BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Risiko 2.1.1 Definisi Risiko Seluruh kegiatan yang dilakukan baik perorangan atau perusahaan mengandung risiko. Kegiatan bisnis sangat serta kaitannya dengan risiko. Risiko dalam kegiatan bisnis juga dikaitkan dengan besarnya pengambilan yang akan diterima oleh pengambil risiko. Semakin besar risiko yang dihadapi umumnya dapat diperhitungkan bahwa pengembalian yang diterima juga akan lebih besar. Pola pengambilan risiko menunjukkan sikap yang berbeda terhadap pengambilan risiko. Risiko adalah ketidakpastian dan dapat menimbilkan terjadinya peluang kerugian terhadapat pengambil keputusan. Ketidakpastian merupakan situasi yang tidak dapat diprediksi sebelumnya, mendefinisikan risiko sebagai peluang terjadinya hasil yang tidak diinginkan sehingga risiko hanya tekait dengan situasi yang memungkinkan munculnya hasil negatif serta berkaitan dengan kemampuan memperkirakan terjadinya hasil negatif (Muslich,2007). Dapat disimpulkan bahwa risiko selalu dihubungkan dengan kemungkinan terjadimya sesuatu yang merugikan yang tidak diduga/ tidak diinginkan. 2.1.2 Klasifikasi Risiko Menurut Djohanputro (2008:33) untuk memudahkan pengenalan risiko, perlu dilakukan klasifikasi sehingga mengenal karakter dari risiko. Risiko dapat dikategorikan ke dalam risiko murni dan risiko spekulatif. Cara lain mengklasifikasi risiko adalah mengategorikan ke dalam risiko sistematik dan risiko spesifik. a. Risiko Murni dan Spekulatif Risiko murni merupakan risiko yang dapat mengakibatkan kerugian pada perusahaan, tetapi tidak ada kemungkinan menguntungkan. Perusahaan menghadapi berbagai hal dalam risiko ini. Misalnya, kekayaan mesin yang menanggung risiko murni. Ada kemungkinan mesin mengalami kerusakan, mulai dari kerusakan kecil sampai besar. Tetapi, tidak mungkin keadaan sebaliknya bisa terjadi. Kekayaan berupa gedung juga ada kemungkinan mengalami kerugian berupa kerusakan atau kehancuran. Sementara itu yang disebut dengan risiko spekulatif adalah risiko yang dapat mengakibatkan dua kemungkinan, merugikan atau menguntungkan perusahaan. b. Risiko Sistematik dan Spesifik Risiko sistematik juga disebut resiko yang tidak dapat didiversifikasi . Ciri dari risiko sistematik adalah tidak dapat dihilangkan atau dikurangi dengan cara penggabungan berbagai resiko. Risiko spesifik atau risiko yang dapat didiversifikasi dapat dihilangkan melalui proses penggabungan (pooling). Konsep risiko sistematik dan spesifik sangat berguna dalam menangani risiko keuangan. Banyak risiko yang berkaitan dengan keuangan perusahaan dapat ditekan dengan menerapkan diversifikasi. 2.2 Manajemen Risiko 2.2.1 Pengertian Manajemen Risiko Manajamen berdasarkan pendapat Robin et al (Robbins & Coulter, 2007) sebagai proses mengkoordinasi kegiatan-kegiatan pekerjaan sehingga pekerjaan tersebut terselesaikan secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain. Sedangkan seorang manager adalah seseorang yang bekerja dengan dan melalui orang lain dengan mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan pekerjaan mereka guna mencapai sasaran-sasaran organisasi. Menurut Siahaan (2007:19), manajamen risiko adalah proses sistematik untuk mengelola risiko. Terlepas apakah risiko murni atau spekulasi, yang dapat mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk mencapai tujuan strategisnya. Jadi, definisi dari manajemen risiko adalah keseluruhan sistem pengelolaan dan pengendalian risiko yang terdiri dari seperangkat alat, teknik, proses manajemen (termasuk kewenangan dan sistem dan prosedur operasional) dan organisasi yang ditujukan untuk memelihara tingkat profitabilitas dan tingkat kesehatan perusahaan yang telah ditetapkan dalam corporate plan atau rencana strategis perusahaan lainnya sesuai dengan tingkat kesehatan perusahaan yang berlaku. 2.2.2 Manfaat Manajemen Risiko Manfaat manajemen risiko yang diberikan terhadap perusahaan dapat dibagi dalam 5 (lima) kategori utama (Darmawi, 2005:11), yaitu : • Manajemen risiko mungkin dapat mencegah perusahaan dari kegagalan. • Manajemen risiko menunjang secara langsung peningkatan laba. • Manajemen risiko dapat memberikan laba secara tidak langsung. • Adanya ketenangan pikiran bagi manajer yang disebabkan oleh adanya perlindungan terhadap risiko murni, merupakan harta non material bagi perusahaan itu. • Manajemen risiko melindungi perusahaan dari risiko murni, dan karena kreditur pelanggan dan pemasok lebih menyukai perusahaan yang dilindungi maka secara tidak langsung menolong meningkatkan public image. 2.2.3 Proses Pengelolaan Risiko Untuk mengimplementasikan manajemen risiko secara komprehensif ada beberapa tahap yang harus dilaksanakan oleh suatu perusahaan ( Fahmi, 2010:3), yaitu : a) Identifikasi risiko Pada tahap ini pihak manajemen perusahaan melakukan tindakan berupa mengidentifikasi setiap bentuk risiko yang dialami perusahaan, termasuk bentuk-bentuk risiko yang mungkin akan dialami oleh perusahaan. Identifikasi ini dilakukan dengan cara melihat potensi-potensi risiko yang sudah terlihat dan yang akan terlihat. b) Mengidentifikasi bentuk-bentuk risiko Pada tahap ini diharapkan pihak manajemen perusahaan telah mampu menemukan bentuk dan format risiko yang dimaksud. Bentuk-bentuk risiko yang diidentifikasi di sini telah mampu dijelaskan secara detail timbulnya risiko tersebut. Pada tahap ini pihak manajemen perusahaan juga sudah mulai mengumpulkan dan menerima berbagai data-data baik bersifat kualitatif dan kuantitatif. c. Menempatkan ukuran-ukuran risiko Pada tahap ini pihak manajemen perusahaan sudah menempatkan ukuran atau skala yang dipakai, termasuk rancangan model metodologi penelitian yang akan digunakan. Data-data yang masuk juga sudah dapat diterima, baik yang berbentuk kualitatif dan kuantitatif serta pemilahan data dilakukan berdasarkan pendekatan metodologi yang digunakan. Dengan kepemilikan rancangan metodologi penelitian yang ada diharapkan pihak manajemen perusahaan telah memiliki fondasi kuat guna melakukan pengolahan data. d. Menempatkan alternatif-alternatif Pada tahap ini pihak manajemen perusahaan telah melakukan pengolahan data. Hasil pengolahan kemudian dijabarkan dalam bentuk kualitatif dan kuantitatif beserta akibat-akibat atau pengaruh-pengaruh yang akan timbul jika keputusan- keputusan tersebut diambil. Berbagai bentuk penjabaran yang dikemukakan tersebut dipilah dan ditempatkan sebagai alternatif-alternatif keputusan. e. Menganalisis setiap alternatif Pada tahap ini dimana setiap alternatif yang ada selanjutnya dianalisis dan dikemukakan berbagai sudut pandang serta efek-efek yang mungkin timbul. Dampak yang mungkin timbul baik secara jangka pendek dan jangka panjang dipaparkan secara tujuan mampu komprehensif diperoleh dan sistematis, dengan suatu gambaran secara jelas dan tegas. Kejelasan dan ketegasan dangat penting guna membantu pengambilan keputusan secara tepat. f. Memutuskan suatu alternatif Pada tahap ini setelah berbagai alternatif dipaparkan dan dijelaskan baik dalam bentuk lisan dan tulisan oleh para manajemen perusahaan maka diharapkan pihak manajer perusahaan sudah memiliki pemahaman secara khusus dan mendalam. Pemilihan satu alternatif dari berbagai alternatif yang ditawarkan artinya mengambil alternatif yang terbaik dari berbagai alternatif yang ditawarkan termasuk dengan menolak berbagai alternatif lainnya. Dengan menyelesaikan pemilihan berbagai satu alternatif permasalahan sebagai diharapkan solusi pihak dalam manajer perusahaan sudah memiliki fondasi kuat dalam menugaskan pihak manajemen perusahaan untuk bekerja berdasarkan konsep dan koridor yang ada. f. Melaksanakan alternatif yang dipilih Pada tahap ini setelah alternatif dipilih dan ditegaskan serta dibentuk tim untuk melaksanakan ini, maka artinya manajer perusahaan sudah mengeluarkan Surat Keputusan (SK) yang dilengkapi dengan rincian biaya. Rincian biaya yang dialokasikan tersebut telah disetuju oleh bagian keuangan serta otoritas pengambil penting lainnya. g. Mengontrol alternatif yang dipilih tersebut Pada tahap ini alternatif yang dipilih telah dilaksanakan oleh pihak tim manajemen beserta para manajer perusahaan. Tugas utama manajer perusahaan adalah melakukan kontrol yang maksimal guna menghindari timbulnya berbagai risiko yang tidak diinginkan. h. Mengevaluasi jalannya alternatif yang dipilih Pada tahap ini setelah alternatif dilaksanakan dan kontrol maka selanjutnya pihak tim manajemen secara sistematis dilakukan melaporkan kepada pihak manajer perusahaan. Pelaporan tersebut berbentuk data-data yang bersifat fundamental dan teknikal serta dengan tidak mengesampingkan informasi yang bersifat lisan. Tujuan melakukan evaluasi dari alternatif yang dipilih tersebut adalah bertujuan agar pekerjaan tersebut dapat terus dilaksanakan sesuai dengan yang direncanakan. 2.3 Risiko Operasional 2.3.1 Pengertian Risiko Operasional Menurut Fahmi (2010:54), risiko operasional merupakan risiko yang umumnya bersumber dari masalah internal perusahaan, dimana risiko ini terjadi disebabkan oleh lemahnya sistem kontrol manajemen (management control system) yang dilakukan oleh pihak internal perusahaan. Menurut Djohanputro (2008:65), risiko operasional adalah potensi penyimpangan dari hasil yang diharapkan karena tidak berfungsinya suatu sistem, SDM, teknologi, atau faktor lain. Risiko operasional bisa terjadi pada 2 tingkatan : teknis dan organisasi. Pada tataran teknis, risiko operasional bisa terjadi apabila sistem informasi, kesalahan mencatat, informasi yang tidak memadai, dan pengukuran risiko tidak akurat dan tidak memadai. Pada tataran organisasi, resiko operasional bisa muncul karena sistem pemantauan dan pelaporan, sistem dan prosedur, serta kebijakan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Risiko operasional sebagai risiko kerugian yang timbul dari kegagalan atau tidak memadainya proses internal, manusia dan sistem, atau kejadian-kejadian eksternal. Secara umum, risiko operasional terkait dengan sejumlah masalah yang berasal dari kegagalan suatu proses atau prosedur. Oleh karena itu, risiko operasional sebenarnya bukan merupakan suatu risiko yang baru dan tidak hanya dihadapi oleh bank, walaupun semua bank anak menghadapi kegagalan dan harus memiliki proses untuk mengatasinya. Risiko operasional merupakan risiko yang mempengaruhi semua kegiatan usaha karena merupakan suatu hal yang inherent dalam pelaksanaan suatu proses atau aktivitas operasional. 2.3.2 Klasifikasi Risiko Operasional Terdapat 7 jenis risiko operasional (Fahmi, 2010:54), antara lain : 1. Kesalahan dalam Pembukuan Secara Manual (Manual Risk) Risiko dalam bidang pembukuan secara manual sebenarnya terjadi karena beberapa sebab seperti : a) Pembukuan secara manual ditulis atau dicatat umumnya di kertas, sehingga pada saat suatu kantor mengalami kebanjiran, kebakaran, kesalahan dalam peletakkan tidak bisa atau sulit untuk mencari penggantinya. b) Jika terjadi kesalahan dalam pencatatan secara pembukuan maka penyelesaian dan pencarian sumber masalahnya juga harus dilakukan secara manual sehingga pekerjaan menjadi tidak efisien dan efektif. Efisien dilihat dari segi biaya dan efektif dilihat dari segi waktu. c) Setiap pengiriman informasi harus dilakukan melalui kantor pos atau jasa pengiriman surat. Sementara dengan penggunaan teknologi sudah dapat dilakukan dengan cara email atau via internet. 2. Risiko pada Komputer (Computer Risk) Ada beberapa risiko yang diperkirakan akan timbul dalam bidang komputer, yaitu : a) Komputer adalah teknologi yang selalu mengalami perubahan terutama pada setiap program yang ditawarkan, sehingga mengharuskan kualitas IT dari para personelnya juga dapat di update setiap waktunya dengan tujuan berbagai permasalahan yang akan timbul di kemudian hari dapat dihindari. b) Komputer adalah masuk dalam kategori IT yang memiliki nilai pasar yang tinggi, sehingga setiap pergantian perangkat komputer dan biaya tenaga ahlinya selalu saja membutuhkan biaya yang tinggi. Seperti biaya training, course, service komputer, dan pembelian program berbagai komputer. Dan bagi setiap perusahaan program yang harus dibeli adalah selalu harus yang bersifat original. c) Terjadinya perubahan data-data komputer karena faktor terserang oleh virus. Kondisi ini sering terjadi karena jaringan komputer berhubungan dengan internet. Oleh karena itu, komputer harus selalu memiliki antivirus yang terbaru. Maka sebaiknya perusahaan harus selalu memiliki tempat khusus yang aman untuk menyimpan dokumen penting. 3. Pegawai Outsourcing Pada saat suatu perusahaan menerima pegawai yang bersifat outsourcing maka ada beberapa risiko yang harus ditanggung oleh perusahaan, yaitu : a) Pegawai tersebut bukan pegawai tetap, dalam artian pegawai tersebut tidak bekerja hingga pensiun. Sehingga ia akan bekerja sebatas masa kontrak kerja saja. Dengan begitu rasa tanggung jawab psikologis untuk menjaga perusahaan tidak begitu ia pikirkan karena pegawai tersebut lebih bertanggungjawab kepada perusahaan penyalur. b) Rahasia perusahaan selama ia bekerja memungkinkan sekali untuk diketahui oleh publik luar ketika ia tidak lagi bekerja diperusahaan tersebut. Sementara rahasia perusahaan menyangkut dengan wibawa dan nama baik perusahaan. 4. Kecelakaan Kerja Beberapa bentuk risiko dalam bidang kecelakaan kerja yang akan dialami oleh suatu perusahaan yaitu sebagai berikut : a) Perusahaan harus memperbaiki sistem manajemen kerja yang telah diterapkan selama ini karena dianggap tidak efektif, sehingga untuk menyempurnakan konsep sistem manajemen kerja yang baik sebuah perusahaan kadangkala harus mengundang konsultan b) Dalam bidang yang bersangkutan sehingga pengalokasian anggaran untuk membayar konsultan tersebut harus dipertimbangkan termasuk masa uji coba sistem tersebut. c) Jika perusahaan tidak menerapkan konsep keselamatan kerja dengan baik maka pada saat mengajukan pinjaman ke perbankan akan mengalami kendala. d) Bila kecelakaan kerja sering terjadi dan mendapat sorotan dari pihak jurnalistik (pers) maka ini bisa berakibat pada turunnya reputasi perusahaan di mata konsumen dan mitra bisnis. 5 Globalisasi dalam Konsep dan Produk Era globalisasi telah memberi perubahan besar bagi konsep bisnis pada seluruh sektor bisnis, baik financial dan non- financial, sehingga penciptaan konsep produk dibuat untuk bisa menampung keinginan globalisasi tersebut, jika tidak maka artinya produk tersebut tidak akan laku di pasaran secara baik. Karena faktor itu perusahaan dituntut untuk menerapkan manajemen yang berbasis konsep global yang secara tidak langsung mekanisme operasional perusahaan juga harus bersifat global. 6 Kesalahan Produksi Barang dan Tidak Ada Kesepakatan Bahwa Barang yang Dibeli Tidak Dapat Ditukar Kembali Ketika kesepakatan tersebut tidak dibuat, maka perusahaan harus menanggung beberapa risiko kerugian, yaitu sebagai berikut : a) Adanya barang yang sudah diproduksi dengan harapan dapat terjual namun tidak laku terjual dan tidak ada perjanjian barang tersebut tidak bisa ditukar sehingga perusahaan mengalami kerugian. b) Pada saat barang sudah diproduksi namun ternyata ada sisa, maka ini memaksa perusahaan untuk menjualnya dengan harga yang murah dengan asumsi daripada barang tersebut tidak terjual di pasaran atau mengalami kadaluarsa. c) Perusahaan tidak bisa melakukan penghematan biaya karena kontrak dagang dengan para mitra bisnis bersifat tunai dan tidak ada konsep service purna jual. i. Kerusakan Maintenance Pabrik Beberapa resiko yang harus ditanggung oleh suatu industri pada saat timbulnya kerusakan maintenance pabrik adalah : a) Terhentinya aktivitas produksi selama beberapa saat. b) Biaya service (service cost) dengan mendatangkan tenaga ahli, jika perusahaan tidak memilikinya. c) Biaya pergantian dalam bentuk pembelian baru beberapa peralatan pabrik dan persoalan yang lebih jauh jika barang yang dipesan tersebut tidak tersedia dipasaran dengan cepat,sehingga mengharuskan perusahaan untuk memesan terlebih dahulu dan ini akan memakan waktu yang lama. Menurut Bank for International Settlement (2004:140), kerugian operasional dikelompokkan ke dalam tujuh tipe kejadian kerugian (loss event types). Tujuh tipe kejadian kerugian tersebut dibagi dalam kelompok sebagai berikut : 1. Penyelewengan internal (internal fraud). 2. Penyelewengan eksternal (external fraud). 3. Praktik kepegawaian dan keselamatan kerja (employment practices and workplace safety). 4. Klien, produk, dan praktik bisnis (client, products, and business practices). 5. Kerusakan terhadap aset fisik perusahaan (physical asset damages). 6. Terganggunya bisnis dan kegagalan sistem (business disruption and system failure). 7. Manajemen proses, pelaksanaan, dan penyerahan produk dan jasa (execution, delivery, and process management). Berikut adalah beberapa klasifikasi yang terdapat di dalam risiko operasional, antara lain : a. Risiko Produktivitas Risiko produktivitas berkaitan dengan penyimpangan hasil atau tingkat produktivitas yang diharapkan karena adanya penyimpangan dari variabel yang mempengaruhi produktivitas kerja. Termasuk di dalamnya adalah teknologi, peralatan, material, dan SDM\ b. Risiko Teknologi Risiko teknologi berupa potensi penyimpangan hasil karena teknologi yang digunakan tidak lagi sesuai dengan kondisi. c. Risiko Inovasi Risiko inovasi adalah potensi penyimpangan hasil karena terjadinya pambaharuan, modernisasi, atau transformasi dalam beberapa aspek bisnis. d. Risiko Sistem Risiko ini merupakan bagian dari risiko proses, yaitu potensi penyimpangan hasil karena adanya cacat atau ketidaksesuaian sistem dalam operasi perusahaan. e. Risiko Proses Risiko proses adalah resiko mengenai potensi penyimpangan dari hasil yang diharapkan dari proses karena ada penyimpangan atau kesalahan dalam kombinasi sumber daya (SDM, keahlian, metode, peralatan, teknologi, lingkungan. dan material) Kesalahan dan prosedur karena perubahan merupakan salah satu bentuk perwujudan risiko proses. 2.3.3 Penanggulangan Risiko Operasional Dalam pengukuraan resiko, menurut Hinsa Siahaan (2007:11), risiko subjektif tidak dapat di ukur secara akurat. Tetapi sebaliknya, besarnya risiko objektif Beberapa lebih dapat diobservasi dan diukur secara tepat. konsep penting berkaitan dengan pengukuran risiko objektif adalah chance of loss dan degree of risk. 1) Kemungkinan terjadinya kerugian (chance of loss) Kemungkinan terjadinya kerugian dalam jangka panjang, atau frekuensi relative kerugian, didefinisikan sebagai chance of loss. Konsep ini tidak ada artinya jika digunakan untuk kemungkinan terjadinya satu kejadian. Konsep ini baru mempunyai makna penting jika diaplikasikan pada kemungkinan terjadinya dalam kejadian-kejadian yang jumlah besar atau frekuensi kejadian sangat sering. Jadi, chance of loss dinyatakan dalam rasio (perbandingan) jumlah kerugian yang terjadi dibandingkan dengan jumlah kerugian yang mungkin dalam jumlah yang lebih besar dalam satu kelompok. 2) Derajat Risiko (Degree of Risk) Besarnya risiko objektif yang timbul dalam satu situasi, yang biasa juga disebut sebagai derajat atau kadar risiko (degree of risk), adalah variasi relative antara kerugian aktual dengan kerugian yang diharapkan. Lebih jelasnya, kadar risiko adalah kisaran penyimpangan dari kerugian rata-rata (kerugian yang diharapkan), yang ditaksir menggunakan kemungkinan kerugian (chance of loss) Selain pengukuran risiko objektif, menurut Soeisno Djojosoedarso (2003:48) pengukuran risiko dapat juga dilakukan dengan: a. Pengukuran frekuensi kerugian potensial adalah untuk mengetahui berapa kali suatu jenis peril dapat menimpa suatu jenis objek yang bisa terkena peril selama suatu jangka waktu tertentu, yang umumnya satu tahun. Berdasarkan dimensi frekuensinya ada empat kategori kerugian, yaitu: - kerugian yang hampir tidak mungkin terjadi (almost nill), yaitu risiko yang menurutpendapat manajer risiko tidak akan mungkin terjadi atau kemungkinannya terjadinya sangat kecil. - kerugian yang kemungkinan terjadinya kecil (slight), yaitu risiko-risiko yang tidak akan terjadi dalam waktu dekat dan di masa yang akan datang kemungkinannya pun kecil. - kerugian yang mungkin (moderate), yaitu kerugian-kerugian yang mungkin bisa terjadi dalam waktu dekat di masa yang akan datang. - kerugian yang mungkin sekali (definite), yaitu kerugian yang biasanya terjadi secara teratur, baik dalam waktu dekat maupun di masa mendatang jadi merupakan kerugian yang hampir pasti terjadi. b. Pengukuran mengetahui kegawatan kerugian adalah untuk berapa besarnya nilai kerugian, yang selanjutnya dikaitkan dengan pengaruhnya terhadap kondisi perusahaan, terutama kondisi finansialnya. Dalam mengukur kegawatan kerugian potensial ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu: - kemungkinan kerugian maksimum dari setiap peril, yaitu besarnya kerugian terburuk dari suatu peril. - probabilitas kerugian maksimum dari setiap peril, yaitu merupakan kemungkinan terburuk yang mungkin terjadi, yang besarnya lebih rendah dari kemungkinan kerugian maksimum. - keseluruhan (aggregate) kerugian maksimum setiap tahunnya, yang merupakan keseluruhan kerugian total tebesar, yang dapat menimpa perusahaan selama suatu periode tertentu. 2.3.4 Teknik Identifikasi Risiko Operasional Menurut Muslich (2007:10), Untuk mengidentifikasi risiko operasional yang dapat dikendalikan atau tidak dapat dikendalikan, dapat dilakukan dengan beberapa teknik. Beberapa teknik identifikasi risiko operasional adalah sebagai berikut : • Risk Self Assesment (RSA) Adalah perusahaan melakukan penelitian sendiri terhadap aktivitas dan operasi perusahaan berdasarkan kejadian risiko. Proses RSA ini didasarkan keinginan perusahaan sendiri untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dari lingkungan risiko operasional. Proses penilaian RSA dilakukan dengan mempergunakan suatu daftar checklist yang berisi butirbutir pertanyaan tentang evaluasi kekuatan dan kelemahan lingkungan risiko operasional tersebut. • Risk Mapping Merupakan suatu proses dimana berbagai unit usaha atau departemen, fungsional organisasi, atau arus proses transaksi yang di mapping berdasarkan tipe risiko. • Key Risk Indicator Key Risk Indicator atau data statistik keuangan yang dapat memberikan gambaran tentang posisi risiko operasional perusahaan. Indikator ini harus dikaji memberikan ulang sekurang-kurangnya setiap triwulan untuk dapat peringatan tentang terjadinya perubahan yang mengindikasikan adanya risiko yang sedang menjadi bahan pemantauan. Key Risk Indicator tersebut dapat ditunjukkan dengan jumlah pembatalan, jumlah pegawai yang mangkir atau perputaran pegawai, frekuensi jumlah kesalahan termasuk nilai kesalahan dalam transaksi. • Limit Threshold Limit threshold menunjukkan batas kerugian yang dapat dijadikan ukuran toleransi risiko yang dapat diterima. Dengan limit threshold ini manajemen perusahaan dapat menentukan di bidang apa dan tipe risiko yang manakah yang perlu mendapat perhatian. • Scorecard Scorecard merupakan suatu alat untuk mengkonversi penilaian pengelolaan dan pengendalian berbagai aspek kerugian risiko operasional yang bersifat kualitatif menjadi perhitungan yang bersifat kuantitatif. • Analytical Hierarchy Process (AHP) / Pairwise Comparison Alat bantu yang bermanfaat untuk menyederhanakan pola pikir permasalahan yang ada dan kemudian menghasilkan alternatif yang lebih sederhana untuk memudahkan pengambilan keputusan. AHP memecah suatu situasi yang kompleks, tidak terstruktur, ke dalam bagian komponen-komponennya; menata bagian dalam suatu hirarki, nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang memberi relatif pentingnya setiap variabel; dan mensintesis berbagai pertimbangan untuk menetapkan variabel mana yang memiliki prioritas yang paling tinggi, dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut. 2.4 2.4.1 Generalized Pareto Distribution Pengertian Generalized Pareto Distribution Generalized Pareto Distribution (GPD) seringkali digunakan oleh para praktisi risiko untuk mencari nilai potensi kerugian yang terjadi pada suatu perusahaan ataupun organisasi khususnya untuk kasus kerugian operasional yang ekstrim terjadi. Menurut Muslich (2007:145), pada umumnya observasi yang menarik untuk diketahui adalah observasi yang melampaui suatu tingkat threshold. Untuk mengetahui data kerugian operasional di atas suatu level threshold digunakan teori Picklands, Dalkema, de Hann. Teori Picklands, Dalkema, de Hann menyatakan bahwa fungsi distribusi atau yang disebut sebagai fungsi distribusi kondisi lebih dirumuskan sebagai distribusi Pareto yang digeneralisasikan. Jadi dapat disimpulkan bahwa metode Generalized Pareto Distribution merupakan metode yang digunakan untuk mengetahui tingkat potensi kerugian pada suatu perusahaan karena kasus kerugian operasional dengan menggunakan data yang berada di atas nilai threshold / Peak Over Threshold (batas kerugian yang dapat ditoleransi oleh perusahaan). Generalized Pareto Distribution adalah sebuah keluarga yang terdiri atas 3 parameter, yaitu location (µ), scale (ψ), dan shape (ξ). Anonim(http://en.wikipedia.org/wiki/Pareto_distribution). 2.4.2 Threshold Pada Generalized Pareto Distribution data kerugian operasional tidak dibagi dalam block-block periode. Kerugian maksimal ditentukan dengan mempergunakan besaran yang disebut threshold. Semua kerugian operasional yang dimasukkan dalam sampel adalah semua data kerugian operasional yang melampaui atau di atas nilai threshold diidentifikasi sebagai nilai kerugian extreme tanpa membedakan periodenya. Threshold adalah kerugian maksimal atau batas kemampuan perusahaan untuk menanggung suatu kerugian. Besarnya threshold biasanya ditentukan berdasarkan kebijakan perusahaan yang terkait. 2.4.3 Parameter Generalized Pareto Distribution Menurut Zanbar (2005:5), parameter adalah suatu besaran yang nilainya menyatakan kondisi sebenarnya dari besaran tersebut. Parameter melibatkan seluruh elemen populasi dalam perhitungannya. Parameter yang digunakan dalam metode Generalized Pareto Distribution adalah : • parameter location atau rataan ( simbol µ ) Location µ = rata-rata populasi atau sampel Rata-rata (average) adalah nilai yang mewakili himpunan atau sekelompok data. Nilai rata-rata umumnya cenderung terletak di tengah suatu kelompok data yang disusun menurut besar kecilnya nilai. Sumber : Hasan, Iqbal (2005) • parameter scale atau standard deviasi ( simbol ψ ) Scale ψ / σ = standar deviasi atau simpangan baku Simpangan baku adalah akar dari tengah kuadrat simpangan dari nilai tengah atau akar simpangan rata-rata kuadrat. Untuk sampel, simpangan bakunya (simpangan baku sampel) disimbolkan dengan s. Untuk populasi, simpanganm bakumya (simpangan baku populasi). Rumus untuk varian adalah Sumber : Hasan, Iqbal. (2005) • parameter shape atau tail index ( simbol ξ ) Shape / ξ = tail index Parameter shape adalah parameter distribusi probabilitas selain parameter location dan scale. Parameter shape mempengaruhi bentuk distribusi dibandingkan fungsi parameter location dan scale yang merubah panjang dan lebar bentuk distribusi. Berikut adalah rumus untuk mencari parameter tail index : Sumber : Hasan, Iqbal. (2005) 2.4.4 Value at Risk (VaR) Menurut Zubair (2010:3), Value at Risk dapat diartikan sebagai kerugian terburuk dari suatu portofolio aset pada suatu jangka waktu tertentu dengan suatu tingkat kepercayaan tertentu. VaR dapat menghitung besarnya kerugian terburuk yang dapat terjadi dengan mengetahui posisi aset, volatilitas dari aset, tingkat kepercayaan akan terjadinya risiko, dan time horizon atau jangka waktu penempatan aset. Menurut Nababan (2008:12), Value at Risk sekarang ini menjadi alat standar dalam mengelola resiko pada bank dan institusi keuangan lainnya. Hal ini diartikan sebagai kerugian untuk suatu tingkat kepercayaan yang diberikan. Untuk suatu tingkat kepercayaan p = 99%, seseorang percaya bahwa 99% pada akhir risiko terpilih tidak akan terdapat lebih besar kerugian dari VaR. Menurut Satria (2009:1), Value at Risk adalah kerugian terbesar yang mungkin terjadi dalam rentang waktu/ periode tertentu yang diprediksikan dengan tingkat kepercayaan tertentu. Konsep VaR berdiri di atas dasar observasi statistik atas data-data historis dan relatif dapat dikatakan sebagai suatu konsep yang bersifat obyektif. Jadi, Value at Risk adalah suatu metode pengukuran resiko yang memperkirakan kerugian maksimum yang mungkin terjadi atas suatu portofolio pada tingkat kepercayaan tertentu. Untuk menghitung besarnya potensi kerugian operasional Value at Risk dengan distribusi GPD dipergunakan rumus berikut : 2.4.5 Expected Shortfall ( ES ) Menurut Muslich (2007:31), Expected Shortfall dikenal juga dengan sebutan tail conditional expectation yang merupakan estimasi potensi besarnya kerugian yang melebihi VaR. Expected Shortfall (ES) merupakan alat ukur risiko, atau konsep yang digunakan dalam pembiayaan (dan lebih khusus lagi di bidang pengukuran risiko keuangan) untuk mengevaluasi resiko pasar atau resiko kredit portofolio. VaR hanya mengukur persentil dari distribusi keuntungan atau kerugian tanpa memperhatikan setiap kerugian yang melebihi tingkat VaR dan VaR tidak koheren karena tidak memiliki sifat subaditivitas. Oleh karena itu, perlu diteliti metode untuk menentukan risiko yang dapat mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut dengan menggunakan Expected Shortfall (ES). ES merupakan metode pengukuran risiko yang menanggulangi kelemahan-kelemahan dari VaR. Jadi, jika perusahaan masih berjalan maka nilai VaR lebih kecil dari ES, dan sebaliknya jika perusahaan akan valid/bangkrut maka nilai VaR melebihi nilai ES. Berikut adalah rumus untuk mencari estimasi besarnya Expected Shortfall pada distribusi GPD : 2.5 Analytical Hierarchy Process (AHP) 2.5.1 Pengertian Analytical Hierarchy Process (AHP) Menurut Kastowo (2008), metode AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli matematika. Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan efektif atas persoalan yang kompleks dengan menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keputusan dengan memecahkan persoalan tersebut kedalam bagian-bagiannya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hirarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel yang mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut. Metode AHP ini membantu memecahkan persoalan yang kompleks dengan menstruktur suatu hirarki kriteria, pihak yang berkepentingan, hasil dan dengan menarik berbagai pertimbangan guna mengembangkan bobot atau prioritas. Metode ini juga menggabungkan kekuatan dari perasaan dan logika yang bersangkutan pada berbagai persoalan, lalu mensintesis berbagai pertimbangan yang beragam menjadi hasil yang cocok dengan perkiraan kita secara intuitif sebagaimana yang dipresentasikan pada pertimbangan yang telah dibuat Pada dasarnya metode Analytical Hierarchy Process memecah suatu situasi yang kompleks, tidak terstruktur, ke dalam bagian- bagian komponennya; menata bagian dalam variabel dalam suatu hirarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang relatif pentingnya setiap variabel; dan mensintesis berbagai pertimbangan untuk menetapkan variabel mana yang memiliki prioritas yang paling tinggi, dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut. Pairwise Comparison adalah proses dalam AHP dimana para ahli dan pembuat keputusan memberikan preferensi untuk setiap kriteria dalam tiap masalah. Setiap kriteria mendapatkan preferensi yang mengekspresikan tingkat kepentingan dari kriteria yang dibandingkan terhadap kriteria lainnya, para pembuat keputusan dihadapkan pada kondisi yang terbatas untuk mendeterminasikan hasil dari proses pembuatan keputusan, ketersediaan anggaran, teknologi, sensitivitas ekosistem terhadap emisi, dll. 2.5.2 Manfaat Analytical Hierarchy Process (AHP) AHP merupakan pengambilan sebuah model luwes keputusan. Pengamatan mendasar untuk membantu ini tentang dalam sifat manusia, pemikiran analitis, dan pengukuran membawa pada pengembangan suatu model yang berguna untuk memecahkan persoalan secara kuantitatif. Proses hirarki analisisi ini adalah suatu model yang bagi perorangan atau kelompok luwes yang memberikan untuk membangun kesempatan gagasan-gagasan dan mendefinisikan persoalan dengan cara membuat asumsi mereka masing-masing dan memperoleh pecahan yang diinginkan darinya. 1. Decomposition Tahapan yang perlu dilakukan adalah decomposition yaitu memecah persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya. Jika ingin mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan juga dilakukan pada unsur-unsurnya sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut, sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan tadi. Karena alasan ini maka proses analisis ini dinamakan hirarki. Ada dua jenis hirarki yaitu lengkap dan tidak lengkap. Dalam hirarki lengkap, semua elemen pada suatu tingkat memiliki semua elemen yang ada pada tingkat berikutnya. Jika tidak demikian maka dinamakan hirarki tidak lengkap. 2. Comparative Judgement Prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat di atasnya. Penilaian ini merupakan inti dari penilaian AHP, karena ia akan berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen. Pertanyaan yang biasanya diajukan dalam penyusunan skala kepentingan adalah: • Elemen mana yang lebih (penting / disukai / mungkin /...)? • Berapa kali lebih ( penting / disukai / mungkin/ .... )? Agar diperoleh skala yang bermanfaat ketika membandingkan dua elemen, seseorang yang memberikan jawaban perlu memahami pengertian menyeluruh tentang elemen-elemen yang dibandingkan dan relevansinya terhadap kriteria atau tujuan yang dipelajari. Dalam penyusunan skala kepentingan ini digunakan patokan sebagai berikut: Tabel 2 1 Skala Dasar Intensitas Kepentingan Definisi Penjelasan 1 Kedua elemen sama pentingnya Dua elemen menyumbangnya sama besar pada sifat itu 3 Elemen yang satu sedikit lebih penting ketimbang yang lainnya Pengalan dan pertimbangan sedikit menyokong satu elemen atas yang lainnya 5 Elemen yang satu esensial atau sangat penting ketimbang elemen yang lainnya Pengalaman dan pertimbangan dengan kuat menyokong satu elemen atas elemen yang Lainnya 7 Satu elemen jelas lebih penting dari elemen yang lainnya Satu elemen dengan kuat disokong, dan dominannya telah terlihat dalam praktek 9 Satu elemen mutlak lebih penting ketimbang elemen yang lainnya Bukti yang menyokong elemen yang satu atas yang lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan Nilai – nilai diantara dua pertimbangan yang berdekatan Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan suatu aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan aktivitas i. Kompromi diperlukan antara dua pertimbangan 2, 4, 6, 8 Kebalika n Sumber : http://www.ittelkom.ac.id/library/ Dalam penilaian kepentingan relatif dua elemen berlaku aksioma reciprocal, artinya jika elemen i dinilai 3 kali lebih penting dibanding j, maka elemen j harus sama dengan 1/3 kali pentingnya dibanding elemen i. Disamping itu, perbandingan dua elemen yang sama akan menghasilkan angka 1, artinya sama penting. Dua elemen yang berlainan dapat saja dinilai sama penting. 3. Synthesis of Priority Dari setiap pairwise comparison matrix kemudian dicari eigenvectornya untuk mendapatkan local priority, karena pairwise comparison matrix dapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesa di antara local prority. Prosedur melakukan sintesa berbeda menurut bentuk hirarki. Pengurutan elemen – elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesa dinamakan priority setting. 3. Logical Consistency Konsistensi memiliki dua makna, pertama adalah objek-objek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansi. Arti kedua adalah menyangkut tingkat hubungan antara objek-objek yang didasarkan pada kriteria tertentu . 2.5.3 Penggunaan Metode Analytical Hierarchy Process Menurut Kastowo (2008) Secara umum, langkah-langkah dasar dari AHP dapat diringkas dalam penjelasan berikut ini: 1. Mendefinisikan masalah dan menetapkan tujuan. 2. Menyusun masalah dalam struktur hirarki. Setiap permasalahan yang kompleks dapat ditinjau dari sisi yang detail dan terstruktur. 3. Menyusun prioritas untuk tiap elemen masalah pada tingkat hirarki. Proses ini menghasilkan bobot elemen terhadap pencapaian tujuan, sehingga elemen dengan bobot tertinggi memiliki prioritas penanganan. Menurut Heru (2006) kaidah pembobotan menyatakan bahwa: • Nilai bobot KPI berkisar antara 0 – 1 atau antara 0% – 100% jika kita menggunakan prosentase. • Jumlah total bobot semua KPI harus bernilai 1 (100%) • Tidak ada bobot yang bernilai negatif (-). 2.5.4 Tahap-Tahap Analytical Hierarchy Process AHP yang dikembangkan oleh Thomas Saaty merupakan metode penentuan ranking alternatif keputusan dan pemilihan yang terbaik dari alternatif tersebut ketika pengambil keputusan memiliki sasaran atau kriteria multiple (lebih dari satu) yang mendasari keputusan. Adapun tahapan penggunaan AHP adalah sebagai berikut. 1. Identifikasi sistem Mengidentifikasikan kriteria dan subkriteria apa saja yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. 2. Penyusunan hirarki Hirarki adalah alat yang paling mudah untuk memahami masalah yang kompleks dimana masalah tersebut diuraikan ke dalam elemen-elemen yang bersangkutan, menyusun elemen-elemen tersebut secara hirarki dan akhirnya melakukan penilaian atas elemen-elemen tersebut sekaligus menentukan keputusan mana yang akan diambil. Proses penyusunan elemen-elemen secara hirarkis meliputi pengelompokan elemen-elemen dalam komponen yang sifatnya homogen dan menyusun komponen-komponen tersebut dalam level hirarki yang tepat. Hirarki juga merupakan abstraksi struktur suatu sistem yang mempelajari fungsi interaksi antara komponen dan juga dampak-dampaknya pada sistem. Abstraksi ini mempunyai bentuk saling berkaitan, tersusun dan suatu puncak atau sasaran utama (ultimate goal) turun ke sub-sub tujuan tersebut, lain ke pelaku (aktor) yang memberi dorongan, turun ketujuan-tujuan pelaku, kemudian kebijakankebijakan, strategi-strategi tersebut. Dengan demikian hirarki adalah sistem yang tingkatan-tingkatan (level) keputusannya berstratifikasi dengan beberapa elemen keputusan pada setiap tingkatan keputusan. 3. Penentuan prioritas Ada beberapa cara untuk mencari vektor prioritas dari matriks pairwise comparison. Penekanan pada konsistensi menyebabkan digunakannya rumus eigen value. 3.6 Kerangka Pemikiran PT.Mandiri Jaya Warna Generalized Pareto Distribution Analytical Hierarchy Process (AHP) Value at Risk (VaR) dan Expected Short Fall (ES) Risiko – risiko operasional Mengetahui besar risiko dominan yang melebihi batas Memberikan solusi penanganan risiko operasional pada PT. Mandiri Jaya Warna Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran PT. Mandiri Jaya Warna Sumber : Penulis (2014)