PENJAMINAN MUTU DALAM PELAKSANAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI BERBASIS MASYARAKAT, BELAJAR DAPAR PELAKSANAAN P2KP PEDULI 1. PENDAHULUAN Bencana gempa bumi tektonik 27 Mei 2006 menghancurkan sebagian permukiman yang ada wilayah propinsi DIY. Hasil survei lapangan menunjukkan bahwa kerusakan terparah disebabkan karena kondisi bangunan sudah sangat tua, bangunan tidak menggunakan tulangan, serta desain bangunan yang tidak simetris. Selain itu, dampak yang jauh lebih dahsyat adalah tekanan psikologis masyarakat korban bencana. Satu-satunya cara yang tepat dan efektif adalah melibatkan peran aktif masyarakat sebagai pelaku utama dalam memperbaiki kehidupan mereka melalui pendekatan pemberdayaan (community development). Sejak Juni 2006 - Maret 2007 Departemen Pekerjaan Umum melalui Direktorat Jenderal Cipta Karya telah meluncurkan program khusus P2KP Peduli untuk segera dapat membantu memulihkan kondisi rumah dan permukiman Pasca Gempa. Di Propinsi Dl-Yogyakarta program ini berlokasi di 5 kabupaten/kota yaitu : Kota Yogyakarta, Kab. Sleman, Kab. Kulonprogo, Kab. Bantul dan Kab. Gunung Kidul. Tercatat sebanyak 112 kelurahan dari 164 kelurahan lokasi P2KP terkena dampak bencana gempa, namun demikian yang benar-benar parah adalah pada 89 kelurahan, 43 kelurahan terparah berada di Kabupaten Bantul. P2KP Peduli dimaksudkan untuk memberikan stimulan untuk memulai mendorong masyarakat melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi rumah dengan prioritas masyarakat termiskin dan terparah di wilayahnya serta membangun infrastruktur darurat lainnya. Pada 89 kelurahan terparah diberikan dana bantuan langsung masyarakat sebesar masing-masing 500 juta rupiah dengan rincian alokasi 300 juta dipergunakan sebagai bantuan dana ruman (BDR) untuk membangun 20 unit rumah warga termiskin dan terparah dan 200 juta dialokasikan untuk kebutuhan prasarana darurat termasuk temporary shelter dan infrastruktur lingkungan penting lainnya. P2KP Peduli dilaksanakan dengan mendayagunakan institusi lokal Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) P2KP untuk mendorong tumbuhnya kemampuan masyarakat dan kapital sosial. 1.2. Tujuan Program Secara umum P2KP Peduli bertujuan agar masyarakat mendapatkan manfaat sekaligus pembelajaran dalam rehabilitasi dan rekonstruksi berbasis masyarakat. 1.3. Lokasi Dan Sasaran Wilayah kerja P2KP Peduli di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta meliputi 5 kabupaten kota, yaitu : Kab. Bantul, Kab. Sleman, Kab. Gunungkidul, Kota Yogyakarta dan Kab. Kulonprogo. Sasaran P2KP Peduli adalah agar masyarakat mampu mengelola dan memanfaatkan secara optimal program ini dalam mendukung rehabilitasi dan rekonstruksi berbasis masyarakat. 2. KELOMPOK PENERIMA BANTUAN Sasaran penerima bantuan ditetapkan oleh warga masayarakat melalui mekanisme rembug warga yang fasilitasi oleh fasilitator lapangan. Unsur-unsur yang terlibat dalam rembug warga tersebut antara lain : BKM, perangkat kelurahan, organisasi kemasyarakatan dan warga masyarakat. Secara bersama-sama rembug warga menetapkan Kriteria penerima bantuan yang menjadi prioritas yaitu: anak yatim piatu korban gempa, KK miskin yang memiliki anak-anak balita dan atau ibu hamil, KK miskin yang memiliki balita dan lansia. Selanjutnya warga membentuk tim survey swadaya untuk menentukan calon penerima BDR yang layak dan memenuhi kriteria. 3. STRATEGI PELAKSANAAN Pada awal pelaksanaan kegiatan, masyarakat diberikan pemahaman mengenai P2KP Peduli menyangkut proses, mekanisme dan tata aturan yang berlaku. Selanjutnya warga masyarakat difasilitasi untuk melaksanakan musyawarah untuk memutuskan "menerima atau menolak program yang ditawarkan". Apabila warga masyarakat setuju maka selanjutnya warga difasilitasi untuk menyelenggarakan rembug kesiapan warga (RKM) untuk mempersiapkan pelaksanaan P2KP Peduli. Tujuan rembug warga : Dengan demikian dijamin bahwa tidak akan terjadi domonasi akses terhadap P2KP Peduli oleh kelompok masyarakat tertentu. P2KP Peduli menjadi aksesibel bagi seluruh warga masyarakat untuk mengetahui, berpartisipasi, berkontribusi dan memberikan masukan serta kritik. Penerima manfaat diorganisir dalam Kelompok Swadaya Masyarakat Perumahan (KSM-P). Dalam program ini masyarakat diposisikan sebagai pelaku utama, dengan demikian warga akan berpartisipasi dan berkontribusi secara kongkrit dan diharapkan bahwa program ini akan lebih berhasil guna serta mampu memberikan proses pembelajaran bagi para pelaku dan masyarakat serta meningkatkan rasa kepemilikian terhadap seluruh kegiatan. 4. SOSIALISASI PROGRAM SECARA BERKELANJUTAN Sosialisasi dilaksanakan melalui berbagai strategi dan bentuk kegiatan yang dikaitkan secara langsung dan sejalan dengan tahapan proses pelaksanaan kegiatan (sosialization by action). Dengan demikian secara terus menerus para pelaku dan masyarakat akan semakin memahami P2KP Peduli, dengan kata lain dapat dikatakan bahwa masyarakat benar-benar mengalami proses belajar sambil melaksanakan {learning by doing). 1.1. Pertemuan Pada Level Masyarakat Pertemuan pada level masyarakat dilaksanakan di tenda-tenda darurat, di gedung-gedung sekolah yang masih dapat digunakan, di kantor-kantor kelurahan dan kantor kecamatan yang dekat dengan pengungsian dan tempat evakuasi para korban gempa. Pertemuan pada tingkat masyarakat ini juga dilaksanakan secara sinergi berbagai pelaku lainnya. yaitu Bakornas, BMG, Departemen ESDM, Departemen Sosial, Departemen Kesehatan, PMI dll. Sinergitas pertemuan yang demikian terbukti dapat meningkatkan efektivitas penyampaian informasi karena berbagai pertanyaan dapat dijawab melalui berbagai sudut pandang dan latar belakang pengetahuan dan pengalaman. B. Lokakarya Antar Pelaku Untuk Pengenalan Program Lokakarya dilaksanakan pada level propinsi dan kabupaten/kota dengan melibatkan semua pelaku pada masing-masing level. Unsur-unsur yang hadir dalam lokakarya ini adalah : Departemen PU, bupati, Bappeda, DPRD, perguruan tinggi, tokoh masyarakat, BKM dan perwakilan KSM-P, organisasi kepemudaan dan organisasi perempuan. C. Sosialisasi Menggunakan Media Berbagai media sosialisasi yang digunakan dalam program ini adalah : leaflet, stiker, poster, booklet dan pemutaran film/ CD pembangunan rumah sederhana tahan gempa. Media sosialisasi disebarluaskan kepada para pelaku dan penerima manfaat serta dipasang di berbagai tempat strategis. Tema sosialisasi menyangkut aspek teknis dan non teknis, antara lain: model konstruksi rumah sederhana tahan gempa, tatacara dan teknik pengontrolan kualitas bangunan, mekanisme pencairan Bantuan Dana Rumah (BDR), mekanisme pencairan Bantuan Dana Lingkungan, serta teknik pembukuan dan pertanggung jawaban. 5. KOORDINASI DALAM PELAKSANAAN PROGRAM Koordinasi dilaksanakan dengan pemerintah daerah, masyarakat, dan berbagai pelaksana lain baik dari dalam maupun luar negeri. Koordinasi pada umumnya belum berjalan secara efektif, hal ini terbukti masih terdapatnya tumpang tindih data dan informasi. Pad a umumnya Pemda kurang memiliki langkah-langkah strategis dalam pelaksanaan koordinasi, disamping itu belum tebangun sistem manajemen data dan informasi baik di tingkat kota/kabupaten maupun propinsi. 6. PENYIAPAN DAN PENGELOLAAN TENAGA LAPANGAN 6.1. Penyiapan Tenaga Fasilitator dan Building Controler (BC) Fasilitator direkrut secara terbuka melalui media masa lokal dan nasional. Seleksi terhadap para calon fasilitator dilaksanakan adalah mencakup 3 hal pokok yaitu : (1) persyaratan administratif menyangkut pendidikan dan pengalaman kerja secara tertulis; (2) pengetahuan tentang konsep, strategi dan pendekatan yang dilaksanakan dalam, P2KP Peduli serta ketrampilan teknis fasilitasi dan resolusi konflik; dan (3) psikologis menyangkut etika dan sikap kerja. 6.2. Pembentukan Tim Fasilitator Komposisi fasilitator pada tiap-tiap tim terdiri dari 9 orang dengan rincian sebagai berikut : 1 orang fasilitator teknik diangkat sebagai senior fasilitator yang berfungsi sebagai pemimpin tim, 2 orang fasilitator teknik, 1 orang fasilitator community development dan 1 orang fasilitator ekonomi dan 4 orang building controler. Komposisi perempuan laki -laki pada kelompok fasilitator akan diusahakan sekurang-kurangnya terdapat 30% fasilitator perempuan. 6.3. Peningkatan Kapasitas Fasilitator dan Building Controler Peningkatan kapasitas fasilitator yang dilaksanakan melalui training, coaching dan refreshing yang terjadwal sesuai tahapan kegiatan. Pelatihan dan coaching yang diberikan kepada para fasilitator adalah sebagai berikut : (1) pelatihan pembekalan pra tugas bagi fasilitator dan BC untuk menjamin bahwa para f asilitator dan BC telah memiliki pemahaman mengenai konsep, strategi, teknik an langkah-langkah dalam pelaksanaan pekerjaan P2KP Peduli; (2) Coaching Dan pelatihan Tematik. 6.4. Pengelolaan Fasilitator Pengelolaan fasilitator menyangkut : team building, pembagian peran diantara fasilitator dalam satu tim, meningkatkan kemampuan fasilitator dalam pelaksanaan pendampingan pada setiap tahapan kegiatan, meni ngkatkan smampuan fasilitator dalam mendampingi masyarakat untuk menyelesaikan permasalahan yang mungkin timbul sepanjang pelaksanaan kegiatan. Bentuk kongkrit dari pengelolaan ini meliputi kegiatan : (1) penyusunan rencana kerja fasilitator, (2) koordinasi harian, (3) monitoring dan supervisi lapangan. 7. PELAKSANAAN KEGIATAN PAPA TINGKAT MASYARAKAT Pelaksanaan kegiatan P2KP Peduli pada dasarnya dapat dibagi menjadi 6 tahapan kegiatan utama yaitu : 7.1. Penyiapan Dan Peningkatan Kapasitas Masyarakat Kepada masyarakat diberikan Pelatihan dan coaching sejalan dengan tahapan kegiatan, dimaksudkan agar masyarakat mampu melaksanakan seluruh tahapan kegiatan sesuai dengan aturan dan prosedur serta mampu mencapai indikator kinerja yang ditetapkan. 7.2. Pengorganisasian Masyarakat Masyarakat penerima bantuan diorganisir dalam kelompok yang disebut KSM-P, selanjutnya KSM-P akan didampingi oleh fasilitator dalam hal penyiapan proposal dan dokumen pencairan BDR, pelaksanaan konstruksi, pengawasan proses konstruksi, pembukuan dan pertanggung jawaban. BKM dan perangkat kelurahan dalam hal ini memiliki peran dan fungsi sebagai berikut : (1) Menjamin bahwa tidak terjadi kesalahan dalam penetapan prioritas penerima bantuan; (2) Menjamin tidak adanya pengurangan hak-hak masyarakat; menjamin bahwa tidak terjadi konflik di dalam masyarakat. Oleh karena itu, di dalam setiap langkah pelaksanaan kegiatan para fasilitator harus berkoordinasi dengan BKM setempat; (3) Lurah dan perangkatnya memiliki peran dan fungsi mempermudah pengurusan administrasi seperti KTP, KK dll. Selanjutnya dalam wadah organisasi tersebut, warga masyarakat melaksanakan berbagai kegiatan sebagai berikut: A. Penyusunan Community Settlement Plan (CSP) Penyusunan CSP merupakan suatu kegiatan yang dilaksanakan secara partisipatif oleh warga masyarakat yang difasilitasi melalui kelembagaan masyarakat (BKM P2KP, LPMD, PKK, Karang Taruna, dll). Kegiatan ini difasilitasi oleh fasilitator CD dan fasilitator teknik. CSP pasca gempa dalam konteks P2KP dapat merupakan review terhadap PJM-Pronangkis yang pelaksanaannya dilakukan oleh P2KP reguler. B. Penyusunan Proposal Dan Dokumen Pencairan BDR & BDL Proposal disusun oleh KSM-P didampingi fasilitator teknik dan fasilitator ekonomi serta diberikan pelatihan dan coaching. Namun demikian pengambilan keputusan menyangkut ukuran dan gambar rumah dilakukan oleh seluruh anggota KSM-P melalui mekanisme rembug dan melibatkan para perempuan pemilik rumah sehingga rumah dibangun benar-benar sesuai dengan keinginan dan kebutuhan pemiliknya. Proposal untuk pencairan BDL disusun berdasarkan hasil survei swadaya yang dilakukan untuk memperoleh data dasar mengenai kebutuhan darurat dan kebutuhan infrastruktur yang dilakukan oleh tim survei swadaya yang dibentuk oleh masyarakat. Selanjutnya, melalui rnekanisme rembug warga akan ditetapkan daftar urutan prioritas infrastruktur yang akan dibangun. 7.3. Pelaksanaan Konstruksi Rumah SederhanaTahan Gempa Sesuai dengan metode pendekatannya maka seluruh pelaksanaan konstruksi akan dikelola oleh Kelompok Swadaya Masyarakat Perumahan (KSMP) yang bersangkutan. Pembangunan dalam rangka rehabilitasi dan rekonstruksi permukiman di lokasi P2KP Peduli diharuskan memenuhi persyaratan sebagai berikut: Semua bangun-bangunan yang dibangun dalam rangka rehabilitasi dan rekonstruksi ini harus memenuhi persyaratan kelayakan teknik tahan gempa. Calon pemanfaat haruslah dilibatkan sebagai pelaku utama dalam proses pengambilan keputusan pada saat perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari pr oyek rehabilitasi dan rekonstruksi permukiman mereka. Dalam pemilihan bahan bangunan, teknologi konstruksi dan pelayanan prasarana harus menerapkan kriteria keberlanjutan dari aspek sosial, ekonomi dan lingkungan, juga harus mempertimbangkan kemungkinan bencana alam. 7.3.1. Prinsip-prinsip Standar Rumah Tahan Gempa Rumah yang dibangun hendaknya memenuhi syarat tahan gempa gempa (minimal gempa skala 5,0 skala Richter). Rumah dapat dibangun menggunakan bahan-bahan lokal dan/atau cari luar disesuaikan dengan lokasi, ketersediaan bahan-bahan lokal, maupun keinginan warga masyarakat. Pemilihan bahan bangunan harus dilakukan sedemikian sehingga tidak menciptakan persoalan baru yang menyebabkan kerusakan lingkungan. 7.3.2. Prinsip-prinsip Pengadaan Barang Dan Jasa Dalam pelaksanaan pekerjaan fisik rehabilitasi permukiman, maka masyarakat memutuskan sendiri cara pelaksanaan (metoda konstruksi), dengan mempertimbangkan prinsip -prinsip berikut: (1) Pelaksanaan konstruksi didasarkan pada aspirasi dan keputusan masyarakat sendiri. Sedapat mungkin menggunakan cara swakelola; dan (2) Masyarakat didampingi fasilitator dalam menetapkan sendiri desain teknis, pelaksanaan, monitoring dan kontrol kualitas bangunan. 7.3.3. Prinsip-prinsip Pengadaan Barang Dan Jasa Bengkel Konstruksi merupakan pusat pelayanan untuk pembangunan di satuan wilayah dusun atau kelurahan. Fungsi bengkel konstruksi : (1) Menyimpan bahan bangunan yang mudah rusak seperti: semen, tripleks, kapur, cat, dan Iain-lain; (2) Pusat atau pool untuk penyewaan alat-alat seperti: gergaji mesin, boor listrik, molen (pengaduk beton), genset dan Iain-lain; (3) usat informasi teknik bangunan, papan pengumuman; (4) Tempat untuk pelatihan dan workshop tenaga pertukangan; (5) Bisa menjadi tempat pembuatan bahan bangunan lokal seperti : batako, bengkel las atau penggergajian kayu. Bengkel Bangunan dikelola oleh seorang yang dipilih oleh warga komunitas/UPL-BKM. Pengelola bengkel dibantu oleh sebuah tim yang memiliki keahlian. 7.3.4. Bahan Bangunan Sistem pengadaan bahan bangunan pada prinsipnya diputuskan oleh warga masyarakat melalui KSM-P masing-masing dengan menerapkan prinsip transparansi dan kejujuran. Tidak dipungkiri terdapat berbagai upaya dari pihak dan oknum yang kurang bertanggung jawab mencoba ikut bermain dalam pengadaan bahan bangunan. Terdapat beberapa permasalahan yang harus diingat dalam pengadaan bahan bangunan, yaitu : (1) Tidak semua warga memiliki pengalaman dalam membangun rumah; (2) Pada masa rekonstruksi sangat mungkin jadi kelangkaan bahan bangunan; (3) Masalah rendahnya daya beli masyarakat. Terdapat beberapa kasus oknum perangkat kelurahan dan BKM mencoba menjadi suplier namun menggunakan cara-cara penekanan terhadap KSM-P. 7.3.5. Tenaga Kerja Dan Upah Berbagai model penyediaan tenaga kerja dalam proses konstruksi yang dilaksanakan oleh KSM-P adalah sebagai berikut: 1. pembangunan rumah dikerjakan sendiri sebagai bentuk swadaya bagi yang memiliki ketrampilan bangunan; 2. Tukang yang dibayar melalui KSM-P apabila manajemen pembangunan dilaksanakan oleh KSM-P; 3. Tukang yang dibayar sendiri apabila manajemen keuangan dilakukan oleh pemilik; Upah kerja yang berlaku di propinsi DIY hampir sama yaitu rata-rata tukang 35.000 40.000 rupiah, tenaga mandor pada umumnya dibayar jauh di bawah standar karena adanya kesukarelaan, yaitu rata-rata hanya 7500 rupiah per hari. Setiap unit rumah dikerjakan oleh 5 - 6 orang yang terdiri dari tukang ahli dan pembantu tukang. 8. HASIL KEGIATAN 8.1. Partisipasi Dan Peran Pemerintah Daerah Setempat Secara umum Kabupaten Bantul menunjukan respon yang terbaik terhadap pelaksanaan P2KP Peduli. Namun demikian sistem informasi yang dikembangkan masih sangat minimal sehingga pengambilan kebijakan seringkali tidak berdasarkan pada data dan informasi tetapi lebih berdasarkan commensence pimpinan daerah. 8.2. Profil Hasil Kegiatan Rehabilitasi Dan Rekonstruksi Melalui P2KP Peduli Jumlah rumah yang terbangun untuk 89 kelurahan di Propinsi DIY sejumlah 4080 unit rumah sehat sederhana tahan gempa. Nilai dana bantuan perumahan yang diberikan senilai Rp. 20.000.000 per unit rumah, dengan demikian nilai total untuk propinsi adalah Rp. 46.580.000.000 dan nilai swadaya secara total mencapai Rp.3.261.553.488,00. Rataan besarnya swadaya adalah Rp. 566.352,00, swadaya tertinggi adalah Rp. 16.500.000 di Kelurahan Pleret Kecamatan Pleret Kabupaten Bantul. Bentuk swadaya berupa material bekas, tenaga kerja keluarga dan makan minum untuk tukang. Profil per kabupaten/kota disajikan dalam tabel berikut: Kabupaten/Kota Jumlah Kelurahan Jumlah Rumah Nilai Bantuan Dibangun Nilai Swadaya Masyarakat Bantul 43 2329 46.580.000.000 1.319.034.400 Kab. Sleman 15 805 16.100.000.000 1.421.786.588 Kota Yogyakarta 21 633 12.660.000.000 112.110.000 Kab. Kulonprogo 3 135 2.700.000.000 156.400.000 Kab. Gunungkidul Jumlah 7 178 3.560.000.000 252.222.500 89 4080 81.600.000.000 3.261.553.488 Selain Bantuan Dana Rumah, tiap-tiap kelurahan menerima Bantuan Dana Lingkungan (BDL) sebesar 200 juta rupiah. Nilai total dana Rp. 1.760.000.000,00 , 77,5% untuk sarana lingkungan dan selebihnya untuk Bantuan Dana Rumah Transisi (BDRT) senilai masing masing Rp. 2.000.000,00. Peruntukan dana ini disajikan pada tabel berikut : Bantuan Dana Lingkungan P2KP Peduli 6.4. Akuntabilitas Kegiatan Program P2KP Peduli 6.4.1. Quality Assurance Pada dasarnya dalam konteks rehabilitasi dan rekonstruksi rumah berbasis masyarakat, maka kualitas bangunan yang dihasilkan ditentukan oleh 3 hal, yaitu kemampuan masyarakat, kinerja pendampingan dan iklim kebijakan yang kondusif. Dengan demikian, jaminan mutu atau quality assurance dalam konteks P2KP Peduli telah dilaksanakan sepanjang proses melalui berbagai langkah yaitu : monitoring secara terus menerus, penerapan kartu kendali dan juga langkah pencegahan dalam setiap pencairan BDR. Dengan demikian seluruh proses dapat terkontrol secara baik. Terhadap rumah yang memenuhi persyaratan sebagai rumah sehat sederhana tahan gempa akan mendapatkan identitas rumah sederhana tahan gempa, sertifikat dan buku histori pembangunan rumah. Selain melalui kontrol yang ketat sepanjang proses konstruksi juga dilakukan pengujian setempat terhadap kekuatan beton menggunakan hammer test oleh tenaga ahli housing dari LPPM-UGM. 6.4.2. Penyiapan Laporan pertanggungjawaban Pertanggungjawaban pelaksanaan fisik dan keuangan menjadi tanggung jawab KSM -P yang bersangkutan. Sehubungan dengan hal tersebut kepada KSM-P diberikan pelatihan mengenai tata cara pembukuan dan pengelolaan keuangan dalam penggunaan BDR dan pelaksanaan konstruksi. 6.4.3. Pengelolaan Pengaduan Dan Resolusi Konflik Pengelolaan pengaduan dan resolusi konflik merupakan bagian dari upaya mendorong agar pelaksanaan P2KP Peduli berjalan sesuai ketentuan dan prinsip-prinsip kejujuran, keadilan, transparansi dan keberpihakan kepada yang lemah. Pengelolaan pengaduan dilakukan secara berjenjang yaitu dari kotak saran pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi yang telah ada di masing-masing BKM. 1. SARAN DAN HARAPAN Diharapkan sesegera mungkin dibangun sistem manajemen data dan informasi sehingga seluruh keputusan dan tindakan diambil oleh semua pihak berdasarkan data dan informasi yang akurat dan terkini. Pemerintah kota/kabupaten perlu memiliki Perda serta aturan-aturan yang jelas mengenai penanganan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca gempa sehingga dapat diacu oleh semua pelaku. Sistem penganggaran yang berlaku telah mengganggu pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi, sehingga perlu kiranya dilakukan penyesuaian menyangkut sifat kedaruratannya.