bab ii tinjauan pustaka, konsep, dan landasan teori

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI
Pada Bab II ini, pertama peneliti akan mengemukakan hasil penelitian
terdahulu yang berkaitan dengan idiom bahasa Mandarin pada umumnya dan yang
berhubungan dengan gaya bahasa pada idiom bahasa Mandarin pada khususnya.
Selanjutnya peneliti menguraikan dan menjelaskan konsep-konsep yang
digunakan pada penelitian ini. Dan yang terakhir peneliti memaparkan teori yang
diaplikasikan dalam penelitian ini yang digunakan untuk menganalisis gaya
bahasa pada idiom bahasa Mandarin.
2.1 Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai gaya bahasa pada idiom bahasa Mandarin (shúyǔ) sudah
banyak diteliti, terutama di Cina. Penelitian-penelitian tersebut antara lain sebagai
berikut.
1. Kūnhóng dalam penelitiannya yang berjudul “熟语分类论” (Shúyǔ fēnlèi lùn)
(2009). Beliau mengelompokkan idiom bahasa Mandarin dari sudut
penggunaan suku katanya, yaitu idiom dengan empat suku kata dan bukan
empat suku kata.
2. Yán dalam penelitiannya yang berjudul “ 试 论 熟 语 文 化 ” (Shìlùn Shúyǔ
Wénhuà) (2006), yang menganalisis sifat kebangsaan, kesistematisan,
kekayaan dan keragaman bentuk serta sasaran dan ruang lingkup dari
penelitian budaya idiom bahasa Mandarin.
Universitas Sumatera Utara
3. Yán kembali mengangkat topik yang sama dalam penelitiannya yang berjudul
“汉语熟语的民族文化特征” (Hànyǔ Shúyǔ de Mínzú Wénhuà Tèzhēng)
(2009). Pada penelitian ini beliau menganalisis keistimewaan budaya dari
idiom bahasa Mandarin dengan memfokuskan penelitiannya pada filosofi,
makna tak langsung, sifat humanisme, kesusastraan langgam bahasa dan
motivasi yang tersirat pada idiom bahasa Mandarin.
4. Zhènlái dalam penelitiannya yang berjudul “熟语的文化附加义” (Shúyǔ de
Wénhuà Fùjiāyì) (2008) menganalisis makna tambahan yang tersirat pada
idiom bahasa Mandirin.
5. Dūnguì dalam penelitiannya yang berjudul “熟语的修辞特色” (Shúyǔ de
Xiūcí Tèsè) (1988), menganalisis keistimewaan dari pilihan kata pada idiom
bahasa Mandarin.
6. Lán dalam penelitiannya yang berjudul “熟语的修辞功能探析” (Shúyǔ de
Xiūcí Gōngnéng Tànxī) (2010) memaparkan kegunaan dari diksi dan gaya
bahasa pada idiom bahasa Mandarin.
7. Yuán dalam penelitiannya yang berjudul “浅析惯用语、谚语和歇后语的结
构及修辞特点” (Qiǎnxī Guànyòngyǔ、 Yànyǔ hé Xiēhòuyǔ de Jiégòu jí Xiūcí
tèdiǎn) (2008) yang memfokuskan analisisnya pada struktur, diksi dan gaya
bahasa pada idiom bahasa Mandarin khususnya pada tiga varian idiom, yaitu:
ungkapan (guànyòngyǔ), pepatah (yànyǔ) dan kiasan (xiēhòuyǔ).
Walaupun penelitian tentang gaya bahasa pada idiom bahasa Mandarin di
negara Cina sudah sangat banyak, tetapi penelitian-penelitian tersebut lebih
memfokuskan pada diksi dan gaya bahasa yang digunakan. Oleh karena belum
8 Universitas Sumatera Utara
ada penelitian yang mengidentifikasi gaya bahasa pada idiom itu satu per satu,
maka peneliti merasa penelitian analisis gaya bahasa pada idiom bahasa Mandarin
tentunya dapat melengkapi penelitian-penelitian sebelumnya yang berkaitan
dengan gaya bahasa.
2.2 Konsep
Konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada
diluar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (KBBI,
2007:588). Jadi, konsep dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
2.2.1 Gaya Bahasa
Bila kita melihat arti gaya secara umum, kita dapat mengatakan bahwa gaya
adalah cara mengungkapkan diri sendiri, entah melalui bahasa, tingkah laku,
berpakaian dan lain sebagainya.
Secara leksikologis yang dimaksud dengan gaya bahasa, yakni: (i)
pemanfaatan atas kekayaaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis;
(ii) pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu; (iii)
keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra (Kridalaksana, 2008:70).
Menurut Keraf (2007:113), “gaya bahasa dapat dibatasi sebagai cara
mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa
dan kepribadian penulis (pemakai bahasa)”. Sedangkan menurut Tarigan (1985:5),
“gaya bahasa adalah bahasa indah yang dipergunakan untuk meningkatkan efek
dengan jalan memperkenalkan serta memperbandingkan suatu benda atau hal
9 Universitas Sumatera Utara
tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum.” Pendapat lain
dikemukakan oleh Slamet Muljana tentang gaya bahasa, yaitu: “gaya bahasa
adalah susunan perkataan yang terjadi karena perasaan yang timbul atau hidup
dalam hati penulis, yang menimbulkan suatu perasaan tertentu dalam hati
pembaca” (Waridah, 2008:322).
Karena objek kajian penelitian ini adalah idiom bahasa Mandarin, maka gaya
bahasa yang digunakan peneliti pada penelitian ini adalah gaya bahasa pada
bahasa Mandarin.
2.2.1.1 Gaya Bahasa pada Bahasa Mandarin
Menurut arti pada buku xiūcíxué fāfán (1997:71), gaya bahasa adalah “人们
在长期的语言交际过程中,在本民族语言特点的基础上,为提高语言表达效
果而形成的格式化的方法、手段” yang artinya “sebuah cara atau metode yang
terbentuk dari proses komunikasi bahasa manusia, demi meningkatkan hasil
penyampaian bahasa tersebut.”
Menurut Huáng dan Liào dalam buku xiàndài hànyǔ diuraikan ada dua puluh
satu macam gaya bahasa pada bahasa Mandarin. Sedangkan menurut Chén pada
buku xiūcíxué fāfán disebutkan bahwa ada tiga puluh delapan gaya bahasa pada
bahasa Mandarin. Dapat dilihat, gaya bahasa pada bahasa Mandarin adalah sangat
banyak.
Namun karena keterbatasan kemampuan penulis terhadap gaya bahasa pada
bahasa Mandarin, maka peneliti hanya membahas gaya bahasa yang terdapat pada
empat varian idiom (shúyǔ), yaitu: peribahasa (chéngyǔ), pepatah (yànyǔ), kiasan
10 Universitas Sumatera Utara
(xièhòuyǔ), dan ungkapan (guànyòngyǔ) dalam buku Chinese Idiomatic Phrases
for Foreign Students.
Adapun gaya bahasa yang dibahas pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Gaya Bahasa Perumpamaan (比喻 bǐyù)
Menurut Huáng dan Liào dalam buku xiàndài hànyǔ (1997:233), “比喻是用
相似的事物去描绘事物或者说明道理” yang artinya “Bǐyù adalah gaya bahasa
perbandingan yang memanfaatkan kemiripan dua benda atau hal untuk
melukiskan benda atau hal lain ataupun menjelaskan suatu ide.”
Dalam bǐyù, sesuatu yang dibandingkan disebut “běntǐ” atau dapat
diterjemahkan
sebagai
“noumenon”,
sesuatu
yang
digunakan
untuk
membandingkan disebut “yùtǐ” atau diterjemahkan sebagai “pembanding”, dan
yang menghubungkan kedua hal yang dibandingkan itu disebut “bǐyùcí” atau
diterjemahkan sebagai “kata banding”.
Gaya bahasa perumpamaan ini dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
míngyù, ànyù, dan jièyù.
a. Gaya Bahasa Simile (明喻 míngyù)
Míngyù sama dengan gaya bahasa simile/perumpamaan pada bahasa
Indonesia. Menurut Tarigan (1985:9), “perumpamaan adalah perbandingan dua
hal yang pada hakikatnya berlainan dan yang sengaja kita anggap sama.
Perbandingan ini secara eksplisit ditandai oleh pemakaian kata “seperti” dan
sejenisnya (ibarat, bak, sebagai, umpama, laksana, penaka, serupa, dll).”
Menurut Huáng dan Liào (1997:233) pada míngyù, noumenon dan
pembanding keduanya muncul dan disatukan dengan kata banding 像 xiàng, 如
11 Universitas Sumatera Utara
rú, 似 sì, 仿佛 fǎngfú, 犹如 yóurú, 有如 yǒurú, 一般 yìbān, dan lain sebagainya.
Contoh:
(1) 食堂开饭时,全校同学像热锅上的蚂蚁一样挤成一团。
Di kantin saat jam makan, semua murid sekolah seperti semut diatas panci
panas berjejal jadi satu.
Pada contoh (1) diatas, yang menjadi noumenon adalah “semua murid”,
pembandingnya adalah “semut diatas panci panas”, dan kata bandingnya adalah
“seperti”.
b. Gaya Bahasa Metafora (暗喻 ànyù)
Ànyù setara dengan gaya bahasa metafora pada bahasa Indonesia. Menurut
Dale [et al] dalam Tarigan (1985:15), “Metafora membuat perbandingan antara
dua hal atau benda untuk menciptakan suatu kesan mental yang hidup walaupun
tidak dinyatakan secara eksplisit dengan penggunaan kata-kata seperti, ibarat, bak,
sebagai, umpama, laksana, penaka, serupa seperti pada perumpamaan.”
Huáng dan Liào dalam buku xiàndài hànyǔ (1997:234), menyatakan bahwa
ànyù disebut juga yǐnyù, noumenon dan pembandingnya muncul, namun
menggunakan kata banding berupa kata: 是 shì (adalah), 变 成 biànchéng
(menjadi), 成为 chéngwéi (menjadi), 等于 děngyú (serupa/berarti), dll atau tidak
menggunakan kata banding sama sekali.
Contoh:
(2) 爱护书籍吧,它是知识的源泉。
Peliharalah buku dengan baik, dia adalah sumber pengetahuan.
Pada contoh (2), noumenonnya adalah “buku”, pembandingnya adalah
“sumber pengetahuan” , sedangkan kata bandingnya adalah “adalah”.
12 Universitas Sumatera Utara
c. Gaya Bahasa 借喻 jièyù
Jièyù tidak menyebutkan noumenon, dan tidak ada kata banding, tetapi
langsung menggunakan pembanding sebagai noumenonnya (Huáng, 1997:234).
Contoh:
(3) 鲁迅在一篇文章里,主张打落水狗。他说,如果不打落水狗,它一旦
跳起来,就要咬你,最低限度也要溅你一身的污泥。
Lǔxùn (Novelis Cina) dalam salah satu karyanya, menganjurkan memukul
anjing yang jatuh ke parit. Beliau mengatakan, jika tidak memukul anjing
yang jatuh ke parit itu, maka begitu dia melompat ke atas, akan
menggigitmu, atau minimal akan menciprat kamu dengan lumpur.
Contoh (3) langsung menggunakan pembanding “anjing yang jatuh ke parit ”
untuk menyatakan “musuh yang sudah kena pukul”. Pada contoh ini hanya
muncul pembanding, tidak ada noumenon dan kata banding, kalimat ini langsung
menggunakan pembanding sebagai noumenonnya.
2. Gaya Bahasa Personofikasi/Depersonifikasi (比拟 bǐnǐ )
Bila bahasa Indonesia membedakan gaya bahasa personifikasi dan
depersonifikasi maka pada bahasa Mandarin kedua gaya bahasa ini termasuk
dalam gaya bahasa bǐnǐ.
Personifikasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan
benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki
sifat-sifat kemanusiaan (Keraf, 2007:140).
Contoh:
(4) 春风放胆来梳柳;夜雨瞒人去浇花。 Angin musim semi memberanikan diri menyisir pohon willow; hujan
malam sembunyi-sembunyi pergi menyiram bunga.
13 Universitas Sumatera Utara
“Angin musim semi” dan “hujan malam” adalah benda tak bernyawa. Contoh
(4) menginsankan “angin musim semi” dan “hujan malam”, membuat mereka
memiliki perasaan, pikiran, dan gerakan manusia. Coba kita berpikir apakah
“angin musim semi” bisa memberanikan diri pergi menyisir pohon willow dan
“hujan malam” bisa sembunyi-sembunyi pergi menyiram bunga?
Sedangkan depersonifikasi adalah kebalikan dari gaya bahasa personifikasi.
Kalau personifikasi menginsankan atau memanusiakan benda-benda, maka
depersonifikasi justru membendakan manusia atau insan (Tarigan, 1985:21). Pada
bahasa Mandarin, gaya bahasa depersonifikasi boleh juga menjadikan manusia
memiliki sifat seperti binatang.
Contoh:
(5) 我到了自家的房外,我的母亲早已迎着出来,接着便飞出了八岁的侄
儿宏儿。 Sampailah saya diluar rumah, ibu saya sudah lama keluar menyambut
saya, kemudian terbang keluar keponakan saya Hóngér yang berumur
delapan tahun.
“Terbang” adalah kemampuan sejenis binatang yang mempunyai sayap.
Manusia tidak memiliki sayap dan tidak dapat terbang. Contoh (5) menjadikan
manusia seolah-olah memiliki sayap dan dapat terbang.
Bǐnǐ selain menginsankan benda dan membendakan manusia, juga
menggunakan kata-kata yang melukiskan suatu benda untuk menggambarkan
benda lain.
(6) 蓝色的火苗舔着锅底,锅里热气腾腾… …
Lidah api yang biru menjilati bawah panci, di dalam panci uap panas
berkepul-kepul… …
14 Universitas Sumatera Utara
“Menjilati” adalah kegiatan binatang untuk meminum atau memakan dengan
lidah. “Lidah api” pada contoh (6) diatas dibuat seolah-olah memiliki sifat
binatang itu sehingga bisa “menjilati” bawah panci.
3. Gaya Bahasa Metonimia/Sinekdoke (借代 jièdài)
Jièdài adalah gaya bahasa yang tidak secara langsung menyebut nama dari
benda/hal yang dimaksud, tetapi meminjam nama dari benda/hal yang
berhubungan erat dengannya untuk menggantikannya (Huáng, 1997:240). Jièdài
sama dengan gaya bahasa Metonimia dan Sinekdoke pada bahasa Indonesia.
Menurut Moeliono dalam Tarigan (1985:123), “Metonimia ialah majas yang
memakai nama ciri atau nama hal yang ditautkan dengan nama orang, barang,
atau hal sebagai penggantinya.”
Contoh:
(7) 人民群众中间,实在有成千上万的“诸葛亮”,每个乡村,每个市
镇,都有那里的“诸葛亮”。
Di antara sekelompok masyarakat, pasti ada beribu-ribu “Zhū gěliàng”,
setiap desa, setiap kota, pasti ada “Zhū gěliàng” disana.
“Zhū gěliàng” adalah nama dari tokoh sejarah pada zaman tiga negara. Di
hati orang Cina, beliau adalah jelmaan dari kebijaksanaan. Contoh (7)
menggunakan “Zhū gěliàng” untuk menyebut “orang yang bijaksana”. “beriburibu ‘Zhū gěliàng’” untuk menyebut sekelompok masyarakat besar yang memiliki
kebijaksanaan dan memiliki kreatifitas tinggi.
Sinekdoke ialah majas yang menyebutkan nama bagian sebagai pengganti
nama keseluruhannya, atau sebaliknya (Moeliono dalam Tarigan, 1985:124).
15 Universitas Sumatera Utara
Contoh:
(8) 几十双闪亮的眼睛热切地注视着李老师,她激动地说不出话来。
Beberapa puluh pasang mata yang berkilau dengan ramahnya menatapi
guru Li, Dia terharu hingga tidak dapat berkata apa-apa.
Contoh (8) menggunakan kalimat “beberapa puluh pasang mata yang
berkilau” untuk mengganti orang banyak.
4. Gaya Bahasa Hiperbola (夸张 kuāzhāng)
Kuāzhāng sama dengan gaya bahasa hiperbola pada bahasa Indonesia.
Hiperbola adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang
berlebih-lebihan jumlahnya, ukurannya atau sifatnya – dengan maksud memberi
penekanan pada suatu pernyataan atau situasi untuk memperhebat, meningkatkan
kesan dan pengaruhnya (Tarigan, 1985:55).
Contoh:
(9) 天气又闷又热,我们渴得嗓子都快冒烟了。
Cuaca panas dan pengap, kami kehausan sampai tenggorakan
mengeluarkan asap.
Contoh (9) menggambarkan sangat kehausan dengan cara yang berlebihlebihan yaitu “sampai tenggorakan mengeluarkan asap”, meskipun kita sangat
kehausan, tidak mungkin tenggorakan bisa sampai mengeluarkan asap.
5. Gaya Bahasa Paronomasia (双关 shuāngguān)
Shuāngguān sama dengan gaya bahasa paronomasia pada bahasa Indonesia.
Paronomasia ialah gaya bahasa yang berisi penjajaran kata-kata yang berbunyi
16 Universitas Sumatera Utara
sama tetapi bermakna lain; kata-kata yang sama bunyinya tetapi artinya berbeda
(Tarigan, 1985:64).
Menurut Huáng dan Liào, “利用语音或语义条件,有意使语句同时关顾表
面和内里两种意思,言在此而意在彼,这种辞格叫双关” (Huáng, 1997:248).
Yang diterjemahkan sebagai: “gaya bahasa yang memanfaatkan persyaratan
bunyi dan arti yang sama, yang sengaja menjadikan kalimat memperhatikan
makna luar dan dalam dari kalimat.”
Contoh:
(10) 姓陶不见桃结果,姓李不见李开花,姓罗不见锣鼓响,三个蠢才哪
里来?
Si marga Tao tidak tampak buah persik berbuah, si marga Li tidak
tampak buah prem berbunga, si marga Luo tidak tampak genderang
berbunyi, tiga orang bodoh dari mana datangnya?
Contoh (10) memanfaatkan persamaan bunyi dari ketiga marga Tao, Li, dan
Luo dengan nama ketiga buah atau benda “buah persik”, “buah prem”, dan
“genderang”. (Pada bahasa Mandarin bunyi ketiga benda diatas sama dengan
bunyi ketiga marga diatas).
6. Gaya Bahasa 对偶 duì’ǒu
Menurut Huáng dan Liào, “对偶是用结构相同或相近、字数相等、意义上
密切相关的一对短语或句子对称排列起来表达相对或相近的意思” (Huáng,
1997:256) yang artinya “Duì’ǒu adalah gaya bahasa yang memanfaatkan
kelompok kata atau kalimat yang bentuknya sama atau mirip, jumlahnya sama,
artinya sangat berkaitan erat dibariskan secara seimbang kiri dan kanan untuk
menyatakan maksud yang sama atau berlawanan.”
17 Universitas Sumatera Utara
Contoh:
(11) 病来如山倒,病去如抽丝。
Penyakit datangnya seperti gunung ambruk, penyakit perginya seperti
menguraikan serat sutera.
Pada contoh (11) kalimat bagian kiri dan kanan memiliki jumlah karakter
yang sama, yaitu masing-masing terdiri dari lima karakter. Bentuk kedua bagian
ini juga sama, yaitu bagian kiri “penyakit datangnya” dan bagian kanan “penyakit
perginya”; bagian kiri “seperti gunung ambruk” dan bagian kanan “seperti
menguraikan serat sutera”. Makna kalimat ini adalah menyatakan maksud yang
berlawanan yaitu penyakit datangnya cepat, tetapi sembuhnya lambat.
7. Gaya Bahasa Antitesis (对比 duìbǐ)
Duìbǐ hampir sama dengan gaya bahasa antitesis pada bahasa Indonesia.
Antitesis adalah sejenis gaya bahasa yang mengadakan komparasi atau
perbandingan antara dua antonim (yaitu kata-kata yang mengandung ciri-ciri
semantik yang bertentangan) (Ducrot & Todorov dalam Tarigan, 1985:27).
Menurut Huáng dan Liào, “对比是把两种不同事物或者同一事物的两个方
面,放在一起相互比较的一种辞格,也叫对照” (1997:266) yang artinya
“Duìbǐ adalah gaya bahasa yang saling membandingkan dua hal yang tidak sama
atau membandingkan dua sisi dari hal yang sama.”
Contoh:
(12) 对下属面无表情,像一张白纸似的……但是他一见到上司,驴脸得立
刻缩短,变成柿饼脸,堆下笑容……
Terhadap bawahan muka tanpa ekspresi, seperti secarik kertas … …
tetapi sekali dia nampak atasan, muka keledainya langsung menciut,
menjadi muka biskuit tomat, dipenuhi senyuman… …
18 Universitas Sumatera Utara
Contoh (12) membandingkan sikap seseorang terhadap bawahan dan
atasannya yang saling yang bertentangan.
8. Gaya Bahasa Repetisi (反复 fǎnfù)
Fǎnfù adalah gaya bahasa repetisi. Repetisi adalah pengulangan kata, frasa,
atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberikan penekanan.
(Waridah, 2008:322).
Repetisi ialah majas yang berupa pengulangan kata/kelompok kata yang sama
dengan maksud menarik perhatian atau lebih menegaskan (Soedjito, 1990:118).
Contoh:
(13) 冒着敌人的炮火,前进!前进!前进!
Menantang tembakan meriam dari musuh, maju! Maju! Maju!
Contoh (13) berturut-turut mengulang kata “maju” untuk menegaskan
semangat berperang yang mendalam.
9. Gaya Bahasa Erotesis (反问 fǎnwèn)
Fǎnwèn sama dengan gaya bahasa erotesis atau pertanyaan retoris pada
bahasa Indonesia. Erotesis atau pertanyaan retoris adalah semacam pertanyaan
yang dipergunakan dalam pidato atau tulisan dengan tujuan untuk mencapai efek
yang lebih mendalam dan penekanan yang wajar, dan sama sekali tidak
menghendaki adanya suatu jawaban (Keraf, 2007:134).
19 Universitas Sumatera Utara
Contoh:
(14) 我心里在想着,难道美丽的花园里一个人也没有?
Dalam hati saya berpikir, apakah taman bunga secantik ini satu orang
pun tidak ada?
(15) 难道我会做这样的坏事儿吗?
Apakah saya bisa melakukan hal jahat ini?
Contoh (14) menggunakan kalimat negasi “tidak ada” untuk menekankan
bahwa taman bunga secantik ini pasti ada sangat banyak orang. Contoh (15)
menggunakan kalimat positif untuk menyatakan saya tidak mungkin melakukan
hal jahat ini.
2.2.2 Idiom
Secara leksikologis idiom adalah: (i) konstruksi dalam unsur-unsur yang
saling memilih, masing-masing anggota mempunyai makna yang ada hanya
karena bersama yang lain; (ii) konstruksi yang maknanya tidak sama dengan
gabungan makna anggota-anggotanya; (iii) bahasa dan dialek yang khas menandai
suatu bangsa, kelompok atau suku (Pateda, 2001:231).
Sedangkan menurut Abdul Chaer (1984:7), idiom adalah satuan bahasa
(entah berupa kata, frasa, maupun kalimat) yang maknanya tidak dapat “ditarik”
dari kaidah umum gramatikal yang berlaku dalam bahasa tersebut, atau tidak
dapat diramalkan dari makna leksikal unsur-unsur yang membentuknya.
Pengertian idiom yang senada juga dinyatakan oleh Soedjito, beliau
mengatakan idiom adalah ungkapan bahasa berupa gabungan kata (frasa) yang
maknanya menyatu dan tidak dapat ditafsirkan dengan makna unsur yang
membentuknya.
20 Universitas Sumatera Utara
2.2.2.1 Idiom Bahasa Mandarin
Idiom bahasa Mandarin (shúyǔ) adalah “人们常用的定型化了的固定短
语,是一种特殊的词汇单位” yang artinya “kelompok kata dengan pola yang
tetap yang sering digunakan oleh masyarakat, adalah sebuah unit kosa kata yang
istimewa (Huáng, 1997:312). Idiom bahasa Mandarin (shúyǔ) mencakup
peribahasa (chéngyǔ), pepatah (yànyǔ), kiasan (xièhòuyǔ), dan ungkapan
(guànyòngyǔ) (Yáo, 2006:25).
Idiom bahasa Mandarin (Shúyǔ) menurut Zhènlái adalah “语言符号中一类
比较特殊的符号,它们是定型的语言表达形式” yang artinya “suatu simbol
bahasa yang istimewa, mereka adalah suatu bentuk bahasa yang sudah tetap”.
Sementara Idiom bahasa Mandarin (shúyǔ) menurut Mǎ Guófán adalah “固定
词组的总和,它包括成语、谚语、歇后语和惯用语。熟语是习用的词的固定
组合,语义结合紧密、语言和谐,是语言中独立运用的词汇单位” dapat
diterjemahkan sebagai “kumpulan kelompok kata yang tetap, termasuk peribahasa
(chéngyǔ), pepatah (yànyǔ), kiasan (xiēhòuyǔ), dan ungkapan (guànyòngyǔ).
Idiom (shúyǔ) adalah kelompok tetap dari kata yang sering digunakan, yang
artinya bersatu erat, bahasanya berirama, adalah suatu unit kosa kata pada bahasa
yang digunakan secara mandiri.”
Dari ketiga definisi diatas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa Idiom bahasa
Mandarin (shúyǔ) adalah suatu simbol bahasa yang sangat unik, yang terbentuk
dari suatu proses yang lama, biasanya tidak boleh sembarangan mengubah
21 Universitas Sumatera Utara
susunannya, termasuk didalamnya peribahasa (chéngyǔ), pepatah (yànyǔ), kiasan
(xiēhòuyǔ), dan ungkapan (guànyòngyǔ).
Dilihat dari segi linguistik, Idiom bahasa Mandarin (shúyǔ) adalah kelompok
kata dengan pola tetap, biasanya memiliki sifat:
a. Susunannya tetap, unsur-unsur pembentuknya tidak boleh sembarangan
diubah.
Misalnya ungkapan (guànyòngyǔ) “碰钉子pèng dīngzi” (kena paku), kita tidak
boleh menyebutnya menjadi “碰螺丝 pèng luósī” (kena obeng); pepatah (yànyǔ)
“留得青山在,不怕没柴烧 liúdé qīngshān zài, búpà méi chái shāo” (selama
gunung hijau masih ada, orang tidak takut kehabisan kayu bakar), kita juga tidak
boleh mengubahnya menjadi “留得青山在,不怕没草烧 liúdé qīngshān zài,
búpà méi cǎo shāo” (selama gunung hijau masih ada, orang tidak takut kehabisan
rumput bakar). Namun begitu, ada juga idiom (shúyǔ) tertentu (pepatah (yànyǔ),
kiasan (xiēhòuyǔ), dan ungkapan (guànyòngyǔ)) yang boleh ditambahi atau
dikurangi beberapa unsur-unsurnya, misalnya “三个臭皮匠,顶个诸葛亮 sān gè
chòupíjiàng, dǐng gè zhūgěliàng” (kecerdikan tiga orang tukang sepatu, menyamai
kecerdikan zhūgěliàng), boleh ditulis sebagai “三个臭皮匠,顶得过一个诸葛亮
sān gè chòupíjiàng, dǐngdéguò yígè zhūgěliàng” (kecerdikan tiga orang tukang
sepatu, mengungguli kecerdikan zhūgěliàng),“三个臭皮匠,赛过一个诸葛亮
sān gè chòupíjiàng, sàiguò yígè zhūgěliàng” (kecerdikan tiga orang tukang sepatu,
melebihi kecerdikan zhūgěliàng)” dan lain sebagainya.
22 Universitas Sumatera Utara
b. Maknanya khusus dan menyeluruh, tidak boleh diartikan dari satu per satu arti
unsur-unsurnya.
Makna yang ada pada idiom (shúyǔ) adalah makna yang khusus, umumnya adalah
makna gaya bahasanya ataupun makna dari penggunaannya. Makna idiom (shúyǔ)
terselimut di dalamnya, tidak boleh diartikan satu per satu dari unsur-unsur
pembentuknya, karena itu makna idiom (shúyǔ) harus dipahami secara
keseluruhan. Misalnya “ 骑 驴 看 场 本 —— 走 着 瞧 qílǘ kàn chǎngběn -zǒuzheqiáo” , kita tidak bisa mengartikannya sebagai “menunggangi keledai
sambil membaca naskah opera tradisional Tiongkok” tetapi harus dipahami secara
keseluruhan sebagai “akhir dari suatu peristiwa akan tampak seiring dengan
berjalannya waktu”.
Sumber dari idiom (shúyǔ) beraneka ragam, idiom (shúyǔ) boleh berasal dari
bahasa sehari-hari masyarakat yang turun-menurun dan luas digunakan, juga
boleh berasal dari bahasa buku, termasuk berasal dari karya-karya kuno yang
terkenal (legenda, fabel, sejarah, puisi, novel dan lain sebagainya).
1. Peribahasa (Chéngyǔ)
Chéngyǔ dapat disetarakan dengan peribahasa pada bahasa Indonesia.
Chéngyǔ adalah kelompok kata atau frasa yang tetap yang sudah digunakan dalam
jangka waktu panjang, bentuknya ringkas dan padat (XiànDài HànYǔ CíDiǎn,
2009:173). Chéngyǔ kebanyakan terdiri atas empat karakter. Contoh: 亡羊补牢
wángyángbǔláo (membetulkan kandang setelah kehilangan kambing) yang artinya
23 Universitas Sumatera Utara
memperbaiki diri setelah melakukan kesalahan agar tidak lagi melakukan
kesalahan yang sama.
2. Pepatah (Yànyǔ)
Yànyǔ dapat disetarakan dengan pepatah dalam bahasa Indonesia (Leman,
2007:xi). Yànyǔ disajikan dalam kalimat yang relatif lengkap dan banyak
mengandung nasihat, kata-kata bijak atau nilai-nilai kearifan. Contoh: 有福同
享 , 有 难 同 当 yǒufútóngxiǎng, yǒunàntóngdāng (ada keuntungan dinikmati
bersama,
ada
kesusahan
ditanggung
bersama)
yang
artinya
senasib
sepenanggungan.
3. Kiasan (Xièhòuyǔ)
Xièhòuyǔ setara dengan perumpamaan (kiasan, ibarat) dalam bahasa
Indonesia (Leman, 2007:xvi). Xièhòuyǔ biasanya menggunakan benda atau
sesuatu yang lain sebagai perbandingan (analogi). Xièhòuyǔ terdiri atas dua bagian,
yaitu bagian pertama sebagai perumpamaan dan bagian kedua sebagai penjelasan.
Contoh: 孔夫子搬家——净是书 kǒngfūzǐ bānjiā – jìng shì shū (Tuan Kong
pindah rumah – semuanya buku), karena pada bahasa Mandarin karakter “书”
(buku) dan “ 输 ” (kalah) ejaannya sama, yaitu “ shū ” sehingga arti dari
perumpamaan ini adalah selalu kalah.
24 Universitas Sumatera Utara
4. Ungkapan (Guànyòngyǔ)
Guànyòngyǔ dapat disetarakan dengan ungkapan pada bahasa Indonesia.
Guànyòngyǔ adalah kelompok kata dengan pola tetap yang sering digunakan pada
komunikasi sehari-hari, kebanyakan terdiri dari tiga karakter, yang maknanya
merupakan perluasan dari makna unsur-unsur pembentuknya (Huáng, 1997:316).
Contoh: 开 夜 车 kāiyèchē (mengendarai mobil di malam hari) yang artinya
bekerja sampai larut malam atau lembur.
2.3 Landasan Teori
Karena tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan fungsi dan makna
dari penggunaan gaya bahasa pada idiom bahasa Mandarin, maka peneliti
menggunakan teori semantik menurut Pateda.
Menurut Pateda (2001:7), semantik adalah subdisiplin linguistik yang
membicarakan makna. Setiap kata mengandung makna. Makna kata itu ada yang
sudah jelas, tetapi ada pula yang maknanya kabur. Kata terkadang berada dalam
urutan dan urutan tersebut terwujud dalam bentuk yang dinamakan gaya bahasa,
peribahasa, dan ungkapan. Dalam semantik urutan kata dibicarakan pada semantik
leksikal yang menyangkut makna leksikal.
Berkaitan dengan penelitian, maka teori semantik leksikal tentang makna
dalam gaya bahasa yang digunakan peneliti untuk menganalisis gaya bahasa pada
idiom bahasa Mandarin.
Gaya bahasa lebih banyak dan sering dibicarakan dalam bidang sastra, tetapi
belakangan ini gaya bahasa juga turut dikaji dalam bidang linguistik, sebab yang
25 Universitas Sumatera Utara
dipentingkan bukan soal gaya bahasanya, melainkan makna kata atau kalimat
yang menggunakan gaya bahasa tersebut. Misalnya, “Pak Ali membeli lima ekor
kambing.” Dengan membaca kalimat tersebut kita akan mengetahui bahwa makna
yang terkandung di dalam gabungan kata ini, adalah lima kambing dan bukan ekor
kambing sebanyak lima buah.
Dengan demikian ada makna yang berhubungan dengan gaya personifikasi,
metonimia, dan seterusnya. Akibatnya makna yang berhubungan dengan gaya
bahasa, ada yang dapat dilihat dari segi kedekatan antarmakna, ada pula yang
dapat dilihat dari segi kesamaan makna.
26 Universitas Sumatera Utara
Download