Tugas Etika Periklanan - Muhammad Nurdin

advertisement
TUGAS
ETIKA BISNIS
ETIKA DALAM PERIKLANAN
DI
S
U
S
U
N
OLEH :
Dimitri Pradipta S.
Putu Imam
Muhammad Nurdin
Fakultas Ekonomi
Universitas Narotama Surabaya
2014
ETIKA PERIKLANAN
PENDAHULUAN
Pengertian dan Definisi Iklan/Periklanan
Menurut kamus Istilah Periklanan Indonesia, iklan adalah pesan komunikasi dari
produsen/pemberi jasa kepada calon konsumen di media yang pemasangannya dilakukan atas
dasar pembayaran. Periklanan adalah proses pembuatan dan penyampaian pesan yang dibayar
dan disampaikan melalui sarana media massa yang bertujuan memnujuk kosumen untuk
melakukan tindakan membeli/mengubah perilakunya.
Berdasarkan Perda No.4 Tahun 2010
BAB VI
PAJAK REKLAME
Bagian Kesatu
Nama, Objek dan Subjek Pajak
Pasal 24
(1) Dengan nama pajak reklame dipungut pajak atas setiap penyelenggaraan reklame.
(2) Objek pajak reklame adalah semua penyelenggaraan reklame.
(3) Objek pajak reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi :
a. reklame papan/billboard/videotron/megatron/LED/Sign Net dan sejenisnya;
b. reklame kain;
c. reklame melekat, stiker;
d. reklame selebaran;
e. reklame berjalan, termasuk pada kendaraan;
f. reklame udara;
g. reklame apung;
h. reklame suara;
i. reklame film/slide, dan
j. reklame peragaan.
(4) Tidak termasuk sebagai objek pajak reklame :
a. penyelenggaraan reklame melalui internet, televisi, radio, warta harian, warta mingguan,
warta bulanan, dan sejenisnya;
b. label/merek produk yang melekat pada barang yang diperdagangkan, yang berfungsi untuk
membedakan dari produk sejenis lainnya;
c. nama pengenal usaha atau profesi yang dipasang melekat pada bangunan tempat usaha atau
profesi diselenggarakan sesuai dengan ketentuan yang mengatur nama pengenal usaha atau
profesi tersebut, dengan ketentuan luas tidak melebihi 2 m² (dua meter persegi) dan
diselenggarakan di atas tanah/bangunan yang bersangkutan;
d. reklame yang diselenggarakan oleh Pemerintah/Pemerintah Provinsi/Pemerintah Daerah; dan
e. reklame yang memuat lembaga yang bergerak di bidang pendidikan, kesehatan dan sosial
dengan ketentuan luas bidang reklame tidak melebihi 4 m² (empat meter persegi) dan
diselenggarakan di atas tanah/bangunan yang bersangkutan;
f. reklame yang diselenggarakan pada saat Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah.
Pasal 25
(1) Subjek Pajak Reklame adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan reklame.
(2) Wajib Pajak Reklame adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame.
(3) Dalam hal reklame diselenggarakan sendiri secara langsung oleh orang pribadi atau badan,
Wajib Pajak Reklame adalah orang pribadi atau Badan tersebut.
(4) Dalam hal Reklame diselenggarakan melalui pihak ketiga, pihak ketiga tersebut menjadi
Wajib Pajak Reklame.
Bagian Kedua
Dasar Pengenaan, Tarif dan Cara Penghitungan Pajak
Pasal 26
(1) Dasar pengenaan Pajak Reklame adalah Nilai Sewa Reklame.
(2) Dalam hal Reklame diselenggarakan oleh pihak ketiga, Nilai Sewa Reklame sebagaimana yang
telah ditetapkan berdasarkan nilai kontrak Reklame.
(3) Dalam hal Reklame diselenggarakan sendiri, Nilai Sewa Reklame sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dihitung dengan memperhatikan faktor jenis, bahan yang digunakan, lokasi
penempatan, waktu, jangka waktu penyelenggaraan, jumlah, dan ukuran media Reklame.
(4) Dalam hal Nilai Sewa Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diketahui dan/atau
dianggap tidak wajar, Nilai Sewa Reklame ditetapkan dengan menggunakan faktor-faktor
sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) Nilai Sewa Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dihitung dengan cara
menjumlahkan Nilai jual Objek Pajak Reklame dan Nilai Strategis Penyelenggaraan Reklame.
(6) Perhitungan Nilai Sewa Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan dengan
Peraturan Kepala Daerah.
Pasal 27
(1) Untuk materi reklame rokok, besarnya Nilai Sewa Reklame ditambah 25% (dua puluh lima
persen).
(2) Setiap penambahan ketinggian reklame sampai dengan 15 m (lima belas meter) pertama,
besarnya Nilai Sewa Reklame ditambah 20% (dua puluh persen).
(3) Apabila suatu objek pajak reklame dapat digolongkan lebih dari satu jenis reklame
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat
(3), maka nilai pajaknya ditetapkan menurut jenis reklame yang nilai sewanya paling tinggi.
(4) Apabila suatu objek pajak reklame dapat digolongkan lebih dari satu kelas jalan, maka nilai
pajaknya ditetapkan menurut kelas jalan yang nilai sewanya paling tinggi.
Pasal 28
Tarif pajak Reklame ditetapkan sebesar 25% (dua puluh lima persen).
Pasal 29
(1) Besaran pokok pajak Reklame yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 26 dan Pasal 27.
(2) Apabila berdasarkan perhitungan besaran pokok pajak yangterutang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdapat nilai dibawah ratusan rupiah maka Penetapan Nilai Pajak Reklame
dibulatkan ke atas menjadi ratusan rupiah.
Bagian Ketiga
Masa Pajak dan Saat Terutangnya Pajak
Pasal 30
(1) Masa pajak reklame sebagai berikut:
a. pajak reklame untuk penyelenggaraan reklame permanen dan reklame terbatas ditetapkan 12
(dua belas) bulan;
b. pajak reklame untuk penyelenggaraan reklame insidentil ditetapkan dalam satuan hari sesuai
dengan jangka waktu penyelenggaraan.
(2) Saat terutangnya pajak reklame terjadi pada saat diselenggarakan reklame atau melakukan
pemasangan reklame atau sejak diterbitkan SKPD.
PEMBAHASAN
1.
Contoh Iklan Etika Periklanan dinilai dari segi pandang tempat/ tata letak :
Iklan rokok djarum black
Lokasi: di Jalan Genteng Kali (depan Restoran Flaminggo)
jam : 05.20
Rokok Black (Jalan Genteng Kali Surabaya)
Ulasan :
Penempatan iklan ini tempatnya kurang aman dan kurang tepat, karena penempatan baleho
dekat dengan kabel listrik dan terletak di jalur hijau. Sebab menurut Sri Mulyono yang dikutip
dari Surabaya │ Surya Online yang berisi : Pemerintah Kota Surabaya memperketat larangan
pemasangan reklame di jalur hijau dan daerah milik jalan, sebagaimana diatur dalam Undangundang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Retribusi Daerah.
Ulasan :
Penempatan iklan kurang pas karena sama dengan rokok
sampoerna yang ada di jalan demak. Penempatan iklan
sangat membahayakan warga (baik rumah ataupun toko)
yang berada tepat dibawah baleho tersebut. Sebab menurut
kami kalau tiang penyangganya hanya satu tiang saja
dikhawatirkan jika terjadi gempa atau hujan lebat dan tempat
tersebut sering sekali banjir ketika hujan turun, kami khawatir
jika lama kelamaan hal ini dibiarkan saja/tidak diperhatikan
oleh Dinas Tata Kota Surabaya tiang penyangga besinya bisa
keropos dan bisa ambruk/roboh. Gambar 2, meskipun
penempatan baleho juga kurang etis tapi isi dari iklan ini
masih bisa bersifat perspektif.
2.
Contoh Iklan Etika Periklanan dinilai dari segi pandang isi iklan dan lokasi penempatan
:
Produk : Kartu Selular Axis
Lokasi : di Jalan Blauran (depan BG Junction)
Jam : 20.30
Ulasan :
Menurut kami penempatan baleho ini tidak tepat karena ditempatkan tepat diatas toko sepatu,
selain itu baleho ini menurut kami gampang roboh jika terkena angin disertai hujan lebat,
dikarenakan bahan yang dipakai terbuat dari kertas/terpal yang
bahannya mudah sobek dan juga balehonya tidak ada tiang
penyangganya yang besar yang biasanya besinya ditanam
dengan kedalaman tertentu sehingga tidak mudah roboh jika
terkena hujan angin, besi-besinya hanya direkatkan di atap toko
sepatu. Hal ini dapat membahayakan orang yang sedang
melintas disana. Isi iklan juga tidak etis, yaitu “Internet untuk
Rakyat” dan “Gratis Internetan Seharian”, padahal jika dilihat
dari Tata Krama Periklanan di Indonesia yang berbunyi : Kata
“gratis” atau kata lain yang bermakna sama tidak boleh
dicantumkan dalam iklan, bila ternyata konsumen harus
membayar biaya lain. Misalnya Biaya Pengiriman yang dikenakan
kepada konsumen juga harus dicantumkan dengan jelas. Dan
Tata Krama yang harus diperhatikan jika ada pencantuman harga
yaitu jika harga sesuatu produk dicantumkan dalam iklan, maka
ia harus ditampakkan dengan jelas, sehingga konsumen
mengetahui apa yang akan diperolehnya dengan harga tersebut.
Kesimpulan:
Jumlah perusahaan periklanan yang melakukan pelanggaran cukup banyak itu ada kemungkinan
terjadi akibat tidak adanya sanksi yang tegas bagi pelanggar. Diakuinya, selama ini rambu-rambu
periklanan hanya diatur dalam bentuk Etika Periklanan Indonesia. “Mungkin karena belum ada
aturan hukum yang jelas, pelanggaran tetap banyak.
Saran :
Harus adanya peraturan-peraturan yang jelas dan sangsi yang tegas bagi suatu perusahaan yang
melanggar etika dalam bisnis, agar pelanggaran etika dapat di kurangi semaksimal mungkin dan
tidak ada beberapa pihak yang dirugikan oleh iklan pesaing.
Download