Dr. Ir. Arief Imam Suroso, M.Sc TUGAS MAKALAH TEORI ORGANISASI DAN MANAJEMEN PENGETAHUAN Knowledge Management pada Organisasi Perpustakaan Disusun Oleh: Abdul Wahid Monayo P056101311.46 PROGRAM PASCASARJANA MANAJEMEN DAN BISNIS INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 I. 1.1 PENDAHULUAN Latar Belakang Inovasi dan juga perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat saat ini menjadi salah satu kunci pening untuk organisasi atau perusahaan. Persiangan yang semakin berat maka perlu adanya perubahan paradigma yang bertumpu pada bidang ilmu pengetahuan tertentu. Disinilah peran pendidikan dan knowledge sharing dikalangan karyawan menjadi sangat penting dalam meningkatkan kemampuan manusia untuk berpikir secara logika yang akan menghasilkan suatu bentuk inovasi. Kemajuan teknologi informasi menjanjikan kemudahan dalam manajemen pengetahuan (knowledge management) terutama bagi lembaga dalam bidang pengelolaan informasi secara elektronis termasuk perpustakaan. Perpustakaan sebagai lembaga penyedia informasi harus berjalan sesuai dengan kemajuan teknologi informasi dan kebutuhan informasi penggunanya. Teknologi internet yang merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari membuat kehidupan masyarakat pencari informasi mengalami banyak perubahan. Selain itu pustakawan juga berperan dalam memberdayakan pengetahuan dengan mengekspolarasi konsep manajemen pengetahuan untuk diterapakan di lingkungan perpustakaan. 1.2 Tujuan Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui peranan konsep manajemen pengetahuan dalam organisasi perpustakaan. II. 2.1 TINJAUAN PUSTAKA Knowledge Turban (2002) menyatakan pengetahuan adalah sesuatu yang berbeda dengan data dan informasi. Data adalah sekumpulan fakta, pengukuran, dan statistik. Sementara informasi adalah data yang telah diorganisasi atau diproses dalam waktu tertentu dan akurat. Pengetahuan adalah informasi yang sudah dibentuk secara kontektual, relevan, dan dapat ditindaklanjuti. Menurut Ikujiro Nonaka (1995) ada dua tipe pengetahuan yang dikelola, yaitu explicit knowledge dan tacit knowledge. Explicit knowledge lebih miudah untuk dikodifikasi, sedangkan tacit knowledge lebih sulit. Agar tacit knowledge dapat dikodifikasi bentuknya harus dikonversikan dulu dalam bentuk explicit knowledge. Menurut Tunggal (2002) explicit knowledge adalah sesuatu yang formal dan sistematis dapat dinyatakan dalam kata-kata dan angka-angka, dan mudah dikomuniaksikan dalam berbagai bentuk kertas kerja, formula ilmiah, prosedur yang dikodifikasi, atau prinsip-prinsip universal. Sedangkan tacit knowledge sangat bersifat pribadi dan sulit untuk diformulasikan, sehingga sulit untuk dikomunikasikan dengan orang lain. Pengetahuan tacit adalah kumulatif dari pengalaman, peta mental, intuisi,keahlian, cara tindak (know how),rahasia dagang,pemahaman dan pelajaran yang dimiliki oleh organisasi, sebagaimana adanya budaya organisasi yang dilekatkan pada pengalaman dulu dan sekarang dari anggota, proses, dan nilai organasasi. Pengetahuan ini juga terdifusi, tidak terstruktur, tidak terbentuk, dan sulit dikodifikasi. Pengetahuan eksplisit adalah pengetahuan yang telah dikodifikasi atau didokumentasikan dalam suatu bentuk yang dapat didistribusikan ke personel lain tanpa memerlukan interaksi personil, atau ditransformasikan dalam suatu proses atau srategi (Nonaka dan takeuchi,1995). 2.2 Knowledge Management Knowledge management adalah suatu disiplin yang memperlakukan modal intelektual sebagai asset sehingga sangat terkait dengan bentuk pengetahuan yang akan dikelola (davenport,2000). Menurut Carl Davidson dan Philip Voss (2003), mengatakan bahwa mengelola knowledge sebenarnya merupakan bagaimana organisasi mengelola staf, sebenarnya menurut mereka bahwa knowledge management adalah bagaimana orang-orang dari berbagai tempat yang berbeda mulai saling bicara, yang sekarang populer dengan label learning organization. Laudon (2002), manajemen pengetahuan berfungsi meningkatkan kemampuan organisasi untuk belajar dari lingkungannya dan menggabungkan pengetahuan dalam suatu organisasi untuk menciptakan, mengumpulkan, memelihara, dan mendiseminasikan pengetahuan organisasi tersebut. Tiwana (2002) ada tiga proses dasar knowledge management : a. Akuisisi pengetahuan (Knowledge acquisition), adalah proses mengembangkan dan menciptakan pengetahuan, keahlian dan keterkaitan antar pengetahuan b. Berbagi pengetahuan (knowledge sharing), adalah menyebarkan dan menyajikan pengetahuan yang sudah ada c. Penggunaan pengetahuan (knowledge utilization) adalah utilisasi pengetahuan dalam organisasi. Malhotra (2000) menyatakan bahwa dinamika penerapan pengetahuan saat ini merupakan konsekuensi logis dari kehidupan organisasi yang harus selalu menyiapkan respon terhadap lingkungan yang bercirikan dua hal yaitu: • Kerumitan atau kompleksitas, disebabkan oleh peningkatan jumlah, keragamandan saling ketergantungan antara berbagai entitas di dalam lingkungan sebuah organisasi. • Gejolak lingkungan atau turbulensi, ditentukan oleh semakin cepatnya siklus (cycle-time) dari setiap kejadian atau peristiwa. Komponen kritis knowledge yang dibutuhkan dalam pelaksanaan strategi Knowledge Management yang berhasil adalah sebagai berikut: a. Sumber dan aliran knowledge yang tepat bagi organisasi b. Teknologi yang tepat untuk menyimpan dan mengkomuniaksikan knowledge tersebut c. Budaya kerja yang tepat sehingga pekerja termotivasi untuk memanfatkan knowledge tersebut INFORMATION Best Practice Knowledge Management TECHNOLOGY CULTURE Gambar 1. Knowledge Management Proses konversi Knowledge dapat terjadi yaitu antara tacit knowledge dan explicit knowledge melalui proses sosialisasi, eksternalisasi, internalisasi, dan kombinasi (Nonaka dan Takeuchi, 1995). Gambar 2. Proses Konversi Tacit Knowledge dan Explicit knowledge Faktor indikasi yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah sebuah perusahaan siap melaksanakan penerapan Knowledge Management adalah sebagai berikut : a. Scanning Imperative, yaitu menemukan hal penting yang harus ada dalam perusahaan b. Corportae Culture, budaya perusahaan yang mendukung kegiatan knowledge sharing c. Begin with what you know, melakukan evaluasi atas apa yang sudah dimiliki perusahaan dan kemudian meningkatkannya sebelum melakukan yang baru. Kling (1998) mengemukakan pada dasarnya bagaimana strategi organisasi mengelola pengetahuan terbagi atas dua ekstrim yaitu: strategi kodifikasi (codification strategy) dan strategi personalisasi (personalization strategy). Bila pengetahuan diterjemahkan dalam bentuk eksplisit secara berhati-hati (codified) dan disimpan dalam basis data sehingga pengguna yang membutuhkan dapat mengakses pengetahuan tersebut, maka cara mengelola seperti itu dikatakan menganut strategi kodifikasi. Namun pengetahuan tidak hanya eksplisit saja, melainkan juga pengetahuan yang terpikirkan (tacit) . Pengetahuan tacit amat sangat sulit diterjemahkan ke dalam bentuk eksplisit, oleh sebab itu pengetahuan-pengetahuan dialihkan dari satu pihak ke pihak lain melalui hubungan personal yang intensif, jadi disini fungsi utama adalah jaringan komputer baik internet atau intranet, bukan saja untuk menyimpan atau mendokumentasikan pengetahuan melainkan juga untuk memfasilitasi lalu lintas komunikasi antar individu dalam suatu organisasi. III. 3.1 PEMBAHASAN Penerapan Knowledge pada Perpustakaan Konsep manajemen pengaetahuan yang diterapakan memiliki manfaat untuk meningkatkan kinerja perpustakaan. Manajemen pengetahuan dapat dijadikan salah satu faktor agar pustakawan lebih inovatif dan kreatif terkait dengan teknologi informasi yang sadang diterapkan dan dikembangkan saat ini. Masih banyak muatan pengetahuan eksplisit yang belum tersedia dalam bentuk elektronik yang pada dasarnya sangat dibutuhkan oleh pengguna perpustakaan. Selain itu juga pustakawan harus mengidentifikasikan pengetahuan implisit dan mengembangkan sistem yang dibutuhkan. Manajemen pengetahuan di lingkungan perpustakaan dapat dikembangkan dan diimplementasikan sebagai perluasan perpustakaan yang menggunakan media elektronik. Perpustakaan yang sudah mengembangkan elektronik selama ini, yang diperlukan adalah mengintegrasikan konsep manajemen pengetahuan dalam pemerolehan, pengorganisasian, pemeliharaan, dan pendistribusian pengetahuan termasuk pengetahuan informal. Sedangkan bagi perpustakaan tradisonal (yang belum menggunakan media elektronik) harus terus mengembangkannya jika ingin bersaing sebagai penyedia informasi dan pengetahuan yang utama. Untuk melaksanskannya maka dibutuhkan perangkat pendukung yaitu termasuk organisasi dan kebijakan yang ditetapkan pada tingkat institusi induk perpustakaan. Dalam organisasi perpustakaan harus memiliki bagian tersendiri yang bertanggung jawab atas penggorganisasian dan penyediaan pelayanan manajamen pengetahuan. Divisi ini nantinya akan diintegrasikan dengan bagian pelayanan perpustakaan elektronik sehingga akan memberikan hasil yang lebih baik untuk kinerja perpustakaan. Selain itu untuk meningkatkan kuliatas dari perpustakaan, pustakawan juga harus menguasai pengetahuan sistematis (explicit) maupun pengetahuan yang tidak terstruktur (tacit). 3.2 Perpektif Pustakawan Pada umumnya kondisi pustakawan dalam memberikan pelayanan perpustakaan dan informasi belum memuaskan. Hal ini dapat disesbakan oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang dapat dijelaskan yaitu karena pustakwan masih menggunakan pelayanan konvensioanal yang tergolong tradisioanal (belum dengan elektronik), masih rendahnya kualitas sumber daya manusia atau pustakawan, baik dari kualitas teknis maupun kualitas fungsional. Kualitas teknis pustakawan berupa kemampuan teknik berkomunikasi, manajerial, penguasaan teknologi informasi, dan penguasaan bahasa asing. Sedangkan kualitas fungsional yang dimiliki pustakawan berupa kontak dengan pengguna perpustakaan, sikap, perilaku, hubungan internal pustkawan. Faktor eksternalnya yaitu perpustakaan belum ada keinginan untuk mengembangkan pustakawan dan masih rendahnya jiwa kemandirian. Sebagai penyedia informasi kepada masyarakat maka perpustakaan harus ikut berperan dalam meningkatkan kualitas pustakawan yang terlibat langsung dengan pengguna. Pustakawan sebagai fasilitator utama dalam berbagai pengetahuan, dengan menciptakan budaya dan memelihara infrastruktur yang diperlukan untuk mengoperasikan manajemen pengetahuan. Pustakawan berperan dalam mengambil manfaat dari konsep manajemen pengetahuan dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja perpustakaan, yaitu sebagai pemicu agar lebih inovatif dan kreatif dalam pengembangan konsep perpustakaan yang berbasis elektronik. Pustakawan harus mengambil gagasan untuk mengeksplorasi potensi informasi dan pengetahuan yang terdapat dilingkungannya. Dalam memberdayakan pustakawan hal yang dapat dilakukan dengan meningkatkan kemampuan dalam bidang teknologi informasi yang memadai, mengembangkan kominikasi ilmiah abgi sesama pustakawan, menumbuhkan jiwa kewirausahaan dan berbasis bisnis, dan juga mampu meningkatkan kemapuan manajerial dan kepemimpinan berbasis informasi. 3.3 Keberhasilan Knowledge Management Tiga kenyataan yang sangat mempengaruhi berhasil tidaknya knowledge management yaitu: 1. Penerapannya tidak hanya menghasilkan pengetahuan baru, tetapi juga mendaurulang pengetahuan yang sudah ada. 2. Teknologi informasi belum sepenuhnya bisa menggantikan fungsi-fungsi jaringan sosial antar anggota organisasi. 3. Sebagian besar organisasi tidak pernah tahu apa yang sesungguhnya mereka ketahui, banyak pengetahuan penting yang harus ditemukan lewat upaya-upaya khusus, padahal pengetahuan itu sudah dimiliki sebuah organisasi sejak lama Organisasi-organisasi modern saat ini, pandangan tentang manajemen perubahan ini bersinggungan pula dengan cara mereka memberlakukan pengetahuan sebagai modal intelektual. Manajemen perubahan mencakup prinsip, alat analisis, ICT, teori perubahan strategis, peningkatan fungsi individu, sistem, struktur dan proses kerja yang di dahului dengan desain organisasi, perbaikan kinerja pegawai, hubungan antar bidang/bagian/kelompok dalam suatu organisasi. IV. 4.1 PENUTUP Kesimpulan Manajemen pengetahuan dapat membuat suatu perubahan yang berfokus pada pengembangan dan penggunaan teknologi informasi untuk meningkatkan efesiensi dan efektivitas suatu organisasi. Manajemen pengetahuan memberikan suatu peluang untuk professional informasi dan perpustakaan untuk menjadikan diri relevan terhadap perkembangan jaman. Walaupun dalam penerapannya masih banyak masalah di sekitar manajemen perngatahuan namun konsep yang ditawarkan dapat dijadikan titik tolak bagi pustakawan untuk mengembangkan diri secara subtansial dalam meyediakan seluruh pelayanan informasi dan pengetahuan bagi pengguna perpustakaan. 4.2 Saran Saran yang dapat diberikan yaitu organisasi perpustakaan harus memperbaiki diri dan juga memiliki komitmen yang kuat dalam memberdayakan pengetahuan semaksimal mungkin. V. DAFTAR PUSTAKA Carl Davidson and Philip Voss (2003). Knowledge Management: An Introduction to creating • competitive advantage from intellectual capital. New Delhi: Vision Books. Kling, Rob (1998). “Organizational Analysis in Computer Science” dalam International Perspectives on Information Systems: a Social and Organizational Dimension, edited by Savvas Katsikides and GrahOrang. Sydney: Ashgate, pp: 43-66. Laudon, Knnethh C. and Jane P. Laudon. 2002. Management Information System. New Jersey. Printice Hall. Malhotra, Yogesh (2000). “ From Information Management to Knowledge Management: Beyond the “Hi-Tech Hidebound’ Systems” dalam K. Srinantaiah dan MED Koenig (ed). Knowledge Management for the Information Professional. Medford, N.J: Information Today, Inc. pp:37-61. Tunggal, Amin widjaja.2002.memahami Management.harvarindo. konsep Intellectual Capital dan Knowledge Turban, Lee and Chung.2002. electronic Commerce, A managerial Perspective. International Edition. Printice hall. Untited States Of America.