penjaminan mutu dalam pelaksanaan rehabilitasi dan

advertisement
PENJAMINAN
MUTU
DALAM
PELAKSANAAN
REHABILITASI
DAN
REKONSTRUKSI BERBASIS MASYARAKAT, BELAJAR DAPAR PELAKSANAAN
P2KP PEDULI
1. PENDAHULUAN
Bencana gempa bumi tektonik 27 Mei 2006 menghancurkan sebagian permukiman yang ada
wilayah propinsi DIY. Hasil survei lapangan menunjukkan bahwa kerusakan terparah
disebabkan karena kondisi bangunan sudah sangat tua, bangunan tidak menggunakan
tulangan, serta desain bangunan yang tidak simetris. Selain itu, dampak yang jauh lebih dahsyat
adalah tekanan psikologis masyarakat korban bencana. Satu-satunya cara yang tepat dan
efektif adalah melibatkan peran aktif masyarakat sebagai pelaku utama dalam
memperbaiki kehidupan mereka melalui pendekatan pemberdayaan (community
development).
Sejak Juni 2006 - Maret 2007 Departemen Pekerjaan Umum melalui Direktorat Jenderal Cipta
Karya telah meluncurkan program khusus P2KP Peduli untuk segera dapat membantu
memulihkan kondisi rumah dan permukiman Pasca Gempa. Di Propinsi Dl-Yogyakarta
program ini berlokasi di 5 kabupaten/kota yaitu : Kota Yogyakarta, Kab. Sleman, Kab.
Kulonprogo, Kab. Bantul dan Kab. Gunung Kidul. Tercatat sebanyak 112 kelurahan dari 164
kelurahan lokasi P2KP terkena dampak bencana gempa, namun demikian yang benar-benar
parah adalah pada 89 kelurahan, 43 kelurahan terparah berada di Kabupaten Bantul.
P2KP Peduli dimaksudkan untuk memberikan stimulan untuk memulai mendorong
masyarakat melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi rumah dengan prioritas
masyarakat termiskin dan terparah di wilayahnya serta membangun infrastruktur darurat
lainnya. Pada 89 kelurahan terparah diberikan dana bantuan langsung masyarakat sebesar
masing-masing 500 juta rupiah dengan rincian alokasi 300 juta dipergunakan sebagai bantuan
dana ruman (BDR) untuk membangun 20 unit rumah warga termiskin dan terparah dan 200
juta dialokasikan untuk kebutuhan prasarana darurat termasuk temporary shelter dan
infrastruktur lingkungan penting lainnya. P2KP Peduli dilaksanakan dengan
mendayagunakan institusi lokal Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) P2KP untuk
mendorong tumbuhnya kemampuan masyarakat dan kapital sosial.
1.2. Tujuan Program
Secara umum P2KP Peduli bertujuan agar masyarakat mendapatkan manfaat sekaligus
pembelajaran dalam rehabilitasi dan rekonstruksi berbasis masyarakat.
1.3. Lokasi Dan Sasaran
Wilayah kerja P2KP Peduli di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta meliputi 5 kabupaten
kota, yaitu : Kab. Bantul, Kab. Sleman, Kab. Gunungkidul, Kota Yogyakarta dan Kab.
Kulonprogo. Sasaran P2KP Peduli adalah agar masyarakat mampu mengelola dan
memanfaatkan secara optimal program ini dalam mendukung rehabilitasi dan rekonstruksi
berbasis masyarakat.
2. KELOMPOK PENERIMA BANTUAN
Sasaran penerima bantuan ditetapkan oleh warga
masayarakat melalui mekanisme rembug warga
yang fasilitasi oleh fasilitator lapangan. Unsur-unsur
yang terlibat dalam rembug warga tersebut antara
lain : BKM, perangkat kelurahan, organisasi
kemasyarakatan dan warga masyarakat.
Secara bersama-sama rembug warga menetapkan
Kriteria penerima bantuan yang menjadi prioritas
yaitu: anak yatim piatu korban gempa, KK miskin
yang memiliki anak-anak balita dan atau ibu hamil,
KK miskin yang memiliki balita dan lansia.
Selanjutnya warga membentuk tim survey swadaya untuk menentukan calon penerima BDR
yang layak dan memenuhi kriteria.
3. STRATEGI PELAKSANAAN
Pada awal pelaksanaan kegiatan, masyarakat diberikan pemahaman mengenai P2KP Peduli
menyangkut proses, mekanisme dan tata aturan yang berlaku. Selanjutnya warga masyarakat
difasilitasi untuk melaksanakan musyawarah untuk memutuskan "menerima atau menolak
program yang ditawarkan". Apabila warga masyarakat setuju maka selanjutnya warga
difasilitasi untuk menyelenggarakan rembug kesiapan warga (RKM) untuk mempersiapkan
pelaksanaan P2KP Peduli. Tujuan rembug warga :
Dengan demikian dijamin bahwa tidak akan terjadi domonasi akses terhadap P2KP Peduli oleh
kelompok masyarakat tertentu. P2KP Peduli menjadi aksesibel bagi seluruh warga masyarakat
untuk mengetahui, berpartisipasi, berkontribusi dan memberikan masukan serta kritik.
Penerima manfaat diorganisir dalam Kelompok Swadaya Masyarakat Perumahan (KSM-P).
Dalam program ini masyarakat diposisikan sebagai pelaku utama, dengan demikian warga akan
berpartisipasi dan berkontribusi secara kongkrit dan diharapkan bahwa program ini akan
lebih berhasil guna serta mampu memberikan proses pembelajaran bagi para pelaku dan
masyarakat serta meningkatkan rasa kepemilikian terhadap seluruh kegiatan.
4. SOSIALISASI PROGRAM SECARA BERKELANJUTAN
Sosialisasi dilaksanakan melalui berbagai strategi dan bentuk kegiatan yang dikaitkan
secara langsung dan sejalan dengan tahapan proses pelaksanaan kegiatan (sosialization by
action). Dengan demikian secara terus menerus para pelaku dan masyarakat akan semakin
memahami P2KP Peduli, dengan kata lain dapat dikatakan bahwa masyarakat benar-benar
mengalami proses belajar sambil melaksanakan {learning by doing).
1.1.
Pertemuan Pada Level Masyarakat
Pertemuan pada level masyarakat dilaksanakan di
tenda-tenda darurat, di gedung-gedung sekolah yang
masih dapat digunakan, di kantor-kantor kelurahan dan
kantor kecamatan yang dekat dengan pengungsian dan
tempat evakuasi para korban gempa. Pertemuan pada
tingkat masyarakat ini juga dilaksanakan secara sinergi
berbagai pelaku lainnya. yaitu Bakornas, BMG,
Departemen ESDM, Departemen Sosial, Departemen
Kesehatan, PMI dll. Sinergitas pertemuan yang demikian
terbukti dapat meningkatkan efektivitas penyampaian
informasi karena berbagai pertanyaan dapat dijawab
melalui berbagai sudut pandang dan latar belakang
pengetahuan dan pengalaman.
B. Lokakarya Antar Pelaku Untuk Pengenalan Program
Lokakarya dilaksanakan pada level propinsi dan kabupaten/kota dengan melibatkan semua
pelaku pada masing-masing level. Unsur-unsur yang hadir dalam lokakarya ini adalah :
Departemen PU, bupati, Bappeda, DPRD, perguruan tinggi, tokoh masyarakat, BKM dan
perwakilan KSM-P, organisasi kepemudaan dan organisasi perempuan.
C. Sosialisasi Menggunakan Media
Berbagai media sosialisasi yang digunakan dalam
program ini adalah : leaflet, stiker, poster, booklet
dan pemutaran film/ CD pembangunan rumah sederhana
tahan gempa. Media sosialisasi disebarluaskan kepada para
pelaku dan penerima manfaat serta dipasang di berbagai
tempat strategis. Tema sosialisasi menyangkut aspek teknis
dan non teknis, antara lain: model konstruksi rumah
sederhana tahan gempa,
tatacara
dan
teknik
pengontrolan kualitas bangunan, mekanisme pencairan
Bantuan Dana Rumah (BDR), mekanisme pencairan
Bantuan Dana Lingkungan, serta teknik pembukuan dan
pertanggung jawaban.
5. KOORDINASI DALAM PELAKSANAAN PROGRAM
Koordinasi dilaksanakan dengan pemerintah daerah, masyarakat, dan berbagai pelaksana lain
baik dari dalam maupun luar negeri. Koordinasi pada umumnya belum berjalan secara
efektif, hal ini terbukti masih terdapatnya tumpang tindih data dan informasi. Pad a
umumnya Pemda kurang memiliki langkah-langkah strategis dalam pelaksanaan koordinasi,
disamping itu belum tebangun sistem manajemen data dan informasi baik di tingkat
kota/kabupaten maupun propinsi.
6. PENYIAPAN DAN PENGELOLAAN TENAGA LAPANGAN
6.1.
Penyiapan Tenaga Fasilitator dan Building Controler (BC)
Fasilitator direkrut secara terbuka melalui media masa lokal dan nasional. Seleksi terhadap
para calon fasilitator dilaksanakan adalah mencakup 3 hal pokok yaitu : (1) persyaratan
administratif menyangkut pendidikan dan pengalaman kerja secara tertulis; (2) pengetahuan
tentang konsep, strategi dan pendekatan yang dilaksanakan dalam, P2KP Peduli serta
ketrampilan teknis fasilitasi dan resolusi konflik; dan (3) psikologis menyangkut etika dan
sikap kerja.
6.2. Pembentukan Tim Fasilitator
Komposisi fasilitator pada tiap-tiap tim terdiri dari 9 orang dengan rincian sebagai berikut :
1 orang fasilitator teknik diangkat sebagai senior fasilitator yang berfungsi sebagai
pemimpin tim, 2 orang fasilitator teknik, 1 orang fasilitator community development dan 1
orang fasilitator ekonomi dan 4 orang building controler. Komposisi perempuan laki -laki
pada kelompok fasilitator akan diusahakan sekurang-kurangnya terdapat 30% fasilitator
perempuan.
6.3. Peningkatan Kapasitas Fasilitator dan Building Controler
Peningkatan kapasitas fasilitator yang dilaksanakan melalui training, coaching dan
refreshing yang terjadwal sesuai tahapan kegiatan. Pelatihan dan coaching yang diberikan
kepada para fasilitator adalah sebagai berikut : (1) pelatihan pembekalan pra tugas
bagi fasilitator dan BC untuk menjamin bahwa para f asilitator dan BC telah memiliki
pemahaman mengenai konsep, strategi, teknik an langkah-langkah dalam pelaksanaan
pekerjaan P2KP Peduli; (2) Coaching Dan pelatihan Tematik.
6.4.
Pengelolaan Fasilitator
Pengelolaan fasilitator menyangkut : team building, pembagian peran diantara
fasilitator dalam satu tim, meningkatkan kemampuan fasilitator dalam pelaksanaan
pendampingan pada setiap tahapan kegiatan, meni ngkatkan smampuan fasilitator
dalam mendampingi masyarakat untuk menyelesaikan permasalahan yang mungkin
timbul sepanjang pelaksanaan kegiatan. Bentuk kongkrit dari pengelolaan ini meliputi
kegiatan : (1) penyusunan rencana kerja fasilitator, (2) koordinasi harian, (3) monitoring
dan supervisi lapangan.
7. PELAKSANAAN KEGIATAN PAPA TINGKAT MASYARAKAT
Pelaksanaan kegiatan P2KP Peduli pada dasarnya dapat dibagi menjadi 6 tahapan
kegiatan utama yaitu :
7.1.
Penyiapan Dan Peningkatan Kapasitas Masyarakat
Kepada masyarakat diberikan Pelatihan dan coaching sejalan dengan tahapan kegiatan,
dimaksudkan agar masyarakat mampu melaksanakan seluruh tahapan kegiatan sesuai dengan
aturan dan prosedur serta mampu mencapai indikator kinerja yang ditetapkan.
7.2.
Pengorganisasian Masyarakat
Masyarakat penerima bantuan diorganisir dalam kelompok yang disebut KSM-P, selanjutnya
KSM-P akan didampingi oleh fasilitator dalam hal penyiapan proposal dan dokumen
pencairan BDR, pelaksanaan konstruksi, pengawasan proses konstruksi, pembukuan dan
pertanggung jawaban. BKM dan perangkat kelurahan dalam hal ini memiliki peran dan fungsi
sebagai berikut : (1) Menjamin bahwa tidak terjadi kesalahan dalam penetapan prioritas
penerima bantuan; (2) Menjamin tidak adanya pengurangan hak-hak masyarakat; menjamin
bahwa tidak terjadi konflik di dalam masyarakat. Oleh karena itu, di dalam setiap langkah
pelaksanaan kegiatan para fasilitator harus berkoordinasi dengan BKM setempat; (3) Lurah
dan perangkatnya memiliki peran dan fungsi mempermudah pengurusan administrasi seperti
KTP, KK dll. Selanjutnya dalam wadah organisasi tersebut, warga masyarakat melaksanakan
berbagai kegiatan sebagai berikut:
A. Penyusunan Community Settlement Plan (CSP)
Penyusunan CSP merupakan suatu kegiatan yang dilaksanakan secara partisipatif oleh warga
masyarakat yang difasilitasi melalui kelembagaan masyarakat (BKM P2KP, LPMD, PKK,
Karang Taruna, dll). Kegiatan ini difasilitasi oleh fasilitator CD dan fasilitator teknik. CSP
pasca gempa dalam konteks P2KP dapat merupakan review terhadap PJM-Pronangkis yang
pelaksanaannya dilakukan oleh P2KP reguler.
B. Penyusunan Proposal Dan Dokumen Pencairan BDR & BDL
Proposal disusun oleh KSM-P didampingi fasilitator teknik dan fasilitator ekonomi serta
diberikan pelatihan dan coaching. Namun demikian pengambilan keputusan menyangkut
ukuran dan gambar rumah dilakukan oleh seluruh anggota KSM-P melalui mekanisme rembug
dan melibatkan para perempuan pemilik rumah sehingga rumah dibangun benar-benar sesuai
dengan keinginan dan kebutuhan pemiliknya.
Proposal untuk pencairan BDL disusun berdasarkan hasil survei swadaya yang dilakukan
untuk memperoleh data dasar mengenai kebutuhan darurat dan kebutuhan infrastruktur
yang dilakukan oleh tim survei swadaya yang dibentuk oleh masyarakat. Selanjutnya,
melalui rnekanisme rembug warga akan ditetapkan daftar urutan prioritas infrastruktur yang
akan dibangun.
7.3. Pelaksanaan Konstruksi Rumah SederhanaTahan Gempa
Sesuai dengan metode pendekatannya maka
seluruh pelaksanaan konstruksi akan dikelola oleh
Kelompok Swadaya Masyarakat Perumahan (KSMP) yang bersangkutan.
Pembangunan dalam rangka rehabilitasi dan
rekonstruksi permukiman di lokasi P2KP Peduli
diharuskan memenuhi persyaratan sebagai berikut:



Semua bangun-bangunan yang dibangun dalam rangka rehabilitasi dan rekonstruksi ini
harus memenuhi persyaratan kelayakan teknik tahan gempa.
Calon pemanfaat haruslah dilibatkan sebagai pelaku utama dalam proses pengambilan
keputusan pada saat perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari pr oyek
rehabilitasi dan rekonstruksi permukiman mereka.
Dalam pemilihan bahan bangunan, teknologi konstruksi dan pelayanan prasarana harus
menerapkan kriteria keberlanjutan dari aspek sosial, ekonomi dan lingkungan, juga
harus mempertimbangkan kemungkinan bencana alam.
7.3.1. Prinsip-prinsip Standar Rumah Tahan Gempa



Rumah yang dibangun hendaknya memenuhi syarat tahan gempa gempa (minimal
gempa skala 5,0 skala Richter).
Rumah dapat dibangun menggunakan bahan-bahan lokal dan/atau cari luar
disesuaikan dengan lokasi, ketersediaan bahan-bahan lokal, maupun keinginan warga
masyarakat.
Pemilihan bahan bangunan harus dilakukan sedemikian sehingga tidak
menciptakan persoalan baru yang menyebabkan kerusakan lingkungan.
7.3.2. Prinsip-prinsip Pengadaan Barang Dan Jasa
Dalam pelaksanaan pekerjaan fisik rehabilitasi permukiman, maka masyarakat memutuskan
sendiri cara pelaksanaan (metoda konstruksi), dengan mempertimbangkan prinsip -prinsip
berikut: (1) Pelaksanaan konstruksi didasarkan pada aspirasi dan keputusan masyarakat
sendiri. Sedapat mungkin menggunakan cara swakelola; dan (2) Masyarakat didampingi
fasilitator dalam menetapkan sendiri desain teknis, pelaksanaan, monitoring dan kontrol
kualitas bangunan.
7.3.3. Prinsip-prinsip Pengadaan Barang Dan Jasa
Bengkel Konstruksi merupakan pusat pelayanan untuk pembangunan di satuan wilayah
dusun atau kelurahan. Fungsi bengkel konstruksi : (1) Menyimpan bahan bangunan yang
mudah rusak seperti: semen, tripleks, kapur, cat, dan Iain-lain; (2) Pusat atau pool untuk
penyewaan alat-alat seperti: gergaji mesin, boor listrik, molen (pengaduk beton), genset dan
Iain-lain; (3) usat informasi teknik bangunan, papan pengumuman; (4) Tempat untuk
pelatihan dan workshop tenaga pertukangan; (5) Bisa menjadi tempat pembuatan bahan
bangunan lokal seperti : batako, bengkel las atau penggergajian kayu. Bengkel Bangunan
dikelola oleh seorang yang dipilih oleh warga komunitas/UPL-BKM. Pengelola bengkel
dibantu oleh sebuah tim yang memiliki keahlian.
7.3.4. Bahan Bangunan
Sistem pengadaan bahan bangunan pada prinsipnya
diputuskan oleh warga masyarakat melalui KSM-P
masing-masing dengan menerapkan prinsip transparansi
dan kejujuran. Tidak dipungkiri terdapat berbagai upaya
dari pihak dan oknum yang kurang bertanggung jawab
mencoba ikut bermain dalam pengadaan bahan bangunan.
Terdapat beberapa permasalahan yang harus diingat
dalam pengadaan bahan bangunan, yaitu : (1) Tidak
semua warga memiliki pengalaman dalam membangun
rumah; (2) Pada masa rekonstruksi sangat mungkin jadi
kelangkaan bahan bangunan; (3) Masalah rendahnya daya
beli masyarakat. Terdapat beberapa kasus oknum perangkat kelurahan dan BKM mencoba
menjadi suplier namun menggunakan cara-cara penekanan terhadap KSM-P.
7.3.5. Tenaga Kerja Dan Upah
Berbagai model penyediaan tenaga kerja dalam
proses konstruksi yang dilaksanakan oleh KSM-P
adalah sebagai berikut:
1. pembangunan
rumah dikerjakan sendiri
sebagai bentuk swadaya bagi yang memiliki
ketrampilan bangunan;
2. Tukang yang dibayar melalui KSM-P apabila
manajemen pembangunan dilaksanakan oleh
KSM-P;
3. Tukang yang dibayar sendiri apabila
manajemen keuangan dilakukan oleh pemilik;
Upah kerja yang berlaku di propinsi DIY hampir sama yaitu rata-rata tukang 35.000 40.000 rupiah, tenaga mandor pada umumnya dibayar jauh di bawah standar karena adanya
kesukarelaan, yaitu rata-rata hanya 7500 rupiah per hari. Setiap unit rumah dikerjakan
oleh 5 - 6 orang yang terdiri dari tukang ahli dan pembantu tukang.
8. HASIL KEGIATAN
8.1. Partisipasi Dan Peran Pemerintah Daerah Setempat
Secara umum Kabupaten Bantul menunjukan respon yang terbaik terhadap pelaksanaan
P2KP Peduli. Namun demikian sistem informasi yang dikembangkan masih sangat minimal
sehingga pengambilan kebijakan seringkali tidak berdasarkan pada data dan informasi tetapi
lebih berdasarkan commensence pimpinan daerah.
8.2. Profil Hasil Kegiatan Rehabilitasi Dan Rekonstruksi Melalui P2KP Peduli
Jumlah rumah yang terbangun untuk 89 kelurahan di Propinsi DIY sejumlah 4080 unit
rumah sehat sederhana tahan gempa. Nilai dana bantuan perumahan yang diberikan senilai
Rp. 20.000.000 per unit rumah, dengan demikian nilai total untuk propinsi adalah Rp.
46.580.000.000 dan nilai swadaya secara total mencapai Rp.3.261.553.488,00. Rataan
besarnya swadaya adalah Rp. 566.352,00, swadaya tertinggi adalah Rp. 16.500.000 di
Kelurahan Pleret Kecamatan Pleret Kabupaten Bantul. Bentuk swadaya berupa material
bekas, tenaga kerja keluarga dan makan minum untuk tukang. Profil per kabupaten/kota
disajikan dalam tabel berikut:
Kabupaten/Kota
Jumlah
Kelurahan
Jumlah Rumah Nilai Bantuan
Dibangun
Nilai Swadaya
Masyarakat
Bantul
43
2329
46.580.000.000
1.319.034.400
Kab. Sleman
15
805
16.100.000.000
1.421.786.588
Kota Yogyakarta
21
633
12.660.000.000
112.110.000
Kab. Kulonprogo
3
135
2.700.000.000
156.400.000
Kab.
Gunungkidul
Jumlah
7
178
3.560.000.000
252.222.500
89
4080
81.600.000.000
3.261.553.488
Selain Bantuan Dana Rumah, tiap-tiap kelurahan menerima Bantuan Dana Lingkungan
(BDL) sebesar 200 juta rupiah. Nilai total dana Rp. 1.760.000.000,00 , 77,5% untuk sarana
lingkungan dan selebihnya untuk Bantuan Dana Rumah Transisi (BDRT) senilai masing masing Rp. 2.000.000,00. Peruntukan dana ini disajikan pada tabel berikut :
Bantuan Dana Lingkungan P2KP Peduli
6.4. Akuntabilitas Kegiatan Program P2KP Peduli
6.4.1. Quality Assurance
Pada dasarnya dalam konteks rehabilitasi dan rekonstruksi rumah berbasis
masyarakat, maka kualitas bangunan yang dihasilkan ditentukan oleh 3 hal, yaitu
kemampuan masyarakat, kinerja pendampingan dan iklim kebijakan yang kondusif. Dengan
demikian, jaminan mutu atau quality assurance dalam konteks P2KP Peduli telah
dilaksanakan sepanjang proses melalui berbagai langkah yaitu : monitoring secara terus
menerus, penerapan kartu kendali dan juga langkah pencegahan dalam setiap pencairan
BDR.
Dengan demikian seluruh proses dapat
terkontrol secara baik.
Terhadap rumah yang memenuhi persyaratan
sebagai rumah sehat sederhana tahan gempa
akan mendapatkan identitas rumah sederhana
tahan gempa, sertifikat dan buku histori
pembangunan rumah.
Selain
melalui
kontrol
yang
ketat
sepanjang proses konstruksi juga dilakukan
pengujian setempat terhadap kekuatan beton
menggunakan hammer test oleh tenaga ahli
housing dari LPPM-UGM.
6.4.2. Penyiapan Laporan pertanggungjawaban
Pertanggungjawaban pelaksanaan fisik dan keuangan menjadi tanggung jawab KSM -P yang
bersangkutan. Sehubungan dengan hal tersebut kepada KSM-P diberikan pelatihan mengenai
tata cara pembukuan dan pengelolaan keuangan dalam penggunaan BDR dan pelaksanaan
konstruksi.
6.4.3. Pengelolaan Pengaduan Dan Resolusi
Konflik
Pengelolaan pengaduan dan resolusi konflik
merupakan bagian dari upaya mendorong
agar pelaksanaan P2KP Peduli berjalan sesuai ketentuan dan prinsip-prinsip kejujuran,
keadilan, transparansi dan keberpihakan kepada yang lemah.
Pengelolaan pengaduan dilakukan secara berjenjang yaitu dari kotak saran pelaksanaan
rehabilitasi dan rekonstruksi yang telah ada di masing-masing BKM.
1. SARAN DAN HARAPAN



Diharapkan sesegera mungkin dibangun sistem manajemen data dan informasi sehingga
seluruh keputusan dan tindakan diambil oleh semua pihak berdasarkan data dan
informasi yang akurat dan terkini.
Pemerintah kota/kabupaten perlu memiliki Perda serta aturan-aturan yang jelas
mengenai penanganan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca gempa sehingga dapat diacu
oleh semua pelaku.
Sistem penganggaran yang berlaku telah mengganggu pelaksanaan kegiatan rehabilitasi
dan rekonstruksi, sehingga perlu kiranya dilakukan penyesuaian menyangkut sifat
kedaruratannya.
Download