IV. REGANGAN 1. Pendahuluan Pada analisis teori elastisitas yang dibahas dalam buku ini dibuat beberapa asumsi dasar sebagai berikut: 1. Benda diasumsikan elastis 2. Material pembentuk benda diasumsikan homogen yang artinya sifat-sifat bahan sama pada setiap titik. Material juga diasumsikan isotropic yang artinya sifatsifat bahan sama kesegala arah Berdasarkan asumsi diatas maka sifat-sifat elastis suatu benda ditentukan oleh dua jenis konstanta yaitu E (modulus elastisitas) dan (poisson ratio) 2. Regangan Pada hakekatnya benda yang mengalami tegangan akan menimbulkan deformasi. Deformasi ini sangat berhubungan erat dengan besarnya gaya yang menyebabkannya. Regangan merupakan bagian dari deformasi yaitu perpanjangan persatuan panjang yang ditulis dalam notasi (epsilon) L L (4.1) : perpanjangan/perpendekan : panjang mula-mula Secara eksperimen besar gaya normal yang bekerja dapat ditentukan dengan alat uji tekan (universal testing machine), demikian pula besar perpendekan dapat diukur dengan alat dial gauge seperti pada Gambar 4.1.a. Apabila gaya normal diketahui maka dengan dibagi luas penampang dapat ditentukan tegangan yang terjadi. Apabila perpendekan sudah diketahui maka dengan membagi dengan panjang semula dapat ditentukan besarnya regangan. Pada gambar 4.1.b. besar gaya normal tarik dan besar perpanjangan dapat langsung terbaca pada layar komputer. Pada umumnya nilai regangan suatu bahan sangat kecil, terutama pada bahan-bahan yang getas seperti beton. Nilai regangan akan jauh lebih besar pada bahan-bahan yang lebih liat seperti baja tulangan. Regangan merupakan besaran yang tidak berdimensi, namun ada juga yang memberi dimensi meter per meter m/m atau kadang kadang nilai regangan diberi dalam bentuk persen. 36 (a) (b) Gambar 4.1. (a). Pengujian Modulus Elastisitas Beton. (b). Pengujian Tegangan Tarik baja Akhir-akhir ini regangan pada benda uji dapat ditentukan dengan alat strain gauge, Gambar 4.2.a yang dihubungkan dengan strain indicator, Gambar 4.2.b. Alat ini biasanya digunakan untuk mengukur regangan yang terjadi pada pengujian komponen struktur, seperti pengujian balok, pengujian kolom dan pengujian pelat. (a) (b) Gambar 4.2. (a) Strain Gauge dan (b) Strain Indicator 3. Kurva Hubungan Tegangan-Regangan Dari hasil uji pada Gambar 4.1. dapat diperoleh data tegangan dan data regangan yang bekerja pada benda uji untuk masing tahapan pembebanan. Dari data yang diperoleh dapat digambarkan diagram hubungan tegangan dengan regangan, skala ordinat untuk tegangan dan skala absis untuk regangan. Dari hasil eksperimen kurva hubungan tegangan-regangan dari bahan-bahan konstruksi sangat berbeda antara bahan liat (misalnya baja tulangan) dengan bahan yang getas (misalnya beton) seperti pada Gambar 4.3 dan Gambar 4.4. 37 Tegangan, u C y A O B y D Regangan, Gambar 4.3. Kurva Hubungan Tegangan-Regangan Baja Apabila sebatang baja ditarik dengan beban yang bertahap, pada awal pembebanan kurva akan berada dititik O, seiring dengan pertambahan beban, kurva akan menuju titik A dalam bentuk garis lurus. Garis lurus ini menggambarkan bahwa bahan masih dalam kondisi elastis. Apabila pada saat kondisi elastis ini beban ditiadakan maka kurva akan kembali ke titik O. Dengan kata lain apabila beban dilepas pada saat kondisi elastis maka panjang benda akan kembali ke panjang semula. Titik A merupakan batas proporsional bahan atau titik leleh, tegangan yang terjadi pada saat bahan leleh disebut y (tegangan leleh). Dengan penarikan selanjutnya maka kurva akan menuju ketitik B. Garis AB disebut kondisi plastis, apabila beban dilepas pada kondisi plastis maka benda tidak akan kembali ke panjang semula. Dengan penarikan lanjutan maka kurva akan bergerak sesuai dengan garis BCD. Garis BCD disebut dengan kondisi pengerasan (strain hardening). Titik C merupakan titik puncak dari tegangan yang disebut u (tegangan ultimit). Titik D merupakan titik terakhir kurva yaitu titik putusnya benda uji. Tegangan A O Regangan Gambar 4.4. Hubungan Tegangan Regangan Beton 38 Berbeda dengan pengujian baja yang dilakukan dengan menarik benda uji, pengujian beton dilakukan dengan menekan benda uji. Kurva hubungan tegangan regangan pada beton mulai dari titik awal O sampai akhir berbentuk lengkung, sehingga tidak jelas dimana batas proporsional bahan. Umumnya pada beton batas proporsional bahan ditentukan 40 % dari nilai tegangan hancur, sebab sampai tegangan 40 % kurva masih dapat dianggap lurus. Regangan hancur pada beton umumnya sebesar 0,3 % nilai ini jauh lebih kecil dengan nilai regangan pada baja pada saat putus yaitu sebesar kira-kira 20 %, sehingga beton dikatakan material getas 4. Hukum Hooke. Secara grafis modulus elastisitas bahan E adalah tg , sehingga Hukum Hooke untuk beban uniaksial: atau = E (4.2) Berhubung regangan tidak berdimensi maka satuan modulus elastisitas sama saja dengan satuan tegangan. Dari kurva pada Gambar 4.4 dan Gambar 4.5 maka hokum Hooke hanya berlaku sampai batas proporsional bahan dengan kata lain hukum Hooke hanya berlaku pada saat bahan dalam kondisi elastis. E= Perbandingan Poisson Disamping terjadinya deformasi dalam arah gaya yang bekerja, ternyata terjadi pula deformasi pada arah tegak lurus gaya yang bekerja, yaitu perpanjangan dan perpendekan dalam arah lateral (melintang). Apabila sebatang baja ditarik maka dalam arah aksial maka akan terjadi perpanjangan dalam arah aksial, dan perpendekan dalam arah lateral. Demikian pula sebaliknya apabila sebatang baja ditekan dalam arah aksial maka akan terjadi perpendekan dalam arah aksial, dan perpanjangan dalam arah lateral. Hal ini disebabkan oleh efek Poisson (nu), tanda negatip artinya perpendekan dan sebaliknya perpanjangan untuk tanda positip. = regangan.lateral regangan.aksial (4.3) Pada keadaan ekstrem harga ada yang serendah 0,1 (pada beberapa jenis beton) dan ada pula yang tinggi sebesar 0,5 (pada karet) 5. Hukum Hooke pada Pembebanan Triaksial Sebuah balok yang sisinya a, b, dan c diberi tegangan tarik aksial pada masing-masing sisinya. Tegangan normal yang terjadi dinyatakan oleh x, y, dan z seperti terlihat pada Gambar 4.5. 39 Z z x a y y Y b c x z X Gambar 4.5. Tegangan Normal Triaksial Tegangan dalam arah x sebesar x mengakibatkan regangan positip arah x sebesar x' x . E Tegangan dalam arah y sebesar y mengakibatkan regangan negatip arah x, sebesar lateral = - aksial x '' y (lihat persamaan 4.3.) sehingga: E Tegangan dalam arah z sebesar z mengakibatkan regangan negatip arah x, sebesar x ''' z E Sehingga regangan total arah x sebesar x x y z E E E Regangan-regangan dalam arah y dan arah z dapat pula diperoleh dengan jalan yang sama, sehingga regangan-regangan dalam ketiga arah: x x E y z y 40 z (4.4) E E y z E E y z E E x E x E (4.5) (4.6) 6. Hukum Hooke untuk Tegangan Geser dan Regangan Geser Z zy dx dz yz yz Y zy dy X Gambar 4.6. Tegangan Geser Murni pada Elemen Benda Tegangan geser yang bekerja pada benda adalah yz, (Gambar 4.6.). Apabila hanya pasangan yz yang bekerja maka benda belum setimbang, supaya benda menjadi setimbang maka harus pula bekrja pasangan tegangan geser zy yang sama besar dengan yz (Gambar 4.7.a). Akibat bekerjanya tegangan geser yz dan zy maka benda akan mengalami deformasi seperti Gambar 4.7.b. Regangan geser yang terjadi pada benda adalah yang merupakan besaran yang tidak berdimensi, besar regangan geser akan sebanding dengan gaya geser yang bekerja pada benda, sehingga: =G dengan G : modulus geser (4.7) Nilai modulus geser juga dapat ditentukan melalui rumus: G E 2(1 ) (4.8) 41 Z Z zy B A yz A B yz /2 C C Y zy C (a) O Y O /2 (b) Gambar 4.7. (a). Tegangan Geser. (b). Deformasi Geser 7. Dilatasi (Pemuaian) Sisi-sisi dx, dy, dan dz dari sebuah elemen kecil, setelah diregangkan masing-masing sisinya menjadi (1+x)dx, (1+y)dy dan (1+z)dz Perubahan volume = (volume akhir – volume awal) Perubahan volume = (1+x)dx (1+y)dy (1+z)dz – dxdydz Perubahan volume = (1+x)(1+y)(1+z)dxdydz – dxdydz Perubahan volume = (1+x + y + z + xy + yz + xz + xyz)dxdydz – dxdydz Hasil perkalian regangan xy, yz, xz, dan xyz sangat kecil sehingga dapat diabaikan sehingga: Perubahan volume = (1+x + y + z) dxdydz – dxdydz Perubahan volume = (x + y + z)dxdydz Perubahan volume persatuan volume = (x + y + z) (4.9) 8. Contoh-contoh Contoh 4.1. 100 kN 300 mm 100 kN Batang aluminium diameter 50 mm diberi gaya tarik sebesar 100 kN. Batang tersebut mengalami pertambahan panjang 0,219 mm untuk panjang ukur 300 mm, diameter batang berkurang sebesar 0,01215 mm Hitung tetapan dan E 42 Penyelesaian D 0,01215 0,000243 D 50 L 0,219 0,00073 Regangan aksial = L 300 regangan.lateral 0,000243 Poisson Rasio, 0,333 regangan.aksial 0,00073 Regangan lateral/lintang = N 100.10 3 50,955 MPa A 14 .50 2 L 0,00073 L 50,955 Modulus Elastisitas, E = 69766 MPa 0,00073 Contoh 4.2. Sebatang baja bulat mempunyai luas penampang 300 mm2 terjepit pada bagian atas seperti tergambar.Pada batang bekerja tiga gaya aksial. a. Gambarkan diagram gaya aksial yang bekerja b. Hitunglah perpanjangan pada ujung bebas dari batang tersebut. E baja 200 GPa 900 mm 20 kN 600 mm 300 mm 10 kN 40 kN Penyelesaian a. Diagram gaya aksial: 20 kN 10 kN 40 kN 70 kN + + = 900 mm 50 kN 600 mm 40 kN 300 mm 43 b. Perpanjangan pada ujung bebas E N A L NL atau A NL EA Dari diagram kombinasi gaya aksial diatas: N1 = 70 kN dan L1 = 900 mm N2 = 50 kN dan L2 = 600 mm N3 = 40 kN dan L3 = 300 mm N1 L1 N 2 L2 N 3 L3 EA EA EA 3 70.10 .900 50.10 3.600 40.10 3.300 = 1,75 mm 200.10 3.300 200.10 3300 200.10 3.300 Maka perpanjangan pada ujung bebas sebesar 1,75 mm Contoh 4.3. P 300 mm 500 mm baja 50 mm x 50 mm aluminium 100 mm x 100 mm Sebatang baja dan sebatang aluminium disambung seperti pada gambar. Hitunglah gaya P yang akan menyebabkan perpendekan total kedua batang sebesar 0,25 mm. Distribusi tegangan normal pada kedua penampang dianggap merata, faktor tekuk pada batang diabaikan. E baja = 200 GPa, E Aluminium = 70 GPa Penyelesaian: baja + aluminium = 0,25 mm P.300 P.500 0,25 3 200.10 .50.50 70.10 3.100.100 0,6.10-6 P + 0,714. 10-6 P = 0,25 1,314.10-6 P = 0,25 P = 190258 N = 190,258 kN 44 Contoh 4.4. Batang tembaga dengan diameter 60 mm dan panjang 150 mm mendapat gaya tekan aksial sebesar 200 kN, terdistribusi secara merata. Hitung pertambahan diameter batang yang disebabkan oleh gaya tekan. E = 85 GPa, = 0,30 Penyelesaian: Tegangan aksial N 200.10 3 70,7714 A 0,25. .60 2 Regangan aksial aksial = E .lateral .aksial Regangan lateral .lateral 0,3. 70,7714 85.10 3 70,7714 = 2,4978.10-4 85.10 3 D 2,4978.10 4 D D = 2,4978.10-4. 60 = 0,015 mm Pertambahan diameter batang = 0,015 mm Contoh 4.5. Py tebal pelat 10 mm Px Px 100 mm Py 200 mm Pelat baja seperti tergambar memikul beban biaksial Px = 100 kN, dan Py = 300 kN, beban bekerja secara merata pada penampang. E baja = 200 GPa, = 0,25 a. Hitunglah perubahan tebal pelat baja b. Hitung perubahan volume pelat baja 45 Penyelesaian: a. Perubahan tebal pelat: Py 300.10 3 y 150 MPa A 200.10 Px 100.10 3 x 100 MPa A 100.10 z 0 z x E z 0,25 y E z E 100 150 0,25 0,0003125 3 200.10 200.10 3 Z 0,0003125 Z Z 0,0003125.10 0,003125 mm Maka pelat baja berkurang tebalnya sebesar 0,003125 mm c. Perubahan volume pelat: y x y z E E 100 150 y 0,25 0,000625 3 200.10 200.10 3 x x E E y E z E 100 150 x 0,25 0,0003125 3 200.10 200.10 3 Perubahan volume persatuan volume = (x + y + z) = 0,0003125 + 0,000625 – 0,0003125 = 0,000625 Perubahan volume = 0,000625.100.200.10 = 125 mm3 Volume pelat bertambah sebesar 125 mm3