RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN EKOSISTEM SUMBERDAYA ALAM HAYATI KABUPATEN RAJA AMPAT PROPINSI PAPUA BARAT OLEH VALEND BURDAM COHORT 4 BOGOR Raja Ampat surga bawah lautnya Papua, jangan mengaku menikmati bawah laut sejati bila belum sampai ke Raja Ampat. Kajian Ekosistem Sumberdaya Hayati Kabupaten Raja Ampat, Maksud kajian ini adalah untuk memberikan gambaran umum kondisi geografis wilayah dan data sumberdaya laut Kabupaten Raja Ampat, sehingga berdasarkan data ini dapat digunakan sebagai bahan dalam menentukan arah pengelolaan terumbu karang untuk kurun waktu lima tahun ke depan. Secara khusus dalam kajian ini yang bertajuk Laporan Tahunan 2008 Conservation International, yang disusun oleh Coremap dan Dinas Perikanan Kabupaten Raja Ampat bekerja sama dengan CV Mandiri Cakti Perkasa, dapat teridentifikasi juga data survey monitoring terumbu karang dengan menggunakan metode mantatow serta survey sensus visual ikan di lokasi SPAGS untuk mengetahui kondisi biota perairan laut di 4 Kawasan Konservasi Laut Daerah yang meliputi ; KKLD Ayau-Asia, Teluk Mayalibit, Selat Dampier dan KKLD Wayang Sayang. Hasil kajian ini diharapkan dapat memberi gambaran atau acuan dalam pengelolaan dan pemanfaatan tata ruang laut yang terencana, sehingga dapat meminimalisir terjadinya tumpang tindih pembangunan yang kemudian akan berpengaruh terhadap kelestarian ekosistem laut secara khusus di 4 Kawasan Konservasi Laut Daerah tersebut. Diharapkan juga dari data yang tersedia ini, dapat memberikan masukan bagi para pemangku kepentingan di Kabupaten Raja Ampat untuk menentukan arah pengelolaan dan pemanfaatan yang optimal bagi pertumbuhan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat dalam memanfaatan sumberdaya laut di Kabupaten Raja Ampat. A. PENDAHULUAN Kepulauan Raja Ampat yang membentang seluas 4.600.000 ha berada di barat Pulau Papua dan di sebelah Timur Pulau Halmahera. Diapit oleh samudera Pasifik di Utara dan Laut Seram disebelah selatan merupakan salah satu kawasan di Indonesia yang memiliki kekayaan keanakaragaman hayati laut. Wilayah ini terletak tepatnya pada koordinat 2o25’ LU - 4o25’ LS dan 130o – 132O25’ BT. Sejak tanggal 12 April 2003, Kepulauan Raja Ampat resmi menjadi daerah otonom Tingkat II atau kabupaten, yang merupakan daerah pemekaran dari Kabupaten Sorong. Terdapat sekitar 610 pulau dengan 4 pulau besar diantaranya: Pulau Waigeo, Batanta, Salawati dan Misool. Jumlah penduduk Kabupaten Raja Ampat saat ini sebanyak 41.860 jiwa(2009) yang tersebar dalam 17 distrik/kecamatan yang mencakup 97 kampung. Kabupaten kepulauan Raja Ampat ini juga memiliki karakter kepulauan yang sangat beragam meliputi atoll pulau-pulau karst, pulau terumbu,taka(path reef), hingga gunung laut (seamount), dengan ekosistem yang beragam pula dari daratan hingga lautan. Dari hutan Hujan Tropis sampai padang savanna didaratan, hingga ekosistem mangrove, dan terumbu karang dipesisir. Keanekaragaman hayati laut tropis yang dimiliki Kabupaten Raja Ampat diperkirakan yang terkaya di dunia pada saat ini, maka tak heran jika para ilmuan menyebutkan kepulauan Raja Ampat sebagai pusat jantung ”segitiga karang dunia” (Coral Triangle). Segitiga kawasan terumbu karang yang meliputi Indonesia, Filipina, Papua New Guinea, Jepang dan Australia. B. Latar Belakang Sebagian besar penduduk di Kabupaten Raja Ampat menggantungkan hidupnya pada sumberdaya hayati laut, utamanya sektor perikanan. Aktivitas pemanfaatan sumberdaya ikan di Kabupaten Raja Ampat hampir dipastikan akan bersentuhan langsung dengan keberadaan sumberdaya terumbu karang, karena umumnya kegiatan pemanfaatan sumberdaya ikannya berada di wilayah perairan pantai yang merupakan habitat-habitat terumbu karang. Akibatnya, bila aktivitas perikanan ini menggunakan cara-cara tak ramah atau tidak arif dalam memanfaatkannya, tentu secara langsung terumbu karang tersebut juga akan ikut rusak. Selain itu, aktivitas lainnya yang juga mempengaruhi kondisi terumbu karang di Raja Ampat, baik secara langsung maupun tidak langsung, adalah kegiatan penambangan nikel, penebangan kayu, pembangunan fisik dan limbah rumah tangga. Berdasarkan hal ini, jelas mencerminkan bahwa Kabupaten Raja Ampat menghadapi tantangan dan kendala yang besar dalam upaya mengelola sumberdaya terumbu karangnya. Diharapkan, melalui strategi pengembangan yang tepat, sumberdaya terumbu karang dapat terkelola dengan baik dan juga dapat memberikan manfaat yang maksimal untuk mensejahterakan masyarakat Raja Ampat. Walaupun demikian, tantangan yang akan dihadapi ke depan masih besar, yaitu bagaimana melanjutkan, memperkuat, dan mengembangkan serta menyempurnakan pengelolaan terumbu karang sehingga sumberdaya terumbu karang akan tetap lestari sekaligus memberikan manfaat yang signifikan dalam upaya mewujudkan masyarakat Raja Ampat yang maju dan sejahtera bersama alamnya. C. Hasil Penelitian dan Monitoring Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Tim Conservation International pada tahun 2001 mencoba menguak hasil keragaman hayati laut Raja Ampat dengan survey kajian potensi kelautan Raja Ampat, dan kemudian disusul juga oleh survey yang dilakukan oleh TNC(The Nature Consevancy) pada tahun 2002, dari kedua survey tersebut mencatat 1024 species ikan, 537 species karang keras, 699 molusca dan 5 jenis penyu terdapat di Raja Ampat. Adanya beberapa survey lanjutan juga menambah koleksi jumlah spesies ikan karang terkini menjadi 1186 jenis. Dengan demikian secara keseluruhan di Bentang Laut Kepala Burung (BLKB) yang meliputi perairan Teluk Cendrawasih, Raja Ampat dan FakFak Kaimana, terdapat 1323 jenis ikan, dengan species 25 endemik yang hanya terdapat di kawasan BLKB. Survei Mamalia laut (cetacean) Raja Ampat oleh CI pada tahun 2006 telah menambah daftar kehati keanekaragaman hayati dengan ditemukan 11 species paus dan lumbalumba, satu diantarannya tidak teridentifikasi. Jika ditambah dengan data pengamatan incidental maka terdapat 15 species paus dan lumba-lumba di Raja Ampat. D. Metode Survey (KKLD) di Raja Ampat Berdasarkan baseline survei kondisi terumbu karang pada 4 Kawasan Konservasi Laut Daerah di Raja Ampat yaitu: KKLD Ayau, Teluk Mayalibit, Wayang dan Selat Dampier pengamatan dilakukan pada seluruh garis pantai dengan panjang total pengamatan 557 kilometer pada total kawasan seluas 336.680 ha. Kondisi terumbu karang yang diperoleh dari Survei baseline data dengan menggunakan metode mantatow dan metode visual sensus khususnya pada daerah SPAG (Spawning Agregation Site) maka secara umum presentase penutupan karang keras hidup di 4 kawasan tersebut di atas berkisar antara 18.79-32.90%. Dimana KKLD yang memiliki presentase karang hidup terendah adalah di Teluk Mayalibit, sedangkan tertinggi adalah di Kepulauan Ayau-Asia. Tidak terdapat fenomena pemutihan karang atau coral bleaching di semua KKLD maupun peledakan populasi mahkota berduri atau crown of thorn (Acanthaster Plancii). Pada beberapa tempat dijumpai penutupan patahan karang yang diduga akibat penangkapan ikan yang destruktif destructive fishing pada semua KKLD. Tipe terumbu karang di Ayau kecil dan Ayau Besar adalah terumbu karang cincin atau atol, kontur terumbu pada daerah ini umumnya curam hingga tegak lurus dengan tingkat kecerahan air 5-20 meter. Secara keseluruhan presentase penutupan karang keras hidup di kepulauan Ayau- Asia memiliki rata-rata 32.90%. Dikepulauan Ayau ini, penutupan karang mati mendominasi dengan rata-rata persen penutupan sebesar 39.63%. Secara umum di wilayah KKLD kep Ayau-Asia tidak terdapat pemutihan karang ( coral bleacing) maupun ledakan populasi mahkota berduri pada semua kawasan. Dalam survey matatow juga mencatat estimasi jumlah indiviidu pada jenis-jenis ikan ekonomis penting. Terlihat pada masing-masing KKLD memiliki potensi ikan kakap, bubara, dan samandar. Ikan kakap dan bubara relative paling banyak dijumpai di Kepulauan Ayau sedangkan ikan samandar relative paling banyak dijumpai di Selat Dampir. Potensi ikan kerapu tidak terlihat signifikan pada daerah-daerah yang diduga adalah daerah pemijahan (SPAGS area). Hal ini disebabkan karena survey SPAGS tidak dilakukan pada waktu tertentu dimana ikan kerapu memijah. Dari data survey yang dilakukan pada 4 kawasan KKLD di Raja Ampat terlihat bahwa penyu hijau relatifve banyak dijumpai di kepulauan Wayag sedangkan penyu sisik banyak dijumpai di Selat Dampier dan Kep. Wayag. Ikan napoleon relatifve paling banyak dijumpai di Selat Dampier dan Kep. Ayau. Ikan hiu dari jenis apa pun sangat sedikit dijumpai di masing-masing KKLD, tercatat paling banyak hanya 5 ekor individual. E. Kesimpulan dan Rekomendasi Data-data dari hasil survey baseline data mantatow ini akan diplotkan kedalam peta dan disosialisasikan sebagai masukan dalam pembuatan zonasi dimasingmasing KKLD. Dari hasil kesimpulan data dan fakta yang ada maka pencapaian pengelolaan kawasan yang bijak, akan menjadi sebuah kebutuhan yang sangat mendasar dalam penyusunan rencana strategi tata ruang wilayah laut yang terencana dengan baik. Kebutuhan akan data kondisi terumbu karang di Raja Ampat juga sangat diperlukan guna pengelolaan sebuah kawasan terumbu karang yang dapat memperhatikan aspek konservasi dan pemanfaatan potensi perikanan yang berkelanjutan dengan tetap memperhatikan kearifan lokal, suara dan kepentingan masyarakat Raja Ampat.