kemiskinan di perkotaan program studi sosiologi agama fakultas

advertisement
KEMISKINAN DI PERKOTAAN
(Studi Kasus Peningkatan Ekonomi Masyarakat Miskin Kota di Bogor)
Oleh
HARI HARSONO
NIM: 104032201021
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H/2009 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 (S1) di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 25 Februari 2009
Hari Harsono
Abstraksi
Kesejahteraan yang adil dan makmur adalah cita–cita semua bangsa,
Namun masih sedikit yang mampu mewujudkannya. Oleh karena itu
pemberantasan kemiskinan masih merupakan salah satu agenda yang perlu segera
dituntaskan. Kesempatan kerja dengan tingkat penghasilan yang layak masih jauh
di bawah jumlah angkatan kerja yang membutuhkannya, sehingga kelompok
pengangguran dan setengah pengangguran makin meningkat diperkotaan.
Masyarakat miskin di perkotaan, pada dasarnya merupakan masyarakat urban.
Mereka datang berbondong–bondong dari kampung halamannya, untuk dapat
bertahan hidup mengadu nasib mencari kehidupan yang lebih baik. Selain kota,
yang dibanjiri oleh para penduduk urban, terdapat juga penduduk asli kota
tersebut yang juga hidup dalam kemiskinan.
Permasalahan yang ingin diangkat adalah bagaimana peran pemerintah
dalam meningkatkan perekonomian masyarakat miskin di perkotaan. Karena
kehidupan masyarakat kota pada umumnya memiliki mobilitas yang tinggi.
Tingginya tingkat pembangunan, juga merupakan daya tarik tersendiri bagi
orang–orang yang membutuhkan pekerjaan. Dimana persaingan sangatlah terlihat
jelas. Orang yang datang kekota tetapi tidak memiliki kemampuan yang cukup
dan pintar, maka akan dapat tersingkirkan dari persaingan tersebut.
Peneliti, ingin mengetahui sampai sejauh mana peran P2KP dapat
meningkatkan ekonomi bagi masyarakat miskin kota dalam program–program
yang diterapkannya. Baik dari segi ekonomi, pendidikan, tempat tinggal, mau
kesehatan. Selain itu, dalam konsep pemberdayaannya. Masyarakat diajak ikut
serta membangun dan bekerjasama dalam menanggulangi kemiskinan di
lingkungannya.
Dalam penelitian ini, metode yang saya pakai adalah deskriptif kualitatif.
Dimana peneliti terjun langsung kelapangan, melihat dan mengamati keadaan
sosial secara nyata dan langsung apa yang terjadi dimasyarakat. Objek penelitian
yang diteliti adalah masyarakat kota Bogor, khususnya penerima manfaat atau
penerima bantuan dari P2KP. Dalam menjalani proses penelitian selama ini, hasil
yang saya dapat adalah merupakan temuan – temuan serta respon dan tanggapan
di masyarakat.
Hasil yang didapat dalam penelitian ini adalah banyak tanggapan dan
masukan dari masyarakat, salah satunya adalah dalam memfasilitasi dan
memberikan bantuan kepada masyarakat dari pihak BKM agar lebih transparan
dan terbuka dalam hal keuangan dan penggunaan dana yang didapatkannya. Ini
diupayakan agar tidak terjadinya unsur KKN.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala Puja dan Puji Syukur kepada Allah SWT, pemilik
alam semesta yang telah memberikan hambaNya begitu banyak nikmat dan ridho,
sehingga penulisan skripsi ini selesai.
Shalawat serta salam kepada Rasulullah SAW, Nabi yang membawa
petunjuk dan rahmat, selalu menuntun umat manusia kepada jalan kebaikan, serta
manusia yang paling sempurna akhlaknya, semoga kita semua dapat mentauladani
segala kebaikan dari pribadi beliau, Amin.
Pada akhirnya, penulis yakin bahwa mustahil skripsi ini dapat
terselesaikan tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu
penulis patut memberikan ucapan terima kasih khususnya kepada :
1. Dr. M. Amin Nurdin, MA sebagai Dekan Fakultas Ushuluddin dan
Filsafat.
2. Dra. Ida Rasyidah, MA sebagai Ketua Jurusan Sosiologi Agama.
3. Dra. Joharotul Jamilah, M.Si sebagai Sekretaris Jurusan Sosiologi
Agama yang telah memberikan dukungan dan mengingatkan saya
untuk cepat menyelesaikan skripsi ini.
4. Dr. Yusron Razak, MA selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
meluangkan waktu, tenaga, dan fikiran serta masukkannya, dalam
memberikan kritik, saran serta tidak kenal lelah dan letih mendampingi
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Ayahanda Arif Widodo Adi, serta Ibunda tercinta Kushariadini yang
telah memberikan cinta, kasih sayang, dan dukungan do’a, serta tiada
kenal lelah berjuang dan mengingatkan saya demi pendidikan dan
masa depan saya. Semoga Allah selalu memberikan ridho dan
rahmatnya bagi keluarga kita. Amin.
6. Adik–adik saya, Rizky Raharjo dan Prabowo Pangestu yang selalu
memberikan kebahagiaan dirumah.
7. Nadzariyah, yang selalu memberikan saya semangat, motivasi serta
membantu dalam pengerjaan skripsi ini hingga selasai.
8. Sepupu saya, mba Anggi yang selalu bersama saya dan menemani saya
dalam mengerjakan skripsi ini. Semangat mba, untuk skripsi. Mudahmudahan, kita bisa wisuda bareng. Amin.
9. Sahabat Sosiologi Agama, Aya, Roni, Bayu, Wahid, Iik, Zumi, Uus,
Nia, Tuti, Siqqil, Soleh, Ilham, Angga, Lina, Neng, Amir, Hamami,
Joy, semuanya angkatan 2004 dan 2003 yang tidak mungkin saya
sebutkan satu persatu. Semangat ya untuk skripsinya, semoga selalu
sukses dan apa yang dicita-citakan tercapai. Amin.
10. Sahabat dari kecil, Ijal, Anggia, Pidi, mba Anissa, Dewi Mellia, Fani,
dan semua yang tidak mungkin saya sebutkan satu persatu.
11. Teman–teman di Kota Bogor, teman–teman sesama faskel, Pimkol
BKM dampingan di Bogor Tengah, pak Wahyudin, teh Neneng, Fitri,
pak Ariawan, Maya, pak Jaenudin, Yuli, kang Tatang, Aul, Irwan,
Willy, pak Ustad Nizar, bu Ati, teh Dede, pak Mul, bu Mul, yang tidak
mungkin juga saya sebutkan satu persatu, yang telah membantu saya
dalam pengerjaan skripsi ini dilapangan. Tanpa dukungan dan bantuan
kalian semua, tidak mungkin skripsi ini akan selesai.
12. Temen–temen
SOULVIBE,
GIGI,
Maliq,
RAN
yang
telah
memberikan saya penyegaran dan ketenangan bila menghadapi
kepenatan melalui lantunan lagu kalian. Tanpa musik dan lagu kalian,
mungkin hidup saya terasa hampa.
Jakarta, 25 Februari 2009
Hari Harsono
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR
……………………………………………………………... i
DAFTAR
ISI
………………………………………………………………………. iv
ABSTRAKSI
………………………………………………………………………. vi
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah …………………………………………….....
1
B. Batasan dan Perumusan Masalah ………………………………………
10
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………………………………………...
10
D. Metodologi Penelitian ……………………………………………….....
11
E. Sistematika Penulisan ………………………………………………….
14
BAB II. KAJIAN TEORI
A. Peran
………………………………………………………………….
16
1.
Pengertian Peran ……………………………………………...
16
2.
Peran dalam Perspektif Sosiologi ……………………………
20
B. Kehidupan Masyarakat Miskin di Perkotaan …………………………
22
C. Kemiskinan dalam Pandangan Islam ………………………………....
26
1.
Pengertian Miskin …………………………………………….
26
2.
Kemiskinan dalam Islam ……………………………………...
31
BAB III. PROGRAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI PERKOTAAN
(P2KP)
A. Sejarah ………………………………………………………………...
38
B. Visi, Misi, dan Struktur Organisasi …………………………………...
42
C. Program – Program Sosial dan Ekonomi ……………………………...
48BAB IV. PERAN P2KP DAN PENINGKATAN EKONOMI
MASYARAKAT MISKIN KOTA
A. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Miskin ………………………….
56
B. P2KP dan Peningkatan Ekonomi Masyarakat Miskin Kota di Bogor …
61
1. Program ............................................................................................
61
2. Restrukturisasi ……………………………………………………..
66
3. Kekurangan, Kelebihan, dan Tantangan …………………………...
69
C. Respons Masyarakat Terhadap P2KP ………………………………….
74
D. Tinjauan Tentang P2KP dari Perspektif Islam …………………………
78
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan
…………………………………………………………….. 82
B. Saran–saran
…………………………………………………………...... 83
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Pembangunan di Indonesia merupakan amanat sebagaimana ditetapkan
dalam Undang–Undang dasar 1945, dimana tujuan negara Indonesia adalah untuk
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia.1 Dalam kaitannya dengan masalah kemiskinan,
pembangunan nasional sebagaimana digariskan undang-undang, merupakan cara
untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam meningkatkan segi kehidupan bangsa,
berupa pembangunan fisik, sosial, budaya, ekonomi, pertahanan keamanan, dan
ideologi. Pembangunan nasional merupakan dasar untuk dapat terciptanya
masyarakat yang mandiri.
Masalah kemiskinan bukanlah sekedar masalah ekonomi atau konsumsi,
namun juga masalah politik. Kemiskinan merupakan masalah pembangunan
kesejahteraan sosial yang berkaitan dengan berbagai bidang pembangunan lainnya
yang ditandai oleh pengangguran, keterbelakangan, dan ketidakberdayaan.
Kemiskinan merupakan masalah global, yang sering dihubungkan dengan
masalah kebutuhan, kesulitan dan kekurangan berbagai keadaan hidup. Sebagian
orang ada yang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara
1
Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi
Komunitas : Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis (Jakarta:Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2003), h. 39.
yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif. Kemiskinan dapat
dipahami sebagai situasi dimana kelangkaan barang–barang dan pelayanan dasar.
Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan
sehari–hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Serta gambaran
tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan
ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Dalam hal ini termasuk
pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari
kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah–masalah politik dan moral, dan
tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
Oleh karena itu, kemiskinan terutama yang diderita oleh fakir miskin
merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda
dan harus menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan kesejahteraan
sosial. Pemberdayaan fakir miskin merupakan salah satu upaya strategi nasional
dalam mewujudkan sistem ekonomi kerakyatan yang berkeadilan sosial dan
melindungi hak asasi manusia terutama dalam pemenuhan kebutuhan dasar
manusia.2
Di Indonesia orang melihat kehidupan rata–rata suku bangsa Cina lebih
baik secara ekonomi daripada suku lain di Indonesia, karena orang Cina lebih
dianggap pekerja yang memiliki etos kerja yang tinggi di samping mereka dikenal
sebagai suku bangsa yang amat hemat dalam kehidupan sehari–hari mereka.
2
Harry Hikmat, dkk, Rencana Strategis Penanggulangan Kemiskinan Program
Pemberdayaan Fakir Miskin tahun 2006-2010 (Jakarta:Departemen Sosial RI, 2005), h. 10.
Sebaliknya orang melihat bahwasanya penduduk asli Indonesia kebanyakan
miskin karena malas dan hidup sangat konsumtif.3
Kemiskinan yang diderita oleh masyarakat terutama pada mereka yang
tinggal di perkotaan, sering diartikan sebagai akibat dari kebodohan, kurangnya
keterampilan teknis, etos kerja yang tumpul, kesempatan kerja yang rendah
sehingga sering dihubungkan dengan ketidakberdayaan pemerintah dalam
menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Namun, bila kita pahami
secara
mendalam,
maka
kemiskinan
bukan
semata–mata
akibat
dari
ketidakberdayaan pemerintah dalam menyediakan lapangan pekerjaan, tetapi
berkaitan dengan masalah struktur–sosial dan cenderung sudah menjadi
paradigma dan “budaya” pada masyarakat itu sendiri. Kemiskinan pada
masyarakat kita ini kadang kala merupakan sebuah paradigma dan tradisi, ada
ungkapan apabila, orangtuanya sudah miskin. Maka, anak dan cucunya akan ikut
pula menjadi miskin.
Masalah kemiskinan yang cukup kompleks membutuhkan intervensi
semua pihak secara bersama dan terkoordinasi. Namun dalam penanganannya
selama ini cenderung parsial dan tidak berkelanjutan. Peran dunia usaha dan
masyarakat pada umumnya juga belum optimal. Kerelawanan sosial dalam
kehidupan masyarakat yang dapat menjadi sumber penting pemberdayaan dan
pemecahan akar permasalahan kemiskinan juga menjadi luntur. Untuk itu
diperlukan perubahan yang bersifat sistemik dan menyeluruh dalam upaya
penanggulangan kemiskinan.
3
Loekman Soetrisna, Kemiskinan,Perempuan, dan Pemberdayaan (Yogyakarta:Kanisius,
1997), h. 16.
Bila, kemiskinan dikaitkan dengan ketidakberdayaan, pengentasan
kemiskinan yang memiliki proses pemberdayaan masyarakat merupakan sesuatu
yang mustahil. Dengan kata lain, kemiskinan dan ketidakberdayaan merupakan
dua sisi dari sebuah mata uang logam.4
Sebagaimana kita ketahui, tujuan utama pembangunan masyarakat adalah
peningkatan taraf hidup. Dengan demikian, kondisi yang menunjukkan adanya
taraf hidup yang rendah merupakan sasaran utama usaha perbaikan dalam rangka
pembangunan masyarakat tersebut. Kondisi kemiskinan dengan berbagai dimensi
dan implikasinya, merupakan salah satu bentuk masalah sosial yang menuntut
pemecahan masalah. Pembangunan masyarakat diharapkan mampu dan tampil
sebagai salah satu alternatif untuk melakukan upaya pemecahan masalah dan
perbaikan kondisi tersebut.
Dengan membandingkan jumlah penduduk yang berada dibawah Standar
hidup rata-rata, yang digunakan sebagai indikator pada suatu periode sebelum dan
sesudah proses pembangunan, maka dapat diketahui keberhasilan dari proses
tersebut dalam upaya mengentaskan kemiskinan. Walaupun demikian, prakteknya
ternyata tidak sesederhana itu. Apabila dalam perbandingan dilakukan antar dua
kondisi yang mempunyai rentang waktu yang cukup panjang dan tuntutan
kebutuhan hidup juga yang semakin meningkat sebagai akibat sosial ekonomi
yang telah terjadi, maka standar yang dipakai dianggap sudah tidak memadai lagi.
Walau menggunakan standar yang lama dapat diketahui semakin banyak warga
masyarakat yang sudah keluar dari kondisi kemiskinan, akan tetapi dilihat dari
4
Heru Nugroho, Menumbuhkan ide – ide kritis, cet ke-2. (Yogyakarta:Pustaka Pelajar,
2001), h. 44-45.
tuntutan kebutuhan yang semakin berkembang, kondisi tersebut tetap dirasakan
sebagai masih berada dalam keadaan miskin. Permasalahan yang sama akan
dijumpai apabila memperhatikan stratifikasi sosial yang ada, dimana walaupun
lapisan bawah telah meningkatkan taraf hidupnya, akan tetapi apabila peningkatan
itu dibandingkan dengan yang dialami oleh lapisan lain atau setingkat lebih tinggi
maka, masih jauh lebih rendah, dan secara relatif masih merasakan kondisinya
yang tetap miskin.
Berbagai bentuk lingkaran dan mata rantainya dapat direkonstruksi dari
proses kemiskinan itu. Dari sudut ekonomi misalnya, dapat dikatakan bahwa
karena kondisi kemiskinan, maka pendapatan hanya cukup, bahkan tidak jarang
kurang mencukupi memenuhi kebutuhan minimal sehari-hari. Dengan demikian
sulit diharapkan adanya kemampuan untuk menabung. Tidak adanya tabungan
mengakibatkan tidak adanya investasi jangka panjang, sehingga produktivitas
tetap rendah. Rendahnya produktivitas menyebabkan rendahnya pendapatan dan
tetap bertahannya dari kondisi kemiskinan tersebut. Dari sisi lain, lingkaran
kemiskinan dapat terbentuk dari rendahnya gizi dan nutrisi. Dalam hal ini, kondisi
kemiskinan dapat membentuk mata rantai : rendahnya nilai gizi dan nutrisi dalam
konsumsi
pangan–derajat
kesehatan
rendah–produktivitas
kerja
rendah–
pendapatan rendah–kemiskinan.5
Kemiskinan juga sesuatu yang nyata dalam masyarakat bagi mereka yang
tergolong tidak miskin, dari hasil pengamatan baik secara sadar maupun tidak
sadar, mengenai berbagai gejala sosial yang terwujud dalam masyarakat.
5
Soetomo, Masalah Sosial dan Pembangunan ,(Jakarta:PT. Dunia Pustaka Jaya, 1995), h.
116-120.
Kesadaran akan adanya kemiskinan bagi mereka yang tidak miskin biasanya
terwujud pada saat mereka membandingkan keadaan mereka dengan masyarakat
yang tingkat kehidupan sosialnya lebih tinggi dari kehidupan yang mereka miliki.
Dari pemikiran–pemikiran dan diskusi–diskusi yang diadakan tentang
kemiskinan lebih banyak menekankan segi–segi emosional dan perasaan yang
diliputi aspek–aspek moral dan kemanusiaan, atau juga bersifat partisan karena
berkaitan dengan alokasi sumber daya. Sehingga, pengertian tentang hakikat
kemiskinan itu sendiri menjadi kabur. Akibatnya berbagai usaha penanggulangan
masalah kemiskinan dijabarkan sebagian–sebagian sehingga kurang memenuhi
sasaran secara tepat.
Secara singkat kemiskinan didefinisikan sebagai suatu standar tingkat
hidup yang rendah : yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah
atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum
berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Standar kehidupan yang rendah ini
secara langsung positif pengaruhnya terhadap tingkat keadaan kesehatan,
kehidupan moral, dan rasa harga diri dari mereka yang tergolong sebagai orang
miskin.6
Dengan demikian, menjadi miskin dirasakan telah mengalami degradasi
dan seringkali tidak merupakan lapisan yang terpilih dalam hidup bertetangga dan
berteman. Kondisi ini disadari oleh masyarakat miskin itu sendiri dan mereka
mendefinisikan dunianya sebagai kelompok yang gagal, kelompok yang terlempar
dari lingkungannya. Kesadaran semacam ini sering menimbulkan sikap yang
6
Parsudi Suparlan, Kemiskinan di Perkotaan (Jakarta:Yayasan Obor Indonesia, 1984), h.
12.
apatis. Dan menganggap bahwa dirinya lemah, tidak mempunyai kekuatan dalam
melakukan hal–hal yang akibatnya sampai pada kesadaran bahwa mereka tidak
mampu menguasai nasibnya sendiri karena lebih ditentukan orang lain.7
Miskin bukanlah keinginan setiap insan manusia, tetapi karena nasib dan
mungkin karena usaha yang belum maksimal, yang menjadikan mereka seperti
itu. Tetapi semua itu kembali pada diri sendiri, apakah setiap manusia dapat
menerimanya dengan tulus nasib yang telah digariskan kepada mereka dan
memperbaiki keadaannya dengan berusaha lebih giat lagi serta mendekatkan diri
kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan meningkatkan kadar iman atau melakukan
hal yang sebaliknya.
Dalam UUD 1945 khususnya Pasal 34 mengamanatkan bahwa “fakir
miskin dan anak telantar dipelihara oleh negara” (ayat 1), dan “negara
berkewajiban menangani fakir miskin melalui pemberdayaan dan bantuan
jaminan sosial” (ayat 3). Selanjutnya komitmen nasional dalam pemberdayaan
fakir miskin dituangkan dalam Keputusan Presiden RI Nomor 124 tahun 2001 jo.
Nomor 8 tahun 2002 tentang Komite Penanggulangan Kemiskinan ; dengan
tujuan meningkatkan kerja sama, dukungan dan sinergi semua pihak baik sektor,
pemerintahan daerah, masyarakat maupun dunia usaha dalam menanggulangi
masalah kemiskinan.
Pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan di Indonesia, tidak hanya
saja memberikan dana bantuan maupun pemberdayaan pada masyarakat yang
benar–benar membutuhkan. Akan tetapi memberikan motivasi dan semangat akan
7
Soetomo, Masalah Sosial dan Pembangunan, h. 122.
pentingnya gotong royong serta peningkatan spiritual keagamaan didalam
masyarakat itu sendiri. Dalam perkembangannya, selain masyarakat dapat mampu
memberdayakan diri mereka sendiri dalam bidang kebutuhan ekonomi,
diharapkan masyarakat juga mampu meningkatkan spiritual keagamaan yang
sudah ada.
Puncak dari upaya mengedepankan pembangunan yang berorientasi pada
kesejahteraan umat manusia, baik untuk generasi saat ini maupun generasi
mendatang, adalah lahirnya kesepakatan kepala negara dan kepala pemerintahan
189 negara mengenai Deklarasi Milenium. Deklarasi ini berisikan kesepakatan
negara–negara tentang arah pembangunan berikut sasaran–sasaran yang perlu
diwujudkan. Secara ringkas, arah pembangunan yang disepakati secara global
meliputi : (1) menghapuskan kemiskinan dan kelaparan berat; (2) mewujudkan
pendidikan dasar untuk semua orang; (3) mempromosikan kesetaraan gender dan
pemberdayaan perempuan; (4) menurunkan kematian anak; (5) meningkatkan
kesehatan maternal; (6) melawan penyebaran HIV/AIDS, dan penyakit kronis
lainnya (malaria dan tuberkulosa); (7) menjamin keberlangsungan lingkungan;
dan (8) mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan.8
Sejak pemberlakuan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah,
pemerintah
daerah
mempunyai
wewenang
besar
untuk
merencanakan,
merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan program pembangunan yang sesuai
dengan kebutuhan masyarakat. Kewenangan otonom yang dimiliki daerah,
melekat pula kewenangan dan sekaligus tanggung jawab untuk secara pro–aktif
8
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Laporan Perkembangan Pencapaian
Millennium Development Goals Indonesia 2007. November 2007, h. 3.
mengupayakan kebijakan penanggulangan kemiskinan, baik langsung maupun
tidak langsung.
Dalam dasawarsa sekarang ini, perkotaan telah menjadi perhatian berbagai
kalangan karena menyimpan berbagai peristiwa dan masalah yang dashyat, yang
menimpa sebagain masyarakat kota sebagai konsekuensi pembangunan. Berbagai
peristiwa dari yang mengharukan, menjengkelkan, sampai yang “menantang”
muncul kepermukaan. Orang kota saling berebut memenangkan ”lomba–lomba
menaklukkan kota. Kota seperti satu wilayah tak bertuan, tetapi penuh dengan
janji–janji kebahagiaan dan kesejahteraan”. Ada kesan kuat bahwa realitas kota
adalah realitas pergulatan kepentingan orang–orang, golongan, dan kelas–kelas
sosial. Dalam persaingan, setidaknya ada yang menjadi korban. Banyaknya
orang–orang yang berlomba–lomba dalam mencari peruntungan di kota,
menjadikan persaingan yang tidak sehat. Orang–orang yang tidak memiliki
kemampuan dan kesempatan kerja, akan menjadi pengangguran, dan itu
merupakan juga salah satu penyebab kemiskinan yang terdapat diperkotaan.
Kemiskinan masih menjadi salah satu masalah serius bagi bangsa
Indonesia. Untuk merespon masalah kemiskinan tersebut dibutuhkan perencanaan,
anggaran, dan pengembangan program secara tepat. Di samping itu, diperlukan
juga dukungan sistem koordinasi antarpemangku kepentingan yang selektif.
Dari program–program yang telah ada dan dilaksanakan, tampak
perkembangan–perkembangan yang sangat berarti dalam pelaksanaan program
tersebut. Meskipun terdapat beberapa kendala yang terjadi dilapangan dalam
penerapannya, akan tetapi program tersebut berjalan sebagaimana harusnya.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis mengambil judul :
“Kemiskinan di Perkotaan (Studi Kasus Peningkatan Ekonomi Masyarakat
Miskin Kota di Bogor)“.
B. PEMBATASAN DAN PERUMUSAN MASALAH
1.
Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dalam rangka menghasilkan
pembahasan yang sistematis, terarah dan jelas, maka penulis membuat batasan
masalah dalam penelitian ini, yaitu :
a. Kondisi dan penyebab kemiskinan.
b. Peran P2KP9 dalam meningkatkan perekonomian masyarakat miskin.
c. Penerapannya dalam masyarakat yang membutuhkan.
2.
Perumusan Masalah
Permasalahan yang dikaji oleh penulis skripsi disini adalah:
Bagaimana peran P2KP dalam meningkatkan perekonomian masyarakat
miskin di kota Bogor.
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Tujuan peneliti dalam hal ini adalah mengetahui sampai sejauh mana
perkembangan dan kemajuan yang terjadi di masyarakat sebelum dan sesudah
mendapatkan P2KP. Selain itu juga, untuk menemukan indikasi–indikasi yang
dapat menjadi informasi bagi berlangsungnya program tersebut. Apa saja
9
P2KP : Program Pengentasan Kemiskinan di Perkotaan. Untuk selanjutnya didalam
tulisan skripsi ini akan menggunakan istilah tersebut.
kendala–kendala yang terjadi di lapangan dan bagaimana cara mengatasinya lebih
lanjut. Selain itu, peneliti ingin memberikan saran agar terjadi perubahan setelah
penelitian ini, sehingga program tersebut dapat berjalan baik sebagaimana
diharapkan bersama.
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk dapat mengefisiensikan pekerjaan
yang ada, memberikan masukkan dan pembenahan untuk dapat lebih
memperbaiki kinerja yang sudah ada dan berjalan. Selain itu, program–program
yang telah berjalan dan sudah ada, agar dapat lebih bersinergi antara pemerintah
maupun swasta dengan lebih baik lagi. Memperkuat pemahaman di masyarakat,
betapa pentingnya kerjasama dalam menanggulangi kemiskinan di lingkungannya.
D. METODOLOGI PENELITIAN
Adapun metode penelitian yang digunakan untuk menyusun skripsi ini,
adalah sebagai berikut :
1.
Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif, dengan metode deskriptif,
yakni metode yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu
masyarakat atau kelompok orang tertentu, dengan jalan mendeskripsikan sejumlah
variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang sedang diteliti. 10
Sedangkan pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah, studi kasus
yang langsung dilakukan di lapangan (Field Research), yaitu terjun langsung ke
objek penelitian untuk memperoleh data primer.
10
Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial (Bandung : PT. Rosdakarya, 2004), h. 35.
2.
Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah merujuk kepada individu atau kelompok yang
dijadikan unit atau satuan (kasus) yang diteliti.11 Dalam penelitian ini, subjek
penelitian adalah masyarakat penerima manfaat di kota Bogor dimana merupakan
daerah yang mendapatkan P2KP. Dalam penelitian ini, peneliti melibatkan seluruh
komponen masyarakat akan tetapi contoh yang diambil hanya 5 orang saja untuk
dijadikan sampel penelitian secara langsung. Cara mendapatkan sampel 5 orang
tersebut adalah mengambil secara acak dari 11 kelurahan yang berbeda. Dimana 5
dari 11 kelurahan yang ada, diambil 5 kelurahan untuk dijadikan sampel
penelitian. Setiap 1 orang responden, mewakili 1 kelurahan.
3.
Teknik Pengumpulan data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
lapangan ini adalah :
A. Observasi (pengamatan)
Yaitu pencatatan secara sistematis terhadap fenomena yang
diteliti.12 Observasi ini dilakukan dengan cara pengamatan secara
langsung yang memungkinkan peneliti menarik kesimpulan ihwal
makna dan sudut pandang responden, kejadian, peristiwa, atau proses
yang diamati. Dengan teknik ini, peneliti akan dapat melihat sendiri
kenyataan dilapangan, baik langsung maupun dari sudut pandang nara
sumber atau responden yang mungkin tidak didapati dari wawancara.
11
Sanafiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosial (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada,
2007), h. 109.
12
Imam Suprayogo, Misi Metodologi Penelitian Sosial-Agama (Bandung:PT.Remaja
Rosdakarya. 2001), h. 13.
B. Wawancara
Yaitu mengumpulkan data dan informasi melalui pertanyaan–
pertanyaan lisan secara terstruktural dan sistematis. Cara menghimpun
bahan–bahan keterangan yang dilaksanakan dengan melakukan tanya
jawab secara sepihak, berhadapan muka, dan dengan arah satu tujuan
yang telah ditentukan.13 Disini penulis juga menggunakan tehnik
wawancara secara mendalam atau vis a vis kepada para responden
untuk mendapatkan kevalidan data yang ada pada penelitian ini.
C. Focus Group Discussion (FGD)
Yaitu metode penelitian dimana peneliti mengambil sampel dari
orang–orang yang dianggap mewakili sejumlah publik yang berbeda.
Yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti.14 Penulis disini
mengikuti serangkaian kegiatan yang diadakan di masyarakat dalam
diskusi-diskusi atau pertemuan, dan dari hasil diskusi/pertemuan
penulis dapat mengambil kesimpulan tentang pembahasan/topik yang
menyangkut tentang masalah yang akan diteliti.
E. Kepustakaan
Dengan penambahan bahan informasi dan berbagai sumber maka
perolehannya dengan studi kepustakaan, yaitu dengan memperoleh
informasi dari berbagai sumber, seperti buku–buku, jurnal dan Internet
yang berkenaan dengan penulisan skripsi ini.
13
Anas Sudjiono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, cet IV. (Jakarta:PT. Raja Grafindo
Persada, 2003), h. 76.
14
M. Hariwijaya, Metodologi dan Teknik Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi, untuk
ilmu-ilmu sosial dan humaniora (Yogyakarta:Elmatera Publishing, 2007), h. 72.
4.
Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini
adalah pedoman wawancara, tape recorder, dan buku catatan. Pedoman
wawancara digunakan agar lebih fokus menggali apa yang menjadi sasaran
penelitian. Sedangkan tape recorder digunakan untuk merekam pencatatan subjek
penelitian, dan buku catatan digunakan untuk mencatat hal–hal yang tidak
terekam atau yang terlewati atau informasi yang belum jelas.
5.
Sumber Data
Dalam penelitian ini data dikategorikan ke dalam dua jenis, yaitu ; data
primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dari hasil wawancara, dan
observasi. Adapun data sekunder dalam penelitian ini adalah yang didapatkan dari
bahan tertulis atau kepustakaan, yakni buku–buku, jurnal ilmiah, artikel, dan
terbitan ilmiah yang ada hubungannya dengan pembahasan.
6.
Waktu dan tempat penelitian
Waktu penelitian dimulai pada bulan Juli 2008 sampai bulan Februari
2009. Penulis melakukan observasi partisipatoris dan wawancara mendalam
kepada para penerima manfaat bantuan P2KP. Adapun tempat penelitian yaitu di
daerah kecamatan Bogor tengah, kota Bogor, dengan cara penulis terlibat
langsung dan aktif dalam pelaksanaan tersebut.
D. SISTEMATIKA PENULISAN
Untuk mempermudah pembahasan dan pemahaman skripsi, hasil
penelitian ini ditulis secara sistematis dalam lima bab sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan
Terdiri dari latar belakang masalah, batasan dan perumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II Kajian Teori
Meliputi pengertian peran, peran dalam perspektif sosiologis, kehidupan
masyarakat miskin di perkotaan, kemiskinan dalam pandangan Islam, pengertian
miskin, dan kemiskinan dalam Islam.
BAB III Gambaran Tentang P2KP
Yang terdiri dari, sejarah, visi, misi dan struktur organisasi, serta programprogram sosial dan ekonomi.
BAB IV Peran P2KP dan Peningkatan Ekonomi Masyarakat Miskin Kota
Meliputi, pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin, P2KP dan
peningkatan ekonomi masyarakat miskin kota di Bogor, program, restrukturisasi,
kekurangan, kelebihan, dan tantangan, respon masyarakat terhadap P2KP, serta
tinjauan tentang P2KP dari perspektif Islam.
BAB V PENUTUP
Terdiri dari kesimpulan dan saran.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. PERAN
1.
Pengertian Peran
Peran dalam kamus bahasa Indonesia memiliki arti seperangkat tingkat
yang diharapkan dimiliki orang yang berkedudukan di masyarakat.15 Sebagaimana
definisi dikemukakan Rolph Linton mengenai peran yaitu “the dynamic aspect of
a status“. Menurut Linton seseorang menjalankan peran sesuai dengan hak dan
kewajiban yang merupakan status. Status atau kedudukan biasanya didefinisikan
sebagai suatu peringkat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok, atau posisi
suatu kelompok dalam hubungannya dengan kelompok lainnya.
Setiap manusia yang menjadi suatu masyarakat, senantiasa mempunyai
status atau kedudukan (kadang–kadang dinamakan juga peran) dan peranan. Jika,
suatu status merupakan posisi di dalam suatu sistem sosial, sedangkan peranan
adalah pola perilaku yang terkait pada status tersebut.16 Status/kedudukan
biasanya didefinisikan sebagai suatu peringkat atau posisi seseorang dalam suatu
kelompok, atau posisi suatu kelompok dalam hubungannya dengan kelompok
lainnya. Peran adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang yang mempunyai
suatu status. Setiap orang mungkin mempunyai sejumlah status dan diharapkan
mengisi peran yang sesuai dengan status tersebut. Dalam arti tertentu, status dan
peran adalah dua aspek dari gejala yang sama. Status adalah seperangkat hak dan
15
Anton M. Moeliono (et. al), Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:Balai Pustaka,
1990), h. 667.
16
Soerjono Soekanto, Memperkenalkan Sosiologi (Jakarta:CV. Rajawali, 1982), h. 29.
kewajiban: peran adalah pemeranan dari perangkat kewajiban dan hak–hak
tersebut.17
Peran atau role merupakan seperangkat harapan yang dikenakan individu
yang mempunyai kedudukan sosial tertentu.18 Peran yang dijalankan oleh
seseorang, merupakan tanggungjawab yang dipercayakan padanya. Yang harus
diemban dan dijalankan sesuai dengan amanah dan tanggungjawab.
Teori peran (role theory) adalah teori yang merupakan perpaduan berbagai
teori, orientasi maupun disiplin ilmu. Selain dari psikologi, teori peran berawal
dari dan masih tetap digunakan dalam sosiologi dan antropologi. Dalam ke tiga
bidang ilmu tersebut, istilah “peran” diambil dari dunia teater. Dalam teater,
seorang aktor harus bermain sebagai seorang tokoh tertentu dan dalam posisinya
sebagai tokoh itu diharapkan untuk berperilaku secara tertentu.
Posisi aktor dalam teater (sandiwara) itu kemudian dianalogikan dengan
posisi seseorang dalam masyarakat, sama dengan posisi aktor dalam teater, yaitu
bahwa perilaku yang diharapkan daripadanya tidak berdiri sendiri, melainkan
selalu berada dalam kaitannya dengan adanya orang–orang lain yang berhubungan
dengan orang atau aktor tersebut. Dari sudut pandangan inilah disusun teori–teori
peran. Dalam teori Biddle dan Thomas membagi peristilahan dalam teori peran
dalam 4 golongan, yaitu istilah–istilah yang menyangkut 19 :
a. Orang–orang yang mengambil bagian dalam interaksi sosial
17
Paul B.Haton dan Chester L. Hunt, Sosiologi, jilid I, edisi ke 6 (Jakarta:PT Erlangga,
1999), h. 118.
18
N. Gross, W.S. Mason, and A.W. McEachern, “Exploration in Role Analsis,” in David
Berry, Pokok-Pokok Pikiran dalam Sosiologi (Jakarta:CV. Rajawali, 1983), h. 99.
19
Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial (Jakarta:PT Raja Grafindo
Persada, 2002), h. 214-215.
b. Perilaku yang muncul dalam interaksi tersebut
c. Kedudukkan orang–orang dalam perilaku
d. Kaitan antara orang dan perilaku
Goerge Herbert Mead mengemukakan, bahwa konsep diri dan pikiran
yang dikembangkan oleh para ahli sosiologi, digunakan mead untuk
mengembangkan teorinya. Mead secara rinci membahas hubungan antara pikiran
seseorang dirinya dan masyarakat. Sebagaimana telah kita lihat dalam
pembahasan mengenai proses sosialisasi, maka sumbangan pikiran penting mead
antara lain terletak pada pandangannya bahwa diri (self) seseorang berkembang
melalui tahap play, the game, dan generalizad other, dan bahwa dalam proses
perkembangan diri ini, seseorang belajar mengambil peran orang lain (taking the
role of the other).20
Herbert Blumer, salah seorang penganut pemikiran Mead, berusaha
menjabarkan pemikiran Mead mengenai interaksionalisme simbolik. Menurut
Blumer pokok pikiran interaksionalisme simbolik ada tiga; yang pertama ialah
bahwa manusia bertindak (act) terhadap sesuatu (thing) atas dasar makna
(meaning) yang dipunyai sesuatu tersebut baginya. Dengan demikian tindakan
seorang penganut agama Hindu di India terhadap seekor sapi akan berbeda dengan
tindakan seorang penganut agama Islam di Pakistan, karena bagi masing–masing
orang tersebut, sapi tersebut mempunyai makna (meaning) berbeda.21
Bila individu–individu menempati kedudukan–kedudukan tertentu, maka
mereka merasa bahwa setiap kedudukan yang mereka tempati itu menimbulkan
20
Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi (Jakarta:LP FEUI, 2004), h. 234.
Sunarto, Pengantar Sosiologi, h. 38.
21
harapan–harapan (expectations) tertentu dari orang–orang disekitarnya. Dalam
peranan yang berhubungan dengan pekerjaannya,
seseorang diharapkan
menjalankan kewajiban–kewajibannya yang berhubungan dengan pekerjaannya.
Oleh karena itu, Gross, Mason dan McEachern mendefinisikan peranan sebagai
seperangkat harapan–harapan yang dikenakan pada individu yang menempati
kedudukan sosial tertentu. Harapan–harapan tersebut merupakan imbangan dari
norma–norma sosial dan oleh karena itu dapat dikatakan bahwa peranan–peranan
itu ditentukan oleh norma-norma di dalam masyarakat, maksudnya: kita
diwajibkan untuk melakukan hal–hal yang diharapkan oleh “masyarakat“ di dalam
pekerjaan kita, di dalam keluarga dan di dalam peranan–peranan lainnya.22
Seseorang yang memainkan perannya dalam suatu kelompok masyarakat,
senantiasa akan mendapatkan tanggungjawab serta fungsi sebagaimana peran
yang didapatkannya tersebut. Bila seseorang yang menjalankan peran itu
bertindak tidak sesuai atau keluar dari norma-norma yang terdapat di masyarakat,
maka orang tersebut akan mendapatkan penilaian buruk.
Apa yang dapat saya tarik dari arti “peranan” adalah merupakan suatu
konsep tentang “hak” seseorang terhadap masyarakat dengan konsep “kewajiban”
yang merupakan harapan masyarakat terhadap individu sehubungan dengan status
yang dipegangnya di dalam masyarakat. Dan bagaimana masyarakat menjalankan
hak dan kewajiban terhadap seseorang sehingga harus sejalan dengan peranan
tersebut.
22
Berry, Pokok Pokok Pikiran dalam Sosiologi, h. 99.
2.
Peran dalam Perspektif Sosiologi
Peran merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan (status). Apabila
seseorang yang melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya,
maka dia menjalankan suatu peran. Gambaran peran merupakan suatu gambaran
tentang perilaku yang secara aktual ditampilkan seorang dalam membawakan
perannya. Konsep peran menurut Stogdill adalah perkiraan tentang perilaku yang
diharapkan dari seseorang dalam posisi tertentu, yang lebih dikaitkan dengan
sifat–sifat pribadi individu itu daripada posisinya. Untuk dapat membedakan
peran dari posisi memang sulit. Akan tetapi Stogdill mengemukakan bahwa ada 2
hal yang jelas termasuk dalam peran dan bukannya posisi, yaitu: Tanggung jawab
(responsibility) adalah serangkaian hasil perbuatan yang diharapkan dari individu
dalam batas–batas posisinya, dan Otoritas adalah tingkat kebebasan yang
diharapkan untuk dipraktekkan dalam posisinya. Hubungan antara status dan
fungsi disatu pihak dengan tanggungjawab dan otoritas dilain pihak, menciptakan:
Makin tinggi status seseorang, makin besar otoritasnya, dan terlepas dari
posisinya, tanggungjawab individu diharapkan agar berkaitan dengan fungsi dari
posisi yang diduduki individu tersebut.23
Menurut Hendropuspito, apabila pada pengertian peran sosial itu hendak
ditekankan unsur kewajiban dan tanggungjawab, peran sosial itu disebut dengan
istilah lain, yakni jabatan atau tugas. Jadi jabatan atau tugas sosial itu ialah suatu
23
Sarwono, Teori – teori Psikologi Sosial, h. 203.
peranan sosial yang diserahkan kepada seseorang atau institusi sosial oleh instansi
yang berwenang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. 24
Dalam teori struktural fungsionalisme Parson menyebutkan intergrasi
pola-pola nilai dan disposisi dengan “dinamika fundamental teorema sosiologi”.
Karena perhatian utamanya pada sistem sosial, yang terpenting dalam intergrasi
ini adalah proses internalisasi dan sosialisasi. Jadi, Parson tertarik pada cara
norma dan nilai suatu sistem di transfer kepada aktor dalam sistem tersebut.
Dalam sosialisasi yang berjalan sukses, norma dan nilai tersebut terinternalisasi;
yaitu, mereka menjadi bagian dari “nurani” aktor. Akibatnya, dalam mengejar
kepentingan mereka, para aktor tengah menjalankan kepentingan sistem secara
keseluruhan. Seperti yang dikatakan parson, kombinasi pola-orientasi yang
diperoleh (oleh aktor dalam sosialisasi) pada derajat yang sangat penting harus
menjadi fungsi sturktur peran fundamental dan nilai-nilai dominan sistem sosial.
Apabila pada pengertian peran sosial itu hendak ditekankan unsur
kewajiban dan tanggung jawab, peran sosial itu disebut dengan istilah lain, yakni
jabatan atau tugas. Jadi jabatan atau tugas sosial ialah suatu peranan sosial yang
diserahkan kepada seseorang atau institusi sosial oleh instansi yang berwenang
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Dalam menjalankan perannya, seseorang dapat berlaku ganda. Misal;
seorang guru dari murid–muridnya, dimana salah satu dari muridnya ada anak dari
seorang guru tersebut. Maka guru dalam memainkan perannya, dapat sebagai guru
atau sebagai orang tua dari anaknya tersebut.
24
D. Hendropuspito, Sosiologi Sistematika (Yogyakarta:Kanisisus, 1989), h. 179.
Bila seseorang yang memainkan peran tidak dapat memfungsikan dirinya
sebagaimana mestinya dengan baik. Maka orang akan dapat membunuh peran
tersebut bagi dirinya sendiri. Dan itu akan menyebabkan tidak akan berfungsi dan
hilangnya peran tersebut dimasyarakat.
B. KEHIDUPAN MASYARAKAT MISKIN DI PERKOTAAN
Kesejahteraan yang adil dan makmur adalah cita–cita semua bangsa,
Namun masih sedikit yang mampu mewujudkannya. Oleh karena itu
pemberantasan kemiskinan masih merupakan salah satu agenda yang perlu segera
dituntaskan. Kesempatan kerja dengan tingkat penghasilan yang layak masih jauh
di bawah jumlah angkatan kerja yang membutuhkannya, sehingga kelompok
pengangguran dan setengah pengangguran makin meningkat diperkotaan. Kondisi
seperti ini pada gilirannya juga akan meningkatkan angka kemiskinan.
Ukuran kemiskinan dalam setiap daerah bisa berbeda-beda. Ada yang
melihat bahwa masyarakat atau orang miskin itu dilihat dari rendahnya
pendapatan perbulan dibawah upah minimum regular yang telah ditetapkan oleh
pemerintah. Akan tetapi, ukuran tersebut, belum bisa dikatakan tepat untuk
menilai suatu ukuran kemiskinan. Biasa saja dalam satu daerah ukuran orang
miskin itu dilihat dari tidak sanggupnya dia memenuhi kebutuhan hidup seharihari, baik untuk dirinya, maupun untuk keluarga. Ini disebabkan banyaknya
tanggungan dan beban hidup yang diberatkan kepada seseorang.
Begitu juga dengan masyarakat miskin di perkotaan, khususnya di kota
Bogor pada dasarnya merupakan masyarakat urban. Mereka yang datang
berbondong–bondong dari kampung halamannya, untuk dapat bertahan hidup
mengadu nasib untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Selain kota, yang
dibanjiri oleh para penduduk urban, terdapat juga penduduk asli kota tersebut.
Begitu halnya dengan kehidupan masyarakat kota Bogor. Sebagaimana
kota-kota lainnya, kota Bogor merupakan salah satu dari empat kota penunjang
Ibukota. Dimana, masyarakat yang tidak mendapatkan tempat tinggal di Ibukota
atas mahalnya biaya tempat tinggal, menjadikan kota-kota penunjang merupakan
alternatif pilihan bagi masyarakat yang bekerja di Jakarta. Kota Bogor, sama
halnya dengan Jakarta. Dimana masyarakat yang tinggal sangatlah homogen.
Banyak pendatang dari luar Bogor yang mengadukan nasibnya di kota tersebut.
Kehidupan masyarakat kota Bogor sama dengan kota lainnya, umumnya
memiliki mobilitas yang tinggi. Tingginya tingkat pembangunan, juga merupakan
daya tarik tersendiri bagi orang–orang yang membutuhkan pekerjaan. Dimana
persaingan sangatlah terlihat jelas. Orang yang datang kekota tetapi tidak
memiliki kemampuan yang cukup dan pintar, maka akan dapat tersingkirkan dari
persaingan tersebut.
Kemiskinan dan orang miskin sudah dikenal oleh manusia sejak masa
lampau. Oleh karena itu sangatlah logis bila kebudayaan manusia dalam kurun
waktunya tidak pernah sepi dari orang-orang yang berusaha membawa
kebudayaan itu memperhatikan nilai manusiawi dasar, yaitu merasa tersentuh bila
melihat penderitaan orang lain dan berusaha melepaskan mereka dari kemiskinan,
atau paling tidak meringankan nasib yang mereka derita itu.
Kemiskinan yang telah berjalan dalam rentang ruang dan waktu yang
panjang memastikan, bahwa gejala tersebut tidak cukup diterangkan sebagai
realitas ekonomi. Artinya, ia tidak sekedar gejala keterbatasan lapangan
pekerjaan, pendapatan, pendidikan, dan kesehatan masyarakat. Ia sudah menjadi
realitas sistem/struktur dan tata nilai kemasyarakatan. Ia merupakan suatu realitas
budaya yang antara lain berbentuk sikap menyerah kepada keadaan. Tata nilai dan
sistem/struktur sosial ekonomi serta perilaku dan kecenderungan aktual yang telah
terbiasa dengan kemiskinan ini juga bukan saja menyebabkan mereka yang miskin
untuk tetap miskin. Keadaan ini membuat keluarga masyarakat tersebut juga
miskin terhadap arti kemiskinan itu sendiri.25
Lebih dari setengah abad para ekonom berupaya keras memunculkan
berbagai teori untuk menghilangkan kemiskinan dan kesenjangan pembangunan
ataupun mengatasi masalah pengangguran.26 Kemiskinan dan pengangguran
bukan hanya masalah yang dihadapi pada kota–kota di Indonesia, tetapi juga
masalah dunia. Hampir disetiap negara terdapat penduduk miskin, baik dalam
pengertian kemiskinan absolut maupun relatif.
Seperti halnya dengan masyarakat kota Bogor. Rata-rata setiap daerah
melihat ukuran kemiskinan seseorang atau masyarakat yang dianggap miskin itu
dengan memperbandingkan penghasilan perbulan dan jumlah tanggungan dalam
keluarga. Apabila hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, maka
dianggapnya sebagai orang miskin. Bisa juga melihatnya dari keadaan tempat
25
Jalaluddin Rakhmat, Islam Aktual: Refleksi-Sosial Seorang Cendekiawan Muslim, cet.
ke IV.(Bandung:Mizan, 1994), h. 38.
26
Muhammad Soekarni dan Jusmaliani, “Kemiskinan dan Pengangguran Solusi Islami,”
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan XIII (1) 2005, h. 135.
tinggalnya yang notabene, meskipun tinggal ditengah-tengah kota tetapi masih
ada saja rumah yang bertembokan bilik, beralas tanah, dan atapnya belum
menggunakan genteng. Ini dikarenakan masyarakat yang berada pada angka
kemiskinan, merupakan masyarakat yang tidak mampu bersaing dalam
pembangunan. Maka, terciptalah kantong-kantong kemiskinan disetiap daerah dan
sudut kota.
Pembangunan secara tidak terduga memisahkan masyarakat menjadi dua
kelompok yang berbeda tajam satu dari yang lain. Ada satu kelompok yang stabil,
kuat ekonominya, terjamin masa depannya. Ada satu kelompok lain yang tidak
stabil, mudah bergeser dari satu sektor lain, cepat berpindah pekerjaan. Kelompok
inilah yang disebut massa apung.27 Mereka adalah kelompok yang paling besar.
Kehidupan ekonominya hanya berlangsung dari tangan ke mulut, semuanya habis
untuk makan dan tidak terlibat dalam ekonomi pasar.
Daerah perkotaan sudah lama dipandang sebagai pusat kemajuan dan
pembangunan, bertentangan dengan daerah pedesaan yang dianggap terbelakang
dan belum maju. Orang kota “modern” dan kaum tani “tradisional”, yang buta
berita dan melek berita, karena pemilikan media sumberdaya insani dan
sumberdaya benda, teknologi rendah versus teknologi tinggi, ekonomi subsistensi
yang tidak produktif versus produksi padat modal untuk pasar, adalah serangkaian
perbedaan yang diakui ada antara dearah perkotaan dan daerah pedesaan.28
Pesatnya pertumbuhan kota umumnya disebabkan oleh migrasi, dan hal ini
27
Parsudi Suparlan, Kemiskinan di Perkotaan (Jakarta:Yayasan Obor Indonesia, 1995), h.
75.
28
Suparlan, Kemiskinan di Perkotaan, h. 76.
melahirkan suatu masyarakat kota yang sangat kompleks menurut ukuran
kesukuan, pekerjaan serta kelompok–kelompok sosial.
C. KEMISKINAN DALAM PANDANGAN ISLAM
1.
Pengertian Miskin
Kemiskinan pada dasarnya merupakan salah satu bentuk problema yang
muncul dalam kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat di negara–negara
yang sedang berkembang. Masalah kemiskinan memang telah lama ada sejak
dahulu kala. Pada masa lalu umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena
kurang pangan, tetapi miskin dalam bentuk minimnya kemudahan atau materi.
Bila dilihat dari kehidupan modern pada saat ini, kemiskinan bisa di lihat dari
kurangnya dapat menikmati fasilitas pendidikan, pelayanan kesehatan, dan
kemudahan lainnya yang tersedia pada jaman modern.29
Masalah kemiskinan ini menuntut adanya suatu upaya pemecahan masalah
secara berencana, terintegrasi dan menyeluruh dalam waktu yang singkat. Upaya
pemecahan masalah kemiskinan tersebut sebagai upaya untuk mempercepat
proses pembangunan yang selama ini sedang dilaksanakan. Istilah kemiskinan
sebenarnya bukan merupakan suatu hal yang asing dalam kehidupan kita.
Kemiskinan yang dimaksud disini adalah kemiskianan ditinjau dari segi material
(ekonomi).
Kemiskinan dapat digolongkan dalam tiga bagian; kemiskinan struktural,
kemiskinan kultural dan kemiskinan natural. Kemiskinan struktural disebabkan
29
Ragnar Nurkse, “Pembangunan daerah dan Pemberdayaan Masyarakat,” artikel diakses
tanggal 19 Desember 2008, dari http://www.google.com
oleh kondisi struktur perekonomian yang timpang dalam masyarakat, baik karena
kebijakan ekonomi pemerintah, penguasaan faktor-faktor produksi oleh segelintir
orang, monopoli, kolusi antara pengusaha dan pejabat dan lain-lainnya. Yang pada
intinya kemiskinan struktural ini terjadi karena faktor-faktor buatan manusia.
Adapun kemiskinan kultural muncul karena faktor budaya atau mental masyarakat
itu sendiri, yang mendorong orang hidup miskin, seperti perilaku malas bekerja,
rendahnya kreativitas dan tidak ada keinginan hidup lebih maju. Sedangkan
kemiskinan natural adalah kemiskinan yang terjadi secara alami, antara lain yang
disebabkan oleh faktor rendahnya kualitas sumber daya manusia, terbatasnya
sumber daya alam dan bencana alam.
Kemiskinan struktural, yang merupakan faktor penyebab timbulnya
kemiskinan yang bertolak dari keadaan struktural sosial yang eksploratif dalam
pola hubungan atau interaksi pada institusi-institusi ekonomi, politik, agama,
keluarga, budaya, dan sebagainya.30 Maka kemiskinan yang timbul dalam suatu
masyarakat bukan semata-mata akibat dari faktor-faktor yang ada pada dirinya
sendiri, misalnya kurang pendidikan dan kurangnya kalori, melainkan sebagai
akibat dari eksploitasi.
Magnis Suseno mengatakan tentang kemiskinan struktural sebagai berikut:
“Masalah kemiskinan bukanlah akibat kehendak jelek orang miskin sendiri
(misalnya: ia malas, suka main judi) atau orang kaya (misalnya: ia pribadi rakus),
melainkan akibat struktur proses-proses ekonomi, politik (bahwa hanya
kelompok-kelompok kecil menguasai sarana-sarana produksi dan pengambilan
30
A. Suryawasita, SJ., Analisa Sosial, dalam J.B. Bonawiratman, SJ., (cd), Kemiskinan
dan pembebasan, h. 12-13.
keputusan mengenai kehidupan masyarakat), sosial (misalnya hak-hak tradisional
golongan atas), budaya (misalnya: perbedaan akses terhadap pendidikan) dan
ideologis. Bahwa masyarakat di belenggu faham-faham yang menutup-nutupi
ketidakadilan, kemiskinan, dan memperlihatkan sebagai akibat faktor-faktor
objektif jelek.”31
Kemiskinan struktural adalah sebuah kemiskinan yang hadir dan muncul
bukan karena takdir, bukan karena kemalasan, atau bukan karena nasab.
Kemiskinan jenis ini, menurut beberapa pakar adalah kemiskinan yang muncul
dari suatu usaha pemiskinan. Pemiskinan, suatu usaha untuk menciptakan jurang
semakin lebar saja antara yang kaya dengan yang miskin, yang kaya semakin
kaya, yang miskin semakin miskin. Lebih jauh kemiskinan struktural, adalah
kemiskinan yang timbul dari adanya korelasi struktur yang timpang, yang timbul
dari tiadanya suatu hubungan yang simetris dan sebangun yang menempatkan
manusia sebagai obyek. Kemiskinan struktural timbul karena adanya hegemoni
dan justru karena adanya kebijakan negara dan pemerintah atau orang-orang yang
berkuasa, sehingga justru orang yang termarjinalkan semakin termarjinalkan saja.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “miskin” diartikan sebagai
tidak berharta benda, serba kekurangan (berpenghasilan rendah). Sedangkan fakir
diartikan sebagai orang yang sangat berkekurangan atau sangat miskin. Ada yang
sebagian berpendapat bahwa fakir adalah orang yang berpenghasilan kurang dari
setengah kebutuhan pokoknya, sedangkan miskin adalah yang berpenghasilan di
atas itu, namun tidak cukup untuk menutupi kebutuhan pokoknya. Dan ada juga
31
F. Magnes Suseno, SJ., Keadilan dan Analisa Sosial : Segi-segi Etis dalam J.B.
Bonawiratman, SJ., Kemiskinan dan Pembebasan, h. 38, Ahmad Sanusi, Agama ditengah
kemiskinan, h. 28.
yang mendefinisikan sebaliknya, sehingga menurut mereka keadaan si fakir relatif
lebih baik dari si miskin.32
Menurut Soejono Soekanto, kemiskinan diartikan suatu keadaan dimana
seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf
kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental,
maupun fisiknya dalam kelompok tersebut.33
Menurut Prof. Dr. Emil Salim yang dimaksud dengan kemiskinan adalah
merupakan suatu keadaan yang dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk
memenuhi kebutuhan hidup yang pokok. Dengan istilah lain kemiskinan itu
merupakan ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan pokok, sehingga
mengalami keresahan, kesengsaraan atau kemelaratan dalam setiap langkah
hidupnya.34
Ada beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya kemiskinan,
a. Pendidikan yang terlampau rendah
Dengan adanya tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan
seseorang kurang mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan
dalam kehidupannya.
b. Malas Bekerja
Sikap
malas
merupakan
suatu
masalah
yang
cukup
memprihatinkan, karena masalah ini menyangkut mentalitas dan
kepribadian seseorang.
32
M. Quraish Shihab, “Wawasan Al-qur’an, Tafsir Mauhdu’I atas Pelbagai Persoalan
Umat,” artikel diakses tanggal 20 Desember 2008, dari http://www.google.com
33
Soejono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada,
2006), h. 320.
34
Hartomo dan Arnicun Aziz, Ilmu Sosial Dasar (Jakarta:Bumi Aksara, 2004 ), h. 329.
c. Keterbatasan sumber alam
Kemiskinan akan melanda suatu masyarakat apabila sumber
alamnya tidak lagi memberikan keuntungan bagi kehidupan mereka.
d. Terbatasnya lapangan pekerjaan
Keterbatasan
lapangan
kerja
akan
membawa
konsekuensi
kemiskinan bagi masyarakat.
e. Keterbatasan modal
Keterbatasan modal adalah kenyataan yang ada di negara yang
sedang berkembang, kenyataan tersebut membawa kemiskinan pada
sebagian besar masyarakat di negara tersebut.
f. Beban keluarga
Semakin banyak anggota keluarga akan semakin banyak pula
tuntutan beban hidup yang harus dipenuhi.35
Bagi negara–negara berkembang khususnya yang memiliki kepadatan
penduduk yang relatif tinggi dengan tingkat pendapatan perkapita rendah, maka
kemiskinan bukanlah merupakan fenomena baru. Fenomena inilah yang lebih
mempertegas garis stratifikasi dalam masyarakat. Adanya kemiskinan yang
mengalami perjalanan panjang sehingga cenderung menjadi “kemiskinan absolut”
mempengaruhi kemampuan seseorang untuk memahami permasalahan bahkan
cenderung apatis terhadap permasalahan yang dihadapi.
Melihat kemiskinan sebagai permasalahan dasar yang menyebabkan
ketidakmampuan masyarakat untuk merubah nasibnya dalam arti meningkatkan
35
Hartomo dan Arnicun Aziz, Ilmu Sosial Dasar , h. 329-331.
kesejahteraan hidupnya, maka pembangunan di bidang perekonomian merupakan
salah satu alternatif jawaban yang perlu dipertimbangkan dalam skala prioritas
utama. Dalam hal ini pembangunan ekonomi dimaksudkan sebagai kegiatan
perekonomian yang secara langsung berhadapan dengan kemiskinan, baik secara
individual maupun kemiskinan masyarakat secara umum.
Kemiskinan terjadi akibat adanya ketidakseimbangan dalam memperoleh
atau penggunaan sumber daya alam yang diistilahkan dari gambaran mengenai
pengertian dan ruang lingkup permasalahan kemiskinan seperti yang diuraikan
secara sepintas diatas, tampak bahwa permasalahan kemiskinan sangat kompleks,
karena “dalam kenyataannya kemiskinan merupakan perwujudan dari hasil
interaksi yang melibatkan kemampuan semua aspek yang dipunyai manusia dalam
kehidupannya”.36 Bahwa kemiskinan adalah suatu keadaan yang dialami oleh
seseorang atau sebagian penduduk yang hidup dalam keadaan serba kekurangan
dalam memenuhi kebutuhan hidup
yang pokok disebabkan kurangnya
kemampuan secara ekonomi. Oleh karena itu bukan hal mudah untuk
merumuskan dalam suatu definisi dan struktur untuk menetapkan batasannya.
2.
Kemiskinan dalam Islam
Sejak awal sejarahnya, pergaulan hidup dalam masyarakat manusia telah
mengenal adanya si Kaya dan si Miskin. Kedua macam golongan ini merupakan
unsur pokok dari setiap lingkungan masyarakat, sumber kehidupan duniawi
berputar terus antara dua kutubnya, yakni kutub kekayaan dan kutub kemiskinan.
Dan itulah kenyataan hidup di sepanjang sejarah dunia kita ini. Ajaran Islam tidak
36
Suparlan, Kemiskinan diPerkotaan, h. 13.
dapat berbuat lain kecuali menghadapi kenyataan yang sudah membudaya
sebelumnya. Pada jaman dulu, si Kaya tidak saja memiliki harta benda yang
banyak tetapi juga memiliki budak rampasan atau budak belia yang banyak serta
istri–istri yang tanpa batas.
Suatu ukuran yang pasti untuk menentukan batas kemiskinan memang
tidak mudah karena pada tiap lingkungan tertentu dan pada tiap kurun waktu
tertentu kepentingan dan kebutuhan manusia dan masyarakat berbeda. Seseorang
didalam lingkungan masyarakatnya sudah digolongkan kaya, namun dilingkungan
lain ia masih digolongkan miskin. Demikian pula suatu masyarakat yang dianggap
kaya dibandingkan masyarakat lain ia masih dianggap miskin. Sekalipun
demikian, dilingkungan tiap masyarakat kedua unsur pokoknya, si Miskin dan si
Kaya, tetap saja ada. Maka berdasarkan gambaran diatas, kaya dan miskin itu
relatif adanya. Ajaran Islam yang dijabarkan dalam fiqih melihat tiga faktor yang
terkaitan dengan masalah kemiskinan seseorang: pertama, harta benda yang
dimiliki secara sah berada ditempat (mal mamluk hadhir), kedua, mata
pencaharian (pekerjaan) tetap, yang dibenarkan oleh hukum (al-kasb al-halal),
ketiga, kecukupan (al-kifayah) atau kebutuhan hidup yang pokok.37
Selanjutnya, dalam literature hukum Islam, istilah kemiskinan atau
“miskin” dibedakan dengan “fakir” mengenai perbedaan kedua istilah tersebut,
dari hasil telaah kitab fiqih, Ali Yafie membuat rumusan definisi miskin adalah
mereka yang memiliki harta benda/pencaharian atau kedua–duanya hanya
menutupi seperdua atau lebih dari kebutuhan pokok. Sedangkan yang disebut fakir
37
Ali Yusuf, Menggagas fiqih sosial : dari soal lingkungan hidup, asuransi hingga
ukhuwah, cet. ke III. (Bandung:Mizan, 1995), h. 165.
ialah mereka yang tidak memiliki sesuatu harta benda atau tidak mempunyai mata
pencaharian tetap atau mempunyai harta benda tetapi hanya menutupi kurang
seperdua kebutuhan pokoknya.38
Sedangkan dalam bahasa Arab, kata “miskin” terambil dari kata sakana
yang berarti diam atau tenang, sedangkan faqir dari kata faqr yang pada mulanya
berarti tulang punggung. Faqir adalah orang yang patah tulang punggungnya,
dalam arti bahwa
beban yang dipikulnya
sedemikian berat sehingga
“mematahkan” tulang punggungnya. Sebagai akibat dari tidak adanya definisi
yang dikemukakan Al-qur’an untuk kedua istilah tersebut, para pakar Islam
berbeda pendapat dalam menetapkan tolak ukur kemiskinan dan kefakiran. Alqur’an dan hadits tidak menetapkan angka tertentu lagi sebagai ukuran
kemiskinan, sehingga yang dikemukakan di atas dapat saja berubah.39
Seperti diungkapkan dalam Al-qur’an surat Al Dzurriyat ayat 19 :
Artinya : “Dan pada harta–harta mereka ada hak untuk orang fakir–miskin yang
meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian (maksudnya : orang
miskin yang tidak meminta)”.(QS. Al-Dzurriyat: 19)
Selain itu Yusuf Qardhawi, seorang ulama kontemporer, berpendapat :
“Menurut pandangan Islam, tidak dapat dibenarkan seseorang yang hidup
di tengah masyarakat Islam, sekalipun Ahl Al-dzimmah (warga negara non-
38
Ali Yafie, Islam dan Problematika Kemiskinan Pesantren (Jakarta:P3LM, 1986), h. 6.
M. Quraish Shihab, “Wawasan Al-qur’an, Tafsir Mauhdu’I atas Pelbagai Persoalan
39
Umat.”
muslim), menderita lapar, tidak berpakaian, menggelendang (tidak bertempat
tinggal) dan membujang.”40
Dalam surat Al-Baqarah ayat 177 menyatakan pula, bahwa :
Artinya : …Kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat –
malaikat, kitab-kitab, nabi - nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada
kerabatnya, anak-anak yatim, orang – orang miskin, musafir ( yang memperlukan
pertolongan ) dan orang – orang yang meminta – minta, dan ( memerdekakan )
hamba sahaya, mendirikan shalat dan menunaikan zakat…(QS. Al-Baqarah: 177)
Disebutkan juga dalam Al-qur’an surat Hud ayat 6, Allah s.w.t bersabda :
“Tidak suatu binatang pun di bumi ini, melainkan atas Allah sajalah rezekinya”.
Allah telah menyediakan rezeki untuk makhluk, untuk manusia. Manusia bekerja
untuk mendapatkan itu. Manusia tidak boleh berpangku tangan. Sudah nasib saya
tidak mendapat rezeki, sudah nasib saya menjadi orang miskin. Maka, Allah
berfirman lagi dalam hal ini. “Allah itulah yang membuat bumi untukmu guna
ditundukkan. Maka berjalanlah kamu ke segenap penjuru bumi itu dan makanlah
dari rezeki Allah.”41 Surat ini menjelaskan, bahwa setiap manusia diberikan rezeki
40
M. Quraish Shihab, “Wawasan Al-qur’an, Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan
Umat.”
41
Ibrahim Lubis, Agama Islam Suatu Pengantar (Jakarta:Ghalia Indonesia, 1984), h. 577.
pada jalannya sendiri. Dan itu tergantung bagaimana manusia bisa mencari jalan
untuk mendapatkan rezeki tersebut.
Lain pendapat para ulama Imam Mazhab yaitu Hanafi dan Maliki
berpendapat bahwa orang miskin dalam Islam adalah orang-orang yang
keadaannya (ekonominya) lebih buruk dari orang fakir. Sedangkan Hambali dan
Syafi’i orang fakir adalah orang yang keadaan ekonominya lebih buruk dari orang
miskin, karena yang dinamakan fakir adalah orang-orang yang tidak mempunyai
sesuatu, atau orang yang tidak mempunyai separuh dari kebutuhannya.42 Dan para
ulama Mazhab juga berpendapat bahwa golongan yang berhak menerima zakat itu
sebanyak delapan. Semuanya itu sudah disebutkan dalam surat Al-Taubah ayat
60, seperti berikut:
Artinya : Sesungguhnya zakat itu hanya untuk orang-orang yang fakir, miskin,
pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang kuat hatinya, orang yang
memerdekakan hamba, orang-orang yang mempunyai hutang, orang-orang yang
berjuang di jalan Allah, dan orang-orang yang sedang berada dalam
perjalanan.(QS.Al-Taubah:60)
Lain halnya yang dijelaskan oleh Bradly R. Schiller bahwa kemiskinan
adalah ketidaksanggupan untuk mendapatkan barang – barang dan pelayanan yang
memadai untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan sosial yang terbatas.43
42
Muhammad Jalad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab (Jakarta:Basrie Press, 1991), h. 239.
Djamaluddin Ahmad al-Bury, Problematika Harta dan Zakat (Jakarta:PT Bina Ilmu,
1975), h. 177.
43
Budayawan Mangunwijaya menyatakan bahwa kemiskinan timbul karena
struktur. “Mereka itu sebenarnya bukan orang miskin, tetapi dibuat miskin oleh
suatu struktur”. Kemiskinan boleh jadi sudah disepakati sebagai masalah sosial,
tetapi apa yang menyebabkannya dan bagaimana mengatasinya tergantung pada
ideologi yang dipergunakannya. Orang menjadi miskin, karena ia tidak mau
bekerja keras, boros, tidak mempunyai rencana, kurang memiliki jiwa wiraswasta,
fatalitas, tidak ada hasrat berprestasi dan sebagainya. Orang–orang miskin adalah
kelompok sosial yang mempunyai budaya tersendiri–culture of poverty.44
Definisi tentang kemiskinan menurut Nabil Subhi Ath–Thawil adalah
tiadanya
kemampuan
untuk
memperoleh
kebutuhan–kebutuhan
pokok.
Kebutuhan–kebutuhan itu dianggap pokok karena ia menyediakan batas
kecukupan minimum untuk hidup manusia yang layak dengan tingkatan
kemuliaan yang dilimpahkan Allah atas dirinya.45
Dr. Muhammad Abdul Qodir Abu Faris memberikan pengertian bahwa
miskin adalah orang yang memiliki pekerjaan dan penghasilan hanya bisa
menutupi setengah lebih sedikit dari kebutuhan.46
Kemiskinan dan keterbelakangan yang telah berjalan dalam rentang waktu
yang panjang, memastikan bahwa gejala–gejala yang ada tidak cukup diterangkan
sebagai realitas keterbatasan lapangan kerja, pendapatan, pendidikan, dan
kesehatan masyarakat. Ini sudah menjadi realitas sistem/struktur dan tata nilai
44
Sri-Edi Swasono, Sekitar Kemiskinan dan Keadilan : Dari Cendikiawan kita tentang
Islam (Jakarta:Penerbit Universitas Indonesia, 1988), h. 23-24.
45
Nabi Subhi Ath-Thawil, Kemiskinan dan Keterbelakangan di Negara-negara Muslim,
cet I. Terjemahan Muhammad Bagir (Bandung:Mizan, 1985), h. 36.
46
Muhammad Abdul Qodir abu Faris, Kajian Pemberdayaan Zakat (Semarang:Penerbit
Dina Utama, 1983), h. 1.
masyarakat, suatu realitas budaya. Tata nilai dan sistem/struktur sosial ekonomi
serta perilaku dan kecenderungan aktual yang telah terbiasa dengan kemiskinan
ini, bukan saja menyebabkan mereka yang miskin untuk tetap miskin. Keadaan ini
membuat keluarga masyarakat tersebut miskin terhadap kemiskinan itu sendiri.47
Dapat disimpulkan, Al-qur’an telah mewajibkan kita untuk memberi harta
kepada fakir miskin guna memenuhi kebutuhan hidup, memberi makan, serta
berbuat baik terhadap mereka. Sebagaimana Al-qur’an telah mewajibkan kepada
fakir miskin untuk tetap komitmen dan sabar dengan petunjuk Allah, tetap
berusaha untuk mencari rizky dan berusaha untuk bersedekah sesuai
kemampuannya, serta tidak membunuh anak–anak mereka karena kepikiran atau
takut akan kemiskinan.
47
Adi Sasono, “Islam di Indonesia”, dalam M. Amien Rais, ed., Suatu Ikhtiar Mengaca
Diri, cet ke-4. (Jakarta:PT RajaGrafindo Persada, 1994), h. 99-100.
BAB III
PROGRAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI PERKOTAAN (P2KP)
A. SEJARAH
Masalah kemiskinan di Indonesia saat ini dirasakan sudah sangat
mendesak untuk ditangani. Khususnya di wilayah perkotaan, salah satu ciri umum
dari kondisi fisik masyarakat miskin adalah tidak memiliki akses prasarana dan
sarana dasar lingkungan yang memadai, dengan kualitas perumahan dan
permukiman yang jauh dibawah Standart kelayakan dan mata pencaharian yang
tidak menentu.
Program penanggulangan kemiskinan yang dimulai sejak pelita pertama
sudah menjangkau seluruh pelosok tanah air. Upaya itu telah menghasilkan
perkembangan yang positif namun demikian, krisis moneter dan ekonomi yang
melanda indonesia sejak tahun 1997 telah mengecilkan arti berbagai pencapaian
pembangunan tersebut.
Krisis tersebut pada satu sisi telah menimbulkan lonjakan pengangguran
dan dengan cepat meningkatkan kemiskinan dipedesaan dan perkotaan karena itu,
krisis juga telah menyadarkan kita bahwa pendekatan yang dipilih dalam
penanggulangan kemiskinan perlu dikoreksi atau diperkaya dengan upaya untuk
mengokohkan keberdayaan institusi komunitas agar pada masa berikutnya upaya
penanggulangan kemiskinan dapat dijalankan sendiri oleh masyarakat secara
mandiri dan berkelanjutan.
Sehubungan dengan itu, dibutuhkan suatu program penanggulangan
kemiskinan yang mampu memperluas prospek dan pilihan untuk dapat hidup dan
berkembang dimasa depan, khususnya bagi masyarakat miskin diperkotaan.
Program
tersebut
diperlukan
untuk
mendukung
lebih
lanjut
program
penanggulangan kemiskinan yang telah berjalan seperti IDT (Inpres Desa
tertinggal) atau baru berjalan seperti PPK (Program Pengembangan Kecamatan)
yang sasarannya di pedesaan.
Pemerintah Indonesia, melalui Departemen Pekerjaan Umum, telah
melakukan berbagai upaya penanganan masalah kemiskinan di perkotaan. Salah
satu diantaranya ialah Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP)
yang dilaksanakan sejak tahun 1999. Pada awalnya dilaksanakan dalam rangka
penanggulangan kemiskinan sebagai akibat krisis ekonomi tahun 1997–1998 dan
kemudian berkembang menjadi krisis multidimensi.
Program yang dilaksanakan diperkotaan ini menganut pendekatan
pemberdayaan (empowermen) sebagai suatu syarat menuju pembangunan yang
berkelanjutan (sustainable development). Kegiatan ini tidak hanya bersifat
strategis karena dalam kegiatan ini disiapkan landasan berupa institusi masyarakat
yang menguat bagi perkembangan masyarakat dimasa mendatang.
Pendekatan P2KP dilandasi oleh kesadaran bahwa akar masalah
kemiskinan dan kekurangberhasilan dalam pembangunan adalah akibat kondisi
masyarakat yang belum berdaya. Ketidakberdayaan tercermin dalam sikap masa
bodoh, tidak peduli, tidak percaya diri, mengandalkan bantuan pihak luar untuk
mengatasi masalahnya, tidak mandiri, serta memudarnya orientasi moral dan
nilai–nilai kemanusiaan dan prinsip–prinsip kemasyarakatan serta prinsip
pembangunan berkelanjutan.
Pemahaman terhadap akar penyebab masalah kemiskinan tersebut
menyadarkan kita bahwa pendekatan dan cara penanggulangan kemiskinan yang
bersifat parsial, sektoral dan charity mengakibatkan salah sasaran, menciptakan
benih–benih fragmentasi sosial, dan melemahkan modal sosial masyarakat
(gotong royong, musyawarah, keswadayaan dan lain-lain). Melemahnya modal
sosial pada gilirannya mendorong pergeseran perubahan perilaku masyarakat yang
semakin jauh dari semangat kemandirian, kebersamaan dan kepedulian untuk
mengatasi persoalannya secara mandiri, bersama dan berkelanjutan.
Pengertian P2KP sendiri adalah program pemberdayaan masyarakat
dengan tujuan agar kedepannya masyarakat dapat menolong dirinya sendiri.48
Pendekatan pemberdayaan dalam P2KP dilaksanakan melalui penguatan
kelembagaan masyarakat sebagai embrio atau pondasi bagi terbentuknya
kelembagaan lokal yang dapat menjadi lembaga perantara untuk dapat
menjangkau lembaga formal. Untuk itu diperlukan partisipasi serta peran aktif
pemerintah dalam pelaksanaan P2KP untuk menumbuhkan iklim kondusif bagi
upaya pemberdayaan masyarakat miskin.
Dari hasil pelaksanaanya, tampak perkembangan yang positif, khususnya
dalam terwujudnya kelembagaan masyarakat lokal mandiri, yakni Badan
Keswadayaan Masyarakat (BKM). Badan ini dipercaya sebagai pengelola dana
Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) dan sebagai pemeduli terhadap kemiskinan
48
Tim Persiapan P2KP Pusat, Pedoman Umum Manual Proyek Penanggulangan
Kemiskinan di Perkotaan (P2KP), cet ke 2. (Jakarta:Sekretariat P2KP Pusat, 1999), h. 24.
di komunitasnya. Membangun kelembagaan masyarakat yang mengakar perlu
dilakukan, agar setelah masa program P2KP berakhir, upaya penanggulangan
kemiskinan di perkotaan dapat dijalankan sendiri oleh masyarakat.
Meskipun demikian, evaluasi pelaksanaan P2KP maupun kajian refleksi
kritis yang dilakukan secara intensif serta masukan–masukan dari berbagai pihak
selama ini, disadari bahwa masih terdapat berbagai hal yang belum diakomodasi
dalam konsep dan strategi pelaksanaan P2KP yang ada saat ini, sehingga
memerlukan penyempurnaan–penyempurnaan lebih lanjut.
Penyempurnaan tersebut ditekankan pada keyakinan dasar P2KP bahwa
persoalan kemiskinan sebenarnya hanya dapat ditanggulangi oleh masyarakat
sendiri yang mampu bersinergi dengan pemerintah daerah dan kelompok peduli
setempat. Sehingga cukup jelas bahwa faktor kapasitas dan kesiapan masyarakat
dan pemerintah daerah menempati posisi yang sangat strategis dalam penyiapan
kemandirian dan keberlanjutan upaya–upaya penanggulangan kemiskinan maupun
pembangunan lingkungan perumahan dan permukiman.
Guna mendukung peningkatan kapasitas dan kesiapan masyarakat
tersebut, strategi pelaksanaan P2KP dititikberatkan pada proses pemberdayaan
dan pembelajaran masyarakat serta pemerintah daerah agar mampu melakukan
proses transformasi sosial dari masyarakat miskin/tidak berdaya menjadi
masyarakat berdaya, dari masyarakat berdaya menjadi masyarakat mandiri dan
akhirnya dari masyarakat mandiri mampu menuju masyarakat madani (civil
society).
Terwujudnya tatanan masyarakat madani inilah yang menjadi pondasi
yang kokoh bagi terjaminnya kemandirian dan berkelanjutan upaya–upaya
masyarakat, yang selain mampu menanggulangi masalah kemiskinan di
wilayahnya secara efektif, juga mampu membangun kondisi lingkungan
permukiaman di wilayahnya yang lebih baik, pro poor, sehat, dan lestari.49
B. VISI, MISI, dan STRUKTUR ORGANISASI
Mengingat bahwa Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
(P2KP) adalah landasan dan pemicu tumbuhnya gerakan pembangunan
berkelanjutan dalam penanggulangan kemiskinan di perkotaan maka diperlukan
rumusan visi dan misi yang jelas sehingga dapat dipakai sebagai acuan perilaku
dan arahan bagi semua pelaku P2KP maupun bagi pihak (stakeholders) dalam
mengembangkan program – program kemiskinan di wilayahnya.
Visi adalah suatu gambaran kondisi masa depan yang lebih dan ideal,
tetapi dapat dicapai oleh suatu organisasi atau program. Visi harus dapat
menggambarkan perbaikan kondisi sekarang, membangkitkan harapan dan
kebanggaan organisasi, kelompok dan bahkan orang–perorang. Visi P2KP
dimaknai sebagai suatu keinginan mencapai kondisi masyarakat kota yang tertib
dan sejahtera melalui upaya penanggulangan kemiskinan, pemberdayaan dan
kemandirian masyarakat secara berkelanjutan melalui penguatan institusi lokal,
bantuan dana bergulir dan fasilitas pendampingan. Visi P2KP adalah mewujudkan
masyarakat
49
madani melalui peningkatan kemandirian, partisipasi masyarakat
Bulu Pedoman P2KP-3. Oktober 2005. h. 1.
untuk mengatasi persoalan kemiskinan secara berkelanjutan dalam lingkungan
permukiman sehat, produktif dan lestari. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat
miskin dan meningkatkan kesempatan kerja.
Di lain pihak misi merupakan pernyataan tentang organisasi yang
diwujudkan dalam produk atau pelayanan, misalnya memberi robot pada suatu
organisasi atau program, apakah tujuan itu sudah mencakup hal yang luhur dan
memiliki wawasan yang luas dan mendalam, disinilah misi menjembatani
program dengan kondisi dari depan yang diupayakan untuk diproyeksikan. Misi
P2KP adalah pemberdayaan dan membangun masyarakat mandiri yang mampu
menjalin kebersamaan dan senergi dengan pemerintah maupun kelompok peduli
setempat dalam menanggulangi kemiskinan secara efektif melalui pendekatan
kesadaran sosial, pendapatan dan pemeliharaan lingkungan.50 Serta mampu
mewujudkan terciptanya lingkungan permukiman yang tertata, sehat, produktif
dan berkelanjutan.
Fungsi P2KP adalah memfasilitasi masyarakat serta pemerintah daerah
untuk mampu menangani akar penyebab kemiskinan secara mandiri dan
berkelanjutan. Dalam hal ini, P2KP meyakini bahwa pendekatan untuk
mewujudkan proses perubahan perilaku masyarakat adalah melalui pendekatan
pemberdayaan atau proses pembelajaran masyarakat dan penguatan kapasitas
untuk mengedepankan peran pemerintah daerah dalam mengapresiasi dan
mendukung kemandirian masyarakat.
50
Konsultan Manajemen Wilayah (KMW) P2KP Satuan Wilayah Kerja (SWK) III,
Konsep untuk UPK Diktat Pelatihan Pengembangan Unit Pengelola Keuangan (UPK), (Bandung :
LPPM UNINUS, 2001), h. 1.
P2KP bertujuan mempercepat upaya penanggulangan kemiskinan melalui
hal- hal berikut :
a. Penyediaan dana pinjaman untuk pengembangan kegiatan usaha
produktif dan pembukaan lapangan kerja baru,
b. Penyediaan dana hibah untuk pembangunan prasarana dan sarana dasar
lingkungan yang secara langsung maupun tidak langsung dapat
menunjang butir a di atas,
c. Peningkatan kemampuan perorangan dan keluarga miskin melalui
upaya bersama berlandaskan kemitraan, yang mampu menumbuhkan
usaha-usaha baru yang bersifat produktif dengan berbasis pada usaha
kelompok,
d. Penyiapan, pengembangan, dan kemampuan kelembagaan masyarakat
dalam melaksankan program pembangunan,
e. Pencegahan menurunnya kualitas lingkungan, melalui upaya perbaikan
prasarana dan sarana lingkungan.51
Azas P2KP
Dalam penyelengaraan P2KP, semua pihak terkait harus menjunjung
tinggi dan berpedoman pada azas-azas sebagai berikut :
a. Keadilan
b. Kejujuran
c. Kesetaraan kaum laki-laki dan perempuan
d. Kemitraan
51
Tim Persiapan P2KP Pusat, Pedoman Manual Proyek Penanggulangan Kemiskinan di
Perkotaan (P2KP), cet ke-2., hal 2.
e. Kesederhanaan.52
Prinsip P2KP
Setiap pihak yang terkait dan terlibat dalam pelaksanaan P2KP harus pula
bertindak dengan mengingat prinsip-prinsip berikut :
a. Demokrasi
b. Partisipasi
c. Transparansi
d. Akuntabilitas
e. Desentralisasi. 53
Pada dasarnya Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan adalah
Program Pemerintah Indonesia dalam rangka penanggulangan kemiskinan
masyarakat di perkotaan. Untuk menyelenggarakan program tersebut, maka
ditunjuk Departemen Pekerjaan Umum yang dalam pelaksanaannya bekerja sama
dengan berbagai instansi di tingkat pusat maupun daerah.
Struktur organisasi program menggambarkan pola penanganan program
secara menyeluruh dari pusat sampai dengan daerah yang akan dijelaskan berikut
ini :
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas
menetapkan Surat Keputusan Tentang Tim Pengarah dan Tim Pelaksana inter
Departemen Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP).
52
Konsultan Manajemen Wilayah (KMW) P2KP Satuan Wilayah Kerja (SWK) III,
Konsep untuk UPK Diktat Pelatihan Pengembangan Unit Pengelola Keuangan (UPK), h. 2.
53
Konsultan Manajemen Wilayah (KMW) P2KP Satuan Wilayah Kerja (SWK) III,
Konsep untuk UPK Diktat Pelatihan Pengembangan Unit Pengelola Keuangan (UPK), h. 2.
Tim
Pengarah
P2KP
diketuai
oleh
Deputi
Bidang
Koordinasi
Penanggulangan Kemiskinan, Ketenagakerjaan dan Usaha Kecil Menengah, serta
wakilnya adalah Deputi VI Menko Kesra dan Direktur Jenderal Cipta Karya
Departemen PU. Tim pengarah beranggotakan unsur–unsur seperti dari Bappenas,
Kantor Menko Kesra, Departemen PU, Depdagri, Departemen Keuangan, Kantor
Koperasi
dan
UKM,
Deperindag,
Biro
Pusat
Statistik
dan
Komite
Penanggulangan Kemiskinan (KPK) Nasional.
Tim Pengarah Inter Departemen akan didukung Tim Pelaksana Inter
Departemen, yang diketuai oleh Direktur Penanggulangan Kemiskinan Bappenas
serta Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan Ditjen Cipta Karya
Departemen PU selaku wakil ketua. Secara operasional, tim pengarah dan tim
pelaksana inter Departemen akan dibantu oleh Kelompok Kerja P2KP Nasional
(Pokja P2KP Nasional) yang beranggotakan eselon III dari departemen–
departemen terkait. Departemen Pekerjaan Umum (PU) adalah lembaga
penyelenggara Program (Executing agency) P2KP ini. Oleh sebab itu, Departemen
PU melalui Direktorat Jenderal Cipta Karya bertanggungjawab terhadap
keseluruhan penyelenggaraan Program P2KP. Sebagai lembaga penyelenggara
Program P2KP, Departemen PU di bawah arahan Tim Pengarah dan Tim
Pelaksanaan Inter Departemen.
Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen PU membentuk Satuan Kerja
Sementara Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (SKS P2KP), yang
dipimpin oleh seorang Kepala yang membawahi beberapa staf. Kepala SKS
P2KP, dibantu juga Pejabat yang melakukan tindakan yang mengakibatkan
Pengeluaran
Anggaran
Belanja
P2KP,
mendapat
mandat
penuh
serta
bertanggungjawab langsung kepada Dirjen Cipta Karya Departemen PU dalam
melaksanakan tugas–tugas keproyekan P2KP. Satker Sementara (SKS) P2KP
akan
dibantu
oleh
konsultan
advisory
(advisory
consultant)
yang
bertanggungjawab mengawal/menjaga substansi konsep P2KP dan menyusun
pedoman–pedoman P2KP, baik pedoman umum, pedoman teknis maupun
pedoman pelaku serta pedoman–pedoman yang memuat konsep–konsep dasar
berkaitan pelaksanaan P2KP, misalnya pelatihan, sosialisasi, komunitas belajar,
exit strategy, PAKET, dan lain-lain.
Untuk pelaksanaan lapangan, SKS P2KP mengontrak Konsultan
Manajemen Pusat (KMP) yang bertindak atas nama SKS P2KP sesuai dan
kewenangan yang diberikan SKS P2KP, untuk melakukan manajemen program
secara menyeluruh termasuk mengendalikan Konsultan Manajemen Wilayah
(KMW) yang akan bertugas di setiap satuan wilayah kerja (SWK). Di tiap SWK,
akan ditangani oleh satu KMW yang berkantor di wilayah bersangkutan dan
dipimpin oleh seorang Team Leader, yang bertindak sebagai Koordinator SWK
dengan dibantu oleh beberapa tenaga ahli. Team leader KMW juga dibantu oleh
koordinator kota yang bertanggungjawab untuk menangani kurang lebih 50
kelurahan sasaran atau 5 tim fasilitator. Koordinator kota berkedudukan di
kota/kabupaten yang ditetapkan KMW sesuai kapasitas kelurahan sasaran dan
dapat dibantu oleh beberapa tenaga sub–professional sesuai kebutuhan.
Di tingkat kecamatan, pada setiap sekitar 5 hingga 10 kelurahan akan
didampingi oleh Tim Fasilitator yang sekurangnya terdiri dari seorang Fasilitator
Senior dan 4 Fasilitator. Jumlah anggota tim fasilitator akan disesuaikan untuk
lokasi yang jumlah kelurahannya lebih banyak dan lokasi yang dianggap cukup
terpencil, sesuai ketetapan Kepala SKS P2KP. Tim Fasilitator ini akan
bertanggungjawab langsung ke KMW.
Disamping itu di setiap kelurahan, warga masyarakat diharapkan dapat
mendorong dan memberikan kesempatan seluas mungkin kepada relawan–
relawan, yang nantinya melalui pendampingan dan penguatan kapasitas oleh tim
fasilitator, diharapkan mampu membantu masyarakat dalam melaksanakan proses
dan kegiatan P2KP secara benar sesuai dengan pedoman P2KP. Relawan–relawan
ini adalah orang–orang yang peduli, komitmen dan ingin memberikan konstribusi
nyata bagi perbaikan kesejahteraan masyarakat miskin dan warga rentan atau
tertinggal (kelompok marjinal) yang ada disekitarnya, melalui keterlibatan aktif
dan konstruktif dalam pelaksanaan P2KP di wilayahnya.
C. PROGRAM-PROGRAM SOSIAL DAN EKONOMI
Untuk menanggulangi persoalan kemiskinan struktural maupun yang
diakibatkan oleh krisis ekonomi, pemerintah memandang perlu untuk memberikan
bantuan kepada masyarakat miskin diperkotaan melalui P2KP. Kegiatan ini
tidak hanya bersifat reaktif terhadap keadaan darurat yang dialami, namun juga
bersifat strategis karena dalam kegiatan ini disiapkan landasan berupa institusi
masyarakat yang menguat bagi perkembangan masyarakat dimasa mendatang.
Bantuan kepada masyarakat miskin ini diberikan dalam bentuk dana yang
dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan yang diusulkan masyarakat dan
dalam bentuk pendampingan teknik yang diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan
itu. Dana bantuan P2KP merupakan dana hibah dan pinjaman yang disalurkan
kepada kelompok-kelompok swadaya masyarakat (KSM) secara langsung dengan
sepengetahuan penanggungjawab operasional kegiatan (PJOK) yang ditunjuk dan
sepengetahuan warga masyarakat setempat melalui kelembagaan masyarakat yang
dibentuk. Dana tersebut dapat dimanfaatkan sebagai modal usaha produktif,
pembangunan prasarana dan sarana dasar lingkungan serta pengembangan sumber
daya masnusia.
Dalam arus pendanaan kepala PMU akan bertanggung jawab pada
aktivitas tingkat pusat dan PJOK akan bertanggungjawab dalam proses
administrasi BLM. PJOK akan mengajukan surat permintaan pembayaran (SPP)
kepada kantor KPKN setempat, yang selanjutnya menerbitkan surat perintah
membayar (SPM) kepada Bank Indonesia setempat. Bank Indonesia akan
menyalurkan dana P2KP ke masing–masing rekening BKM di Bank yang
ditunjuk BKM.
Untuk tata cara pencairan dana, pemerintah Indonesia melalui Bank
Indonesia membuka Rekening Khusus (RK) dalam mata uang Dollar amerika
(USD). RK adalah atas nama Ditjen. Anggaran Departemen Keuangan. Pencairan
dana dari RK mengikuti tata cara Financial Management Reporting (FMR).
Dana yang dipergunakan untuk modal usaha produktif merupakan dana
pinjaman bergulir yang pengelolahannya dilakukan oleh masyarakat melalui suatu
wadah yang dibentuk oleh masyarakat. Dibantu oleh Konsultan Managemen
Wilayah (KMW). Wadah dimaksud merupakan kelembagaan masyarakat yang
disebut BKM, yang beranggotakan para tokoh masyarakat dan perwakilan KSM,
serta warga.
Sementara dana untuk pembangunan prasarana dan sarana dasar
lingkungan merupakan dana hibah yang tidak perlu dikembalikan, Namun
masyarakat harus menunjukkan kesanggupan dan tanggungjawab untuk dapat
melakukan pemeliharaan serta pengembangan lebih lanjut. Dana hibah ini
diprioritaskan kepada jenis–jenis prasarana dan sarana yang dapat memberikan
dampak langsung kepada peningkatan dan pendapatan masyarakat. Pembangunan
prasarana dan sarana yang dimaksud disni dapat berupa pembangunan yang baru
dan perbaikan yang lama.
Pengelolahan seluruh kegiatan, baik pengembangan usaha maupun
pembangunan sarana dan prasarana, pada prinsipnya dilakukan oleh masyarakat
sendiri, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai pemeliharaan semuanya
dilakukan dengan pendekatan bertumpu pada kelompok. Pendekatan semacam ini
menuntut adanya partisipatif aktif masyarakat. Pelaksanaan kegiatan ini sedapat
mungkin bersifat padat karya dan diarahkan untuk meningkatkan kemampuan
masyarakat serta memperkuat kelembagaannya.54
Dalam program sosial maupun ekonomi, P2KP menyediakan dukungan
untuk mendanai kegiatan pengembangan atau pemberdayaan masyarakat serta
penguatan kapasitas dalam rangka mengedepankan peran pemerintah daerah,
termasuk diantaranya adalah penguatan peran dan fungsi Komite Penanggulangan
Kemiskinan Daerah (KPK-D), mengembangkan Komunitas Belajar Perkotaan
54
Tim Persiapan P2KP Pusat, Pedoman Umum Manual Proyek Penanggulangan
Kemiskinan di Perkotaan (P2KP), cet ke-2., h. 2.
(KBP), dan menumbuh-kembangkan kemitraan sinergis dengan masyarakat, agar
mampu bekerja sama secara lebih efektif dalam penanggulangan kemiskinan di
wilayah setempat sesuai prinsip dan nilai universal di P2KP.
Dana–dana yang didapatkan untuk mendanai kegiatan/program sosial
maupun ekonomi tersebut, berasal dari BLM (Bantuan Langsung Masyarakat).
Substansi makna dana BLM sesungguhnya merupakan media pembelajaran
masyarakat untuk terus membangun kapital sosial dan menumbuhkan nilai–nilai
universal kemanusiaan maupun prinsip–prinsip kemasyarakatan sehingga pada
gilirannya
akan mampu menyelesaikan persoalan sosial, ekonomi dan
lingkungan/permukiman mereka. Lebih dari itu, Komponen Dana BLM diadakan
juga dengan tujuan membuka akses bagi masyarakat miskin ke sumber dana yang
dapat langsung digunakan oleh masyarakat miskin untuk upaya–upaya
penanggulangan kemiskinan.
Dana BLM juga merupakan dukungan stimulant P2KP yang dapat
digunakan secara fleksibel oleh masyarakat untuk berbagai upaya pembelajaran
penanggulangan kemiskinan, sesuai dengan PJM dan Renta Pronangkis (Program
Penanggulangan Kemiskinan) yang telah disepakati oleh seluruh masyarakat
kelurahan setempat. Jenis–jenis kegiatan dapat ditentukan sendiri oleh masyarakat
melalui
rembug
warga,
dengan
tetap
memperhatikan
keselarasan
dan
keberlanjutan pembangunan (aspek tridaya) sesuai kebutuhan masyarakat
sebagaimana layaknya pembelajaran pada konteks realita.
Pada dasarnya dana BLM dapat digunakan secara cukup luwes dengan
berpedoman kepada PJM Pronangkis, pembelajaran aspek Tridaya dan
kesepakatan serta kearifan warga sehingga hasilnya dapat benar–benar
memberikan manfaat berkurangnya kemiskinan di tempat bersangkutan.55
Lokasi sasaran penerima bantuan dari P2KP difokuskan pada satuan
pemukiman. Satuan pemukiman mempunyai makna yang penting mengingat
disinilah muncul kebersamaan dan kesepakatan atas dasar kepentingan yang sama.
Selain itu, pada satuan - satuan pemukiman terkonsentrasi pula berbagai kegiatan
sosial, ekonomi, dan fisik dengan kepranataan sosialnya sendiri. Oleh karenanya,
satuan pemukiman perlu dilihat sebagai areal yang memungkinkan adanya
integrasi berbagai kegiatan, termasuk integrasi berbagai kegiatan pembanguan
sektoral.
Satuan hunian dipilih berdasarkan kriteria sebagai berikut :
1. Keberadaan satuan pemukiman tidak terlepas dari fungsi-fungsi
sekitarnya serta struktur fisik prasaran dan saran yang merupakan
bagian dari sistem struktur yang lebih besar. Oleh karena itu satuan
pemukiman perlu memperhatikan berbagai kondisi sosial, ekonomi,
fisik maupun fungsional.
2. Seluruh kota (besar, sedang, kecil) dapat dijadikan lokasi sasaran
P2KP. Namun untuk tahap pertama, lokasi sasaran P2KP dibatasi dan
ditetapkan berdasarkan hasil pengolahan data dan pemetaan kelurahankelurahan miskin yang beralokasi di kota.
Kegiatan pembangunan prasarana/sarana lingkungan yang manfaatnya
langsung dinikmati sebagian besar warga kelurahan bersangkutan, seperti
55
Buku Pedoman P2KP-3. hal 40.
jembatan, jalan, perbaikan sekolah, fasilitas kesehatan, sanitasi dan lainnya yang
telah di identifikasi melalui Pronangkis berbasis pemetaan swadaya.
Program ekonomi yang merupakan pinjaman bergulir untuk kegiatan
prasarana yang bersifat individual, misalnya perbaikan rumah maupun sarana
rumah tangga yang berkaitan dengan lingkungan permukiman dan kegiatan sosial
yang bersifat individual, misalnya beasiswa dan pelatihan untuk warga miskin.
Pinjaman untuk Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang membutuhkan
dana untuk kegiatan yang terkait usaha produktif dari anggota–angotanya, dengan
batas maksimal pinjaman pertama kali bagi setiap anggota KSM adalah Rp
500.000,-. Sedangkan batas maksimal pinjaman untuk tahap berikutnya adalah
Rp 2.000.000,-. Hal ini dimaksudkan sebagai proses pembelajaran masyarakat
sekaligus memperkuat orientasi sasaran P2KP, yakni masyarakat miskin. Oleh
karena itu, pada tahap berikutnya diharapkan KSM–KSM dan anggota–
anggotanya yang telah meningkatkan kesejahteraannya dimaksud dapat dilayani
oleh koperasi atau UPE (Unit Pengelola Ekonomi) yang difasilitasi BKM dan
juga dapat mengakses lembaga keuangan formal di sekitarnya.56
Diawali dengan program sosial, yang dimana serangkaian kegiatan
tahapan pembelajaran masyarakat, dimulai dari belajar membangun kebersamaan
pada saat rembug kesiapan masyarakat, belajar mengevaluasi penyebab
kemiskinan yang bertumpu pada perilaku dan sikap, belajar merumuskan
keinginan secara riil sesuai dengan kondisi obyektif yang ada dan potensi yang
dimilikinya, belajar bersinergi dan mengorganisir dalam lembaga yang mengakar
56
Buku Pedoman P2KP-3. hal 41.
dan representative, belajar membuat program kemiskinan dan pembangunan
diwilayahnya, belajar melakukan kegiatan bersama yang dilandasi perubahan
perilaku dan sikap, serta proses–proses belajar lainnya.
Beberapa kegiatan yang termasuk dalam komponen pengembangan
masyarakat (sosial), antara lain mencakup:
1. Rembug atau Musyawarah Kesepakatan Masyarakat
2. Pengorganisasian Masyarakat
3. Perencanaan Partisipatif Menyusun PJM dan Renta Pronangkis
4. Komunitas Belajar Kelurahan (KBK)
Dalam
tingkatan
berkelanjutan,
peran
pemerintah
daerah
akan
dikedepankan untuk dapat membangun kemandirian dalam menanggulangin
kemiskinan dan mewujudkan pembangunan keberlanjutan yang berbasis nilai–
nilai serta prinsip–prinsip universal. Pemerintah daerah akan didorong peran
aktifnya sebagai pelaksana dalam penyelenggaraan lokakarya dan kegiatan P2KP
ditingkat daerah serta melakukan peran–peran koordinasi, monitoring dan
supervisi.
Kegiatan/program sosial merupakan bantuan santunan untuk fakir miskin,
orang jompo, anak yatim piatu dan lain–lainnya, yang bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan mereka yang termiskin dari masyarakat miskin
(termasuk dimungkinkan penggunaan untuk beasiswa, perbaikan rumah kumuh,
pelayanan kesehatan dan lainnya). Mengingat masyarakat termiskin dari
kelompok masyarakat miskin adalah sasaran utama P2KP, maka sebagian dana
BLM
harus
dialokasikan
untuk
memberikan
santunan
dan
sekaligus
membangkitkan kepedulian dan kegiatan amal dari lapisan masyarakat yang lebih
beruntung untuk terlibat dalam gerakan amal ini.
Dalam
program
ekonomi/lingkungan
serta
sosial,
setelah proses
pembelajaran di masyarakat menanggulangi kemiskinan dilakukan praktek
langsung di lapangan oleh masyarakat sendiri dengan melaksanakan apa yang
sudah direncanakan. Maka harapannya adalah dengan adanya dana stimulant
BLM. Baik dari Pemerintah pusat, daerah, atau dari chanelling/pihak swasta yang
saling bekerjasama untuk menanggulangi kemiskinan di daerahnya.
BAB IV
PERAN P2KP DAN PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT
MISKIN KOTA
A. PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT MISKIN
Permasalahan kemiskinan di Indonesia cukup kompleks. Fakta yang
dikeluarkan Badan Pusat Statistik Pusat (BPS) per maret 2006. tercatat, jumlah
penduduk miskin di Indonesia sebesar 39,05 juta jiwa atau 17,75 % dari jumlah
penduduk. Angka pengangguran terbuka sebesar 10,9 juta jiwa atau 10,3 % dari
total angkatan kerja (data BPS agustus 2006)57.
Untuk meningkatkan efektivitas
penciptaan
lapangan
kerja,
pemerintah
penanggulangan
meluncurkan
kemiskinan
Program
dan
Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri mulai tahun 2007. Dr. Ir. Sujana
Royat, DEA, Deputi Bidang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Menko
Kesra menyatakan, melalui PNPM Mandiri dirumuskan kembali mekanisme
upaya penanggulangan kemiskinan yang melibatkan unsur masyarakat , mulai dari
tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi.58
PNPM Mandiri yang dicanangkan oleh Presiden RI pada 30 April 2007 di
Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah. Adalah program pemersatuan yang
sebelumnya sudah ada pada setiap Departemen dan dikerucutkan dalam payung
PNPM Mandiri untuk dapat mengorganisirkan agar lebih mudah. Sekarang, P2KP
lebih dikenal sebagai PNPM Mandiri Perkotaan. PNPM Mandiri mulai
57
Diambil dari data BPS tahun 2006
“Peluncuran PNPM Mandiri,” Koran Seputar Indonesia, 12 Desember 2008, h. 14.
58
dilaksanakan tahun 2007 dengan anggaran Rp 3,15 triliun dengan lokasi sasaran
33.000 desa/kelurahan di 2.788 kecamatan di 33 provinsi. Pada tahun 2008, lakosi
sasaran PNPM Mandiri diperluas mencakup 3.999 kecamatan dengan anggaran
sebesar Rp 7,14 triliun.
Sumber pendanaan P2KP berasal dari APBN kementerian atau lembaga,
baik berupa rupiah murni maupun pinjaman dan hibah luar negeri yang
dialokasikan untuk bantuan teknis dan BLM (Bantuan Langsung Masyarakat),
Pinjaman Bank Dunia melalui Third Urban Poverty Project IDA-Credit, APBD
Propinsi, APBD Kota/Kabupaten, dan dukungan dari berbagai lembaga donor
yang dikoordinasikan melalui fasilitas pendukung P2KP.
Sejak dicanangkan oleh Presiden RI, PNPM Mandiri Perkotaan atau P2KP
telah mencapai sasaran sebanyak 34 propinsi, 240 kabupaten/kota, 1120
kecamatan, dan 6406 kelurahan. Dengan rincian P2KP-1, 6 propinsi, 64
kabupaten/kota, 681 kecamatan dan 2621 kelurahan. Yang dilaksanakan dari
tahun 1999–2004, yang tersebar di wilayah Pantura Pulau Jawa, Kabupaten dan
Kota Bandung, D.I Yogyakarta, Kabupaten dan Kota Malang. P2KP-2, 13
propinsi, 80 Kabupaten/kota, 210 kecamatan dan 2059 kelurahan. Yang
dilaksanakan dari tahun 2004-2008, tersebar di wilayah Pulau Kalimantan
(kecuali Kalimantan timur), Sulawesi, Nusa Tenggara Barat dan Pulau Jawa
bagian selatan. Sedangkan P2KP-3, 15 propinsi, 96 kabupaten/kota, 229
kecamatan dan 1726 kelurahan. Yang dilaksanakan dari tahun 2005-2011, tersebar
di wilayah Sumatera, Kalimantan Timur, NTT, Maluku, Maluku Utara, Papua
Barat dan Papua. Dengan jumlah PAGU dana BLM yang dimanfaatkan pada
P2KP-1 sebesar 758.250 juta dan P2KP-2 sebesar 451.000 juta.59 Sedangkan
untuk P2KP-3 total jumlah PAGU untuk dana BLM yang diserap sebesar 492.800
juta.60
Peran serta pemerintah daerah (Pemda) dalam menanggulangi kemiskinan
di wilayahnya. Dalam memberikan PAKET (Penanggulangan Kemiskinan
Terpadu) yang merupakan salah satu komponen Program P2KP sebagai suatu
upaya proses pembelajaran untuk membangun dan melembagakan “kemitraan”
antara masyarakat dengan pemerintah kota/kabupaten dan kelompok peduli
setempat (LSM, perguruan tinggi, pihak swasta, perbankan dan lain–lainya) dalam
rangka terwujudnya sinergi upaya penanggulangan kemiskinan.61
Melalui komponen PAKET diharapkan juga dapat terbangun dan
melembaga proses konsultatif antara ketiga pilar pembangunan (pemerintah,
masyarakat,
swasta/kelompok
peduli)
di
tingkat
kota/kabupaten
dalam
penanggulangan kemiskinan. Dalam hal ini, PAKET hanya sekedar stimulan
untuk membantu dan mempercepat proses kemitraan yang mulai ditumbuhkan
oleh masyarakat sendiri.
Bagi masyarakat, terutama BKM, komponen PAKET juga dimaksudkan
sebagai proses pembelajaran untuk mengakses dan menggalang berbagai sumber
daya maupun sumber dana yang dimiliki pemerintah kota/kabupaten atau
kelompok peduli setempat (channeling), sehingga diharapkan dapat lebih
59
Buku Info P2KP, edisi februari 2007 h. 10-12.
Buku Info P2KP, h. 1.
61
Pedoman Umum P2KP-3. Direktorat Jenderal Cipta Karya, Departemen Pekerjaan
Umum. Oktober 2005 h. 44.
60
mengoptimalkan
kemandirian
dan
keberlanjutan
upaya
penanggulangan
kemiskinan62.
Agar
masyarakat
(BKM)
mampu
bermitra
dengan
pemerintah
kota/kabupaten dan kelompok peduli setempat, maka prasyarat utama adalah
masyarakat (BKM) memiliki kredibilitas yang menjamin kepercayaan dari
berbagai pihak. Hal ini menunjukkan bahwa hanya BKM yang berdaya, yang
memiliki peluang lebih besar untuk dapat berpartisipasi aktif dalam proses
channeling dari program–program yang ada, khususnya melalui PAKET.
Komponen PAKET P2KP akan mengalokasikan dana stimulan yang dapat
digunakan untuk keperluan membiayai kegiatan yang direncanakan secara
partisipatif serta diusulkan oleh BKM berdaya bekerjasama dengan dinas
pemerintah kota/kabupaten atau sebaliknya. Selain itu, Program PAKET pada
dasarnya harus ditempatkan sebagai sarana pembelajaran kemitraan antara
masyarakat dengan pemerintah daerah dan kelompok peduli setempat. Dengan
demikian, pelaksanaan dan capaian PAKET dapat dilihat pada kebutuhan rasa
kebersamaan dan kemitraan antara masyarakat dengan pemerintah daerah dan
kelompok peduli, baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan maupun sumber
dana terhadap kegiatan pembangunan di wilayahnya.63
Alokasi dana PAKET P2KP kepada pemerintah kota/kabupaten terseleksi
akan dilakukan melalui mekanisme penganggaran yang biasa dilakukan
pemerintah pusat kepada pemerintah kota/kabupaten. Jumlah alokasi dana
PAKET untuk masing–masing kota/kabupaten diinformasikan secara terbuka,
62
Pedoman Umum P2KP-3, h. 44.
Pedoman Umum P2KP-3, h. 45.
63
sehingga dapat diketahui oleh seluruh lapisan masyarakat secara transparan.
Jumlah
dana
PAKET
yang
telah
dialokasikan
untuk
masing–masing
kota/kabupaten sasaran tersebut meurpakan jumlah maksimum yang dapat
dimanfaatkan. Dana PAKET bersifat “stimulan” sebesar 30% sampai 50% dari
pendanaan kegiatan yang diusulkan dan dikelola oleh panitia kemitraan.64
Besaran PAGU anggaran untuk PAKET P2KP pada setiap kota/kabupaten
berkisar antara 6 milyar rupiah. Dari jumlah tersebut, dibagi dalam 3 tahapan.
Untuk tahun pertama 1,5 milyar rupiah, tahun kedua 2 milyar rupiah, dan tahun
ketiga 2,5 milyar rupiah. Jumlah tersebut, dapat dimanfaatkan oleh masyarakat
semaksimal mungkin.
Dalam pemberdayaan ekonomi di masyarakat, P2KP memberikan
masyarakat berupa bantuan modal usaha berupa dana pinjaman bergulir yang
dapat diakses oleh masyarakat melalui KSM–KSM yang telah terbentuk. Dana–
dana tersebut merupakan dana hibah untuk masyarakat yang dapat terus
digulirkan secara berkelanjutan di masyarakat.
Masyarakat diberi berbagai pilihan untuk mengentaskan kemiskinan
melalui kegiatan ekonomi P2KP. Salah satunya, melalui pemberian pinjaman
bergulir dengan tujuan meningkatkan pendapatan masyarakat miskin. Pinjaman
bergulir disediakan bagi kelompok masyarakat miskin yang memilih peluang
bisnis menguntungkan dan kapasitas membayar memadai, Namun tidak
mempunyai akses ke institusi kredit atau program lainnya.
64
Pedoman Umum P2KP-3, h. 46-47.
Dikatakan bergulir karena dana untuk pinjaman ini terbatas. Karenanya,
pemberian pinjaman oleh Unit Pengelola Keuangan (UPK) kepada Kelompok
Swadaya Masyarakat (KSM) diberikan bergantian sesuai dengan ketersediaan
dana. Jika dana belum mencukupi, KSM yang layak memperoleh pinjaman masuk
dalam daftar tunggu. Selain itu, untuk dapat menggeliatkan perekonomian BKM.
Maka dari dana yang dipinjam oleh masyarakat, dikenakan bunga sebesar 1-2%.
Kegunaan bunga tersebut, selain untuk membantu biaya operasional BKM dapat
juga untuk menambahkan modal usaha pinjaman bergulir pada masyarakat yang
memerlukan.
B. P2KP DAN PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT MISKIN KOTA
DI BOGOR
1.
Program
Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) merupakan
salah satu program pemerintah yang bertujuan memberdayakan masyarakat,
khususnya kaum dhuafa atau masyarakat miskin. Gerakan penanggulangan
kemiskinan tersebut dilakukan secara terpadu antara tiga pilar pembangunan,
yaitu pemerintah, swasta, dan masyarakat yang berorientasi pada kemandirian dan
berkelanjutan.
Pada dasarnya, tidak ada seorangpun didunia ini yang dilahirkan miskin
atau kaya, kedua hal itu baru timbul kemudian melalui serentetan sebab akibat.
Tidak jarang seseorang yang tinggal ditengah keluarga dilingkungan yang miskin
dalam pertumbuhannya menjadi kaya, atau sebaliknya tidak jarang seseorang
dilahirkan dari keluarga kaya kemudian hari menjadi miskin, itulah realitas
kehidupan yang tidak dapat dipungkiri.
Secara sadar telah kita ketahui bersama, bahwa kemiskinan merupakan
masalah yang sangat kompleks. Karena tidak hanya berkenaan dengan tingkat
pendapatan yang rendah tetapi juga berkenaan dengan tingkat pendidikan dan
kesehatan fisik yang rendah serta kurang mampu memberdayakan potensi sumber
daya manusia dan alam yang terdapat disekelilingnya. Oleh karena itulah, upaya
penanggulangan
kemiskinan
harus
benar-benar
dilaksanakan
dengan
komprehensif dan mencakup keseluruhan aspek kehidupan masyarakat serta
dilaksanakan dengan terpadu dan berkelanjutan.
Menurut Ginanjar Kartasasmita dalam pembangunan untuk rakyat
memadukan pertumbuhan dan pemerataan mengatakan bahwa stabilitas ekonomi,
sosial dan politik, pertumbuhan penduduk yang terkendali dan lingkungan hidup
yang terjaga kelestariannya merupakan kondisi yang diperlukan untuk menjamin
kelangsungan pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan. Karena program
penanggulangan kemiskinan hanya dapat berjalan dengan baik dan efektif apabila
suasana tentram, aman, dan stabil telah tercipta.65
Strategi dasar gerakan pemberdayaan bagi masyarakat miskin diawali
dengan perubahan perilaku individu maupun kolektif dengan cara membangun
kesadaran kritis. Untuk itu, kelompok masyarakat miskin tidak boleh dipandang
sebagai faktor penghambat pembangunan dan dimarjinalkan. Kaum miskin harus
65
Ginanjar Kartasasmita, Pembangunan untuk rakyat Memadukan Pertumbuhan dan
Pemerataan (Jakarta:CIDES, 1996), h. 242.
ditempatkan sebagai salah satu potensi yang sangat penting untuk diberdayakan
dan dikembangkan ke arah yang lebih maju dan mandiri.
Salah satu wujud pembelajaran luar biasa yang dapat diambil dari kegiatan
penanggulangan kemiskinan di perkotaan adalah bentuk sinergi antara
masyarakat, pemerintah, swasta, LSM, perguruan tinggi serta kelompok peduli
lainnya. Semua orang bisa ikut serta dalam penanggulangan kemiskinan tanpa
membedakan jenis kelamin dan usia. Bentuk bantuan pun tidak terbatas materi,
tetapi bisa juga gagasan, partisipasi serta komitmen bersama.
Masyarakat diberi berbagai pilihan untuk mengentaskan kemiskinan
melalui kegiatan ekonomi P2KP. Salah satunya, melalui pemberian pinjaman
bergulir dengan tujuan meningkatkan pendapatan masyarakat miskin. Pinjaman
bergulir disediakan bagi kelompok masyarakat miskin yang memilih peluang
bisnis menguntungkan dan kapasitas membayar memadai, Namun tidak
mempunyai akses ke institusi kredit atau program lainnya.
Dikatakan bergulir karena dana untuk pinjaman ini terbatas. Karenanya,
pemberian pinjaman oleh Unit Pengelola Keuangan (UPK) kepada Kelompok
Swadaya Masyarakat (KSM) diberikan bergantian sesuai dengan ketersediaan
dana. Jika dana belum mencukupi, KSM yang layak memperoleh pinjaman masuk
dalam daftar tunggu.
Pembayaran kembali pinjaman merupakan syarat utama keberlangsungan
pelayanan pinjaman. Semakin tertib peminjam membayar kembali serta semakin
tinggi pembayaran kembali atau repayment rate UPK, maka semakin banyak
KSM yang terlayani dan semakin besar jumlah pinjaman yang bisa diterima.
Dari sumber–sumber pendanaan yang didapatkan, komponen–komponen
program digunakan untuk keperluan sebagai berikut : Pemberdayaan masyarakat
dan pengembangan kapasitas dalam rangka mengedepankan Pemerintah Daerah.
Dalam penggunaan biaya–biaya kegiatan pemberdayaan masyarakat dan
pengembangan kapasitas untuk mengedepankan peran pemerintah daerah pada
dasarnya didanai dari sumber dana Bank Dunia, yaitu berupa pendampingan tim
fasilitator, lokakarya dan pelatihan masyarakat. Pemerintah pusat, pemerintah
propinsi dan pemerintah kota/kabupaten juga mengalokasikan dana dari sumber
APBN dan APBD masing–masing untuk beberapa kegiatan pelatihan dan
lokakarya yang diperuntukkan bagi pengembang kapasitas para pihak yang ada di
wilayah kerja masing–masing.66
Selain itu, program–program yang mencakup lingkungan di masyarakat
adalah BLM (Bantuan Langsung Masyarakat) pada masyarakat miskin yang
langsung diterima oleh masyarakat tanpa adanya potongan sedikitpun. Melalui
BKM (Badan Keswadayaan Masyarakat), dana–dana yang didapat langsung
masuk ke rekening bersama yang dimiliki oleh BKM, yang diwakilkan oleh tiga
orang perwakilan pengurus/pemimpin kolektif BKM. Dana–dana tersebut sudah
mendapatkan porsi bagian–bagian untuk langsung disalurkan kepada masyarakat
yang berhak melalui KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat) yang dibentuk oleh
masyarakat itu sendiri.
Dana Bantuan Langsung ke Masyarakat (BLM) bersumber pada dana
pinjaman dari Bank Dunia, sementara Pemerintah Indonesia (Pusat, Propinsi dan
66
Pedoman Umum P2KP-3, Hal 98
Kota/Kabupaten) mengalokasikan dana untuk Biaya Operasional Program,
termasuk BOP PJOK dan BOP Kelurahan. 67
Proses pengolahan program atau proyek ini bersifat sentratik, karena
pemerintah daerah hanya dilibatkan pada tahap pelaksanaan program (proyek)
melalui alokasi dana dari pemerintah pusat. Dan yang diberikan pemerintah pusat
diserahkan dan dicairkan kepada kelompok masyarakat dan tidak akan
dikembalikan lagi kepada pemerintah. Dana ini menjadi dana abadi yang harus
tetap bergulir didaerah perkotaan yang dijadikan sasaran proyek dan tidak
dialihkan untuk kepentingan lain diluar wilayah sasaran proyek dan diluar
kepentingan masyarakat. Dana yang diberikan adalah modal usaha untuk
digunakan bagi kegiatan sosial ekonomi yang produktif yang diharapkan dapat
menguntungkan, berkembang, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dalam kegiatan ekonomi, masyarakat mendapatkan bantuan berupa dana
untuk modal usaha. Dana tersebut disalurkan dari BKM melalui KSM–KSM
ekonomi yang dibentuk oleh masyarakat. Kegiatan ekonomi tersebut merupakan
ekonomi bergulir, dimana para KSM ekonomi peminjam mendapatkan bantuan
berupa uang sebesar Rp. 500.000,- minimal dan bisa lebih banyak untuk per orang
per kepala keluarga. Dari dana tersebut, KSM penerima manfaat/pinjaman dapat
menggunakan uang tersebut untuk mengembangkan usahanya. Kemudian, KSMKSM tersebut diberikan jangka waktu untuk dapat mengembalikan dana tersebut,
untuk dapat digulirkan atau dipinjamkan kembali kepada penerima manfaat yang
belum mendapatkannya. Biasanya, jangka waktu pengembalian dana tersebut
67
Pedoman Umum P2KP-3, Hal. 98
selama 10 bulan. Dan dengan bunga sebesar 1–2 %. Bunga ini gunanya untuk
memberikan pemasukan kepada BKM melalui Unit Pengelola Keuangan (UPK)
sebagai dana intensif bagi juru tagih dari para peminjam.
Bunga yang didapat dari hasil pinjaman bergulir tersebut, selain untuk
dana intensif dapat juga merupakan modal bagi BKM untuk dapat menggerakan
dan menambahkan modal untuk membantu perguliran selanjutnya. Agar
perekonomian dimasyarakat dapat terus bergeliat dan berkembang.
2.
Restrukturisasi
P2KP merupakan satu bagian yang tidak dapat terpisahkan dari PNPM
Mandiri Nasional, oleh sebab itu perngelolaan program ini juga merupakan bagian
dari pengelolaan program nasional PNPM Mandiri yang telah diatur sebagaimana
mestinya.
Dalam proses perkembangan yang terdapat didalam tubuh P2KP itu
sendiri, pembelajaran yang terdapat pada tingkatan masyarakat sangat membantu
dalam perbaikan dan perkembangan P2KP kedepannya. Arti restrukturisasi adalah
perubahan–perubahan suatu struktur dimana hal–hal yang merupakan penghambat
bagi keberhasilan suatu program perlu lebih disederhanakan dan atau perlu
diperbaharui, agar pola berjalannya kegiatan dapat berjalan dengan lancar dan
sesuai.
Pada dasarnya Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP)
adalah Program Pemerintah Indonesia dalam rangka penanggulangan kemiskinan
masyarakat di perkotaan. Maka dari itu, untuk menyelenggarakan Program
tersebut,
maka
ditunjuk
Departemen
Pekerjaan
Umum
yang
dalam
pelaksanaannya bekerja sama dengan berbagai instansi di tingkat pusat maupun
daerah. Lebih dari itu, Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP)
ini dirancang sebagai gerakan bersama yang terpadu dalam penanggulangan
kemiskinan melalui proses pemberdayaan masyarakat dan pemerintah daerah.
Pemberdayaan ini memerlukan keterlibatan berbagai pihak antara lain pemerintah,
swasta, dan warga masyarakat luas. Semua pihak diharapkan dapat menjalankan
peran dan tanggungjawab dengan baik dalam memampukan masyarakat sebagai
pelaku utama pembangunan.
Secara umum struktur P2KP–PNPM MP sudah cukup memadai, namun
bila diamati kembali perlu adanya restrukturisasi untuk dapat lebih memperlancar
dan mempermudah dalam pelaksanaan program ini, sebagaimana yang tercantum
pada lampiran bagan 1
Dalam struktur organisasi yang ada, diperlukan adanya efisiensi struktur
organisasi agar perencanaan dan kordinasi dapat berjalan lebih efektif, lancar, dan
tidak berbelit–belit serta dapat menghemat waktu dan mempermudah pelaksanaan.
Perlunya pengurangan dan pemangkasan birokrasi agar diharapkan dapat
memperbaiki kinerja sebelumnya.
Seperti apabila dapat kita lihat pada bagan. Pada tingkatan propinsi, satker
non-vertical PBL seharusnya dapat dihilangkan. Karena, dengan adanya struktur
pada bagian tersebut. Maka dapat mengurangi beban pengendalian dan dapat
menghemat yang ada. Sebaiknya, satker non vertical PBL tersebut disatukan atau
dileburkan dengan Bapepeda Propinsi/PU propinsi. Karena, pada tingkatan
propinsi keberadaan satker dalam memfasilitasi sangatlah lama. Apalagi bila
keberadaan satker propinsi tersebut berada di Ibukota propinsi. Maka, untuk setiap
kegiatan yang memerlukan difalitasi oleh satker propinsi, sangatlah banyak
membuang energi dan waktu. Oleh sebab itu, dalam pelaksanaan dilapangannya
tertunda karena lamanya proses berlangsung. Selanjutnya, untuk tingkatan
kabupaten atau kota. Sebaiknya tetap diadakan, karena pada tingkatan tersebut
merupakan koordinasi dan difasilitasi secara langsung pada tingkatan yang paling
bawah.
Sebaiknya, satker pada tingkatan propinsi dapat dirangkap oleh satker
pada tingkatan Kabupaten atau Kota. Hal ini agar lebih dapat menyederhanakan
birokrasi serta pengendalian dan memfasilitasi agar tidak berbelit–belit dan lebih
efisien. Serta untuk dapat lebih meningkatkan peran serta masyarakat dalam
melaksanakan program ini.
Selain itu, untuk tingkatan pada masyarakat. Sebaiknya peran serta
perempuan dalam kepengurusan lembaga–lembaga yang ada agar lebih
ditingkatkan dan ditambah jumlahnya. Bila pada sebelumnya jumlah perempuan
dewasa minimal 30% dari jumlah penduduk. Maka sebaiknya jumlah tersebut
dinaikkan menjadi 40%. Ini dimaksudkan agar peranan perempuan dimasyarakat
dapat turut serta dalam pembangunan daerahnya. Karena dalam kenyataannya,
wanita dapat lebih peka dalam menyikapi keadaan lingkungan disekitarnya. Selain
daripada itu, perempuan bisa dapat lebih aktif ketimbang laki – laki karena wanita
lebih banyak memiliki waktu luang dan perempuan dapat menjadi lebih cerdas,
sehingga bisa dapat mandiri, lebih berdaya dalam mengelola rumah tangganya.
3.
Kekurangan, Kelebihan, dan Tantangan
Secara struktural organisasi P2KP mencakup seluruh pihak yang
bertanggungjawab dan terlibat dalam pencapaian tujuan P2KP yaitu meliputi
unsur pemerintahan dan konsultan pendamping, adalah kewajiban kita secara
bersama untuk mensukseskan secara mutlak program ini baik dari masyarakat
level penerima bantuan maupun dari seluruh perangkat, institusi terkait adalah
tantangan dari kedua belah pihak untuk lebih meningkatkan manfaat dan hasil
nyata dari program ini yaitu :
1. Mendidik masyarakat untuk lebih komunikatif dalam menyampaikan
aspirasi, keinginan,harapan, dan kebutuhan mereka.
2. Perangkat kelurahan/pendamping lebih aktif dalam mencari data,
menggugah masyarakatnya untuk terbuka, tidak malu/gengsi dalam
menyampaikan kekurangan yang mereka hadapi, melaporkan bila ada
warga yang benar – benar tidak mampu dan memerlukan bantuan.
3. Masyarakat
harus
cerdas
dalam
memilih
perangkat
BKM
dilingkungannya, karena BKM merupakan ujung tombak kepercayaan
masyarakat dalam mengemban tugas dan amanah dari/dan untuk
masyarakat. Kejujuran, transparan/keterbukaan adalah hal terpenting
yang harus dimiliki oleh perangkat BKM, ikhlas dan kesungguhan
dalam melaksanakan tugas merupakan syarat mutlak bagi perangkat
BKM, karena mereka merupakan jalur tumpuan harapan masyarakat
dalam solusi pemecahan masalah–masalah yang ada dimasyarakat.
Oleh karena itu, pemimpin yang baik lahir dari para pemilih yang
cerdas.
4. Konsultan pendamping/fasilitator harus lebih meningkatkan kunjungan
agar terjalin komunikasi yang lebih baik dan berkesinambungan.
Kendala–kendala yang mereka hadapi dapat terdeteksi sedini mungkin
sehingga segera diatasi dengan cepat dan tepat.
Masih terdapatnya kendala–kendala yang terjadi dilapangan dalam
menjalankan program tersebut. Dikarenakan, ada beberapa sasaran yang belum
tepat pada masyarakat yang membutuhkan, meskipun persentasinya kecil sekali.
Kadang kala, pemberdayaan dimasyarakat belum bisa berjalan sepenuhnya
dikarenakan banyaknya program–program yang saling tumpang tindih antara satu
dengan lainnya. Sebagai contoh : masuknya program P2KP dikelurahan A yang
memberikan bantuan berupa perbaikan rumah warga yang rusak atau jalan
lingkungan. Kadang kala diklaim sebagai BLOKGREN. Yang dimana P2KP
dikerjakan oleh BKM (masyarakat) sedangkan BLOKGREN dikerjakan oleh
pemerintah kota melalui dinas terkait atau LPM.
Adakalanya pemberdayaan masyarakat belum bisa berjalan sepenuhnya
karena banyak program–program yang tidak berjalan sebagaimana yang diharapan
masyarakat. Memang tidak ada yang sempurna didunia ini, namun sebagai
manusia yang tercipta sempurna, mempunyai akal budi maka kita wajib
menggunakan serta memanfaatkan anugrah Tuhan tersebut. Dalam hal ini sebagai
manusia berakal kita harus mencari titik lemah dan menemukan solusinya.
Seperti apa yang diungkapkan oleh Bapak Suherlan, dia mengatakan
masih banyak kekurangan dalam program ini seperti kurangnya transparansi
penggunaan dana melalui BKM dan KSM. Yang sebenarnya telah diberikan
amanah oleh masyarakat. Walaupun tidak menutup kemungkinan kita cepat
mengambil pemikiran negatif kepada para petugas dilapangan. Dia pun
memberikan gambaran dalam sebuah kuitansi kosong yang diberikan kepada para
penerima manfaat. Walaupun tidak dapat dipungkiri lagi, dia sebagai penerima
manfaat mengatakan, :
“Saya merasakan sekali bantuan berupa barang bangunan, seperti semen,
batako, pasir, triplek, kaso, dan lain–lain. Tetapi bila dihitung–hitung kembali,
semua barang tersebut bila dilihat dari anggaran sebesar Rp 3.800.000,- tidak
semuanya dimanfaatkan atau tersalurkan. Apalagi saya hanya menerima kuitansi
kosong. Selain itu, dalam pembelian barang. Saya sebagai penerima bantuan tidak
diajak langsung dalam pembeliannya. Jadi saya hanya terima barang beres.
Tinggal pengerjaannya.”68
Seperti yang digambarkan pada tabel indikator dibawah ini ;
Tabel 1. Keberhasilan Ekonomi dan Pembangunan
No
1
2
3
4
Indikator
Penghasilan
Kondisi rumah
Pembiayaan Pendidikan
Pembiayaan Kesehatan
Sebelum
- Rp. 550.000,- Tembok dari bilik
- langit2 tidak ada
- relatif
- relatif
Sesudah
- Rp. 700.000,- Tembok batako
- langit2 sudah ada
- relatif lebih mudah
- relatif lebih mudah
Seperti yang tergambar pada tabel diatas, selain mendapatkan bantuan
berupa renovasi rumah. Dia juga mendapatkan pinjaman untuk modal usaha untuk
membuka usaha playstation, sebelumnya dia berpenghasilan sebulan rata-rata
Rp. 550.000,- itu juga masih dikurangi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-
68
Wawancara dengan Bapak Suherlan, penerima manfaat/bantuan P2KP, Bogor, tanggal 7
Februari 2009.
hari. Tetapi, setelah mendapat bantuan dari P2KP. Dia mendapatkan penghasilan
lebih dari usahanya tersebut.
Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Surya, dia menilai bahwasanya
kekurangan yang terdapat di P2KP adalah kurangnya transparansi dana yang
disalurkan kepada masyarakat. Seperti ungkapan yang dikatakan, :
“Waktu saya menerima bantuan dari P2KP ini, saya hanya tau terima beres
saja. Saya dikasih tahu bantuan yang saya terima dengan anggaran dana Rp
3.800.000,- saya hanya menerima berupa bahan–bahan bangunan saja. Dan tidak
diberitahukan secara terperinci berapa jumlah barang yang telah saya dapatkan.”69
Masih adanya kurang transparansi dana yang disalurkan kepada
masyarakat oleh BKM dan KSM. Ini merupakan masalah yang tidak dapat
dibiarkan begitu saja. Karena dapat melunturkan nilai–nilai luhur kemanusiaan
yang seharusnya dapat berpihak dan tidak mengurangi jatah terhadap hak setiap
masyarakat miskin.
Tidak hanya terdapat kekurangan saja, tetapi ada segi positif dan kelebihan
yang dilontarkan oleh masyarakat untuk program ini. Seperti yang diungkapkan
oleh Bapak Sulaiman (53 tahun), dia merasa bersyukur telah mendapatkan
bantuan dari P2KP untuk perbaikan rumahnya. Dalam perbincangannya dia
memberikan rasa terima kasih kepada P2KP :
“Saya sangat bersyukur, selama saya tinggal disini, baru kali ini rumah
yang telah saya tinggali selama ini menjadi lebih baik dari sebelumnya. Dulu
hanyalah berupa bilik, sekarang sudah batako/ditembok. Saya juga, sekarang
sudah tidak kuatir lagi apabila ada angin kencang dan hujan.”70
69
Wawancara dengan Bapak Surya, penerima manfaat/bantuan P2KP, Bogor, tanggal 7
Februari 2009.
70
Wawancara dengan Bapak Sulaiman, penerima manfaat/bantuan P2KP, Bogor, tanggal
7 Februari 2009.
Dalam bidang peningkatan ekonomi juga diungkapkan oleh warga
masyarakat, bahwa P2KP sangatlah membantu dalam memberikan permodalan
usaha untuk mengembangkan usaha. Seperti yang dikatakan oleh Ibu Ari (32
tahun), dia sangat terbantu sekali dalam membesarkan usaha warung dirumahnya.
“Sejak tahu bahwa ada bantuan dana untuk modal usaha, kemudian saya
mencari tahu bagaimana mendapatkan modal tersebut. Lalu setelah tahu, bahwa
P2KP juga ada kegiatan ekonomi. Maka ketika ada rembug masyarakat untuk
mendapatkan pinjaman, saya beserta beberapa ibu diajak untuk membuat KSM.
Dan alhamdulillah, dengan terbentuknya KSM itu. Saya bisa mendapatkan
bantuan modal.”71
Seperti yang digambarkan pada tabel indikator dibawah ini ;
Tabel 2. Keberhasilan Ekonomi, Pembangunan, dan Sosial
No
1
2
Indikator
Penghasilan
Kondisi rumah
3
Pembiayaan
Pendidikan
Pembiayaan
kesehatan
4
Sebelum
Rp. 650.000
- genteng bocor
- dinding hampir roboh
- belum mendapatkan
pendidikan
- untuk berobat tidak ada biaya
Sesudah
Rp. 900.000
- sudah tidak bocor
- dinding lebih kuat
- sudah dapat melalui
PAUD
- ada pengobatan gratis
setiap 1 bulan sekali
Sebelum mendapatkan bantuan dari P2KP, keadaan perekonomian ibu Ari
merupakan keluarga yang kurang mampu untuk dapat membiayai kehidupan
sehari-hari. Ini bisa dilihat pada tabel diatas dari penghasilan dia sebelum
mendapatkan bantuan dari P2KP. Dikarenakan penghasilan yang didapatkan
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya masih kurang mencukupi, maka pada saat
mendapatkan bantuan modal usaha, dia tidak menyianyiakan kesempatan tersebut
untuk membuka usaha warung. Ia sendiri memiliki 1 anak yang masih berumur 4
71
Wawancara dengan Ibu Ari, penerima manfaat/bantuan P2KP, Bogor, tanggal 7
Februari 2009.
tahun. Selain itu, untuk pembiayaan pendidikan maupun kesehatan. Setelah
masuknya program P2KP ini, dia merasakan relatif lebih mudah dari sebelumnya.
C. RESPON MASYARAKAT TERHADAP P2KP
Program pengentasan kemiskinan yang telah lama dilaksanakan oleh
pemerintah Republik Indonesia sampai sekarang merupakan salah satu wujud
nyata dari kepedulian pemerintah kepada masyarakat miskin di Indonesia.
Namun pada realitanya bentuk upaya pemerintah untuk mengentaskan
kemiskinan melalui pemberian dana bantuan kepada masyarakat miskin yang
disalurkan melalui desa atau kelurahan hanya bisa bertahan seumur jagung (tidak
lama) dan belum menghasilkan hasil yang optimal sampai sekarang.
Kegagalan berbagai program pemerintahan dalam upaya mengentaskan
kemiskinan tersebut disebabkan oleh berbagai faktor, baik uang datang dari
penerima bantuan maupun yang datang dari pihak pengelola bantuan.72
Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP), merupakan
salah satu program pemerintah yang menjadi penyempurna dari program–program
pengentasan kemiskinan yang sebelumnya, seperti Inpres Desa Tertinggal (IDT),
Program Pengembangan Kecamatan (PPK), Program Peningkatan Pendapatan
Petani Kecil (P4K), Program dalam Mengatasi Dampak krisis Ekonomi (PDMDKE), dan sebagainya, yang dinilai belum memberikan hasil yang optimal.
Situasi masyarakat kita bukan untuk diratapi, melainkan untuk dicari jalan
keluarnya. Untuk keluar dari himpitan masalah ini diperlukan perjuangan yang
gigih dan besar dari setiap komponen masyarakat. Setiap masyarakat dituntut
72
Media Partifasif, “Media Informasi Program Pengentasan Kemiskinan di Perkotaan,”
Direktorat Perumahan, No. 06-Th. 11, Edisi Juli 2001
untuk bekerja keras agar keluar dari himpitan ekonomi yang mencukupi
kebutuhan hidup sehari–hari. Karena itulah salah satu konsep strategi dalam P2KP
adalah pelaksanaan serta pengelolaan program di lapangan yang tidak diserahkan
kepada birokrasi pemerintah yang diterapkan pelaksanaannya serta yang terjadi
selama ini, melainkan diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat. Sedangkan
fungsi birokrasi yang diterapkan pelaksanaannya diharapkan lebih pada
memfasilitasi agar terjadi situasi yang kondusif, sehingga seluruh potensi
masyarakat dapat berpartisipatif aktif mengelola program ini secara maksimal.
Begitu juga respon masyarakat terhadap P2KP yang terdapat dalam
beberapa pertanyaan secara terbuka dengan mewawancarai responden secara vis a
vis..
Salah satu responden bernama Ibu Ari (32 tahun) yang bekerja sebagai
pedagang warung, dia mengetahui tentang P2KP dari Ketua RT, bahwasanya dia
mendapatkan bantuan dari P2KP berupa renovasi rumah dan sebelumnya
mendapatkan modal usaha. Dia juga mengucapkan rasa terima kasih sekali kepada
P2KP yang telah membantu dalam merenovasi rumahnya. Karena selama dia
tinggal dirumah itu selama 40 tahun, baru kali ini mendapatkan bantuan dalam
renovasi rumahnya. Seperti ditanyakan keberadaan atau pengetahuan dia tentang
program P2KP dan dia menjawab :
“Ya saya tau, itu bantuan dari pemerintah yang juga saya lihat di TV. Dan
saya sangat terbantu dengan adanya program ini, tadinya rumah saya genteng dan
langit - langitnya bocor, dinding retak. Setelah mendapatkan bantuan, rumah saya
menjadi lebih baik dan tidak bocor lagi. Sedangkan bantuannya, saya hanya
terima beres saja. Karena semua itu dikerjakan oleh P2KP.73
73
Wawancara dengan Ibu Ari.
Bantuan P2KP tidak hanya renovasi rumah tinggal, tetapi ada juga bantuan
sosial berupa perlengkapan PAUD, seragam sekolah, beasiswa untuk tingkat SD
dan SMP, dan sebagainya. Serta bantuan modal usaha untuk pembangunan
ekonomi masyarakat.
Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Surya (43 tahun) yang pekerjaannya
sehari–hari sebagai buruh. Tetapi disamping itu dia membuka usaha kecil–kecilan
berupa warung jajanan didepan rumahnya. Itupun dia menyewa tempat tersebut
untuk berjualan menyambung perekonomian rumah tangganya. Tidak menutup
kemungkinan dia ingin sekali mendapatkan bantuan modal usaha dari P2KP untuk
mengembangkan usahanya. Seperti yang dikatakannya dalam wawancara :
“Saya mengetahui adanya bantuan modal dari P2KP dari tetangga dan
pengurus. Tetapi saya belum pernah mendapatkan bantuan untuk modal ekonomi
tersebut. Saya berharap apabila bantuan untuk modal usaha ada, saya ingin
meminjamnya untuk menambah modal usaha saya.”74
Dalam
memberikan
pinjaman
modal
untuk
usaha,
masyarakat
mendapatkan bantuan berupa kredit modal kerja bergulir bagi upaya peningkatan
pendapatan secara berkelanjutan. Nantinya, modal yang diberikan tersebut akan
tetap abadi dimasyarakat dengan syarat harus terus digulirkan oleh masyarakat
untuk masyarakat itu sendiri.
Pembangunan yang terus berkelanjutan dimasyarakat, oleh masyarakat itu
sendiri didalam prinsip dasar P2KP. Maka, masyarakat dapat membangun suatu
komunitas untuk dapat mengentaskan kemiskinan didaerah sekeliling tempat
mereka tinggal. Masyarakat dapat mengetahui seluk beluk latar belakang masalah
74
Wawancara dengan Bapak Surya.
kemiskinan yang terdapat disekitarnya untuk dapat mereka atasi dengan
sendirinya.
Selain itu, ada juga masyarakat yang beranggapan bahwasanya program
P2KP ini kurang dirasakan manfaatnya. seperti yang diungkapkan oleh ibu
Nurhati (41 tahun) yang bekerja sebagai ibu rumah tangga. Dia menginginkan
bantuan yang didapat berupa bantuan sekolah untuk anaknya, BLT, dan juga
kompor gas. Sebagaimana yang dia ungkapkan dalam wawancara berikut:
“Saya ya...yang merasa, merasa. Tapi yang gak ya gak. Soalnya saya
belum pernah dapet, dan bantuan kesejahteraan juga belum dapet. Kalo
manfaatnya si…ada, tapi saya belum pernah dapet. Bagaimana yah.. Soalnya
belum pernah dapet bantuan BOS, Program Keluarga Harapan..”75
Sebenarnya, dalam mengatasi masalah kemiskinanlah. Bukanlah perkara
yang mudah. Dimana, masyarakat yang telah terbiasa menerima bantuan akan
selalu dan terus tergantung oleh pemberi bantuan. Maka, didalam P2KP ini.
Diterapkan
fungsi
membangun
masyarakat
untuk
bisa
dapat
mandiri.
Mengajarkan masyarakat, bagaimana untuk dapat peduli akan lingkungan
disekitarnya dan masalah kemiskinan.
Oleh sebab itu, masalah kemiskinan yang disebabkan baik oleh ekonomi
maupun lainnya, masyarakat miskin diajak ikut untuk berperan aktif dalam
membangun kebersamaan lingkungan disekitarnya. Agar masalah kemiskinan
dapat diatasi dengan sendirinya.
75
Wawancara dengan Ibu Nurhati, penerima manfaat/bantuan P2KP, Bogor, tanggal 7
Februari 2009.
D. TINJAUAN TENTANG P2KP DARI PERSPEKTIF ISLAM
Budayawan Mangunwijaya menyatakan bahwa kemiskinan timbul karena
struktur. “Mereka itu sebenarnya bukan orang miskin, tetapi dibuat miskin oleh
suatu struktur”. kemiskinan struktural adalah sebuah kemiskinan yang muncul
dari statu usa pemiskinan. Pemiskinan suatu usaha untuk menciptakan jurang
yang lebar antara yang kaya dengan yang miskin. Yang kaya semakin kaya, yang
miskin semakin miskin. Lebih jauh lagi, kemiskinan struktural adalah kemiskinan
yang timbul dari adanya korelasi struktur yang timpang, yang timbul dari tiadanya
suatu hubungan yang simetris dan sebangun yang menempatkan manusia sebagai
obyek. Kemiskinan struktural timbul karena adanya hegemoni dan justru karena
adanya kebijakan negara dan pemerintah atau orang-orang yang berkuasa,
sehingga justru orang yang termarjinalkan semakin termarjinalkan saja.
Kemiskinan boleh jadi sudah disepakati sebagai masalah sosial, tetapi apa
yang menyebabkannya dan bagaimana mengatasinya tergantung pada ideologi
yang dipergunakannya. Orang menjadi miskin, karena ia tidak mau bekerja keras,
boros, tidak mempunyai rencana, kurang memiliki jiwa wiraswasta, fatalitas, tidak
ada hasrat berprestasi dan sebagainya. Orang–orang miskin adalah kelompok
sosial yang mempunyai budaya tersendiri–culture of poverty.76
Didalam prinsip dasar pembangunan yang diterapkan dalam P2KP.
Pembangunan untuk masyarakat berdasarkan nilai–nilai luhur kemanusiaaan yang
harus dijunjung tinggi, ditumbuhkembangkan dan dilestarikan oleh semua pelaku
P2KP (baik masyarakat, konsultan, pemerintah, maupun kelompok peduli) dalam
76
Sri-Edi Swasono, Sekitar Kemiskinan dan Keadilan : Dari Cendikiawan kita tentang
Islam, h. 23-24.
melaksanakan P2KP adalah ; jujur, dapat dipercaya, ikhlas/kerelawanan, adil,
kesetaraan, dan kesatuan dalam keragaman. Sedangkan prinsip – prinsip yang
mengacu pada tata pemerintahan yang baik (Good Govermance) dalam
melaksanakan
P2KP
adalah;
demokrasi,
partisipasi,
transparansi
dan
akuntabilitasi, dan desentralisasi.
Selain itu, P2KP juga menganut tridaya. Yang pada dasarnya
pembangunan berkelanjutan yang tidak menimbulkan persoalan baru, bersifat adil
intra generasi dan inter generasi. Pembangunan yang berkelanjutan harus
dijunjung tinggi, ditumbuhkembangkan, dan dilestarikan oleh semua lapisan
masyarakat, baik pemerintah maupun konsultan pendamping.
Bila kita melihat kedalam, prinsip–prinsip dasar yang terdapat dalam
P2KP sudah sangatlah baik. Dimana menganut kebutuhan hak dasar didalam
masyarakat miskin dan berpihak pada kepentingan masyarakat miskin itu
sendirinya. Seperti yang diungkapkan oleh Yusuf Qardhawi, seorang ulama
kontemporer, berpendapat :
“Menurut pandangan Islam, tidak dapat dibenarkan seseorang yang hidup
di tengah masyarakat Islam, sekalipun Ahl Al-dzimmah (warga negara nonmuslim), menderita lapar, tidak berpakaian, menggelandang (tidak bertempat
tinggal) dan membujang.”77
Dapat kita lihat dari kalimat diatas, bahwasanya Islam itu tidaklah
membenarkan bila seseorang yang hidup di tengah masyarakat Islam dibiarkan
begitu saja menderita atau miskin. Maka, kita sebagai sesama saudara muslim,
77
M. Quraish Shihab, “Wawasan Al-qur’an, Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan
Umat.”
harus dan wajib membantu untuk dapat meringankan beban kehidupan saudara
kita yang miskin.
Didalam surat Al-Baqarah ayat 177 menyatakan pula, bahwa :
Artinya : ...Kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat–
malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada
kerabatnya, anak-anak yatim, orang–orang miskin, musafir (yang memperlukan
pertolongan) dan orang–orang yang meminta–minta, dan (memerdekakan)
hamba sahaya, mendirikan shalat dan menunaikan zakat .(QS.Al-Baqarah: 177)
Sebagaimana diajarkan Al-qur’an pada surat diatas. Dimana manusia
diberi kesempatan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik lagi. Menganut
keadilan, kejujuran, kesetaraan gender antara kaum laki-laki dan perempuan
dalam membangun kemitraan dan kesederhanaan bersama masyarakat yang harus
dilaksanakan dalam berkehidupan untuk kemajuan dan keberhasilan bersama.
Selain itu, peran aktif warga masyarakat untuk membangun dan
melepaskan diri dari belenggu kemiskinan sangatlah baik. Dan memerlukan
dukungan dan dorongan serta bantuan dari berbagai pihak. Tidaklah mudah
membangun kebersamaan ditengah masyarakat kota yang sekarang ini sudah
bersifat individualisme. Membaur, menjadi satu, dan bergotong-royong kembali
untuk membangun lingkungan sekitarnya.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Setelah mengemukakan hasil penelitian pada bab sebelumnya, maka
peneliti mengambil kesimpulan, bahwa kondisi dan penyebab masyarakat miskin
pada umumnya sama. Yang mana pada dasarnya diakibatkan oleh:
1. Pendidikan yang rendah,
2. Malas bekerja,
3. Keterbatasan sumber daya alam,
4. Keterbatasan lapangan pekerjaan,
5. Keterbatasan modal dan beban keluarga,
6. Kondisi masyarakat miskin yang tidak/belum terditeksi oleh pemerintah
setempat.
Berkaitan dengan hal tersebut, dan berdasarkan penelitian dilapangan,
serta upaya pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan maka peran P2KP dalam
meningkatkan ekonomi masyarakat miskin kota yaitu dengan cara pemberdayaan
dan memberikan bantuan untuk dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, ternyata
mendapatkan respon yang cukup baik. Selain tidak sulitnya untuk menerima
bantuan tersebut, masyarakat juga diajak turut serta membangun lingkungannya.
Peran P2KP dalam memberdayakan masyarakat, sudah cukup berjalan
baik. Meskipun dalam penerapannya dilapangan, masih ada kendala-kendala
seperti sulitnya masyarakat untuk berkumpul dalam pertemuan-pertemuan rutin
serta masih tingginya individualisme masyarakat.
Bantuan–bantuan yang diberikan kepada masyarakat, pada dasarnya sudah
tepat sasaran. Hanya saja dalam memberikan bantuan, sebaiknya pihak BKM
lebih transparan kepada KSM atau penerima manfaat dan diketahui oleh
masyarakat banyak. Agar tidak terdapat penilaian buruk di masyarakat dan juga
untuk menjegah terjadinya KKN. Selain itu, agar masyarakat mengetahui bahwa
bantuan yang mereka dapat itu datangnya darimana dan jumlah yang disalurkan
B. SARAN – SARAN
Dalam penelitian ini, banyak hal yang telah peneliti temukan, Namun kita
sebagai manusia biasa yang tidak pernah merasa puas dan memiliki keterbatasan
serta jauh dari kesempurnaan, maka saya ingin memberikan sedikit masukkan
serta saran untuk P2KP ini, khususnya di kota bogor. Hal ini bertujuan untuk
membangun dam memberikan kepercayaan kepada masyarakat baik dalam segi
kualitas, kinerja, serta langkah kedepannya demi mencapai masyarakat yang
mandiri membangun lingkungannya. Ada pun saran penulis kemukakan di bawah
ini, adalah merupakan hasil sharing dan pembelajaran di masyarakat dengan para
informan, adalah sebagai berikut :
1.
Kepada para Koordinator ataupun Pimkol BKM beserta UP (Unit Pengelola)
hendaknya dalam memberikan bantuan kepada masyarakat, agar lebih
terbuka dan transparan dalam pengelolaan dananya. Serta terlibat
masyarakat/penerima manfaat dalam proses pengerjaan dilapangan. Sehingga
tidak terjadi kesalahpahaman dalam mengelola dana bantuan untuk
meminimalkan
dari
dana
yang
didapatkan
agar
tidak
terdapat
penyelewengan.
2.
Pada tingkatan manajemen dan pemerintah, baik dari konsultan maupun dari
dinas terkait, sebaiknya dalam hal memfasilitasi masyarakat tidak berbelit–
belit. Supaya tidak membuang banyak waktu.
3.
Untuk masyarakat, dalam meningkatan kapasitas pembelajaran dan turut
serta aktif pembangunan dilingkungannya lebih ditingkatkan. Selain itu,
untuk kegiatan–kegiatan lingkungan, swadaya masyarakat agar diperbanyak.
Karena hal tersebut merupakan salah satu bentuk solidaritas dan kepedulian
sesama warga masyarakat dalam membangun lingkungannya.
DAFTAR PUSTAKA
Adi, Isbandi Rukminto. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan
Intervensi Komunitas : Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis.
Jakarta:Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2003.
Ahmad al-Bury, Djamaluddin. Problematika Harta dan Zakat. Jakarta:PT
Bina Ilmu, 1975.
Al-albani, M. Nashiruddin. Islam Mengentaskan Kemiskinan : Tinjauan
kritis, Analisa tentang Hadits Ekonomi. Penterjemah : M. Romlie Shofwan ElFaryani. Jakarta:PT.Buku Islam Rahmatan, 2002.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Laporan Perkembangan
Pencapaian Millennium Development Goals Indonesia 2007.
Berry, David. Pokok-Pokok Pikiran dalam Sosiologi.
Rajawali, 1983.
Jakarta:CV.
Buku Info P2KP. edisi Februari 2007.
Buku Pedoman P2KP-3. Oktober 2005.
Faisal, Sanafiah. Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta:PT. Raja
Grafindo Persada, 2007.
Hariwijaya, M. Metodologi dan Teknik Penulisan Skripsi, Tesis dan
Disertasi, untuk ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Yogyakarta:Elmatera
Publishing. 2007.
Hartomo, H. dan Arnicun Aziz. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta:Bumi Aksara,
2004. Cet ke 6.
Hikmat, Harry. Dkk. Rencana Strategis Penanggulangan Kemiskinan
Program Pemberdayaan Fakir Miskin tahun 2006 - 2010. Jakarta:Departemen
Sosial RI, 2005.
Kartasasmita, Ginanjar. Pembangunan untuk
Pertumbuhan dan Pemerataan. Jakarta:CIDES, 1996.
rakyat
Memadukan
Konsultan Manajemen Wilayah (KMW) P2KP Satuan Wilayah Kerja
(SWK) III, Konsep untuk UPK Diktat Pelatihan Pengembangan Unit Pengelola
Keuangan (UPK), Bandung:LPPM UNINUS, 2001.
Lubis, Ibrahim. Agama Islam Suatu Pengantar. Jakarta:Ghalia Indonesia,
1984.
Media Partifasif, Media Informasi Program Pengentasan Kemiskinan di
Perkotaan, Direktorat Perumahan, No. 06-Th. 11, Edisi Juli 2001.
Moeliono, Anton M. et.all. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:Balai
Pustaka, 1990.
Nugroho,
Heru.
Menumbuhkan
Jogyakarta:Pustaka Pelajar, 2001.
Ide–ide
Kritis,
cet
ke-2.
Pedoman Umum. Tim Persiapan P2KP Pusat. Manual Proyek
Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP), cet ke-2. Jakarta:Sekretariat
P2KP Pusat, 1999.
Rakhmat, Jalaluddin. Islam Aktual : Refleksi-Sosial Seorang Cendekiawan
Muslim, cet ke IV. Bandung:Mizan, 1994.
Sarwono, Sarlito Wirawan. Teori - teori Psikologi Sosial. Jakarta:PT Raja
Grafindo Persada, 2002
Soehartono, Irawan. Metode Penelitian Sosial. Bandung : PT. Rosdakarya,
2004.
Soekanto, Soerjono. Memperkenalkan Sosiologi. Jakarta:CV. Rajawali,
1982.
Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Rajawali Pers,
2006.
Soetomo. Masalah Sosial dan Pembangunan. Jakarta : P.T Dunia Pustaka
Jaya, 1995.
Soetrisna, Loekman. Kemiskinan, Perempuan, dan Pemberdayaan.
Jogyakarta:Kanisius, 1997.
Subhi Ath-Thawil, Nabi. Kemiskinan dan Keterbelakangan di Negaranegara Muslim, (Terjemahan Muhammad Bagir). Bandung:Mizan, 1985.
Sunarto, Kamanto. Pengantar Sosiologi. Jakarta:LP FEUI, 2004.
Suparlan, Parsudi. Kemiskinan di Perkotaan.
Indonesia, 1984.
Jakarta:Yayasan Obor
Suprayogo, Imam. Misi Metodologi Penelitian Sosial - Agama.
Bandung:P.T Remaja Rosdakarya, 2001.
Suryawasita, SJ., Analisa Sosial, dalam J.B. Bonawiratman, SJ., (cd),
Kemiskinan dan pembebasan. _____________
Suseno, F. Magnes. Keadilan dan Analisa Sosial : Segi-segi Etis dalam
J.B. Bonawiratman, SJ., Kemiskinan dan Pembebasan. ___________
Swasono, Sri–Edi. Sekitar Kemiskinan dan Keadilan : Dari Cendikiawan
kita tentang Islam. Jakarta:Penerbit Universitas Indonesia, 1988.
Tim Persiapan P2KP Pusat, Pedoman Umum Manual Proyek
Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP), cet ke 2. Jakarta:Sekretariat
P2KP Pusat, 1999.
Yusuf, Ali. Menggagas fiqih sosial : dari soal lingkungan hidup, asuransi
hingga ukhuwah, cet ke-III. Bandung:Mizan, 1995.
Wawancara pribadi dengan Ibu Ari, 7 Februari 2009.
Wawancara pribadi dengan Bapak Sulaiman, 7 Februari 2009.
Wawancara pribadi dengan Bapak Suherlan, 7 Februari 2009.
Wawancara pribadi dengan Bapak Surya, 7 Februari 2009.
Wawancara pribadi dengan Ibu Nurhati, 7 Februari 2009.
Daftar Istilah
BKM
BLM
DIPA
Fasilitator
FGD
IDA
IDT
KBK
KMP
KMW
Korkot
P2KP
PAKET
PJM
PJOK
PPK
Pronangkis
PS
Relawan
Renta
SKS
UP
: Badan Keswadayaan Masyarakat
: Bantuan Langsung Masyarakat
: Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran
: Tenaga Pengembangan Masyarakat P2KP
: Focussed Group Discussion / Diskusi Kelompok terarah
: International Development Agency
: Inpres Desa Tertinggal
: Komunitas Belajar Kelurahan
: Konsultan Manajemen Pusat
: Konsultan Manajemen Wilayah
: Koordinator Kota
: Proyek Penganggulangan Kemiskinan di Perkotaan
: Penanggulangan Kemiskinan Terpadu
: Program jangka Menengah
: Penanggung Jawab Operasional Kegiatan
: Program Pengembangan Kecamatan
: Program Penanggulangan Kemiskinan
: Pemetaan Swadaya
:Warga setempat yang peduli membantu warga miskin di
wilayahnya tanpa pamrih
: Rencana Tahunan
: Satuan Kerja Sementara
: Unit Pengelola
HASIL WAWANCARA
1. Identitas Informan
a. Nama
: Ibu Ari
b. Usia
: 32 Tahun
c. Pekerjaan
: Dagang
d. Pendidikan : SLTP
2. Pertanyaan Wawancara
2. Apakah Ibu mengetahui adanya program P2KP? Darimana?
Jawab : Pernah denger, yang di TV itu yang untuk ngebantu rakyat miskin
ya. Dari TV, ada dari pak RT.
3. Apakah Ibu merasa terbantu dengan adanya program ini?
Jawab : Sangat terbantu ya. Soalnya bangunan saya ini, sudah 40 tahun.
Baru bisa dibenerin, soalnya kalo mau benerin sendiri ya. Kayanya sampe
sekarang juga belum mampu. Suami saya kerjanya serabutan, saya juga
cuma dagang gini. Soalnya waktu kita beli, ini rumah sudah bangunan tua.
Banyak yang dirombaklah. Jadi ini yang dirombak, atasnya aja. Balok–
baloknya uda keropos, terus itunya juga kalo kita mau benerin genteng.
Kita naik juga paur, jadinya teh kalo ujan ya kita biarin aja, kita tadahin
aja. Soalnya kalo mau keinjek, takut entar jadi nambah ini. Jadi, kaya
dikasih ini, bener–bener ya alhamdulillah. Bersyukur gitu. Sangat
membantu saya dan keluarga. Selain itu, saya juga mendapatkan bantuan
modal usaha sebelum bantuan yang ini. Alhamdulillah, modalnya untuk
membuka warung ini.
3. Apakah Ibu merasakan manfaat dari kegiatan ini ?
Jawab : Manfaatnya, sangat membantu saya, dan keluarga saya.
Adakalanya saya mengalami perubahan setelah mendapat bantuan dari
pemerintah. Misalnya suami saya tidak kawatir lagi kalo gak pulang
kerumah soalnya suka hujan angin. Soalnya suami saya suka pulang
kerumah tiga hari sekali dalam satu minggu, dia kerjanya diproyek jadi dia
ngerasa nyaman aja kalo sekarang gak pulang kerumah sama anak-anak
saya juga.
4. Berapa jumlah bantuan yang Ibu terima, dan apa bentuknya?
Jawab : Pokoknya dibangun aja, jadi kita itu terima beres aja. Palingan kita
cuma nyuguhin aja buat pekerjanya itu. Pokoknya, tahu beres aja.
5. Apakah ada hambatan yang Ibu rasakan/terima dalam memperoleh
bantuan ini?
Jawab : enggak ada sih, alhamdulillah langsung gak dipersulit.
6. Menurut Ibu, ada apa tidak, kekurangan dan kelebihannya dalam program
ini?
Jawab : Kalo kelebihan gimana ya mau ngomonginnya, ya.....kalo
kekurangan, kalo saya mah. Alhamdulillah kemaren mah, kita uda sampe
beresnya aja. Dan itu, kelebihannya juga masih ada barang–barang sisa,
seperti batako, sedikit semen ada walau cuma sekilo dua kilo. Sisa
bahannya masih bisa digunain lagi. Soalnya, ga diambil lagi kan dikasihin
aja sama kita, gitu.
7. Menurut Ibu, apakah program ini dapat/tidak mengentaskan kemiskinan?
Jawab : Kalo menurut saya ya, ya enggak ya. Kayanya ga semuanya itu
kan ini kan bantuan dari pemerinah yang berupa barang. Soalnya kalo ini
menerima bantuan semua, kan malu kalo dibantu terus. Anak saya tiga ini
juga dapet bantuan dari pemerintah.
8. Apa harapan Ibu kedepannya untuk perbaikan program ini?
Jawab : Yah kalo harapan saya mah mudah-mudahan program ini jadi
lebih baik lagi. Kalo bisa mah, kan banyak yang kaya saya tapi saya masih
mending keadaan ekonominya, kalo bisa diteruskan aja kan masih banyak
yang membutuhkan.
Wassalam
Ari
HASIL WAWANCARA
1. Identitas Informan
a. Nama
: Bapak Sulaiman
b. Usia
: 53 Tahun
c. Pekerjaan
: Buruh Listrik
d. Pendidikan : SLTP
2. Pertanyaan Wawancara
1. Apakah Bapak mengetahui adanya program P2KP? Darimana?
Jawab : Tau dari pengurus RW aja sini. Kurang tau juga sih saya
singkatannya, program itu kan bantuannya, di TV pernah liat.
2. Apakah Bapak merasa terbantu dengan adanya program ini?
Jawab : Merasa terbantu juga.
3. Apakah Bapak merasakan manfaatnya dari kegiatan ini?
Jawab : Manfaat??pembetulan rumah ajah… suasana tadinya ada
kekawatiran takut pas ujan. Ini diniding yang sebelah sana takut roboh,
karena dulu itu terbuat dari bilik. Sekarang mah udah gah takut lagi. uda
dibangun..
4. Berapa jumlah bantuan yang Bapak terima, dan apa bentuknya?
Jawab : Hanya bentuk barang–barang bangunan dan itu juga dikerjakan oleh
pekerjanya.
5. Apa hambatan yang Bapak/Ibu rasakan dalam memperoleh bantuan ini?
Jawab : Kayanya tidak ada deh. Lancar–lancar saja. Alhamdulillah, saya
tidak dikenai biaya sepeserpun.
6. Apa kekurangannya?
Jawab : Kekuranganya apa yah...Dari bahan bangunan, karena memang
mungkin terbatas yah. Kelebihannya rumah saya jadi bagus tadinya dari
jelek atau bilik sekarang dari batako gak seluruhnya sii... tapi agak lebih
kuat.
7. Apakah program ini dapat/tidak mengentaskan kemiskinan?
Jawab : Saya kira dapat juga sih.
8. Apa harapan Bapak, untuk perbaikan program ini?
Jawab : Dapat dilanjutkan saja... Sarannya, dalam penggunaan dananya saja
harus transparan... Biar saya jelas, apa saja yang didapatkan.
Wassalam
Sulaiman
HASIL WAWANCARA
1. Identitas Informan
a. Nama
: Bapak Suherlan
b. Usia
: 35 Tahun
c. Pekerjaan
: Pengangguran
d. Pendidikan : SLTP
2. Pertanyaan Wawancara
1. Apakah Bapak mengetahui adanya program P2KP? Darimana?
Jawab : Sebelumnya tahu, ada, denger–denger dapet dari P2KP pada waktu
periode 2007, gelombang kedua, saya ikut kerja membantu membangun
rumah, jadi tau gitu lah.
2. Apakah Bapak merasa terbantu dengan adanya program ini?
Jawab : Ya gimana ya... Merasa terbantu juga sih... sebelumnya saya juga uda
menerima bantuan berupa modal usaha. tapi sampe saat ini, saya masih ada
tunggakan. kalo untuk renovasi rumah, alhamdulillah sudah beres. meskipun
tidak semuanya.
3. Apakah Bapak merasakan manfaatnya dari kegiatan ini?
Jawab : Alhamdulillah merasakan sekali.
4. Berapa jumlah bantuan yang Bapak terima, dan apa bentuknya?
Jawab : Kalo jumlahnya, kalo untuk renovasi rumah?? kalo tidak salah Rp.
4.000.000,- tapi, katanya ada potongan buat administrasi Rp. 200.000,- Kalo
bentuknya ya... berupa barang-barang buat bangunan seperti, semen batako,
pasir, triplek, kaso.
5. Apa hambatan yang Bapak rasakan dalam memperoleh bantuan ini?
Jawab : Ada si kesulitannya, cuma ini aja belum beres, masih kurang ajah.
6. Apa kekurangannya?
Jawab : Kurang transparannya dana. Dari terima barang, kita ga ada yang tahu
kurang dari bon belanjaannya. Ini bantuankan dari kelurahan terus ke BKM ke
faskel dari faskel ke penerima manfaat, yah kekurangannya itu aja lah. Kurang
terbuka soal dana.
7. Apakah program ini dapat/tidak mengentaskan kemiskinan?
Jawab : Kalo pengurus-pengurusnya transparan sih dapet, tapi
kalo ada
penyimpangan-penyimpangan pemotongan dana atau kurangnya transparansi
soal dana itu, saya rasa belum dapat.
8. Apa harapan Bapak, untuk perbaikan program ini?
Jawab : Harapannya sih untuk si penerima manfaat, dalam menerima
manfaaatnya
belanjanya bareng agar transparansi dana
lebih jelas.
Masukannya untuk yang dari BKM ini kan faskelnya ganti kalo gitu dari
BKMnya ganti juga tiap tahun. Soalnya gelombang pertama itu kasus, dikasih
bon kosong.
Wassalam
Suherlan
HASIL WAWANCARA
1. Identitas Informan
a. Nama
: Bapak Surya
b. Usia
: 43 Tahun
c. Pekerjaan
: Buruh
d. Pendidikan : SD
2. Pertanyaan Wawancara
1. Apakah Bapak mengetahui adanya program P2KP? Darimana?
Jawab : Sebelumnya gag tau sih, iya, ada bedah rumah itu. Ini ajah tahunya
dari pengurus, juga dari pengurus RT.
2. Apakah Bapak merasa terbantu dengan adanya program ini?
Jawab : Ya merasa.
3. Apakah Bapak merasakan manfaatnya dari kegiatan ini?
Jawab : Ya merasakan.
4. Berapa jumlah bantuan yang Bapak terima, dan apa bentuknya?
Jawab : kalo jumlahnya, kalo tidak salah Rp. 3.800.000,- Berupa barang
bangunan rumah, barang seperti triplek, senk, kayu.
5. Apa hambatan yang Bapak rasakan dalam memperoleh bantuan ini?
Jawab : Ga ada. Cuman dari sananya, anggarannya segini. Tapi kenyataannya
kalo ditotal gak nyampe segitu.
6. Apa kekurangannya?
Jawab : Kurang transparannya dana bantuannya, rumah saya kan yang
diperbaikin cuma atasnya aja.
7. Apakah program ini dapat/tidak mengentaskan kemiskinan?
Jawab : Ya tidak juga sih. Soalnya hanya seperti ini saja bantuannya. tidak
semuanya dibenerin. hanya atasnya aja rumah saya.
8. Apa harapan Bapak/Ibu, untuk perbaikan program ini?
Jawab : Supaya lebih ditingkatkan lagi bantuannya.
Wassalam
Surya
HASIL WAWANCARA
1. Identitas Informan
a. Nama
: Ibu Nurhati
b. Usia
: 40 Tahun
c. Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
d. Pendidikan : SD
2. Pertanyaan Wawancara
1. Apakah Ibu mengetahui adanya program P2KP? Darimana?
Jawab : Tahu sering aja liat yang apa teh namanya rapat-rapat di madrasah.
2. Apakah Ibu merasa terbantu dengan adanya program ini?
Jawab : Ya... yang merasa, merasa. Tapi yang gak ya gak. Saya belum pernah
dapet, dan bantuan kesejahteraan juga belum dapet.
3. Apakah Ibu merasakan manfaatnya dari kegiatan ini?
Jawab : Manfaatnya ada sih, tapi saya belum pernah dapet.
4. Berapa jumlah bantuan yang Ibu terima, dan apa bentuknya?
Jawab : Gak ada, P2KP ini dari pemerintah kan. Nah saya dapet dana
pembetulan rumah ini juga dari P2KP.
5. Apa hambatan yang Ibu rasakan dalam memperoleh bantuan ini?
Jawab : Gak ada kesulitan sih, cuma lama aja pengajuannya dari agustus 2007
baru terima tahun 2008.
6. Apa kekurangannya?
Jawab : Gak ada sih, kalo kekurangan si ada, gak sempurna, gitu aja,
maksudnya gak dapet semua cuman ini ajah. Udah ajah sebelahnya juga ke
rehab tapi yang sebelah lagi itu belum di rehab. Pas-pasan ajah.
7. Apakah program ini dapat/tidak mengentaskan kemiskinan?
Jawab : bagaimana yah.. kalo saya sih ga juga. Soalnya belum pernah dapet
bantuan BOS, Program Keluarga Harapan, beasiswa buat anak saya..
8. Apa harapan Ibu, untuk perbaikan program ini?
Jawab : Mudah-mudahan susah apa yah ngomongnya,,,,gak bisa ngomong nya
gimana ya…yah lebih ditingkatkan lagi ajah. Lebih maju, lebih meningkat,
semoga semuanya lancar-lancar ajah.
Wassalam
Nurhati
Download