BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Pemasaran Istilah pemasaran dalam bahasa inggris dikenal dengan nama marketing. Kata marketing bias dikatakan telah diserap dalam bahas kita, namun juga diterjemahkan dengan istilah pemasaran. Asal kata pemasaran ialah pasar = market. Apa yang dipasarkan itu ialah barang dan jasa. Dalam Buchari (2009, p1) dikatakan, memasarkan tidak hanya menawarkan atau menjual saja, namun lebih luas dari itu. Didalamnya terdapat berbagai kegiatan seperti membeli, menjual, dengan segala macam cara, mengangkut barang, menyimpan, mensortir, dan sebagainya. Didalam marketing usaha ini kita kenal sebagai fungsi-fungsi marketing. Beberapa pengertian pemasaran menurut beberapa pakar dalam Buchari (2009, p1-p3) didefinisikan sebagai berikut: 1) Charles F. Philips dan Delbert J. Duncan dalam bukunya marketing “Principles and Methods” menyatakan bahwa “Marketing which is often reffered to as “distribution” by businessman-includes all to activities neccessary to place tangible goodsin the hand of house hold consumer and user”. Artinya pemasaran yang sering disebut sebagai “distribusi” oleh pengusaha-termasuk semua kegiatan yang diperlukan untuk menempatkan barang nyata dirumah tangga konsumen dan pengguna. Selanjunya ditambahkan bahwa excluding only such activities as involve a significant 7 8 change in the form goods. Jadi dalam kegiatan marketing itu tidak termasuk kegiatan perubahan bentuk barang yang kita jumpai didalam industri. 2) Maynard and Beckman dalam bukunya “Principles Of Marketing” menyatakan “Marketing embraces all business activities involved in the flow of goods and service from physical production to consumption. Artinya, marketing berarti segala usaha yang meliputi penyaluran barang dan jasa dari sektor produksi kesektor konsumsi. 3) Converse dan Jones dalam bukunya “Introduction to Marketing” mengemukan bahwa dunia bisnis itu dibagi menjadi dua, yaitu production dan marketing. Production diartikan sebagai kegiatan mencetak barang, sedangkan marketing diartikan sebagai pekerjaan memindahkan barangbarang ketangan konsumen. 4) William J. Shultz dalam bukunya “Outlines of Marketing” menyebutkan bahwa marketing atau distribusi adalah usaha atau kegiatan yang menyalurkan barang dan jasa dari produsen ke konsumen. Pendapat ini sama dengan kesimpulan yang telah diambil oleh The Committe of Definition of The American Association. 5) Tousley, Eugine Clark, Fred E. Clark dalam bukunya “Principles of Marketing” menyatakan bahwa marketing terdiri dari usaha yang mempengaruhi pemindahan pemilikan barang dan jasa termasuk distribusinya. 9 6) Converse, Huege, dan Mitchell dalam bukunya “Elements of Marketing” menyatakan bahwa, marketing didefinisikan sebagai kegiatan membeli dan menjual, dan termasuk didalamnya menyalurkan barang dan jasa antara produsen dengan konsumen. Dan marketing terdiri dari kegiatan-kegiatan penciptaan tempat, waktu dan pemiliknya. 7) Beberapa definisi dalam Hermawan Kertajaya dikutip dari Buchari (2009, p2): (1) Pemasaran adalah menghubungkan penjual dengan pembeli potensial. (2) Pemasaran adalah menjual barang, da barang tersebut tidak kembali ke orang yang menjualnya. (3) Pemasaran adalah memberikan sebuah standar kehidupan. (4) Brech mendefinisikan pemasaran suatu proses dalam menentukan permintaan konsumen akan barang dan jasa, memotivasi penjualan, mendistribusikan ke konsumen akhir, dengan keuntungan sebagai imbalannya. (5) Peter Drucker, mengatakan pemasaran bukanlah sekedar perluasan penjualan, pemasaran meliputi keseluruhan bisnis, dan harus dilihat dari sudut pandang pelanggannya. Hanya pemasaran dan inovasilah yang menghasilkan uang, kegiatan yang lainnya adalah pos biaya saja. Dikatakan bahwa pemahaman Drucker ini merupakan peletakan sendi dasar pemasaran sebagai bisnis kunci bagi perusahaaan. (6) Kotler, pemasaran adalah sekumpulan aktifitas manusia yang ditunjukan untuk memfasilitasi dan melaksanakan pertukaran. 10 (7) Baker, pemasaran berkaitan dengan penciptaan dan pemiliharaan hubungan yang saling menguntungkan. (8) AMA (American Marketing Association) menyatakan pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan konsepsi, penentuan harga, promosi, dan pendistribusian barang, jasa dan ide serta dapat memuaskan pelanggan sebagai tujuan perusahaan. (9) MAANZ (Marketing Association of Australia and New Zealand), pemasaran adalah aktivitas yang memfasilitasi dan memperlancar suatu hubungan pertukaran yang saling memuaskan melalui penciptaan, pendistribusian, promosi dan penentuan harga dari barang, jasa, dan ide. (10) Menurut Hermawan Kertajaya, pemasaran ialah sebuah disiplin bisnis strategis yang mengarahkan proses penciptaan, penawaran dan perubahan values dari suatu inisiator kepada stekholdernya. 2.2 Kualitas Pelayanan 2.2.1 Kualitas Kualitas memiliki makna yang berbeda bagi setiap orang, terganting darimana kita memandangnya. Pengertian kualitas menurut beberapa pakar dalam Dorothea Wahyu (2003, p8): 1) Menurut Juran : Kualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan yang meliputi availability, delivery, reliability, maintainability, dan cost effectiveness. 11 2) Menurut Deming : Kualitas harus bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan sekarang dan dimasa mendatang. 3) Menurut Feigenbaum : Kualitas merupakan keseluruhan karakteristik produk dan jasa yang meliputi marketing, engineering, manufacture, dan maintenance dimana produk dan jasa tersebut dalam pemakaiannya akan sesuai dengan kebutuhan pelanggan. 4) Menurut Scherkenbach : Kualitas ditentukan oleh pelanggan, pelanggan menginginkan produk dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan dan harapannya pada satu tingkat harga tertentu yang menunjukan nilai produk tersebut. 5) Menurut Elliot : Kualitas adalah sesuatu yang berbeda untuk orang yang berbeda dan tergantung pada waktu dan tempat atau dikatakan sesuai dengan tujuan. 6) Menurut Goetchdan Davis : Kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berkaitan dengan produk, pelayanan, orang, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi apa yang diharapkan. 7) Perbendaharaan istilah Iso 8402 dan dari standar Nasional Indonesia (SNI 19-8402-1991) : Kualitas adalah ciri dari karakteristik produk atau jasa yang kemampuannya dapat memuaskan kebutuhan, baik yang dinyatakan secara tegas maupun tersamar. Pengertian kualitas menurut beberapa pakar dalam Yamit (2010, p7) 1) Deming : Mendefinisikan kualitas adalah apapun yang menjadi kebutuhan dan keinginan konsumen. 12 2) Crosby : Mempersepsikan kualitas adalah sebagai nihil cacat, kesempurnaan dan kesesuaian terhadap persyaratan. 3) Juran : Mendefinisikan mutu sebagai kesesuaian terhadap spesifikasi. Menurut Davis dalam Yamit (2010, p8), membuat definisi kualitas yang lebih luas cakupannya, yaitu kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Pendekatan yang dikemukakan Goetsch Davis ini menegaskan bahwa kualitas bukan hanya menekankan pada aspek hasil akhir, yaitu produk dan jasa tetapi juga menyangkut kualitas manusia, kualitas proses dan kualitas linhkungan. Sangatlah mustahil menghasilkan produk dan jasa yang berkualitas tanpa melalui manusia dan proses yang berkualitas. Perusahaan jasa dan pelayanan lebih menekankan pada kualitas proses, karena konsumen biasanya terlibat langsung dalam proses tersebut. Sedangkan perusahaan yang menghasilkan produk tersebut. Sedangkan perusahaan yang menghasilkan produk lebih menekankan kepada hasil, karena konsumen umumnya tak terlibat langsung didalam prosesnya. Untuk itu diperlukan system manajemen kualitas yang dapat memberikan jaminan kepada pihak konsumen bahwa produk tersebut di hasilkan oleh proses yang berkualitas. Menurut Garvin dalam Yamit (2010, p9) terdapat lima pendekatan perspektif kualitas yang dapat di gunakan oleh para praktisi bisnis, yaitu : 1) Transcendental Approach Kualitas dalam pendekatan ini adalah sesuatu yang dapat di rasakan, tetapi sulit di definisikan dan di operasionalkan maupubn di ukur. Perspektif ini 13 umumnya di terapkan dalam karya seni seperti seni music, seni tari, seni drama, dan seni rupa. Untuk produk dan jasa pelayanan dapat mempromosikan dengan mengunakan pernyataan-pernyataan seperti kelembutan dan kehalusan kulit (sabun mandi), kecantikan wajah (kosmetik), pelayanan prima (bank) dan tempat berbelanja yang nyaman (mall). Definisi ini sangat sulit untuk di jadikan sebagai dasar perencanaan dalam manajemen kualitas. 2) Product-based Approach Kualitas dalam pendekatan ini adalah suatu karakteristik atau atribut yang dapat diukur. Perbedaan kulitas mencerminkan adanya perbedaan atribut yang di miliki produk secara objektif, tetapi pendekatan ini tidak dapat menjelaskan perbedaan dalam selera dan preferensi individual. 3) User-bassed Approach Kualitas dalam pendekatan iniu di dasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang yang memandangnya, dan produk yang paling memuaskan prefernsi seseorang atau cocok dengan selera (fitness for used) merupakan produk yang berkualitas paling tinggi. Pandangan yang subjektif ini mengakibatkan konsumen yang berbeda memiliki kebutuhan dan keinginian yang berbeda pula, sehingga kualitas bagi seseorang adalah kepuasan maksimum yang di rasakannya. 4) Manufacturing-based Approach Kualitas dalam pendekatan ini bersifat supply-based atau terdiri dari sudut pandang produsen yang mengidentifikasi kualitas sebagai sesuatu yang 14 sesuai dengan persyaratan (conformance quality) dan prosedur. Pendekatan ini berfokus pada kesesuaian spesifikasi yang di tetapkan perusahaan secara internal. Oleh karena itu yang menentukan kualitas adalah standar-standar yang di tetepkan perusahaan, dan bukan konsumen yang menggunakannya. 5) Value-based approach Kualitas dalam pendekatan ini adalah mnemandang kualitas dari segi nilai dan harga. Kualitas di definisikan sebagai “affordable excellent”. Oleh karna itu kualitas dalam pandangan ini bersifat relative. Sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu produk yang paling bernilai. Produk yang paling bernilai adalah produk yang paling tepat beli. Dikutip dari Zulian Yamit (2010, pp5-10) 2.2.2 Pelayanan/ Jasa (Service) Pengertian Service menurut beberapa pakar dalam Buchari (2009, p243): 1) Stanton : “Service are those separately, essentially intangible activities that provide want statisfaction, and that are not necessarily tied to the sale of a product or another service. To produce a service may or may not require the use of tangible goods. However, when such use required, there is no transfer of the title (permanent ownership) to these tangible goods.” Artinya : Jasa adalah sesuatu yang dapat diidentifikasikan secara tepisah tidak berwujud, di tawarkan untuk memenuhi kebutuhan. Jasa dapat dihasilkan melalui benda-benda berwujud, namun bisa juga tidak. 15 2) Zeithaml dan Bitner : menyatakan broad definition is one that defines service “include all economics activities whose output is not a physical product or construction, is generally consumed at the time it is produced, and provides added value in form (such as convienence, amusement, timelines, comfort, or health) that are essentially intangible concern of its first purchaser”. Artinya : Jasa adalah suatu kegiatan ekonomi yang outputnya bukan produk dikonsumsi bersama dengan waktu diproduksi dan memberikan nilai tambah (seperti kenikmatan, hiburan, santai, sehat) bersifat tidah berwujud. Menurut Kotler dalam Tjiptono (2006, p6) : jasa adalah setiap tindakan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak yang lain, yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. Produk jasa bias berhubungan dengan produk fisik, namun bias juga tidak. Kotler juga memberi definisi service dalam bukunya “Prisnsip-Prinsip Pemasaran” (2008, p266) dimana service adalah bentuk produk yang terdiri dari aktivitas, manfaat atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual dan pada dasarnya tidak berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan akan sesuatu. Contohnya, perbankan, hotel, maskapai penerbangan, pajak dan jasa perbaikan rumah. Dalam Yamit (2010, p20), jasa pelayanan di definisikan lebih baik dalam waktu tertentu tetapi tidak cocok pada waktu yang lain. Secara formal sering di jumpai pengertian pekerjaan jasa adalah pekerjaan di bidang pertanian dan pabrik 16 seperti pekerjaan bidang hotel, restoran dan took reparasi; hiburan seperti bioskop, teater, taman hiburan; fasilitas perawatan kesehatan seperti rumah sakit dan jasa dokter; jasa profesional seperti konsultan hokum, akuntan; pendidikan; keuangan; asuransi dan real estate; perdagangan besar dan perdagangan pengecer; Jasa transportasi dan lain sebagainya. Berdasarkan penelitian jasa pelayanan yang dilakukan oleh Olsen dan Wyckoff dalam Yamit (2010, p22), jasa pelayanan adalah sekelompok manfaat yang berdaya guna baik secara eksplisit maupun implisit atas kemudahan untuk mendapatkan barang maupun jasa pelayanan. 2.2.3 Karakteristik Jasa Pelayanan Meskipun terjadi beberapa perbedaan terhadap pengertian jasa pelayanan secara terus menerus perbedaan tersebut akan mengganggu, beberapa karakteristik jasa pelayanan berikut memberikan jawaban yang lebih mantab mengenai pengertian jasa pelayanan. Karakteristik jasa tersebut adalah : 1) Tidak dapat diraba (intangibility). Jasa adalah sesuatu yang sering kali tidak dapat di sentuh atau tidak dapat di raba. Jasa mungkin berhubungan dengan sesuatu secara fisik, seperti pesawat udara, kursi, meja dan peralatan makan di restoran, tempat tidur pasien rumah sakit. Bagaimanapun juga pada kenyataanya konsumen membeli dan memerlukan sesuatu yang tidak dapat di raba. Hal ini banyak terdapat pada biro perjalanan atau biro travel dan tidak terdapat pada pesawat terbang maupun kursi, meja dan perlatan makan, bukan terletak pada tempat tidur 17 di rumah sakit, tetapi pada nilai. Oleh karna itu jasa atau pelayanan yang terbaik menjadi penyebab khusus yang secara alami di sediakan. 2) Tidak dapat di simpan (inability to inventory). Salah satu ciri khusus dari jasa adalah tidak dapat di simpan. Misalnya, ketika kita menginginkan jasa tukang potong rambut, maka apabila pemotong rambut telah di lakukan tidak dapat sebagainya di simpan untuk besok. Ketika kita menginap di hotel tidak dapat di lakukan untuk setengah malam dan setengahnya di lanjutkan lagi besok, jika hal ini di lakukan konsumen tetap dihitung menginap dua hari. 3) Produksi dan konsumsi secara bersama. Jasa adalah sesuatu yang dilakukan secara bersama dengan produksi. Misalnya tempat praktek dokter, restoran, pengurusan asuransi mobil dan lain sebagainya. 4) Memasukinya lebih mudah. Mendirikan usaha bidang jasa membutuhkan investasi yang lebih sedikit, mencari lokasi lebih mudah dan banyak tersedia, tidak membutuhkan teknologi tinggi. Untuk kebanyakan usaha jasa hambatan untuk memasukinya lebih rendah. 5) Sangat di pengaruhi oleh factor dari luar. Jasa sangat dipengaruhi oleh faktor dari luar seperti : teknologi, peraturan pemerintah dan kenaikan harga energi. Sektor jasa keuangan merupakan contoh yang paling banyak di pengaruhi oleh peraturan dan perundang-undangan pemerintah, dan teknologi computer dengan kasus mellinum bug pada abad dua satu. Karakteristik jasa pelayanan tersebut di atas akan menentukan definisi kualitas jasa pelayanan dan model kualitas jasa pelayanan. Mendefinisikan 18 kualitas jasa pelayanan membutuhkan pengetahuan dari beberapa disiplin ilmu seperti : pemasaran, psikologi, dan strategi bisnis. 2.2.4 Kualitas Pelayanan Menurut Olsen dan Wyckoff (Yamit, 2010 (p22) definisi secara umum dari kualitas jasa pelayanan adalah perbandingan antara harapan konsumen dengan kinerja kualitas pelayanan. Collier dalam Yamit (2010, p22) memiliki pandangan lain dari kualitas jasa pelayanan ini, yaitu lebih menekankan pada kata pelanggan, pelayanan, kualitas dan level atau tingkat. Pelayanan terbaik pada pelanggan (excelent) dan tingkat kualitas pelayanan merupakan cara terbaik yang konsisten untuk dapat mempertemukan harapan konsumen (standar pelayanan eksternal dan biaya) dan sistem kinerja cara pelayanan (standar pelayanan internal, biaya dan keuntungan). Pelayanan terbaik pada pelanggan dan tingkat kualitas dapat di capai secara konsisten dengan memperbaiki pelayanan dan memberikan perhatian khusus pada standar kinerja pelayanan baik standar pelayanan internal maupun standar pelayanan eksternal. Beberapa pengertian yang terkait dalam definisi kualitas jasa pelayanan adalah: 1) Excellent adalah standar kinerja pelayanan yang diperoleh 2) Customer adalah perorangan, kelompok, departemen atau perusahaan yang menerima, membayar output pelayanan (jasa dan sistem) 19 3) Service adalah kegitan utama atau pelengkap yang tidak secra langusung terlibat dalam proses pembuatan produk, tetapi lebih menekankan pada transaksi antara pembeli dan penjual. 4) Quality adalah sesuatu yang secara khusus dapat di raba atau tidak dapat di raba dan sifat yang di miliki produk atau jasa. 5) Levels adalah suatu pernyataan atas sistem yang digunakan untuk memonitor dan mengevaluasi. 6) Consistent adalah tidak memiliki variasi dan semua pelayanan berjalan sesuai standar yang di tetapkan. 7) Delivery adalah memberikan pelayana yang benar dengan cara yang benar dan dalam waktu yang tepat. Bagi perusahaan yang bergerak di bidang jasa, memuaskan kebutuhan pelanggan berarti harus memberikan pelayanan berkualitas (service quality) kepada pelanggan, terdapat dua pendekatan pelayanan berkualitas yang populer di gunakan kalangan bisnis Amerika dan kini telah menyebar keberbagai Negara di dunia. Pendekatan pertama di kemukakan oleh Albrcht dalam yang mendasarkankan pendekatannya pada dua konsep pelayanan berkualitas, yaitu (a) service tiangle dan (b) total quality service (TQS). Service triangle di terjemahkan sebagai segitiga layanan dan total quality service di terjemahkan sebagai layanan mutu terpadu (Budi W, Soetjipto). Dikutip dari Yamit (2010, p23) Zeitham, Berry dan Parasuratman (2010, p10) menyatakan bahwa service quality dapat didefinisikan sebagai: “Seberapa jauh perbedaan antara kenyataan 20 dan harapan pelanggan atas pelayanan yang mereka terima/peroleh.” Harapan para pelanggan pada dasarnya sama dengan layanan seperti apakah seharusnya diberikan oleh perusahaan kepada pelanggan. Harapan para pelanggan ini didasarkan pada informasi dari mulut ke mulut, kebutuhan pribadi, pengalaman di masa lampau, dan komunikasi eksternal (iklan dan berbagai bentuk promosi perusahaan lainnya). Zeitham, Berry dan Parasuratman (2010, p10) telah melakukan penelitian terhadap beberapa jenis jasa, dan berhasil mengidentifikasi dimensi karakteristik yang digunakan oleh para pelanggan dalam mengevaluasi kualitas pelayanan. Kelima karakteristik kualitas pelayanan itu adalah : 1) Tangibles (bukti langsung) yaitu meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi. 2) Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan dalam memberikan pelayanan dengan segera dan memuaskan serta sesuai dengan yang telah dijanjikan. 3) Responsivevess (daya tangkap), yaitu keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap. 4) Assurance (jaminan), yaitu mencakup kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimilik oleh para staf, bebas dari bahaya, resiko ataupun keragu-raguan. 5) Empaty, yaitu meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, dan perhatian dengan tulus terhadap kebutuhan pelanggan. 21 Dalam Yamit (2010, p10), dikatakan terdapat beberapa faktor penghambat dalam pelayanan yang diidentifikasi sebagai berikut : 1) Kurang otoritas yang diberikan terhadap bawahan. 2) Terlalu birokrasi sehingga lambat dalam menghadapi keluhan konsumen. 3) Bawahan tidak berani mengambil keputusan sebelum ada izin dari atasan. 4) Petugas sering bertindak kaku dan tidak memberikan jalan keluar yang baik. 5) Petugas sering tidak ada ditempat pada watu jam kerja sehingga sulit untuk dihubungi. 6) Banyak interest pribadi. 7) Budaya tip. 8) Aturan yang tidak jelas dan terbuka. 9) Kurang professional (kurang terampil menguasai bidangnya). 10) Banyak instansi atau bagian lain yang terlibat. 11) Disiplin kerja sangat kurang dan tidak tepat waktu. 12) Tidak ada keselarasan antara bagian dalam memberikan pelayanan. 13) Kurang kontrol sehingga petugas agak “nakal”. 14) Ada diskriminasi dalam memberikan pelayanan. 15) Belum ada sistem informasi manajemen (SIM) yang terintegrasi. Menurut Parasuraman, Zeitham, Berry dalam Yamit (2010, p31), keseluruhan faktor penghambat dalam pelayanan tersebut diatas dapat dijadikan 22 dasar bagi manager untuk meningkatkan atau memperbaiki pelayanan agar dapat mengurangi bahkan menghilangkan kesenjangan yang terjadi antara pihak perusahaan dengan pelanggan. Usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pelayanan dapat menyangkut faktor-faktor sebagai berikut : 1) Reliability (1) Pengaturan fasilitas. (2) Sistem dan prosedur dilaksanakan taat azaz. (3) Meningkatkan efektivitas jadwal kerja. (4) Meningkatkan koordinasi antar bagian. 2) Responsiveness (1) Mempercepat Pelayanan. (2) Pelatihan karyawan. (3) Komputerisasi dokumen. (4) Penyederhanaan system dan prosedur. (5) Pelayanan yang terpadu (one-stop-shoping). (6) Penyederhanaan birokrasi. (7) Mengurangi pemusatan keputusan. 3) Competence (1) Meningkatkan profesinalitas karyawan. (2) Meningkatkan mutu administrasi. 4) Credibility (1) Meningkatkan sikap mental karyawan untuk bekerja giat. (2) Meningkatkan kejujuran karyawan. 23 (3) Menghilangkan kolusi. 5) Tangibles (1) Perluasan Kapasitas. (2) Meningkatkan keberpihakan kepada konsumen. 6) Communication (1) Memperjelas pihak yang bertanggungjawab dalam setiap kegiatan. (2) Meniingkatkan efektifitas klien. (3) Membuat SIM yang terintegrasi. 2.3 Pengertian Kualitas Menurut W. Edwards Deming, kualitas dapat didefinisikan sebagai apapun yang menjadi kebutuhan dan keinginan konsumen, menurut Crosby, kualitas adalah nihil cacat, kesempurnaan dan kesesuainan terhadap peryaratan dan menurut Juran, kualitas merupakan kesesuaian terhadapa spesifikasi (Yamit, 2004, p7). Kotler (2001, p.310), kualitas adalah total fitur dan karakteristik produk atau jasa yang mempengaruhi kemampuanya untuk memenuhi keinginan yang dinyatakan atau tersirat. Tjiptono (2001, p.51), kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Dari beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa kualitas adalah suatu standar mutu dimana setiap unsur saling berhubungan serta dapat 24 mempengaruhi kinerja dalam memenuhi harapan pelanggan. Kualitas bukan hanya menekankan pada aspek hasil akhir, yaitu produk dan jasa tetapi juga menyangkut kualitas manusia, kualitas proses dan kualitas lingkungan. Sangatlah mustahil menghasilkan produk dan jasa yang berkualitas tanpa melalui manusia dan proses yang berkualitas. 2.3.1 Kualitas Produk 2.3.1.1 Pengertian Produk Menurut Mc.Carty (Simamora, 2003, p.139), produk yaitu suatu tawaran dari sebuah perusahaan yang memuaskan atau memenuhi kebutuhan. Menurut Zimmerer dan Scarborough (2004, p.166), produk adalah barang atau jasa yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan konsumen. Menurut Kotler dan Armstrong (2006, p.7), Product is anything that can be offered to a market for attention, acquisition, use, or consumption that might satisfy a want or need. Artinya bahwa produk merupakan sesuatu yang bisa ditawarkan kepasar untuk diperhatikan, dimiliki, digunakan, atau dikonsumsi yang bias memuaskan keinginan dan kebutuhan. Menurut Kotler (2005, p.18), produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke suatu pasar untuk memenuhi keinginan atau kebutuhan dalam standar internasional, produk adalah barang atau jasa yang berarti : 1) Hasil kegiatan atau proses (produk wujud dan terwujud, seperti jasa, program komputer, desain, petunjuk pemakaian) 25 2) Suatu kegiatan proses (seperti pemberian jasa atau pelaksanaan proses produksi). Pentingnya suatu produk fisik bukan terletak pada kepemilikannya tetapi pada jasa yang dapat diberikannya. Menurut Angipora (2002, p.26), Produk merupakan kombinasi barang dan jasa yang ditawarkan seseorang atau lembaga untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pasar. Dapat disimpulkan bahwa produk itu bukan hanya berupa barang nyata tetapi bisa berupa jasa, maka produk dapat memberikan kepuasan yang berbeda sehingga perusahaan dituntut untuk lebih kreatif dan berpandangan luas terhadap produk yang dihasilkan. Menurut Kotler dan Armstrong (2001, p.349), produk konsumen meliputi : 1) Convenience product adalah produk – produk yang pembeliannya sering, harus ada segera, dan usaha konsumen membanding – bandingkan produk sebelum memperoleh produk yang sesuai rendah. Biasanya, produk demikian harganya murah dan tersedia luas, ada yg dibeli secara teratur dan tanpa terencana. 2) Shopping product adalah barang yang laku pembeliannya, pembeli membanding-bandingkan karakteristik produk dengan produk lain dalam hal harga, kualitas, desain dan gaya, sebelum mengambil keputusan. Contohnya : pakaian, perabotan, dan barang-barang elektronik. Shopping product dapat dibedakan menjadi produk homogen (Kualitas Produk sama, pembeli hanya untuk membandingkan harga) dan heterogen (fitur produk lebih penting dari pada harga). 26 3) Speciality Product adalah produk konsumen dengan karakteristik unik atau identifikasi merek yang dicari oleh kelompok pembeli tertentu, sehingga mereka mau mengeluarkan usaha khusus untuk memperolehnya, misalnya mobil Ferrari, mobil Pajero, dan lainnya. Harga tidak menjadi masalah, bagi pembeli langka suatu produk semakin tinggi nilainya. 4) Unsought Product merupakan barang-barang yang belum dikenal oleh pembeli atau sudah dikenal tetapi tidak pernah memikirkan untuk membelinya walupun memiliki kemampuan untuk membeli. Misalnya produk-produk baru seperti laser anti anjing, pistol gas air mata dan lainya. Menurut Kotler dan Amstrong (2005, p.91), mendefinisikan lima tingkatan untuk satu produk, yaitu : 1) Core Product Level adalah keputusan atau keinginan dasar yang dapat memuaskan konsumen dengan mengkonsumsi produk atau jasa tersebut. 2) Generic Product Level adalah versi dasar dari produk yang memuat hanya atribut atau karakteristik yang secara mutral diperlukan agar dapat berfungsi tanpa membedakan fitur. 3) Expented Product Level adalah sekumpulan atribut atau karakteristik yang pembeli biasanya harapkan atau setuju ketika mereka membeli suatu produk. 4) Augmented Product Level, mencakup atribut produk tambahan, manfaat, atau jasa yang berkaitan yang membedakan dengan produk pesaing. 27 5) Potencial Product Level, mencakup seluruh tambahan dan transformasi yang dialami suatu produk pada akhirnya pada masa yang akan datang. Dan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa produk itu bukan hanya berupa barang nyata tetapi bisa berupa jasa, maka produk dapat memberikan kepuasan yang berbeda sehingga perusahaan dituntut untuk lebih kreatif dan berpandangan luas terhadap produk yang dihasilkan. 2.3.1.2 Pengertian Kualitas Produk Menurut Kotler dan Armstrong (2006, p.299), product quality is the ability of a product to perform its function, it includes the product’s several durability, reliability, precision, ease of operation and repair, and other valued attributes. Dari pengertian diatas, kualitas produk adalah kemampuan produk untuk menampilkan fungsinya, hal ini termasuk waktu kegunaan dari produk, keandalan, kemudahan, dalam penggunaan dan perbaikan, dan nilai-nilai yang lainya. Kulaitas produk dapat ditinjau dari dua sudut pandang yaitu sudut pandang internal dan sudut pandang eksternal. Dari sudut pandang pemasaran kualitas diukur dengan persepsi pembeli, sesuai dengan pernyataan Kotler dan Armstrong (2001, p.279), “From marketing point of view, quality should be measured in terms of buyers perceptions”. Maka sudut pandang yang digunakan untuk melihat kualitas produk adalah sudut pandang eksternal. 28 2.3.1.3 Dimensi Kualitas Produk Menurut Mullins, Walker, Larreche, dan Boyd (2005, p422) di dalam Kotler dan Amrstrong (2006), apabila perusahaan ingin mempertahankan keunggulan kompetitifnya dalam pasar, perusahaan harus dapat mengerti aspek– aspek dimensi yang digunakan oleh konsumen atau pelanggan untuk membedakan produk yang dijual perusahaan tersebut dengan produk pesaing. Dimensi kualitas produk tersebut dari: 1) Kinerja (Performance), Kinerja produk merupakan dimensi paling dasar dari produk tersebut. Konsumen atau pelanggan akan kecewa jika kinerja produk tersebut tidak dapat memenuhi harapan mereka. 2) Daya tahan (Durability), Dimensi kualitas produk yang menunjukkan berapa lama atau umur produk bersangkutan bertahan sebelum produk tersebut harus diganti. Dengan semakin besar frekuensi pemakaian konsumen terhadap produk tersebut, maka semakin besar pula daya tahan produk. 3) Kesesuaian (Conformance), Dimensi kualitas produk yang sejauh mana karakteristik operasi dasar dari sebuah produk memenuhi spesifikasi tertentu dari konsumen atau tidak ditemukannya cacat pada produk tersebut. 4) Fitur (Features), Karakteristik produk yang dirancang untuk menyempurnakan fungsi produk atau menambah fungsi dasar, berkaitan dengan pilihan–pilihan produk dan pengembangannya. Sehingga akan 29 menambah keterkaitan konsumen atau pelanggan terhadap produk tersebut. 5) Reliabilitas (Reliability), adalah probabilitas bahwa produk akan bekerja dengan memuaskan atau tidak dalam periode waktu tertentu. Semakin kecil kemungkinan terjadinya kerusakan maka produk tersebut dapat diandalkan. Dimensi kualitas produk ini penting karena berhubungan dengan kepuasan konsumen. 6) Estetika (Aesthetics), Merupakan karakteristik yang bersifat subjektif mengenai nilai–nilai estetika yang berkaitan dengan penilaian pribadi dan preferensi dari setiap individu atau konsumen. Dapat berupa penampilan produk bisa dilihat dari tampak, rasa, bau, dan bentuk dari produk, atau daya tarik produk terhadap panca indera. Misalnya, bentuk fisik mobil yang menarik, model atau bentuk desain yang artistik, warna, dan sebagainya. 7) Kesan kualitas (Perceived quality), Merupakan hasil dari penggunaan pengukuran yang dilakukan secara tidak langsung karena terdapat kemungkinan bahwa konsumen tidak mengerti atau kekurangan informasi atas produk yang bersangkutan. Jadi, persepsi konsumen terhadap produk didapat dari harga, merek, periklanan, reputasi, dan negara asal. 30 2.4 Kepuasan Pelanggan 2.4.1 Definisi Kepuasan Pelanggan Kepuasan (satisfaction) berasala dari bahasa latin “ Satis” (artinya cukup baik, memadai) dan “Factio“ (artinya melakukan atau membuat). Secara sederhana, kepuasan dapat diartikan sebagai ‘ Upaya pemenuhan sesuatu ’ atau ‘membuat sesuatu memadai’ (Tjptono,2005,p349). Menurut Kotler (2005,p70) kepuasaan pelanggan sebagai perasaan senang atau kecewa sesesorang terhadap suatu produk setelah ia membandingkan hasil/prestasi produk yang dipikirkan terhadap kinerja/hasil produk yang diharapkan. Jika kinerja memenuhi harapan, maka itu artinya pelanggan puas. Tetapi jika kinerja sesuai harapan pelanggan, maka hal ini pelanggan puas. Zeithaml, Bitner & Gremler (2006, p110), juga menyatakan bahwa “satisfaction is the consumer’s fulfillment response. It is a judgement that the product or service feature, or the product or service itself, provides a pleasurable level of consumption-related fulfillment”. Artinya, kepuasan merupakan respon pemenuhan dari konsumen. Hal ini merupakan penilaian mengenai bentuk dari produk dan layanan, atau mengenai produk atau layanan itu sendiri, dalam menyediakan tingkat kepuasan dari konsumsi yang terpenuhi. Menurut Simamora (2003, p18) kepuasan pelanggan adalah hasil pengalaman terhadap produk. Ini adalah sebuah perasaan pelanggan setelah membandingkan antara harapan (prepurchase expectation) dengan kinerja aktual (actual performance). 31 Berdasarkan ketiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa secara umum pengertian kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan dilihat dari kesesuaian antara harapan (expectation) pelanggan dengan persepsi, pelayanan yang diterima (kenyataan yang dialami). Definisi ini dapat dirumuskan sebagai berikut : Kepuasan Pelanggan = f (Harapan, kinerja) Dalam rangka mengembangkan suatu mekanisme pemberian layanan yang memuaskan bagi pelanggan, maka perusahaan perlu mengetahui hal – hal berikut : 1) Mengetahui apa yang pelanggan pikirkan tentang perusahaan, pelayanan yang diberikan perusahaan dan pesaing. 2) Mengukur dan meningkatkan kinerja perusahaan. 3) Mempergunakan kelebihan perusahaan dalam pemilihan pasar. 4) Memanfaatkan kelemahan perusahaan dalam peluang pengembangan, sebelum pesaing memulainya. 5) Membangun wahana komunikasi internal sehingga setiap personil mengetahui apa yang mereka kerjakan. 6) Menunjukkan komitmen perusahaan terhadap kualitas dan pelanggan. Definisi tersebut menyangkut komponen kepuasan harapan (harapan dan kinerja hasil yang dirasakan). Umumnya harapan pelanggan merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan tentang apa yang diterimanya bila ia membeli atau mengkonsumsi suatu produk (barang atau jasa). Sementara itu, kinerja yang dirasakan adalah persepsi pelanggan terhadap apa yang ia terima setelah mengkonsumsi produk yang dibeli. Kepuasan merupakan fungsi dari kesan 32 kinerja (performance) dan harapan (expectation). Jika kinerja berada di bawah harapan, pelanggan tidak puas (dissatisfaction). Jika kinerja sesuai harapan, pelanggan merasa puas. Banyak perusahaan berfokus pada tingkat kepuasaan yang tinggi karena para pelanggan lebih mudah mengubah pikiran apabila mendapatkan yang lebih baik. Pelanggan yang tidak puas akan selalu mengganti produk mereka dengan produk pesaing. Mereka yang sangat puas (delight) sukar untuk mengubah pilihannya, hasilnya adalah kesetian pelanggan yang tinggi. Dengan demikian, pelanggan setia terhadap perusahaan (loyalitas pelanggan). Menurut Arief (2007,p148), kepuasaan pelanggan terhadap suatu jasa ditentukan oleh tingkat harapan pelanggan sebelum menggunakan jasa, dibandingkan dengan hasil persepsi pelanggan terhadap jasa tersebut setelah merasakan kinerja tersebut seperti gambar 2.1: Pelanggan Puas ___________ Persepsi Pelanggan Desire Service Harapan Pelanggan ____________ Adequate Service (Servis yang di terima pelanggan) Pelanggan Tidak Puas Gambar 2.1 Proses Kepuasan Pelanggan Sumber : Arief (2007). Proses kepuasan pelanggan, p148. 33 Kesenjangan merupakan ketidaksesuain antara pelayanan yang dirasakan (perceived service ) dan pelayanan yang diharapkan (expected service). Expected Service Gap Perceived Service Gambar 2.2 Kesenjangan yang dirasakan Pelanggan Sumber : Arief (2007). Kesenjangan yang dirasakan oleh pelanggan,p149 2.4.2 Mengukur Kepuasan Pelanggan Menurut Hill, et.al (dalam Tjiptono, 2008, p175), kepuasan merupakan ukuran kinerja ‘produk total’ sebuah organisasi dibandingkan serangkaian keperluan pelanggan (Costumer requirements). Kepuasan pelanggan bukanlah konsep absolut, melainkan relatif atau tergantung pada apa yang diharapkan pelanggan. Selain itu, Tjiptono (2008, p175) menyebutkan prinsip dasar yang melandasi pentingnya pengukuran kepuasan pelanggan adalah “doing best what matters most costumers” yaitu mealakukan yang terbaik aspek – aspek terpenting bagi pelanggan. 34 Ada empat metode yang sering digunakan dalam mengukur kepuasan pelanggan: 1) Sistem keluhan dan saran (1) Kotak saran di lokasi – lokasi strategis (2) Kartu pos berprangko (3) Saluran telepon bebas pulsa (4) Website (5) Email (6) Fax (7) Blog (8) Dan, lain – lain. 2) Ghost Shopping Yaitu salah satu bentuk riset observasi partisipatoris yang memakai jasa orang – orang yang ‘menyamar’ sebagai pelanggan perusahaan dan pesaing sembari mengamati secara rinci aspek – aspek layanan dan kualitas produk. 3) Lost Costumer analysis Yaitu menghubungi atau mewawancarai pelanggan yang telah bersalin pemasok dalam rangka memahami penyebabnya dan melakukan perbaikan layanan. 4) Survei Kepuasan pelanggan (1) Via pos (2) Telepon 35 (3) Email (4) Website (5) Blog (6) Maupun tatap muka langsung Hingga saat ini survei merupakan metode yang paling populer dan berkembang dalam literatur pengukuran kepuasan pelanggan menurut Martilla & James (dalam Tjiptono, 2008, p176) adalah “importance performance analysis” yakni menggunakan importance ratings dan performance ratings. Garis besar konsep kepuasan pelanggan menurut Zeithaml dan Bitner (2006, p75) adalah sebagai berikut: Reliability Service Quality Responsiveness Product Quality Assurance Situational Factor Customer Satisfaction Empathy Price Tangibles Personal Factor Gambar 2.3 Garis Besar Konsep Kepuasan Pelanggan Sumber: Zeithaml dan Bitner (2006) Gambar 2.3 di atas menjelaskan bahwa pada dasarnya terdapat 5 (lima) penilaian terhadap kualitas yaitu reliability (keandalan), responsiveness (ketanggapan), assurance (keyakinan), empathy (empati), dan tangibles (wujud), di mana semua itu mempengaruhi kualitas pelayanan, kualitas produk dan harga 36 produk. Selanjutnya, ketiga faktor tersebut, baik secara bersama-sama maupun sendiri akan mempengaruhi kepuasan pelanggan. Namun selain dipengaruhi oleh kualitas, kepuasan pelanggan juga dipengaruhi oleh faktor lain, yaitu faktor situasi/keadaan dan faktor personal atau dari dalam diri pelanggan itu (misalnya: keinginan/kebutuhan). 2.5 Citra Perusahaan (Corporate image) 2.5.1 Pengertian Citra Menurut Simamora (2003) dijelaskan bahwa ada dua pendekatan yang dapat digunakan dalam mengukur citra. Pertama adalah merefleksikan citra dibenak konsumen menurut mereka sendiri. Pada pendekatan ini konsumen bebas menjelaskan citra suatu objek dibenak mereka. Cara yang kedua adalah peneliti menyajikan dimensi yang jelas, kemudian responden berespons terhadap dimensidimensi yang dinyatakan itu. Ini disebut pendekatan terstruktur. Sedangkan menurut Buchari Alma (2003) , Citra didefinisikan sebagai kesan yang diperoleh sesuai pengetahuan dan pengalaman seseorang tentang sesuatu. Citra dibentuk berdasarkan impresi, berdasarkan pengalaman yang dialami seseorang terhadap sesuatu untuk mengambil keputusan. Rhenald Kasali (2003) menyatakan bahwa : “Citra adalah yang timbul karena pemahaman akan suatu kenyataan. Pemahaman yang berasal dari informasi yang tidak lengkap juga akan menghasilkan citra yang tidak sempurna. Karena itu, sebelum citra terlanjur buruk, tiap organisasi harus memiliki 37 penangkal yang dapat memberikan peringatan dini terhadap perubahan persepsi lingkungan. Sistem penangkal ini dapat dijalankan oleh public relations.” Selain itu, Rhenald Kasali (2003) juga menyatakan bahwa “citra merupakan kesan, impresi, perasaan/konsesi yang ada pada publik terhadap perusahaan, organisasi, orang sebagai objek. Citra perusahaan sendiri merupakan kesan psikologis dan gambaran dari berbagai kegiatan suatu perusahaan di mata khalayak publiknya yang berdasarkan pengetahuan, tanggapan serta pengalamanpengalaman yang telah diterimanya.” Sumirat dan Ardianto (2004), citra perusahaan adalah bagaimana pihak lain memandang sebuah perusahaan seseorang. Pelanggan potensial, bankir, staf perusahaan pesaing, distributor, pemasok dan asosiasi pedagang. Adapun menurut Jefkins (2004) citra perusahaan adalah citra dari suatu organisasi secara keseluruhan, jadi bukan citra atas produk dan pelayananya. Citra perusahaan dapat terbentuk oleh banyak hal. Hal-hal positif yang dapat meningkatkan citra perusahaan antara lain: 1) Sejarah atau riwayat hidup perusahaan yang gemilang 2) Keberhasilan dibidang keuangan yang pernah diraihnya 3) Keberhasilan ekspor 4) Hubungan industri yang baik 5) Reputasi sebagai pencita lapangan kerja dalam jumlah besar 6) Kesediaan turut memikul tanggung jawab social 7) Komitmen mengadakan riset 38 Masih menurut Jefkins (2004), mengatakan bahwa terdapat 5 jenis citra yaitu: 1) Citra bayangan (mirror image). Citra ini melekat pada orang dalam atau anggota-anggota organisasi (biasanya pemimpin) mengenai anggapan pihak luar tentang organisasinya. 2) Citra yang berlaku (current image). merupakan suatu citra atau pandangan yang dianut oleh pihak-pihak luar mengenai suatu organisasi. 3) Citra yang diharapkan (wish image). merupakan suatu citra yang diinginkan oleh pihak manajemen. 4) Citra perusahaan (corporate image). adalah citra dari suatu organisasi secara keseluruhan, jadi bukan sekedar citra atas produk dan pelayanannya. 5) Citra majemuk (multiple image). banyaknya jumlah pegawai (individu), cabang, atau perwakilan dari sebuah perusahaan atau organisasi dapat memunculkan suatu citra yang belum tentu sama dengan organisasi atau perusahaan tersebut secara keseluruhan. Menurut Lawrence L.Steinmetz yang dikutip oleh Sutojo (2004) bagi perusahaan, citra juga dapat diartikan sebagai persepsi masyarakat terhadap jati diri perusahaan. Lawrence mengemukakan persepsi seseorang terhadap perusahaan didasari atas apa yang mereka ketahui atau mereka kira tentang perusahaan yang bersangkutan. Citra perusahaan dibangun dan dikembangkan didalam benak pelanggan melalui saran komunikasi dan pengalaman pelanggan. 39 2.5.1.1 Manfaat Citra Citra itu sendiri dapat berperingkat baik, sedang, dan buruk. Citra buruk dapat melahirkan dampak negatif bagi operasi bisnis perusahaan dan juga dapat melemahkan kemampuan perusahaan bersaing. Citra perusahaan yang baik dan kuat mempunyai manfaat-manfaat yang berikut: 1) Daya saing jangka menengah dan panjang yang mantap (mid and long sustainable competitive position) 2) Menjadi perisai selama masa krisis (an insurance for adverse times) 3) Menjadi daya tarik eksekutif handal (attracting the best executives available) 4) Meningkatkan efektifitas strategi pemasaran (increasing the effectiveness of marketing instruments) 5) Penghematan biaya operasional (cost saving) 2.5.1.2 Arti Penting Citra Perusahaan Pentingnya citra perusahaan dikemukakan Gronros (Sutisna, 2001) sebagai berikut: 1) Menceritakan harapan bersama kampanye pemasaran eksternal. Citra positif memberikan kemudahan perusahaan untuk berkomunikasi dan mencapai tujuan secara efektif sedangkan citra negatif sebaliknya. 2) Sebagai penyaring yang mempengaruhi persepsi pada kegiatan perusahaan. Citra positif menjadi pelindung terhadap kesalahan kecil, 40 kualitas teknis atau fungsional sedangkan citra negatif dapat memperbesar kesalahan tersebut. 3) Sebagai fungsi dari pengalaman dan harapan konsumen atas kualitas pelayanan perusahaan. 4) Mempunyai pengaruh penting terhadap manajemen atau dampak internal. Citra perusahaan yang kurang jelas dan nyata mempengaruhi sikap karyawan terhadap perusahaan. Menurut Rhenald Kasali (2003), “citra perusahaan yang baik dimaksudkan agar perusahaan dapat tetap hidup dan orang-orang didalamnya terus mengembangkan kreativitas bahkan memberikan manfaat yang lebih berarti bagi orang lain”. Sedangkan Handi Irawan menyebutkan, “citra perusahaan dapat memberikan kemampuan pada perusahaan untuk mengubah harga premium, menikmati penerimaan lebih tinggi dibandingkan pesaing, membuat kepercayaan pelanggan kepada perusahaan”. Buchari Alma (2003) mengatakan bahwa, “citra dibentuk berdasarkan impresi, berdasar pengalaman yang dialami seseorang terhadap sesuatu sebagai pertimbangan untuk mengambil keputusan”. Perasaan puas atau tidaknya konsumen terjadi setelah mempunyai pengalaman dengan produk maupun perusahaan yang diawali adanya keputusan pembelian. Sehingga dapat disimpulkan keberadaan citra perusahaan yang baik penting sebagai sumber daya internal obyek dalam menentukan hubungannya dengan perusahaan. Konsisten dengan arti telah dikemukakan, citra perusahaan merupakan hal abstrak. Sutisna (2001) mengatakan, “satu hal yang dianalisis mengapa terlihat 41 ada masalah citra perusahaan adalah organisasi dikenal atau tidak dikenal”. Dapat dipahami keterkenalan perusahaan yang tidak baik menunjukkan citra perusahaan yang bermasalah. 2.5.1.3 Elemen-Elemen dari Citra Perusahaan Rhenald Kasali (2003) mengemukakan, “pemahaman yang berasal dari suatu informasi yang tidak lengkap menghasilkan citra yang tidak sempurna”. Dia juga mengemukakan, informasi yang lengkap mengenai citra perusahaan meliputi empat element sebagai berikut: 1) Personality Keseluruhan karakteristik perusahaan yang dipahami publik sasaran seperti perusahaan yang dapat dipercaya, perusahaan yang mempunyai tanggung jawab sosial. 2) Reputation Hal yang telah dilakukan perusahaan dan diyakini publik sasaran berdasarkan pengalaman sendiri maupun pihak lain seperti kinerja keamanan transaksi sebuah bank. 3) Value Nilai-nilai yang dimiliki suatu perusahaan dengan kata lain budaya perusahaan seperti sikap manajemen yang peduli terhadap pelanggan, karyawan yang cepat tanggap terhadap permintaan maupun keluhan pelanggan 42 4) Corporate Identity Komponen-komponen yang mempermudah pengenalan publik sasaran terhadap perusahaan seperti logo, warna, dan slogan. 2.5.1.4 Proses Terbentuknya Citra Perusahaan Buchari Alma (2003) menegaskan bahwa, “Citra dibentuk berdasarkan impresi, berdasarkan pengalaman yang dialami seseorang terhadap sesuatu sebagai pertimbangan untuk mengambil keputusan”. Sedangkan pentingnya citra perusahaan dalam pandangan David W. Cravens disebutkan, “citra atau merek perusahaan yang baik merupakan keunggulan bersaing yang mempengaruhi tingkat kepuasan konsumen” (Alih bahasa Lina Salim, 1996). Perasaan puas atau tidaknya kosumen terjadi setelah mempunyai pengalaman dengan produk maupun perusahaan yang diawali adanya keputusan pembelian. Sehingga dapat disimpulkan keberadaan citra perusahaan yang baik penting sebagai sumber daya /internal objek dalam menentukan hubungannya dengan perusahaan. Citra perusahaan merupakan hal yang abstrak. Sutisna (2001) mengatakan, “Suatu hal yang dianalisis mengapa terlihat ada masalah citra perusahaan adalah organisasi dikenal atau tidak dikenal”. Proses terbentuknya citra perusahaan menurut Hawkins et all diperlihatkan pada gambar sebagai berikut: 43 Image Attantion Eksposure Behaviour Comprehensive Sumber : Hawkins et all .2000. Consumer Behavior:Building Market Strategy Gambar 2.4 Proses Terbentuknya Citra Perusahaan Berdasarkan gambar proses terbentuknya citra perusahaan berlangsung beberapa tahapan yaitu: tahapan pertama obyek mengetahui (melihat atau mendengar) upaya yang dilakukan perusahaan dalam membentuk citra perusahaan. Kedua memperhatikan upaya perusahaan tersebut, ketiga setelah adanya perhatian obyek mencoba memahami semua yang ada pada upaya perusahaan. Keempat terbetuknya citra perusahaan pada obyek, sedangkan yang terakhir adalah citra perusahaan yang terbentuk akan menentukan perilaku obyek sasaran dalam hubungannya dengan perusahaan. Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksudkan dengan citra perusahaan adalah kesan yang diperoleh oleh seseorang atau masyarakat mengenai suatu perusahaan berdasarkan pengetahuan dan pengalaman seseorang atau masyarakat tentang suatu perusahaan apakah perusahaan tersebut baik atau tidak. Dalam penelitian ini indikator citra 44 perusahaan diambil berdasarkan pendapat Rhenald Kasali yaitu : personality, reputation, value, corporate identity 2.2 Kerangka Pemikiran Dari hubungan dan teori yang telah dijabarkan di atas, maka Penulis menarik kesimpulan dari hubungan-hubungan tersebut dalam sebuah kerangka pemikiran seperti di bawah ini : Kualitas Pelayanan Kepuasan Pelanggan Kualitas Produk Gambar 2.5 Kerangka Pemikiran Corporate image