1 PENGGUNAAN TEPUNG IKAN PADA KADAR YANG BERBEDA DALAM PAKAN IKAN LELE DUMBO ARBAIN JOKO PAMUNGKAS SKRIPSI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul: PENGGUNAAN TEPUNG IKAN PADA KADAR YANG BERBEDA DALAM PAKAN IKAN LELE DUMBO adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir dari skripsi ini. Bogor, Januari 2009 ARBAIN JOKO PAMUNGKAS C.14104048 4 RINGKASAN ARBAIN JOKO PAMUNGKAS Penggunaan Tepung Ikan Pada Kadar yang Berbeda dalam Pakan Ikan Lele Dumbo. Dibimbing oleh DEDI JUSADI. Tepung ikan secara umum dianggap sumber protein yang paling baik, sehingga bukan hanya dimanfaatkan oleh akuakultur saja dan harganya menjadi tinggi. Harga pakan menjadi tinggi karena penggunaan tepung ikan sebagai bahan baku penyusunnya. Oleh karena itu, diperlukan penyelesaian untuk menurunkan biaya pakan, dengan menekan kadar tepung ikan pada formulasi pakan, yaitu dengan mencari alternatif bahan baku pengganti tepung ikan dan menurunkan kadar protein pakan. Tepung kedelai umum digunakan bukan hanya karena kandungan protein yang tinggi tetapi juga ketersediaannya. Kombinasi tepung ikan dan tepung kedelai diharapkan dapat menekan biaya pakan, namun tetap menghasilkan pakan berkualitas baik. Tujuan penelitian ini adalah melihat pengaruh kadar tepung ikan yang berbeda di dalam pakan dengan kandungan protein 26% terhadap pertumbuhan ikan lele dumbo Clarias sp.. Ikan lele yang digunakan 8,4+1,2 gram, ditebar masing-masing 10 ekor tiap akuarium dipelihara dalam 15 akuarium ukuran 40x50x35 cm 3 dengan volume 50 liter pada sistem resirkulasi di Laboratorium Nutrisi Ikan, Departemen Budidaya Perairan pada bulan Agustus-September 2008. Ikan diberi pakan dua kali sehari at satiation selama 40 hari. Penelitian ini menggunakan model Rancangan Acak Lengkap (RAL) terdiri dari lima perlakuan, yaitu perlakuan pakan dengan 5%, 10%, 15%, 20% tepung ikan, dan pakan komersial dengan masing-masing tiga ulangan. Parameter yang diamati adalah jumlah konsumsi pakan, laju pertumbuhan harian, efisiensi pakan, retensi protein, retensi lemak, dan kelangsungan hidup. Hasil pengamatan laju pertumbuhan harian, retensi protein, retensi lemak, dan kelangsungan hidup, antar empat perlakuan berbeda kadar tepung ikan menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata. Namun kinerja pertumbuhan di perlakuan tersebut, lebih rendah (p<0,05) dari kelompok ikan di perlakuan pakan komersial. Nilai efisiensi pakan perlakuan kadar 5% tepung ikan menunjukkan hasil yang sama dengan pakan komersial, dan berbeda nyata terhadap perlakuan 10%, 15%, dan 20% tepung ikan. Dari hasil tersebut disimpulkan bahwa tepung ikan dapat digunakan sebagai pakan lele dumbo Clarias sp. pada kadar minimal 5% dari total pakan dengan kadar protein pakan 26%. 5 PENGGUNAAN TEPUNG IKAN PADA KADAR YANG BERBEDA DALAM PAKAN IKAN LELE DUMBO ARBAIN JOKO PAMUNGKAS SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 6 Judul : PENGGUNAAN TEPUNG IKAN PADA KADAR YANG BERBEDA DALAM PAKAN IKAN LELE DUMBO Nama : ARBAIN JOKO PAMUNGKAS Nomor pokok : C.14104048 Disetujui, Pembimbing Dr. Dedi Jusadi NIP. 131788590 Diketahui Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc. NIP. 131578799 Tanggal lulus :.................................. 7 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkah, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “PENGGUNAAN TEPUNG IKAN PADA KADAR YANG BERBEDA DALAM PAKAN IKAN LELE DUMBO” ini, sebagai salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada Bapak, Ibu, ketiga Kakak, Kakak Ipar, dan Keponakan tercinta, atas segalanya. Terima kasih atas bantuan dan bimbingannya kepada Dr. Dedi Jusadi, sebagai dosen pembimbing skripsi. Terima kasih kepada Dr. Dinar Tri Soelistyowati dan Dr. Alimuddin, sebagai dosen penguji tamu pada ujian akhir. Terima kasih atas bimbingannya selama perkuliahan kepada Dr. Agus Oman Sudrajat, sebagai dosen pembimbing akademik. Terima kasih kepada seluruh karyawan dan staf pengajar Departemen Budidaya Perairan. Terima kasih kepada pak Wasjan, mba Retno, a Yosi, mba Yuli, bang Abe dan pak Henda atas segala bantuannya selama penelitian. Terima kasih kepada pak Maryanta, mba Yuli, mba Desi, a Asep, dan a Adhi atas bantuannya. Terima kasih kepada Yuly Aini atas segala bantuan, masukan, dan dukungannya selama ini. Terima kasih kepada Ima, Riski, Rino, Andi, Firman, Yudha, Prima, Rahman, Resky, Alfie, Martha, Ema, Asri, Dewi, Ayu, seluruh keluarga BDP 41, kakak tingkat, dan adik tingkat, atas dukungannya. Terima kasih kepada keluarga Komando atas kebersamaannya. Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat. Bogor, Januari 2009 8 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Semarang pada tanggal 4 November 1986, sebagai anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Mutrofi dan Ibu Indah Istiyah. Setelah menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 5 Semarang tahun 2004, penulis melanjutkan studi di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), pada Program Studi Teknologi Manajemen Akuakultur, yang sejak tahun 2005 menjadi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama masa perkuliahan, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan yaitu Himpunan Mahasiswa Akuakultur (HIMAKUA) sebagai staf Divisi Pengembangan Minat dan Bakat (2005-2006) dan Unit Kegiatan Mahasiswa MAX!! (Music Agriculture Expression!!) sebagai Head of Music Event Organizer (2004-2006). Penulis pernah menjadi asisten praktikum beberapa mata kuliah yaitu Dasardasar Akuakultur (2005-2006), Nutrisi Ikan (2007-2008), dan Pakan Alami (20072008). Dalam usaha menambah wawasan dan pengetahuan di bidang akuakultur, penulis melakukan Praktek Pembenihan Abalone Haliotis asinina dan Praktek Pembesaran Abalone Haliotis asinina di Balai Budidaya Laut Lombok, Nusa Tenggara Barat pada bulan Juni-Agustus 2007. Tugas akhir dalam pendidikan tinggi diselesaikan penulis dengan menulis skripsi berjudul “PENGGUNAAN TEPUNG IKAN PADA KADAR YANG BERBEDA DALAM PAKAN IKAN LELE DUMBO”. i DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI .................................................................................................... i DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... ii DAFTAR TABEL ............................................................................................. iii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... iv I. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1 1.2 Tujuan .................................................................................................. 2 II. TINJAUAN PUSTAKA................................................................................. 3 2.1 Sumber Protein Pakan ......................................................................... 3 2.1.1 Tepung Ikan .................................................................................. 4 2.1.2 Tepung Kedelai ............................................................................. 5 2.2 Kebutuhan Protein ............................................................................... 5 2.3 Kebutuhan Lemak ................................................................................ 8 2.4 Kebutuhan Energi ................................................................................ 8 2.5 Kualitas Air........................................................................................... 9 III. BAHAN DAN METODE.............................................................................. 11 3.1 Pakan Uji ............................................................................................. 11 3.2 Pemeliharaan Ikan dan Pengumpulan Data ......................................... 11 3.3 Analisa Statistik.................................................................................... 12 3.4 Analisa Kimia ....................................................................................... 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 16 4.1 Hasil..................................................................................................... 16 4.2 Pembahasan ........................................................................................ 18 V. KESIMPULAN ............................................................................................ 24 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 25 LAMPIRAN ..................................................................................................... 27 ii DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Bobot biomass awal rata-rata dan bobot biomass akhir rata-rata ikan lele dumbo. ......................................................................................... 16 2. Perbandingan asam amino esensial pakan dengan komposisi asam amino esensial Clarias gariepinus (%). ............................................. 19 iii DAFTAR TABEL Halaman 1. Kebutuhan protein pakan untuk pertumbuhan optimal Channel catfish dalam berbagai penelitian. ......................................................................... 6 2. Komposisi asam amino esensial beberapa bahan penyusun pakan dan Clarias gariepinus....................................................................................... 7 3. Komposisi pakan perlakuan dan nilai proksimatnya. .................................. 12 4. Jumlah pakan yang dikonsumsi (JKP), laju pertumbuhan harian (LPH), efisiensi pakan (EP), retensi protein (RP), retensi lemak (RL), dan kelangsungan hidup (SR) dari ikan lele dumbo........................................... 17 5. Komposisi proksimat tubuh ikan lele dumbo. ............................................. 17 6. Perbandingan asam amino pakan dengan komposisi asam amino Clarias gariepinus....................................................................................... 19 iv DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Hasil analisa proksimat bahan penyusun pakan. ....................................... 27 2. Komposisi premix dalam pakan. ................................................................ 28 3. Prosedur analisis proksimat ....................................................................... 29 4. Komposisi proksimat tubuh ikan lele dumbo. ............................................. 32 5. Perhitungan laju pertumbuhan harian, efisiensi pakan, dan kelangsungan hidup ikan lele dumbo selama penelitian. ................................................. 33 6. Perhitungan Retensi Protein. ..................................................................... 34 7. Perhitungan Retensi Lemak. ...................................................................... 35 8. Analisa ragam dan uji lanjut Duncan untuk bobot biomass rata-rata akhir. 36 9. Analisa ragam dan uji lanjut Duncan untuk jumlah konsumsi pakan. ......... 36 10. Analisa ragam dan uji lanjut Duncan untuk laju pertumbuhan harian. ...... 37 11. Analisa ragam dan uji lanjut Duncan untuk efisiensi pakan. ..................... 37 12. Analisa ragam dan uji lanjut Duncan untuk retensi protein. ...................... 38 13. Analisa ragam dan uji lanjut Duncan untuk retensi lemak. ....................... 38 14. Analisa ragam dan uji lanjut Duncan untuk kelangsungan hidup. ............. 39 15. Analisa ragam dan uji lanjut Duncan untuk kadar protein tubuh akhir. ..... 39 16. Analisa ragam dan uji lanjut Duncan untuk kadar lemak tubuh akhir. ....... 40 17. Analisa ragam dan uji lanjut Duncan untuk kadar air tubuh akhir. ............ 40 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Harga pakan buatan yang beredar di pasaran relatif mahal karena harga dari penyusunnya yang cukup mahal terutama tepung ikan. Saat ini harga tepung ikan lokal mencapai Rp. 8.000/kg. Tepung ikan secara umum dianggap sumber protein yang paling baik, karena memiliki profil asam amino esensial yang mirip dengan kebutuhan sebagian besar spesies ikan bertulang keras dan ketersediaan nutrisi yang juga tinggi (Houlihan et al., 2001). Berbagai kelebihan tersebut menyebabkan tepung ikan tidak hanya dimanfaatkan oleh akuakultur saja. Karena permintaan yang banyak dan keterbatasan persediaan, maka harga tepung ikan semakin tinggi. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengurangan penggunaan tepung ikan dalam formulasi pakan. Beberapa caranya adalah dengan menggunakan alternatif bahan baku pengganti tepung ikan dan mengurangi kadar protein pakan. Tepung kedelai adalah hasil setelah pemindahan minyak dari soya beans. Saat ini tepung kedelai adalah sumber protein nabati paling penting bagi produktivitas budidaya karena dapat menggantikan tepung ikan sebagian atau seluruhnya. Tepung kedelai umum digunakan bukan hanya karena kandungan protein yang tinggi, melainkan juga karena ketersediaannya di dunia (Hertrampf dan Pascual, 2000). Tepung kedelai telah diakui secara luas sebagai sumber protein nabati yang paling baik, walaupun kedelai mengandung beberapa faktor anti nutrisi, diantaranya trypsin inhibitor. Karena menurut Houlihan et al. (2001), faktor anti nutrisi tersebut dapat dinonaktifkan secara perlahan melalui proses pemanasan dan pengeringan. Tepung kedelai juga merupakan tepung berasal dari tumbuhan yang memiliki profil asam amino terbaik, meskipun memiliki keterbatasan asam amino methionine dan cystine (Hertrampf dan Pascual, 2000). Berdasarkan informasi di atas, kombinasi tepung ikan dan tepung kedelai diharapkan dapat menekan biaya pakan, namun tetap dapat menghasilkan kualitas pakan yang baik guna mendukung keberhasilan kegiatan budidaya perikanan. 2 1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh kadar tepung ikan yang berbeda di dalam pakan dengan kandungan protein 26% terhadap pertumbuhan ikan lele dumbo Clarias sp.. 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumber Protein Pakan Secara praktis komposisi pakan ikan dibedakan dalam sumber protein, energi, lemak esensial, tambahan vitamin, tambahan mineral, dan komposisi khusus untuk mempercepat pertumbuhan, pigmentasi, perkembangan seksual, kelengkapan fisik, palatabilitas atau ketahanan pakan (Lovell, 1989). Karbohidrat, lemak, dan protein menjadi komponen pokok dari bahan pakan. Bahan organik makronutrien ini dapat digunakan secara langsung sebagai bahan bakar metabolik, dan dapat disimpan dalam tubuh untuk dimanfaatkan selanjutnya, atau ditumpuk dalam materi penyusun pertumbuhan somatik hewan (Houlihan et al., 2001). Terdapat selang yang lebar dari berbagai bahan dapat digunakan dalam membuat pakan biota akuatik. Disamping nilai nutrisi, kekayaan fungsi dari penyusunnya juga menjadi pertimbangan. Seperti kemampuan menyerap air dan daya tahan pengikatan pelet, hal tersebut menjadi pengaruh yang penting dalam produksi dan kualitas fisik dari pakan (Houlihan et al., 2001). Salah satu alasan yang membedakan kandungan karbohidrat dari tumbuhan dan hewan adalah dinding sel tamanan yang terbuat dari karbohidrat dan selulosa yang tinggi, sedangkan dinding sel hewan terbuat dari protein dan lemak. Kemudian, tanaman menyimpan energi pada karbohidrat, seperti kanji (starch), sedangkan lemak adalah penyimpanan energi yang utama bagi hewan. Protein adalah komponen mengandung nitrogen yang paling utama dan protein dapat dihadirkan dari keduanya yaitu protein hewani dan nabati (Houlihan et al., 2001). Tepung ikan secara umum dianggap sebagai sumber protein yang paling baik, karena tepung ikan memiliki profil asam amino esensial yang mirip dengan kebutuhan sebagian besar spesies bertulang keras, dan ketersediaan nutriennya yang tinggi (Houlihan et al., 2001). Meskipun bahan nabati semakin meningkat penggunaannya dalam pakan ikan, total penggantian tepung ikan oleh sumber protein nabati jarang berhasil, kadar sumber protein nabati yang terlalu tinggi juga menyebabkan penurunan pertumbuhan dan efisiensi pemanfaatan pakan yang kecil. Tepung kedelai telah diakui secara luas sebagai sumber protein nabati yang paling baik, tetapi kedelai mengandung beberapa faktor anti nutrisi. Faktor anti nutrisi diantaranya trypsin inhibitor, secara perlahan dapat 4 dimusnahkan atau dinonaktifkan melalui pemanasan dan pengeringan. Tetapi faktor anti nutrisi lainnya seperti phytate, oligosaccharides raffinose, dan stachyose, menjadi berkurang pada prosedur proses pengolahan normal yang dipakai dalam produksi tepung. Pemusnahan faktor anti nutrisi yang tidak sempurna dapat mengurangi potensi dalam pemakaian formulasi pakan secara konvensional, dan telah banyak usaha yang dikeluarkan dalam memikirkan teknik pengolahan untuk memperbaiki nilai nutrisi dari kedelai (Houlihan et al., 2001). 2.1.1 Tepung Ikan Tepung ikan dibuat dari sejumlah ikan berkualitas baik yang diolah sebaik-baiknya sebagai sumber protein kualitas tertinggi yang biasa dipakai untuk menghasilkan pakan ikan. Tepung ikan merupakan sumber yang kaya akan energi dan mineral, kecernaan yang tinggi, dan palatabilitas yang tinggi bagi sebagian besar ikan. Tepung ikan terbuat dari sejumlah ikan yang mengandung 60-80% protein yang 80-95% dapat dicerna oleh ikan, selain itu tepung ikan mengandung lysine dan methionine yang tinggi, yaitu dua asam amino yang paling sedikit pada bahan pakan tumbuhan (Lovell, 1989). Namun tepung ikan juga memiliki kadar abu yang tinggi maka harus digunakan dengan hati-hati dalam pakan ikan karena bisa menghasilkan ketidakseimbangan mineral (NRC, 1993). Tepung ikan merupakan sumber protein yang telah diadaptasi baik oleh ikan, selain sangat kaya akan asam amino esensial, profilnya juga sangat cocok untuk kebutuhan vertebrata terutama ikan. Kandungan lemak dari tepung ikan merupakan sumber energi yang sangat bermutu dan tinggi dalam rantai panjang poly-unsaturated fatty acids (PUFAs), yang mana essential fatty acids (EFAs) sangat penting bagi ikan. Bahan ini juga merupakan sumber mineral esensial (calium, phosporus, magnesium dan trace elements) dan vitamin (vitamin B12, A, D3, choline, inositol, dan beberapa lagi yang belum diketahui, kecuali ascorbic acid) yang sangat baik. Tepung ikan sering kali juga mengandung carotenoid. Karakteristik tersebut memberikan alasan pemakaian tepung ikan yang berlimpah pada bahan pakan untuk akuakultur. Padahal tepung ini hanya tersedia dalam jumlah terbatas dan mahal. Selain itu kebutuhan akuakultur akan tepung ikan di dunia juga dalam persaingan dengan bidang pertanian lainnya (Guillaume et al., 2001). 5 2.1.2 Tepung Kedelai Protein kedelai merupakan salah satu yang memiliki profil asam amino terbaik dari seluruh bahan pakan kaya protein nabati yang memenuhi kebutuhan asam amino esensial bagi ikan (Lovell, 1989). Beberapa ikan seperti salmon diketahui tidak cocok dengan tepung kedelai, sementara itu ikan yang lain, seperti Channel catfish, telah siap memakan pakan yang mengandung tepung kedelai lebih dari 50% (Robinson, 1991 dalam NRC, 1993). Tepung kedelai adalah hasil setelah pemindahan minyak dari soya beans. Saat ini tepung kedelai adalah sumber protein paling penting bagi budidaya produktif dan sebagian atau seluruhnya dapat menggantikan tepung ikan. Tepung kedelai umum digunakan bukan hanya karena kandungan protein yang tinggi tetapi juga ketersediaannya di dunia. Komposisi kimia dari tepung kedelai cukup konsisten. Kandungan protein kasar tepung kedelai sebesar 44%, namun tergantung dari kualitas kedelai. Faktor yang menyebabkan adanya variasi kandungan protein adalah tanah, pengolahan, kondisi cuaca dan musim selama masa pertumbuhan kedelai. Tepung kedelai adalah tepung berasal dari tumbuhan yang memiliki profil asam amino terbaik. Keterbatasan asam amino methionine dan cystine namun memiliki persediaan yang baik untuk arginine dan phenylalanine (Hertrampf dan Pascual, 2000). 2.2 Kebutuhan Protein Ikan menggunakan protein secara efisien sebagai sumber energi. Energi yang dicerna dari protein untuk metabolisme pada ikan memiliki presentase lebih tinggi dari pada hewan darat. Penambahan panas untuk protein yang dikonsumsi pada ikan lebih rendah dari pada mamalia atau burung, dimana protein memberikan nilai energi produktif yang lebih tinggi untuk ikan (Lovell, 1989). Watanabe (1988) mengemukakan bahwa pertumbuhan ikan dan konversi pakan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kualitas pakan, jumlah pakan yang dikonsumsi, dan suhu air. Faktor tersebut pada akhirnya juga mempengaruhi kebutuhan nutrisi dan tingkat nutrien pakan. Halver dan Hardy (2002) menemukan bahwa Channel catfish tumbuh maksimal saat diberikan pakan 24% atau 26% protein pakan, apabila pakan diberikan sebanyak yang seharusnya dikonsumsi. Tetapi bila ikan diberi makan lebih sedikit dari kebutuhannya, ikan membutuhkan kandungan protein lebih tinggi untuk memperoleh pertumbuhan yang optimal. 6 Kebutuhan protein bagi Channel catfish telah dipelajari dari berbagai studi, yang mana memberikan keputusan yang berbeda-beda antara 24-55% (Webster dan Lim, 2002). Faktor yang menyebabkan perbedaan kebutuhan protein pakan adalah ukuran ikan, tingkat pemberian pakan, kualitas protein atau komposisi asam amino, persentase pakan alami, Digestible Energy (DE), suhu air, dan padat penebaran (NRC, 1993). Halver (1989) menyatakan bahwa kandungan protein pakan optimal untuk ikan dipengaruhi oleh keseimbangan protein dan energi, komposisi asam amino, kecernaan protein dan sumber energi dalam pakan. Kebutuhan protein Channel catfish juga berbeda tergantung pada ukuran dan stadia hidup. Berdasarkan pada studi di kolam, kandungan protein minimum untuk pertumbuhan maksimum pada catfish tebar fingerlings hingga ukuran pasaran adalah sekitar 24% jika diberi makan at satiation. Tetapi konsentrasi protein pakan minimum untuk pertumbuhan optimal, processing yield, dan tampilan komposisi badan adalah sekitar 28%. Kandungan protein 24-26% secara nyata mendukung pertumbuhan maksimum pada pembesaran catfish di kolam jika pemberian pakan at satiation, tetapi ada kecenderungan meningkatkan kegemukan badan jika dibandingkan dengan pakan mengandung 28% atau 32% protein, yang seharusnya meningkatkan DE/P ratio dalam protein pakan rendah (Tucker dan Hargreaves, 2004). Tabel 1. Kebutuhan protein pakan untuk pertumbuhan optimal Channel catfish dalam berbagai penelitian. umur / ukuran / stadia Kebutuhan Protein (%) Sumber 2-3 week Sekitar 55 % Winfree and Sticney (1984) Small catfish 27-38% Mangalik (1986) Fingerlings to 10-25 cm Sekitar 35 % Page and Andrews (1973) Pond-raised 30-36% Minton (1978) Pond-raised 26-32% Li and Lovell (1992) 100-500 gram 25% Page and Andrews (1973) Keterangan : dalam Tucker dan Hargreaves, 2004. Untuk tumbuh normal ikan bukan hanya memiliki kebutuhan protein, melainkan juga membutuhkan asam amino esensial yang terkandung dalam protein. (Webster dan Lim, 2002). Channel catfish membutuhkan sepuluh asam amino esensial sama seperti kebanyakan hewan lainnya. Adanya Cystine dan tyrosine pada pakan dapat mengurangi kebutuhan methionine dan 7 phenylalanine. Cystine dapat menggantikan 60% kebutuhan methionine dan tyrosine 50% dari phenylalanine untuk Channel catfish (NRC, 1993). Kebutuhan asam amino menggambarkan jumlah asam amino yang diperlukan per ekor per hari, sebagai persentase dari pakan, atau sebagai persentase protein pakan (Tucker dan Hargreaves, 2004). Oleh karena itu komposisi asam amino bahan penyusun pakan terutama asam amino esensial harus diperhatikan kelengkapannya dan penyusunan formulasi disesuaikan dengan kebutuhan ikan. Tabel 2. Komposisi asam amino esensial beberapa bahan penyusun pakan dan Clarias gariepinus. Asam Amino Tepung 1 Esensial Ikan Tepung Tepung 1 1 Kedelai Polard Komposisi Clarias gariepinus2 Arginine 5.3 6.7 1.06 Lysine 7.6 6.1 0.61 5 Histidine 2.9 2.5 0.48 1.5 Phenylalanine 3.8 4.7 0.55 5 7 7.4 1.17 3.5 Leucine 4.3 Iso-leucine 3.9 4.3 0.69 2.6 Methionine 2.6 1.5 0.35 2.3 Valine 3 4.9 4.7 0.82 Threonine 4 3.9 0.56 2 Tryptopan 1 1.3 0.18 0.5 1. Hertrampf dan Pascual (2000). 2. Fagbenro dan Jauncey (1995) dalam Fourie (2006). Protein merupakan molekul kompleks yang terdiri dari asam-asam amino, baik esensial maupun non esensial. Asam amino esensial tidak dapat disintesis dalam tubuh, sehingga asam amino tersebut perlu diberikan melalui pakan (NRC, 1993). Redmond et al. (1998) dalam Mayasari (2005) menyatakan bahwa taurin adalah asam amino β-sulfonat yang merupakan turunan dari metabolisme methionine dan cystine. Taurin diindikasikan memiliki peranan utama dalam berbagai fungsi biologis tubuh. Peranan tersebut antara lain dalam stabilitas membran, antioksidan, keseimbangan homeostasis dari kalsium, menstimulasi glikolisis dan glikogenesis, memacu pertumbuhan, osmoregulasi dan penglihatan. Taurin tidak digunakan untuk pembentukan protein tubuh, tetapi banyak ditemukan dalam keadaan tidak terikat dengan asam amino intraseluler dari banyak tipe sel. 8 Efektivitas dari formulasi pakan didasarkan pada energi yang dapat dicerna dan pakan dapat dievaluasi melalui pengukuran pertambahan berat, efisiensi pakan atau konversi pakan, dan komposisi tubuh ikan yang menerima pakan atau retensi. Retensi protein merupakan gambaran dari banyaknya protein yang diberikan, yang dapat diserap dan dimanfaatkan untuk membangun dan memperbaiki sel tubuh yang rusak, serta dimanfaatkan tubuh bagi metabolisme harian (Halver, 1989). Mayasari (2005) menyatakan bahwa penambahan methionine dan taurin masing-masing sebesar 0,2% dalam pakan ikan lele dumbo dapat meningkatkan retensi protein dan retensi lemak. 2.3 Kebutuhan Lemak Lemak merupakan bagian penting dari sumber energi dan asam lemak esensial. Lemak juga membantu dalam penyerapan fat-soluble vitamins. Lemak sebagian besar dari triacyl-glycerol yang dihidrolisis oleh enzim pencernaan untuk campuran asam lemak bebas dan 2-monoglycerides. Senyawa tersebut kemudian diserap dan juga digunakan untuk sintesis berbagai komponen sel atau katabolisme untuk energi (NRC, 1993). Cho et al. (1983) dalam Hasibuan (2007) menyatakan bahwa lemak memegang peranan penting sebagai sumber energi dalam pakan ikan terutama untuk ikan karnivora dimana ketersediaan karbohidrat dalam pakan rendah. Channel catfish menunjukkan kemampuan dalam mensistesis sebagian besar asam lemak, namun secara nutrisi tidak ada tingkat lemak pakan yang paling baik kecuali yang menyediakan kebutuhan asam lemak esensial. Jarang ditemukan pada pakan komersial untuk fingerlings dengan kadar lemak melebihi 5-6%. Kadar lemak sekitar 3-4% cukup dalam peramuan pakan, dengan sisanya 1-2% disemprotkan pada penyelesaian pembuatan pelet untuk mengendalikan kadar abu. Terlalu banyak kandungan lemak mengakibatkan gemuk berlebihan pada bagian perut dan jaringan otot. Hal tersebut berpengaruh pada hasil panen, kualitas dan proses penyimpanan produk (Webster dan Lim, 2002). 2.4 Kebutuhan Energi Energi merupakan pelepasan selama oksidasi metabolik dari karbohidrat, lemak dan asam amino. Kebutuhan energi yang tepat pada hewan dapat dilihat secara kuantitatif dengan pengukuran konsumsi oksigen atau produksi panas. Tetapi, estimasi pemberian pakan harus sudah ditentukan dari performance 9 hewan dengan materi pakan yang jumlah ketersediaan energinya dapat dihitung (NRC, 1993). Secara kuantitatif energi merupakan komponen sangat penting dalam pakan, karena jumlah pakan yang masuk secara ad libitum sebagian besar diatur oleh konsentrasi energi pakan. Karena catfish bukan secara khusus diberikan pakan secara ad libitum, jumlah pakan yang masuk mungkin lebih berguna daripada konsentrasi energi pakan kecuali jika pakan diberikan at satiation. Meskipun mungkin pakan yang masuk pada catfish tidak diatur secara sempurna oleh konsentrasi energi pakan, namun keseimbangan energi pakan sangat penting dalam hubungannya dengan kandungan nutrien pakan saat penyusunan formulasi pakan. Hal ini sangat mendasar karena defisiensi dari energi nonprotein dalam pakan akan berakibat lebih banyak protein yang dimanfaatkan untuk energi. Namun jika kandungan energi pada pakan berlebihan, pakan yang masuk mungkin mengakibatkan penurunan dalam pemasukan nutrisi esensial (Tucker dan Hargreaves, 2004). Protein dan energi harus tetap dalam keseimbangan. Kekurangan atau kelebihan Digestible Energy dalam pakan dapat mengurangi rasio pertumbuhan ikan. Jika kekurangan energi dalam pakan artinya protein digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi pemeliharaan sebelum digunakan untuk tumbuh. Kebalikannya jika pakan mengandung berlebihan energi akan mengurangi konsumsi pakan kemudian sedikit pemasukan dari jumlah protein dan nutrisi esensial lainya untuk pertumbuhan maksimal (NRC, 1993). 2.5 Kualitas Air Air sebagai media tempat hidup organisme perairan perlu dijaga kualitas maupun kuantitasnya karena mempengaruhi kehidupan organisme tersebut. Kualitas air meliputi fisika dan kimia perairan, diantaranya adalah suhu, oksigen terlarut, alkalinitas, dan pH yang semuanya berkaitan dengan hasil produksi ikan. Lingkungan yang buruk atau perubahan secara tiba-tiba memicu ikan mengalami stres sehingga mudah terserang penyakit parasiter dan non-parasiter, bahkan tidak menutup kemungkinan terjadinya kematian. Suhu air sangat berkaitan erat dengan konsentrasi oksigen terlarut dan laju konsumsi pakan oleh hewan air. Catfish umumnya diberi pakan dua kali sehari saat suhu air di atas 25°C, diikuti dengan laju konsumsi pakan yang lebih tinggi dan laju pertumbuhan yang lebih cepat (Halver dan Hardy, 2002). 10 Pada budidaya Channel catfish menunjukkan konsentrasi lethal yang potensial pada oksigen terlarut. Pemeliharaan kecukupan oksigen telah menjadi perhatian khusus para pembudidaya sebagai fase kritis manajemen kualitas air. Oksigen terlarut dalam perairan untuk pertumbuhan ikan secara normal adalah lebih dari 5 mg/l (Swingle, 1969, dalam Boyd, 1982). Alkalinitas total menunjukkan total kosentrasi basa dalam air yang digambarkan sebagai miligram kalsium karbonat per liter air (Boyd, 1982). Kadar alamiah air mengandung 40 mg/l atau lebih adalah total alkalinitas yang dianggap lebih produktif dibandingkan dengan air yang mengandung alkalinitas lebih rendah. Nilai pH merupakan parameter lingkunan yang bersifat mengontrol laju metabolisme melalui pengendaliannya terhadap aktivitas enzim. Kisaran pH yang baik untuk pertumbuhan ikan adalah 6.5-9.0 (Boyd, 1982). Baik buruknya kualitas air juga dipengaruhi oleh banyaknya zat terlarut dalam air baik faktor dari dalam maupun dari luar tubuh ikan. Pakan yang dikonsumsi oleh ikan sebagian akan diserap oleh tubuh ikan dan sebagian lagi akan dibuang sebagai feses. Pakan yang diabsorbsi sebagian akan diubah menjadi daging dan sebagian lagi digunakan dalam proses metabolisme, ekskresi karbon dioksida (CO2) dan amonia dalam perairan. Pakan yang tidak dimakan dan feses akan terakumulasi di dasar perairan dengan karbon dioksida, amonia, fosfat dan bahan organik tanaman yang masuk dalam perairan (Yoo dan Boyd, 1993 dalam Purba, 2001). 11 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Pakan Uji Pada Penelitian ini digunakan empat perlakuan pakan buatan dengan kadar tepung ikan yang berbeda, serta satu perlakuan pembanding menggunakan pakan komersial tenggelam protein 28,83%. Tiap perlakuan digunakan tiga ulangan. Perlakuan dalam penelitian ini adalah : 1. Perlakuan A : menggunakan tepung ikan 5% 2. Perlakuan B : menggunakan tepung ikan 10% 3. Perlakuan C : menggunakan tepung ikan 15% 4. Perlakuan D : menggunakan tepung ikan 20% 5. Perlakuan E : pakan komersial tenggelam Bahan penyusun pakan dianalisa proksimat terlebih dahulu (Lampiran 1). Setelah pakan dibuat maka dilakukan analisa proksimat kembali. Pakan dibuat dalam bentuk pelet kering. Selama belum digunakan pelet disimpan dalam ruangan dingin. Komposisi bahan dan hasil analisa proksimat pakan disajikan pada Tabel 3. 3.2 Pemeliharaan Ikan dan Pengumpulan Data Ikan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan lele dumbo berasal dari petani ikan Cibeureum dengan bobot awal rata-rata individu adalah 8,41+1,23 g. Ikan dipelihara di Laboratorium Nutrisi Ikan, Departemen Budidaya Perairan pada bulan Agustus sampai September 2008. Wadah yang digunakan adalah akuarium sebanyak 15 buah dengan ukuran 40x50x35 cm3 dan diisi air sebanyak 50 liter yang dirangkai dalam sistem resirkulasi. Masing-masing akuarium diberi aerasi yang seimbang pada setiap perlakuan. Air yang digunakan berasal dari sumur yang terlebih dahulu ditampung dalam bak beton lalu diaerasi selama 24 jam. Jumlah ikan ditebar di tiap akuarium sebanyak 10 ekor. Sebelum penelitian, ikan diadaptasikan selama 4 hari kemudian dipuasakan 24 jam. Ikan diberi pakan dua kali sehari pada pukul 07.30 dan 17.00 secara at satiation selama 40 hari. Setiap setengah jam sebelum pemberian pakan, kotoran ikan disipon dan dilakukan pergantian air sebanyak 20-40% dari volume air akuarium. Selama penelitian suhu berkisar antara 27-29°C. 12 Tabel 3. Komposisi pakan perlakuan dan nilai proksimatnya. Perlakuan (% tepung ikan) Bahan Pakan 5 10 15 20 komersial Komposisi (%) Tepung Ikan lokal 5.00 10.00 15.00 20.00 - Tepung Kedelai 32.05 26.05 19.05 14.05 - Wheat Pollard 53.54 55.04 57.54 57.54 Tapioka 3.00 3.00 3.00 3.00 - Methionine 0.20 0.20 0.20 0.20 - Taurin 0.20 0.20 0.20 0.20 - Minyak Ikan 2.00 1.50 1.00 1.00 - PreMix* 4.00 4.00 4.00 4.00 - Vitamin C 0.01 0.01 0.01 0.01 - Protein 26.00 26.22 25.99 25.93 28.83 Lemak 4.33 4.51 4.14 4.53 6.03 Kadar Abu 7.42 8.70 9.61 10.27 9.64 Serat Kasar 6.15 5.12 5.28 6.59 7.03 BETN 50.39 47.74 46.34 43.73 39.10 Kadar Air 5.71 7.72 8.64 8.94 9.37 2520.17 2476.35 2403.49 2367.73 2474.90 9.13 8.59 Proksimat (%) : DE (kkal/kg)1 C/P (kkal/g)2 Keterangan : 9.69 9.44 9.25 * = komposisinya dapat dilihat pada Lampiran 2. 1) 1 gram protein = 3.5 kkal 1 gram karbohidrat = 2.5 kkal 1 gram lemak = 8.1 kkal (NRC, 1993). 2) Rasio energi/protein. 3.3 Analisa Statistik Penelitian ini menggunakan model Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari lima perlakuan dan tiga ulangan. Model rancangan tersebut adalah sebagai berikut : Yij = µ + τi + εij Keterangan : Yij = Nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Nilai rata-rata tengah umum τi = Pengaruh perlakuan ke-i εij = Galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j Ada atau tidaknya perbedaan antar perlakuan dilihat pada hasil ANOVA. Jika terdapat perbedaan antar perlakuan, pengujian dilanjutkan dengan uji 13 Duncan pada selang kepercayaan 95%. Analisis data dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Office Excel 2003 dan SPSS ver.12. Parameter yang digunakan sebagai bahan analisis data pada penelitian ini yaitu: a. Tingkat Konsumsi Pakan Tingkat konsumsi pakan ikan lele dumbo diketahui dengan cara menimbang jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ikan uji selama perlakuan pemberian pakan. b. Laju Pertumbuhan Harian Laju pertumbuhan harian ikan uji dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut: Wt α = t − 1 x 100% Wo Keterangan : α = Laju pertumbuhan harian Wt = Rata-rata bobot individu pada waktu akhir percobaan (g) Wo = Rata-rata bobot individu pada waktu awal percobaan (g) t = Lama waktu percobaan (hari) (Effendie, 1979). c. Efisiensi Pakan Efisiensi Pakan menggambarkan kualitas pakan yang diberikan, dianalisis berdasarkan persamaan sebagai berikut: EP = (Bt + Bd ) − Bo F Keterangan : EP = Efisiensi Pakan Bt = Biomassa mutlak ikan pada akhir percobaan (g) Bd = Biomassa mutlak ikan yang mati selama percobaan (g) Bo = Biomassa mutlak ikan pada awal percobaan (g) F = Jumlah (bobot) pakan yang dikonsumsi ikan selama percobaan (g) (Zonneveld et al., 1991). 14 d. Retensi Protein Nilai retensi protein merupakan perbandingan antara jumlah protein yang tersimpan dalam tubuh ikan dengan jumlah protein dalam pakan yang dikonsumsi, dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut: RP (%) = F −I × 100% P Keterangan : RP = retensi protein (%) F = kandungan protein pada akhir penelitian (g) I = kandungan protein pada awal penelitian (g) P = jumlah protein yang dimakan ikan (g) (Takeuchi, 1988 dalam Watanabe 1988). e. Retensi Lemak Nilai retensi lemak merupakan perbandingan antara jumlah lemak yang tersimpan dalam tubuh ikan dengan jumlah lemak dalam pakan yang dikonsumsi, dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut: RL (%) = F −I × 100% L Keterangan : RL = retensi lemak (%) F = kandungan lemak pada akhir penelitian (g) I = kandungan lemak pada awal penelitian (g) L = jumlah lemak yang dimakan ikan (g) (Takeuchi, 1988 dalam Watanabe 1988). f. Kelangsungan Hidup Derajat kelangsungan hidup ikan uji didapatkan dengan menghitung jumlah individu ikan uji yang hidup setiap sampling sampai akhir percobaan. Perhitungannya menggunakan rumus : SR = Nt × 100% No 15 Keterangan : SR = Derajat kelangsungan hidup ikan (%) Nt = Jumlah individu ikan pada akhir percobaan (ekor) No = Jumlah individu ikan pada awal percobaan (ekor) (Effendie, 1979). 3.4 Analisa Kimia Analisa proksimat bahan pakan dan pakan perlakuan meliputi pengukuran kadar protein, lemak, serat kasar, abu, dan air. Sedangkan analisa proksimat tubuh ikan meliputi pengukuran kadar protein, lemak, dan air. Pada awal penelitian, diambil 10 ekor ikan sampel untuk dilakukan analisa proksimat. Pada akhir penelitian, diambil 4 ekor ikan tiap ulangan untuk dilakukan analisa proksimat. Seluruh analisa proksimat ini dilakukan di Laboratorium Nutrisi ikan, Departemen Budidaya Perairan dengan menggunakan metode AOAC (1984) dalam Takeuchi (1988) (Lampiran 3). 16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Gambar 1 menunjukkan adanya penambahan bobot biomass rata-rata pada ikan uji. Penambahan bobot biomass akhir rata-rata dari bobot awal ratarata pada perlakuan 5% tepung ikan adalah sebesar 1,5 kali lipat, perlakuan 10% tepung ikan sebesar 1,3 kali lipat, perlakuan 15% tepung ikan sebesar 1,5 kali lipat, perlakuan 20% tepung ikan sebesar 1,8 kali lipat, dan perlakuan pakan komersial sebesar 4,4 kali lipat. Setelah diuji antar perlakuan 5%, 10%, 15%, dan 20% tepung ikan, memiliki nilai yang tidak berbeda nyata. Sedangkan perlakuan pakan komersial memiliki nilai yang berbeda nyata terhadap keempat perlakuan lainnya. Bobot (g) 450 400 370.54 350 300 250 200 150 100 120.64 105.50 127.38 147.50 50 0 5 10 15 20 K Perlakuan (% tepung ikan) Biomass awal rata-rata Biomass akhir rata-rata Gambar 1. Bobot biomass awal rata-rata dan bobot biomass akhir rata-rata ikan lele dumbo. Parameter kinerja pertumbuhan ikan uji selama penelitian berupa jumlah konsumsi pakan (JKP), laju pertumbuhan harian (LPH), efisiensi pakan (EP), retensi protein (RP), retensi lemak (RL), dan kelangsungan hidup (SR) disajikan pada Tabel 4. Pada parameter jumlah konsumsi pakan (JKP), laju pertumbuhan harian (LPH), dan retensi protein (RP), menunjukkan bahwa antar perlakuan 5%, 10%, 15%, dan 20% tepung ikan, memiliki nilai yang tidak berbeda nyata. Sedangkan perlakuan pakan komersial memiliki nilai tertinggi dan berbeda nyata dengan keempat perlakuan lainnya. 17 Efisiensi pakan (EP) pada perlakuan 5%, 10%, 15%, ke 20% tepung ikan, cenderung menurun. Antar perlakuan 10%, 15%, dan 20% tepung ikan, setelah diuji menunjukkan nilai efisiensi pakan yang tidak berbeda nyata. Sedangkan perlakuan 5% tepung ikan tidak berbeda nyata terhadap perlakuan pakan komersial. Retensi lemak (RL) antar perlakuan 5%, 10%, 15%, dan 20% tepung ikan, setelah diuji secara statistik memiliki nilai retensi lemak yang tidak berbeda nyata. Perlakuan pakan komersial memiliki nilai tertinggi, berbeda nyata dengan perlakuan 5% dan 10% tepung ikan, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan 15% dan 20% tepung ikan. Kelangsungan hidup (SR) antar perlakuan 5%, 10%, 15%, dan 20% tepung ikan, setelah diuji secara statistik memiliki nilai kelangsungan hidup yang tidak berbeda nyata. Sedangkan perlakuan pakan komersial memiliki nilai tertinggi, meskipun berbeda nyata dengan perlakuan 5%, 10%, dan 15% tepung ikan, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan 20% tepung ikan. Tabel 4. Jumlah pakan yang dikonsumsi (JKP), laju pertumbuhan harian (LPH), efisiensi pakan (EP), retensi protein (RP), retensi lemak (RL), dan kelangsungan hidup (SR) dari ikan lele dumbo. Perlakuan (% tepung ikan) Parameter 5 JKP (gram) 10 a 15 a 20 a K a 231.07 + 27.63 1.79 + 0.33a 441.18 + 83.09b 3.84 + 0.53b 78.00 + 10.16abc 69.65 + 0.35a 86.38 + 5.64c 13.75 + 2.93a 14.67 + 3.52a 21.25 + 8.93a 38.45 + 2.42b a ab 201.42 + 20.59 1.59 + 0.22a 185.62 + 15.29 1.30 + 0.31a 218.13 + 24.95 1.88 + 0.16a EP (%) 83.76 + 5.46bc 74.37 + 3.26ab RP (%) 16.18 + 5.11a RL (%) a 41.64 + 8.45 38.83 + 8.57 57.10 + 1.56 49.32 + 15.86 64.31 + 11.95b SR (%) 76.67 + 5.77a 76.67 + 5.77a 73.33 + 5.77a 86.67 + 11.55ab 96.67 + 5.77b LPH (%) ab 1. Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (p<0,05) (lihat Lampiran 9 sampai 14). 2. Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata + simpangan baku. Tabel 5. Komposisi proksimat tubuh ikan lele dumbo. Komposisi Proksimat (%) Protein Lemak Kadar Air Perlakuan (% tepung ikan) Awal 5 12.36 4.64 77.48 10 a 15.67 + 1.84 ab 6.26 + 0.12 a 73.59 + 3.10 15 20 a 14.48 + 0.80 bc c 15.98 + 0.85 6.67 + 0.43 ab 76.35 + 2.00 a 7.05 + 0.30 ab 77.02 + 0.12 K a 15.75 + 1.70 ab 6.18 + 0.12 b 77.90 + 0.78 16.18 + 0.59a 5.72 + 0.52a 76.28 + 1.46ab 1. Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (p<0,05) (lihat Lampiran 15 sampai 17). 2. Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata + simpangan baku. 18 Hasil proksimat protein tubuh ikan uji pada awal dan akhir penelitian tiap perlakuan disajikan pada Tabel 5. Hasil proksimat menunjukkan bahwa kadar protein tubuh akhir antar perlakuan tidak berbeda nyata. Kadar lemak tubuh akhir perlakuan 15% tepung ikan memiliki nilai tertinggi, berbeda nyata dengan perlakuan 5% tepung ikan, 20% tepung ikan, dan perlakuan pakan komersial, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan 10% tepung ikan. Perlakuan pakan komersial memiliki nilai terendah meskipun berbeda nyata dengan perlakuan 10% dan 15% tepung ikan, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan 5% dan 10% tepung ikan. Sedangkan antar perlakuan 5%, 10%, dan 20% tepung ikan, memiliki kadar lemak tubuh akhir yang tidak berbeda nyata. 4.2 Pembahasan Pertumbuhan ikan adalah penambahan ukuran baik panjang, berat maupun volume sehubungan dengan perubahan waktu. Pertumbuhan akan terjadi jika jumlah energi dari pakan yang dikonsumsi ikan lebih besar daripada yang dibutuhkan ikan untuk pemeliharaan tubuh harian. Jika energi pakan kurang dari kebutuhan ikan untuk proses kelanjutan hidup dan mendukung aktivitas normal, maka jaringan tubuh akan dikatabolisme menjadi tambahan energi. Setelah pemeliharaan selama 40 hari didapati terjadi penambahan bobot biomass rata-rata pada semua perlakuan. Pada penelitian ini digunakan pakan dengan rasio energi/protein berkisar antara 8.59-9.69 kkal/gram, sehingga diduga kebutuhan energi untuk pertumbuhan telah terpenuhi. Nilai tersebut sesuai dengan pernyataan Tucker dan Hargreaves (2004) bahwa rasio energi/protein catfish berada pada selang 7.4-12 kkal/gram. Sedangkan Uys (1988) dalam Fourie (2006) merekomendasikan kandungan energi dalam pakan Clarias gariepinus adalah sebesar 12 kJ/gram. Selain itu, Weerd (1995) mengemukakan bahwa kebutuhan energi pada pakan Clarias berkisar antara 1317 kJ/gram. Efektivitas dari formulasi pakan didasarkan pada energi yang dapat dicerna dan pakan dapat dievaluasi melalui pengukuran pertambahan berat, efisiensi pakan, dan retensi. Retensi protein merupakan gambaran dari banyaknya protein yang diberikan, yang dapat diserap dan dimanfaatkan untuk membangun dan memperbaiki sel tubuh yang rusak, serta dimanfaatkan tubuh bagi metabolisme harian (Halver, 1989). Pada Tabel 4 menunjukkan bahwa pada parameter laju pertumbuhan harian dan retensi protein antar perlakuan 5%, 10%, 19 15%, dan 20% tepung ikan, tidak berbeda nyata. Hal tersebut karena kandungan protein keempat pakan cenderung sama yaitu berkisar antara 25.93-26.22%. Disamping itu, pada keempat perlakuan tersebut juga memiliki kesamaan pada ketersediaan asam amino penyusunnya. Tabel 6. Perbandingan asam amino pakan dengan komposisi asam amino Clarias gariepinus. Perlakuan (% tepung ikan) Asam Amino Esensial (AAE) 5 10 15 20 Komposisi AAE dari Clarias gariepinus 4.3 Arginine 9.88 9.54 8.97 8.86 Lysine 9.36 9.84 9.91 10.42 5 Histidine 3.94 4.02 4.01 4.17 1.5 Phenylalanine 6.82 6.60 6.21 6.15 5 Leucine 11.16 11.03 10.65 10.78 3.5 Iso-leucine 6.45 6.35 6.09 6.13 2.6 Methionine 4.27 4.51 4.69 4.97 2.3 Valine 7.24 7.26 7.11 7.29 3 Threonine 5.91 5.91 5.77 5.91 2 1.89 1.82 1.70 1.68 0.5 400 350 300 250 200 150 100 50 Tr yp to pa n eo ni ne Th r Va l in e is tid in Ph e en yl al an in e Le uc in e Is ole uc in e M et hi on in e H Ly si ne 0 Ar gi ni ne Perbandingan asam amino esensial pakan dengan komposisi Clarias gariepinus (%) Tryptopan * Dihitung berdasarkan komposisi asam amino esensial tepung ikan, bungkil kedelai dan polard. Asam amino esensial 5% tepung ikan 10% tepung ikan 20% tepung ikan Clarias gariepinus 15% tepung ikan Gambar 2. Perbandingan asam amino esensial pakan dengan komposisi asam amino esensial Clarias gariepinus (%). Halver (1989) mengemukakan bahwa kandungan protein pakan optimal untuk ikan dipengaruhi oleh keseimbangan protein dan energi, komposisi asam amino, kecernaan protein dan sumber energi dalam pakan. Didukung oleh 20 Webster dan Lim (2002) yang menyatakan bahwa untuk tumbuh normal ikan bukan hanya memiliki kebutuhan protein, melainkan juga membutuhkan asam amino esensial (AAE) yang terkandung dalam protein. Dari data sekunder didapatkan perbandingan asam amino esensial pakan dengan komposisi asam amino esensial dari Clarias gariepinus pada Tabel 6. Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa pakan perlakuan 5%, 10%, 15%, dan 20% tepung ikan, membentuk profil asam amino esensial yang mirip. Oleh karena itu, pada keempat pakan perlakuan tersebut memberikan pengaruh pertumbuhan yang sama. Laju pertumbuhan harian pada perlakuan 5%, 10%, 15%, dan 20% tepung ikan, lebih kecil dari perlakuan pakan komersial karena adanya beberapa perbedaan, diantaranya adalah kandungan protein dan cara pembuatan pakan. Kandungan protein pakan perlakuan 5%, 10%, 15%, dan 20% tepung ikan, berkisar antara 25.93-26.22% sedangkan pakan komersial memiliki kandungan protein yang lebih besar, yaitu 28.83%. Lebih rendahnya pertumbuhan ikan pada perlakuan tepung ikan diduga karena terlalu rendahnya kadar protein pakan dari yang dibutuhkan ikan, seperti diutarakan Mahmood et al. (2000) bahwa untuk mendukung pertumbuhan Clarias batrachus membutuhkan pakan dengan kandungan protein yang bervariasi, yaitu berkisar antara 28.1-52.2%. Didukung juga oleh pernyataan Weerd (1995) bahwa spesies Clarias akan tumbuh optimal jika diberikan pakan mengandung protein sekitar 40%. Selain kadar protein yang membedakan dari keempat pakan tersebut terhadap pakan komersial adalah cara pembuatannya. Millamena et al. (2002) menyebutkan bahwa pada pembuatan pakan komersial sebelum pencetakan pelet dilakukan perlakuan pemasakan (cooking) terlebih dahulu selama 10 menit pada suhu 120°C. Kegiatan pemasakan ini merupakan salah satu bagian dari prosedur pabrik pembuatan pakan dalam usaha peningkatan daya cerna. Sedangkan Afrianto dan Liviawaty (2005) mengemukakan bahwa perlakuan pemanasan dan pemasakan digunakan untuk menonaktifkan faktor antinutrisi dan meningkatkan kecernaan nutrien. Halver (1989) mengemukakan bahwa pada temperatur 170-180°C bagian starch akan rusak menjadi dextrin dan produk hidrolisis lainnya. Beberapa perubahan yang terjadi pada pakan karena proses fisik dalam pembuatan pakan antara lain peningkatan kecernaan starch, pemusnahan faktor anti nutrisi, peningkatan kecernaan protein, penurunan kecernaan lysine, dan peningkatan penguraian ascorbic acid. Pakan pada perlakuan 5%, 10%, 15%, dan 20% tepung ikan, tidak melalui proses pemanasan 21 dan pemasakan. Oleh karena itu, keempat perlakuan tersebut diduga memiliki kecernaan pakan yang lebih rendah, sehingga menghasilkan nilai retensi dan laju pertumbuhan harian yang lebih kecil dari perlakuan pakan komersial. Watanabe (1988) mengemukakan bahwa pertumbuhan ikan bersama dengan konversi pakan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kualitas pakan, jumlah pakan yang masuk, dan suhu air. Efisiensi mengungkapkan perolehan dari pertumbuhan dibagi oleh jumlah konsumsi pakan (Houlihan et al., 2001). Nilai efisiensi pakan perlakuan 5%, 10%, 15%, dan 20% tepung ikan, cenderung menurun bersamaan dengan meningkatnya pemakaian tepung ikan dalam pakan, yaitu berkisar antara 83.76-69.65%. Diantara keempat perlakuan tersebut, perlakuan 5% tepung ikan menunjukkan nilai efisiensi pakan yang terbesar yaitu 83.76%. Hal tersebut karena energi yang dihasilkan pakan perlakuan 5%, 10%, 15%, ke 20% tepung ikan, cenderung menurun dari 2520.17-2367.73 kkal/kg. Oleh karena itu, perlakuan 20% tepung ikan membutuhkan jumlah pakan yang lebih banyak dari pada perlakuan 5% tepung ikan, dalam mencapai pertumbuhan yang sama. Sehingga perlakuan 5% tepung ikan menjadi lebih efisien dibandingkan ketiga perlakuan berbeda kadar tepung ikan lainnya. Perlakuan 5%, 10%, 15%, dan 20% tepung ikan, memiliki kadar lemak yang relatif sama, yaitu berkisar antara 4.14-4.53%, namun besarnya sumbangan lemak dari tiap bahan penyusun pakan keempat perlakuan tersebut berbeda-beda. Untuk pertumbuhan optimal, pada umumnya hewan darat lebih banyak membutuhkan asam lemak n-6, linolenic acid (18:2 n-6), sedangkan ikan lebih banyak membutuhkan asam lemak n-3, linolenic acid (18:3 n-3). Halver dan Hardy (2002) menyebutkan bahwa catfish membutuhkan asam lemak esensial n3 dan n-6 dalam jumlah kecil untuk pertumbuhannya. Satoh et al. 1989 dalam Halver dan Hardy (2002) menambahkan bahwa kebutuhan asam lemak esensial n-3 dapat dipenuhi dari 1-2% linolenic acid atau 0.5-0.75% n-3 highlyunsaturated fatty acids (HUFAs) yang berasal dari sumbangan minyak ikan. Sedangkan kebutuhan asam lemak n-6 sekitar 0.5% dapat dipenuhi dari bahan baku tumbuh-tumbuhan dalam pakan. Pakan perlakuan 5% tepung ikan mengandung 2% lemak sumbangan dari minyak ikan sebagai sumber asam lemak n-3, dan 0.94% lemak sumbangan dari tepung kedelai sebagai sumber asam lemak n-6. Webster dan Lim (2002) mengemukakan bahwa minyak ikan merupakan sumber asam lemak n-3 terbaik dan kecernaannya mencapai 97% 22 oleh Channel catfish. Tucker dan Hargreaves (2004) menyebutkan bahwa penambahan asam lemak n-3 dari linolenic acid, n-3 HUFAs, atau minyak ikan dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan catfish juvenil. Perlakuan 5% tepung ikan merupakan pakan dengan sumbangan asam lemak n-3 dan n-6 yang tertinggi dibandingkan dengan ketiga pakan perlakuan berbeda kadar tepung ikan lainnya. Oleh karena itu, diduga pakan perlakuan 5% tepung ikan memiliki kecernaan yang lebih tinggi, sehingga penggunaannya menjadi lebih efisien dibandingkan ketiga perlakuan berbeda kadar tepung ikan lainnya. Selain itu, kadar abu pakan perlakuan 5%, 10%, 15%, dan 20% tepung ikan, cenderung meningkat yaitu berkisar antara 7.42-10.27%. Pakan perlakuan 5% yang mengandung paling sedikit tepung ikan memiliki kadar abu yang paling kecil. Dan kadar abu pakan meningkat bersamaan dengan meningkatnya pemakaian tepung ikan dalam pakan. Tepung ikan yang dipakai pada penelitian ini adalah tepung ikan lokal. Tepung ikan lokal sebagian besar dibuat dari limbah industri pengolahan ikan berupa tulang, sisik, organ dalam dan kepala. Hal tersebut mengakibatkan tepung ikan yang dihasilkan berkualitas rendah. Terlihat pada hasil proksimat tepung ikan lokal yang memiliki kadar abu yang relatif tinggi, yaitu mencapai 20.79%. Hertrampf dan Pascual (2000) menyebutkan bahwa tepung ikan nonspesifik memiliki kadar abu sekitar 14.8% dan secara umum, tingginya kadar abu pada tepung ikan adalah berasal dari tulang ikan. Tepung ikan yang diproduksi dari limbah fillet dan berbagai produk pengolahan ikan, akan menghasilkan kualitas yang rendah, memiliki kadar abu yang relatif tinggi dan kadar protein yang rendah (Houlihan et al., 2001). Dalam NRC (1993) dikemukakan bahwa tepung ikan yang memiliki kadar abu tinggi harus digunakan dengan hati-hati dalam pakan ikan karena dapat mengakibatkan ketidakseimbangan mineral, terutama fosfor. Fosfor dari tulang hewan akan lebih sulit dicerna oleh ikan dari pada fosfor yang berasal dari tumbuhan dan bahan anorganik (Guillaume et al., 2001). Kadar abu pada pakan perlakuan 5%, 10%, 15%, dan 20% tepung ikan, cenderung meningkat karena sumbangan dari tepung ikan yang juga meningkat. Peningkatan kadar abu yang berasal dari tepung ikan mengindikasikan peningkatan fosfor golongan bone P. Hua dan Bureau (2006) menyebutkan bahwa kecernaan P oleh ikan didasarkan pada perbedaan golongan P yang diterima ikan. Golongan P yang tersedia dalam pakan tersebut yaitu bone P; phytate P; organic P; calcium (Ca) monobasic/sodium (Na)/potassium (K) phosphate supplements; dan Ca dibasic 23 phosphate. Peningkatan bone P pada pakan akan mengakibatkan terjadinya penurunan kecernaan pakan. Oleh karena itu, peningkatan pemakaian tepung ikan dalam pakan akan menurunkan efisiensi pakan. 24 V. KESIMPULAN Tepung ikan dapat digunakan sebagai pakan ikan lele dumbo Clarias sp. pada kadar minimal 5% dari total pakan dengan kadar protein pakan 26%. 25 DAFTAR PUSTAKA Afrianto E dan E Liviawaty. 2005. Pakan Ikan dan Perkembangannya. Kanisius. Jakarta. 148pp. Boyd, GE. 1982. Water Quality Management For Pond Fish Culture. Amsterdam. Oxford. New York. Elsevier Scientific Publishing Company. 359pp. Effendie, MI. 1979. Metode Biologi Perikanan. Dewi Sri Bogor.Bogor. 112 hal. Fourie, JJ. 2006. A Practical Investigation Into Catfish (Clarias gariepinus) Farming in The Vaalharts Irrigation Scheme. Dissertation. Department of Zoology and Entomology, University of the Free State.112pp. Guillaume J, S Kaushik, P Bergot and R Métailler. 2001. Nutrition and Feeding of Fish and Crustaceans. Praxis Publishing Ltd. Chichester, United Kingdom. 408 pp. p:282. Halver, JE. 1989. Fish Nutrition. Second Edition. Washington : Academy Press Inc. 798 pp. Halver JE and RW Hardy. 2002. Fish Nutrition. Third Edition. California USA : Academy Press Inc. 822 pp. p:712-713. Hasibuan, RD. 2007. Penggunaan Meat Bone Meal (MBM) sebagai Bahan Subtitusi Tepung Ikan dalam Pakan Ikan Patin Pangasius sp. Skripsi. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Hepher B and Y Pruginin. 1981. Commercial Fish Farming. John Wiley and Sons. USA. 261pp. p:89. Hertrampf, JW. and FP Pascual. 2000. Handbook on Ingredients For Aquaculture Feeds. Kluwer Academic Publishers. Dordrecht. Boston. London. 573 pp. p:4;483. Houlihan, D, T Boujard and M Jobling. 2001. Food Intake in Fish. Blackwell Science. British Library. 418 pp. p:1-2; 18; 31-37. Hua K and DP Bureau. 2006. Animal Proteins Good Source of Digestible Phosphorus For Fish. Department of Animal and Poultry Science, University of Guelph, Ontario, Canada. www.rendermagazine.com. (3 Desember 2008). Lovell, T. 1989. Nutrition and Feeding of Fish. Auburn University. Published by Van Nostrand Reinhold, New York. 260 pp. p:20-112. Mahmood SU, K Ayesha, and A Wahed. 2000. Protein Requirements For The Development of Clarias batrachus (Linn) Fry. Bangladesh Council of Scientific and Industrial Research, Dacca, Bangladesh. http://www.w3.org/TR/html4/loose.dtd. (3 Desember 2008). 26 Mayasari, N. 2005. Penggunaan Metionin dan Taurin Pada Kadar yang Berbeda dalam Pakan Ikan Lele Dumbo. Skripsi. Departemen Budidaya Perairan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Millamena OM, RM Coloso, and FP Pascual. 2002. Nutrition in Tropical Aquaculture. SEAFDEC. Tigbauanm Iloilo, Philippines. 221pp. p:127. National Research Council. 1993. Nutrition Requirement of Fish. National Academy Press. Washington D.C. 114 pp. p:3-50. Purba, RM. 2001. Pemanfaatan Silase Limbah Jeroan Ikan Nila sebagai Bahan Subtitusi Tepung Ikan dalam Pakan Ikan Nila Gift Oreochromis sp. Skripsi. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Tucker CS and JA Hargreaves. 2004. Biology and Culture of Channel Catfish. Elsevier. 676 pp. p:280-289. Watanabe, T. 1988. Fish Nutrition and Mariculture. Department of Aquatic Biosciences. Tokyo University of Fisheries. JICA. 233 pp. Webster CD and C Lim. 2002. Nutrient Requirements and Feeding of Finfish For Aquaculture. CABI Publishing, CAB international. New York. USA.p:295. Weerd, JHV. 1995. Nutrition and Growth in Clarias Species. Department of Fish Culture and Fisheries, Wageningen Agricultural University. http://www.alrjournal.org/articles/alr/abs/1995/04/alr95418/alr95418.html. (3 Desember 2008). Zonneveld N, LA Huisman dan JH Boon. 1991 Prinsip-prinsip Budidaya Ikan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 318 hal. 27 LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil analisa proksimat bahan penyusun pakan. Bahan T. Ikan T. Kedelai T. Polard Tapioka Minyak ikan Methionine Taurin Kadar Proksimat Bahan (% bobot kering) Protein Lemak Abu BETN 56.52 10.00 20.79 8.41 49.15 2.92 6.61 31.38 17.24 5.17 3.32 55.68 0.00 0.91 0.19 83.85 100.00 100.00 - 28 Lampiran 2. Komposisi premix dalam pakan. Bahan Vitamin Vitamin A Vitamin D3 Vitamin E Vitamin K3 Vitamin B1 Vitamin B2 Vitamin B6 Vitamin B12 Ca-d pantothenate Folic acid Nicotinic Acid Choline Chloride Mineral Ferros Copper Manganese Zinc Cobalt Iodine Selenium Antiox carrier add Jumlah dalam premix 1 kg Satuan 4,000,000 800,000 4,500 450 450 1,350 480 6 2,400 270 7,200 28,000 IU IU mg mg mg mg mg mg mg mg mg mg 8,500 700 18,500 14,000 50 70 35 s/d 1 kg mg mg mg mg mg mg mg - 29 Lampiran 3. Prosedur analisis proksimat A. Kadar Protein Cara kerja analisa protein dibagai kedalam 3 tahap sebagai berikut : i) Oksidasi Ditimbang 0.5-1 gram bahan dalam alumunium foil, dimasukkan bahan yang telah ditimbang ke dalam labu kjeldhal. Tambahkan 3 gram katalis dan 10 ml H2SO4 pekat untuk mempercepat penguraian. Panaskan dalam rak oksidasi selama 3-4 jam sampai terjadi perubahan warna menjadi hijau bening. Dinginkan, lalu encerkan dengan aquades hingga volume 100 ml digunakan gelas ukur yang kemudian dimasukkan dalam erlenmeyer, setelah itu didestilasi. ii) Destilasi Beberapa tetes H2SO4 dimasukkan ke dalam labu yang sebelumnya telah diisi setengahnya dengan aquades, kemudian didihkan selama 10 menit. Elenmeyer yang berisi 10 ml H2SO4 0.05 N dan 2 tetes larutan indikator disimpan dibawah pipa pembuangan kondensor dengan cara dimiringkan sehingga ujung pipa tenggelam dalam cairan. Dimasukkan 5 ml larutan sampel ke dalam tabung destilasi melalui corong yang telah dibilas dengan aquades. Kemudian masukkan 10 ml NaOH 30% melalui corong dan tutup. Campurkan alkaline dalam labu disuling menjadi uap air selama 10 menit setelah terjadi pengembunan pada kondensor. Labu elenmeyer diturunkan sehingga ujung pipa kondensor berada dileher labu, diatas permukaan larutan. Bilas kondensor dengan akuades selama 1-2 menit. iii) Titrasi Larutan hasil destilasi dititrasi dengan larutan NaOH 0.05 N hingga berubah warna, catat volume titran dan lakukan prosedur yang sama terhadap blanko. Kadar Protein = 0.0007 * × (Vb − Vs ) × 6.25** × 20 × 100% A Notasi : Vb = ml 0.05 N titran NaOH untuk blanko Vs = ml 0.05 N titran NaOH untuk sampel A = bobot sampel (gram) * = setiap ml 0.05 NaOH ekivalen dengan 0.0007 gram N ** = Faktor Nitrogen 30 Lanjutan Lampiran 3. B. Kadar Lemak 1. Labu ekstraksi dipanaskan di dalam oven (110°C) selama 1 jam. Kemudian didinginkan dalam eksikator selama 30 menit dan ditimbang bobot labu tersebut (X1). 2. Sampel ditimbang sebanyak 1-2 gram (A) dan dimasukkan ke dalam tabung filter lalu dipanaskan pada suhu 90-100°C selama 2-3 jam. 3. Tabung filter ditempatkan ke dalam ekstrak dari alat soxchlet. Kemudian disambungkan kondensor dengan labu ekstraksi yang telah diisi 100 ml petrolium eter. 4. Eter dipanaskan pada labu ekstraksi dengan menggunakan water bath pada suhu 70°C selama 16 jam. 5. Labu ekstraksi dipanaskan pada suhu 100°C kemudian ditimbang (X2). Kadar Lemak = X 2 − X1 × 100% A C. Kadar Air 1. Cawan dimasukkan ke dalam oven (110°C) selama 1 jam kemudian dimasukkan ke dalam eksikator selama 30 menit dan ditimbang (X1). 2. Bahan ditimbang 2-3 gram (A). 3. Cawan dan bahan dipanaskan di dalam oven (110°C) selama 4 jam kemudian dimasukkan ke dalam eksikator selama 30 menit dan ditimbang (X2). Kadar Air = ( X 1 + A) − X 2 A × 100% D. Kadar Abu 1. Cawan dimasukkan ke dalam oven (110°C) selama 1 jam kemudian dimasukkan ke dalam eksikator selama 30 menit dan ditimbang (X1). 2. Bahan ditimbang 2-3 gram (A). 3. Cawan dan bahan dipanaskan di dalam oven (600°C) sampai bahan menjadi abu kemudian dimasukkan ke dalam eksikator selama 30 menit dan ditimbang (X2). Kadar Abu = (X 2 − X 1 ) A × 100% 31 Lanjutan Lampiran 3. E. Kadar Serat Kasar 1. Kertas filter dipanaskan dalam oven selama 1 jam pada suhu 110°C, setelah itu didinginkan dalam eksikator (X1). 2. Sampel ditimbang sebanyak 0,5 gram (A) dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml. 3. H2SO4 0,3 N sebanyak 50 ml dimasukkan ke dalam erlenmeyer kemudian dipanaskan selama 30 menit. Setelah itu NaOH 1,5 N sebanyak 25 ml dimasukkan ke dalam erlenmeyer lagi dan dipanaskan selama 30 menit. 4. Larutan dan bahan yang telah dipanaskan kemudian disaring dalam corong Bucher dan dihubungkan pada vaccum pump untuk mempercepat filtrasi. 5. Larutan dan bahan yang ada pada corong Bucher kemudian dibilas secara berturut-turut dengan 50 ml air panas, H2SO4 0.3 N, 50 ml air panas, dan 25 ml aseton. 6. Kertas saring dan isinya dimasukkan ke dalam cawan porselin, lalu dikeringkan selama 1 jam kemudian didinginkan dalam eksikator dan ditimbang (X2). 7. Setelah itu dipanaskan dalam tanur 600°C hingga berwarna putih, didinginkan dalam eksikator dan ditimbang (X3). Kadar Serat Kasar = (X 2 − X 1 − X 3 ) A × 100% 32 Lampiran 4. Komposisi proksimat tubuh ikan lele dumbo. Komposisi Proksimat (%) Protein Awal Rata-rata 15 20 K 12.36 16.53 15.02 13.62 13.84 15.58 2 12.36 3 12.36 13.56 16.92 16.63 16.28 14.63 15.20 16.30 17.10 16.77 16.19 15.67 + 1.84 15.98 + 0.85 14.48 + 0.80 15.75 + 1.70 16.18 + 0.59 1 4.64 6.39 7.05 7.23 6.07 6.08 2 4.64 3 4.64 6.22 6.16 6.20 6.75 7.21 6.70 6.16 6.31 5.95 5.12 6.26 + 0.12 6.67 + 0.43 7.05 + 0.30 6.18 + 0.12 5.72 + 0.52 Rata-rata Kadar air 10 1 Rata-rata Lemak Perlakuan (% tepung ikan) 5 1 77.48 74.76 78.50 77.09 78.20 77.89 2 77.48 3 77.48 75.93 70.07 76.02 74.54 77.09 76.88 78.48 77.02 75.90 75.04 73.59 + 3.10 76.35 + 2.00 77.02 + 0.12 77.90 + 0.78 76.28 + 1.46 33 Lampiran 5. Perhitungan laju pertumbuhan harian, efisiensi pakan, dan kelangsungan hidup ikan lele dumbo selama penelitian. Perlakuan (% tepung ikan) Parameter Bobot ikan awal (g) Bobot ikan akhir (g) 5 10 15 20 K 1 82.91 83.74 81.91 81.53 83.40 2 83.74 81.90 82.66 81.45 83.50 3 82.81 81.45 82.72 83.83 83.68 1 98.72 102.68 118.93 127.84 475.47 2 132.49 104.27 132.35 192.01 305.60 3 130.70 109.54 130.86 122.65 330.55 1 178.67 177.03 205.16 213.72 536.77 2 218.77 203.28 246.89 262.93 386.23 3 206.82 176.56 202.33 216.55 400.54 1 3 2 3 2 0 1 Pakan Ikan : Konsumsi pakan (g) Jumlah Ikan mati (jumlah awal 10 ekor/wadah) EP 2 2 2 2 0 3 2 3 3 2 0 1 90.03 71.99 74.40 69.76 87.03 2 81.16 73.03 70.13 69.93 91.67 3 80.08 78.08 89.48 69.26 80.44 83.76 + 5.46 74.37 + 3.26 78.00 + 10.16 69.65 + 0.35 86.38 + 5.64 1 70.00 80.00 70.00 80.00 100.00 2 80.00 80.00 80.00 100.00 90.00 Rata-rata EP SR (%) 3 Rata-rata SR 80.00 70.00 70.00 80.00 100.00 76.67 + 5.77 76.67 + 5.77 73.33 + 5.77 86.67 + 11.55 96.67 + 5.77 Laju Pertumbuhan Harian 1 1.34 1.07 1.84 1.70 4.45 Individu 2 1.72 1.17 1.75 2.17 3.57 3 1.71 1.65 2.06 1.52 3.49 1.59 + 0.22 1.30 + 0.31 1.88 + 0.16 1.79 + 0.33 3.84 + 0.53 Rata-rata α 34 Lampiran 6. Perhitungan Retensi Protein. Perlakuan (% tepung ikan) Parameter Bobot ikan awal (g) Bobot ikan akhir (g) 5 10 15 20 K 1 82.91 83.74 81.91 81.53 83.40 2 83.74 81.90 82.66 81.45 83.50 3 82.81 81.45 82.72 83.83 83.68 1 98.72 102.68 118.93 127.84 475.47 2 132.49 104.27 132.35 192.01 305.60 3 130.70 109.54 130.86 122.65 330.55 Protein Ikan : Protein tubuh awal (g) 1 12.36 12.36 12.36 12.36 12.36 2 12.36 12.36 12.36 12.36 12.36 3 12.36 12.36 12.36 12.36 12.36 1 16.53 15.02 13.62 13.84 15.58 2 13.56 16.63 14.63 16.30 16.77 3 16.92 16.28 15.20 17.10 16.19 1 10.25 10.35 10.13 10.08 10.31 2 10.35 10.12 10.22 10.07 10.32 3 10.24 10.07 10.23 10.36 10.34 1 16.32 15.43 16.19 17.70 74.09 2 17.97 17.34 19.37 31.29 51.24 3 22.11 17.84 19.89 20.97 53.50 Jumlah Protein 1 6.07 5.07 6.07 7.62 63.78 disimpan dalam tubuh 2 7.62 7.22 9.15 21.22 40.91 3 11.87 7.77 9.67 10.61 43.16 1 178.67 177.03 205.16 213.72 536.77 2 218.77 203.28 246.89 262.93 386.23 3 206.82 176.56 202.33 216.55 400.54 1 26.00 26.22 25.99 25.93 28.83 2 26.00 26.22 25.99 25.93 28.83 3 26.00 26.22 25.99 25.93 28.83 Jumlah Protein Pakan 1 46.45 46.42 53.32 55.43 154.74 yang dikonsumsi ikan (g) 2 56.88 53.31 64.17 68.19 111.34 3 53.77 46.30 52.59 56.16 115.47 1 13.07 10.93 11.38 13.74 41.22 2 13.39 13.54 14.26 31.12 36.75 3 22.08 16.78 18.38 18.89 37.38 16.18 + 5.11 13.75 + 2.93 14.67 + 3.52 21.25 + 8.93 38.45 + 2.42 Protein tubuh akhir (g) Protein tubuh total awal (g) Protein tubuh total akhir (g) Pakan Ikan : Konsumsi pakan (g) Kadar Protein Pakan (%) Retensi Protein (%) Rata-rata 35 Lampiran 7. Perhitungan Retensi Lemak. Perlakuan (% tepung ikan) Parameter Bobot ikan awal (g) Bobot ikan akhir (g) 5 10 15 20 K 1 82.91 83.74 81.91 81.53 83.40 2 83.74 81.90 82.66 81.45 83.50 3 82.81 81.45 82.72 83.83 83.68 1 98.72 102.68 118.93 127.84 475.47 2 132.49 104.27 132.35 192.01 305.60 3 130.70 109.54 130.86 122.65 330.55 1 4.64 4.64 4.64 4.64 4.64 2 4.64 4.64 4.64 4.64 4.64 3 4.64 4.64 4.64 4.64 4.64 1 6.39 7.05 7.23 6.07 6.08 2 6.22 6.20 7.21 6.16 5.95 3 6.16 6.75 6.70 6.31 5.12 1 3.85 3.89 3.80 3.78 3.87 2 3.89 3.80 3.84 3.78 3.87 3 3.84 3.78 3.84 3.89 3.88 1 6.31 7.24 8.60 7.76 28.93 2 8.24 6.47 9.55 11.83 18.20 3 8.05 7.39 8.77 7.74 16.93 Lemak Ikan : Lemak tubuh awal (g) Lemak tubuh akhir (g) Lemak tubuh total awal (g) Lemak tubuh total akhir (g) Jumlah Lemak 1 2.47 3.35 4.80 3.98 25.06 disimpan dalam tubuh 2 4.35 2.67 5.71 8.05 14.32 3 4.21 3.61 4.93 3.85 13.05 1 178.67 177.03 205.16 213.72 536.77 2 218.77 203.28 246.89 262.93 386.23 3 206.82 176.56 202.33 216.55 400.54 1 4.33 4.51 4.14 4.53 6.03 2 4.33 4.51 4.14 4.53 6.03 3 4.33 4.51 4.14 4.53 6.03 Jumlah Lemak Pakan 1 7.73 7.98 8.49 9.68 32.37 yang dikonsumsi ikan (g) 2 9.46 9.16 10.22 11.91 23.29 3 8.95 7.96 8.37 9.81 24.16 Pakan Ikan : Konsumsi pakan (g) Kadar Lemak Pakan (%) Retensi Lemak (%) 1 31.90 42.00 56.52 41.08 77.42 2 45.97 29.13 55.92 67.61 61.49 3 Rata-rata 47.04 45.37 58.88 39.28 54.02 41.64 + 8.45 38.83 + 8.57 57.10 + 1.56 49.32 + 15.86 64.31 + 11.95 36 Lampiran 8. Analisa ragam dan uji lanjut Duncan untuk bobot biomass rata-rata akhir. ANOVA biomass Sum of Squares Between Groups Within Groups Total df Mean Square 147130.546 4 36782.637 20668.000 10 2066.800 167798.546 14 F Sig. 17.797 .000 biomass Duncan Subset for alpha = .05 pakan 2,00 N 1 2 3 105.4967 1,00 3 120.6367 3,00 3 127.3800 4,00 3 147.5000 5,00 3 370.5400 Sig. .316 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. Lampiran 9. Analisa ragam dan uji lanjut Duncan untuk jumlah konsumsi pakan. ANOVA JKP Sum of Squares 132834.62 9 17895.963 150730.59 3 Between Groups Within Groups Total df Mean Square 4 33208.657 10 1789.596 14 JKP Duncan Subset for alpha = .05 Pakan 2,00 N 1 2 3 185.6233 1,00 3 201.4200 3,00 3 218.1267 4,00 3 231.0667 5,00 3 Sig. 441.1800 .248 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. F 18.557 Sig. .000 37 Lampiran 10. Analisa ragam dan uji lanjut Duncan untuk laju pertumbuhan harian. ANOVA LPH Sum of Squares 12.176 Between Groups Within Groups Total df 4 Mean Square 3.044 1.130 10 .113 13.305 14 F 26.945 Sig. .000 LPH Duncan Subset for alpha = .05 Pakan 2,00 N 1 2 3 1.2967 1,00 3 1.5900 4,00 3 1.7967 3,00 3 1.8833 5,00 3 Sig. 3.8367 .074 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. Lampiran 11. Analisa ragam dan uji lanjut Duncan untuk efisiensi pakan. ANOVA EP Sum of Squares df Mean Square Between Groups 556.071 4 139.018 Within Groups 351.459 10 35.146 Total 907.530 14 EP Duncan Subset for alpha = .05 pakan 4,00 3 1 69.6500 2,00 3 74.3667 74.3667 3,00 3 78.0033 78.0033 78.0033 1,00 3 83.7567 83.7567 5,00 3 Sig. N 2 3 86.3800 .130 .093 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. .129 F 3.955 Sig. .035 38 Lampiran 12. Analisa ragam dan uji lanjut Duncan untuk retensi protein. ANOVA RP Sum of Squares Between Groups Within Groups Total df Mean Square 1260.869 4 315.217 265.294 10 26.529 1526.163 14 F 11.882 Sig. .001 RP Duncan Subset for alpha = .05 Pakan 2,00 N 3 1 13.7500 3,00 3 14.6733 1,00 3 16.1800 4,00 3 21.2500 5,00 3 Sig. 2 38.4500 .127 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. Lampiran 13. Analisa ragam dan uji lanjut Duncan untuk retensi lemak. ANOVA RL Between Groups Sum of Squares 1350.257 Within Groups Total df 4 Mean Square 337.564 1083.516 10 108.352 2433.773 14 RL Duncan Subset for alpha = .05 Pakan 2,00 3 1 38.8333 1,00 3 41.6367 4,00 3 49.3233 49.3233 3,00 3 57.1067 57.1067 5,00 3 Sig. N 2 64.3100 .073 .123 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. F 3.115 Sig. .066 39 Lampiran 14. Analisa ragam dan uji lanjut Duncan untuk kelangsungan hidup. ANOVA SR Sum of Squares Between Groups Within Groups Total df Mean Square 1106.667 4 276.667 533.333 10 53.333 1640.000 14 F Sig. 5.188 .016 SR Duncan Subset for alpha = .05 Pakan 3,00 N 3 1 73.3333 1,00 3 76.6667 2,00 3 76.6667 4,00 3 86.6667 5,00 3 2 86.6667 96.6667 Sig. .064 .124 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. Lampiran 15. Analisa ragam dan uji lanjut Duncan untuk kadar protein tubuh akhir. ANOVA KPT Sum of Squares Between Groups df Mean Square 5.253 4 1.313 Within Groups 15.950 10 1.595 Total 21.203 14 KPT Duncan Subset for alpha = .05 Pakan 3,00 3 1 14.4833 1,00 3 15.6700 4,00 3 15.7467 2,00 3 15.9767 5,00 3 16.1800 Sig. N .161 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. F Sig. .823 .539 40 Lampiran 16. Analisa ragam dan uji lanjut Duncan untuk kadar lemak tubuh akhir. ANOVA KLT Sum of Squares 3.065 Between Groups df 4 Mean Square .766 .115 Within Groups 1.152 10 Total 4.217 14 F 6.648 Sig. .007 KLT Duncan Subset for alpha = .05 Pakan 5,00 N 1 2 3 3 5.7167 4,00 3 6.1800 6.1800 1,00 3 6.2567 6.2567 2,00 3 3,00 3 6.6667 6.6667 7.0467 Sig. .092 .124 .200 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. Lampiran 17. Analisa ragam dan uji lanjut Duncan untuk kadar air tubuh akhir. ANOVA KAT Sum of Squares 31.285 Between Groups df 4 Mean Square 7.821 3.276 Within Groups 32.760 10 Total 64.045 14 KAT Duncan Subset for alpha = .05 Pakan 1,00 N 1 2 3 73.5864 5,00 3 76.2781 76.2781 2,00 3 76.3503 76.3503 3,00 3 77.0201 77.0201 4,00 3 Sig. 77.9029 .055 .329 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. F 2.387 Sig. .121