Titin Nur Hidayati, Pendekatan Kasih Sayang PENDEKATAN KASIH SAYANG: Solusi Pengembangan Karakter Terpuji dan Akhlak Mulia dalam Diri Anak Didik Oleh: Titin Nurhidayati1 ABSTRAK Pada dasarnya setiap orang tua mendambakan anak-anak yang cerdas dan berprilaku baik dalam kehidupan sehari-harinya, sehingga mereka kelak akan menjadi anak-anak yang unggul dan tangguh menghadapi berbagai tantangan di masa depan. Namun perlu disadari bahwa generasi unggul semacam demikian ini tidak akan tumbuh dengan sendirinya. Mereka sungguh memerlukan lingkungan subur yang sengaja diciptakan untuk itu, yang memungkinkan potensi anak-anak itu dapat tumbuh optimal sehingga menjadi lebih sehat, cerdas dan berprilaku baik. Suasana penuh kasih sayang, mau menerima anak sebagaimana adanya, menghargai potensi anak, memberi rangsangan-rangsangan yang kaya untuk segala aspek perkembangan anak, baik secara kognitif, afektif maupun psikomotorik, semua sungguh merupakan jawaban nyata bagi tumbuhnya generasi unggul di masa yang akan datang. Key Word: Pendekatan Kasih Sayang, Karakter Terpuji, Akhlaq Mulia Pendahuluan Pendidikan nasional bertujuan membentuk manusia Indonesia seutuhnya dan berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional. Sehubungan dengan tujuan tersebut, pemerintah senantiasa berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan dasar agar dapat menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang Dosen Tetap Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Falah As-Sunniyyah (STAIFAS) Kencong Jember. 1 1 JURNAL FALASIFA. Vol. 2 No. 2 September 2011 berkualitas dan berbobot serta membangun watak bangsa (Nation Character Building). Pada era globalisasi ini banyak terjadi berbagai pergeseran nilai yang tumbuh di masyarakat, seperti perubahan nilai-nilai teoretis, sosial, ekonomi dan kekuasaan. Namun sangat disayangkan dalam dunia pendidikan hanya sedikit terpengaruh oleh perubahan nilai tersebut, terutama dalam hal hubungan antara guru dan siswa masih menganut gaya feodal. Hal ini ditunjukkan dengan masih banyaknya di jumpai guru-guru yang sangat membatasi diri anak didiknya hanya karena takut kewibawaannya sebagai guru jatuh. Padahal kewibawaan guru bukan ditentukan oleh kedekatannya dengan anak didik, tetapi lebih ditentukan oleh kepandaiannya menempatkan diri dalam fungsinya sebagai pendidikan. Dengan kata lain, bila dalam melaksanakan tugasnya guru bersikap adil dan bijaksana dalam segala aspek yang berhubungan dengan proses pembelajaran, maka sudah pasti anak didik akan tetap hormat dan segan kepada guru tersebut. Dengan demikian, demi kemajuan pendidikan di masa mendatang sudah saatnya guru-guru berusaha mengubah cara pembelajarannya dengan menerapkan pendekatan hubungan sosial dengan siswa. Guru yang diharapkan di masa mendatang adalah guru yang dapat berkedudukan sebagai pendidik, sahabat, dan orang tua bagi anak didiknya. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Muchalal (14 Mei 2000) bahwa guru adalah seorang aktor yang harus dapat menghayati peran yang dibebankan kepadanya, kapan ia harus berperan sebagai guru, sahabat ataupun orangtua bagi anak didiknya. Dengan demikian bila peran-peran dapat dimainkan dengan baik, maka anak didik sebagai penonton akan terkesan. Perasaan terkesan pada guru menyebabkan anak didik antusias dan bersemangat dalam mengikuti proses pembelajaran. Hal ini akan membawa dampak positif bagi peningkatan prestasi belajarnya, sebab kesan yang mendalam dapat memunculkan minat untuk mengkaji materi yang disampaikan guru. Adanya minat menyebabkan timbulnya kegembiraan dalam belajar yang akhirnya pikiran mereka terkonsentrasi pada pelajaran.2 Inilah tujuan yang diharapkan terwujud bila pendekatan kasih sayang diterapkan dalam proses pembelajaran. Apalagi di era globalisasi saat ini dimana anak didik sangat mudah dipengaruhi oleh lingkungan, terutama lingkungan pergaulan mereka di sekolah dan di masyarakat. Dengan pendekatan kasih sayang dimungkinkan anak didik menganggap guru sebagai tempat mengadukan berbagai persoalan yang mereka hadapi, sehingga pelarian yang negatif dapat diantisipasi. The lieng Gie, Cara Belajar yang Efisien, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1982), 9. 2 2 Titin Nur Hidayati, Pendekatan Kasih Sayang Pendekatan kasih sayang Anak didik selain sebagai makhluk individu juga sebagai makhluk sosial yang selalu berhubungan dengan manusia lain, baik dilingkungan keluarga, masyarakat maupun sekolah.3 Oleh karena itu, seseorang guru perlu memperlakukannya sesuai dengan kedudukannya, dalam artian guru perlu menyadari bahwa keberhasilan dan prestasi belajar mereka dapat tercapai bukan hanya disebabkan oleh kecerdasan dan faktor intern lainnya, tetapi juga dipengaruhi oleh hubungan sosialnya dengan guru (faktor ekstern).4 Anak didik pada pembawaan guru yang ramah dan dapat diajak bicara akan menumbuhkan motivasi pada materi yang diajarkan, sehingga berakibat positif bagi keberhasilan proses belajarnya. Menurut Arief Rahman seorang pendidik sangat cocok bila memiliki kemampuan empati, yaitu kemampuan untuk menangkap sinyal-sinyal yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang diperlukan dan dikehendaki orang lain. Dengan kemampuan ini diharapkan seorang guru dapat cepat tanggap dan peka terhadap keadaan anak didiknya dan berusaha menolongnya.5 Hal ini sesuai dengan tugas guru sebagai pengajar, sebab menurut Alvin W . howard mengajar merupakan aktifitas untuk mencoba menolong atau membimbing seseorang untuk mengubah dan mengembangkan kecakapan, sikap, cita-cita, apresiasi,dan pengetahuan.6 Kemampuan empati dapat dimiliki bila dalam pelaksanaan tugas, guru sering berkomunikasi dan memperhatikan anak didiknya dengan seksama. Berbeda hanya dengan guru yang hanya mementingkan penyampaian materi, yang kemungkinan besar tidak mengetahui nama anak didiknya, apalagi mengetahui keadaanya. Di dalam Islam seorang pendidik (guru) disebut dengan muallim, yang memiliki beberapa karakteristik antara lain: a. Kasih sayang pada anak didiknya. b. Lemah lembut. c. Rendah hati dan tidak riya’. d. Memberikan uswah hasanah. e. Konsekuensi atau sesuai antara perkataan dan perbuatannya. f. Seorang pendidik hendaknya ikhlas dan tidak riya dalam melaksanakan tugasnya. Syaiful Bahri, D. dan Asuran Zain, Strategi Belajar Mengajar. (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), 203. 4 Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi, (Jakarta: Bina Aksara, 1995), 54. 5 Arief Rahman, “Mendampingi Anak Menyongsong Milenium 3.Makalah pada Seminar Sehari NOVA, tanggal 19 Agustus 1999. 6 Suhardjo Program Akademik Universitas 11 Maret dan Perguruan Tinggi pada umumnya. Makalah pada dies natalis ke-14 UNS Surakarta tahun 1990, 3. 3 3 JURNAL FALASIFA. Vol. 2 No. 2 September 2011 g. Seorang pendidik hendaknya bersikap pemaaf dan memaafkan kesalahan orang lain (terutama terhadap peserta didiknya), sabar dan sanggup menahan amarah, senantiasa membuka diri dan menjaga kehormatannya. h. Seorang pendidik hendaknya mampu mencintai peserta didiknya sebagaimana ia mencintai anaknya sendiri (bersifat keibuan dan kebapakan). i. Seorang pendidik hendaknya mengetahui karakter peserta didiknya seperti: pembawaan, kebiasaan, perasaan, dan berbagai potensi yang dimilikinya. j. Seorang pendidik hendaknya menguasai pelajaran yang diajarkannya dengan baik dan professional.7 Guru adalah orang tua di sekolah sekaligus sebagai sahabat berbagi problema. Akan tetapi hasil pendekatan guru pada anak didiknya amat tergantung pada guru yang bersangkutan. Seorang guru hendaknya memiliki kepekaan berpikir, pengetahuan psikologis tentang mereka serta mampu berkomunikasi secara bersahabat tanpa menimbulkan rasa menggurui.8 Selain itu guru harus mampu mengikuti perkembangan gejolak remaja masa kini, sehingga pembinaan terhadap anak didiknya relevan dengan zamannya (era globalisasi). Pendekatan dalam proses pembelajaran yang mengutamakan nilainilai humanistik sebagai landasannya disebut pendekatan kasih sayang pendekatan ini sangat tepat diterapkan di era globalisasi, mengingat banyaknya anak didik yang kurang mendapatkan perhatian di rumah. Dengan pendekatan kasih sayang diharapkan anak didik mengganggap guru sebagai tempat pelarian untuk menumpahkan segala permasalahan yang dihadapi, sehingga mereka tidak lari pada hal-hal yang negatif, seperti minum minuman keras, narkoba, dan pergaulan bebas yang amoral. Pendekatan kasih sayang ini dapat ditunjukkan oleh guru melalui perbincangan santai di sela-sela waktu istirahat ataupun dengan penyampaian materi yang tidak terlalu formal. Sebagai contoh konkrit, antara lain: guru selalu bersikap ramah pada anak didiknya tanpa memandang perbedaan di antara mereka, guru tidak terlalu sering marah tanpa alasan yang kuat, menanyakan keadaan anak didik yang sakit kepada anak didik lain (kalu perlu menengok), selalu tanggap dengan perubahan sikap anak didik. Dengan demikian kesan bahwa guru adalah sosok yang angker, angkuh dan menakutkan akan berangsur-angsur hilang dan Atiyah Al-Abrasy, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Terjemah Bustami A Gana dan Jahar Bahri. (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), 137. 8 Majalah Intisari, Menjadi Orangtua Efektif, (Edisi Agustus: PT Gramedia, 1994), 72. 7 4 Titin Nur Hidayati, Pendekatan Kasih Sayang muncul pandangan baru berupa kesan bahwa guru merupakan sosok yang dapat di jadikan teladan (pendidik), sahabat, sekaligus orangtua di sekolah. Menurut Dirjen UNESCO Federico Mayor dalam pengantar buku terbitan UNESCO (1996) menyatakan bahwa hanya ada satu pedagogi, yaitu pedagogi kasih sayang. Pernyataan ini didukung Martin Cetron (1996) yang mengemukakan kasih sayang sebagai dasar pendidikan. Apabila guru sudah kehilangan pada anak didiknya, maka berarti pendidikan mulai kehilangan jati dirinya. Oleh karena itu bagaimanapun canggihnya komputer dalam membantu kegiatan pembelajaran, tetap tak akan dapat menyisihkan peran dan fungsi guru. Dengan demikian proses pembelajaran akan dapat mencapai tujuan secara optimal bila dilandasi oleh kasih sayang guru dalam setiap tindakannya. Di Indonesia, tema sentral dari semangat pendidikan yang dikembangkan para pelopor pendidikan terdahulu, seperti Ki Hajar Dewantara, Ki Syafei, K.H. Achmad Dahlan, K,H, Hasyim Asy’ari adalah kasih sayang.9 Namun demikian sangat disayangkan bahwa ilmu pendidikan modern di era globalisasi ini mulai kehilangan sentuhan kasih sayang dan kepekaan terhadap kebutuhan kasih sayang anak didik. Kebanyakan topiktopik pembicaraan berkisar pada kesempatan metode dan teknik mengajar sedangkan topik yang berbasis pada hubungan anak didik dengan guru sudah tidak popular lagi. Prof. Fuad Hassan ketika menjabat Mendikbud pernah mengajak para pendidik untuk mengangkat kembali tema-tema diskusi, seminar, dan cara-cara ilmiah lainnya mengenai kasih sayang, cinta, perhatian, dan kepedulian pendidikan pada anak didiknnya. Beliau yakin dengan melalui kasih sayang yang tulus, maka anak didik dengan mudah dapat diarahkan dan bimbing dalam proses pembelajaran. Ara Tai, seorang anak berumur 12 tahun asal Selandia Baru dalam buku terbitan UNESCO menyatakan bahwa guru yang baik adalah guru yang suka bekerja disertai kasih sayang. Tanpa kasih sayang, semua yang dilakukan guru akan sia-sia belaka. Barangkali yang disampaikan oleh Arai Tai tersebut benar, sebab dengan kasih sayang sangat mudah bagi guru untuk menanamkan ilmu pengetahuan. Dalam hal kasih sayang ada sebuah teladan nabi Muhammad SAW tentang bagaimana memperlakukan bayi dengan kasih sayang meski sebagai anak zina. Diantara bukti yang menunjukkan belas kasihan Nabi kepada bayi dan keinginannya yang sangat agar bayi tumbuh menjadi besar dari air susu ibu. Ketika datang kepada Nabi SAW seorang wanita dari Bani Ghamidiyah yang mengemukakan pengakuannya di hadapan beliau bahwa dirinya telah mengandung dari hasil perbuatan zina, maka Dedi Supriadi, Mengangkat Citra dan Martabat Guru, (Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 1999), 9-10. 9 5 JURNAL FALASIFA. Vol. 2 No. 2 September 2011 Nabi SAW bersabda kepadanya: “Pulanglah kamu sampai kamu melahirkan!” setelah bersalin ia datang lagi seraya menggendong bayinya dan berkata: “Wahai Nabi Allah, bayi ini telah saya lahirkan. “Akan tetapi, Nabi SAW bersabda kepadanya: “Pulanglah kamu: susuilah dia sampai kamu menyapihnya.” Setelah wanita itu menyapihnya, ia datang dengan membawa bayinya yang saat itu dalam keadaan memegang sepotong roti ditangannya, lalu ia berkata: “Wahai Nabi Allah, bayi ini telah saya sapih dan kini dia telah dapat memakan makanan.” Nabi SAW pun memerintahkan agar bayi itu diserahkan kepada salah seorang lelaki dari kaum muslimin dan memerintahkan agar dibuatkan galian sebatas dada untuk menanam tubuh wanita itu, kemudian memerintahkan kepada orang-orang untuk merajamnya dan merekapun segera merajamnya. (Hadist riwayat Muslim, Kitabul Hudud : 3208). 10 Orang yang merenungkan makna hadits ini akan menemukan pesan-pesan yang menakjubkan antara lain: 1. Setelah Nabi SAW merasa yakin bahwa wanita tersebut mengandung dari hasil hubungan zina, beliau tidak memberikan isyarat apapun terhadapnya agar berupaya untuk melakukan aborsi terhadap janin yang dikandungnya, baik masih muda maupun sudah tua. Berbeda halnya dengan apa yang biasa dilakukan oleh orang yang mengandung dari hasil zina pada masa sekarang, yaitu menggugurkan kandungannya, yang hal ini berarti disamping zina, juga membunuh jiwa tanpa alasan yang dibenarkan. 2. Sebaliknya, Nabi SAW memerintahkan kepada wanita tersebut untuk pulang dan tinggal di rumahnya sampai melahirkan kandungannya. 3. Setelah melahirkan Rasulullah SAW memerintahkan kepadanya agar pulang lagi guna menyusui bayinya sampai masa menyapihnya. Wanita itu pun menyusuinya sampai tiba masa penyapihnya, sedang bayinya itu sudah mulai bisa makan roti. Karena kasih sayang ibu ketika menyusuinya memiliki pengaruh besar dalam pembentukan pribadi anak, yaitu ketika dia merasa tenteram dan aman tidak gelisah. 4. Selanjutnya, sebelum melakukan eksekusi hukuman had terhadap wanita tersebut, Nabi SAW terlebih dahulu menyerahkan bayi itu kepada salah seorang di antara kaum muslim untuk memelihara dan mendidiknya. Seperti itulah kisah kasih sayang Nabi SAW pembawa rahmat terhadap anak hasil zina dan keinginannya yang keras agar bayi tak berdosa itu tidak tersia-sia hidupnya, karena dia tidak berdosa dan tidak Jamaal Abdur Rahman, Tahapan Mendidik Anak Teladan Rasulullah, (Bandung: Irsad Baitus Salam, 2005), 55. 10 6 Titin Nur Hidayati, Pendekatan Kasih Sayang pantas bila harus menanggung konsekuensi perbuatan dosa yang telah dilakukan oleh orang lain. Pendekatan Kasih Sayang Untuk Pengembangan Karakter Anak Didik Kasih sayang adalah suatu kosa kata yang sangat indah maknanya. Kata itu dapat diartikan sebagai pemberian perhatian dan bimbingan kepada seseorang tanpa mengharapkan balasan apa pun, seperti kasih sayang orangtua kepada anaknya. Makna ini akan semakin menarik dikaji bila diterapakan dalam dunia pendidikan, sebab dengan pendekatan kasih sayang dalam proses pembelajaran berarti guru-guru memang pantas menyandang gelar pahlawan tanpa tanda jasa.11 Kasih sayang adalah reaksi emosional terhadap seseorang, binatang, atau benda. Hal itu menunjukkan perhatian yang hangat, dan mungkin terwujud dalam bentuk fisik atau kata-kata (verbal). Faktor belajar memainkan peran penting untuk menentukan kepada siapa kasih saying itu ditujukan pada orang atau obyek yang khusus. Anak-anak cenderung paling suka kepada orang yang menyukai mereka dan anak-anak bersikap “ramah-tamah” terhadap orang itu. Kasih sayang mereka terutama ditujukan kepada manusia. “Obyek kasih-sayang” yang berupa binatang atau benda kadang-kadang merupakan pengganti bagi obyek kasih saying kepada manusia. Agar dapat menjadi emosi yang menyenangkan dan dapat menunjang penyesuaian yang baik, kasih sayang yang harus berbalas. Harus ada tali penyambung antara anak-anak dengan orang-orang yang berarti dalam kehidupan mereka. Bossard dan Boll memberi nama pada hubungan yang timbal balik ini sebagai “komplek empati (the empathic complex)”.12 Garrison menekankan kebutuhan keseimbangan dalam hubungan tersebut: Cinta tampak merupakan hal yang timbal balik dan tumbuh terbaik apabila sekaligus diberikan dan juga diterima. Penolakan yang terus menerus di rumah mungkin menyebabkan kemampuan anak untuk memberikan kasih sayang tidak berkembang, atau mungkin menyebabkan dia mencaari kasih sayang dari orang lain di luar rumah. Kasih sayang yang berlebihan dan pemanjaan dapat menimbulkan pengaruh yang tidak diinginkan sebagaimana penolakan atau kekurangan kasih sayang. Oleh karena itu, ada Das Salirawati, Tinjauan Berbagai Aspek Character Building Bagaimana Mendidik Anak Berkarakter, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2008), 50. 12 Cramer, P., & K. A. Hogan, Sex Differences in Verbal and Play Fantasy: Development Psychology (1975), 145-154. 11 7 JURNAL FALASIFA. Vol. 2 No. 2 September 2011 bahaya bahwa kasih sayang berlebih-lebihan terhadap satu atau kedua orang tua akan cenderung meniadakan kasih sayang terhadap teman sebaya.13 Karena kasih sayang anak-anak terhadap orang lain dipengaruhi oleh jenis hubungan yang ada di antara mereka, sehingga dapat dimengerti bahwa kasih sayang anak-anak kepada masing-masing anggota keluarga berbeda. Umumnya anak kecil lebih banyak menaruh kasih sayang kepada ibu daripada kepada ayah karena ibu lebih banyak bergaul dengan mereka, dan sebagai penguasa yang menggariskan peraturan, kurang menekankan disiplin yang ketat dibandingkan dengan ayah. Anak-anak memperlihatkan kasih sayang yang lebih besar terhadap saudara yang memperlihatkan kasih sayang kepada mereka dan tidak mengkritik, menggoda, menggertak atau yang tidak bersikap acuh tak acuh. Di luar rumah juga berlaku prinsip yang sama. Anak-anak menunjukkan kasih sayang yang paling besar terhadap teman sebaya, guru, dan orang dewasa lainnya yang menyukai mereka dan membuktikan kasih sayang ini dengan kata-kata dan perbuatan. Para guru yang menaruh perhatian kepada anak-anak dan bersedia untuk membantu mereka dengan cepat akan merebut kasih sayang mereka. Di dalam kelompok teman sebaya, anak-anak memilih teman yang menyukai dan yang memperlihatkan kasih sayang kepada mereka. Reaksi kasih sayang terutama diperlihatkan dengan perilaku yang ramah tamah penuh perhatian, dan akrab. Bayi yang berusia di bawah 5 bulan terus menerus menatapkan matanya ke wajah seseorang, menyepakkan kaki, mengulurkan dan melambaikan tangan, berusaha mengangkat tubuh, tersenyum dan memalingkan leher mereka. Pada usia 6 bulan, bayi telah cukup mampu mengendalikan gerak lengan untuk menggapai orang yang dicintai. Mereka bereaksi terhadap rangkulan dengan meraih muka dan memegang mulut orang yang dicintai. Setelah berumur satu tahun, anak kecil memperlihatkan kasih sayang kepada orang lain dalam tingkah yang sama tak terkendalikannya dengan tingkat mereka pada saat mengekspresikan emosi lainnya. Mereka memeluk, meraba, membelai, dan mencium orang atau obyek yang mereka cintai. Mencium adalah ekspresi yang jarang dilakukan oleh anak kecil dibandingkan dengan memeluk atau menepuk, meskipun mereka suka dicium oleh orang lain. Anak kecil ingin terus menerus berada bersama orang yang mereka cintai dan mereka mencoba membantu apapun yang dilakukan oleh orang tersebut. 13 8 Elizabeth B. Hurloc,. Child Development, ( London: McGraw-Hill, Inc, 1978), 228. Titin Nur Hidayati, Pendekatan Kasih Sayang Umumnya perilaku yang hampir serupa itu tampak dalam hubungan mereka dengan binatang kesayangan atau mainan. Mainan yang disukai, akan dipeluk atau ditepuk habis-habisan. Binatang kesayangan dipeluk dan dibelai sampai hampir kesesakan. Umumnya anak kecil membawa mainan dan binatang kesayangan yang selalu menjadi sahabat bermain mereka. 14 Pada dasarnya anak didik adalah manusia normal yang mempunyai cita-cita dan masa depan. Menurut Rieny Hasan mereka perlu didampingi tetapi bukan dimata-matai, mereka perlu diberi teladan bukan diajari atau disuruh mendengar, dan mereka perlu dibekali bukan dicekoki (dijejali, red.).15 Pernyataan psikologis tersebut memang tepat, sebab tugas seorang guru bukan guru mendengar sebagai polisi bagi anak didiknya yang bukan sebagi pesuruh, pendengar, ataupun keranjang ilmu. Oleh karena itu, sangat tepat bila dalam proses pembelajaran diterapkan pendekatan kasih sayang. Melalui pendekatan ini anak didik diharapkan dapat merasa bahwa keberadaannya diakui, serta merasakan ketenangan dan kedamaian dalam menerima materi pelajaran. Dengan suasana pembelajaran demikian dimungkinkan dihasilkan prestasi belajar yang lebih baik. Keberhasilan peningkatan prestasi belajar merupakan sesuatu yang diharapkan oleh semua anak didik disamping merupakan pemenuhan kebutuhan spiritual guru, yaitu perasaan puas dan senang atas hasil kerjanya. Selain prestasi belajar, dengan adanya kasih sayang yang tulus dari seorang guru, dalam diri anak akan tumbuh dan berkembang karakter terpuji dan akhlak mulia, karena mereka telah disodori prilaku yang dapat diteladani yang mencerminkan kepribadian yang sesuai dengan norma religious (iman dan taqwa, jujur, ikhlas, dan suka menolong). Hal ini sejalan dengan slogan yang sering kita dengarkan, yaitu”satu teladan lebih daripada 1000 nasihat” dan sesuai pula dengan kurikulum yang baru (KTSP) yang mengingikan terbentuknya sumber daya manusia yang berakhlak mulia, di samping cerdas dan terampil. Guru sebagai salah satu komponen dalam sistem pembelajaran merupakan penentu keberhasilan proses pembelajaran, sebab semua komponen tersebut pengelolaan dan pemberdayaan sangat tergantung pada guru (Depdikbud, 1994). Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pendidik, guru harus berpedoman pada kurikulum yang berlaku. Dengan kurikulum tersebut ruang gerak guru menjadi terbatas dalam hal materi yang harus disampaikan dengan waktu yang tersedia. Namun Ibid, 228. Rieny Hasan (1997). “Mendampingi Anak Menyongsong Milenium 3 Ditinjau dari segi psikologi”. Makalah pada Seminar Sehari NOVA, tanggal 14 Agustus 1999, 3. 14 15 9 JURNAL FALASIFA. Vol. 2 No. 2 September 2011 demikian, bukan berarti adanya kurikulum membatasi guru untuk tidak mementingkan hubungan sosialnya dengan anak didik, karena pendekatan kasih sayang dapat diterapkan di luar jam pelajaran. Dengan demikian, penerapan pendekatan ini sangat tergantung niat guru dalam membantu peningkatan prestasi belajar, serta pertumbuhan dan perkembangan karakter terpuji, maupun akhlak mulia dalam diri anak didik. Ada sebuah rumus singkat SAYANG (Probo, 2008) yang mungkin dapat dijadikan pengingat sederhana untuk pendekatan dalam proses pembelajaran untuk mengembangkan karakter anak: S-apa-senyum-sentuh-serahkan sesuatu untuknya A-mbil hatinya (puji dulu, lalu masukkan pesan atau nilai) Y-akin berhasil dan yakin bermanfaat dan yakin baik sangka A-mati kondisi fisik dan psikis agar terus berguna N-iteni (mencermati), nilai agama (sifat luhur budi) G-erak lagu, gaul. Penutup Dalam proses pembelajaran, banyak metode dan pendekatan yang dapat diterapkan. Pendekatan kasih sayang merupakan salah satu bentuk pendekatan hubungan sosial dalam kaitannya dengan kedudukanya anak didik sebagai makhluk sosial yang memerlukan interaksi dengan guru. Interaksi dan komunikasi yang lancar antara guru dan anak didik dapat tercapai dengan baik bila dalam pelaksanaan tugas, guru menerapkan pendekatan ini yang ditandai dengan keakraban dan keramahan serta kesediaan guru untuk berkomunikasi dengan anak didik. Namun hal itu bukan berarti guru dibatasi untuk bertindak keras pada mereka yang melanggar disiplin. Yang lebih ditekankan pada pemecahan permasalahan adalah dengan bimbingan dan pengarahan yang disampaikan secara halus. Dengan pendekatan kasih sayang diharapkan wibawa guru tidak akan jatuh di mata anak didik asalkan guru mengetahui batasan-batasan kapan harus bertindak sebagai pendidik, sahabat, atau orangtua mereka. Guru yang mampu mengontrol dirinya dan mampu menempatkan diri sesuai dengan kebutuhan anak didiknya, tidak akan diremehkan oleh mereka. Selama guru berjalan pada tempatnya, bersikap adil dan bijaksana dalam segala aspek yang berhubungan dengan proses pembelajaran, tentu anak didik akan tetap hormat dan segan. Kondisi inilah yang mungkin terjadi impian setiap anak didik Indonesia di masa mendatang, sebab di negara-negara yang sudah maju telaah diterapkan pendekatan tersebut, meskipun mereka tidak pernah memperkenalkan sebagai suatu pendekatan. 10 Titin Nur Hidayati, Pendekatan Kasih Sayang DAFTAR PUSTAKA Al-Abrasy, Atiyah,. Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Terjemah Bustami A Gana dan Jahar Bahri. Jakarta: Bulan Bintang, 1970. Cetron, Martin. An American Renaissance in The year 2000, 1994. Depdikbud, Petunjuk Pelaksanaan Dekdikbud, 1994. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Hasan, Rieny, Mendampingi Anak Menyongsong Milenium 3 Ditinjau dari segi psikologi. Makalah pada Seminar Sehari NOVA, tanggal 14 Agustus 1999. Hurlock, Elizabeth B,. Child Development. London: McGraw-Hill, Inc, 1978. Gie, The Liang, Cara belajar yang efesien. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1982. M. Muchalal, Meningkatkan Pembelajaran MIPA di SMU. Makalah seminar Dies Natalis UNY ke XXXVI: 14 Mei 2000. Majalah Intisari, Menjadi Orangtua Efektif. Edisi Agustus: PT Gramedia, 1994. Probosuseno, Meretas Pola Hubungan Kakek-Nenek dan Cucu dalam Mengembangkan Karakter Anak . Yogyakarta: Tiara Wacana, 2008. Rahman, Arief. “Mendampingi Anak Menyongsong Milenium 3’.Makalah pada Seminar Sehari NOVA, tanggal 19 Agustus 1999. Rahman, Jamaal Abdur, Tahapan Mendidik Anak Teladan Rasulullah. Bandung: Irsad Baitus Salam, 2005. Salirawati, Das. Tinjauan Berbagai Aspek Character Building Bagaimana Mendidik Anak Berkarakter. Yogyakarta: Tiara wacana, 2008. Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Bina Aksara, 1995. 11 JURNAL FALASIFA. Vol. 2 No. 2 September 2011 Supriadi, Dedi, Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 1999. Suhardjo, Program Akademik Universitas 11 Maret dan Perguruan Tinggi pada umumnya. Makalah pada dies natalis ke-14 UNS Surakarta, 1990. Syaiful Bahri, D. dan Asuran Zain, Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta, 1997.. UNESCO. What makes a good teacher? Children speak their minds. Paris Cramer, P., & K. A. Hogan. (1975). Sex Differences in Verbal and Play Fantasy. Development Psychology, 1996. 12