KEMISKINAN DI PERKOTAAN (Studi Kasus Peningkatan Ekonomi Masyarakat Miskin Kota di Bogor) Oleh HARI HARSONO NIM: 104032201021 PROGRAM STUDI SOSIOLOGI AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H/2009 M LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ciputat, 25 Februari 2009 Hari Harsono Abstraksi Kesejahteraan yang adil dan makmur adalah cita–cita semua bangsa, Namun masih sedikit yang mampu mewujudkannya. Oleh karena itu pemberantasan kemiskinan masih merupakan salah satu agenda yang perlu segera dituntaskan. Kesempatan kerja dengan tingkat penghasilan yang layak masih jauh di bawah jumlah angkatan kerja yang membutuhkannya, sehingga kelompok pengangguran dan setengah pengangguran makin meningkat diperkotaan. Masyarakat miskin di perkotaan, pada dasarnya merupakan masyarakat urban. Mereka datang berbondong–bondong dari kampung halamannya, untuk dapat bertahan hidup mengadu nasib mencari kehidupan yang lebih baik. Selain kota, yang dibanjiri oleh para penduduk urban, terdapat juga penduduk asli kota tersebut yang juga hidup dalam kemiskinan. Permasalahan yang ingin diangkat adalah bagaimana peran pemerintah dalam meningkatkan perekonomian masyarakat miskin di perkotaan. Karena kehidupan masyarakat kota pada umumnya memiliki mobilitas yang tinggi. Tingginya tingkat pembangunan, juga merupakan daya tarik tersendiri bagi orang–orang yang membutuhkan pekerjaan. Dimana persaingan sangatlah terlihat jelas. Orang yang datang kekota tetapi tidak memiliki kemampuan yang cukup dan pintar, maka akan dapat tersingkirkan dari persaingan tersebut. Peneliti, ingin mengetahui sampai sejauh mana peran P2KP dapat meningkatkan ekonomi bagi masyarakat miskin kota dalam program–program yang diterapkannya. Baik dari segi ekonomi, pendidikan, tempat tinggal, mau kesehatan. Selain itu, dalam konsep pemberdayaannya. Masyarakat diajak ikut serta membangun dan bekerjasama dalam menanggulangi kemiskinan di lingkungannya. Dalam penelitian ini, metode yang saya pakai adalah deskriptif kualitatif. Dimana peneliti terjun langsung kelapangan, melihat dan mengamati keadaan sosial secara nyata dan langsung apa yang terjadi dimasyarakat. Objek penelitian yang diteliti adalah masyarakat kota Bogor, khususnya penerima manfaat atau penerima bantuan dari P2KP. Dalam menjalani proses penelitian selama ini, hasil yang saya dapat adalah merupakan temuan – temuan serta respon dan tanggapan di masyarakat. Hasil yang didapat dalam penelitian ini adalah banyak tanggapan dan masukan dari masyarakat, salah satunya adalah dalam memfasilitasi dan memberikan bantuan kepada masyarakat dari pihak BKM agar lebih transparan dan terbuka dalam hal keuangan dan penggunaan dana yang didapatkannya. Ini diupayakan agar tidak terjadinya unsur KKN. KATA PENGANTAR Alhamdulillah segala Puja dan Puji Syukur kepada Allah SWT, pemilik alam semesta yang telah memberikan hambaNya begitu banyak nikmat dan ridho, sehingga penulisan skripsi ini selesai. Shalawat serta salam kepada Rasulullah SAW, Nabi yang membawa petunjuk dan rahmat, selalu menuntun umat manusia kepada jalan kebaikan, serta manusia yang paling sempurna akhlaknya, semoga kita semua dapat mentauladani segala kebaikan dari pribadi beliau, Amin. Pada akhirnya, penulis yakin bahwa mustahil skripsi ini dapat terselesaikan tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis patut memberikan ucapan terima kasih khususnya kepada : 1. Dr. M. Amin Nurdin, MA sebagai Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. 2. Dra. Ida Rasyidah, MA sebagai Ketua Jurusan Sosiologi Agama. 3. Dra. Joharotul Jamilah, M.Si sebagai Sekretaris Jurusan Sosiologi Agama yang telah memberikan dukungan dan mengingatkan saya untuk cepat menyelesaikan skripsi ini. 4. Dr. Yusron Razak, MA selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan fikiran serta masukkannya, dalam memberikan kritik, saran serta tidak kenal lelah dan letih mendampingi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 5. Ayahanda Arif Widodo Adi, serta Ibunda tercinta Kushariadini yang telah memberikan cinta, kasih sayang, dan dukungan do’a, serta tiada kenal lelah berjuang dan mengingatkan saya demi pendidikan dan masa depan saya. Semoga Allah selalu memberikan ridho dan rahmatnya bagi keluarga kita. Amin. 6. Adik–adik saya, Rizky Raharjo dan Prabowo Pangestu yang selalu memberikan kebahagiaan dirumah. 7. Nadzariyah, yang selalu memberikan saya semangat, motivasi serta membantu dalam pengerjaan skripsi ini hingga selasai. 8. Sepupu saya, mba Anggi yang selalu bersama saya dan menemani saya dalam mengerjakan skripsi ini. Semangat mba, untuk skripsi. Mudahmudahan, kita bisa wisuda bareng. Amin. 9. Sahabat Sosiologi Agama, Aya, Roni, Bayu, Wahid, Iik, Zumi, Uus, Nia, Tuti, Siqqil, Soleh, Ilham, Angga, Lina, Neng, Amir, Hamami, Joy, semuanya angkatan 2004 dan 2003 yang tidak mungkin saya sebutkan satu persatu. Semangat ya untuk skripsinya, semoga selalu sukses dan apa yang dicita-citakan tercapai. Amin. 10. Sahabat dari kecil, Ijal, Anggia, Pidi, mba Anissa, Dewi Mellia, Fani, dan semua yang tidak mungkin saya sebutkan satu persatu. 11. Teman–teman di Kota Bogor, teman–teman sesama faskel, Pimkol BKM dampingan di Bogor Tengah, pak Wahyudin, teh Neneng, Fitri, pak Ariawan, Maya, pak Jaenudin, Yuli, kang Tatang, Aul, Irwan, Willy, pak Ustad Nizar, bu Ati, teh Dede, pak Mul, bu Mul, yang tidak mungkin juga saya sebutkan satu persatu, yang telah membantu saya dalam pengerjaan skripsi ini dilapangan. Tanpa dukungan dan bantuan kalian semua, tidak mungkin skripsi ini akan selesai. 12. Temen–temen SOULVIBE, GIGI, Maliq, RAN yang telah memberikan saya penyegaran dan ketenangan bila menghadapi kepenatan melalui lantunan lagu kalian. Tanpa musik dan lagu kalian, mungkin hidup saya terasa hampa. Jakarta, 25 Februari 2009 Hari Harsono DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ……………………………………………………………... i DAFTAR ISI ………………………………………………………………………. iv ABSTRAKSI ………………………………………………………………………. vi BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……………………………………………..... 1 B. Batasan dan Perumusan Masalah ……………………………………… 10 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………………………………………... 10 D. Metodologi Penelitian ………………………………………………..... 11 E. Sistematika Penulisan …………………………………………………. 14 BAB II. KAJIAN TEORI A. Peran …………………………………………………………………. 16 1. Pengertian Peran ……………………………………………... 16 2. Peran dalam Perspektif Sosiologi …………………………… 20 B. Kehidupan Masyarakat Miskin di Perkotaan ………………………… 22 C. Kemiskinan dalam Pandangan Islam ……………………………….... 26 1. Pengertian Miskin ……………………………………………. 26 2. Kemiskinan dalam Islam ……………………………………... 31 BAB III. PROGRAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI PERKOTAAN (P2KP) A. Sejarah ………………………………………………………………... 38 B. Visi, Misi, dan Struktur Organisasi …………………………………... 42 C. Program – Program Sosial dan Ekonomi ……………………………... 48BAB IV. PERAN P2KP DAN PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT MISKIN KOTA A. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Miskin …………………………. 56 B. P2KP dan Peningkatan Ekonomi Masyarakat Miskin Kota di Bogor … 61 1. Program ............................................................................................ 61 2. Restrukturisasi …………………………………………………….. 66 3. Kekurangan, Kelebihan, dan Tantangan …………………………... 69 C. Respons Masyarakat Terhadap P2KP …………………………………. 74 D. Tinjauan Tentang P2KP dari Perspektif Islam ………………………… 78 BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan …………………………………………………………….. 82 B. Saran–saran …………………………………………………………...... 83 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pembangunan di Indonesia merupakan amanat sebagaimana ditetapkan dalam Undang–Undang dasar 1945, dimana tujuan negara Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.1 Dalam kaitannya dengan masalah kemiskinan, pembangunan nasional sebagaimana digariskan undang-undang, merupakan cara untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam meningkatkan segi kehidupan bangsa, berupa pembangunan fisik, sosial, budaya, ekonomi, pertahanan keamanan, dan ideologi. Pembangunan nasional merupakan dasar untuk dapat terciptanya masyarakat yang mandiri. Masalah kemiskinan bukanlah sekedar masalah ekonomi atau konsumsi, namun juga masalah politik. Kemiskinan merupakan masalah pembangunan kesejahteraan sosial yang berkaitan dengan berbagai bidang pembangunan lainnya yang ditandai oleh pengangguran, keterbelakangan, dan ketidakberdayaan. Kemiskinan merupakan masalah global, yang sering dihubungkan dengan masalah kebutuhan, kesulitan dan kekurangan berbagai keadaan hidup. Sebagian orang ada yang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara 1 Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas : Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis (Jakarta:Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2003), h. 39. yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif. Kemiskinan dapat dipahami sebagai situasi dimana kelangkaan barang–barang dan pelayanan dasar. Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari–hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Serta gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Dalam hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah–masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi. Oleh karena itu, kemiskinan terutama yang diderita oleh fakir miskin merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dan harus menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial. Pemberdayaan fakir miskin merupakan salah satu upaya strategi nasional dalam mewujudkan sistem ekonomi kerakyatan yang berkeadilan sosial dan melindungi hak asasi manusia terutama dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia.2 Di Indonesia orang melihat kehidupan rata–rata suku bangsa Cina lebih baik secara ekonomi daripada suku lain di Indonesia, karena orang Cina lebih dianggap pekerja yang memiliki etos kerja yang tinggi di samping mereka dikenal sebagai suku bangsa yang amat hemat dalam kehidupan sehari–hari mereka. 2 Harry Hikmat, dkk, Rencana Strategis Penanggulangan Kemiskinan Program Pemberdayaan Fakir Miskin tahun 2006-2010 (Jakarta:Departemen Sosial RI, 2005), h. 10. Sebaliknya orang melihat bahwasanya penduduk asli Indonesia kebanyakan miskin karena malas dan hidup sangat konsumtif.3 Kemiskinan yang diderita oleh masyarakat terutama pada mereka yang tinggal di perkotaan, sering diartikan sebagai akibat dari kebodohan, kurangnya keterampilan teknis, etos kerja yang tumpul, kesempatan kerja yang rendah sehingga sering dihubungkan dengan ketidakberdayaan pemerintah dalam menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Namun, bila kita pahami secara mendalam, maka kemiskinan bukan semata–mata akibat dari ketidakberdayaan pemerintah dalam menyediakan lapangan pekerjaan, tetapi berkaitan dengan masalah struktur–sosial dan cenderung sudah menjadi paradigma dan “budaya” pada masyarakat itu sendiri. Kemiskinan pada masyarakat kita ini kadang kala merupakan sebuah paradigma dan tradisi, ada ungkapan apabila, orangtuanya sudah miskin. Maka, anak dan cucunya akan ikut pula menjadi miskin. Masalah kemiskinan yang cukup kompleks membutuhkan intervensi semua pihak secara bersama dan terkoordinasi. Namun dalam penanganannya selama ini cenderung parsial dan tidak berkelanjutan. Peran dunia usaha dan masyarakat pada umumnya juga belum optimal. Kerelawanan sosial dalam kehidupan masyarakat yang dapat menjadi sumber penting pemberdayaan dan pemecahan akar permasalahan kemiskinan juga menjadi luntur. Untuk itu diperlukan perubahan yang bersifat sistemik dan menyeluruh dalam upaya penanggulangan kemiskinan. 3 Loekman Soetrisna, Kemiskinan,Perempuan, dan Pemberdayaan (Yogyakarta:Kanisius, 1997), h. 16. Bila, kemiskinan dikaitkan dengan ketidakberdayaan, pengentasan kemiskinan yang memiliki proses pemberdayaan masyarakat merupakan sesuatu yang mustahil. Dengan kata lain, kemiskinan dan ketidakberdayaan merupakan dua sisi dari sebuah mata uang logam.4 Sebagaimana kita ketahui, tujuan utama pembangunan masyarakat adalah peningkatan taraf hidup. Dengan demikian, kondisi yang menunjukkan adanya taraf hidup yang rendah merupakan sasaran utama usaha perbaikan dalam rangka pembangunan masyarakat tersebut. Kondisi kemiskinan dengan berbagai dimensi dan implikasinya, merupakan salah satu bentuk masalah sosial yang menuntut pemecahan masalah. Pembangunan masyarakat diharapkan mampu dan tampil sebagai salah satu alternatif untuk melakukan upaya pemecahan masalah dan perbaikan kondisi tersebut. Dengan membandingkan jumlah penduduk yang berada dibawah Standar hidup rata-rata, yang digunakan sebagai indikator pada suatu periode sebelum dan sesudah proses pembangunan, maka dapat diketahui keberhasilan dari proses tersebut dalam upaya mengentaskan kemiskinan. Walaupun demikian, prakteknya ternyata tidak sesederhana itu. Apabila dalam perbandingan dilakukan antar dua kondisi yang mempunyai rentang waktu yang cukup panjang dan tuntutan kebutuhan hidup juga yang semakin meningkat sebagai akibat sosial ekonomi yang telah terjadi, maka standar yang dipakai dianggap sudah tidak memadai lagi. Walau menggunakan standar yang lama dapat diketahui semakin banyak warga masyarakat yang sudah keluar dari kondisi kemiskinan, akan tetapi dilihat dari 4 Heru Nugroho, Menumbuhkan ide – ide kritis, cet ke-2. (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2001), h. 44-45. tuntutan kebutuhan yang semakin berkembang, kondisi tersebut tetap dirasakan sebagai masih berada dalam keadaan miskin. Permasalahan yang sama akan dijumpai apabila memperhatikan stratifikasi sosial yang ada, dimana walaupun lapisan bawah telah meningkatkan taraf hidupnya, akan tetapi apabila peningkatan itu dibandingkan dengan yang dialami oleh lapisan lain atau setingkat lebih tinggi maka, masih jauh lebih rendah, dan secara relatif masih merasakan kondisinya yang tetap miskin. Berbagai bentuk lingkaran dan mata rantainya dapat direkonstruksi dari proses kemiskinan itu. Dari sudut ekonomi misalnya, dapat dikatakan bahwa karena kondisi kemiskinan, maka pendapatan hanya cukup, bahkan tidak jarang kurang mencukupi memenuhi kebutuhan minimal sehari-hari. Dengan demikian sulit diharapkan adanya kemampuan untuk menabung. Tidak adanya tabungan mengakibatkan tidak adanya investasi jangka panjang, sehingga produktivitas tetap rendah. Rendahnya produktivitas menyebabkan rendahnya pendapatan dan tetap bertahannya dari kondisi kemiskinan tersebut. Dari sisi lain, lingkaran kemiskinan dapat terbentuk dari rendahnya gizi dan nutrisi. Dalam hal ini, kondisi kemiskinan dapat membentuk mata rantai : rendahnya nilai gizi dan nutrisi dalam konsumsi pangan–derajat kesehatan rendah–produktivitas kerja rendah– pendapatan rendah–kemiskinan.5 Kemiskinan juga sesuatu yang nyata dalam masyarakat bagi mereka yang tergolong tidak miskin, dari hasil pengamatan baik secara sadar maupun tidak sadar, mengenai berbagai gejala sosial yang terwujud dalam masyarakat. 5 Soetomo, Masalah Sosial dan Pembangunan ,(Jakarta:PT. Dunia Pustaka Jaya, 1995), h. 116-120. Kesadaran akan adanya kemiskinan bagi mereka yang tidak miskin biasanya terwujud pada saat mereka membandingkan keadaan mereka dengan masyarakat yang tingkat kehidupan sosialnya lebih tinggi dari kehidupan yang mereka miliki. Dari pemikiran–pemikiran dan diskusi–diskusi yang diadakan tentang kemiskinan lebih banyak menekankan segi–segi emosional dan perasaan yang diliputi aspek–aspek moral dan kemanusiaan, atau juga bersifat partisan karena berkaitan dengan alokasi sumber daya. Sehingga, pengertian tentang hakikat kemiskinan itu sendiri menjadi kabur. Akibatnya berbagai usaha penanggulangan masalah kemiskinan dijabarkan sebagian–sebagian sehingga kurang memenuhi sasaran secara tepat. Secara singkat kemiskinan didefinisikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah : yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Standar kehidupan yang rendah ini secara langsung positif pengaruhnya terhadap tingkat keadaan kesehatan, kehidupan moral, dan rasa harga diri dari mereka yang tergolong sebagai orang miskin.6 Dengan demikian, menjadi miskin dirasakan telah mengalami degradasi dan seringkali tidak merupakan lapisan yang terpilih dalam hidup bertetangga dan berteman. Kondisi ini disadari oleh masyarakat miskin itu sendiri dan mereka mendefinisikan dunianya sebagai kelompok yang gagal, kelompok yang terlempar dari lingkungannya. Kesadaran semacam ini sering menimbulkan sikap yang 6 Parsudi Suparlan, Kemiskinan di Perkotaan (Jakarta:Yayasan Obor Indonesia, 1984), h. 12. apatis. Dan menganggap bahwa dirinya lemah, tidak mempunyai kekuatan dalam melakukan hal–hal yang akibatnya sampai pada kesadaran bahwa mereka tidak mampu menguasai nasibnya sendiri karena lebih ditentukan orang lain.7 Miskin bukanlah keinginan setiap insan manusia, tetapi karena nasib dan mungkin karena usaha yang belum maksimal, yang menjadikan mereka seperti itu. Tetapi semua itu kembali pada diri sendiri, apakah setiap manusia dapat menerimanya dengan tulus nasib yang telah digariskan kepada mereka dan memperbaiki keadaannya dengan berusaha lebih giat lagi serta mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan meningkatkan kadar iman atau melakukan hal yang sebaliknya. Dalam UUD 1945 khususnya Pasal 34 mengamanatkan bahwa “fakir miskin dan anak telantar dipelihara oleh negara” (ayat 1), dan “negara berkewajiban menangani fakir miskin melalui pemberdayaan dan bantuan jaminan sosial” (ayat 3). Selanjutnya komitmen nasional dalam pemberdayaan fakir miskin dituangkan dalam Keputusan Presiden RI Nomor 124 tahun 2001 jo. Nomor 8 tahun 2002 tentang Komite Penanggulangan Kemiskinan ; dengan tujuan meningkatkan kerja sama, dukungan dan sinergi semua pihak baik sektor, pemerintahan daerah, masyarakat maupun dunia usaha dalam menanggulangi masalah kemiskinan. Pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan di Indonesia, tidak hanya saja memberikan dana bantuan maupun pemberdayaan pada masyarakat yang benar–benar membutuhkan. Akan tetapi memberikan motivasi dan semangat akan 7 Soetomo, Masalah Sosial dan Pembangunan, h. 122. pentingnya gotong royong serta peningkatan spiritual keagamaan didalam masyarakat itu sendiri. Dalam perkembangannya, selain masyarakat dapat mampu memberdayakan diri mereka sendiri dalam bidang kebutuhan ekonomi, diharapkan masyarakat juga mampu meningkatkan spiritual keagamaan yang sudah ada. Puncak dari upaya mengedepankan pembangunan yang berorientasi pada kesejahteraan umat manusia, baik untuk generasi saat ini maupun generasi mendatang, adalah lahirnya kesepakatan kepala negara dan kepala pemerintahan 189 negara mengenai Deklarasi Milenium. Deklarasi ini berisikan kesepakatan negara–negara tentang arah pembangunan berikut sasaran–sasaran yang perlu diwujudkan. Secara ringkas, arah pembangunan yang disepakati secara global meliputi : (1) menghapuskan kemiskinan dan kelaparan berat; (2) mewujudkan pendidikan dasar untuk semua orang; (3) mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan; (4) menurunkan kematian anak; (5) meningkatkan kesehatan maternal; (6) melawan penyebaran HIV/AIDS, dan penyakit kronis lainnya (malaria dan tuberkulosa); (7) menjamin keberlangsungan lingkungan; dan (8) mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan.8 Sejak pemberlakuan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah, pemerintah daerah mempunyai wewenang besar untuk merencanakan, merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan program pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kewenangan otonom yang dimiliki daerah, melekat pula kewenangan dan sekaligus tanggung jawab untuk secara pro–aktif 8 Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Laporan Perkembangan Pencapaian Millennium Development Goals Indonesia 2007. November 2007, h. 3. mengupayakan kebijakan penanggulangan kemiskinan, baik langsung maupun tidak langsung. Dalam dasawarsa sekarang ini, perkotaan telah menjadi perhatian berbagai kalangan karena menyimpan berbagai peristiwa dan masalah yang dashyat, yang menimpa sebagain masyarakat kota sebagai konsekuensi pembangunan. Berbagai peristiwa dari yang mengharukan, menjengkelkan, sampai yang “menantang” muncul kepermukaan. Orang kota saling berebut memenangkan ”lomba–lomba menaklukkan kota. Kota seperti satu wilayah tak bertuan, tetapi penuh dengan janji–janji kebahagiaan dan kesejahteraan”. Ada kesan kuat bahwa realitas kota adalah realitas pergulatan kepentingan orang–orang, golongan, dan kelas–kelas sosial. Dalam persaingan, setidaknya ada yang menjadi korban. Banyaknya orang–orang yang berlomba–lomba dalam mencari peruntungan di kota, menjadikan persaingan yang tidak sehat. Orang–orang yang tidak memiliki kemampuan dan kesempatan kerja, akan menjadi pengangguran, dan itu merupakan juga salah satu penyebab kemiskinan yang terdapat diperkotaan. Kemiskinan masih menjadi salah satu masalah serius bagi bangsa Indonesia. Untuk merespon masalah kemiskinan tersebut dibutuhkan perencanaan, anggaran, dan pengembangan program secara tepat. Di samping itu, diperlukan juga dukungan sistem koordinasi antarpemangku kepentingan yang selektif. Dari program–program yang telah ada dan dilaksanakan, tampak perkembangan–perkembangan yang sangat berarti dalam pelaksanaan program tersebut. Meskipun terdapat beberapa kendala yang terjadi dilapangan dalam penerapannya, akan tetapi program tersebut berjalan sebagaimana harusnya. Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis mengambil judul : “Kemiskinan di Perkotaan (Studi Kasus Peningkatan Ekonomi Masyarakat Miskin Kota di Bogor)“. B. PEMBATASAN DAN PERUMUSAN MASALAH 1. Pembatasan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dalam rangka menghasilkan pembahasan yang sistematis, terarah dan jelas, maka penulis membuat batasan masalah dalam penelitian ini, yaitu : a. Kondisi dan penyebab kemiskinan. b. Peran P2KP9 dalam meningkatkan perekonomian masyarakat miskin. c. Penerapannya dalam masyarakat yang membutuhkan. 2. Perumusan Masalah Permasalahan yang dikaji oleh penulis skripsi disini adalah: Bagaimana peran P2KP dalam meningkatkan perekonomian masyarakat miskin di kota Bogor. C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN Tujuan peneliti dalam hal ini adalah mengetahui sampai sejauh mana perkembangan dan kemajuan yang terjadi di masyarakat sebelum dan sesudah mendapatkan P2KP. Selain itu juga, untuk menemukan indikasi–indikasi yang dapat menjadi informasi bagi berlangsungnya program tersebut. Apa saja 9 P2KP : Program Pengentasan Kemiskinan di Perkotaan. Untuk selanjutnya didalam tulisan skripsi ini akan menggunakan istilah tersebut. kendala–kendala yang terjadi di lapangan dan bagaimana cara mengatasinya lebih lanjut. Selain itu, peneliti ingin memberikan saran agar terjadi perubahan setelah penelitian ini, sehingga program tersebut dapat berjalan baik sebagaimana diharapkan bersama. Manfaat dari penelitian ini adalah untuk dapat mengefisiensikan pekerjaan yang ada, memberikan masukkan dan pembenahan untuk dapat lebih memperbaiki kinerja yang sudah ada dan berjalan. Selain itu, program–program yang telah berjalan dan sudah ada, agar dapat lebih bersinergi antara pemerintah maupun swasta dengan lebih baik lagi. Memperkuat pemahaman di masyarakat, betapa pentingnya kerjasama dalam menanggulangi kemiskinan di lingkungannya. D. METODOLOGI PENELITIAN Adapun metode penelitian yang digunakan untuk menyusun skripsi ini, adalah sebagai berikut : 1. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif, dengan metode deskriptif, yakni metode yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu masyarakat atau kelompok orang tertentu, dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang sedang diteliti. 10 Sedangkan pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah, studi kasus yang langsung dilakukan di lapangan (Field Research), yaitu terjun langsung ke objek penelitian untuk memperoleh data primer. 10 Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial (Bandung : PT. Rosdakarya, 2004), h. 35. 2. Subjek Penelitian Subjek penelitian adalah merujuk kepada individu atau kelompok yang dijadikan unit atau satuan (kasus) yang diteliti.11 Dalam penelitian ini, subjek penelitian adalah masyarakat penerima manfaat di kota Bogor dimana merupakan daerah yang mendapatkan P2KP. Dalam penelitian ini, peneliti melibatkan seluruh komponen masyarakat akan tetapi contoh yang diambil hanya 5 orang saja untuk dijadikan sampel penelitian secara langsung. Cara mendapatkan sampel 5 orang tersebut adalah mengambil secara acak dari 11 kelurahan yang berbeda. Dimana 5 dari 11 kelurahan yang ada, diambil 5 kelurahan untuk dijadikan sampel penelitian. Setiap 1 orang responden, mewakili 1 kelurahan. 3. Teknik Pengumpulan data Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian lapangan ini adalah : A. Observasi (pengamatan) Yaitu pencatatan secara sistematis terhadap fenomena yang diteliti.12 Observasi ini dilakukan dengan cara pengamatan secara langsung yang memungkinkan peneliti menarik kesimpulan ihwal makna dan sudut pandang responden, kejadian, peristiwa, atau proses yang diamati. Dengan teknik ini, peneliti akan dapat melihat sendiri kenyataan dilapangan, baik langsung maupun dari sudut pandang nara sumber atau responden yang mungkin tidak didapati dari wawancara. 11 Sanafiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosial (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h. 109. 12 Imam Suprayogo, Misi Metodologi Penelitian Sosial-Agama (Bandung:PT.Remaja Rosdakarya. 2001), h. 13. B. Wawancara Yaitu mengumpulkan data dan informasi melalui pertanyaan– pertanyaan lisan secara terstruktural dan sistematis. Cara menghimpun bahan–bahan keterangan yang dilaksanakan dengan melakukan tanya jawab secara sepihak, berhadapan muka, dan dengan arah satu tujuan yang telah ditentukan.13 Disini penulis juga menggunakan tehnik wawancara secara mendalam atau vis a vis kepada para responden untuk mendapatkan kevalidan data yang ada pada penelitian ini. C. Focus Group Discussion (FGD) Yaitu metode penelitian dimana peneliti mengambil sampel dari orang–orang yang dianggap mewakili sejumlah publik yang berbeda. Yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti.14 Penulis disini mengikuti serangkaian kegiatan yang diadakan di masyarakat dalam diskusi-diskusi atau pertemuan, dan dari hasil diskusi/pertemuan penulis dapat mengambil kesimpulan tentang pembahasan/topik yang menyangkut tentang masalah yang akan diteliti. E. Kepustakaan Dengan penambahan bahan informasi dan berbagai sumber maka perolehannya dengan studi kepustakaan, yaitu dengan memperoleh informasi dari berbagai sumber, seperti buku–buku, jurnal dan Internet yang berkenaan dengan penulisan skripsi ini. 13 Anas Sudjiono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, cet IV. (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2003), h. 76. 14 M. Hariwijaya, Metodologi dan Teknik Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi, untuk ilmu-ilmu sosial dan humaniora (Yogyakarta:Elmatera Publishing, 2007), h. 72. 4. Instrumen Pengumpulan Data Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara, tape recorder, dan buku catatan. Pedoman wawancara digunakan agar lebih fokus menggali apa yang menjadi sasaran penelitian. Sedangkan tape recorder digunakan untuk merekam pencatatan subjek penelitian, dan buku catatan digunakan untuk mencatat hal–hal yang tidak terekam atau yang terlewati atau informasi yang belum jelas. 5. Sumber Data Dalam penelitian ini data dikategorikan ke dalam dua jenis, yaitu ; data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dari hasil wawancara, dan observasi. Adapun data sekunder dalam penelitian ini adalah yang didapatkan dari bahan tertulis atau kepustakaan, yakni buku–buku, jurnal ilmiah, artikel, dan terbitan ilmiah yang ada hubungannya dengan pembahasan. 6. Waktu dan tempat penelitian Waktu penelitian dimulai pada bulan Juli 2008 sampai bulan Februari 2009. Penulis melakukan observasi partisipatoris dan wawancara mendalam kepada para penerima manfaat bantuan P2KP. Adapun tempat penelitian yaitu di daerah kecamatan Bogor tengah, kota Bogor, dengan cara penulis terlibat langsung dan aktif dalam pelaksanaan tersebut. D. SISTEMATIKA PENULISAN Untuk mempermudah pembahasan dan pemahaman skripsi, hasil penelitian ini ditulis secara sistematis dalam lima bab sebagai berikut : BAB I Pendahuluan Terdiri dari latar belakang masalah, batasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan. BAB II Kajian Teori Meliputi pengertian peran, peran dalam perspektif sosiologis, kehidupan masyarakat miskin di perkotaan, kemiskinan dalam pandangan Islam, pengertian miskin, dan kemiskinan dalam Islam. BAB III Gambaran Tentang P2KP Yang terdiri dari, sejarah, visi, misi dan struktur organisasi, serta programprogram sosial dan ekonomi. BAB IV Peran P2KP dan Peningkatan Ekonomi Masyarakat Miskin Kota Meliputi, pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin, P2KP dan peningkatan ekonomi masyarakat miskin kota di Bogor, program, restrukturisasi, kekurangan, kelebihan, dan tantangan, respon masyarakat terhadap P2KP, serta tinjauan tentang P2KP dari perspektif Islam. BAB V PENUTUP Terdiri dari kesimpulan dan saran. BAB II KAJIAN TEORI A. PERAN 1. Pengertian Peran Peran dalam kamus bahasa Indonesia memiliki arti seperangkat tingkat yang diharapkan dimiliki orang yang berkedudukan di masyarakat.15 Sebagaimana definisi dikemukakan Rolph Linton mengenai peran yaitu “the dynamic aspect of a status“. Menurut Linton seseorang menjalankan peran sesuai dengan hak dan kewajiban yang merupakan status. Status atau kedudukan biasanya didefinisikan sebagai suatu peringkat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok, atau posisi suatu kelompok dalam hubungannya dengan kelompok lainnya. Setiap manusia yang menjadi suatu masyarakat, senantiasa mempunyai status atau kedudukan (kadang–kadang dinamakan juga peran) dan peranan. Jika, suatu status merupakan posisi di dalam suatu sistem sosial, sedangkan peranan adalah pola perilaku yang terkait pada status tersebut.16 Status/kedudukan biasanya didefinisikan sebagai suatu peringkat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok, atau posisi suatu kelompok dalam hubungannya dengan kelompok lainnya. Peran adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang yang mempunyai suatu status. Setiap orang mungkin mempunyai sejumlah status dan diharapkan mengisi peran yang sesuai dengan status tersebut. Dalam arti tertentu, status dan peran adalah dua aspek dari gejala yang sama. Status adalah seperangkat hak dan 15 Anton M. Moeliono (et. al), Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:Balai Pustaka, 1990), h. 667. 16 Soerjono Soekanto, Memperkenalkan Sosiologi (Jakarta:CV. Rajawali, 1982), h. 29. kewajiban: peran adalah pemeranan dari perangkat kewajiban dan hak–hak tersebut.17 Peran atau role merupakan seperangkat harapan yang dikenakan individu yang mempunyai kedudukan sosial tertentu.18 Peran yang dijalankan oleh seseorang, merupakan tanggungjawab yang dipercayakan padanya. Yang harus diemban dan dijalankan sesuai dengan amanah dan tanggungjawab. Teori peran (role theory) adalah teori yang merupakan perpaduan berbagai teori, orientasi maupun disiplin ilmu. Selain dari psikologi, teori peran berawal dari dan masih tetap digunakan dalam sosiologi dan antropologi. Dalam ke tiga bidang ilmu tersebut, istilah “peran” diambil dari dunia teater. Dalam teater, seorang aktor harus bermain sebagai seorang tokoh tertentu dan dalam posisinya sebagai tokoh itu diharapkan untuk berperilaku secara tertentu. Posisi aktor dalam teater (sandiwara) itu kemudian dianalogikan dengan posisi seseorang dalam masyarakat, sama dengan posisi aktor dalam teater, yaitu bahwa perilaku yang diharapkan daripadanya tidak berdiri sendiri, melainkan selalu berada dalam kaitannya dengan adanya orang–orang lain yang berhubungan dengan orang atau aktor tersebut. Dari sudut pandangan inilah disusun teori–teori peran. Dalam teori Biddle dan Thomas membagi peristilahan dalam teori peran dalam 4 golongan, yaitu istilah–istilah yang menyangkut 19 : a. Orang–orang yang mengambil bagian dalam interaksi sosial 17 Paul B.Haton dan Chester L. Hunt, Sosiologi, jilid I, edisi ke 6 (Jakarta:PT Erlangga, 1999), h. 118. 18 N. Gross, W.S. Mason, and A.W. McEachern, “Exploration in Role Analsis,” in David Berry, Pokok-Pokok Pikiran dalam Sosiologi (Jakarta:CV. Rajawali, 1983), h. 99. 19 Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2002), h. 214-215. b. Perilaku yang muncul dalam interaksi tersebut c. Kedudukkan orang–orang dalam perilaku d. Kaitan antara orang dan perilaku Goerge Herbert Mead mengemukakan, bahwa konsep diri dan pikiran yang dikembangkan oleh para ahli sosiologi, digunakan mead untuk mengembangkan teorinya. Mead secara rinci membahas hubungan antara pikiran seseorang dirinya dan masyarakat. Sebagaimana telah kita lihat dalam pembahasan mengenai proses sosialisasi, maka sumbangan pikiran penting mead antara lain terletak pada pandangannya bahwa diri (self) seseorang berkembang melalui tahap play, the game, dan generalizad other, dan bahwa dalam proses perkembangan diri ini, seseorang belajar mengambil peran orang lain (taking the role of the other).20 Herbert Blumer, salah seorang penganut pemikiran Mead, berusaha menjabarkan pemikiran Mead mengenai interaksionalisme simbolik. Menurut Blumer pokok pikiran interaksionalisme simbolik ada tiga; yang pertama ialah bahwa manusia bertindak (act) terhadap sesuatu (thing) atas dasar makna (meaning) yang dipunyai sesuatu tersebut baginya. Dengan demikian tindakan seorang penganut agama Hindu di India terhadap seekor sapi akan berbeda dengan tindakan seorang penganut agama Islam di Pakistan, karena bagi masing–masing orang tersebut, sapi tersebut mempunyai makna (meaning) berbeda.21 Bila individu–individu menempati kedudukan–kedudukan tertentu, maka mereka merasa bahwa setiap kedudukan yang mereka tempati itu menimbulkan 20 Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi (Jakarta:LP FEUI, 2004), h. 234. Sunarto, Pengantar Sosiologi, h. 38. 21 harapan–harapan (expectations) tertentu dari orang–orang disekitarnya. Dalam peranan yang berhubungan dengan pekerjaannya, seseorang diharapkan menjalankan kewajiban–kewajibannya yang berhubungan dengan pekerjaannya. Oleh karena itu, Gross, Mason dan McEachern mendefinisikan peranan sebagai seperangkat harapan–harapan yang dikenakan pada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu. Harapan–harapan tersebut merupakan imbangan dari norma–norma sosial dan oleh karena itu dapat dikatakan bahwa peranan–peranan itu ditentukan oleh norma-norma di dalam masyarakat, maksudnya: kita diwajibkan untuk melakukan hal–hal yang diharapkan oleh “masyarakat“ di dalam pekerjaan kita, di dalam keluarga dan di dalam peranan–peranan lainnya.22 Seseorang yang memainkan perannya dalam suatu kelompok masyarakat, senantiasa akan mendapatkan tanggungjawab serta fungsi sebagaimana peran yang didapatkannya tersebut. Bila seseorang yang menjalankan peran itu bertindak tidak sesuai atau keluar dari norma-norma yang terdapat di masyarakat, maka orang tersebut akan mendapatkan penilaian buruk. Apa yang dapat saya tarik dari arti “peranan” adalah merupakan suatu konsep tentang “hak” seseorang terhadap masyarakat dengan konsep “kewajiban” yang merupakan harapan masyarakat terhadap individu sehubungan dengan status yang dipegangnya di dalam masyarakat. Dan bagaimana masyarakat menjalankan hak dan kewajiban terhadap seseorang sehingga harus sejalan dengan peranan tersebut. 22 Berry, Pokok Pokok Pikiran dalam Sosiologi, h. 99. 2. Peran dalam Perspektif Sosiologi Peran merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan (status). Apabila seseorang yang melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peran. Gambaran peran merupakan suatu gambaran tentang perilaku yang secara aktual ditampilkan seorang dalam membawakan perannya. Konsep peran menurut Stogdill adalah perkiraan tentang perilaku yang diharapkan dari seseorang dalam posisi tertentu, yang lebih dikaitkan dengan sifat–sifat pribadi individu itu daripada posisinya. Untuk dapat membedakan peran dari posisi memang sulit. Akan tetapi Stogdill mengemukakan bahwa ada 2 hal yang jelas termasuk dalam peran dan bukannya posisi, yaitu: Tanggung jawab (responsibility) adalah serangkaian hasil perbuatan yang diharapkan dari individu dalam batas–batas posisinya, dan Otoritas adalah tingkat kebebasan yang diharapkan untuk dipraktekkan dalam posisinya. Hubungan antara status dan fungsi disatu pihak dengan tanggungjawab dan otoritas dilain pihak, menciptakan: Makin tinggi status seseorang, makin besar otoritasnya, dan terlepas dari posisinya, tanggungjawab individu diharapkan agar berkaitan dengan fungsi dari posisi yang diduduki individu tersebut.23 Menurut Hendropuspito, apabila pada pengertian peran sosial itu hendak ditekankan unsur kewajiban dan tanggungjawab, peran sosial itu disebut dengan istilah lain, yakni jabatan atau tugas. Jadi jabatan atau tugas sosial itu ialah suatu 23 Sarwono, Teori – teori Psikologi Sosial, h. 203. peranan sosial yang diserahkan kepada seseorang atau institusi sosial oleh instansi yang berwenang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. 24 Dalam teori struktural fungsionalisme Parson menyebutkan intergrasi pola-pola nilai dan disposisi dengan “dinamika fundamental teorema sosiologi”. Karena perhatian utamanya pada sistem sosial, yang terpenting dalam intergrasi ini adalah proses internalisasi dan sosialisasi. Jadi, Parson tertarik pada cara norma dan nilai suatu sistem di transfer kepada aktor dalam sistem tersebut. Dalam sosialisasi yang berjalan sukses, norma dan nilai tersebut terinternalisasi; yaitu, mereka menjadi bagian dari “nurani” aktor. Akibatnya, dalam mengejar kepentingan mereka, para aktor tengah menjalankan kepentingan sistem secara keseluruhan. Seperti yang dikatakan parson, kombinasi pola-orientasi yang diperoleh (oleh aktor dalam sosialisasi) pada derajat yang sangat penting harus menjadi fungsi sturktur peran fundamental dan nilai-nilai dominan sistem sosial. Apabila pada pengertian peran sosial itu hendak ditekankan unsur kewajiban dan tanggung jawab, peran sosial itu disebut dengan istilah lain, yakni jabatan atau tugas. Jadi jabatan atau tugas sosial ialah suatu peranan sosial yang diserahkan kepada seseorang atau institusi sosial oleh instansi yang berwenang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Dalam menjalankan perannya, seseorang dapat berlaku ganda. Misal; seorang guru dari murid–muridnya, dimana salah satu dari muridnya ada anak dari seorang guru tersebut. Maka guru dalam memainkan perannya, dapat sebagai guru atau sebagai orang tua dari anaknya tersebut. 24 D. Hendropuspito, Sosiologi Sistematika (Yogyakarta:Kanisisus, 1989), h. 179. Bila seseorang yang memainkan peran tidak dapat memfungsikan dirinya sebagaimana mestinya dengan baik. Maka orang akan dapat membunuh peran tersebut bagi dirinya sendiri. Dan itu akan menyebabkan tidak akan berfungsi dan hilangnya peran tersebut dimasyarakat. B. KEHIDUPAN MASYARAKAT MISKIN DI PERKOTAAN Kesejahteraan yang adil dan makmur adalah cita–cita semua bangsa, Namun masih sedikit yang mampu mewujudkannya. Oleh karena itu pemberantasan kemiskinan masih merupakan salah satu agenda yang perlu segera dituntaskan. Kesempatan kerja dengan tingkat penghasilan yang layak masih jauh di bawah jumlah angkatan kerja yang membutuhkannya, sehingga kelompok pengangguran dan setengah pengangguran makin meningkat diperkotaan. Kondisi seperti ini pada gilirannya juga akan meningkatkan angka kemiskinan. Ukuran kemiskinan dalam setiap daerah bisa berbeda-beda. Ada yang melihat bahwa masyarakat atau orang miskin itu dilihat dari rendahnya pendapatan perbulan dibawah upah minimum regular yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Akan tetapi, ukuran tersebut, belum bisa dikatakan tepat untuk menilai suatu ukuran kemiskinan. Biasa saja dalam satu daerah ukuran orang miskin itu dilihat dari tidak sanggupnya dia memenuhi kebutuhan hidup seharihari, baik untuk dirinya, maupun untuk keluarga. Ini disebabkan banyaknya tanggungan dan beban hidup yang diberatkan kepada seseorang. Begitu juga dengan masyarakat miskin di perkotaan, khususnya di kota Bogor pada dasarnya merupakan masyarakat urban. Mereka yang datang berbondong–bondong dari kampung halamannya, untuk dapat bertahan hidup mengadu nasib untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Selain kota, yang dibanjiri oleh para penduduk urban, terdapat juga penduduk asli kota tersebut. Begitu halnya dengan kehidupan masyarakat kota Bogor. Sebagaimana kota-kota lainnya, kota Bogor merupakan salah satu dari empat kota penunjang Ibukota. Dimana, masyarakat yang tidak mendapatkan tempat tinggal di Ibukota atas mahalnya biaya tempat tinggal, menjadikan kota-kota penunjang merupakan alternatif pilihan bagi masyarakat yang bekerja di Jakarta. Kota Bogor, sama halnya dengan Jakarta. Dimana masyarakat yang tinggal sangatlah homogen. Banyak pendatang dari luar Bogor yang mengadukan nasibnya di kota tersebut. Kehidupan masyarakat kota Bogor sama dengan kota lainnya, umumnya memiliki mobilitas yang tinggi. Tingginya tingkat pembangunan, juga merupakan daya tarik tersendiri bagi orang–orang yang membutuhkan pekerjaan. Dimana persaingan sangatlah terlihat jelas. Orang yang datang kekota tetapi tidak memiliki kemampuan yang cukup dan pintar, maka akan dapat tersingkirkan dari persaingan tersebut. Kemiskinan dan orang miskin sudah dikenal oleh manusia sejak masa lampau. Oleh karena itu sangatlah logis bila kebudayaan manusia dalam kurun waktunya tidak pernah sepi dari orang-orang yang berusaha membawa kebudayaan itu memperhatikan nilai manusiawi dasar, yaitu merasa tersentuh bila melihat penderitaan orang lain dan berusaha melepaskan mereka dari kemiskinan, atau paling tidak meringankan nasib yang mereka derita itu. Kemiskinan yang telah berjalan dalam rentang ruang dan waktu yang panjang memastikan, bahwa gejala tersebut tidak cukup diterangkan sebagai realitas ekonomi. Artinya, ia tidak sekedar gejala keterbatasan lapangan pekerjaan, pendapatan, pendidikan, dan kesehatan masyarakat. Ia sudah menjadi realitas sistem/struktur dan tata nilai kemasyarakatan. Ia merupakan suatu realitas budaya yang antara lain berbentuk sikap menyerah kepada keadaan. Tata nilai dan sistem/struktur sosial ekonomi serta perilaku dan kecenderungan aktual yang telah terbiasa dengan kemiskinan ini juga bukan saja menyebabkan mereka yang miskin untuk tetap miskin. Keadaan ini membuat keluarga masyarakat tersebut juga miskin terhadap arti kemiskinan itu sendiri.25 Lebih dari setengah abad para ekonom berupaya keras memunculkan berbagai teori untuk menghilangkan kemiskinan dan kesenjangan pembangunan ataupun mengatasi masalah pengangguran.26 Kemiskinan dan pengangguran bukan hanya masalah yang dihadapi pada kota–kota di Indonesia, tetapi juga masalah dunia. Hampir disetiap negara terdapat penduduk miskin, baik dalam pengertian kemiskinan absolut maupun relatif. Seperti halnya dengan masyarakat kota Bogor. Rata-rata setiap daerah melihat ukuran kemiskinan seseorang atau masyarakat yang dianggap miskin itu dengan memperbandingkan penghasilan perbulan dan jumlah tanggungan dalam keluarga. Apabila hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, maka dianggapnya sebagai orang miskin. Bisa juga melihatnya dari keadaan tempat 25 Jalaluddin Rakhmat, Islam Aktual: Refleksi-Sosial Seorang Cendekiawan Muslim, cet. ke IV.(Bandung:Mizan, 1994), h. 38. 26 Muhammad Soekarni dan Jusmaliani, “Kemiskinan dan Pengangguran Solusi Islami,” Jurnal Ekonomi dan Pembangunan XIII (1) 2005, h. 135. tinggalnya yang notabene, meskipun tinggal ditengah-tengah kota tetapi masih ada saja rumah yang bertembokan bilik, beralas tanah, dan atapnya belum menggunakan genteng. Ini dikarenakan masyarakat yang berada pada angka kemiskinan, merupakan masyarakat yang tidak mampu bersaing dalam pembangunan. Maka, terciptalah kantong-kantong kemiskinan disetiap daerah dan sudut kota. Pembangunan secara tidak terduga memisahkan masyarakat menjadi dua kelompok yang berbeda tajam satu dari yang lain. Ada satu kelompok yang stabil, kuat ekonominya, terjamin masa depannya. Ada satu kelompok lain yang tidak stabil, mudah bergeser dari satu sektor lain, cepat berpindah pekerjaan. Kelompok inilah yang disebut massa apung.27 Mereka adalah kelompok yang paling besar. Kehidupan ekonominya hanya berlangsung dari tangan ke mulut, semuanya habis untuk makan dan tidak terlibat dalam ekonomi pasar. Daerah perkotaan sudah lama dipandang sebagai pusat kemajuan dan pembangunan, bertentangan dengan daerah pedesaan yang dianggap terbelakang dan belum maju. Orang kota “modern” dan kaum tani “tradisional”, yang buta berita dan melek berita, karena pemilikan media sumberdaya insani dan sumberdaya benda, teknologi rendah versus teknologi tinggi, ekonomi subsistensi yang tidak produktif versus produksi padat modal untuk pasar, adalah serangkaian perbedaan yang diakui ada antara dearah perkotaan dan daerah pedesaan.28 Pesatnya pertumbuhan kota umumnya disebabkan oleh migrasi, dan hal ini 27 Parsudi Suparlan, Kemiskinan di Perkotaan (Jakarta:Yayasan Obor Indonesia, 1995), h. 75. 28 Suparlan, Kemiskinan di Perkotaan, h. 76. melahirkan suatu masyarakat kota yang sangat kompleks menurut ukuran kesukuan, pekerjaan serta kelompok–kelompok sosial. C. KEMISKINAN DALAM PANDANGAN ISLAM 1. Pengertian Miskin Kemiskinan pada dasarnya merupakan salah satu bentuk problema yang muncul dalam kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat di negara–negara yang sedang berkembang. Masalah kemiskinan memang telah lama ada sejak dahulu kala. Pada masa lalu umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan, tetapi miskin dalam bentuk minimnya kemudahan atau materi. Bila dilihat dari kehidupan modern pada saat ini, kemiskinan bisa di lihat dari kurangnya dapat menikmati fasilitas pendidikan, pelayanan kesehatan, dan kemudahan lainnya yang tersedia pada jaman modern.29 Masalah kemiskinan ini menuntut adanya suatu upaya pemecahan masalah secara berencana, terintegrasi dan menyeluruh dalam waktu yang singkat. Upaya pemecahan masalah kemiskinan tersebut sebagai upaya untuk mempercepat proses pembangunan yang selama ini sedang dilaksanakan. Istilah kemiskinan sebenarnya bukan merupakan suatu hal yang asing dalam kehidupan kita. Kemiskinan yang dimaksud disini adalah kemiskianan ditinjau dari segi material (ekonomi). Kemiskinan dapat digolongkan dalam tiga bagian; kemiskinan struktural, kemiskinan kultural dan kemiskinan natural. Kemiskinan struktural disebabkan 29 Ragnar Nurkse, “Pembangunan daerah dan Pemberdayaan Masyarakat,” artikel diakses tanggal 19 Desember 2008, dari http://www.google.com oleh kondisi struktur perekonomian yang timpang dalam masyarakat, baik karena kebijakan ekonomi pemerintah, penguasaan faktor-faktor produksi oleh segelintir orang, monopoli, kolusi antara pengusaha dan pejabat dan lain-lainnya. Yang pada intinya kemiskinan struktural ini terjadi karena faktor-faktor buatan manusia. Adapun kemiskinan kultural muncul karena faktor budaya atau mental masyarakat itu sendiri, yang mendorong orang hidup miskin, seperti perilaku malas bekerja, rendahnya kreativitas dan tidak ada keinginan hidup lebih maju. Sedangkan kemiskinan natural adalah kemiskinan yang terjadi secara alami, antara lain yang disebabkan oleh faktor rendahnya kualitas sumber daya manusia, terbatasnya sumber daya alam dan bencana alam. Kemiskinan struktural, yang merupakan faktor penyebab timbulnya kemiskinan yang bertolak dari keadaan struktural sosial yang eksploratif dalam pola hubungan atau interaksi pada institusi-institusi ekonomi, politik, agama, keluarga, budaya, dan sebagainya.30 Maka kemiskinan yang timbul dalam suatu masyarakat bukan semata-mata akibat dari faktor-faktor yang ada pada dirinya sendiri, misalnya kurang pendidikan dan kurangnya kalori, melainkan sebagai akibat dari eksploitasi. Magnis Suseno mengatakan tentang kemiskinan struktural sebagai berikut: “Masalah kemiskinan bukanlah akibat kehendak jelek orang miskin sendiri (misalnya: ia malas, suka main judi) atau orang kaya (misalnya: ia pribadi rakus), melainkan akibat struktur proses-proses ekonomi, politik (bahwa hanya kelompok-kelompok kecil menguasai sarana-sarana produksi dan pengambilan 30 A. Suryawasita, SJ., Analisa Sosial, dalam J.B. Bonawiratman, SJ., (cd), Kemiskinan dan pembebasan, h. 12-13. keputusan mengenai kehidupan masyarakat), sosial (misalnya hak-hak tradisional golongan atas), budaya (misalnya: perbedaan akses terhadap pendidikan) dan ideologis. Bahwa masyarakat di belenggu faham-faham yang menutup-nutupi ketidakadilan, kemiskinan, dan memperlihatkan sebagai akibat faktor-faktor objektif jelek.”31 Kemiskinan struktural adalah sebuah kemiskinan yang hadir dan muncul bukan karena takdir, bukan karena kemalasan, atau bukan karena nasab. Kemiskinan jenis ini, menurut beberapa pakar adalah kemiskinan yang muncul dari suatu usaha pemiskinan. Pemiskinan, suatu usaha untuk menciptakan jurang semakin lebar saja antara yang kaya dengan yang miskin, yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin. Lebih jauh kemiskinan struktural, adalah kemiskinan yang timbul dari adanya korelasi struktur yang timpang, yang timbul dari tiadanya suatu hubungan yang simetris dan sebangun yang menempatkan manusia sebagai obyek. Kemiskinan struktural timbul karena adanya hegemoni dan justru karena adanya kebijakan negara dan pemerintah atau orang-orang yang berkuasa, sehingga justru orang yang termarjinalkan semakin termarjinalkan saja. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “miskin” diartikan sebagai tidak berharta benda, serba kekurangan (berpenghasilan rendah). Sedangkan fakir diartikan sebagai orang yang sangat berkekurangan atau sangat miskin. Ada yang sebagian berpendapat bahwa fakir adalah orang yang berpenghasilan kurang dari setengah kebutuhan pokoknya, sedangkan miskin adalah yang berpenghasilan di atas itu, namun tidak cukup untuk menutupi kebutuhan pokoknya. Dan ada juga 31 F. Magnes Suseno, SJ., Keadilan dan Analisa Sosial : Segi-segi Etis dalam J.B. Bonawiratman, SJ., Kemiskinan dan Pembebasan, h. 38, Ahmad Sanusi, Agama ditengah kemiskinan, h. 28. yang mendefinisikan sebaliknya, sehingga menurut mereka keadaan si fakir relatif lebih baik dari si miskin.32 Menurut Soejono Soekanto, kemiskinan diartikan suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental, maupun fisiknya dalam kelompok tersebut.33 Menurut Prof. Dr. Emil Salim yang dimaksud dengan kemiskinan adalah merupakan suatu keadaan yang dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok. Dengan istilah lain kemiskinan itu merupakan ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan pokok, sehingga mengalami keresahan, kesengsaraan atau kemelaratan dalam setiap langkah hidupnya.34 Ada beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya kemiskinan, a. Pendidikan yang terlampau rendah Dengan adanya tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan seseorang kurang mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam kehidupannya. b. Malas Bekerja Sikap malas merupakan suatu masalah yang cukup memprihatinkan, karena masalah ini menyangkut mentalitas dan kepribadian seseorang. 32 M. Quraish Shihab, “Wawasan Al-qur’an, Tafsir Mauhdu’I atas Pelbagai Persoalan Umat,” artikel diakses tanggal 20 Desember 2008, dari http://www.google.com 33 Soejono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2006), h. 320. 34 Hartomo dan Arnicun Aziz, Ilmu Sosial Dasar (Jakarta:Bumi Aksara, 2004 ), h. 329. c. Keterbatasan sumber alam Kemiskinan akan melanda suatu masyarakat apabila sumber alamnya tidak lagi memberikan keuntungan bagi kehidupan mereka. d. Terbatasnya lapangan pekerjaan Keterbatasan lapangan kerja akan membawa konsekuensi kemiskinan bagi masyarakat. e. Keterbatasan modal Keterbatasan modal adalah kenyataan yang ada di negara yang sedang berkembang, kenyataan tersebut membawa kemiskinan pada sebagian besar masyarakat di negara tersebut. f. Beban keluarga Semakin banyak anggota keluarga akan semakin banyak pula tuntutan beban hidup yang harus dipenuhi.35 Bagi negara–negara berkembang khususnya yang memiliki kepadatan penduduk yang relatif tinggi dengan tingkat pendapatan perkapita rendah, maka kemiskinan bukanlah merupakan fenomena baru. Fenomena inilah yang lebih mempertegas garis stratifikasi dalam masyarakat. Adanya kemiskinan yang mengalami perjalanan panjang sehingga cenderung menjadi “kemiskinan absolut” mempengaruhi kemampuan seseorang untuk memahami permasalahan bahkan cenderung apatis terhadap permasalahan yang dihadapi. Melihat kemiskinan sebagai permasalahan dasar yang menyebabkan ketidakmampuan masyarakat untuk merubah nasibnya dalam arti meningkatkan 35 Hartomo dan Arnicun Aziz, Ilmu Sosial Dasar , h. 329-331. kesejahteraan hidupnya, maka pembangunan di bidang perekonomian merupakan salah satu alternatif jawaban yang perlu dipertimbangkan dalam skala prioritas utama. Dalam hal ini pembangunan ekonomi dimaksudkan sebagai kegiatan perekonomian yang secara langsung berhadapan dengan kemiskinan, baik secara individual maupun kemiskinan masyarakat secara umum. Kemiskinan terjadi akibat adanya ketidakseimbangan dalam memperoleh atau penggunaan sumber daya alam yang diistilahkan dari gambaran mengenai pengertian dan ruang lingkup permasalahan kemiskinan seperti yang diuraikan secara sepintas diatas, tampak bahwa permasalahan kemiskinan sangat kompleks, karena “dalam kenyataannya kemiskinan merupakan perwujudan dari hasil interaksi yang melibatkan kemampuan semua aspek yang dipunyai manusia dalam kehidupannya”.36 Bahwa kemiskinan adalah suatu keadaan yang dialami oleh seseorang atau sebagian penduduk yang hidup dalam keadaan serba kekurangan dalam memenuhi kebutuhan hidup yang pokok disebabkan kurangnya kemampuan secara ekonomi. Oleh karena itu bukan hal mudah untuk merumuskan dalam suatu definisi dan struktur untuk menetapkan batasannya. 2. Kemiskinan dalam Islam Sejak awal sejarahnya, pergaulan hidup dalam masyarakat manusia telah mengenal adanya si Kaya dan si Miskin. Kedua macam golongan ini merupakan unsur pokok dari setiap lingkungan masyarakat, sumber kehidupan duniawi berputar terus antara dua kutubnya, yakni kutub kekayaan dan kutub kemiskinan. Dan itulah kenyataan hidup di sepanjang sejarah dunia kita ini. Ajaran Islam tidak 36 Suparlan, Kemiskinan diPerkotaan, h. 13. dapat berbuat lain kecuali menghadapi kenyataan yang sudah membudaya sebelumnya. Pada jaman dulu, si Kaya tidak saja memiliki harta benda yang banyak tetapi juga memiliki budak rampasan atau budak belia yang banyak serta istri–istri yang tanpa batas. Suatu ukuran yang pasti untuk menentukan batas kemiskinan memang tidak mudah karena pada tiap lingkungan tertentu dan pada tiap kurun waktu tertentu kepentingan dan kebutuhan manusia dan masyarakat berbeda. Seseorang didalam lingkungan masyarakatnya sudah digolongkan kaya, namun dilingkungan lain ia masih digolongkan miskin. Demikian pula suatu masyarakat yang dianggap kaya dibandingkan masyarakat lain ia masih dianggap miskin. Sekalipun demikian, dilingkungan tiap masyarakat kedua unsur pokoknya, si Miskin dan si Kaya, tetap saja ada. Maka berdasarkan gambaran diatas, kaya dan miskin itu relatif adanya. Ajaran Islam yang dijabarkan dalam fiqih melihat tiga faktor yang terkaitan dengan masalah kemiskinan seseorang: pertama, harta benda yang dimiliki secara sah berada ditempat (mal mamluk hadhir), kedua, mata pencaharian (pekerjaan) tetap, yang dibenarkan oleh hukum (al-kasb al-halal), ketiga, kecukupan (al-kifayah) atau kebutuhan hidup yang pokok.37 Selanjutnya, dalam literature hukum Islam, istilah kemiskinan atau “miskin” dibedakan dengan “fakir” mengenai perbedaan kedua istilah tersebut, dari hasil telaah kitab fiqih, Ali Yafie membuat rumusan definisi miskin adalah mereka yang memiliki harta benda/pencaharian atau kedua–duanya hanya menutupi seperdua atau lebih dari kebutuhan pokok. Sedangkan yang disebut fakir 37 Ali Yusuf, Menggagas fiqih sosial : dari soal lingkungan hidup, asuransi hingga ukhuwah, cet. ke III. (Bandung:Mizan, 1995), h. 165. ialah mereka yang tidak memiliki sesuatu harta benda atau tidak mempunyai mata pencaharian tetap atau mempunyai harta benda tetapi hanya menutupi kurang seperdua kebutuhan pokoknya.38 Sedangkan dalam bahasa Arab, kata “miskin” terambil dari kata sakana yang berarti diam atau tenang, sedangkan faqir dari kata faqr yang pada mulanya berarti tulang punggung. Faqir adalah orang yang patah tulang punggungnya, dalam arti bahwa beban yang dipikulnya sedemikian berat sehingga “mematahkan” tulang punggungnya. Sebagai akibat dari tidak adanya definisi yang dikemukakan Al-qur’an untuk kedua istilah tersebut, para pakar Islam berbeda pendapat dalam menetapkan tolak ukur kemiskinan dan kefakiran. Alqur’an dan hadits tidak menetapkan angka tertentu lagi sebagai ukuran kemiskinan, sehingga yang dikemukakan di atas dapat saja berubah.39 Seperti diungkapkan dalam Al-qur’an surat Al Dzurriyat ayat 19 : Artinya : “Dan pada harta–harta mereka ada hak untuk orang fakir–miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian (maksudnya : orang miskin yang tidak meminta)”.(QS. Al-Dzurriyat: 19) Selain itu Yusuf Qardhawi, seorang ulama kontemporer, berpendapat : “Menurut pandangan Islam, tidak dapat dibenarkan seseorang yang hidup di tengah masyarakat Islam, sekalipun Ahl Al-dzimmah (warga negara non- 38 Ali Yafie, Islam dan Problematika Kemiskinan Pesantren (Jakarta:P3LM, 1986), h. 6. M. Quraish Shihab, “Wawasan Al-qur’an, Tafsir Mauhdu’I atas Pelbagai Persoalan 39 Umat.” muslim), menderita lapar, tidak berpakaian, menggelendang (tidak bertempat tinggal) dan membujang.”40 Dalam surat Al-Baqarah ayat 177 menyatakan pula, bahwa : Artinya : …Kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat – malaikat, kitab-kitab, nabi - nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang – orang miskin, musafir ( yang memperlukan pertolongan ) dan orang – orang yang meminta – minta, dan ( memerdekakan ) hamba sahaya, mendirikan shalat dan menunaikan zakat…(QS. Al-Baqarah: 177) Disebutkan juga dalam Al-qur’an surat Hud ayat 6, Allah s.w.t bersabda : “Tidak suatu binatang pun di bumi ini, melainkan atas Allah sajalah rezekinya”. Allah telah menyediakan rezeki untuk makhluk, untuk manusia. Manusia bekerja untuk mendapatkan itu. Manusia tidak boleh berpangku tangan. Sudah nasib saya tidak mendapat rezeki, sudah nasib saya menjadi orang miskin. Maka, Allah berfirman lagi dalam hal ini. “Allah itulah yang membuat bumi untukmu guna ditundukkan. Maka berjalanlah kamu ke segenap penjuru bumi itu dan makanlah dari rezeki Allah.”41 Surat ini menjelaskan, bahwa setiap manusia diberikan rezeki 40 M. Quraish Shihab, “Wawasan Al-qur’an, Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat.” 41 Ibrahim Lubis, Agama Islam Suatu Pengantar (Jakarta:Ghalia Indonesia, 1984), h. 577. pada jalannya sendiri. Dan itu tergantung bagaimana manusia bisa mencari jalan untuk mendapatkan rezeki tersebut. Lain pendapat para ulama Imam Mazhab yaitu Hanafi dan Maliki berpendapat bahwa orang miskin dalam Islam adalah orang-orang yang keadaannya (ekonominya) lebih buruk dari orang fakir. Sedangkan Hambali dan Syafi’i orang fakir adalah orang yang keadaan ekonominya lebih buruk dari orang miskin, karena yang dinamakan fakir adalah orang-orang yang tidak mempunyai sesuatu, atau orang yang tidak mempunyai separuh dari kebutuhannya.42 Dan para ulama Mazhab juga berpendapat bahwa golongan yang berhak menerima zakat itu sebanyak delapan. Semuanya itu sudah disebutkan dalam surat Al-Taubah ayat 60, seperti berikut: Artinya : Sesungguhnya zakat itu hanya untuk orang-orang yang fakir, miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang kuat hatinya, orang yang memerdekakan hamba, orang-orang yang mempunyai hutang, orang-orang yang berjuang di jalan Allah, dan orang-orang yang sedang berada dalam perjalanan.(QS.Al-Taubah:60) Lain halnya yang dijelaskan oleh Bradly R. Schiller bahwa kemiskinan adalah ketidaksanggupan untuk mendapatkan barang – barang dan pelayanan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan sosial yang terbatas.43 42 Muhammad Jalad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab (Jakarta:Basrie Press, 1991), h. 239. Djamaluddin Ahmad al-Bury, Problematika Harta dan Zakat (Jakarta:PT Bina Ilmu, 1975), h. 177. 43 Budayawan Mangunwijaya menyatakan bahwa kemiskinan timbul karena struktur. “Mereka itu sebenarnya bukan orang miskin, tetapi dibuat miskin oleh suatu struktur”. Kemiskinan boleh jadi sudah disepakati sebagai masalah sosial, tetapi apa yang menyebabkannya dan bagaimana mengatasinya tergantung pada ideologi yang dipergunakannya. Orang menjadi miskin, karena ia tidak mau bekerja keras, boros, tidak mempunyai rencana, kurang memiliki jiwa wiraswasta, fatalitas, tidak ada hasrat berprestasi dan sebagainya. Orang–orang miskin adalah kelompok sosial yang mempunyai budaya tersendiri–culture of poverty.44 Definisi tentang kemiskinan menurut Nabil Subhi Ath–Thawil adalah tiadanya kemampuan untuk memperoleh kebutuhan–kebutuhan pokok. Kebutuhan–kebutuhan itu dianggap pokok karena ia menyediakan batas kecukupan minimum untuk hidup manusia yang layak dengan tingkatan kemuliaan yang dilimpahkan Allah atas dirinya.45 Dr. Muhammad Abdul Qodir Abu Faris memberikan pengertian bahwa miskin adalah orang yang memiliki pekerjaan dan penghasilan hanya bisa menutupi setengah lebih sedikit dari kebutuhan.46 Kemiskinan dan keterbelakangan yang telah berjalan dalam rentang waktu yang panjang, memastikan bahwa gejala–gejala yang ada tidak cukup diterangkan sebagai realitas keterbatasan lapangan kerja, pendapatan, pendidikan, dan kesehatan masyarakat. Ini sudah menjadi realitas sistem/struktur dan tata nilai 44 Sri-Edi Swasono, Sekitar Kemiskinan dan Keadilan : Dari Cendikiawan kita tentang Islam (Jakarta:Penerbit Universitas Indonesia, 1988), h. 23-24. 45 Nabi Subhi Ath-Thawil, Kemiskinan dan Keterbelakangan di Negara-negara Muslim, cet I. Terjemahan Muhammad Bagir (Bandung:Mizan, 1985), h. 36. 46 Muhammad Abdul Qodir abu Faris, Kajian Pemberdayaan Zakat (Semarang:Penerbit Dina Utama, 1983), h. 1. masyarakat, suatu realitas budaya. Tata nilai dan sistem/struktur sosial ekonomi serta perilaku dan kecenderungan aktual yang telah terbiasa dengan kemiskinan ini, bukan saja menyebabkan mereka yang miskin untuk tetap miskin. Keadaan ini membuat keluarga masyarakat tersebut miskin terhadap kemiskinan itu sendiri.47 Dapat disimpulkan, Al-qur’an telah mewajibkan kita untuk memberi harta kepada fakir miskin guna memenuhi kebutuhan hidup, memberi makan, serta berbuat baik terhadap mereka. Sebagaimana Al-qur’an telah mewajibkan kepada fakir miskin untuk tetap komitmen dan sabar dengan petunjuk Allah, tetap berusaha untuk mencari rizky dan berusaha untuk bersedekah sesuai kemampuannya, serta tidak membunuh anak–anak mereka karena kepikiran atau takut akan kemiskinan. 47 Adi Sasono, “Islam di Indonesia”, dalam M. Amien Rais, ed., Suatu Ikhtiar Mengaca Diri, cet ke-4. (Jakarta:PT RajaGrafindo Persada, 1994), h. 99-100. BAB III PROGRAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI PERKOTAAN (P2KP) A. SEJARAH Masalah kemiskinan di Indonesia saat ini dirasakan sudah sangat mendesak untuk ditangani. Khususnya di wilayah perkotaan, salah satu ciri umum dari kondisi fisik masyarakat miskin adalah tidak memiliki akses prasarana dan sarana dasar lingkungan yang memadai, dengan kualitas perumahan dan permukiman yang jauh dibawah Standart kelayakan dan mata pencaharian yang tidak menentu. Program penanggulangan kemiskinan yang dimulai sejak pelita pertama sudah menjangkau seluruh pelosok tanah air. Upaya itu telah menghasilkan perkembangan yang positif namun demikian, krisis moneter dan ekonomi yang melanda indonesia sejak tahun 1997 telah mengecilkan arti berbagai pencapaian pembangunan tersebut. Krisis tersebut pada satu sisi telah menimbulkan lonjakan pengangguran dan dengan cepat meningkatkan kemiskinan dipedesaan dan perkotaan karena itu, krisis juga telah menyadarkan kita bahwa pendekatan yang dipilih dalam penanggulangan kemiskinan perlu dikoreksi atau diperkaya dengan upaya untuk mengokohkan keberdayaan institusi komunitas agar pada masa berikutnya upaya penanggulangan kemiskinan dapat dijalankan sendiri oleh masyarakat secara mandiri dan berkelanjutan. Sehubungan dengan itu, dibutuhkan suatu program penanggulangan kemiskinan yang mampu memperluas prospek dan pilihan untuk dapat hidup dan berkembang dimasa depan, khususnya bagi masyarakat miskin diperkotaan. Program tersebut diperlukan untuk mendukung lebih lanjut program penanggulangan kemiskinan yang telah berjalan seperti IDT (Inpres Desa tertinggal) atau baru berjalan seperti PPK (Program Pengembangan Kecamatan) yang sasarannya di pedesaan. Pemerintah Indonesia, melalui Departemen Pekerjaan Umum, telah melakukan berbagai upaya penanganan masalah kemiskinan di perkotaan. Salah satu diantaranya ialah Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) yang dilaksanakan sejak tahun 1999. Pada awalnya dilaksanakan dalam rangka penanggulangan kemiskinan sebagai akibat krisis ekonomi tahun 1997–1998 dan kemudian berkembang menjadi krisis multidimensi. Program yang dilaksanakan diperkotaan ini menganut pendekatan pemberdayaan (empowermen) sebagai suatu syarat menuju pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Kegiatan ini tidak hanya bersifat strategis karena dalam kegiatan ini disiapkan landasan berupa institusi masyarakat yang menguat bagi perkembangan masyarakat dimasa mendatang. Pendekatan P2KP dilandasi oleh kesadaran bahwa akar masalah kemiskinan dan kekurangberhasilan dalam pembangunan adalah akibat kondisi masyarakat yang belum berdaya. Ketidakberdayaan tercermin dalam sikap masa bodoh, tidak peduli, tidak percaya diri, mengandalkan bantuan pihak luar untuk mengatasi masalahnya, tidak mandiri, serta memudarnya orientasi moral dan nilai–nilai kemanusiaan dan prinsip–prinsip kemasyarakatan serta prinsip pembangunan berkelanjutan. Pemahaman terhadap akar penyebab masalah kemiskinan tersebut menyadarkan kita bahwa pendekatan dan cara penanggulangan kemiskinan yang bersifat parsial, sektoral dan charity mengakibatkan salah sasaran, menciptakan benih–benih fragmentasi sosial, dan melemahkan modal sosial masyarakat (gotong royong, musyawarah, keswadayaan dan lain-lain). Melemahnya modal sosial pada gilirannya mendorong pergeseran perubahan perilaku masyarakat yang semakin jauh dari semangat kemandirian, kebersamaan dan kepedulian untuk mengatasi persoalannya secara mandiri, bersama dan berkelanjutan. Pengertian P2KP sendiri adalah program pemberdayaan masyarakat dengan tujuan agar kedepannya masyarakat dapat menolong dirinya sendiri.48 Pendekatan pemberdayaan dalam P2KP dilaksanakan melalui penguatan kelembagaan masyarakat sebagai embrio atau pondasi bagi terbentuknya kelembagaan lokal yang dapat menjadi lembaga perantara untuk dapat menjangkau lembaga formal. Untuk itu diperlukan partisipasi serta peran aktif pemerintah dalam pelaksanaan P2KP untuk menumbuhkan iklim kondusif bagi upaya pemberdayaan masyarakat miskin. Dari hasil pelaksanaanya, tampak perkembangan yang positif, khususnya dalam terwujudnya kelembagaan masyarakat lokal mandiri, yakni Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM). Badan ini dipercaya sebagai pengelola dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) dan sebagai pemeduli terhadap kemiskinan 48 Tim Persiapan P2KP Pusat, Pedoman Umum Manual Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP), cet ke 2. (Jakarta:Sekretariat P2KP Pusat, 1999), h. 24. di komunitasnya. Membangun kelembagaan masyarakat yang mengakar perlu dilakukan, agar setelah masa program P2KP berakhir, upaya penanggulangan kemiskinan di perkotaan dapat dijalankan sendiri oleh masyarakat. Meskipun demikian, evaluasi pelaksanaan P2KP maupun kajian refleksi kritis yang dilakukan secara intensif serta masukan–masukan dari berbagai pihak selama ini, disadari bahwa masih terdapat berbagai hal yang belum diakomodasi dalam konsep dan strategi pelaksanaan P2KP yang ada saat ini, sehingga memerlukan penyempurnaan–penyempurnaan lebih lanjut. Penyempurnaan tersebut ditekankan pada keyakinan dasar P2KP bahwa persoalan kemiskinan sebenarnya hanya dapat ditanggulangi oleh masyarakat sendiri yang mampu bersinergi dengan pemerintah daerah dan kelompok peduli setempat. Sehingga cukup jelas bahwa faktor kapasitas dan kesiapan masyarakat dan pemerintah daerah menempati posisi yang sangat strategis dalam penyiapan kemandirian dan keberlanjutan upaya–upaya penanggulangan kemiskinan maupun pembangunan lingkungan perumahan dan permukiman. Guna mendukung peningkatan kapasitas dan kesiapan masyarakat tersebut, strategi pelaksanaan P2KP dititikberatkan pada proses pemberdayaan dan pembelajaran masyarakat serta pemerintah daerah agar mampu melakukan proses transformasi sosial dari masyarakat miskin/tidak berdaya menjadi masyarakat berdaya, dari masyarakat berdaya menjadi masyarakat mandiri dan akhirnya dari masyarakat mandiri mampu menuju masyarakat madani (civil society). Terwujudnya tatanan masyarakat madani inilah yang menjadi pondasi yang kokoh bagi terjaminnya kemandirian dan berkelanjutan upaya–upaya masyarakat, yang selain mampu menanggulangi masalah kemiskinan di wilayahnya secara efektif, juga mampu membangun kondisi lingkungan permukiaman di wilayahnya yang lebih baik, pro poor, sehat, dan lestari.49 B. VISI, MISI, dan STRUKTUR ORGANISASI Mengingat bahwa Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) adalah landasan dan pemicu tumbuhnya gerakan pembangunan berkelanjutan dalam penanggulangan kemiskinan di perkotaan maka diperlukan rumusan visi dan misi yang jelas sehingga dapat dipakai sebagai acuan perilaku dan arahan bagi semua pelaku P2KP maupun bagi pihak (stakeholders) dalam mengembangkan program – program kemiskinan di wilayahnya. Visi adalah suatu gambaran kondisi masa depan yang lebih dan ideal, tetapi dapat dicapai oleh suatu organisasi atau program. Visi harus dapat menggambarkan perbaikan kondisi sekarang, membangkitkan harapan dan kebanggaan organisasi, kelompok dan bahkan orang–perorang. Visi P2KP dimaknai sebagai suatu keinginan mencapai kondisi masyarakat kota yang tertib dan sejahtera melalui upaya penanggulangan kemiskinan, pemberdayaan dan kemandirian masyarakat secara berkelanjutan melalui penguatan institusi lokal, bantuan dana bergulir dan fasilitas pendampingan. Visi P2KP adalah mewujudkan masyarakat 49 madani melalui peningkatan kemandirian, partisipasi masyarakat Bulu Pedoman P2KP-3. Oktober 2005. h. 1. untuk mengatasi persoalan kemiskinan secara berkelanjutan dalam lingkungan permukiman sehat, produktif dan lestari. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin dan meningkatkan kesempatan kerja. Di lain pihak misi merupakan pernyataan tentang organisasi yang diwujudkan dalam produk atau pelayanan, misalnya memberi robot pada suatu organisasi atau program, apakah tujuan itu sudah mencakup hal yang luhur dan memiliki wawasan yang luas dan mendalam, disinilah misi menjembatani program dengan kondisi dari depan yang diupayakan untuk diproyeksikan. Misi P2KP adalah pemberdayaan dan membangun masyarakat mandiri yang mampu menjalin kebersamaan dan senergi dengan pemerintah maupun kelompok peduli setempat dalam menanggulangi kemiskinan secara efektif melalui pendekatan kesadaran sosial, pendapatan dan pemeliharaan lingkungan.50 Serta mampu mewujudkan terciptanya lingkungan permukiman yang tertata, sehat, produktif dan berkelanjutan. Fungsi P2KP adalah memfasilitasi masyarakat serta pemerintah daerah untuk mampu menangani akar penyebab kemiskinan secara mandiri dan berkelanjutan. Dalam hal ini, P2KP meyakini bahwa pendekatan untuk mewujudkan proses perubahan perilaku masyarakat adalah melalui pendekatan pemberdayaan atau proses pembelajaran masyarakat dan penguatan kapasitas untuk mengedepankan peran pemerintah daerah dalam mengapresiasi dan mendukung kemandirian masyarakat. 50 Konsultan Manajemen Wilayah (KMW) P2KP Satuan Wilayah Kerja (SWK) III, Konsep untuk UPK Diktat Pelatihan Pengembangan Unit Pengelola Keuangan (UPK), (Bandung : LPPM UNINUS, 2001), h. 1. P2KP bertujuan mempercepat upaya penanggulangan kemiskinan melalui hal- hal berikut : a. Penyediaan dana pinjaman untuk pengembangan kegiatan usaha produktif dan pembukaan lapangan kerja baru, b. Penyediaan dana hibah untuk pembangunan prasarana dan sarana dasar lingkungan yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menunjang butir a di atas, c. Peningkatan kemampuan perorangan dan keluarga miskin melalui upaya bersama berlandaskan kemitraan, yang mampu menumbuhkan usaha-usaha baru yang bersifat produktif dengan berbasis pada usaha kelompok, d. Penyiapan, pengembangan, dan kemampuan kelembagaan masyarakat dalam melaksankan program pembangunan, e. Pencegahan menurunnya kualitas lingkungan, melalui upaya perbaikan prasarana dan sarana lingkungan.51 Azas P2KP Dalam penyelengaraan P2KP, semua pihak terkait harus menjunjung tinggi dan berpedoman pada azas-azas sebagai berikut : a. Keadilan b. Kejujuran c. Kesetaraan kaum laki-laki dan perempuan d. Kemitraan 51 Tim Persiapan P2KP Pusat, Pedoman Manual Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP), cet ke-2., hal 2. e. Kesederhanaan.52 Prinsip P2KP Setiap pihak yang terkait dan terlibat dalam pelaksanaan P2KP harus pula bertindak dengan mengingat prinsip-prinsip berikut : a. Demokrasi b. Partisipasi c. Transparansi d. Akuntabilitas e. Desentralisasi. 53 Pada dasarnya Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan adalah Program Pemerintah Indonesia dalam rangka penanggulangan kemiskinan masyarakat di perkotaan. Untuk menyelenggarakan program tersebut, maka ditunjuk Departemen Pekerjaan Umum yang dalam pelaksanaannya bekerja sama dengan berbagai instansi di tingkat pusat maupun daerah. Struktur organisasi program menggambarkan pola penanganan program secara menyeluruh dari pusat sampai dengan daerah yang akan dijelaskan berikut ini : Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas menetapkan Surat Keputusan Tentang Tim Pengarah dan Tim Pelaksana inter Departemen Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP). 52 Konsultan Manajemen Wilayah (KMW) P2KP Satuan Wilayah Kerja (SWK) III, Konsep untuk UPK Diktat Pelatihan Pengembangan Unit Pengelola Keuangan (UPK), h. 2. 53 Konsultan Manajemen Wilayah (KMW) P2KP Satuan Wilayah Kerja (SWK) III, Konsep untuk UPK Diktat Pelatihan Pengembangan Unit Pengelola Keuangan (UPK), h. 2. Tim Pengarah P2KP diketuai oleh Deputi Bidang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan, Ketenagakerjaan dan Usaha Kecil Menengah, serta wakilnya adalah Deputi VI Menko Kesra dan Direktur Jenderal Cipta Karya Departemen PU. Tim pengarah beranggotakan unsur–unsur seperti dari Bappenas, Kantor Menko Kesra, Departemen PU, Depdagri, Departemen Keuangan, Kantor Koperasi dan UKM, Deperindag, Biro Pusat Statistik dan Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK) Nasional. Tim Pengarah Inter Departemen akan didukung Tim Pelaksana Inter Departemen, yang diketuai oleh Direktur Penanggulangan Kemiskinan Bappenas serta Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan Ditjen Cipta Karya Departemen PU selaku wakil ketua. Secara operasional, tim pengarah dan tim pelaksana inter Departemen akan dibantu oleh Kelompok Kerja P2KP Nasional (Pokja P2KP Nasional) yang beranggotakan eselon III dari departemen– departemen terkait. Departemen Pekerjaan Umum (PU) adalah lembaga penyelenggara Program (Executing agency) P2KP ini. Oleh sebab itu, Departemen PU melalui Direktorat Jenderal Cipta Karya bertanggungjawab terhadap keseluruhan penyelenggaraan Program P2KP. Sebagai lembaga penyelenggara Program P2KP, Departemen PU di bawah arahan Tim Pengarah dan Tim Pelaksanaan Inter Departemen. Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen PU membentuk Satuan Kerja Sementara Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (SKS P2KP), yang dipimpin oleh seorang Kepala yang membawahi beberapa staf. Kepala SKS P2KP, dibantu juga Pejabat yang melakukan tindakan yang mengakibatkan Pengeluaran Anggaran Belanja P2KP, mendapat mandat penuh serta bertanggungjawab langsung kepada Dirjen Cipta Karya Departemen PU dalam melaksanakan tugas–tugas keproyekan P2KP. Satker Sementara (SKS) P2KP akan dibantu oleh konsultan advisory (advisory consultant) yang bertanggungjawab mengawal/menjaga substansi konsep P2KP dan menyusun pedoman–pedoman P2KP, baik pedoman umum, pedoman teknis maupun pedoman pelaku serta pedoman–pedoman yang memuat konsep–konsep dasar berkaitan pelaksanaan P2KP, misalnya pelatihan, sosialisasi, komunitas belajar, exit strategy, PAKET, dan lain-lain. Untuk pelaksanaan lapangan, SKS P2KP mengontrak Konsultan Manajemen Pusat (KMP) yang bertindak atas nama SKS P2KP sesuai dan kewenangan yang diberikan SKS P2KP, untuk melakukan manajemen program secara menyeluruh termasuk mengendalikan Konsultan Manajemen Wilayah (KMW) yang akan bertugas di setiap satuan wilayah kerja (SWK). Di tiap SWK, akan ditangani oleh satu KMW yang berkantor di wilayah bersangkutan dan dipimpin oleh seorang Team Leader, yang bertindak sebagai Koordinator SWK dengan dibantu oleh beberapa tenaga ahli. Team leader KMW juga dibantu oleh koordinator kota yang bertanggungjawab untuk menangani kurang lebih 50 kelurahan sasaran atau 5 tim fasilitator. Koordinator kota berkedudukan di kota/kabupaten yang ditetapkan KMW sesuai kapasitas kelurahan sasaran dan dapat dibantu oleh beberapa tenaga sub–professional sesuai kebutuhan. Di tingkat kecamatan, pada setiap sekitar 5 hingga 10 kelurahan akan didampingi oleh Tim Fasilitator yang sekurangnya terdiri dari seorang Fasilitator Senior dan 4 Fasilitator. Jumlah anggota tim fasilitator akan disesuaikan untuk lokasi yang jumlah kelurahannya lebih banyak dan lokasi yang dianggap cukup terpencil, sesuai ketetapan Kepala SKS P2KP. Tim Fasilitator ini akan bertanggungjawab langsung ke KMW. Disamping itu di setiap kelurahan, warga masyarakat diharapkan dapat mendorong dan memberikan kesempatan seluas mungkin kepada relawan– relawan, yang nantinya melalui pendampingan dan penguatan kapasitas oleh tim fasilitator, diharapkan mampu membantu masyarakat dalam melaksanakan proses dan kegiatan P2KP secara benar sesuai dengan pedoman P2KP. Relawan–relawan ini adalah orang–orang yang peduli, komitmen dan ingin memberikan konstribusi nyata bagi perbaikan kesejahteraan masyarakat miskin dan warga rentan atau tertinggal (kelompok marjinal) yang ada disekitarnya, melalui keterlibatan aktif dan konstruktif dalam pelaksanaan P2KP di wilayahnya. C. PROGRAM-PROGRAM SOSIAL DAN EKONOMI Untuk menanggulangi persoalan kemiskinan struktural maupun yang diakibatkan oleh krisis ekonomi, pemerintah memandang perlu untuk memberikan bantuan kepada masyarakat miskin diperkotaan melalui P2KP. Kegiatan ini tidak hanya bersifat reaktif terhadap keadaan darurat yang dialami, namun juga bersifat strategis karena dalam kegiatan ini disiapkan landasan berupa institusi masyarakat yang menguat bagi perkembangan masyarakat dimasa mendatang. Bantuan kepada masyarakat miskin ini diberikan dalam bentuk dana yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan yang diusulkan masyarakat dan dalam bentuk pendampingan teknik yang diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan itu. Dana bantuan P2KP merupakan dana hibah dan pinjaman yang disalurkan kepada kelompok-kelompok swadaya masyarakat (KSM) secara langsung dengan sepengetahuan penanggungjawab operasional kegiatan (PJOK) yang ditunjuk dan sepengetahuan warga masyarakat setempat melalui kelembagaan masyarakat yang dibentuk. Dana tersebut dapat dimanfaatkan sebagai modal usaha produktif, pembangunan prasarana dan sarana dasar lingkungan serta pengembangan sumber daya masnusia. Dalam arus pendanaan kepala PMU akan bertanggung jawab pada aktivitas tingkat pusat dan PJOK akan bertanggungjawab dalam proses administrasi BLM. PJOK akan mengajukan surat permintaan pembayaran (SPP) kepada kantor KPKN setempat, yang selanjutnya menerbitkan surat perintah membayar (SPM) kepada Bank Indonesia setempat. Bank Indonesia akan menyalurkan dana P2KP ke masing–masing rekening BKM di Bank yang ditunjuk BKM. Untuk tata cara pencairan dana, pemerintah Indonesia melalui Bank Indonesia membuka Rekening Khusus (RK) dalam mata uang Dollar amerika (USD). RK adalah atas nama Ditjen. Anggaran Departemen Keuangan. Pencairan dana dari RK mengikuti tata cara Financial Management Reporting (FMR). Dana yang dipergunakan untuk modal usaha produktif merupakan dana pinjaman bergulir yang pengelolahannya dilakukan oleh masyarakat melalui suatu wadah yang dibentuk oleh masyarakat. Dibantu oleh Konsultan Managemen Wilayah (KMW). Wadah dimaksud merupakan kelembagaan masyarakat yang disebut BKM, yang beranggotakan para tokoh masyarakat dan perwakilan KSM, serta warga. Sementara dana untuk pembangunan prasarana dan sarana dasar lingkungan merupakan dana hibah yang tidak perlu dikembalikan, Namun masyarakat harus menunjukkan kesanggupan dan tanggungjawab untuk dapat melakukan pemeliharaan serta pengembangan lebih lanjut. Dana hibah ini diprioritaskan kepada jenis–jenis prasarana dan sarana yang dapat memberikan dampak langsung kepada peningkatan dan pendapatan masyarakat. Pembangunan prasarana dan sarana yang dimaksud disni dapat berupa pembangunan yang baru dan perbaikan yang lama. Pengelolahan seluruh kegiatan, baik pengembangan usaha maupun pembangunan sarana dan prasarana, pada prinsipnya dilakukan oleh masyarakat sendiri, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai pemeliharaan semuanya dilakukan dengan pendekatan bertumpu pada kelompok. Pendekatan semacam ini menuntut adanya partisipatif aktif masyarakat. Pelaksanaan kegiatan ini sedapat mungkin bersifat padat karya dan diarahkan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat serta memperkuat kelembagaannya.54 Dalam program sosial maupun ekonomi, P2KP menyediakan dukungan untuk mendanai kegiatan pengembangan atau pemberdayaan masyarakat serta penguatan kapasitas dalam rangka mengedepankan peran pemerintah daerah, termasuk diantaranya adalah penguatan peran dan fungsi Komite Penanggulangan Kemiskinan Daerah (KPK-D), mengembangkan Komunitas Belajar Perkotaan 54 Tim Persiapan P2KP Pusat, Pedoman Umum Manual Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP), cet ke-2., h. 2. (KBP), dan menumbuh-kembangkan kemitraan sinergis dengan masyarakat, agar mampu bekerja sama secara lebih efektif dalam penanggulangan kemiskinan di wilayah setempat sesuai prinsip dan nilai universal di P2KP. Dana–dana yang didapatkan untuk mendanai kegiatan/program sosial maupun ekonomi tersebut, berasal dari BLM (Bantuan Langsung Masyarakat). Substansi makna dana BLM sesungguhnya merupakan media pembelajaran masyarakat untuk terus membangun kapital sosial dan menumbuhkan nilai–nilai universal kemanusiaan maupun prinsip–prinsip kemasyarakatan sehingga pada gilirannya akan mampu menyelesaikan persoalan sosial, ekonomi dan lingkungan/permukiman mereka. Lebih dari itu, Komponen Dana BLM diadakan juga dengan tujuan membuka akses bagi masyarakat miskin ke sumber dana yang dapat langsung digunakan oleh masyarakat miskin untuk upaya–upaya penanggulangan kemiskinan. Dana BLM juga merupakan dukungan stimulant P2KP yang dapat digunakan secara fleksibel oleh masyarakat untuk berbagai upaya pembelajaran penanggulangan kemiskinan, sesuai dengan PJM dan Renta Pronangkis (Program Penanggulangan Kemiskinan) yang telah disepakati oleh seluruh masyarakat kelurahan setempat. Jenis–jenis kegiatan dapat ditentukan sendiri oleh masyarakat melalui rembug warga, dengan tetap memperhatikan keselarasan dan keberlanjutan pembangunan (aspek tridaya) sesuai kebutuhan masyarakat sebagaimana layaknya pembelajaran pada konteks realita. Pada dasarnya dana BLM dapat digunakan secara cukup luwes dengan berpedoman kepada PJM Pronangkis, pembelajaran aspek Tridaya dan kesepakatan serta kearifan warga sehingga hasilnya dapat benar–benar memberikan manfaat berkurangnya kemiskinan di tempat bersangkutan.55 Lokasi sasaran penerima bantuan dari P2KP difokuskan pada satuan pemukiman. Satuan pemukiman mempunyai makna yang penting mengingat disinilah muncul kebersamaan dan kesepakatan atas dasar kepentingan yang sama. Selain itu, pada satuan - satuan pemukiman terkonsentrasi pula berbagai kegiatan sosial, ekonomi, dan fisik dengan kepranataan sosialnya sendiri. Oleh karenanya, satuan pemukiman perlu dilihat sebagai areal yang memungkinkan adanya integrasi berbagai kegiatan, termasuk integrasi berbagai kegiatan pembanguan sektoral. Satuan hunian dipilih berdasarkan kriteria sebagai berikut : 1. Keberadaan satuan pemukiman tidak terlepas dari fungsi-fungsi sekitarnya serta struktur fisik prasaran dan saran yang merupakan bagian dari sistem struktur yang lebih besar. Oleh karena itu satuan pemukiman perlu memperhatikan berbagai kondisi sosial, ekonomi, fisik maupun fungsional. 2. Seluruh kota (besar, sedang, kecil) dapat dijadikan lokasi sasaran P2KP. Namun untuk tahap pertama, lokasi sasaran P2KP dibatasi dan ditetapkan berdasarkan hasil pengolahan data dan pemetaan kelurahankelurahan miskin yang beralokasi di kota. Kegiatan pembangunan prasarana/sarana lingkungan yang manfaatnya langsung dinikmati sebagian besar warga kelurahan bersangkutan, seperti 55 Buku Pedoman P2KP-3. hal 40. jembatan, jalan, perbaikan sekolah, fasilitas kesehatan, sanitasi dan lainnya yang telah di identifikasi melalui Pronangkis berbasis pemetaan swadaya. Program ekonomi yang merupakan pinjaman bergulir untuk kegiatan prasarana yang bersifat individual, misalnya perbaikan rumah maupun sarana rumah tangga yang berkaitan dengan lingkungan permukiman dan kegiatan sosial yang bersifat individual, misalnya beasiswa dan pelatihan untuk warga miskin. Pinjaman untuk Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang membutuhkan dana untuk kegiatan yang terkait usaha produktif dari anggota–angotanya, dengan batas maksimal pinjaman pertama kali bagi setiap anggota KSM adalah Rp 500.000,-. Sedangkan batas maksimal pinjaman untuk tahap berikutnya adalah Rp 2.000.000,-. Hal ini dimaksudkan sebagai proses pembelajaran masyarakat sekaligus memperkuat orientasi sasaran P2KP, yakni masyarakat miskin. Oleh karena itu, pada tahap berikutnya diharapkan KSM–KSM dan anggota– anggotanya yang telah meningkatkan kesejahteraannya dimaksud dapat dilayani oleh koperasi atau UPE (Unit Pengelola Ekonomi) yang difasilitasi BKM dan juga dapat mengakses lembaga keuangan formal di sekitarnya.56 Diawali dengan program sosial, yang dimana serangkaian kegiatan tahapan pembelajaran masyarakat, dimulai dari belajar membangun kebersamaan pada saat rembug kesiapan masyarakat, belajar mengevaluasi penyebab kemiskinan yang bertumpu pada perilaku dan sikap, belajar merumuskan keinginan secara riil sesuai dengan kondisi obyektif yang ada dan potensi yang dimilikinya, belajar bersinergi dan mengorganisir dalam lembaga yang mengakar 56 Buku Pedoman P2KP-3. hal 41. dan representative, belajar membuat program kemiskinan dan pembangunan diwilayahnya, belajar melakukan kegiatan bersama yang dilandasi perubahan perilaku dan sikap, serta proses–proses belajar lainnya. Beberapa kegiatan yang termasuk dalam komponen pengembangan masyarakat (sosial), antara lain mencakup: 1. Rembug atau Musyawarah Kesepakatan Masyarakat 2. Pengorganisasian Masyarakat 3. Perencanaan Partisipatif Menyusun PJM dan Renta Pronangkis 4. Komunitas Belajar Kelurahan (KBK) Dalam tingkatan berkelanjutan, peran pemerintah daerah akan dikedepankan untuk dapat membangun kemandirian dalam menanggulangin kemiskinan dan mewujudkan pembangunan keberlanjutan yang berbasis nilai– nilai serta prinsip–prinsip universal. Pemerintah daerah akan didorong peran aktifnya sebagai pelaksana dalam penyelenggaraan lokakarya dan kegiatan P2KP ditingkat daerah serta melakukan peran–peran koordinasi, monitoring dan supervisi. Kegiatan/program sosial merupakan bantuan santunan untuk fakir miskin, orang jompo, anak yatim piatu dan lain–lainnya, yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan mereka yang termiskin dari masyarakat miskin (termasuk dimungkinkan penggunaan untuk beasiswa, perbaikan rumah kumuh, pelayanan kesehatan dan lainnya). Mengingat masyarakat termiskin dari kelompok masyarakat miskin adalah sasaran utama P2KP, maka sebagian dana BLM harus dialokasikan untuk memberikan santunan dan sekaligus membangkitkan kepedulian dan kegiatan amal dari lapisan masyarakat yang lebih beruntung untuk terlibat dalam gerakan amal ini. Dalam program ekonomi/lingkungan serta sosial, setelah proses pembelajaran di masyarakat menanggulangi kemiskinan dilakukan praktek langsung di lapangan oleh masyarakat sendiri dengan melaksanakan apa yang sudah direncanakan. Maka harapannya adalah dengan adanya dana stimulant BLM. Baik dari Pemerintah pusat, daerah, atau dari chanelling/pihak swasta yang saling bekerjasama untuk menanggulangi kemiskinan di daerahnya. BAB IV PERAN P2KP DAN PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT MISKIN KOTA A. PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT MISKIN Permasalahan kemiskinan di Indonesia cukup kompleks. Fakta yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik Pusat (BPS) per maret 2006. tercatat, jumlah penduduk miskin di Indonesia sebesar 39,05 juta jiwa atau 17,75 % dari jumlah penduduk. Angka pengangguran terbuka sebesar 10,9 juta jiwa atau 10,3 % dari total angkatan kerja (data BPS agustus 2006)57. Untuk meningkatkan efektivitas penciptaan lapangan kerja, pemerintah penanggulangan meluncurkan kemiskinan Program dan Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri mulai tahun 2007. Dr. Ir. Sujana Royat, DEA, Deputi Bidang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Menko Kesra menyatakan, melalui PNPM Mandiri dirumuskan kembali mekanisme upaya penanggulangan kemiskinan yang melibatkan unsur masyarakat , mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi.58 PNPM Mandiri yang dicanangkan oleh Presiden RI pada 30 April 2007 di Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah. Adalah program pemersatuan yang sebelumnya sudah ada pada setiap Departemen dan dikerucutkan dalam payung PNPM Mandiri untuk dapat mengorganisirkan agar lebih mudah. Sekarang, P2KP lebih dikenal sebagai PNPM Mandiri Perkotaan. PNPM Mandiri mulai 57 Diambil dari data BPS tahun 2006 “Peluncuran PNPM Mandiri,” Koran Seputar Indonesia, 12 Desember 2008, h. 14. 58 dilaksanakan tahun 2007 dengan anggaran Rp 3,15 triliun dengan lokasi sasaran 33.000 desa/kelurahan di 2.788 kecamatan di 33 provinsi. Pada tahun 2008, lakosi sasaran PNPM Mandiri diperluas mencakup 3.999 kecamatan dengan anggaran sebesar Rp 7,14 triliun. Sumber pendanaan P2KP berasal dari APBN kementerian atau lembaga, baik berupa rupiah murni maupun pinjaman dan hibah luar negeri yang dialokasikan untuk bantuan teknis dan BLM (Bantuan Langsung Masyarakat), Pinjaman Bank Dunia melalui Third Urban Poverty Project IDA-Credit, APBD Propinsi, APBD Kota/Kabupaten, dan dukungan dari berbagai lembaga donor yang dikoordinasikan melalui fasilitas pendukung P2KP. Sejak dicanangkan oleh Presiden RI, PNPM Mandiri Perkotaan atau P2KP telah mencapai sasaran sebanyak 34 propinsi, 240 kabupaten/kota, 1120 kecamatan, dan 6406 kelurahan. Dengan rincian P2KP-1, 6 propinsi, 64 kabupaten/kota, 681 kecamatan dan 2621 kelurahan. Yang dilaksanakan dari tahun 1999–2004, yang tersebar di wilayah Pantura Pulau Jawa, Kabupaten dan Kota Bandung, D.I Yogyakarta, Kabupaten dan Kota Malang. P2KP-2, 13 propinsi, 80 Kabupaten/kota, 210 kecamatan dan 2059 kelurahan. Yang dilaksanakan dari tahun 2004-2008, tersebar di wilayah Pulau Kalimantan (kecuali Kalimantan timur), Sulawesi, Nusa Tenggara Barat dan Pulau Jawa bagian selatan. Sedangkan P2KP-3, 15 propinsi, 96 kabupaten/kota, 229 kecamatan dan 1726 kelurahan. Yang dilaksanakan dari tahun 2005-2011, tersebar di wilayah Sumatera, Kalimantan Timur, NTT, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat dan Papua. Dengan jumlah PAGU dana BLM yang dimanfaatkan pada P2KP-1 sebesar 758.250 juta dan P2KP-2 sebesar 451.000 juta.59 Sedangkan untuk P2KP-3 total jumlah PAGU untuk dana BLM yang diserap sebesar 492.800 juta.60 Peran serta pemerintah daerah (Pemda) dalam menanggulangi kemiskinan di wilayahnya. Dalam memberikan PAKET (Penanggulangan Kemiskinan Terpadu) yang merupakan salah satu komponen Program P2KP sebagai suatu upaya proses pembelajaran untuk membangun dan melembagakan “kemitraan” antara masyarakat dengan pemerintah kota/kabupaten dan kelompok peduli setempat (LSM, perguruan tinggi, pihak swasta, perbankan dan lain–lainya) dalam rangka terwujudnya sinergi upaya penanggulangan kemiskinan.61 Melalui komponen PAKET diharapkan juga dapat terbangun dan melembaga proses konsultatif antara ketiga pilar pembangunan (pemerintah, masyarakat, swasta/kelompok peduli) di tingkat kota/kabupaten dalam penanggulangan kemiskinan. Dalam hal ini, PAKET hanya sekedar stimulan untuk membantu dan mempercepat proses kemitraan yang mulai ditumbuhkan oleh masyarakat sendiri. Bagi masyarakat, terutama BKM, komponen PAKET juga dimaksudkan sebagai proses pembelajaran untuk mengakses dan menggalang berbagai sumber daya maupun sumber dana yang dimiliki pemerintah kota/kabupaten atau kelompok peduli setempat (channeling), sehingga diharapkan dapat lebih 59 Buku Info P2KP, edisi februari 2007 h. 10-12. Buku Info P2KP, h. 1. 61 Pedoman Umum P2KP-3. Direktorat Jenderal Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum. Oktober 2005 h. 44. 60 mengoptimalkan kemandirian dan keberlanjutan upaya penanggulangan kemiskinan62. Agar masyarakat (BKM) mampu bermitra dengan pemerintah kota/kabupaten dan kelompok peduli setempat, maka prasyarat utama adalah masyarakat (BKM) memiliki kredibilitas yang menjamin kepercayaan dari berbagai pihak. Hal ini menunjukkan bahwa hanya BKM yang berdaya, yang memiliki peluang lebih besar untuk dapat berpartisipasi aktif dalam proses channeling dari program–program yang ada, khususnya melalui PAKET. Komponen PAKET P2KP akan mengalokasikan dana stimulan yang dapat digunakan untuk keperluan membiayai kegiatan yang direncanakan secara partisipatif serta diusulkan oleh BKM berdaya bekerjasama dengan dinas pemerintah kota/kabupaten atau sebaliknya. Selain itu, Program PAKET pada dasarnya harus ditempatkan sebagai sarana pembelajaran kemitraan antara masyarakat dengan pemerintah daerah dan kelompok peduli setempat. Dengan demikian, pelaksanaan dan capaian PAKET dapat dilihat pada kebutuhan rasa kebersamaan dan kemitraan antara masyarakat dengan pemerintah daerah dan kelompok peduli, baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan maupun sumber dana terhadap kegiatan pembangunan di wilayahnya.63 Alokasi dana PAKET P2KP kepada pemerintah kota/kabupaten terseleksi akan dilakukan melalui mekanisme penganggaran yang biasa dilakukan pemerintah pusat kepada pemerintah kota/kabupaten. Jumlah alokasi dana PAKET untuk masing–masing kota/kabupaten diinformasikan secara terbuka, 62 Pedoman Umum P2KP-3, h. 44. Pedoman Umum P2KP-3, h. 45. 63 sehingga dapat diketahui oleh seluruh lapisan masyarakat secara transparan. Jumlah dana PAKET yang telah dialokasikan untuk masing–masing kota/kabupaten sasaran tersebut meurpakan jumlah maksimum yang dapat dimanfaatkan. Dana PAKET bersifat “stimulan” sebesar 30% sampai 50% dari pendanaan kegiatan yang diusulkan dan dikelola oleh panitia kemitraan.64 Besaran PAGU anggaran untuk PAKET P2KP pada setiap kota/kabupaten berkisar antara 6 milyar rupiah. Dari jumlah tersebut, dibagi dalam 3 tahapan. Untuk tahun pertama 1,5 milyar rupiah, tahun kedua 2 milyar rupiah, dan tahun ketiga 2,5 milyar rupiah. Jumlah tersebut, dapat dimanfaatkan oleh masyarakat semaksimal mungkin. Dalam pemberdayaan ekonomi di masyarakat, P2KP memberikan masyarakat berupa bantuan modal usaha berupa dana pinjaman bergulir yang dapat diakses oleh masyarakat melalui KSM–KSM yang telah terbentuk. Dana– dana tersebut merupakan dana hibah untuk masyarakat yang dapat terus digulirkan secara berkelanjutan di masyarakat. Masyarakat diberi berbagai pilihan untuk mengentaskan kemiskinan melalui kegiatan ekonomi P2KP. Salah satunya, melalui pemberian pinjaman bergulir dengan tujuan meningkatkan pendapatan masyarakat miskin. Pinjaman bergulir disediakan bagi kelompok masyarakat miskin yang memilih peluang bisnis menguntungkan dan kapasitas membayar memadai, Namun tidak mempunyai akses ke institusi kredit atau program lainnya. 64 Pedoman Umum P2KP-3, h. 46-47. Dikatakan bergulir karena dana untuk pinjaman ini terbatas. Karenanya, pemberian pinjaman oleh Unit Pengelola Keuangan (UPK) kepada Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) diberikan bergantian sesuai dengan ketersediaan dana. Jika dana belum mencukupi, KSM yang layak memperoleh pinjaman masuk dalam daftar tunggu. Selain itu, untuk dapat menggeliatkan perekonomian BKM. Maka dari dana yang dipinjam oleh masyarakat, dikenakan bunga sebesar 1-2%. Kegunaan bunga tersebut, selain untuk membantu biaya operasional BKM dapat juga untuk menambahkan modal usaha pinjaman bergulir pada masyarakat yang memerlukan. B. P2KP DAN PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT MISKIN KOTA DI BOGOR 1. Program Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) merupakan salah satu program pemerintah yang bertujuan memberdayakan masyarakat, khususnya kaum dhuafa atau masyarakat miskin. Gerakan penanggulangan kemiskinan tersebut dilakukan secara terpadu antara tiga pilar pembangunan, yaitu pemerintah, swasta, dan masyarakat yang berorientasi pada kemandirian dan berkelanjutan. Pada dasarnya, tidak ada seorangpun didunia ini yang dilahirkan miskin atau kaya, kedua hal itu baru timbul kemudian melalui serentetan sebab akibat. Tidak jarang seseorang yang tinggal ditengah keluarga dilingkungan yang miskin dalam pertumbuhannya menjadi kaya, atau sebaliknya tidak jarang seseorang dilahirkan dari keluarga kaya kemudian hari menjadi miskin, itulah realitas kehidupan yang tidak dapat dipungkiri. Secara sadar telah kita ketahui bersama, bahwa kemiskinan merupakan masalah yang sangat kompleks. Karena tidak hanya berkenaan dengan tingkat pendapatan yang rendah tetapi juga berkenaan dengan tingkat pendidikan dan kesehatan fisik yang rendah serta kurang mampu memberdayakan potensi sumber daya manusia dan alam yang terdapat disekelilingnya. Oleh karena itulah, upaya penanggulangan kemiskinan harus benar-benar dilaksanakan dengan komprehensif dan mencakup keseluruhan aspek kehidupan masyarakat serta dilaksanakan dengan terpadu dan berkelanjutan. Menurut Ginanjar Kartasasmita dalam pembangunan untuk rakyat memadukan pertumbuhan dan pemerataan mengatakan bahwa stabilitas ekonomi, sosial dan politik, pertumbuhan penduduk yang terkendali dan lingkungan hidup yang terjaga kelestariannya merupakan kondisi yang diperlukan untuk menjamin kelangsungan pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan. Karena program penanggulangan kemiskinan hanya dapat berjalan dengan baik dan efektif apabila suasana tentram, aman, dan stabil telah tercipta.65 Strategi dasar gerakan pemberdayaan bagi masyarakat miskin diawali dengan perubahan perilaku individu maupun kolektif dengan cara membangun kesadaran kritis. Untuk itu, kelompok masyarakat miskin tidak boleh dipandang sebagai faktor penghambat pembangunan dan dimarjinalkan. Kaum miskin harus 65 Ginanjar Kartasasmita, Pembangunan untuk rakyat Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan (Jakarta:CIDES, 1996), h. 242. ditempatkan sebagai salah satu potensi yang sangat penting untuk diberdayakan dan dikembangkan ke arah yang lebih maju dan mandiri. Salah satu wujud pembelajaran luar biasa yang dapat diambil dari kegiatan penanggulangan kemiskinan di perkotaan adalah bentuk sinergi antara masyarakat, pemerintah, swasta, LSM, perguruan tinggi serta kelompok peduli lainnya. Semua orang bisa ikut serta dalam penanggulangan kemiskinan tanpa membedakan jenis kelamin dan usia. Bentuk bantuan pun tidak terbatas materi, tetapi bisa juga gagasan, partisipasi serta komitmen bersama. Masyarakat diberi berbagai pilihan untuk mengentaskan kemiskinan melalui kegiatan ekonomi P2KP. Salah satunya, melalui pemberian pinjaman bergulir dengan tujuan meningkatkan pendapatan masyarakat miskin. Pinjaman bergulir disediakan bagi kelompok masyarakat miskin yang memilih peluang bisnis menguntungkan dan kapasitas membayar memadai, Namun tidak mempunyai akses ke institusi kredit atau program lainnya. Dikatakan bergulir karena dana untuk pinjaman ini terbatas. Karenanya, pemberian pinjaman oleh Unit Pengelola Keuangan (UPK) kepada Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) diberikan bergantian sesuai dengan ketersediaan dana. Jika dana belum mencukupi, KSM yang layak memperoleh pinjaman masuk dalam daftar tunggu. Pembayaran kembali pinjaman merupakan syarat utama keberlangsungan pelayanan pinjaman. Semakin tertib peminjam membayar kembali serta semakin tinggi pembayaran kembali atau repayment rate UPK, maka semakin banyak KSM yang terlayani dan semakin besar jumlah pinjaman yang bisa diterima. Dari sumber–sumber pendanaan yang didapatkan, komponen–komponen program digunakan untuk keperluan sebagai berikut : Pemberdayaan masyarakat dan pengembangan kapasitas dalam rangka mengedepankan Pemerintah Daerah. Dalam penggunaan biaya–biaya kegiatan pemberdayaan masyarakat dan pengembangan kapasitas untuk mengedepankan peran pemerintah daerah pada dasarnya didanai dari sumber dana Bank Dunia, yaitu berupa pendampingan tim fasilitator, lokakarya dan pelatihan masyarakat. Pemerintah pusat, pemerintah propinsi dan pemerintah kota/kabupaten juga mengalokasikan dana dari sumber APBN dan APBD masing–masing untuk beberapa kegiatan pelatihan dan lokakarya yang diperuntukkan bagi pengembang kapasitas para pihak yang ada di wilayah kerja masing–masing.66 Selain itu, program–program yang mencakup lingkungan di masyarakat adalah BLM (Bantuan Langsung Masyarakat) pada masyarakat miskin yang langsung diterima oleh masyarakat tanpa adanya potongan sedikitpun. Melalui BKM (Badan Keswadayaan Masyarakat), dana–dana yang didapat langsung masuk ke rekening bersama yang dimiliki oleh BKM, yang diwakilkan oleh tiga orang perwakilan pengurus/pemimpin kolektif BKM. Dana–dana tersebut sudah mendapatkan porsi bagian–bagian untuk langsung disalurkan kepada masyarakat yang berhak melalui KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat) yang dibentuk oleh masyarakat itu sendiri. Dana Bantuan Langsung ke Masyarakat (BLM) bersumber pada dana pinjaman dari Bank Dunia, sementara Pemerintah Indonesia (Pusat, Propinsi dan 66 Pedoman Umum P2KP-3, Hal 98 Kota/Kabupaten) mengalokasikan dana untuk Biaya Operasional Program, termasuk BOP PJOK dan BOP Kelurahan. 67 Proses pengolahan program atau proyek ini bersifat sentratik, karena pemerintah daerah hanya dilibatkan pada tahap pelaksanaan program (proyek) melalui alokasi dana dari pemerintah pusat. Dan yang diberikan pemerintah pusat diserahkan dan dicairkan kepada kelompok masyarakat dan tidak akan dikembalikan lagi kepada pemerintah. Dana ini menjadi dana abadi yang harus tetap bergulir didaerah perkotaan yang dijadikan sasaran proyek dan tidak dialihkan untuk kepentingan lain diluar wilayah sasaran proyek dan diluar kepentingan masyarakat. Dana yang diberikan adalah modal usaha untuk digunakan bagi kegiatan sosial ekonomi yang produktif yang diharapkan dapat menguntungkan, berkembang, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam kegiatan ekonomi, masyarakat mendapatkan bantuan berupa dana untuk modal usaha. Dana tersebut disalurkan dari BKM melalui KSM–KSM ekonomi yang dibentuk oleh masyarakat. Kegiatan ekonomi tersebut merupakan ekonomi bergulir, dimana para KSM ekonomi peminjam mendapatkan bantuan berupa uang sebesar Rp. 500.000,- minimal dan bisa lebih banyak untuk per orang per kepala keluarga. Dari dana tersebut, KSM penerima manfaat/pinjaman dapat menggunakan uang tersebut untuk mengembangkan usahanya. Kemudian, KSMKSM tersebut diberikan jangka waktu untuk dapat mengembalikan dana tersebut, untuk dapat digulirkan atau dipinjamkan kembali kepada penerima manfaat yang belum mendapatkannya. Biasanya, jangka waktu pengembalian dana tersebut 67 Pedoman Umum P2KP-3, Hal. 98 selama 10 bulan. Dan dengan bunga sebesar 1–2 %. Bunga ini gunanya untuk memberikan pemasukan kepada BKM melalui Unit Pengelola Keuangan (UPK) sebagai dana intensif bagi juru tagih dari para peminjam. Bunga yang didapat dari hasil pinjaman bergulir tersebut, selain untuk dana intensif dapat juga merupakan modal bagi BKM untuk dapat menggerakan dan menambahkan modal untuk membantu perguliran selanjutnya. Agar perekonomian dimasyarakat dapat terus bergeliat dan berkembang. 2. Restrukturisasi P2KP merupakan satu bagian yang tidak dapat terpisahkan dari PNPM Mandiri Nasional, oleh sebab itu perngelolaan program ini juga merupakan bagian dari pengelolaan program nasional PNPM Mandiri yang telah diatur sebagaimana mestinya. Dalam proses perkembangan yang terdapat didalam tubuh P2KP itu sendiri, pembelajaran yang terdapat pada tingkatan masyarakat sangat membantu dalam perbaikan dan perkembangan P2KP kedepannya. Arti restrukturisasi adalah perubahan–perubahan suatu struktur dimana hal–hal yang merupakan penghambat bagi keberhasilan suatu program perlu lebih disederhanakan dan atau perlu diperbaharui, agar pola berjalannya kegiatan dapat berjalan dengan lancar dan sesuai. Pada dasarnya Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) adalah Program Pemerintah Indonesia dalam rangka penanggulangan kemiskinan masyarakat di perkotaan. Maka dari itu, untuk menyelenggarakan Program tersebut, maka ditunjuk Departemen Pekerjaan Umum yang dalam pelaksanaannya bekerja sama dengan berbagai instansi di tingkat pusat maupun daerah. Lebih dari itu, Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) ini dirancang sebagai gerakan bersama yang terpadu dalam penanggulangan kemiskinan melalui proses pemberdayaan masyarakat dan pemerintah daerah. Pemberdayaan ini memerlukan keterlibatan berbagai pihak antara lain pemerintah, swasta, dan warga masyarakat luas. Semua pihak diharapkan dapat menjalankan peran dan tanggungjawab dengan baik dalam memampukan masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan. Secara umum struktur P2KP–PNPM MP sudah cukup memadai, namun bila diamati kembali perlu adanya restrukturisasi untuk dapat lebih memperlancar dan mempermudah dalam pelaksanaan program ini, sebagaimana yang tercantum pada lampiran bagan 1 Dalam struktur organisasi yang ada, diperlukan adanya efisiensi struktur organisasi agar perencanaan dan kordinasi dapat berjalan lebih efektif, lancar, dan tidak berbelit–belit serta dapat menghemat waktu dan mempermudah pelaksanaan. Perlunya pengurangan dan pemangkasan birokrasi agar diharapkan dapat memperbaiki kinerja sebelumnya. Seperti apabila dapat kita lihat pada bagan. Pada tingkatan propinsi, satker non-vertical PBL seharusnya dapat dihilangkan. Karena, dengan adanya struktur pada bagian tersebut. Maka dapat mengurangi beban pengendalian dan dapat menghemat yang ada. Sebaiknya, satker non vertical PBL tersebut disatukan atau dileburkan dengan Bapepeda Propinsi/PU propinsi. Karena, pada tingkatan propinsi keberadaan satker dalam memfasilitasi sangatlah lama. Apalagi bila keberadaan satker propinsi tersebut berada di Ibukota propinsi. Maka, untuk setiap kegiatan yang memerlukan difalitasi oleh satker propinsi, sangatlah banyak membuang energi dan waktu. Oleh sebab itu, dalam pelaksanaan dilapangannya tertunda karena lamanya proses berlangsung. Selanjutnya, untuk tingkatan kabupaten atau kota. Sebaiknya tetap diadakan, karena pada tingkatan tersebut merupakan koordinasi dan difasilitasi secara langsung pada tingkatan yang paling bawah. Sebaiknya, satker pada tingkatan propinsi dapat dirangkap oleh satker pada tingkatan Kabupaten atau Kota. Hal ini agar lebih dapat menyederhanakan birokrasi serta pengendalian dan memfasilitasi agar tidak berbelit–belit dan lebih efisien. Serta untuk dapat lebih meningkatkan peran serta masyarakat dalam melaksanakan program ini. Selain itu, untuk tingkatan pada masyarakat. Sebaiknya peran serta perempuan dalam kepengurusan lembaga–lembaga yang ada agar lebih ditingkatkan dan ditambah jumlahnya. Bila pada sebelumnya jumlah perempuan dewasa minimal 30% dari jumlah penduduk. Maka sebaiknya jumlah tersebut dinaikkan menjadi 40%. Ini dimaksudkan agar peranan perempuan dimasyarakat dapat turut serta dalam pembangunan daerahnya. Karena dalam kenyataannya, wanita dapat lebih peka dalam menyikapi keadaan lingkungan disekitarnya. Selain daripada itu, perempuan bisa dapat lebih aktif ketimbang laki – laki karena wanita lebih banyak memiliki waktu luang dan perempuan dapat menjadi lebih cerdas, sehingga bisa dapat mandiri, lebih berdaya dalam mengelola rumah tangganya. 3. Kekurangan, Kelebihan, dan Tantangan Secara struktural organisasi P2KP mencakup seluruh pihak yang bertanggungjawab dan terlibat dalam pencapaian tujuan P2KP yaitu meliputi unsur pemerintahan dan konsultan pendamping, adalah kewajiban kita secara bersama untuk mensukseskan secara mutlak program ini baik dari masyarakat level penerima bantuan maupun dari seluruh perangkat, institusi terkait adalah tantangan dari kedua belah pihak untuk lebih meningkatkan manfaat dan hasil nyata dari program ini yaitu : 1. Mendidik masyarakat untuk lebih komunikatif dalam menyampaikan aspirasi, keinginan,harapan, dan kebutuhan mereka. 2. Perangkat kelurahan/pendamping lebih aktif dalam mencari data, menggugah masyarakatnya untuk terbuka, tidak malu/gengsi dalam menyampaikan kekurangan yang mereka hadapi, melaporkan bila ada warga yang benar – benar tidak mampu dan memerlukan bantuan. 3. Masyarakat harus cerdas dalam memilih perangkat BKM dilingkungannya, karena BKM merupakan ujung tombak kepercayaan masyarakat dalam mengemban tugas dan amanah dari/dan untuk masyarakat. Kejujuran, transparan/keterbukaan adalah hal terpenting yang harus dimiliki oleh perangkat BKM, ikhlas dan kesungguhan dalam melaksanakan tugas merupakan syarat mutlak bagi perangkat BKM, karena mereka merupakan jalur tumpuan harapan masyarakat dalam solusi pemecahan masalah–masalah yang ada dimasyarakat. Oleh karena itu, pemimpin yang baik lahir dari para pemilih yang cerdas. 4. Konsultan pendamping/fasilitator harus lebih meningkatkan kunjungan agar terjalin komunikasi yang lebih baik dan berkesinambungan. Kendala–kendala yang mereka hadapi dapat terdeteksi sedini mungkin sehingga segera diatasi dengan cepat dan tepat. Masih terdapatnya kendala–kendala yang terjadi dilapangan dalam menjalankan program tersebut. Dikarenakan, ada beberapa sasaran yang belum tepat pada masyarakat yang membutuhkan, meskipun persentasinya kecil sekali. Kadang kala, pemberdayaan dimasyarakat belum bisa berjalan sepenuhnya dikarenakan banyaknya program–program yang saling tumpang tindih antara satu dengan lainnya. Sebagai contoh : masuknya program P2KP dikelurahan A yang memberikan bantuan berupa perbaikan rumah warga yang rusak atau jalan lingkungan. Kadang kala diklaim sebagai BLOKGREN. Yang dimana P2KP dikerjakan oleh BKM (masyarakat) sedangkan BLOKGREN dikerjakan oleh pemerintah kota melalui dinas terkait atau LPM. Adakalanya pemberdayaan masyarakat belum bisa berjalan sepenuhnya karena banyak program–program yang tidak berjalan sebagaimana yang diharapan masyarakat. Memang tidak ada yang sempurna didunia ini, namun sebagai manusia yang tercipta sempurna, mempunyai akal budi maka kita wajib menggunakan serta memanfaatkan anugrah Tuhan tersebut. Dalam hal ini sebagai manusia berakal kita harus mencari titik lemah dan menemukan solusinya. Seperti apa yang diungkapkan oleh Bapak Suherlan, dia mengatakan masih banyak kekurangan dalam program ini seperti kurangnya transparansi penggunaan dana melalui BKM dan KSM. Yang sebenarnya telah diberikan amanah oleh masyarakat. Walaupun tidak menutup kemungkinan kita cepat mengambil pemikiran negatif kepada para petugas dilapangan. Dia pun memberikan gambaran dalam sebuah kuitansi kosong yang diberikan kepada para penerima manfaat. Walaupun tidak dapat dipungkiri lagi, dia sebagai penerima manfaat mengatakan, : “Saya merasakan sekali bantuan berupa barang bangunan, seperti semen, batako, pasir, triplek, kaso, dan lain–lain. Tetapi bila dihitung–hitung kembali, semua barang tersebut bila dilihat dari anggaran sebesar Rp 3.800.000,- tidak semuanya dimanfaatkan atau tersalurkan. Apalagi saya hanya menerima kuitansi kosong. Selain itu, dalam pembelian barang. Saya sebagai penerima bantuan tidak diajak langsung dalam pembeliannya. Jadi saya hanya terima barang beres. Tinggal pengerjaannya.”68 Seperti yang digambarkan pada tabel indikator dibawah ini ; Tabel 1. Keberhasilan Ekonomi dan Pembangunan No 1 2 3 4 Indikator Penghasilan Kondisi rumah Pembiayaan Pendidikan Pembiayaan Kesehatan Sebelum - Rp. 550.000,- Tembok dari bilik - langit2 tidak ada - relatif - relatif Sesudah - Rp. 700.000,- Tembok batako - langit2 sudah ada - relatif lebih mudah - relatif lebih mudah Seperti yang tergambar pada tabel diatas, selain mendapatkan bantuan berupa renovasi rumah. Dia juga mendapatkan pinjaman untuk modal usaha untuk membuka usaha playstation, sebelumnya dia berpenghasilan sebulan rata-rata Rp. 550.000,- itu juga masih dikurangi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari- 68 Wawancara dengan Bapak Suherlan, penerima manfaat/bantuan P2KP, Bogor, tanggal 7 Februari 2009. hari. Tetapi, setelah mendapat bantuan dari P2KP. Dia mendapatkan penghasilan lebih dari usahanya tersebut. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Surya, dia menilai bahwasanya kekurangan yang terdapat di P2KP adalah kurangnya transparansi dana yang disalurkan kepada masyarakat. Seperti ungkapan yang dikatakan, : “Waktu saya menerima bantuan dari P2KP ini, saya hanya tau terima beres saja. Saya dikasih tahu bantuan yang saya terima dengan anggaran dana Rp 3.800.000,- saya hanya menerima berupa bahan–bahan bangunan saja. Dan tidak diberitahukan secara terperinci berapa jumlah barang yang telah saya dapatkan.”69 Masih adanya kurang transparansi dana yang disalurkan kepada masyarakat oleh BKM dan KSM. Ini merupakan masalah yang tidak dapat dibiarkan begitu saja. Karena dapat melunturkan nilai–nilai luhur kemanusiaan yang seharusnya dapat berpihak dan tidak mengurangi jatah terhadap hak setiap masyarakat miskin. Tidak hanya terdapat kekurangan saja, tetapi ada segi positif dan kelebihan yang dilontarkan oleh masyarakat untuk program ini. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Sulaiman (53 tahun), dia merasa bersyukur telah mendapatkan bantuan dari P2KP untuk perbaikan rumahnya. Dalam perbincangannya dia memberikan rasa terima kasih kepada P2KP : “Saya sangat bersyukur, selama saya tinggal disini, baru kali ini rumah yang telah saya tinggali selama ini menjadi lebih baik dari sebelumnya. Dulu hanyalah berupa bilik, sekarang sudah batako/ditembok. Saya juga, sekarang sudah tidak kuatir lagi apabila ada angin kencang dan hujan.”70 69 Wawancara dengan Bapak Surya, penerima manfaat/bantuan P2KP, Bogor, tanggal 7 Februari 2009. 70 Wawancara dengan Bapak Sulaiman, penerima manfaat/bantuan P2KP, Bogor, tanggal 7 Februari 2009. Dalam bidang peningkatan ekonomi juga diungkapkan oleh warga masyarakat, bahwa P2KP sangatlah membantu dalam memberikan permodalan usaha untuk mengembangkan usaha. Seperti yang dikatakan oleh Ibu Ari (32 tahun), dia sangat terbantu sekali dalam membesarkan usaha warung dirumahnya. “Sejak tahu bahwa ada bantuan dana untuk modal usaha, kemudian saya mencari tahu bagaimana mendapatkan modal tersebut. Lalu setelah tahu, bahwa P2KP juga ada kegiatan ekonomi. Maka ketika ada rembug masyarakat untuk mendapatkan pinjaman, saya beserta beberapa ibu diajak untuk membuat KSM. Dan alhamdulillah, dengan terbentuknya KSM itu. Saya bisa mendapatkan bantuan modal.”71 Seperti yang digambarkan pada tabel indikator dibawah ini ; Tabel 2. Keberhasilan Ekonomi, Pembangunan, dan Sosial No 1 2 Indikator Penghasilan Kondisi rumah 3 Pembiayaan Pendidikan Pembiayaan kesehatan 4 Sebelum Rp. 650.000 - genteng bocor - dinding hampir roboh - belum mendapatkan pendidikan - untuk berobat tidak ada biaya Sesudah Rp. 900.000 - sudah tidak bocor - dinding lebih kuat - sudah dapat melalui PAUD - ada pengobatan gratis setiap 1 bulan sekali Sebelum mendapatkan bantuan dari P2KP, keadaan perekonomian ibu Ari merupakan keluarga yang kurang mampu untuk dapat membiayai kehidupan sehari-hari. Ini bisa dilihat pada tabel diatas dari penghasilan dia sebelum mendapatkan bantuan dari P2KP. Dikarenakan penghasilan yang didapatkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya masih kurang mencukupi, maka pada saat mendapatkan bantuan modal usaha, dia tidak menyianyiakan kesempatan tersebut untuk membuka usaha warung. Ia sendiri memiliki 1 anak yang masih berumur 4 71 Wawancara dengan Ibu Ari, penerima manfaat/bantuan P2KP, Bogor, tanggal 7 Februari 2009. tahun. Selain itu, untuk pembiayaan pendidikan maupun kesehatan. Setelah masuknya program P2KP ini, dia merasakan relatif lebih mudah dari sebelumnya. C. RESPON MASYARAKAT TERHADAP P2KP Program pengentasan kemiskinan yang telah lama dilaksanakan oleh pemerintah Republik Indonesia sampai sekarang merupakan salah satu wujud nyata dari kepedulian pemerintah kepada masyarakat miskin di Indonesia. Namun pada realitanya bentuk upaya pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan melalui pemberian dana bantuan kepada masyarakat miskin yang disalurkan melalui desa atau kelurahan hanya bisa bertahan seumur jagung (tidak lama) dan belum menghasilkan hasil yang optimal sampai sekarang. Kegagalan berbagai program pemerintahan dalam upaya mengentaskan kemiskinan tersebut disebabkan oleh berbagai faktor, baik uang datang dari penerima bantuan maupun yang datang dari pihak pengelola bantuan.72 Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP), merupakan salah satu program pemerintah yang menjadi penyempurna dari program–program pengentasan kemiskinan yang sebelumnya, seperti Inpres Desa Tertinggal (IDT), Program Pengembangan Kecamatan (PPK), Program Peningkatan Pendapatan Petani Kecil (P4K), Program dalam Mengatasi Dampak krisis Ekonomi (PDMDKE), dan sebagainya, yang dinilai belum memberikan hasil yang optimal. Situasi masyarakat kita bukan untuk diratapi, melainkan untuk dicari jalan keluarnya. Untuk keluar dari himpitan masalah ini diperlukan perjuangan yang gigih dan besar dari setiap komponen masyarakat. Setiap masyarakat dituntut 72 Media Partifasif, “Media Informasi Program Pengentasan Kemiskinan di Perkotaan,” Direktorat Perumahan, No. 06-Th. 11, Edisi Juli 2001 untuk bekerja keras agar keluar dari himpitan ekonomi yang mencukupi kebutuhan hidup sehari–hari. Karena itulah salah satu konsep strategi dalam P2KP adalah pelaksanaan serta pengelolaan program di lapangan yang tidak diserahkan kepada birokrasi pemerintah yang diterapkan pelaksanaannya serta yang terjadi selama ini, melainkan diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat. Sedangkan fungsi birokrasi yang diterapkan pelaksanaannya diharapkan lebih pada memfasilitasi agar terjadi situasi yang kondusif, sehingga seluruh potensi masyarakat dapat berpartisipatif aktif mengelola program ini secara maksimal. Begitu juga respon masyarakat terhadap P2KP yang terdapat dalam beberapa pertanyaan secara terbuka dengan mewawancarai responden secara vis a vis.. Salah satu responden bernama Ibu Ari (32 tahun) yang bekerja sebagai pedagang warung, dia mengetahui tentang P2KP dari Ketua RT, bahwasanya dia mendapatkan bantuan dari P2KP berupa renovasi rumah dan sebelumnya mendapatkan modal usaha. Dia juga mengucapkan rasa terima kasih sekali kepada P2KP yang telah membantu dalam merenovasi rumahnya. Karena selama dia tinggal dirumah itu selama 40 tahun, baru kali ini mendapatkan bantuan dalam renovasi rumahnya. Seperti ditanyakan keberadaan atau pengetahuan dia tentang program P2KP dan dia menjawab : “Ya saya tau, itu bantuan dari pemerintah yang juga saya lihat di TV. Dan saya sangat terbantu dengan adanya program ini, tadinya rumah saya genteng dan langit - langitnya bocor, dinding retak. Setelah mendapatkan bantuan, rumah saya menjadi lebih baik dan tidak bocor lagi. Sedangkan bantuannya, saya hanya terima beres saja. Karena semua itu dikerjakan oleh P2KP.73 73 Wawancara dengan Ibu Ari. Bantuan P2KP tidak hanya renovasi rumah tinggal, tetapi ada juga bantuan sosial berupa perlengkapan PAUD, seragam sekolah, beasiswa untuk tingkat SD dan SMP, dan sebagainya. Serta bantuan modal usaha untuk pembangunan ekonomi masyarakat. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Surya (43 tahun) yang pekerjaannya sehari–hari sebagai buruh. Tetapi disamping itu dia membuka usaha kecil–kecilan berupa warung jajanan didepan rumahnya. Itupun dia menyewa tempat tersebut untuk berjualan menyambung perekonomian rumah tangganya. Tidak menutup kemungkinan dia ingin sekali mendapatkan bantuan modal usaha dari P2KP untuk mengembangkan usahanya. Seperti yang dikatakannya dalam wawancara : “Saya mengetahui adanya bantuan modal dari P2KP dari tetangga dan pengurus. Tetapi saya belum pernah mendapatkan bantuan untuk modal ekonomi tersebut. Saya berharap apabila bantuan untuk modal usaha ada, saya ingin meminjamnya untuk menambah modal usaha saya.”74 Dalam memberikan pinjaman modal untuk usaha, masyarakat mendapatkan bantuan berupa kredit modal kerja bergulir bagi upaya peningkatan pendapatan secara berkelanjutan. Nantinya, modal yang diberikan tersebut akan tetap abadi dimasyarakat dengan syarat harus terus digulirkan oleh masyarakat untuk masyarakat itu sendiri. Pembangunan yang terus berkelanjutan dimasyarakat, oleh masyarakat itu sendiri didalam prinsip dasar P2KP. Maka, masyarakat dapat membangun suatu komunitas untuk dapat mengentaskan kemiskinan didaerah sekeliling tempat mereka tinggal. Masyarakat dapat mengetahui seluk beluk latar belakang masalah 74 Wawancara dengan Bapak Surya. kemiskinan yang terdapat disekitarnya untuk dapat mereka atasi dengan sendirinya. Selain itu, ada juga masyarakat yang beranggapan bahwasanya program P2KP ini kurang dirasakan manfaatnya. seperti yang diungkapkan oleh ibu Nurhati (41 tahun) yang bekerja sebagai ibu rumah tangga. Dia menginginkan bantuan yang didapat berupa bantuan sekolah untuk anaknya, BLT, dan juga kompor gas. Sebagaimana yang dia ungkapkan dalam wawancara berikut: “Saya ya...yang merasa, merasa. Tapi yang gak ya gak. Soalnya saya belum pernah dapet, dan bantuan kesejahteraan juga belum dapet. Kalo manfaatnya si…ada, tapi saya belum pernah dapet. Bagaimana yah.. Soalnya belum pernah dapet bantuan BOS, Program Keluarga Harapan..”75 Sebenarnya, dalam mengatasi masalah kemiskinanlah. Bukanlah perkara yang mudah. Dimana, masyarakat yang telah terbiasa menerima bantuan akan selalu dan terus tergantung oleh pemberi bantuan. Maka, didalam P2KP ini. Diterapkan fungsi membangun masyarakat untuk bisa dapat mandiri. Mengajarkan masyarakat, bagaimana untuk dapat peduli akan lingkungan disekitarnya dan masalah kemiskinan. Oleh sebab itu, masalah kemiskinan yang disebabkan baik oleh ekonomi maupun lainnya, masyarakat miskin diajak ikut untuk berperan aktif dalam membangun kebersamaan lingkungan disekitarnya. Agar masalah kemiskinan dapat diatasi dengan sendirinya. 75 Wawancara dengan Ibu Nurhati, penerima manfaat/bantuan P2KP, Bogor, tanggal 7 Februari 2009. D. TINJAUAN TENTANG P2KP DARI PERSPEKTIF ISLAM Budayawan Mangunwijaya menyatakan bahwa kemiskinan timbul karena struktur. “Mereka itu sebenarnya bukan orang miskin, tetapi dibuat miskin oleh suatu struktur”. kemiskinan struktural adalah sebuah kemiskinan yang muncul dari statu usa pemiskinan. Pemiskinan suatu usaha untuk menciptakan jurang yang lebar antara yang kaya dengan yang miskin. Yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin. Lebih jauh lagi, kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang timbul dari adanya korelasi struktur yang timpang, yang timbul dari tiadanya suatu hubungan yang simetris dan sebangun yang menempatkan manusia sebagai obyek. Kemiskinan struktural timbul karena adanya hegemoni dan justru karena adanya kebijakan negara dan pemerintah atau orang-orang yang berkuasa, sehingga justru orang yang termarjinalkan semakin termarjinalkan saja. Kemiskinan boleh jadi sudah disepakati sebagai masalah sosial, tetapi apa yang menyebabkannya dan bagaimana mengatasinya tergantung pada ideologi yang dipergunakannya. Orang menjadi miskin, karena ia tidak mau bekerja keras, boros, tidak mempunyai rencana, kurang memiliki jiwa wiraswasta, fatalitas, tidak ada hasrat berprestasi dan sebagainya. Orang–orang miskin adalah kelompok sosial yang mempunyai budaya tersendiri–culture of poverty.76 Didalam prinsip dasar pembangunan yang diterapkan dalam P2KP. Pembangunan untuk masyarakat berdasarkan nilai–nilai luhur kemanusiaaan yang harus dijunjung tinggi, ditumbuhkembangkan dan dilestarikan oleh semua pelaku P2KP (baik masyarakat, konsultan, pemerintah, maupun kelompok peduli) dalam 76 Sri-Edi Swasono, Sekitar Kemiskinan dan Keadilan : Dari Cendikiawan kita tentang Islam, h. 23-24. melaksanakan P2KP adalah ; jujur, dapat dipercaya, ikhlas/kerelawanan, adil, kesetaraan, dan kesatuan dalam keragaman. Sedangkan prinsip – prinsip yang mengacu pada tata pemerintahan yang baik (Good Govermance) dalam melaksanakan P2KP adalah; demokrasi, partisipasi, transparansi dan akuntabilitasi, dan desentralisasi. Selain itu, P2KP juga menganut tridaya. Yang pada dasarnya pembangunan berkelanjutan yang tidak menimbulkan persoalan baru, bersifat adil intra generasi dan inter generasi. Pembangunan yang berkelanjutan harus dijunjung tinggi, ditumbuhkembangkan, dan dilestarikan oleh semua lapisan masyarakat, baik pemerintah maupun konsultan pendamping. Bila kita melihat kedalam, prinsip–prinsip dasar yang terdapat dalam P2KP sudah sangatlah baik. Dimana menganut kebutuhan hak dasar didalam masyarakat miskin dan berpihak pada kepentingan masyarakat miskin itu sendirinya. Seperti yang diungkapkan oleh Yusuf Qardhawi, seorang ulama kontemporer, berpendapat : “Menurut pandangan Islam, tidak dapat dibenarkan seseorang yang hidup di tengah masyarakat Islam, sekalipun Ahl Al-dzimmah (warga negara nonmuslim), menderita lapar, tidak berpakaian, menggelandang (tidak bertempat tinggal) dan membujang.”77 Dapat kita lihat dari kalimat diatas, bahwasanya Islam itu tidaklah membenarkan bila seseorang yang hidup di tengah masyarakat Islam dibiarkan begitu saja menderita atau miskin. Maka, kita sebagai sesama saudara muslim, 77 M. Quraish Shihab, “Wawasan Al-qur’an, Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat.” harus dan wajib membantu untuk dapat meringankan beban kehidupan saudara kita yang miskin. Didalam surat Al-Baqarah ayat 177 menyatakan pula, bahwa : Artinya : ...Kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat– malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang–orang miskin, musafir (yang memperlukan pertolongan) dan orang–orang yang meminta–minta, dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat dan menunaikan zakat .(QS.Al-Baqarah: 177) Sebagaimana diajarkan Al-qur’an pada surat diatas. Dimana manusia diberi kesempatan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik lagi. Menganut keadilan, kejujuran, kesetaraan gender antara kaum laki-laki dan perempuan dalam membangun kemitraan dan kesederhanaan bersama masyarakat yang harus dilaksanakan dalam berkehidupan untuk kemajuan dan keberhasilan bersama. Selain itu, peran aktif warga masyarakat untuk membangun dan melepaskan diri dari belenggu kemiskinan sangatlah baik. Dan memerlukan dukungan dan dorongan serta bantuan dari berbagai pihak. Tidaklah mudah membangun kebersamaan ditengah masyarakat kota yang sekarang ini sudah bersifat individualisme. Membaur, menjadi satu, dan bergotong-royong kembali untuk membangun lingkungan sekitarnya. BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Setelah mengemukakan hasil penelitian pada bab sebelumnya, maka peneliti mengambil kesimpulan, bahwa kondisi dan penyebab masyarakat miskin pada umumnya sama. Yang mana pada dasarnya diakibatkan oleh: 1. Pendidikan yang rendah, 2. Malas bekerja, 3. Keterbatasan sumber daya alam, 4. Keterbatasan lapangan pekerjaan, 5. Keterbatasan modal dan beban keluarga, 6. Kondisi masyarakat miskin yang tidak/belum terditeksi oleh pemerintah setempat. Berkaitan dengan hal tersebut, dan berdasarkan penelitian dilapangan, serta upaya pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan maka peran P2KP dalam meningkatkan ekonomi masyarakat miskin kota yaitu dengan cara pemberdayaan dan memberikan bantuan untuk dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, ternyata mendapatkan respon yang cukup baik. Selain tidak sulitnya untuk menerima bantuan tersebut, masyarakat juga diajak turut serta membangun lingkungannya. Peran P2KP dalam memberdayakan masyarakat, sudah cukup berjalan baik. Meskipun dalam penerapannya dilapangan, masih ada kendala-kendala seperti sulitnya masyarakat untuk berkumpul dalam pertemuan-pertemuan rutin serta masih tingginya individualisme masyarakat. Bantuan–bantuan yang diberikan kepada masyarakat, pada dasarnya sudah tepat sasaran. Hanya saja dalam memberikan bantuan, sebaiknya pihak BKM lebih transparan kepada KSM atau penerima manfaat dan diketahui oleh masyarakat banyak. Agar tidak terdapat penilaian buruk di masyarakat dan juga untuk menjegah terjadinya KKN. Selain itu, agar masyarakat mengetahui bahwa bantuan yang mereka dapat itu datangnya darimana dan jumlah yang disalurkan B. SARAN – SARAN Dalam penelitian ini, banyak hal yang telah peneliti temukan, Namun kita sebagai manusia biasa yang tidak pernah merasa puas dan memiliki keterbatasan serta jauh dari kesempurnaan, maka saya ingin memberikan sedikit masukkan serta saran untuk P2KP ini, khususnya di kota bogor. Hal ini bertujuan untuk membangun dam memberikan kepercayaan kepada masyarakat baik dalam segi kualitas, kinerja, serta langkah kedepannya demi mencapai masyarakat yang mandiri membangun lingkungannya. Ada pun saran penulis kemukakan di bawah ini, adalah merupakan hasil sharing dan pembelajaran di masyarakat dengan para informan, adalah sebagai berikut : 1. Kepada para Koordinator ataupun Pimkol BKM beserta UP (Unit Pengelola) hendaknya dalam memberikan bantuan kepada masyarakat, agar lebih terbuka dan transparan dalam pengelolaan dananya. Serta terlibat masyarakat/penerima manfaat dalam proses pengerjaan dilapangan. Sehingga tidak terjadi kesalahpahaman dalam mengelola dana bantuan untuk meminimalkan dari dana yang didapatkan agar tidak terdapat penyelewengan. 2. Pada tingkatan manajemen dan pemerintah, baik dari konsultan maupun dari dinas terkait, sebaiknya dalam hal memfasilitasi masyarakat tidak berbelit– belit. Supaya tidak membuang banyak waktu. 3. Untuk masyarakat, dalam meningkatan kapasitas pembelajaran dan turut serta aktif pembangunan dilingkungannya lebih ditingkatkan. Selain itu, untuk kegiatan–kegiatan lingkungan, swadaya masyarakat agar diperbanyak. Karena hal tersebut merupakan salah satu bentuk solidaritas dan kepedulian sesama warga masyarakat dalam membangun lingkungannya. DAFTAR PUSTAKA Adi, Isbandi Rukminto. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas : Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis. Jakarta:Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2003. Ahmad al-Bury, Djamaluddin. Problematika Harta dan Zakat. Jakarta:PT Bina Ilmu, 1975. Al-albani, M. Nashiruddin. Islam Mengentaskan Kemiskinan : Tinjauan kritis, Analisa tentang Hadits Ekonomi. Penterjemah : M. Romlie Shofwan ElFaryani. Jakarta:PT.Buku Islam Rahmatan, 2002. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Laporan Perkembangan Pencapaian Millennium Development Goals Indonesia 2007. Berry, David. Pokok-Pokok Pikiran dalam Sosiologi. Rajawali, 1983. Jakarta:CV. Buku Info P2KP. edisi Februari 2007. Buku Pedoman P2KP-3. Oktober 2005. Faisal, Sanafiah. Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2007. Hariwijaya, M. Metodologi dan Teknik Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi, untuk ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Yogyakarta:Elmatera Publishing. 2007. Hartomo, H. dan Arnicun Aziz. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta:Bumi Aksara, 2004. Cet ke 6. Hikmat, Harry. Dkk. Rencana Strategis Penanggulangan Kemiskinan Program Pemberdayaan Fakir Miskin tahun 2006 - 2010. Jakarta:Departemen Sosial RI, 2005. Kartasasmita, Ginanjar. Pembangunan untuk Pertumbuhan dan Pemerataan. Jakarta:CIDES, 1996. rakyat Memadukan Konsultan Manajemen Wilayah (KMW) P2KP Satuan Wilayah Kerja (SWK) III, Konsep untuk UPK Diktat Pelatihan Pengembangan Unit Pengelola Keuangan (UPK), Bandung:LPPM UNINUS, 2001. Lubis, Ibrahim. Agama Islam Suatu Pengantar. Jakarta:Ghalia Indonesia, 1984. Media Partifasif, Media Informasi Program Pengentasan Kemiskinan di Perkotaan, Direktorat Perumahan, No. 06-Th. 11, Edisi Juli 2001. Moeliono, Anton M. et.all. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:Balai Pustaka, 1990. Nugroho, Heru. Menumbuhkan Jogyakarta:Pustaka Pelajar, 2001. Ide–ide Kritis, cet ke-2. Pedoman Umum. Tim Persiapan P2KP Pusat. Manual Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP), cet ke-2. Jakarta:Sekretariat P2KP Pusat, 1999. Rakhmat, Jalaluddin. Islam Aktual : Refleksi-Sosial Seorang Cendekiawan Muslim, cet ke IV. Bandung:Mizan, 1994. Sarwono, Sarlito Wirawan. Teori - teori Psikologi Sosial. Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2002 Soehartono, Irawan. Metode Penelitian Sosial. Bandung : PT. Rosdakarya, 2004. Soekanto, Soerjono. Memperkenalkan Sosiologi. Jakarta:CV. Rajawali, 1982. Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Rajawali Pers, 2006. Soetomo. Masalah Sosial dan Pembangunan. Jakarta : P.T Dunia Pustaka Jaya, 1995. Soetrisna, Loekman. Kemiskinan, Perempuan, dan Pemberdayaan. Jogyakarta:Kanisius, 1997. Subhi Ath-Thawil, Nabi. Kemiskinan dan Keterbelakangan di Negaranegara Muslim, (Terjemahan Muhammad Bagir). Bandung:Mizan, 1985. Sunarto, Kamanto. Pengantar Sosiologi. Jakarta:LP FEUI, 2004. Suparlan, Parsudi. Kemiskinan di Perkotaan. Indonesia, 1984. Jakarta:Yayasan Obor Suprayogo, Imam. Misi Metodologi Penelitian Sosial - Agama. Bandung:P.T Remaja Rosdakarya, 2001. Suryawasita, SJ., Analisa Sosial, dalam J.B. Bonawiratman, SJ., (cd), Kemiskinan dan pembebasan. _____________ Suseno, F. Magnes. Keadilan dan Analisa Sosial : Segi-segi Etis dalam J.B. Bonawiratman, SJ., Kemiskinan dan Pembebasan. ___________ Swasono, Sri–Edi. Sekitar Kemiskinan dan Keadilan : Dari Cendikiawan kita tentang Islam. Jakarta:Penerbit Universitas Indonesia, 1988. Tim Persiapan P2KP Pusat, Pedoman Umum Manual Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP), cet ke 2. Jakarta:Sekretariat P2KP Pusat, 1999. Yusuf, Ali. Menggagas fiqih sosial : dari soal lingkungan hidup, asuransi hingga ukhuwah, cet ke-III. Bandung:Mizan, 1995. Wawancara pribadi dengan Ibu Ari, 7 Februari 2009. Wawancara pribadi dengan Bapak Sulaiman, 7 Februari 2009. Wawancara pribadi dengan Bapak Suherlan, 7 Februari 2009. Wawancara pribadi dengan Bapak Surya, 7 Februari 2009. Wawancara pribadi dengan Ibu Nurhati, 7 Februari 2009. Daftar Istilah BKM BLM DIPA Fasilitator FGD IDA IDT KBK KMP KMW Korkot P2KP PAKET PJM PJOK PPK Pronangkis PS Relawan Renta SKS UP : Badan Keswadayaan Masyarakat : Bantuan Langsung Masyarakat : Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran : Tenaga Pengembangan Masyarakat P2KP : Focussed Group Discussion / Diskusi Kelompok terarah : International Development Agency : Inpres Desa Tertinggal : Komunitas Belajar Kelurahan : Konsultan Manajemen Pusat : Konsultan Manajemen Wilayah : Koordinator Kota : Proyek Penganggulangan Kemiskinan di Perkotaan : Penanggulangan Kemiskinan Terpadu : Program jangka Menengah : Penanggung Jawab Operasional Kegiatan : Program Pengembangan Kecamatan : Program Penanggulangan Kemiskinan : Pemetaan Swadaya :Warga setempat yang peduli membantu warga miskin di wilayahnya tanpa pamrih : Rencana Tahunan : Satuan Kerja Sementara : Unit Pengelola HASIL WAWANCARA 1. Identitas Informan a. Nama : Ibu Ari b. Usia : 32 Tahun c. Pekerjaan : Dagang d. Pendidikan : SLTP 2. Pertanyaan Wawancara 2. Apakah Ibu mengetahui adanya program P2KP? Darimana? Jawab : Pernah denger, yang di TV itu yang untuk ngebantu rakyat miskin ya. Dari TV, ada dari pak RT. 3. Apakah Ibu merasa terbantu dengan adanya program ini? Jawab : Sangat terbantu ya. Soalnya bangunan saya ini, sudah 40 tahun. Baru bisa dibenerin, soalnya kalo mau benerin sendiri ya. Kayanya sampe sekarang juga belum mampu. Suami saya kerjanya serabutan, saya juga cuma dagang gini. Soalnya waktu kita beli, ini rumah sudah bangunan tua. Banyak yang dirombaklah. Jadi ini yang dirombak, atasnya aja. Balok– baloknya uda keropos, terus itunya juga kalo kita mau benerin genteng. Kita naik juga paur, jadinya teh kalo ujan ya kita biarin aja, kita tadahin aja. Soalnya kalo mau keinjek, takut entar jadi nambah ini. Jadi, kaya dikasih ini, bener–bener ya alhamdulillah. Bersyukur gitu. Sangat membantu saya dan keluarga. Selain itu, saya juga mendapatkan bantuan modal usaha sebelum bantuan yang ini. Alhamdulillah, modalnya untuk membuka warung ini. 3. Apakah Ibu merasakan manfaat dari kegiatan ini ? Jawab : Manfaatnya, sangat membantu saya, dan keluarga saya. Adakalanya saya mengalami perubahan setelah mendapat bantuan dari pemerintah. Misalnya suami saya tidak kawatir lagi kalo gak pulang kerumah soalnya suka hujan angin. Soalnya suami saya suka pulang kerumah tiga hari sekali dalam satu minggu, dia kerjanya diproyek jadi dia ngerasa nyaman aja kalo sekarang gak pulang kerumah sama anak-anak saya juga. 4. Berapa jumlah bantuan yang Ibu terima, dan apa bentuknya? Jawab : Pokoknya dibangun aja, jadi kita itu terima beres aja. Palingan kita cuma nyuguhin aja buat pekerjanya itu. Pokoknya, tahu beres aja. 5. Apakah ada hambatan yang Ibu rasakan/terima dalam memperoleh bantuan ini? Jawab : enggak ada sih, alhamdulillah langsung gak dipersulit. 6. Menurut Ibu, ada apa tidak, kekurangan dan kelebihannya dalam program ini? Jawab : Kalo kelebihan gimana ya mau ngomonginnya, ya.....kalo kekurangan, kalo saya mah. Alhamdulillah kemaren mah, kita uda sampe beresnya aja. Dan itu, kelebihannya juga masih ada barang–barang sisa, seperti batako, sedikit semen ada walau cuma sekilo dua kilo. Sisa bahannya masih bisa digunain lagi. Soalnya, ga diambil lagi kan dikasihin aja sama kita, gitu. 7. Menurut Ibu, apakah program ini dapat/tidak mengentaskan kemiskinan? Jawab : Kalo menurut saya ya, ya enggak ya. Kayanya ga semuanya itu kan ini kan bantuan dari pemerinah yang berupa barang. Soalnya kalo ini menerima bantuan semua, kan malu kalo dibantu terus. Anak saya tiga ini juga dapet bantuan dari pemerintah. 8. Apa harapan Ibu kedepannya untuk perbaikan program ini? Jawab : Yah kalo harapan saya mah mudah-mudahan program ini jadi lebih baik lagi. Kalo bisa mah, kan banyak yang kaya saya tapi saya masih mending keadaan ekonominya, kalo bisa diteruskan aja kan masih banyak yang membutuhkan. Wassalam Ari HASIL WAWANCARA 1. Identitas Informan a. Nama : Bapak Sulaiman b. Usia : 53 Tahun c. Pekerjaan : Buruh Listrik d. Pendidikan : SLTP 2. Pertanyaan Wawancara 1. Apakah Bapak mengetahui adanya program P2KP? Darimana? Jawab : Tau dari pengurus RW aja sini. Kurang tau juga sih saya singkatannya, program itu kan bantuannya, di TV pernah liat. 2. Apakah Bapak merasa terbantu dengan adanya program ini? Jawab : Merasa terbantu juga. 3. Apakah Bapak merasakan manfaatnya dari kegiatan ini? Jawab : Manfaat??pembetulan rumah ajah… suasana tadinya ada kekawatiran takut pas ujan. Ini diniding yang sebelah sana takut roboh, karena dulu itu terbuat dari bilik. Sekarang mah udah gah takut lagi. uda dibangun.. 4. Berapa jumlah bantuan yang Bapak terima, dan apa bentuknya? Jawab : Hanya bentuk barang–barang bangunan dan itu juga dikerjakan oleh pekerjanya. 5. Apa hambatan yang Bapak/Ibu rasakan dalam memperoleh bantuan ini? Jawab : Kayanya tidak ada deh. Lancar–lancar saja. Alhamdulillah, saya tidak dikenai biaya sepeserpun. 6. Apa kekurangannya? Jawab : Kekuranganya apa yah...Dari bahan bangunan, karena memang mungkin terbatas yah. Kelebihannya rumah saya jadi bagus tadinya dari jelek atau bilik sekarang dari batako gak seluruhnya sii... tapi agak lebih kuat. 7. Apakah program ini dapat/tidak mengentaskan kemiskinan? Jawab : Saya kira dapat juga sih. 8. Apa harapan Bapak, untuk perbaikan program ini? Jawab : Dapat dilanjutkan saja... Sarannya, dalam penggunaan dananya saja harus transparan... Biar saya jelas, apa saja yang didapatkan. Wassalam Sulaiman HASIL WAWANCARA 1. Identitas Informan a. Nama : Bapak Suherlan b. Usia : 35 Tahun c. Pekerjaan : Pengangguran d. Pendidikan : SLTP 2. Pertanyaan Wawancara 1. Apakah Bapak mengetahui adanya program P2KP? Darimana? Jawab : Sebelumnya tahu, ada, denger–denger dapet dari P2KP pada waktu periode 2007, gelombang kedua, saya ikut kerja membantu membangun rumah, jadi tau gitu lah. 2. Apakah Bapak merasa terbantu dengan adanya program ini? Jawab : Ya gimana ya... Merasa terbantu juga sih... sebelumnya saya juga uda menerima bantuan berupa modal usaha. tapi sampe saat ini, saya masih ada tunggakan. kalo untuk renovasi rumah, alhamdulillah sudah beres. meskipun tidak semuanya. 3. Apakah Bapak merasakan manfaatnya dari kegiatan ini? Jawab : Alhamdulillah merasakan sekali. 4. Berapa jumlah bantuan yang Bapak terima, dan apa bentuknya? Jawab : Kalo jumlahnya, kalo untuk renovasi rumah?? kalo tidak salah Rp. 4.000.000,- tapi, katanya ada potongan buat administrasi Rp. 200.000,- Kalo bentuknya ya... berupa barang-barang buat bangunan seperti, semen batako, pasir, triplek, kaso. 5. Apa hambatan yang Bapak rasakan dalam memperoleh bantuan ini? Jawab : Ada si kesulitannya, cuma ini aja belum beres, masih kurang ajah. 6. Apa kekurangannya? Jawab : Kurang transparannya dana. Dari terima barang, kita ga ada yang tahu kurang dari bon belanjaannya. Ini bantuankan dari kelurahan terus ke BKM ke faskel dari faskel ke penerima manfaat, yah kekurangannya itu aja lah. Kurang terbuka soal dana. 7. Apakah program ini dapat/tidak mengentaskan kemiskinan? Jawab : Kalo pengurus-pengurusnya transparan sih dapet, tapi kalo ada penyimpangan-penyimpangan pemotongan dana atau kurangnya transparansi soal dana itu, saya rasa belum dapat. 8. Apa harapan Bapak, untuk perbaikan program ini? Jawab : Harapannya sih untuk si penerima manfaat, dalam menerima manfaaatnya belanjanya bareng agar transparansi dana lebih jelas. Masukannya untuk yang dari BKM ini kan faskelnya ganti kalo gitu dari BKMnya ganti juga tiap tahun. Soalnya gelombang pertama itu kasus, dikasih bon kosong. Wassalam Suherlan HASIL WAWANCARA 1. Identitas Informan a. Nama : Bapak Surya b. Usia : 43 Tahun c. Pekerjaan : Buruh d. Pendidikan : SD 2. Pertanyaan Wawancara 1. Apakah Bapak mengetahui adanya program P2KP? Darimana? Jawab : Sebelumnya gag tau sih, iya, ada bedah rumah itu. Ini ajah tahunya dari pengurus, juga dari pengurus RT. 2. Apakah Bapak merasa terbantu dengan adanya program ini? Jawab : Ya merasa. 3. Apakah Bapak merasakan manfaatnya dari kegiatan ini? Jawab : Ya merasakan. 4. Berapa jumlah bantuan yang Bapak terima, dan apa bentuknya? Jawab : kalo jumlahnya, kalo tidak salah Rp. 3.800.000,- Berupa barang bangunan rumah, barang seperti triplek, senk, kayu. 5. Apa hambatan yang Bapak rasakan dalam memperoleh bantuan ini? Jawab : Ga ada. Cuman dari sananya, anggarannya segini. Tapi kenyataannya kalo ditotal gak nyampe segitu. 6. Apa kekurangannya? Jawab : Kurang transparannya dana bantuannya, rumah saya kan yang diperbaikin cuma atasnya aja. 7. Apakah program ini dapat/tidak mengentaskan kemiskinan? Jawab : Ya tidak juga sih. Soalnya hanya seperti ini saja bantuannya. tidak semuanya dibenerin. hanya atasnya aja rumah saya. 8. Apa harapan Bapak/Ibu, untuk perbaikan program ini? Jawab : Supaya lebih ditingkatkan lagi bantuannya. Wassalam Surya HASIL WAWANCARA 1. Identitas Informan a. Nama : Ibu Nurhati b. Usia : 40 Tahun c. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga d. Pendidikan : SD 2. Pertanyaan Wawancara 1. Apakah Ibu mengetahui adanya program P2KP? Darimana? Jawab : Tahu sering aja liat yang apa teh namanya rapat-rapat di madrasah. 2. Apakah Ibu merasa terbantu dengan adanya program ini? Jawab : Ya... yang merasa, merasa. Tapi yang gak ya gak. Saya belum pernah dapet, dan bantuan kesejahteraan juga belum dapet. 3. Apakah Ibu merasakan manfaatnya dari kegiatan ini? Jawab : Manfaatnya ada sih, tapi saya belum pernah dapet. 4. Berapa jumlah bantuan yang Ibu terima, dan apa bentuknya? Jawab : Gak ada, P2KP ini dari pemerintah kan. Nah saya dapet dana pembetulan rumah ini juga dari P2KP. 5. Apa hambatan yang Ibu rasakan dalam memperoleh bantuan ini? Jawab : Gak ada kesulitan sih, cuma lama aja pengajuannya dari agustus 2007 baru terima tahun 2008. 6. Apa kekurangannya? Jawab : Gak ada sih, kalo kekurangan si ada, gak sempurna, gitu aja, maksudnya gak dapet semua cuman ini ajah. Udah ajah sebelahnya juga ke rehab tapi yang sebelah lagi itu belum di rehab. Pas-pasan ajah. 7. Apakah program ini dapat/tidak mengentaskan kemiskinan? Jawab : bagaimana yah.. kalo saya sih ga juga. Soalnya belum pernah dapet bantuan BOS, Program Keluarga Harapan, beasiswa buat anak saya.. 8. Apa harapan Ibu, untuk perbaikan program ini? Jawab : Mudah-mudahan susah apa yah ngomongnya,,,,gak bisa ngomong nya gimana ya…yah lebih ditingkatkan lagi ajah. Lebih maju, lebih meningkat, semoga semuanya lancar-lancar ajah. Wassalam Nurhati