BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Resiko

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1
Resiko
2.1.1 Definisi Resiko
Resiko sudah sangat biasa dalam kehidupan kita sehari-hari, karena
setiap hal mempunyai resiko yang beraneka ragam dan pengertian resiko secara
ilmiah juga beraneka ragam, yaitu antara lain :
-
Menurut Soekarto resiko adalah ketidakpastian atas terjadinya
suatu peristiwa. (Djojosoedarso, 2003, p2)
-
Menurut Gallati (2003, h.7), resiko didefinisikan sebagai “a
condition in which there exist an exposure to adversity”.
-
Menurut A. Abas Salim resiko adalah ketidakpastian yang
mungkin melahirkan peristiwa kerugian. (Djojosoedarso, 2003, p2)
- Menurut Bessis (2002, 11) resiko adalah sebagai “Risk are
uncertainty resulting in adverse of variations of probability or in losses”.
Jadi, resiko dapat di artikan sebagai suatu kesempatan untuk terjadinya
kerugian, secara luas resiko dapat di artikan sebagai kemungkinan hasil yang di
dapatkan di luar keinginan atau tidak sesuai dengan apa yang diinginkan.
2.1.2 Klasifikasi Resiko
BSMR adalah badan sertifikasi manajemen risiko di Indonesia yang
berafiliasi dengan GARP (Global Association of Risk Professionals).
Manajemen Risiko yang menjadi objek kajian BSMR dikhususkan kepada
kategori risiko financial untuk lembaga perbankan konvensional, melalui apa
yang dikenal dengan istilah Basel Accord I dan II.
Risiko Perbankan (conventional banking):
-
Risiko Pasar (risiko akibat perubahan suku bunga, kurs valas, saham,
komoditas)
a. Risiko spesifik (specific risk)
8
9
b. Risiko pasar umum (general market risk)
- Menurut Djohanputro (2008, p33-p35) untuk memudahkan pengenalan
resiko, perlu dilakukan klasifikasi sehingga mengenal karakter dari resiko.
Resiko dapat dikategorikan ke dalam resiko murni dan resiko spekulatif. Cara
lain mengklasifikasi resiko adalah mengategorikan ke dalam resiko sistematik
dan resiko spesifik.
a. Resiko Murni dan Spekulatif
Resiko murni merupakan resiko yang dapat mengakibatkan kerugian pada
perusahaan, tetapi tidak ada kemungkinan menguntungkan. Perusahaan menghadapi
berbagai hal dalam resiko ini. Misalnya, kekayaan mesin yang menanggung resiko
murni. Ada kemungkinan mesin mengalami kerusakan, mulai dari kerusakan kecil
sampai besar. Tetapi, tidak mungkin keadaan sebaliknya bisa terjadi. Kekayaan
berupa gedung juga ada kemungkinan mengalami kerugian berupa kerusakan atau
kehancuran.
Sementara itu yang disebut dengan resiko spekulatif adalah resiko yang dapat
mengakibatkan dua kemungkinan, merugikan atau menguntungkan perusahaan.
Misalnya perusahaan yang menyimpan valuta asing seperti US$, GB₤, atau JPY
dapat mengalami keuntungan atau kerugian. Simpanan tersebut menguntungkan bila
nilai tukar mata uang tersebut menguat. Nilai simpanan tersebut meningkat bila
dihitung dalam Rupiah. Sebaliknya, nilai simpanan tersebut menurun bila dihitung
dalam Rupiah pada saat nilai tukar valuta asing tersebut melemah. Kebanyakkan
transaksi perusahaan yang melibatkan aspek moneter secara langsung mengandung
resiko spekulatif.
b. Resiko Sistematik dan Spesifik
Resiko sistematik (systematic risk) juga disebut resiko yang tidak dapat
didiversifikasi (nondiversiviable risk). Ciri dari resiko sistematik adalah tidak dapat
dihilangkan atau dikurangi dengan cara penggabungan berbagai resiko.
Resiko spesifik (specific risk), atau resiko yang dapat didiversifikasi
(diversiviable risk) dapat dihilangkan melalui proses pengganbungan (pooling).
10
Konsep resiko sistematik dan spesifik sangat berguna dalam menangani resiko
keuangan. Banyak resiko yang berkaitan dengan keuangan perusahaan dapat
ditekan dengan menerapkan diversifikasi.
2.2 Manajemen Resiko
2.2.1 Definisi Manajemen Resiko
-
Pengertian
manajemen
resiko
menurut
Smith
Manajemen
Resiko
didefinisikan sebagai proses identifikasi, pengukuran, dan kontrol keuangan
dari sebuah resiko yang mengancam aset dan penghasilan dari sebuah
perusahaan atau proyek yang dapat menimbulkan kerusakan atau kerugian
pada perusahaan tersebut.
-
Pengertian manajemen resiko menurut Tampubolon (Risk Management. PT
Elex Media Komputindo. Jakarta. 2004) Manajemen risiko juga dapat
diartikan sebagai kegiatan atau proses yang terarah dan bersifat proaktif, yang
ditujukan untuk mengakomodasi kemungkinan gagal pada salah satu, atau
sebagian dari sebuah transaksi atau instrumen.
-
Pengertian manajemen risiko menurut Fahmi (2010;2) Manajemen resiko
adalah suatu bidang ilmu yang membahas tentang bagaimana suatu organisasi
menerapkan ukuran dalam memetakan berbagai permasalahan yang ada
dengan menempatkan berbagai pendekatan manajemen secara komprehensif
dan sistematis.
-
Menurut Fahmi (2010, p2) manajemen resiko adalah suatu bidang
ilmu yang membahas tentang bagaimana suatu organisasi menerapkan
ukuran dalam memetakan berbagai permasalahan yang ada dengan
menempatkan berbagai pendekatan manajemen secara komprehensif dan
sistematis.
Jadi manajemen resiko adalah keseluruhan sistem pengelolaan dan
pengendalian resiko yang ditujukan untuk memelihara tingkat profitabilitas
dan tingkat kesehatan perusahaan.
11
Gambar 2.1 Proses Manajemen Resiko
2.2.2
Manfaat Manajemen Resiko
Menurut Fahmi (2010, p3), dengan diterapkannya manajemen resiko di
suatu perusahaan ada beberapa manfaat yang akan diperoleh, yaitu :
-
Mendorong para manajer dalam mengambil keputusan untuk selalu
menghindari resiko dan menghindari dari pengaruh terjadinya kerugian
khususnya kerugian dari segi finansial.
-
Dengan adanya konsep manajemen resiko (risk management concept)
yang dirancang secara detail maka artinya perusahaan telah membangun arah
dan mekanisme secara sustainable.
-
Perusahaan memiliki ukuran kuat sebagai pijakan dalam mengambil
setiap keputusan, sehingga para manajer menjadi lebih berhati-hati
(prudent) dan
selalu menempatkan ukuran-ukuran dalam berbagai
keputusan.
-
Mampu memberi arah bagi suatu perusahaan dalam melihat pengaruhpengaruh yang mungkin timbul baik secara jangka pendek dan jangka
panjang.
-
Memungkinkan perusahaan memperoleh resiko kerugian yang minimum
12
2.3
Resiko Operasional
2.3.1 Definisi Resiko Operasional
-
Menurut Djohanputro (2008, p65) resiko operasional adalah potensi
penyimpangan dari hasil yang diharapkan karena tidak berfungsinya suatu
sistem, SDM, teknologi, atau faktor lain. Resiko operasional bisa terjadi
pada 2 tingkatan : teknis dan organisasi. Pada tataran teknis, resiko
operasional bisa terjadi apabila sistem informasi, kesalahan mencatat,
informasi yang tidak memadai, dan pengukuran resiko tidak akurat dan tidak
memadai. Pada tataran organisasi, resiko operasional bisa muncul karena
sistem pemantauan dan pelaporan, sistem dan prosedur, serta kebijakan tidak
berjalan sebagaimana mestinya.
-
Menurut Fahmi (2010, p54) resiko operasional merupakan resiko yang
umumnya bersumber dari masalah internal perusahaan, dimana resiko ini
terjadi disebabkan oleh lemahnya sistem kontrol manajemen (management
control system) yang dilakukan oleh pihak internal perusahaan.
Jadi resiko operasional adalah resiko kerugian yang terjadi akibat dari
kegagalan proses internal, manusia, dan sistem – sistem yang dapat
menimbulkan kerugian keuangan dan kerugian potensial atas hilangnya
kesempatan dalam memperoleh keuntungan.
2.3.2
Klasifikasi Resiko Operasional
Menurut Fahmi (2010, p54) terdapat 7 (tujuh) jenis resiko operasional
atau operational risk, antara lain :
A. Kesalahan dalam Pembukuan Secara Manual (Manual Risk)
Resiko dalam bidang pembukuan secara manual sebenarnya terjadi karena
beberapa sebab seperti :
-
Pembukuan secara manual ditulis atau dicatat umumnya di
kertas, sehingga pada saat suatu kantor mengalami kebanjiran, kebakaran,
kesalahan dalam peletakkan tidak bisa atau sulit untuk mencari
penggantinya.
13
-
Jika
terjadi
kesalahan
dalam
pencatatan
secara
pembukuan
maka penyelesaian dan pencarian sumber masalahnya juga harus
dilakukan secara manual.
sehingga pekerjaan menjadi tidak efisien dan efektif. Efisien dilihat dari segi
biaya dan efektif dilihat dari segi waktu.
-
Setiap pengiriman informasi harus dilakukan melalui kantor pos atau jasa
pengiriman surat. Sementara dengan penggunaan teknologi sudah dapat
dilakukan dengan cara email atau via internet.
B. Resiko pada Komputer (Computer Risk).
Ada beberapa resiko yang diperkirakan akan timbul dalam bidang komputer,
yaitu :
-
Komputer adalah teknologi yang selalu mengalami perubahan
terutama pada setiap program yang ditawarkan, sehingga mengharuskan
kualitas IT dari para personelnya juga dapat di update setiap waktunya
dengan tujuan berbagai permasalahan yang akan timbul di kemudian hari
dapat dihindari.
-
Komputer adalah masuk dalam kategori IT yang memiliki
nilai pasar yang tinggi, sehingga setiap pergantian perangkat komputer dan
biaya tenaga ahlinya selalu saja membutuhkan biaya yang tinggi. Seperti
biaya training, course, service komputer, dan pembelian program berbagai
komputer. Dan bagi setiap perusahaan program yang harus dibeli adalah
selalu harus yang bersifat original.
-
Terjadinya perubahan data-data komputer karena faktor
terserang oleh virus. Kondisi ini sering terjadi karena jaringan komputer
berhubungan dengan internet. Oleh karena itu, komputer harus selalu
memiliki antivirus yang terbaru. Maka sebaiknya perusahaan harus selalu
memiliki tempat khusus yang aman untuk menyimpan dokumen penting.
C.
Pegawai Outsourcing
Pada saat suatu perusahaan menerima pegawai yang bersifat outsourcing
maka ada beberapa resiko yang harus ditanggung oleh perusahaan, yaitu :
14
-
Pegawai tersebut bukan pegawai tetap, dalam artian pegawai
tersebut tidak bekerja hingga pensiun. Sehingga ia akan bekerja sebatas
masa kontrak kerja saja. Dengan begitu rasa tanggung jawab psikologis
untuk menjaga perusahaan tidak begitu ia pikirkan karena pegawai tersebut
lebih bertanggungjawab kepada perusahaan penyalur.
-
Rahasia perusahaan selama ia bekerja memungkinkan sekali
untuk diketahui oleh publik luar ketika ia tidak lagi bekerja diperusahaan
tersebut. Sementara rahasia perusahaan menyangkut dengan wibawa dan
nama baik perusahaan.
D.
Kecelakaan Kerja
Beberapa bentuk resiko dalam bidang kecelakaan kerja yang akan dialami
oleh suatu perusahaan yaitu sebagai berikut :
-
Perusahaan harus memperbaiki sistem manajemen kerja yang
telah diterapkan selama ini karena dianggap tidak efektif, sehingga untuk
menyempurnakan konsep sistem manajemen kerja yang baik sebuah
perusahaan kadangkala harus mengundang konsultan
-
dalam bidang yang bersangkutan sehingga pengalokasian
anggaran untuk membayar konsultan tersebut harus dipertimbangkan
termasuk masa uji coba sistem tersebut.
-
Jika perusahaan tidak menerapkan konsep keselamatan kerja
dengan baik maka pada saat mengajukan pinjaman ke perbankan akan
mengalami kendala.
-
Bila kecelakaan kerja sering terjadi dan mendapat sorotan dari pihak
jurnalistik (pers) maka ini bisa berakibat pada turunnya reputasi perusahaan
di mata konsumen dan mitra bisnis.
E. Globalisasi dalam Konsep dan Produk
Era globalisasi telah memberi perubahan besar bagi konsep bisnis pada
seluruh sektor bisnis, baik finansial dan non finansial, sehingga penciptaan
konsep produk dibuat untuk bisa menampung keinginan globalisasi tersebut,
jika tidak maka artinya produk tersebut tidak akan laku di pasaran secara
15
baik. Karena faktor itu perusahaan dituntut untuk menerapkan manajemen
yang berbasis konsep global yang secara tidak langsung mekanisme
operasional perusahaan juga harus bersifat global.
F. Kesalahan Produksi Barang dan Tidak Ada Kesepakatan Bahwa
Barang yang Dibeli Tidak Dapat Ditukar Kembali
Ketika kesepakatan tersebut tidak dibuat, maka perusahaan harus
menanggung beberapa resiko kerugian, yaitu sebagai berikut :
-
Adanya barang yang sudah diproduksi dengan harapan dapat
terjual namun
tidak laku terjual dan tidak ada perjanjian barang tersebut tidak bisa ditukar
sehingga perusahaan mengalami kerugian.
-
Pada saat barang sudah diproduksi namun ternyata ada sisa,
maka ini
memaksa perusahaan untuk menjualnya dengan harga yang murah dengan
asumsi daripada barang tersebut tidak terjual di pasaran atau mengalami
kadaluarsa.
-
Perusahaan
tidak
bisa
melakukan
penghematan
biaya
karena kontrak
dagang dengan para mitra bisnis bersifat tunai dan tidak ada konsep service
purna jual.
G. Kerusakan Maintenance Pabrik
Beberapa resiko yang harus ditanggung oleh suatu industri pada saat
timbulnya kerusakan maintenance pabrik adalah :
o
Terhentinya aktivitas produksi selama beberapa saat.
o
Biaya service (service cost) dengan mendatangkan tenaga
ahli, jika perusahaan tidak memilikinya.
o
Biaya pergantian dalam bentuk pembelian baru beberapa
peralatan pabrik.nDan persoalan yang lebih jauh jika barang yang
dipesan tersebut tidak tersedia dipasaran dengan cepat,sehingga
mengharuskan perusahaan untuk memesan terlebih dahulu dan ini
16
akan memakan waktu yang lama
17
Menurut
Djohanputro
(2008,
p65)
resiko
operasional
bisa
disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :
-
Manusia (SDM)
-
Teknologi
-
Sistem dan prosedur
-
Kebijakan
-
Struktur organisasi
Berikut adalah beberapa klasifikasi yang terdapat di dalam resiko
operasional, antara lain :
a. Resiko Produktivitas
Resiko produktivitas berkaitan dengan penyimpangan hasil atau tingkat
produktivitas yang diharapkan karena adanya penyimpangan dari
variabel yang mempengaruhi produktivitas kerja. Termasuk di
dalamnya adalah teknologi, peralatan, material, dan SDM
b. Resiko Teknologi
Resiko
teknologi
berupa
potensi
penyimpangan
hasil
karena
teknologi yang digunakan tidak lagi sesuai dengan kondisi.
c. Resiko Inovasi
Resiko inovasi adalah potensi penyimpangan hasil karena terjadinya
pambaharuan, modernisasi, atau transformasi dalam beberapa aspek
bisnis.
d. Resiko Sistem
Resiko ini merupakan bagian dari resiko proses, yaitu potensi
penyimpangan hasil karena adanya cacat atau ketidaksesuaian sistem
dalam operasi perusahaan.
e. Resiko Proses
Resiko proses adalah resiko mengenai potensi penyimpangan dari hasil
yang diharapkan dari proses karena ada penyimpangan atau kesalahan
dalam kombinasi sumber daya (SDM, keahlian, metode, peralatan,
teknologi, dan material) dan karena perubahan lingkungan.
Kesalahan
18
prosedur merupakan salah satu bentuk perwujudan resiko proses.
2.4 Proses Manajemen Resiko
Proses-proses manajemen resiko menurut Hinsa Siahaan (2007,p:59) adalah
tahapan-tahapan melalui mana sebuah perusahaan memastikan bahwa resiko
yang dihadapinya adalah sesuai resiko yang diinginkan, dibutuhkan, atau
direncanakan supaya terjadi.
-
Menurut Soeisno Djojosoedarso (2008,p:15) tahapan manajemen resiko
dapat dibagi menjadi beberapa tahapan, yaitu:
1) Mengidentifikasikan/menentukan terlebih dahulu objektif/tujuan
yang ingin dicapai melalui pengelolaan resiko.
2) Mengidentifikasikan kemungkinan-kemungkinan terjadinya kerugian
atau mengidentifikasikan resiko yang dihadapi. Langkah ini adalah
yang paling sulit, tetapi juga paling penting, sebab kebehasilan
pengelolaan resiko sangat bergantung pada hasil identifikasi ini.
3) Mengevaluasi dan mengukur besarnya kerugian potensial, di
mana yang dievaluasi dan diukur adalah: Besarnya kesempatan atau
kemungkinan hal yang akan terjadi selama suatu peride tertentu
(frekuensinya). Besarnya akibat dari kerugian tersebut terhadap
kondisi keuangan perusahaan, Kemampuan meramalkan besarnya
kerugian yang jelas akan timbul.
4) Mencari data atau kombinasi cara-cara yang paling baik, paling
tepat dan paling ekonomis untuk menyelesaikan masalah-masalah
yang timbul akibat terjadinya suatu kesalahan. Upaya-upaya tesebut
antara lain meliputi:
o Menghindari kemungkinan terjadinya kesalahan
o Mengurangi kesempatan terjadinya kesalahan
o Memindahkan
kerugian
potensial
kepada
pihak
lain
(mengasuransikan)
5) Menerima dan memikul kerugian yang timbul
6) Mengkoordinir dan mengimplementasikan/melaksanakan keputusankeputusan yang telah diambil untuk menanggulangi resiko.
7) Mengadministrasi, memonitor, dan mengevaluasi semua langkah-
19
langkah atau strategi yang telah diambil dalam menanggulangi
resiko. Hal ini sangat penting terutama untuk dasar kebijaksanaan
pengelolaan resiko di masa mendatang. Di samping itu juga adanya
kenyataan bahwa apabila kondisi
2.5
Generalized Pareto Distribution
2.5.1 Definisi Generalized Pareto Distribution
Menurut Muslich (2007, p145) pada umumnya observasi yang menarik untuk
diketahui adalah observasi yang melampaui suatu tingkat threshold. Untuk
mengetahui data kerugian operasional di atas suatu level threshold digunakan teori
Picklands, Dalkema, de Hann. Teori Picklands, Dalkema, de Hann menyatakan
bahwa fungsi distribusi atau yang disebut sebagai fungsi distribusi kondisi lebih
dirumuskan sebagai distribusi Pareto yang digeneralisasikan.
Jadi Generalized Pareto Distribution adalah metode yang digunakan untuk
mengetahui tingkat potensi kerugian pada suatu perusahaan karena kasus
kerugian operasional dengan menggunakan data yang berada di atas nilai threshold
(batas kerugian yang dapat ditoleransi oleh perusahaan).
2.5.2 Value at Risk (VaR)
-
Menurut Nababan (2008, p12) Value at Risk sekarang ini menjadi alat standar
dalam mengelola resiko pada bank dan institusi keuangan lainnya. Hal ini
diartikan sebagai kerugian untuk suatu tingkat kepercayaan yang diberikan.
Untuk suatu tingkat kepercayaan p = 99%, seseorang percaya bahwa 99%
pada akhir resiko terpilih tidak akan terdapat lebih besar kerugian dari VaR.
-
Menurut Satria (2009, p1) Value at Risk adalah kerugian terbesar yang
mungkin terjadi
dalam
rentang
waktu/
periode
tertentu
yang
diprediksikan dengan tingkat kepercayaan tertentu. Konsep VaR berdiri di
atas dasar observasi statistik atas data-data historis dan relatif dapat dikatakan
sebagai suatu konsep yang bersifat obyektif.
Jadi Value at Risk adalah suatu metode pengukuran resiko yang
memperkirakan kerugian maksimum yang mungkin terjadi atas suatu
portofolio pada tingkat kepercayaan tertentu.
20
2.5.3 Expected Shortfall (ES)
Expected Shortfall (ES) adalah alat ukur resiko, atau konsep yang
digunakan dalam pembiayaan (dan lebih khusus lagi di bidang pengukuran resiko
keuangan) untuk mengevaluasi resiko pasar atau resiko kredit portofolio. ES adalah
suatu alternatif untuk nilai pada resiko yang lebih sensitif dengan bentuk distribusi
kerugian dalam ”tail”. Expected Shortfall sering disebut conditional value at risk
(CVaR), average value at risk (AVaR), dan expected tail loss (ETL). Anonim
Menurut Muslich (2007, p131) Expected Shortfall dikenal juga dengan sebutan tail
conditional expectation yang merupakan estimasi potensi besarnya kerugian yang
melebihi VaR.
Artzner et al. (1997,1999) yang membuktikan bahwa: VaR hanya mengukur persentil
dari distribusi keuntungan atau kerugian tanpa memperhatikan setiap kerugian yang
melebihi tingkat VaR dan VaR tidak koheren karena tidak memiliki sifat
subaditivitas. Oleh karena itu, perlu diteliti metode untuk menentukan risiko yang
dapat mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut dengan menggunakan Expected
Shortfall (ES). Menurut Artzner et al. (1997), Acerbi et al. (2001), Yamai dan
Yoshiba (2002) ES merupakan metode pengukuran risiko yang menanggulangi
kelemahan-kelemahan dari VaR.
Jadi, jika perusahaan masih berjalan maka nilai Var lebih kecil dari ES, dan
sebaliknya jika perusahaan akan valid/bangkrut maka nilai Var melebihi nilai ES.
2.6
Analytical Hierarchy Process (AHP)
2.6.1
Definisi Analytical Hierarchy Process (AHP)
AHP menguraikan masalah multi faktor atau multi kriteria yang kompleks
menjadi suatu hirarki. Menurut Saaty (2008), hirarki didefinisikan sebagai
suatu representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu
struktur multi level dimana level pertama adalah tujuan, yang diikuti level
faktor, kriteria, sub kriteria, danseterusnya ke bawah hingga level terakhir
dari alternatif. Dengan hirarki, suatu masalah yang kompleks dapat diuraikan
ke dalam kelompok-kelompoknya yang kemudian diatur menjadi suatu
21
bentuk hirarki sehingga permasalahan akan tampak lebih terstruktur
dan sistematis.
Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan salah satu alat analisis
manajemen strategik dengan pendekatan sistem. Menurut Ma’arif dan
Tanjung (2003, p90), AHP merupakan suatu model yang luwes yang
mampu memberikan kesempatan bagi perorangan atau kelompok untuk
membangun gagasan-gagasan dan mendefinisikan persoalan dengan cara
membuat asumsi mereka masing-masing dan membuat memperoleh
pemecahan yang diinginkan darinya.
Secara umum, keuntungan penggunaan metode AHP dapat
diikhtisarkan sebagai berikut. (Marimin2004, p77)
1. Kesatuan: AHP memberikan satu model tunggal yang mudah
dimengerti, luwes untuk aneka ragam persoalan yang tidak
terstruktur.
2. Kompleksitas: AHP memadukan ancangan deduktif dan
ancangan berdasarkan sistem dalam memecahkan persoalan
kompleks.
3. Saling
ketergantungan:
AHP
dapat
menangani
saling
elemen-elemen dalam suatu sistem dan tidak
ketergantungan
memaksakan pemikiran linier.
4. Penyusunan Hierarki: AHP mencerminkan kecenderungan
alami pikiran untuk memilah-milah elemen-elemen suatu
sistem
dalam
berbagai
tingkat
berlainan
dan
mengelompokkan unsur yang serupa dalam setiap tingkat.
5. Pengukuran: AHP memberi suatu skala untuk mengukur
objek dalam wujud suatu metode untuk menetapkan prioritas.
6. Konsistensi:
AHP
melacak
pertimbangan-pertimbangan
konsistensi
yang
logis
digunakan
dari
dalam
menetapkan berbagai prioritas.
7. Sintesis: AHP menuntun ke suatu taksiran menyeluruh
tentang kebaikan setiap alternatif.
8. Tawar-menawar: AHP mempertimbangkan prioritas-prioritas
relatif dari berbagai faktor sistem dan memungkinkan orang
22
memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan-tujuan mereka.
9. Penilaian dan Konsensus: AHP tidak memaksakan suatu
konsensus
tetapi mensintesis suatu hasil yang representatif
dari berbagai penilaian yang berbeda- beda.
10. Pengulangan Proses: AHP memungkinkan orang untuk
memperhalus definisi mereka pada suatu persoalan dan
memperbaiki pertimbangan dan pengertian mereka melalui
pengulangan Dengan pendekatan AHP, pengukuran dapat
dilakukan dengan membangun suatu skala pengukuran dalam
bentuk indeks, skoring atau nilai numerik tertentu.
Karena itu, menurut Ma’arif dan Tanjung (2003, pp92-94),
dalam menyelesaikan persoalan dengan menggunakan AHP,
terdapat beberapa prinsip yang harus dipahami, antara lain
adalah: decomposition, comparative judgement, syntetis of
priority, dan logical consistency.
Manfaat AHP
Menurut Saaty (1991, p23) AHP merupakan sebuah model
luwes
untuk membantu
dalam
pengambilan
keputusan.
Pengamatan mendasar ini tentang sifat manusia, pemikiran
analitis, dan pengukuran membawa pada pengembangan suatu
model yang berguna untuk memecahkan persoalan secara
kuantitatif. Proses hierarki
analisisi ini
adalah
suatu
model
yang
luwes
yang
memberikan kesempatan bagi perorangan atau kelompok
untuk membangun
gagasan - gagasan dan mendefinisikan
persoalan dengan cara membuat asumsi mereka masing masing dan memperoleh pecahan yang diinginkan darinya.
23
1.
D
ecomposition
Setelah persoalan
dilakukan
didefinisikan,
tahapan
yang
perlu
adalah decomposition yaitu memecah persoalan yang
utuh menjadi unsur-unsurnya. Jika ingin
mendapatkan hasil
yang akurat, pemecahan juga dilakukan pada unsur-unsurnya
sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut, sehingga
didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan tadi. Karena alasan
ini maka proses analisis ini dinamakan hirarki. Ada dua jenis
hirarki yaitu lengkap dan tidak lengkap. Dalam hirarki lengkap,
semua elemen pada suatu tingkat memiliki semua elemen yang ada
pada tingkat berikutnya. Jika tidak demikian maka dinamakan
hirarki tidak lengkap.
2. Comparative Judgement
Prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif
dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan
tingkat di atasnya. Penilaian ini merupakan inti dari penilaian AHP,
karena ia akan berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen.
Pertanyaan yang biasanya diajukan dalam penyusunan skala
kepentingan adalah:
a.
Elemen mana yang lebih ( penting / disukai /
mungkin / ... )? dan b.
Berapa kali lebih ( penting /
disukai / mungkin/ .... )?
Agar diperoleh skala yang bermanfaat ketika membandingkan
dua elemen, seseorang yang memberikan jawaban perlu
memahami pengertian menyeluruh tentang elemen-elemen yang
dibandingkan dan relevansinya terhadap kriteria atau tujuan
yang dipelajari. Dalam penyusunan skala kepentingan ini
digunakan patokan sebagai berikut:
24
Tabel 2.1 Skala Dasar
Tingkat
1
Definisi
• Kedua elemen sama pentingnya.
3
• Elemen yang satu “sedikit lebih penting” daripada elemen yang
lain.
5
• Elemen yang satu “lebih penting” daripada elemen yang lain.
7
• Elemen yang satu “jelas lebih penting” daripada elemen yang
Sumber: Saaty (1999)
Dalam penilaian kepentingan relatif, dua elemen berlaku aksioma
reciprocal artinya jika elemen i dinilai 3 kali lebih penting
dibanding j, maka elemen j harus sama dengan 1/3 kalinya lebih
penting dari elemen i. Di samping itu, perbandingan dua elemen
yang sama akan menghasilkan angka 1, artinya sama penting. Dua
elemen yang berlainan dapat saja dinilai sama penting.
2. Syntetis of Priority
Prosedur melakukan sintesis berbeda menurut bentuk hirarki.
Pengurutan elemen-elemen menurut kepentingan relatif melalui
prosedur sintesis dinamakan priority setting.
4. Logical Consistency
Konsistensi memiliki dua makna. Pertama adalah bahwa objekobjek
yang serupa dapat dikelompokkan serupa dengan
keseragaman dan relevansi. Contohnya, anggur dan kelereng
dikelompokkan dalam himpunan yang seragam jika “bulat”
25
merupakan kriterianya, tetapi tidak dapat jika “rasa” kriterianya.
Arti kedua adalah menyangkut tingkat hubungan antara objekobjek yang didasarkan pada kriteria tertentu. Contohnya, jika
manis merupakan kriteria dan madu dinilai 5x lebih manis
dibanding gula, dan gula 2x lebih manis dibanding sirop, maka
seharusnya madu dinilai 10x lebih manis dari sirop. Jika madu
dinilai 4x manisnya dibanding sirop, maka penilaian tidak
konsisten dan proses harus diulang jika ingin mendapatkan
penilaian yang lebih tepat.
AHP merupakan salah satu tools dalam pemecahan masalah yang
bersifat strategis. Adapun langkah-langkah penggunaan AHP adalah
sebagai berikut.
1. Identifikasi sistem
Mengidentifikasikan kriteria dan subkriteria apa saja yang
diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut.
2. Penyusunan hirarki
Hirarki adalah alat yang paling mudah untuk memahami masalah
yang kompleks dimana masalah tersebut diuraikan ke dalam
elemen-elemen
yang bersangkutan, menyusun elemen-elemen
tersebut secara hirarkis dan akhirnya melakukan penilaian atas
elemen-elemen tersebut sekaligus menentukan keputusan mana
yang akan diambil. Proses penyusunan elemen-elemen secara
hirarkis meliputi pengelompokan elemen-elemen dalam komponen
yang sifatnya homogen dan menyusun komponen-komponen
tersebut dalam level hirarki yang tepat. Hirarki juga merupakan
abstraksi struktur suatu sistem yang mempelajari fungsi interaksi
antara komponen dan juga dampak-dampaknya pada sistem.
Abstraksi ini mempunyai bentuk saling berkaitan, tersusun dan
suatu puncak atau sasaran utama (ultimate goal) turun ke sub-sub
tujuan tersebut, lain ke pelaku (aktor) yang memberi dorongan,
turun ketujuan-tujuan pelaku, kemudian kebijakan-kebijakan,
26
strategi-strategi tersebut. Dengan demikian hirarki adalah sistem
yang tingkatan-tingkatan
(level) keputusannya
berstratifikasi
dengan beberapa elemen keputusan pada setiap tingkatan
keputusan.
3. Penentuan prioritas
Ada beberapa cara untuk mencari vektor prioritas dari matriks
pairwise comparison. Penekanan pada konsistensi menyebabkan
digunakannya rumus eigen value. Berikut ini adalah rumus yang
digunakan (untuk para pengambil keputusan
software AHP di mana kita tidak perlu lagi
menghitung dengan rumus-rumus):
telah
disediakan
27
2.7 Kerangka Pemikiran
PT. SURYA ARTHA CHANYA
Generalized Pareto
Distribution
Analtytical Hierarchy
Process (AHP)
Memberikan solusi Penanganan
resiko Operasional PT. SURYA
ARTHA CHANYA
Value at Risk (VaR) dan
Expected Shortfall
Mengetahui berapa
besar resiko dominan
yang melebihi ambang
batas
Download