September 2010 Wilayah Konservasi Asia Pasifik Program Kelautan Laporan No 3B/10 Dikompilasi oleh: Dipublikasikan oleh: The Nature Conservancy, Wilayah Konservasi Asia Pasifik Detil Kontak: Joanne Wilson: The Nature Conservancy’s Indonesia Marine Program, Coral Triangle Center, Jl. Pengembak No.2, Sanur 80228, Bali, Indonesia Phone +62-(0)361-287272, Fax +62-(0)361-270737 Email: [email protected] Sitasi Yang Disarankan: Wilson, J., Rotinsulu, C., Muljadi A., Wen W., Barmawi, M., Mandagi, S. 2010. Pola Tata Ruang dan Temporal dari Pemanfaaan Sumber Daya Laut di Wilayah Raja Ampat Hasil Survei Udara Tahun 2006. Laporan oleh Program Kelautan Wilayah Konservasi Asia Pasifik, , The Nature Conservancy. 3/10. © 2010, The Nature Conservancy Hak Cipta Dilindungi. Tidak diijinkan melakukan reproduksi ulang untuk tujuan apapun tanpa seijin dari penerbit. . Foto Sampul: Perahu penangkap ikan dan kegiatan di daerah pesisir di Raja Ampat ©TNC Indonesia Program Kelautan Laporan ini dapat diperoleh di: The Nature Conservancy’s Indonesia Marine Program Coral Triangle Center Jl. Pengembak No.2 Sanur 80228 Bali, Indonesia Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terlaksananya survei ini yaitu kepada Becky Rahawarin dan Yusdi Lamatenggo (Dinas Perikanan, Raja Ampat), Meity Mondong, M.Erdi Lazuardi, Irdez Azhar dan Yohannes Fanataf (Conservation International), Reinhart Paat, Titi Nugraheni, Adityo Setiawan (The Nature Conservancy). Terima kasih juga kami ucapkan kepada Bob Roberts (AMA) dalam penyediaan pesawat dan menerbangkan kami dengan aman selama survei. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Otoritas Bandara Dominine Edward Osok di Sorong yang telah membantu perijinan bagi pesawat untuk melakukan survei serta Pengawas Lalu Lintas Bandara DEO yang selalu memberikan informasi kondisi cuaca terbaru dan mengarahkan penerbangan selama survei. Ucapan terima kasih khusus kepada Peter Mous yang telah menyusun dan mengorganisasi survei ini termasuk mencarikan pesawat udara untuk survei ini. 2.1 2.2 SURVEI UDARA .............................................................................................................3 ANALISIS DATA DAN PEMETAAN ..........................................................................4 3.1 3.2 3.3 3.4 GAMBARAN UMUM .....................................................................................................5 KAPAL-KAPAL...............................................................................................................5 STRUKTUR PERMANEN/TETAP ...............................................................................17 BIOTA ............................................................................................................................23 Kepulauan Raja Ampat terletak di ujung barat laut Provinsi Papua Barat tepat di “jantung” Segitiga Karang dan mencakup empat juta hektar wilayah yang terdiri dari pulau-pulau kecil, terumbu karang dan perairan terbuka. Wilayah ini menjadi rumah bagi terumbu karang yang tertinggi keanekaragamannya di dunia dan populasi satwa langka seperti Penyu dan mamalia laut termasuk Dugong. Pada tahun 2006, pemerintah kabupaten Raja Ampat menetapkan enam buah Kawasan Konservasi Perairan (KKP) baru yang pada akhirnya menambah jumlah total KKP yang ada menjadi 7 buah dengan luas hampir 1 juta hektar. I Pada tahun 2006 penduduk Kabupaten Raja Ampat mencapai sekitar 32.055 orang tapi kemudian berkembang dengan pesat. Hampir seluruh masyarakat menggantungkan hidupnya pada sumberdaya alam untuk sumber pangan dan penghasilan. Pemahaman tentang pola pemanfaatan sumber daya yang ada, penyebaran habitat dan spesies kunci sangat penting sebagai informasi untuk pengambilan keputusan dan perencanaan tata ruang dalam rangka pengelolaan pemanfaatan sumber daya alam dan perencanaan KKP. Survei udara adalah sebuah metode yang paling layak dan bermanfaat dalam rangka mengumpulkan data pada skala ruang yang besar dan digunakan untuk mengumpulkan informasi mengenai distribusi dan kelimpahan mamalia laut dan biota laut besar lainnya. Pada bulan Januari dan September tahun 2006 telah dilakukan survei udara dengan menggunakan pesawat udara kecil berbaling-baling. Survei udara mencapai 30 jam selama 5 hari dan mencakup wilayah dengan luas sekitar 4.000 km2. Para pengamat melakukan pencatatan dan menggambarkan semua kapal yang dilihat beserta aktivitasnya, merekam alat tangkap atau struktur permanen dan setiap biota seperti penyu atau mamalia laut yang dijumpai. Selain itu, dilakukan pencatatan lokasi dengan GPS dan pengambilan foto-foto pada semua pengamatan. Data yang diperoleh kemudian dipetakan dan dianalisis untuk menentukan perbedaan-perbedaan dalam pemanfaatan sumberdaya atau distribusi biota-biota di area-area dalam Raja Ampat dan dalam KKP. Mayoritas (>75%) dari kapal-kapal yang diamati adalah dari jenis perahu kecil, yaitu sampan dengan atau tanpa mesin. Temuan ini menunjukkan tingginya pemanfaatan sumber daya laut dan pesisir oleh masyarakat lokal untuk kegiatan perikanan artisanal. Meskipun kapal-kapal kecil ini jumlahnya besar, tetapi studi lain yang dilakukan di wilayah ini menunjukkan bahwa hampir 80% hasil tangkapan perikanan diambil oleh pihak luar dengan menggunakan kapal yang lebih besar. Alat-alat permanen di Raja Ampat sebagian besar digunakan untuk kegiatan penangkapan dan tidak mematuhi aturan. Meskipun demikian, nampaknya sejumlah besar ikan ditangkap menggunakan alat-alat tersebut, atau, alat ini digunakan untuk menyokong kegiatan penangkapan di daerah-daerah terpencil (Bailey et.al 2008). Untuk itu mengetahui jumlah, lokasi dan jenis-jenis alat tangkap permanen adalah penting dalam memahami jumlah yang tepat mengenai usaha perikanan di Raja Ampat selain dapat digunakan sebagai dasar untuk sistem perijinan atau kuota di masa mendatang dalam rangka pengaturan alat-alat tangkap perikanan. Pari Manta, Paus dan Lumba-Lumba jumlah sangat berlimpah pada bulan Januari yang jumlahnya dua kali lebih banyak dibanding individu yang biasa dijumpai pada bulan September. Sebagian besar biota ini terlihat di wilayah antara Sorong dan Pulau Salawati, Teluk Dampier dan sekitar Pulau Kofiau. Jejaring KKP yang ada saat ini tidak cukup banyak mencakup lokasi-lokasi penting untuk spesies-spesies tersebut. Studi ini menunjukkan bahwa survei udara adalah metode yang sangat bermanfaat untuk mempelajari pemanfaatan sumber daya dan fauna laut besar di wilayah-wilayah yang terpencil dan luas. Ada potensi yang sangat besar untuk mengintegrasikan survei udara dengan survei berbasis kapal untuk membantu dalam kegiatan patroli dan memberikan laporan kepada pihak pemerintah tentang adanya aktivitas- aktivitas ilegal. Metode ini juga sangat baik untuk menghitung jumlah, jenis dan distribusi dari alat-alat tangkap yang tidak diatur (unregulated) seperti misalnya bubu dan pondok nelayan. Kepulauan Raja Ampat terletak di ujung barat laut Provinsi Papua Barat di jantung segitiga karang, meliputi wilayah seluas 4 juta hektar yang terdiri dari daratan dan laut termasuk empat pulau besar yaitu Waigeo, Batanta, Salawati, Misool dan ratusan pulau-pulau kecil lainnya. Banyak dari pulau-pulau tersebut ditutupi oleh hutan yang belum terjamah yang berada dalam kawasan Taman Nasional. Terumbu karang di sekitar pulau-pulau ini menopang keanekaragaman jenis karang dan ikan yang tertinggi di dunia. Survei ilmiah mencatat setidaknya 553 spesies karang Scleractinia (Veron et.al 2009) dan sedikitnya 1.320 spesies ikan yang merupakan jumlah spesies tertinggi di dunia dalam luas wilayah seperti Raja Ampat (Allen dan Erdman 2009). Cetacea dan biota laut besar juga merupakan bagian penting dari ekosistem Raja Ampat dengan total 16 spesies cetacean termasuk Paus Sperma, Paus Biru Pasifik, dan Lumba-lumba Punggung Bungkuk Indo Pasifik. Selama pengamatan ternyata sering juga dijumpai Dugong. Beberapa spesies mamalia laut yang diketahui atau diduga muncul di wilayah ini terdaftar pada IUCN sebagai spesies yang terancam atau langka. Kepulauan Raja Ampat adalah bagian dari Bentang laut Kepala Burung yang merupakan taman nasional laut terbesar di Indonesia, dan Jamursba Medi di mana terdapat beberapa pantai peneluran penyu terpenting di dunia. . Ibukota Kabupaten Raja Ampat yaitu Waisai, terletak di pesisir bagian timur pulau Waigeo. Penduduk kabupaten Raja Ampat di tahun 2006 adalah 32.055 jiwa yang tersebar di seluruh ibukota dan 88 desa (Firman dan Azhar 2006). Populasi penduduk meningkat pesat karena pemerintah Kabupaten secara aktif mendorong program transmigrasi yang mendatangkan ribuan orang dari pulau Jawa ke Raja Ampat. Masyarakat lokal dan perekonomian daerah sangat bergantung pada keberadaan sumberdaya alambaik darat maupun lautuntuk industri seperti perikanan, pertambangan, kehutanan, minyak dan gas, budidaya perikanan dan pariwisata. Akan tetapi, beberapa kegiatan yang terkait dengan industri-industri ini ataupun pembangunan pesisir yang berkaitan dengan meningkatnya jumlah penduduk ternyata mengancam keanekaragaman dan kesehatan komunitas laut dan darat di Raja Ampat. Kemakmuran masa depan daerah ini akan bergantung pada kebijakan dan pengelolaan yang mendukung industri yang berkelanjutan untuk kepentingan masyarakat lokal dan melindungi keanekaragaman hayati daerah ini yang begitu luar biasa. Pada tahun 2006, pemerintah Raja Ampat menetapkan enam KKP baru yang luasnya mencapai 1 juta hektar yaitu Kofiau, Misool Tenggara, Selat Dampier, Teluk Mayalibit, Ayau dan Wayag Sayang. Bersama dengan KKP Waigeo Barat yang sudah lebih dulu ada, berdirinya KKP baru ini menjadikan total jumlah yang ada menjadi 7 buah. Pendeklarasian dan perluasan dari KKP Selat Dampier dan Teluk Mayalibit pada tahun 2009 menunjukkan bahwa pihak pemerintah kabupaten mengakui dan menghargai pentingnya konservasi laut sebagai sebuah investasi dalam mengembangkan sektor perikanan yang berkelanjutan dan pariwisata berbasis laut. The Nature Conservancy dan Conservation International saat ini bekerja sama dengan pemerintah Raja Ampat dalam rangka mendukung pengelolaan jejaring KKP. Bentuk-bentuk kerjasama tersebut adalah membantu penyusunan dan implementasi rencana pengelolaan dan zonasi KKP dan kebijakan perikanan dan rencana tata ruang baik di tingkat provinsi maupun kabupaten. Melalui proses-proses inilah didorong sebuah pendekatan berbasis ekosistem untuk pengelolaan sumber daya laut di Raja Ampat dan seluruh Bentang Laut Kepala Burung. Memahami pola-pola pemanfaatan sumber daya, penyebaran habitat dan spesies kunci adalah penting dalam memberikan gambaran untuk pengambilan keputusan-keputusan dalam pengelolaan dan rencana tata ruang. . Survei udara adalah sebuah metode yang sudah mapan dan bermanfaat untuk mengumpulkan data pada skala ruang yang besar dan telah digunakan untuk mengumpulkan informasi tentang distribusi dan kelimpahan dari mamalia laut dan biota laut besar lainnya misalnya Penyu. Survei-survei tersebut menyediakan “potret” sebuah daerah dan jika diulang dari waktu ke waktu dapat digunakan untuk menentukan tren musiman/tahunan. Data-data ini dapat menjadi sangat kuat dalam menentukan sukses tidaknya sebuah rencana/kebijakan pengelolaan dengan menentukan tingkat kepatuhan terhadap aturanaturan batas KKP, perikanan dan lainnya di wilayah geografi yang luas. Tujuan dari studi ini adalah untuk menentukan pola tata ruang dan temporal pada distribusi dan jenis pemanfaatan sumber daya laut dan biota laut besar di Kabupaten Raja Ampat. 2.1 SURVEI UDARA Pada tahun 2006, dua survei udara dilakukan di Raja Ampat dengan menggunakan Protokol Survei Udara TNC (Mous 2006) dengan menggunakan pesawat kecil berbaling-baling jenis Pilatus PC-6 (Pilatus Porter). Survei pertama dilakukan pada tanggal 9-13 Januari 2006, dan yang kedua pada tanggal 8-22 September 2006. Masing-masing survei (penerbangan) mencapai 30 jam penerbangan selama 5 hari dan meliputi wilayah sepanjang 4.000 km sepanjang jalur penerbangan yang ditargetkan (Gambar 1). Satu hal yang penting untuk dicatat adalah jalur penerbangan dan metode survei dibuat sedemikian rupa untuk memungkinkan penjangkauan wilayah terumbu karang pantai secara maksimal serta untuk memaksimalkan daerah yang dicakup oleh survei dalam rangka memperoleh informasi distribusi dan jenis-jenis kegiatan dan biota di Raja Ampat. Estimasi yang akurat dari populasi mamalia laut bukanlah menjadi tujuan dari survei ini. Jumlah anggota tim pada masing-masing penerbangan adalah 5 orang, terdiri dari seorang pimpinan tim yang bertugas mencatat posisi GPS dan mengambil foto pada semua pengamatan, 2 orang pengamat untuk perikanan/biota (masing-masing di bagian kiri dan kanan pesawat) yang mencatat antara lain: kapal, alat tangkap permanen dan penampakan biota laut besar, dan 2 orang untuk memetakan terumbu karang (satu di kiri dan satu di kanan pesawat). Para pengamat mencatat hasil pengamatan berdasarkan kategori yang ada pada Tabel 1 dan posisi GPS di lembar data yang disediakan (Lampiran A). Ketika kembali ke kantor, semua data dipindahkan ke program pengolah data Excel dan basis data SIG. Seluruh kapal dikelompokkan berdasarkan jenis, ukuran, mesin dan kegiatan yang dilakukan ketika sedang diamati. “Alat Permanen” didefinisikan sebagai alat tangkap buatan manusia yang dibangun atau dipasang di daerah laut. Alat-alat ini termasuk bagan, rumpon, keramba dan pondok nelayan. Pondok nelayan adalah semacam bangunan dari berbagai ukuran yang digunakan sebagai tempat menginap oleh para nelayan yang menangkap ikan jauh dari tempat tinggalnya sehingga tidak memungkinkan melakukan perjalanan pergi-pulang dalam sehari. Tabel 1. Kategori Kapal, Alat Terpasang dan Biota Laut Yang Tercatat Selama Pemetaan Udara di Raja Ampat tahun 2006 Jenis Kapal Ukuran Kapal Perikanan Sampan kecil Penumpang Perahu Tinggal Kapal Barang Sampan/dinghy Kecil <10m Industri Lain-lain Tidak Tahu Sedang 1020m Besar 20-50m Sangat Besar >50m Mesin Kapal Tidak bermesin Ketinting MEsin Luar Mesin Dalam Tidak diketahui Kegiatan Membuang Jangkar Menangkap Ikan Gleaning Alat Terpasang Bagan Biota Rumpon Bagang Paus/Lumbalumba Manta Penyu Bergerak/Berlayar Rumah Ikan Hiu Tidak diketahui Lain-lain Gerombolan ikan umpan /Tuna Dugong/Duyung Kumpulan Ikan Memijah Burung Gambar 1. Jalur Penerbangan dan batas KKP serta sektor-sektor yang menjadi perhatian. 2.2 ANALISIS DATA DAN PEMETAAN Untuk kepentingan analisis, maka Kabupaten Raja Ampat dibagi menjadi enam sektor (Gambar 1) agar memungkinkan dilakukannya analisis distribusi spasial dari kapal-kapal, alat tangkap permanen dan biota laut besar. Batas-batas KKP yang ditetapkan pada tahun 2006 juga diidentifikasi (Gambar 1). Data dianalisis menggunakan ArcGIS dan Excel dengan dasar kedua sektor dan batas-batas KKP untuk survei bulan Januari dan September 2006. Data-data ini disajikan dalam bentuk peta dan grafik untuk masingmasing kategori pengamatan. Peta-peta yang menampilkan penyebaran para penguna sumber daya berdasarkan kategori dibuat dengan menggunakan ArcGIS. Grafik-grafik tersebut juga digunakan untuk membandingkan jumlah total pengamatan di tiap-tiap kategori berdasarkan sektor dan KKP pada bulan Januari dan September 2006. Untuk menyimpan semua foto yang terhubung dengan posisi GPS digunakan CD, yang dibuat dalam format html dengan peta Raja Ampat yang di-overlay dengan sejumlah titik berwarna merah dan biru (merah untuk Januari, biru untuk September). Dengan meng-klik titik-titik ini kita akan terhubung dengan gambar yang relevan dengan posisi ini. 3.1 GAMBARAN UMUM Survei udara terbukti menjadi sebuah cara yang efektif dalam melakukan survei untuk kapal-kapal, alat permanen/terpasang dan biota laut besar secara luas di Kabupaten Raja Ampat. Sebanyak total 3.761 pengamatan berhasil dilakukan dalam dua kali survei (Januari dan September 2006). Terdapat perbedaan yang signifikan pada penyebaran kapal, alat tangkap permanen dan fauna laut besar di Kabupaten Raja Ampat berdasarkan sektor, KKP dan antar waktu survei. Mayoritas kapal yang diamati selama surveisurvei tersebut adalah kapal penangkapan kecil dan hanya sedikit kapal komersial besar yang dijumpai. Jumlah alat tangkap permanen meningkat dari Januari hingga Septermber, dan banyak yang lokasinya telah berubah. Pari Manta, Paus dan Lumba-lumba secara signifikan lebih berlimpah dengan jumlah individu pada bulan Januari lebih banyak dua kali lipat dibanding September, yang hampir semuanya berlokasi di wilayah antara Sorong, Pulau Salawati dan Selat Dampier. 3.2 KAPAL-KAPAL Total tercatat 1.748 kapal yang dijumpai selama dua kali survei. Kapal-kapal perikanan yang meliputi semua jenis kapal yang digunakan untuk menangkap ikanmulai dari sampan dayung hingga kapal komersial besaradalah yang paling sering dijumpai dari semua kapal di Raja Ampat. Ke-1.322 kapal penangkapan yang dicatat mewakili 75% dari seluruh kapal yang disurvei (Gambar 2). Jumlah kapal perikanan yang dicatat pada bulan September (777) agak lebih tinggi dibandingkan dengan bulan Januari (545), mungkin karena angin barat yang kuat biasanya muncul pada bulan Januari ini yang kemungkinan membatasi pergerakan kapal-kapal kecil. Sebagian besar kapal perikanan berukuran kecil, sekitar 70% digolongkan sebagai sampan kecil atau sampan/dinghy (Gambar 5), baik dengan, atau tanpa mesin “ketinting”. Sangat sedikit kapal perikanan berukuran besar yang tercatat selama survei-survei tersebut. Hal ini menunjukkan tingginya persentase nelayan subsisten lokal dan tingginya ketergantungan terhadap wilayah terumbu karang dan pesisir untuk kegiatan perikanan demi kelangsungan hidup dan mata pencaharian masyarakat lokal. Wilayah pesisir dan terumbu karang yang terlindung dan dekat dengan pedesaan adalah lokasi tangkap yang paling mudah diakses oleh penduduk lokal yang menggunakan perahu kecil. Hampir semua kapal penangkap ikan terkonsentrasi di sekitar terumbu karang dan pulau-pulau di wilayah Sorong, Pulau Salawati (Sektor 6) dan Selat Dampier/Waigeo Selatan (Sektor 2) (Gambar 7 dan Gambar 8). Hanya sedikit kapal yang tercatat berada di ujung utara Raja Ampat (Sektor 1) (Gambar 5, Gambar 7, Gambar 8). Pada dua kali survei tidak dijumpai adanya kegiatan penangkapan di kawasan KKP Kawe yang sejak tahun 2008 telah dinyatakan sebagai daerah perlindungan oleh pemiliknya. KKP dengan aktivitas kapal tertinggi adalah Selat Dampier, Kofiau dan Misool Tenggara (Gambar 6, Gambar 8). Misool Tenggara adalah satusatunya KKP di mana tercatat kehadiran kapal penangkapan ikan dengan panjang lebih dari 10 meter. Pada saat survei berlangsung, rata-rata sekitar 50% kapal di Raja Ampat sedang melakukan kegiatan penangkapan aktif, adapun sisanya sebagian besar dalam kondisi sedang membuang jangkar atau sedang berlayar (Gambar 7). Walaupun demikian terdapat perbedaan yang besar di antara “Sektor” dengan “KKP” dalam hal persentase kapal yang sedang aktif melakukan penangkapan dan perbedaan antara bulan Januari dan September. Gambar 9 menunjukkan bahwa pada bulan Januari ada 80% kapal yang sedang melakuan penangkapan di Ayau dibandingkan dengan 10% di Misool Tenggara dan sekitar 8% di Teluk Mayalibit. Muncul pula perbedaan di antara kedua waktu survei. Misalnya, di KKP Teluk Mayalibit, persentase kapal penangkapan meningkat dari 8% di bulan Januari menjadi 60% di bulan September. Peningkatan persentase kapal yang aktif melakukan penangkapan juga terjadi di KKP Dampier dan KKP Waigeo Barat Daya, tetapi menurun di Ayau dan Kofiau. Persentase kapal yang menangkap ikan di KKP Misool Tenggara tetap rendah di kedua survei yaitu sekitar 10-15%. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan penangkapan ikan di KKP dan wilayah Raja Ampat bersifat musiman, selain karena di beberapa KKP dan musim, kegiatan utamanya dilakukan pada malam hari. Penumpang dan Pariwisata Kapal penumpang adalah alat transportasi utama antar pulau bagi penduduk lokal dan ukurannya bervariasi mulai dari sampan/dinghy sampai kapal motor besar. Pada bulan Januari, kapal penumpang hanya terlihat di selat-selat yang terlindung sekitar Pulau Salawati yang mungkin disebabkan kondisi cuaca yang buruk selama bulan Januari. Selama bulan September kapal penumpang lebih menyebar letaknya di Raja Ampat, di mana dapat dilihat di sekitar Pulau Waigeo, Selat Dampier dan Misool Tenggara (Gambar 2, Gambar 3, Gambar 6, Gambar 7). Pada tahun 2006, ada 14 penampakan kapal wisata termasuk kapal tinggal (live-aboard) penyelaman dan perahu yang lebih kecil (dinghy) atau perahu pendukung lainnya. Kapal-kapal ini tersebar ke utara sampai ke Wayag, dan ke selatan sampai ke Misool Tenggara, juga di Selat Dampier dan pesisir utara Waigeo (Gambar 2, Gambar 3, Gambar 6, Gambar 7). Kapal Kargo/Barang dan Industri Kapal-kapal pengangkut barang (kargo) dan industri paling sering terlihat di daerah Selat Salawati, pada jalur pelayaran dan terkait dengan anjungan minyak yang terletak antara Misool dan Selat Salawati. . Ada juga kapal besar yang terlihat di Waigeo Barat Daya dan Misool Tenggara. Hal ini tidak mengejutkan, karena hampir semua kapal besar dan sangat besar yang tercatat selama survei adalah jenis kapal kargo dan industri, tapi ternyata ada juga beberapa kapal perikanan besar yang terlihat di KKP Misool Tenggara Lain-Lain dan Tidak Diketahui Persentase kategori “Lain-lain” dan “Tidak diketahui” secara bersama-sama mencapai 12% dari seluruh pengamatan selama survei dan nilai ini disebabkan adanya kesulitan dalam mengenali benda atau kapal yang berukuran kecil, ataupun letaknya tepat di ujung batas pandangan dari pengamat (Gambar 2, Gambar 3, Gambar 8, Gambar 9). Gambar 1. Frekuensi pengamatan kapal berdasarkan jenis di Kabupaten Raja Ampat dari Survei Udara tahun 2006. Gambar 2. Frekuensi pengamatan kapal berdasarkan ukuran di Kabupaten Raja Ampat dari survei udara tahun 2006. Gambar 3. Frekuensi pengamatan kapal berdasarkan jenis mesin di Kabupaten Raja Ampat dari survei udara tahun 2006. Gambar 4. Proporsi relatif dari ukuran kapal untuk setiap kategori jenis kapal di Kabupaten Raja Ampat dari Survei Udara tahun 2006 (Januari dan September). Gambar 5. Proporsi relatif dari ukuran kapal untuk setiap kategori jenis mesin di Kabupaten Raja Ampat dari survei udara tahun 2006 (Januari dan September). Gambar 6. Proporsi relatif kegiatan untuk kapal penangkapan yang teramati di Kabupaten Raja Ampat dari survei udara tahun 2006. Gambar 7. Proporsi relatif kegiatan dari kapal perikanan di setiap sektor di Kabupaten Raja Ampat dari survei udara tahun 2006. Gambar 8. Proporsi relatif kegiatan kapal penangkapan yang teramati di Kabupten Raja Ampat dari survei udara tahun 2006. Gambar 9. Frekuensi kapal berdasarkan jenis di setiap sektor di Kabupaten Raja Ampat tahun 2006. Gambar 10. Frekuensi kapal berdasarkan jenis di setiap KKP di Raja Ampat tahun 2006. Gambar 11. Frekuensi kapal berdasarkan ukuran di setiap sektor di Raja Ampat tahun 2006. Gambar 12. Frekuensi kapal berdasarkan ukuran di setiap KKP di Raja Ampat tahun 2006. Gambar 13. Distribusi kapal-kapal perikanan di Kabupten Raja Ampat, dari survei udara bulan Januari 2006. . Gambar 14. Distribusi kapal-kapal perikanan di Kabupaten Raja Ampat dari survei udara bulan September 2006. . Gambar 15. Distribusi kapal wisata, penumpang dan lainnya Kabupaten Raja Ampat dari survei udara bulan Januari 2006. Gambar 16. Distribusi kapal wisata, penumpang dan lain-lainnya di Kabupaten Raja Ampat dari survei udara bulan September 2006. Gambar 17. Distribusi kapal angkut (kargo) dan industri di Kabupaten Raja Ampat dari survei udara bulan Januari 2006. Gambar 18. Distribusi kapal angkut (kargo) dan industri di Kabupaten Raja Ampat dari survei udara bulan September 2006. Gambar 19. Distribusi kapal berdasarkan ukuran yang berbeda di Kabupaten Raja Ampat dari survei udara bulan Januari 2006. . Gambar 20. Distribusi kapal berdasarkan ukuran yang berbeda di Kabupaten Raja Ampat dari survei udara bulan September 2006. 3.3 STRUKTUR PERMANEN/TETAP Struktur permanen yang tercatat selama survei adalah termasuk beberapa jenis bagan, rumpon, keramba dan pondok nelayan. Struktur permanen yang masuk ke dalam kategori “lain-lain” adalah budidaya mutiara, pelampung navigasi serta anjungan minyak dan gas. Pondok nelayan dan keramba adalah struktur permanen yang paling banyak dijumpai selama survei-survei ini (Gambar 22). Jumlah struktur permanen di Raja Ampat meningkat sebesar 35% dari Januari hingga September. Belum dapat ditentukan apakah peningkatan ini muncul akibat perbedaan musim atau karena peningkatan dalam pembangunan struktur permanen itu sendiri. Bagan Bagan atau jaring angkat di Raja Ampat digunakan untuk menangkap cumi-cumi atau ikan Sarden kecil (atau Ikan Teri) yang dijual baik untuk dimakan maupun sebagai umpan. . Perahu bagan yang masuk ke dalam kategori alat tangkap permanen ini adalah bagan apung yang berasosiasi dengan kapal penangkap Tuna yang menggunakan hasil tangkapan bagan sebagai umpannya. Dengan demikian bagan tidak sepenuhnya adalah alat tangkap permanen karena dapat ditarik oleh perahu lain menuju lokasi-lokasi yang sesuai dengan kebutuhan. Karena bagan menggunakan cahaya untuk menarik ikan atau cumi-cumi, operasinya dilakukan pada malam hari sehingga posisi pengamatan pada survei pemetaan udara di siang hari lebih menunjukkan lokasi membuang jangkar atau pangkalan bagan itu sendiri. . Baganbagan ini terlihat di wilayah Selat Dampier, Misool Tenggara dan Selat Salawati (Gambar 23, Gambar 24, Gambar 25, Gambar 26). Beberapa bagan tercatat berada di dalam KKP dengan perkecualian di KKP Misool Tenggara (Gambar 24, Gambar 25, Gambar 26), dan lebih sering terlihat pada bulan September dibandingkan bulan Januari. Rumpon Rumpon adalah rakit-rakit terapung yang dibuat dari bahan-bahan yang dapat menarik perhatian dan mengumpulkan ikan. Rumpon dibuat untuk memudahkan nelayan menangkap ikan. Lokasi-lokasi rumpon bervariasi antara waktu survei. Pada bulan Januari rumpon terkonsentrasi di sekitar Pulau Salawati, dan ada satu dua tersebar di sebelah selatan Ayau, Wayag-Sayang, Kofiau dan Misool Tenggara (Gambar 23, Gambar 24, Gambar 27, Gambar 28). Pada bulan September hampir semua rumpon terlihat berada di Misool Tenggara dan Kofiau. Pondok Nelayan Pondok nelayan adalah pondok yang dibangun di atas pantai atau terumbu karang dan digunakan sebagai tempat berlindung sementara para nelayan lokal misalnya untuk menginap dan juga sebagai tempat untuk mengeringkan ikan hasil tangkapan. . Beberapa pondok juga digunakan sebagai pangkalan untuk para buruh perkebunan kelapa dan untuk menyimpan kelapa/kopra khususnya di Kofiau. Pondok-pondok ini terkonsentrasi di Selat Salawati, KKP Kofiau, Waigeo selatan dan Teluk Mayalibit (Gambar 23, Gambar 24, Gambar 27, Gambar 28). Jumlah pondok nelayan mengalami peningkatan dari Januari hingga September khususnya di Selat Salawati dan KKP Kofiau (Gambar 23, Gambar 24). Peningkatan ini bisa jadi mencerminkan peningkatan kegiatan penangkapan ikan atau pertanian di lokasi-lokasi yang jauh dari pedesaan. Karena struktur pondok ini biasanya sangat kuat maka peningkatannya itu sepertinya tidak mencerminkan suatu perbedaan musiman. Peningkatan jumlah pondok nelayan bisa juga menunjukkan adanya penipisan dari sumber daya di sekitar desa sehingga nelayan harus berlayar lebih jauh untuk mendapatkan ikan. Pembangunan pondok yang berada tepat di atas terumbu karang cenderung merusak terumbu karang setempat akibat proses pembuatannya, terhalangnya cahaya matahari dan pembuangan limbah termasuk sampah dan kotoran. Keramba Keramba digunakan sebagai tempat penyimpanan sementara ikan hidup oleh para pedagang yang menyuplai ikan seperti Kerapu dan Napoleon untuk kegiatan perdagangan ikan karang hidup. Ukuran kurungan di keramba cukup bervariasi mulai dari yang kecil yaitu 1-2 m2 yang dioperasikan oleh masyarakat lokal hingga ke ukuran yang lebih besar untuk kegiatankegiatan komersial. Keramba banyak dijumpai di sekitar daerah-daerah daratan utama di Raja Ampat termasuk Ayau dengan perkecualian Kofiau dan Wayag-Sayang (Gambar 29, Gambar 30). Jumlah keramba yang diamati meningkat sampai 30% dari bulan Januari hingga bulan September (Gambar 23, Gambar 24). Juga terlihat bahwa beberapa keramba yang diamati selama bulan Januari tidak terlihat pada bulan September yang berarti mereka telah dipindahkan atau rusak. Keramba-keramba ini juga dijumpai di empat KKP Raja Ampat yaitu Ayau, Waigeo Barat, Dampier dan Misool Tenggara (Gambar 29, Gambar 30). Keberadaan keramba ini menjadi perhatian karena biasanya berkaitan dengan kegiatan perdagangan ikan karang hidup yang menargetkan lokasi pemijahan dari jenis ikan target. Kegiatan penangkapan di lokasi pemijahan ikan sama sekali tidak berkelanjutan dan kemungkinan akan bertentangan dengan tujuan-tujuan konservasi dan perikanan berkelanjutan dari KKP. Alat Permanen Lain Alat tangkap pada kategori “lain-lain” termasuk struktur-struktur seperti budidaya mutiara dan rumput laut, pelampung navigasi, bubu atau “sero” dan infrastruktur lainnya. Pada bulan Januari jumlahnya lebih kecil dibanding bulan September (Gambar 22, Gambar23, Gambar 24). Karena kategori ‘lain-lain” ini jumlahnya mencapai sekitar 30% dari semua alat yang diamati, maka penting untuk lebih banyak membuat klafisikasi kelas-kelas utama dari alat permanen untuk survei udara yang akan datang. Budidaya mutiara dan rumput laut sedang berkembang di Raja Ampat karena itu penting untuk mendokumentasikan lokasi dan luasnya. Beberapa alat permanen seperti bubu juga bisa menjadi jebakan bagi spesies laut besar. Para penduduk desa di sekitar Selat Dampier melaporkan bahwa Dugong dan Lumba Lumba kadang-kadang terjebak dan kemungkinan besar dikonsumsi penduduk setempat atau di luar kepada pihak luar (Rotinsulu, komunikasi personal). Gambar 21. Frekuensi pengamatan struktur permanen di Raja Ampat berdasarkan survei udara tahun 2006. Gambar 22. Frekuensi alat tangkap permanen di masing-masing sektor di Raja Ampat Tahun 2006. Gambar 23. Frekuensi Alat Tangkap Permanen di masing-masing KKP di Raja Ampat tahun 2006. Gambar 24. Distribusi bagan di Kabupaten Raja Ampat, dari survei udara bulan Januari 2006. Gambar 25. Distribusi bagan di kabupaten Raja Ampat, dari survei udara bulan September 2006. Gambar 26. Distribusi Rumpon dan Rumah Ikan di Kabupaten Raja Ampat dari survei udara bulan Januari 2006. Gambar 27. Distribusi Rumpon dan Rumah Ikan di Kabupaten Raja Ampat dari survei udara bulan September 2006. Gambar 28. Distribusi Bubu di Kabupaten Raja Ampat dari survei udara bulan Januari 2006. Gambar 29. Distribusi Bubu di Kabupaten Raja Ampat dari survei udara bulan September 2006. 3.4 BIOTA Biota laut besar yang dicatat selama survei adalah Paus, Lumba Lumba, Dugong, Pari Manta, Penyu dan Hiu. Selain itu, tercatat pula kemunculan kumpulan ikan Sarden atau “bola umpan” dan sering bersama dengan kumpulan ikan Tuna atau burung-burung yang memangsanya. Jumlah pengamatan dan distribusi taksa-taksa utama ini dilaporkan, namun perlu diketahui bahwa survei ini tidak dirancang, atau dimaksudkan untuk memperkirakan populasi biota laut besar. Data-data ini benar memperlihatkan bahwa Raja Ampat adalah sebuah daerah penting bagi kumpulan beraneka ragam dari biota laut besar yang banyak di antaranya bersifat rentan atau langka, serta mengidentifikasi daerah-daerah dan musim tertentu yang sangat penting (Gambar 31, Gambar 44). Tetapi, biota besar pergerakannya sangat tinggi dan kemunculannya di tempat khusus mungkin berhubungan dengan faktor pasang surut atau upwelling sesaat, atau di daerah dengan produktivitas tinggi. Karena itu distribusi yang ditunjukkan pada peta hendaknya selalu dikaitkan dengan konteks tersebut. Paus/Lumba-Lumba Paus/Lumba-Lumba menyebar di seluruh Raja Ampat dengan konsentrasi di sekitar Pulau Waigeo Selatan, selat antara Pulau Salawati dan Batanta, Kofiau dan pulau-pulau kecil di lepas pantai utara Pulau Misool (Gambar 31- Gambar 34). Jumlah Paus dan Lumba-Lumba yang terlihat pada bulan Januari (629) sangat lebih banyak dibanding bulan September (241) dan kelompok terbesar dijumpai pada bulan Januari (Gambar 33, Gambar 34). Adanya jumlah musiman yang besar dari Cetacean ini menunjukkan Raja Ampat digunakan oleh jenis-jenis Cetacean ini sebagai jalur migrasi, dan atau lokasi musiman untuk berkembang biak dan mencari makan. Tren musiman yang paling kuat terlihat di KKP Kofiau yang paling tinggi jumlah Paus/Lumba-Lumba-nya dari seluruh KKP pada bulan Januari, akan tetapi tidak terlihat apapun di bulan September. Karena Paus dan Lumba-Lumba dimasukkan ke dalam satu kategori maka tidaklah mungkin untuk melakukan analisis data lebih jauh untuk memisahkan Paus dari Lumba-Lumba, ataupun melakukan identifikasi jenis secara konsisten untuk seluruh kumpulan data. Meskipun demikian, catatan-catatan yang ada di bagian “komentar” dan foto udara yang diambil pada saat survei menunjukkan kehadiran LumbaLumba Indopasifik dan Paus Pembunuh atau Paus Pembunuh Palsu di Raja Ampat. Informasi ini dapat digunakan sebagai dasar dalam menyusun hipotesis atau penelitian lebih lanjut mengenai Cetacean di Raja Ampat. Manta Pari Manta terlihat di beberapa lokasi tertentu seperti sekitar Ayau, Selat Dampier dan Misool bagian selatan. Jumlahnya lebih tinggi di bulan Januari (113) dibanding September (19) dan kelompok Pari Manta terbesar yang mencapai 50 ekor dijumpai di KKP Dampier pada bulan Januari (Gambar 31, Gambar 32, Gambar 35, Gambar 36). Pada bulan September lebih dari separuh Pari Manta yang terobservasi terlihat di KKP Ayau (Gambar 36). Kumpulan Pari Manta ini bersifat sangat sementara mengingat mereka merespon arus pasang dan daerah upwelling atau produktivitas tinggi. Dugong Keberadaan Dugong secara relatif tersebar luas di sekitar pulau-pulau utama di Raja Ampat di mana jumlah kemunculan bulan Januari dan September hampir sama (30:31) (Gambar 31, Gambar 32, Gambar 37, Gambar 38). Dugong tersebut umumnya terlihat dekat daerah pesisir sekitar Pulau Salawati dan Batanta, Pulau Waigeo Timur, Selat Dampier dan sebelah utara Misool. Satu ekor Dugong terlihat di KKP Kofiau bulan September 2006. Kelompok terbesar (5-10 ekor) terlihat di bagian timur Waigeo dan Pulau Salawati. Penyu Penyu terlihat di wilayah pesisir di seluruh Raja Ampat mulai dari Atol Asia di bagian utara hingga ke tenggara KKP Misool di bagian selatan. Penyu umumnya hidup soliter atau dalam kelompok kecil sebanyak 2-5 ekor. Jumlahnya di bulan Januari lebih tinggi (68) dibanding September (20) (Gambar 31, Gambar 32, Gambar 39, Gambar 40). Hiu Total sebanyak 17 ekor Hiu dijumpai selama pemetaan udara meskipun sebenarnya survei udara ini bukanlah metode yang efektif untuk mendeteksi dan menghitung Hiu. Sekitar setengah dari penampakan itu terjadi di KKP Ayau pada bulan September sedangkan sisanya terlihat di sekitar Pulau Salawati dan Batanta, Waigeo Tenggara dan Waigeo timur (Gambar 31, Gambar 32, Gambar 41, Gambar 42). Gerombolan Ikan Umpan/Tuna Gerombolan ikan-ikan yang digunakan sebagai umpan dan predatornya seperti Tuna terlihat di seluruh Raja Ampat di mana jumlah yang lebih banyak terlihat pada bulan Januari (92) dibanding September (40) (Gambar 31, Gambar 32, Gambar 43, Gambar 44). Di bulan Januari kumpulan ikan ini terkonsentrasi di Selat Dampier bagian tengah dan pulau Waigeo Barat Daya, dan di bagian selatan Raja Ampat sekitar Pulau Misool dan perairan antara Pulau Misool dan Salawati. Pada bulan September hampir semua kumpulan ikan umpan terlihat di sepanjang garis pantai bagian timur, selatan dan barat dari pulau Waigeo. Gambar 30. Jumlah semua biota per sektor Gambar 31. Jumlah semua biota per KKP Gambar 32. Distribusi Paus dan Lumba Lumba di Kabupaten Raja Ampat dari survei udara bulan Januari 2006 Gambar 33. Distribusi Paus dan Lumba Lumba di Kabupaten Raja Ampat dari survei udara bulan September 2006. Gambar 34. Distribusi Pari Manta di Kabupaten Raja Ampat dari survei udara bulan Januari 2006. Gambar 35. Distribusi Pari Manta di Kabupaten Raja Ampat dari survei udara bulan September 2006. Gambar 36. Distribusi Dugong di Kabupaten Raja Ampat dari survei udara bulan Januari 2006. Gambar 37. Distribusi Dugong di Kabupaten Raja Ampat dari survei udara bulan September 2006. Gambar 38. Distribusi Penyu di Kabupaten Raja Ampat dari survei udara bulan Januari 2006. Gambar 39. Distribusi Penyu di Kabupten Raja Ampat dari survei udara bulan September 2006. Gambar 40. Distribusi Hiu di Kabupaten Raja Ampat dari survei udara bulan Januari 2006. Gambar 41. Distribusi Hiu di Kabupaten Raja Ampat dari survei udara bulan September 2006. Gambar 42. Distribusi kumpulan ikan umpan di Kabupaten Raja Ampat dari survei udara bukan Januari 2006. Gambar 43. Distribusi gerombolan ikan umpan dari survei udara bulan September 2006. Studi ini telah menunjukkan bahwa survei udara adalah sebuah metode yang efektif untuk memperoleh informasi terperinci tentang pola pemanfaatan sumber daya termasuk kapalkapal yang beroperasi di dalamnya, struktur permanen yang berasosiasi dengan kegiatan penangkapan dan budidaya, serta satwa laut berukuran besar di sepanjang wilayah terpencil yang luas. Jalur penerbangan pada kegiatan ini difokuskan pada wilayah pesisir, pulau-pulau, terumbu karang lepas pantai dan kawasan konservasi perairan di mana diperkirakan sebagian besar kegiatan pemanfaatan akan dijumpai. Pengamatan-pengamatan di bulan Januari dan September 2006 memberikan gambaran komprehensif paling awal dari pemanfaatan sumber daya pesisir di seluruh Raja Ampat. Sulit untuk menentukan apakah perbedaan antara bulan Januari dan September disebabkan oleh pola musiman, kondisi cuaca/pasang surut pada saat survei, atau periode tren yang lebih lama. Survei-survei tersebut memberikan informasi yang berharga tentang distribusi dan karakteristik para pengguna sumber daya dan lokasinya baik di dalam maupun di luar batas KKP untuk tahun 2006. Informasi ini telah digunakan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan zonasi KKP, rencana-rencana tata ruang laut, strategi-strategi perikanan dan rencanarencana pengelolaan pesisir. Pemanfaatan sumber daya laut digambarkan berdasarkan ukuran, jenis dan kegiatan dari kapal-kapal. Pada hampir semua kasus, sampan kecil dapat dilihat jelas dan dicatat dengan akurat. Pada tahun 2006, mayoritas kapal (>75%) yang diamati adalah perahu penangkap ikan kecil—berupa sampan dengan atau tanpa mesin kecil. Hal ini menunjukkan tingginya pemanfaatan sumber daya pesisir laut oleh masyarakat setempat untuk perikanan artisanal. Meskipun demikian, survei berbasis perahu di Raja Ampat terhadap para pemanfaat sumber daya di KKP Kofiau memperlihatkan meskipun jumlah nelayan setempat adalah mayoritas dalam kegiatan perikanan (mencapai 90%), sebagian besar hasil tangkapan (mencapai 80%) diambil oleh beberapa kapal besar yang biasanya berasal dari wilayah lain di Indonesia khususnya Maluku dan Sulawesi (Muljadi et.al 2009). Oleh karena itu penilaian pola ukuran dan kegiatan dari kapal-kapal ini penting mengingat peningkatan kecil dalam jumlah kapal besar kemungkinan berarti peningkatan yang signifikan pada ikan tangkapan dengan hanya sedikit manfaat yang diberikan kepada masyarakat setempat. Daerah dengan jumlah kapal penangkapan besar terbanyak yang tercatat selama survei (tidak termasuk Pelabuhan Sorong) adalah Waigeo Barat dan Selat Dampier dan perairan di sekitar Misool, mencerminkan kedekatannya dengan pusat populasi utama. KKP dengan jumlah kapal ikan besar yang terbanyak adalah Misool Tenggara. Tim lapangan lokal dan masyarakat melaporkan bahwa daerah tersebut sering digunakan oleh kapal rawai ilegal yang berasal dari Maluku dan berlayar menuju selatan dan seringkali dengan ijin masyarakat lokal tetapi tidak mempunyai ijin dari dinas perikanan setempat. Saat ini tim lokal bekerja dengan bersama masyarakat lokal dan aparat penegak hukum untuk lebih sering melakukan patroli. Pada tahun 2006, keberadaan kapal live-aboard di Raja Ampat yang dicatat masih cukup sedikit, tetapi dalam kurun lima tahun terakhir ini jumlah kapal live-aboard penyelaman yang beroperasi di kawasan ini mengalami peningkatan yang signifikan. Pada tahun 2010 ada lebih dari 20 kapal live-aboard penyelaman yang beroperasi secara reguler atau permanen di Raja Ampat. Hampir semua struktur alat permanen yang tercatat dalam survei ini adalah alat tangkap (rumpon, keramba, bubu dan bagan) atau alat pendukung kegiatan perikanan (pondok nelayan). Perkecualiannya adalah insfrastruktur yang berhubungan dengan budidaya dan industri minyak dan gas. Alat-alat yang berhubungan dengan kegiatan penangkapan sebagian besar tidak diatur (unregulated), yaitu tidak membutuhkan surat ijin. Akan tetapi, terdapat jumlah yang signifikan dari ikan yang ditangkap oleh alat-alat penangkapan ini atau menggunakan alat-alat ini sebagai alat dukung kegiatan penangkapan di wilayah-wilayah terpencil (Bailey et.al 2008). Memahami jumlah, lokasi dan jenis dari alat permanen ini penting dalam rangka memahami jumlah upaya penangkapan yang sebenarnya di Raja Ampat dan dapat digunakan sebagai dasar untuk sistem perijinan atau kuota di masa mendatang dalam rangka mengatur alat-alat tersebut. Data ini juga menjadi informasi dasar untuk dibandingkan dengan data dari survei-survei selanjutnya. Jumlah dari semua struktur permanen kecuali rumpon mengalami peningkatan antara bulan Januari dan September. Tidak diketahui apakah ini dikarenakan pola musiman atau peningkatan yang bersifat jangka panjang dari struktur itu sendiri, tetapi yang pasti menunjukkan adanya potensi resiko meluasnya jumlah alat tangkap yang tidak diatur dan ini berarti meningkatnya jumlah upaya penangkapan. Pengamatan terhadap fauna laut besar yaitu Lumba-Lumba, Paus, Dugong, Penyu dan Pari Manta secara signifikan telah meningkatkan pemahaman kita tentang kemunculan dan penyebaran spesies-spesies ini di Raja Ampat. Meskipun survei ini tidak dirancang untuk mendapatkan perkiraan populasi spesies-spesies tersebut, pengamatan telayang dilakukan telah berhasil mengidentifikasi daerah agregasi dan jalur migrasi penting dari spesies tertentu. Daerah-daerah ini selanjutnya dapat dijadikan target untuk studi lanjutan di masa mendatang. Penelitian ini lebih lanjut menegaskan bahwa Raja Ampat adalah sebuah wilayah penting bagi kumpulan beranekaram dari Cetacean dan fauna besar lainnya termasuk di dalamnya jenisjenis yang terdaftar sebagai langka dan terancam punah (Kahn, 2007, IUCN 2010). Jumlah penampakan Dugong yang relatif besar di kawasan Raja Ampat telah menambah luasan habitat penting bagi Dugong di Papua Barat (Iongh et.al 2009) dan menunjukkan bahwa Raja Ampat berpotensi menjadi wilayah penting bagi Dugong. Temuan ini juga menyoroti betapa pentingnya melindungi padang lamun khususnya di sekitar Waigeo dan Batanta sebagai tempat di mana Dugong paling banyak diamati. Studi ini juga menunjukkan bahwa pada tahun 2006 batas-batas jejaring KKP, kecuali Kofiau, tidak mencakup mayoritas lokasi-lokasi penting untuk fauna laut besar. Perluasan KKP Selat Dampier di tahun 2008 menambah cakupan KKP atas habitat fauna laut besar. Namun, dianjurkan agar rekomendasi-rekomendasi pengelolaan yang relevan dengan perlindungan terhadap fauna laut besar, diterapkan di lokasi di dalam maupun di luar KKP termasuk pertimbangan ketentuan alat tangkap perikanan demi mencegah tangkapan sampingan (by-catch) atau terganggunya Cetacean, dan terhadap pembangunan pesisir untuk mencegah sedimentasi/reklamasi terhadap padang lamun dan habitat-habitat pesisir penting lainnya. Keunggulan menggunakan pesawat berbaling-baling adalah dapat dilakukannya survei pada jarak yang panjang dengan aman, dengan 5 pengamat yang dapat mengambil data dan foto secara simultan dalam lingkungan yang nyaman, dan survei ini tidak terlalu dipengaruhi oleh kondisi cuaca. Kelemahannya adalah biaya yang tinggi, jadwal yang relatif kaku dan minimnya kemampuan pesawat melakukan manuver. Survei udara di Raja Ampat saat ini dilakukan dengan bantuan pesawat ultra ringan yang berpangkalan di Selat Dampier. Pesawat ini mempunyai kokpit terbuka dan 2 tempat duduk. Keunggulan dari metode ini adalah cukup murah, jadwal sangat fleksibel dan pesawat sangat mampu bermanuver sehingga pesawat dapat berbalik ke suatu lokasi untuk mengkonfirmasi adanya penampakan seekor fauna atau melihat lebih dekat ke kapal atau infrastruktur. Kelemahannya adalah jarak yang pendek, rentan terhadap cuaca buruk dan kesulitan dalam mencatat yang dilakukan oleh 1 orang pada kokpit terbuka. Studi ini memperlihatkan bahwa survei udara adalah sebuah metode yang sangat bermanfaat untuk melakukan survei pemanfaatan sumber daya dan fauna laut besar di lokasi terpencil dan sangat luas. Ada potensi yang besar dalam hal menggabungkan survei udara dan survei berbasis kapal dalam rangka membantu patroli dan menginformasikan pemerintah akan adanya aktivitas-aktivitas yang ilegal. Selain juga merupakan sebuah metode yang sangat baik untuk menilai jumlah, jenis dan penyebaran dari struktur-strukur yang tidak diatur (unregulated) misalnya bubu dan pondok nelayan. Allen, G. R., and M. V. Erdmann. 2009. Reef fishes of the Bird's Head Peninsula, West Papua, Indonesia. Check List 5:587-628. Bailey, M., C. Rotinsulu, and U. R. Sumaila. 2008. The migrant anchovy fishery in Kabui Bay, Raja Ampat, Indonesia: Catch, profitability, and income distribution. Marine Policy 32:483-488. Firman, A., and I. Azhar. 2006. Atlas Sumberdaya Pesisir Raja Ampat Provinsi Irian Jaya Barat. Iongh, H.H., de & Hutomo, M. & Moraal, M. & Kiswara, W. (2009a) Scientific Report Part I. National Strategy and Action Plan for the Dugong in Indonesia. , Part ILeiden: Institute of Environmental Sciences Leiden. (Book (monograph)) Iongh, H.H., de & Hutomo, M. & Moraal, M. & Kiswara, W. (2009b) Strategy Report Part II. National Conservation and Action for the Dugong in Indonesia. , Part IILeiden: Institute of Environmental Sciences Leiden. (Book (monograph)) IUCN 2010. IUCN Red List of Threatened Species. Version <http://www.iucnredlist.org>. Downloaded on 02 September 2010. 2010.3. Kahn B. 2007 Marine Mammals of the Raja Ampat Islands: Visual and Acoustic Cetacean Survey & Training Program. Report to Conservation International, Indonesia. Mous P.J. 2005. Aerial surveying of marine resource use from small fixed-wing aircraft. A protocol for field operations of The Nature Conservancy Coral Triangle Center. Version 0.0 (November 2005). Publication from The Nature Conservancy Coral Triangle Center, Sanur, Bali, Indonesia. 12 p. Muljadi, A. 2009. Monitoring Report - Uses of marine resources in Kofiau and Boo Islands marine protected area, Raja Ampat, Indonesia 2006-2008. Technical Report. The Nature Conservancy Indonesia Marine Program, Sanur. Veron, J. E. N., L. M. Devantier, E. Turak, A. L. Green, S. Kininmonth, M. Stafford-Smith, and N. Petersen. 2009. Delineating the Coral Triangle. Galexea, Journal of Coral Reef Studies 11:91-100. Paus/Lumna Lumna Manta Dugong Geombolan umpan/Tuna Keamba Rumah Ikan Rumpon Bagan Alat tangkap permanen yang lain Bergerak Membuang jangkar Menangkap ikan Tidak diketahui Ukuran Kapal tidak diketahui Tanggal Tidak bermesin Ketinting mesin luar mesin dalam Sedang (ukuran dek, < 20m) Besar (ukuran dek, < 50 m) Sangat besar (> 50m) Jenis Kapal Sampan kecil Sampan, Dinghy Kecil (ukuran dek. <10m) Tidak diketahui Lain-lain Nama Perikanan Pariwisata Insdustri Kargo Penumpang Waktu (hh:mm:ss) Catatan ID Lampiran A – Lembar data survei udara Cocokkan jam anda dengan penerima GPS--jika catatan berkenaan dengan sebuah kelompok dengan obyek yang sama, tuliskan ukuran grup pada kolom “keterangan”—Catat semua kapal, kecuali yang ada di rumah atau di pantai. Posisi: 0 Starboard (kanan) 0 Port (kiri) Jenis Kegiata Alat Biota Mesin n Permanen Catatan