
kontak bahasa di antara dua bahasa yang saling mempengaruhi satu sama lain. Hal ini
ditegaskan oleh Weinrich (1963:5) bahwa adanya pengaruh bahasa lain terhadap
bahasa tertentu dianggap sebagai bentuk difusi dan akulturasi budaya.
Perkembangan bahasa yang terjadi di masyarakat tertentu dapat menimbulkan
berbagai fenomena kebahasaan. Salah satu fenomena kebahasaan yang ada adalah
produktivitas makna suatu leksem yang mengalami perluasan atau bergeser dari
makna sebenarnya dan mengacu pada referen lain. Produktivitas makna pada leksem
tertentu seringkali dipengaruhi oleh unsur lain yang menyertai leksem tersebut
sehingga membentuk perpaduan makna. Dalam hal ini, penggabungan dua leksem
atau lebih, yang lebih dikenal dengan idiom. Hal ini ditemukan pada contoh-contoh
berikut ini:
1
2
a) Anton menjadi tangan kanan Rina di perusahaan besar itu
b) Tangan kanan Anton terluka akibat kecelakaan tadi siang
Tangan kanan pada contoh (a) di atas bermakna ‘orang kepercayaan’ dan pada
contoh (b) bermakna ‘organ tubuh manusia yang digunakan untuk mengangkat atau
memegang sesuatu’. Secara semantis, tangan kanan pada contoh (a) adalah gabungan
dua kata yaitu kata tangan dan kata kanan yang maknanya menyimpang dari makna
sebenarnya, sedangkan pada contoh (b) kata tangan kanan mengacu pada makna
sebenarnya, atau tidak menyimpang dari makna sebenarnya. Jika disesuaikan dengan
perpaduan idiom, contoh (a) itulah yang mengarah pada bentuk idiom, yang tidak
dapat dipisahkan satu per satu (membentuk satu kesatuan), yang maknanya mengacu
pada interpretasi makna lain. Konstruksi ini disebut oleh Langlotz (2006:123) dengan
istilah idiom kinetik. Dalam pemahamannya, Langlotz (2006) menjelaskan bahwa
idiom
kinetik
merupakan
idiom
yang
sifatnya
non
verbal
konvensional
(conventionalized non-verbal), yang referennya tetap melibatkan makna literal
sebagai landasannya, tetapi makna tersebut mengacu pada referen lain, dalam hal ini
membentuk interpretasi makna lain.
Terkait dengan penelitian ini, peneliti mengangkat fenomena idiom di dalam
dua bahasa yaitu bahasa inggris dan bahasa Indonesia. Kedua bahasa ini dipilih oleh
peneliti karena ada beberapa kesamaan dan perbedaan yang ditemukan di antara
kedua bahasa ini, khususnya dalam pemakaian idiom. Misalnya pada contoh berikut
ini:
3
Tabel 1: Contoh Persamaan Idiom Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia
No.
1.
Idiom Bahasa
Inggris
Right hand(Tim
primapena,2004:429)
Lose face
(Spears, 1987:217)
2.
Idiom Bahasa
Indonesia
Tangan kanan
(Badudu,
2008:345)
Kehilangan muka
(Chaer, 1981:73)
Makna
Orang kepercayaan
Malu (karena melakukan suatu
kesalahan di depan umum)
Kedua contoh di atas secara leksikal dan semantis mengacu pada referen yang
sama yaitu makna ‘orang kepercayaan’ dan ‘malu’. Dalam interpretasi idiom di atas,
kesamaan yang terjadi di antara kedua bahasa, bahasa Inggris dan bahasa Indonesia
adalah referen idiom pada contoh (1) misalnya mengacu pada hal yang positif berupa
orang kepercayaan. Pandangan budaya barat dan budaya Indonesia memiliki
kesamaan persepsi dalam hal memandang sebelah kanan sebagai sesuatu hal yang
positif. Hal positif yang dimaksud adalah sesuatu yang dilakukan dikaitkan dengan
aktivitas manusia di mana sebagian besar manusia mendahulukan sebelah kanan dari
pada sebelah kiri. Aktivitas tersebut dapat terlihat ketika seseorang bertemu, tentunya
mereka akan menglurkan tangan kanan untuk berjabatan tangan sebagai tanda
keakraban untuk menyapa satu sama lain. Ciri positif yang ditentukan oleh tangan
sebelah kanan inilah yang dapat memicu kesamaan persepsi di antara kedua budaya
tersebut.
Sementara itu, contoh (2) menunjukkan tingkat kesamaan persepsi dalam
mengungkapkan idiom lose face dan kehilangan muka yang bermakna ‘malu’.
Konteks pemakaian idiom tersebut biasanya ditemukan misalnya pada suatu acara di
4
mana seseorang menampilkan sesuatu di hadapan umum. Ketika seseorang tersebut
melakukan kesalahan, orang tersebut merasakan bahwa dirinya sudah dikenal oleh
semua orang sebagai seseorang dengan kesalahannya, sehingga orang itu
beranggapan dirinya itu sudah kehilangan muka di hadapan orang banyak.
Berdasarkan pemaparan di atas, penulis mengangkat fenomena tersebut ke
dalam sebuah penelitian. Bahasa Inggris dipilih penulis sebagai bahasa yang
berpadanan dengan bahasa Indonesia karena masih ditemukan kesulitan-kesulitan
dalam pengajaran idiom bahasa Inggris bagi pembelajar bahasa Inggris. salah satu
solusi untuk mengatasi kesulitan dan kesalahan pembelajaran bahasa kedua dan
bahasa asing tersebut adalah dengan menggunakan analisis kontrastif.
Menurut Lado (1957), analisis kontrastif adalah cara untuk mendeskripsikan
kesulitan atau kemudahan pembelajar bahasa dalam belajar bahasa kedua dan bahasa
asing. Objek kajian dari analisis kontrastif adalah unsur-unsur dan sistem kebahasaan
sekaligus latar belakang budaya dari bahasa pertama (L1) serta bahasa kedua (L2).
Deskripsi dan analisis kontrastif dapat dilakukan di setiap tingkat kebahasaan seperti
bunyi bahasa, perubahan bentuk kata (morfologi), leksikon (leksikologi), struktur
kalimat (sintaksis), sampai dengan tingkat wacana yang lengkap. Diharapkan dengan
mengetahui dan memahami dengan baik unsur dan kebahasaan L1 dan L2, maka para
pembelajar dapat lebih mudah memahami serta mengatasi kesulitan dalam
pembelajaran bahasa kedua atau bahasa asing.
5
Salah satu kesulitan dan kesalahan dalam pembelajaran bahasa Inggris oleh
pembelajar berbahasa Indonesia terjadi pada saat mempelajari makna dari ungkapan
atau idiom dalam bahasa Inggris. Kesalahan tersebut dapat ditemukan saat siswa
menemukan ungkapan seperti to see eye to eye with somebody dalam bahasa Inggris,
yang untuk kebanyakan pembelajar berbahasa Indonesia akan menjadi ‘bertemu
langsung atau bertatap muka dengan orang lain’, padahal makna sebenarnya dari
idiom tersebut adalah ‘setuju dengan seseorang’. Kesulitan dan kesalahan juga akan
dihadapi dan dilakukan siswa pada saat diminta untuk memberi makna pada idiom
atau ungkapan bahasa Inggris to stick one’s nose into other people’s affairs yang
memiliki makna ‘ikut campur urusan orang lain’, karena di dalam bahasa Indonesia
para pembelajar lebih terbiasa menyampaikan makna tersebut dengan ungkapan
“campur tangan dengan urusan orang lain”. Kesalahan tersebut terjadi karena
interferensi kebiasaan siswa dalam menggunakan idiom yang menggunakan bagian
tubuh tangan dalam bahasa Indonesia dan bukan hidung seperti yang digunakan
dalam bahasa Inggris. Contoh-contoh di atas menunjukkan perbedaan yang terdapat
di antara ungkapan yang terdapat dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia, yang
mengakibatkan pembelajar mengalami kesulitan dan melakukan kesalahan transfer
(transfer negatif) dalam memahami makna dari idiom atau ungkapan.
Penelitian ini ditujukan untuk melakukan kajian kontrastif pada tingkat bentuk
dan makna yang terdapat dalam ungkapan atau idiom dalam bahasa Inggris dan
bahasa Indonesia, dan mengingat keterbatasan yang dimiliki oleh peneliti, maka
6
penelitian ini akan dibatasi padanan idiom bahasa Inggris dan bahasa Indonesia yang
menggunakan unsur anggota tubuh manusia. Berikut contoh padanan idiom bahasa
Inggris dan idiom bahasa Indonesia yang mempunyai perbedaan kata dan makna
sama:
Tabel 2: Perbedaan pemilihan kata dan makna sama
No
Idiom bahasa
Inggris
Light fingered
(1)
(TimPrimapena,
2004:349)
Bentuk
Frasa
ajektiva
Idiom bahasa
Bentuk
Makna
Frasa
Suka
nomina
mencuri
Tutup mulut
Frasa
Tidak
(Chaer,1981:13)
verba
bicara
Indonesia
Panjang tangan
(Badudu,2008:
344)
Seal the lips
(2)
(Tim
primapena,
Klausa
2004:439)
Two tongued
(3)
(Tim
Frasa
primapena,2004
ajektiva
:512)
A cool hand
(4)
(Tim
Frasa
Primapena,200
nomina
4:9)
Swelled head
(5)
(Spears,
1999:62)
Lidah ular
(Badudu,2008:
206)
Kepala dingin
(Badudu,2008:
169)
Frasa
nomina
Tidak jujur
Frasa
Pikiran
nomina
tenang
Frasa
Besar kepala
Frasa
nomina
(Chaer,1981:36)
nomina
Sombong
7
Adapun contoh penggunaannya dalam kalimat adalah sebagai berikut:
1. Ani’s brother is light-fingered. (Tim Primapena,2004:349)
‘Kakak laki-laki Ani panjang tangan.’
2. You should be better seal the lips! (Tim Primapena, 2004:439)
‘Kamu sebaiknya menutup mulut!’.
3. Don’t trust to the people who have two tongued. (Tim Primapena,2004:512)
‘Jangan percaya dengan orang yang berlidah ular.’
4. We have to solve some problems with cool hand. (Tim Primapena, 2004:9)
‘Kita harus menyelesaikan masalah-masalah dengan kepala dingin.’
5. Don't get a swelled head from all this success. (Spears, 1999:62)
‘Jangan besar kepala dengan semua kesuksesan ini.’
Hal yang mempengaruhi perbedaan pemilihan kata pada idiom bahasa Inggris
dan bahasa Indonesia di atas adalah faktor budaya karena kebudayaan Inggris dan
Indonesia berbeda sehingga menimbulkan fenomena tersebut. Pada contoh data (1) di
atas idiom bahasa Inggris menggunakan kata fingered yang memiliki makna ‘jari-jari’
sedangkan di dalam idiom bahasa Indonesia menggunakan kata tangan. Secara
konseptual, kaitan antara jari-jari fingered dengan tangan dalam bahasa Indonesia
tidak jauh bergeser dari maknanya. Hal ini disebabkan karena perbedaan
pengungkapan orang Indonesia dengan orang Barat.
Pada contoh data (2) di atas idiom bahasa Inggris menggunakan kata seal
yang bermakna ‘menyegel atau melekatkan sesuatu dengan lem atau isolatip’ dan kata
8
lips yang mempunyai makna ‘bibir’. Padanannya dalam bahasa Indonesia yaitu kata
menutup dan mulut. Pada idiom bahasa Inggris menggunakan kata seal yang
bermakna ‘menyegel’ dikarenakan orang Barat dengan orang Indonesia mempunyai
perbedaan cara pandang untuk mengungkapkan suatu ungkapan.
Pada contoh data (3) idiom bahasa Inggris menggunakan kata two dan tongue
untuk mengungkapkan makna ‘tidak jujur’ sedangkan padanannya dalam idiom
bahasa Indonesia menggunakan kata ular dan lidah. Ular memiliki lidah yang
bercabang dan ular merupakan hewan yang mempunyai konotasi negatif di
masyarakat Indonesia dan masayarakat di Negara barat, karena ular merupakan
hewan berbisa yang mempunyai racun sehingga bisa membawa racun bagi orang lain.
Meskipun mempunyai pandangan yang sama terhadap ular, tetapi karena budayanya
berbeda sehingga cara pengungkapannya pun juga berbeda.
Contoh data (4) idiom bahasa Inggris yang bermakna ‘pikiran tenang’
menggunakan kata hand yang bermakna ‘tangan’ sedangkan padanannya dalam
idiom bahasa Indonesia yang mempunyai arti yang sama menggunakan kata kepala.
Di dalam idiom bahasa Indonesia menggunakan kata kepala karena tempat otak untuk
berfikir terdapat di kepala, tetapi berbeda halnya dengan idiom bahasa Inggris yang
menggunakan tangan. Hal ini disebabkan karena adanya kesepakatan bahasa di suatu
masyarakat berbeda-beda.
Contoh data (5) idiom bahasa Inggris menggunakan kata swelled yang
bermakna ‘bengkak’ dan kata head yang bermakna ‘kepala’ dan padanannya dalam
idiom bahasa Indonesia menggunakan kata besar dan kepala. Kedua idiom di atas
9
sebenarnya merujuk pada hal yang sama yakni kepala besar namun dalam idiom
bahasa Inggris kata yang digunakan yakni bengkak untuk mereprensentasikan kepala
besar karena kepala bengkak ukurannya lebih besar dari ukuran kepala dalam
keadaan normal.
Selain contoh-contoh di atas, penulis menemukan beberapa persamaan dalam
bahasa Inggris dan bahasa Indonesia yakni pemilihan kata-kata yang sama dan
memiliki makna yang sama, yakni:
Table 3 Pemilihan kata sama dan makna sama
No.
(6)
Bahasa Inggris
Raise eyebrows
(Spears,1987:281)
Bentuk
Klausa
Broken heart
(7)
(Tim Primapena,
Klausa
2004:142)
(8)
(9)
Big mouth
Lose face
( Spears,1987
(Tim primapena,
2004:118)
Indonesia
Mengangkat alis
(Chaer,1981:21)
Patah hati
(Chaer,1981:141)
Bentuk
Klausa
Klausa
Frasa
Mulut besar
Frasa
nomina
(Chaer,1981:127)
nomina
Klausa
Blood sucker
(10)
Bahasa
Klausa
Kehilangan muka
(Chaer,1981:73)
Penghisap darah
(Badudu,2008:89)
Klausa
Klausa
Makna
Menyatakan
keheranan
Putus cinta
Suka membual
Malu namanya
menjadi jelek
Rentenir
Adapun contoh penggunaanya dalam kalimat adalah sebagai berikut:
6.
He turned to raise an eyebrow mockingly in Toni's direction
‘Dia berbalik mengangkat alis dan mengejek kearah Toni.’ (Cambridge
Dictionary,1995)
10
7.
Two years ago I was broken hearted because my boyfriend got married with
other woman. (Cambridge Dictionary, 1995).
‘Dua tahun lalu saya patah hati karena pacar saya menikah dengan wanita lain.’
8.
He is a big mouth. He always boast himself to somebody else. (Cambridge
Dictionary, 1995)
‘Dia adalah orang yang bermulut besar. Dia selalu menyombongkan dirinya
kepada orang lain.’
9.
Things will go better if you can explain to him where he was wrong without
making him lose face. (Spears A Richard, 1987:217).
‘Semua akan berjalan dengan baik jika kamu menjelaskan kepadanya dimana
kesalahannya tanpa membuatnya kehilangan muka.’
10. I hear your uncle is a blood sucker.Is it true?
‘Saya dengar pamanmu adalah seorang penghisap darah. Apakah itu benar?.’
Data (6), (7), (8), (9) dan (10) di atas menunjukan adanya kesamaan pemilihan
kata, bentuk dan makna pada idiom bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Hal ini
disebabkan karena semua organ tubuh manusia di dunia mempunyai fungsi yang
sama, sehingga persepsi manusia untuk merepresentasikan suatu ungkapan ada yang
sama berdasarkan fungsi anggota tubuh manusia. Peneliti juga menemukan
persamaan pemilihan kata yang digunakan di dalam idiom bahasa Inggris dan bahasa
Indonesia tetapi maknanya yang berbeda. Persamaan tersebut dapat dilihat pada
contoh berikut ini:
11
Table 4 Pemilihan kata sama dan makna berbeda
No.
Bahasa
Inggris
Bentuk
Makna
Big hearted
(11)
(Tim
Frasa
Primapena,
ajektiva
Baik hati
Primapena,
2004:325)
(Spears,
Primapena,
(Tim
Primapena,
2004:498)
nomina
Gembira
Frasa
nomina
biasa
(Badudu,
nomina
Suka mencuri
2008:344)
Menggoyang
Klausa
Terburu-
kaki
buru
(Badudu,
BersenangKlausa
2008:159)
Makan
Klausa
dengan
enak
Thick
(15)
Bangga;
tangan
2004:225)
skinned
Frasa
Tulisan
Eat heartly
(Tim
Makna
Frasa
1987:298)
(14)
Bentuk
Panjang
Shake a leg
(13)
(Badudu,
2008:124)
Long hand
(12)
Indonesia
Besar hati
2004:87)
(Tim
Bahasa
ajektiva
Tidak
punya
malu
sudah tak
bekerja lagi
Makan hati
(Badudu,
2008:125)
Klausa
Sakit hati
Tidak perasa;
Kulit tebal
Frasa
senang biar
(Badudu,
Frasa
2008:184)
nomina
tak acuh
terhadap
sindiran atau
olok-olok
12
Adapun bentuk penggunaannya dalam kalimat adalah sebagai berikut:
11. a. He is a big hearted, I like him very much. ( Good, dkk 2008)
‘Dia adalah orang yang baik hati, saya sangat menyukainya.’
b. Besar hati saya melihat kemajuan anak-anak itu. (Badudu, 2008:124)
12. a. She copied that lesson with long-hand. (Tim Primapena, 2004:325)
‘Dia menyalin pelajaran itu dengan tulisan biasa (bukan tulisan cepat
steno)’.
b. Si panjang tangan mana yang telah mengambil bolpoinku di atas meja itu?
(Badudu, 2008:344).
13. a. She is shake a leg leave this room. (Spears, 1987:298)
‘Dia buru-buru meninggalkan tempat ini.’
b. Kalau kita rajin dan hemat di masa muda, di hari tua kita boleh menggoyang
kaki saja. (Badudu, 2008:159)
14. a. She can’t eat heartly because she get toothache. (Tim Primapena,2004:225)
‘Dia tidak dapat makan dengan enak karena dia sakit gigi.’
b. Makan hati Ibu memandang pekerti Adik yang buruk dan tak pernah berubah
itu. (Badudu, 2008:125)
15. a. He is a thick skinned. ( Good, dkk:2008)
‘Dia adalah seorang yang berkulit tebal.’
b. Orang yang berkulit tebal itu disindir pun tak ada gunanya. (Badudu,
2008:184)
Pada contoh data (11), (12), (13), (14) dan (15) di atas dapat dilihat adanya
kesamaan bentuk dan pemilihan kata yang digunakan di dalam idiom bahasa Inggris
dan bahasa Indonesia mengenai unsur bagian tubuh manusia hanya saja maknanya
yang berbeda. Berdasarkan contoh kalimat di atas dapat terlihat jelas perbedaan
13
makna antara idiom bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Perbedaan makna pada
kedua idiom di atas dikarenakan perbedaan budaya sehingga menimbulkan perbedaan
persepsi dalam memaknai suatu ungkapan.
Berdasarkan pemaparan contoh data di atas, penulis merasa bahwa idiom
bahasa Inggris berunsur anggota tubuh dan padanannya dalam bahasa Indonesia jika
diagkat menjadi bahan penelitian kebahasaan akan menjadi suatu hal yang sangat
menarik. Mengingat bahasa Inggris dan bahasa Indonesia bukanlah bahasa yang
serumpun.
1.2
Rumusan Masalah
Seperti yang dikemukakan di atas, penelitian ini mengkaji tentang idiom.
Berdasarkan hal tersebut, permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan
sebagai berikut.
1. Bagaimana bentuk idiom bahasa Inggris berunsur anggota tubuh manusia?
2. Bagaimana bentuk idiom bahasa Indonesia yang berunsur anggota tubuh
manusia?
3. Bagaimana perbedaan dan persamaan idiom bahasa Inggris yang berunsur
bagian tubuh manusia dan padanannya dalam bahasa Indonesia serta faktor –
faktor yang mempengaruhinya?
14
1.3
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini, antara lain :
1. Untuk menjelaskan bentuk idiom bahasa Inggris yang berunsur anggota
tubuh manusia.
2. Untuk menjelaskan bentuk idiom bahasa Indonesia yang berunsur anggota
tubuh manusia.
3. Untuk menjelaskan perbedaan dan persamaan idiom bahasa Inggris yang
berunsur bagian tubuh manusia dan padanannya dalam bahasa Indonesia
serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
1.4
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini memberikan manfaat baik secara teoritis maupun
praktis. Manfaat Teoritis yakni hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
studi linguistik pada umumnya, khususnya dalam bidang semantik yang berkaitan
dengan penerjemahan idiom bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Adapun manfaat
secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan agar pembaca dapat memahami idiom
dalam bahasa Inggris dan padanannya dalam bahasa Indonesia. Dari padanan idiom
bahasa Inggris dan bahasa Indonesia ini dapat diketahui penyebab-penyebab
terjadinya perbedaan dan persamaan pemilihan kata yang digunakan dalam kedua
bahasa tersebut.
15
1.5
Tinjauan Pustaka
Penelitian mengenai idiom dalam bahasa Indonesia sebelumnya pernah
dilakukan oleh Hartati (2002) dalam Thesisnya yang berjudul “Idiom dalam Bahasa
Indonesia”. Dalam penelitiannya, Hartati membahas tentang ciri-ciri idiom, bentukbentuk idiom, dan fungsi idiom.
Farida Nuryanti Ningsih (2004) dalam tesisnya yang berjudul “Perpadun
Leksem Anggota Tubuh Manusia”. Dalam penelitiannya Farida membahas tentang
penggabungan
leksem
anggota
tubuh
manusia
serta
bentuk-bentuk
dari
penggabungan leksem tersebut.
Selain Hartati dan Farida topik yang berkaitan dengan tesis ini yang telah
diselesaikan oleh Suyatno (2012) dalam disertasinya yang berjudul “Idiom Bahasa
Indonesia”. Dalam penelitiannya, Suyatno membahas tentang ciri-ciri idiom, bentuk
idiom, unsur pembentuk idiom, sumber referensi idiom, ruang lingkup pemakaian
idiom, hubungan idiom dengan budaya dan motif penggunaanya dan fenomena
perkembangan idiom bahasa Indonesia dewasa ini.
Dari ketiga penelitian tersebut, belum ada yang membahas tentang idiom
bahasa Inggris dan padanannya dalam bahasa Indonesia. Dari penelitian yang
dilakukan oleh Suyatno, peneliti banyak mendapatkan referensi-referensi tentang
hubungan idiom dengan budaya, sedangkan dari penelitian Hartati peneliti
mendapatkan referensi tentang bentuk idiom bahasa Indonesia, dan dari penelitian
Farida peneliti mendapatkan referensi tentang penggabungan leksem anggota tubuh
manusia.
16
1.6 Landasan Teori
1.6.1 Idiom
Idiom adalah pola-pola struktural yang menyimpang dari kaidah-kaidah
bahasa umum, biasanya berbentuk frasa, sedangkan artinya tidak bisa diterangkan
secara logis atau secara grammatikal dengan hanya bertumpu pada makna kata-kata
yang membentuknya (Keraf, 1986 : 96-97).
Selanjutnya Keraf juga mengatakan bahwa untuk mengetahui makna idiom,
setiap orang harus mempelajarinya sebagai penutur asli, tidak melalui makan katakata
yang
membentuknya.
Misalnya
idiom
makan
garam
yang
berarti
‘berpengalaman dalam hidup’ untuk mengetahui maknanya dapat dipelajari dari
pengalaman-pengalaman dan bukan melalui kaidah umum bahasa.
Moeliono (1982:143) mengatakan bahwa idiom adalah ungkapan bahasa yang
artinya tidak dapat dijabarkan secara langsung dari unsur-unsurnya. Idiom merupakan
satuan leksikal yang utuh, karena itu jika diubah akan merusak kesatuannya.
Pengertian senada bahwa idiom adalah rangkaian kata-kata yang artinya tidak dapat
diramalkan dari arti kata-kata yang menyusunnya dikemukakan Palmer (1981:36) dan
Seidl & McMordie (1980:4) bahwa idiom adalah sejumlah kata yang secara
menyeluruh mempunyai arti yang berbeda dari masing-masing kata dalam idiom itu.
Idiom adalah rangkaian kata yang berfungsi sebagai kesatuan karena secara
semantik artinya tidak dapat disimpulkan dari masing-masing unsur pembentuknya
dan secara sintaktik rangkaian kata-kata itu susunannya tetap atau tidak dapat diubah
(Crystal, 1980 : 179).
17
Langlotz (2006:2-3) mengemukakan, idiom dilukiskan secara konvensional
sebagai unit multi-kata yang tidak jelas (buram) secara semantis (semantically
opaque) dan tetap secara struktural (structurally fixed). Organisasi internal dari
konstruksi idiomatis dapat ditunjukkan oleh adanya karateristik semantis, keganjilan
dan ketidakberaturan struktural, ketidakleluasaan atau pembatasan pada perilaku
leksikogramatikal mereka yang tidak dapat dijelaskan melalui kaidah-kaidah
gramatikal secara umum yang ditentukan bahasa. Dengan demikian, idiom adalah
ungkapan konvensional yang termasuk tata bahasa dari yang ditentukan bahasa, dan
memenuhi wacana spesifik fungsi-fungsi komunikatif. Secara singkat, konstruksi
idiomatis dapat digambarkan sebagai simbol-simbol yang kompleks dengan
karakteristik semantis, pragmatis, sosiolinguistis yang formal spesifik.
Cruse (2004:86) menyatakan bahwa idiom memiliki sejumlah perangkat
gramatikal yang ganjil, salah satunya dapat dihubungkan dengan unsur-unsur
pembentuknya yang tidak memiliki makna. Beberapa hal pokok yang dikemukakan
yaitu, unsur-unsur idiom tidak dapat diubah secara terpisah tanpa menghilangkan
makna idiomatisnya (*she pulled her brother’s left leg), tidak berkoordinasi dengan
konstituen semantis asalnya (* she pulled her brother’s leg and arm), tidak dapat
memperoleh tekanan kontrastif atau menjadi fokus topikalisasi transformasi ( it was
her brother’s leg that she pulled), tidak dapat dirujuk ke belakang secara anaforis
(cannot be referred back to anaphorically) (*Mary pulled her brother’s leg ;John
pulled it, too), tidak dapat bertahan (survive) pada penggantian unsur-unsur
konstituennya dengan kata yang maknanya sama atau hampir sama (synonym or near
18
synonym) (*The poor old chap kicked the pail), dan beberapa aspek tata bahasa
(grammar, misalnya bentuk kalimat (voice), dapat menjadi bagian dari sebuah idiom
( His leg was being pulled continually by the other boys), tetapi mungkin juga tidak
dapat (*The bucket was kicked by him).
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa idiom adalah
kata atau rangkaian kata yang maknanya menyimpang dari makna leksikal maupun
grammatikal, maksudnya makna idiom tidak dapat diketahui dari makna kata-kata
yang membentuk rangkaian tersebut dan susunannya tetap atau tidak dapat diubah.
1.6.2 Bentuk dan Unsur Pembentuk Idiom
Idiom memiliki beberapa bentuk. Dalam bahasa Inggris bentuk idiom dapat
sangat pendek, misalnya cold war ‘perang dingin’, forty winks ‘tidur sementara’, atau
agak panjang, seperti a dark horse ‘kuda hitam’, a snake in the grass ‘musuh dalam
selimut’. Sejumlah idiom dapat lebih panjang lagi atau bahkan sangat panjang,
misalnya to fish in troubled waters ‘mengail di air keruh’, to take the bull by the
thorns ‘menghadapi masalah dengan (Seidl dan McMordie,1978:5).
Menurut Seidl dan McMordie (1978:5), karena hal yang terpenting mengenai
idiom adalah maknanya, mengakibatkan seorang penutur asli tidak memperhatikan
suatu idiom tidak benar secara gramatikal. Di dalam bahasa Inggris terdapat
bermacam-macam susunan idiom, antara lain idiom syang berupa kombinasi antara
nomina dan ajektiva, idiom verba dengan nomina, idiom dengan preposisi dan
sebagainya. Hal tersebut dinyatakan oleh Seidl dan McMordie (1978:41-112).
19
Di dalam bahasa Indonesia tampaknya juga terdapat idiom yang bentuknya
pendek (akal bulus ‘licik’, angkat tangan ‘menyerah’), agak panjang, yang terdiri
dari sekitar tiga kata (mengencangkan ikat pinggang ‘berlaku hemat’, menggali kubur
sendiri’ melakukan tindakan yang merugikan atau mencelakakan diri-sendiri’. Hartati
(2002:47-107) mengemukakan dalam bahasa Indonesia terdapat idiom yang unsurunsur pembentuknya berkategori sejenis dan idiom yang unsur-unsur pembentuknya
berkategori tidak sejenis.
1.6.3
Karakteristik Idiom
Karakteristik idiom dalam bahasa Inggris dijelaskan sebagai berikut. Pertama
idiom merupakan ungkapan multikata, misalnya have a bee in one’s bonnet ‘ gagasan
yang naif/bodoh’. Kedua, idiom berperilaku sebagai sebuah satuan semantik tunggal,
misalnya kick the bucket berperilaku sama dengan kata die ‘mati’. Ketiga, idiom
memiliki struktur sintaksis yang tidak produktif (bersifat beku), misalnya eat one’s
words ‘menarik kembali ucapan’, tidak dapat diubah menjadi *eat one’s sentences
(http://www.sil.org/).
Pendapat Cruse dan langlotz yang telah dipaparkan sebelumnya adalah
mengenai idiom dalam bahasa Inggris. Hal yang mereka kemukakan belum tentu
dapat berlaku atau dapat diterapkan dalam bahasa-bahasa lain, termasuk bahasa
Indonesia.
20
1.6.4
Analisis Kontrastif
Istilah analisis kontrastif atau contrastive analysis yang secara umum
diartikan dengan analisis yang memperlihatkan perbedaan dan persamaan elemenelemen suatu bahasa dengan bahasa lain. Secara teoritis analisis kontrastif bertujuan
untuk menemukan atau membuktikan persamaan maupun perbedaan dalam berbagai
bentuk, karakteristik dan aspek kebahasaan antara bahasa-bahasa yang dibandingkan,
sementara secara praktis kajian ini bertujuan untuk menemukan prinsip-prinsip
kebahasaan yang bermanfaat untuk diterapkan untuk keperluan pengajaran,
pembelajaran dan penerjemahan.
Analisis Kontrastif menjadi semakin populer setelah muncul karya Lado
(1959) yang berjudul Lingusitik A Cross Culture yang menguraikan secara panjang
lebar mengenai cara-cara mengkontraskan dua bahasa. Buku tersebut berisi uraian
anakon antara bahasa Inggris dengan bahasa Spanyol, dengan suplemen contohcontoh lain dari bahasa Cina, Muangthai dan sebagainya. Lado menganjurkan agar
pengkontrasan itu dilakukan terhadap fonologi, struktur gramatikal, kosakata serta
sistem tulisan
Lado (1957) mendefinisikan bahwa dengan mengkontraskan bahasa pertama
dengan bahasa yang akan dipelajari dapat meramalkan dan mendeskripsikan polapola yang akan menyebabkan kesulitan dan kemudahan belajar bahasa.
Berikut adalah prosedur dan langkah yang diterapkan oleh Robert Lado dalam
melakukan analisis kontrastif:
a) Tempatkan satu deskripsi struktural yang terbaik tentang bahasa – bahasa
21
yang bersangkutan. Deskripsi ini harus mencakup tataran fonologi, morfologi,
sintaksis dan semantik. Deskripsi ini harus mencakup bentuk, makna serta
distribusi.
b) Rangkum dalam satu ikhtisar yang terpadu semua struktur. Ini berarti seorang
linguis harus merangkum semua kemungkinan pada setiap tataran analisis
bahasa yang diteliti dan diibandingkan.
c) Bandingkan dua bahasa itu struktur demi struktur dan pola demi pola. Dengan
perbandingan tiap struktur dan pola dalam dua sistem bahasa itu, orang dapat
menemukan pola-pola yang sama dan berbeda. Dengan demikian, kita dapat
meramalkan kemungkinan-kemungkinan hambatan dan kesulitan dalam
pembelajaran bahasa-bahasa tersebut.
Kridalaksana (1993:13) mengatakan “Analisis kontrastif adalah metode
sinkronis dalam analisis bahasa untuk menunjukkan persamaan dan perbedaan antara
bahasa-bahasa atau dialek-dialek untuk mencari prinsip yang dapat diterapkan dalam
masalah praktis, seperti pengajaran bahasa dan terjemahan”. James (1986:3)
menambahkan “Analisis kontrastif adalah sutu upaya yang bertujun untuk
menghasilkan dua tipologi yang bernilai terbalik (yaitu kontrastif, bukan komparatif
dan berlandaskan asumsi bahwa bahasa-bahasa dapat dibandingkan (maksudnya
analisis kontrastif selalu berkaitan dengan pasangan dua bahasa).
Bussman (1996:102) menyatakan analisis kontrastif merupakan “linguistics
subdiscipline concerned with the synchronic, comparative study of two or more
language varieties. Generally both differences and similarities are studied, altought
22
emphasis is usually placed on differennces thought to lead to inference (i.e. negative
transfer, the faulty application of structure form one’s native language to the second
language”. Lubis (2009:23) menjelaskan “Analisis kontrastif suatu upaya untuk
membandingkan dua bahasa secara sinkronis yang bertujuan untuk mendeskripsikan
perbedaan dan persamaan kedua bahasa dalam berbagai aspek”.
Secara keseluruhan uraian pengertian di atas menunjukkan bahwa analisis
kontrastif bertujuan untuk memperoleh dan menghasilkan perbedaan-perbedaan
sistem atau struktur antara dua bahasa, dan hasil yang diperoleh dapat dimanfaatkan
untuk keperluan dalam pengajaran dan penerjemahan. Temuan tentang perbedaan dan
persamaan di antara kedua bahasa digunakan untuk membantu pengjaran bahasa
asing.
1.6.5 Kata, Frasa, Klausa dan Kalimat
Dalam ilmu bahasa, kata dikelompokkan berdasarkan bentuk serta perilaku
sintaksisnya. Kategori sintaksis sering disebut kategori atau kelas kata (Alwi
2003:35-36). Dalam bahasa Indonesia terdapat lima kategori yaitu verba atau kata
kerja, nomina atau kata benda, adjektiva atau kata sifat, advebia atau keterangan, dan
kata tugas. ( Alwi 2003:36).
Di atas kata terdapat satuan sintaksis yang lazim disebut kelompok kata atau
frasa. Frasa adalah satuan gramatik yang terdiri atas dua kata atau lebih yang tidak
melewati batas fungsi (Ramlan, 1983:137-138).
23
Tataran satuan sintaksis di atas frasa adalah klausa. Klausa adalah satuan
gramatik yang terdiri dari predikat, baik disertai subjek, objek, pelengkap dan
keterangan atau tidak (Ramlan, 1983:78) atau sintaksis yang terdiri atas dua kata atau
lebih yang mengandung unsur predikasi (Alwi et al., 2003:312).
Kalimat adalah tuturan sintaksis di atas klausa. Menurut Ramlan (1983:22),
kalimat adalah satuan gramatik yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai
nada akhir turun atau naik. Alwi (2003) menyatakan kalimat dapat ditinjau
berdasarkan jumlah klausanya, bentuk sintaksisnya, kelengkapan unsurnya, dan
susunan subjek dan predikatnya.
1.6.6 Hubungan Bahasa Dengan Budaya
Budaya dibangun karena kesamaan faktor-faktor pembentuk yang disebut
dengan komponen kebudayan. Bahasa merupakan salah satu komponen budaya yang
sangat penting. Bahasa merupakan mediasi pikiran, persasaan dan perbuatan. Bahasa
menerjemahkan nilai dan norma, skema kognitif manusia, persepsi, sikap dan
kepercayaan manusia tentang dunia para pendukungnya (Liliweri, 2001:120). Basnett
(1998:13-14) menggambarkan hubungan antara bahasa dan budaya sebagai dua hal
tidak bisa dipisahkan serta menyatakan bahwa bahasa merupakan “the heart within
the body of culture” sehingga kelestarian ke dua aspek tersebut saling tergantung satu
sama lainnya.
Masinambow (2000) dalam Chaer (1993 : 217) menyebutkan bahwa
kebudayaan dan bahasa merupakan suatu sistem yang melekat pada manusia. Atau
24
dengan kata lain kebudayaan adalah suatu sistem yang melekat pada manusia
mengatur interaksi manusia di dalam bermasyarakat, maka bahasa adalah suatu
sistem yang berfungsi sebagai sarana berlangsungnya interaksi tersebut.
Gagasan yang menyatakan bahwa kandungan budaya tercermin dalam bahasa
sudah lama dan sudah banyak diutarakan oleh para pakar seperti Sapir, Boas dan
Bloomfield (1933) via Yadnya (2006:8). Edward Sapir , misalnya menyatakan
bahwa kandungan setiap budaya tidak saja terungkap dalam bahasanya. Boas
menunjukkan tidak hanya hubungan timbal balik antara pikiran dan bahasa tetapi
juga antara bahasa dan adat, antara bahasa dan perilaku etnis serta bahasa dan
perubahan-perubahan yang terjadi dalam budaya. Bahkan Bloomfield menekankan
bahwa sedemikian kuat hubungan budaya itu terhdap bahasa sehingga kekayaan atau
kemiskinan suatu budaya tercermin dalam bahasanya. Sama halnya dengan
penampiln fisik seseorang (orang yang satu berbeda dengan orang yang lainnya),
begitu juga halnya dengan kebudayaan. Dalam masyarakat yang berbeda orang tidak
saja berbicara dengan bahasa dan dialek yang berbeda tetapi mereka juga
mengguakan bahasa tersebut dengan cara yan amat berbeda.
Fishman (1968) via Yadnya (2006:9) menyatakan bahwa hubungan bahasa
dengan budaya bisa dilihat dalam tiga perspektif, yakni (1) sebagai bagian dari
budaya, (2) sebagai indeks budaya dan (3) sebagai simbolik budaya. Sebagai bagian
dari budaya bahasa merupakan pengejawentahan perilaku manusia. Misalnya
upacara, ritual, nyanyian, cerita, doa merupakan tindak tutur atau peristiwa wicara.
Semua yang ingin terlibat dan memahami budaya tersebut harus menguasai bahasa
25
karena dengan itu barulah mereka bisa berpartisipasi dan mengalami budaya
tersebut. Sebagai indeks budaya bahasa juga mengungkapkan cara berfikir dan
menata pengalaman penuturnya yang dalam bidang tertentu muncul dalam item
leksikal dan sebagai simbolik budaya bahasa menunjukkan identitas budaya etnis.
Hubungan bahasa dengan kebudayaan memang erat sekali, bahkan sering sulit
mengidentifikasi hubungan antar keduanya karena mereka saling mempengaruhi,
saling mengisi dan berjalan berdampingan. Menurut Nababan (1993:82) ada dua
macam hubungan bahasa dan kebudayaan, yakni (1) bahasa adalah bagian dari
kebudayaan (filogenetik), dan (2) seseorang belajar kebudayaan melalui bahasanya
(ontogenetik). Sedangkan fungsi bahasa dalam kebudayaan diperinci Sibarani
(1992:101) menjadi tiga, yaitu (1) sarana perkembangan kebudayaan (2) jalur
penerus kebudayaan (3) inventaris ciri-ciri kebudayaan.
1.6.7
Hubungan Idiom Dengan Budaya
Kebanyakan orang mengikuti hipotesis yang menyatakan bahwa kebudayaan
mempengaruhi bahasa (Chaer, 1993:70). Misalnya masyarakat Inggris yang tidak
berbudaya makan nasi, maka dalam bahasa Inggris tidak ada kata untuk menyatakan
padi, gabah, beras, dan nasi. Keempat konsep itu hanya diwakili satu kata saja, rice.
Sebaliknya bangsa indonesia yang berbudaya makan nasi, memiliki kosa kata untuk
keempat konsep tersebut. Di dalam bahasa Jawa bahkan terdapat kosa kata yang lebih
lengkap untuk menyatakan hal yang berhubungan dengan nasi atau beras tersebut. Di
samping kata-kata pari, gabah, beras, dan sega, masih terdapat las, menir, dhedhak,
26
dan katul.
Demikian juga orang Eskimo yang dalam kehidupan sehari-hari akrab dengan
salju, mempunyai lebih sepuluh kata untuk menyebut berbagai jenis salju. Sedangkan
bangsa Indonesia yang dalam kehidupan sehari-hari hampir tidak mengenal salju,
hanya mempunyai satu kata salju, itu pun serapan dari bahasa Arab (Chaer, 2003:7071).
Pendekatan makna sebagai konteks dan penggunaan (context and use)
memainkan peran utama dalam pemilihan makna untuk diekspresikan dibandingkan
pendekatan-pendekatan makna yang lain tetapi hanya menduduki peran sekunder
dalam penentuan makna yang terpadu dari suatu bentuk linguistis. Ada sebuah posisi
yang menghubungkan pandangan kontekstualis yang juga memerlukan penjelajahan
(exploration). Hal itu adalah reduksionisme budaya (culture reductionism),
pandangan yang terkenal dan mempopulerkan bahwa kebudayaan adalah penentu
atau penguasa makna final (the final arbiter of meaning), atau bahwa makna
linguistis secara keseluruhan ditentukan oleh konteks budaya yang terdapat di dalam
bahasa tersebut (Frawley, 1992:44-45).
Bahasa, kebudayaan, dan pikiran semuanya adalah cermin satu sama lain.
Hipotesis Sapir/Whorf adalah versi yang paling umum dikenal dari reduksionisme
budaya, yang merupakan bentuk yang kuat. Pemikiran itu sendiri berbeda lintas
bahasa dan budaya karena bahasa membedakan secara jelas satu sama lain (Sapir
(1933) via Frawley, 1992:46). Variabilitas dapat ditelusuri melalui pendaftaran
(catalouging) variasi dalam bentuk-bentuk linguistis yang sesuai dari seseorang dapat
27
melihat variasi-variasi dalam kebudayaan yang menentukan bentuk-bentuk tersebut,
dan karenanya variasi-variasi dalam pemikiran yang direfleksikan bentuk-bentuk
tersebut (Frawley, 1992:46).
Budaya berkenaan dengan cara hidup manusia. Oleh karena itu, istilah
tersebut memiliki cakupan makna yang sangat luas. Apa yang dilakukan manusia, apa
yang diketahuinya, dan benda-benda yang dibuat dan digunakannya merupakan
manifestasi dari budaya. Spradley (1972) via Nurkamto (1999:4) menamai ketiga
unsur di atas sebagai perilaku budaya (cultural behaviour), pengetahuan budaya
(cultural knowledge), dan benda-benda budaya (cultural artifacts).
Dalam hubungan bahasa dengan budaya, Mahayana (2005) via Suyatno
(2012: 38) menyatakan, melalui bahasa dapat ditemukan naluri dan sikap budaya
sebuah bangsa. Bahasa bukan sekedar alat komunikasi, tetapi juga sebagai ekspresi
kultural, bahkan juga ideologi (Kompas, 13 April 2010). Dengan demikian,
mempelajari bahasa dapat pula digunakan sebagai wahana untuk memahami sikap
budaya dan ideologi suatu bangsa.
Seberapa jauh hubungan idiom dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia
dengan budaya masyarakat pemakainya, perlu pengkajian secara mendalam. Apakah
idiom-idiom yang digunakan oleh masyarakat berhubungan dengan perilaku budaya
(cultural behaviour), pengetahuan budaya (cultural knowledge), dan benda-benda
budaya (cultural artifacts) tertentu dari masyarakat pemakai bahasa Indonesia, hal ini
perlu diteliti.
28
1.7 Metode penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kontrastif, karena caranya yang terpenting
adalah membanding-bandingkan. Istilah ‘kontrastif’ ini disesuaikan dengan cara
melaksanakan penelitian dengan membanding-bandingkan unsur bahasa dari dua
bahasa yang berbeda. Penelitian kontrastif bertujuan untuk mengetahui kesalahan
interferensi pada bidang ilmu pengajaran bahasa asing, memahami komponen
semantik suatu jenis kata atau kelompok kata tertentu, dan untuk mengetahui
beberapa ciri atau kecenderungan kebahasaan yang sifatnya universal (semesta).
Seperti yang dikatakan oleh Keenan (1978 : 90).
‘Universals are characterisations of the regularities in the ways languages may differ
from another. Structures which differ from one another...are among the primary
objects of study.’
Menurut Keenan, keuniversalan bahasa merupakan suatu karakteristik dalam
suatu bahasa yang membedakannya dengan bahasa yang lain, dan struktur bahasa
yang berbeda merupakan objek primer dalam penelitian bahasa.
Di dalam penelitian kontrastif, hasil mengarah pada prinsip keuniversalan
yang seharusnya bersifat kumulatif. Artinya, hasil yang diperoleh dengan
memperbandingkan dua bahasa yang berlainan itu masih harus terbuka dan mau
menerima tambahan dari hasil perbandingan dengan bahasa lain. Cara meneliti
kecenderugan dan kebahasaan umum adalah sebagai berikut: (a) melakukan
pengamatan terhadap kedua bahasa, (b) membuat keputusan yang berupa teori, yang
berisi perbedaan dan persamaan antar kedua bahasa. Berdasarkan arah pandangan
tersebut, dapat diuraikan metode yang akan digunakan, tahap-tahap yang dilakukan
29
dalam penelitian ini adalah tahap pengumpulan data, tahap analisis data, dan tahap
penyajian hasil analisis data.
1.7.1 Sumber Data
Sumber data yang dipakai merupakan sumber data sekunder yakni Oxford
Dictionary of Idioms dari Judith Siefring 2004, Dictionary of English Idioms dari
Richard A. Spears 1987, kamus American Idioms Dictionary dari Longman 1999 dan
kamus Idiom bahasa Inggris Tim Primapena cetakan pertama tahun 2004, Kamus
Idiom Bahasa Indonesia dari Abdul Chaer cetakan kedua tahun 1986 , kamus
ungkapan dari Badudu cetakan kedua tahun 2009. Batasan data dalam penelitian ini
berupa idiom bahasa Inggris berunsur bagian tubuh manusia yang mempunyai
padanan makna di dalam bahasa Indonesia.
1.7.2
Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak.
Sudaryanto (1993:133) dalam bukunya berjudul Metode dan Aneka Teknik Analisis
Bahasa: Pengantar Penelitian
Wahana
dan
Kebudayaan Secara Linguist
menyatakan bahwa metode simak dilakukan dengan menyimak. Di dalam penelitian
ini menyimak kamus–kamus idiom bahasa Inggris maupun bahasa Indonesia dan
buku–buku mengenai idiom. Dijelaskan juga bahwa metode simak memiliki beberapa
teknik, baik teknik dasar maupun lanjutan yang berupa teknik catat, yaitu dengan
mengamati dan mencatat bentuk idiom bahasa Inggris yang berunsur bagian tubuh
30
manusia kemudian mengklasifikasikan bentuk-bentuk idiom yang memiliki padanan
dalam bahasa Indonesia. Teknik ini dipilih dengan pertimbangan paling sesuai dengan
jenis penelitian ini yang menggunakan studi pustaka.
1.7.3
Metode Analisis Data
Dalam penelitian ini, data diklasifikasikan dengan menggunakan pendekatan
kontrastif untuk munculnya padanan antara idiom bahasa Inggris dan idiom bahasa
Indonesia. Metode yang dipakai dalam menganalisis penelitian ini adalah metode
agih dan padan. Metode agih yaitu metode yang alat penentunya adalah bagian
bahasa yang diteliti. Metode agih di sini digunakan untuk menganalisis data
mengenai pilihan kata-kata dalam idiom, masing-masing bahasa yaitu bahasa
Indonesia (B.IND) dan bahasa Inggris (B.ING). Metode padan digunakan untuk
menganalisis faktor perbedaan diantara kedua bahasa, yakni idiom bahasa Inggris dan
bahasa Indonesia. Teknik dasar yang dipakai adalah teknik bagi unsur langsung
dengan membagi satuan lingualnya menjadi beberapa bagian atau unsur, dan unsurunsur yang bersangkutan dipandang sebagai bagian yang langsung membentuk satuan
lingual yang dimaksud.
1.7.4
Metode Penyajian Hasil Data
Metode penyajian hasil analisis data dalam penelitian ini menggunakan
metode penyajian informal dan metode penyajian formal (Mahsun 2005:225).
Penyajian informal adalah bentuk penyajian dengan menggunakan rumusan kata-kata
31
biasa yang digunakan untuk merumuskan tipe-tipe idiom dalam bahasa Inggris
berunsur anggota tubuh manusia yang berpadanan dengan idiom bahasa Indonesia.
Sementara dalam penyajian formal peneliti menggunakan tanda lambang atau bentuk
tabel atau rumus.
1.8 Sistematika Penulisan
Penelitian ini akan disajikan dalam 5 (lima) bab, dengan perincian sebagai
berikut. Bab I : Pendahuluan, yang meliputi latar belakang, ruang lingkup penelitian,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan
teori (idiom, kata, frasa, klausa dan kalimat, bentuk dan unsur pembentuk idiom,
karakteristik idiom, hubungan bahasa dengan budaya dan hubungan idiom dengan
budaya, metode (metode pengumpulan data, metode analisis data, dan metode data,
dan metode penyajian hasil analisis), serta sistematika penyajian. Bab II tentang
bentuk idiom bahasa inggris berunsur bagian tubuh manusia yang padan dalam
bahasa Indonesia. Bab III bentuk idiom bahasa Indonesia. Bab IV berisi tentang
perbedaan dan persamaan idiom bahasa Inggris yang mengandung unsur anggota
tubuh manusia yang berpadanan dengan idiom bahasa Indonesia serta faktor-faktor
yang mempengaruhinya. Bab V Kesimpulan, yang mencakup kesimpulan dari
penelitisan dan saran bagi penelitian yang akan datang.
Download