INOVASI PEMBELAJARAN SEBAGAI MAGNET BELAJAR Das Salirawati, M.Si PENDAHULUAN Pembelajaran dan belajar adalah dua hal yang tak terpisahkan dan saling berkaitan erat, karena dalam pembelajaran ada unsur belajar, sebaliknya dalam belajar selalu diawali dengan adanya pembelajaran. Oleh karena itu keduanya harus seiring sejalan dalam mengawal anak didik mencapai pemahaman seluruh materi ajar yang ditempuhnya agar berhasil menempuh pendidikan dengan baik. Sejauh ini guru telah banyak mengalami masa kebimbangan setiap kali lahir kurikulum baru. Dalam benak guru, perubahan kurikulum berarti perubahan segala apa yang telah mapan yang telah lama ditekuni, disusun, dan dijalankan. Pikiran ini ada benarnya, karena bila kita renungkan, guru-guru pada masa lalu yang tidak pernah atau jarang mengikuti penataran, lokakarya, seminar, apalagi TOT, justru malah dapat menghasilkan generasi anak didik yang luar biasa baiknya dibandingkan sekarang. Hal ini tidak dapat dipungkiri oleh siapapun. Sebagai contoh, anak didik jaman dahulu lebih baik dalam memahami cara menulis huruf yang benar, cara menghitung tanpa coretan (mencongak), lebih rajin mencatat dan mendengarkan guru, bahkan mereka yang tidak memiliki bukupun tanpa disuruh guru menjadi ahli meringkas dari buku teman, bukan seperti sekarang meringkas sebagai tugas guru kepada anak didik. Ditinjau dari segi afektif, mereka lebih jujur dalam ujian, karena belum ada fotokopi, sehingga setiap kali ulangan soal hanya dibacakan dan anak didik langsung menjawab, lebih tertanam nilainilai afektif yang dalam, yaitu menghormati guru, berbagi sesama teman, menghargai bangsanya melalui lagu-lagu kebangsaan yang hafal di luar kepala. Selain itu dari segi psikomotorik mereka lebih kreatif dan inovatif ketika harus mengerjakan praktikum dan prakarya, bahan apapun dapat digunakan, tidak perlu membeli seperti saat ini. Kita tidak akan mencari dimana letak terjadinya kesalahan dalam sistem pendidikan saat ini, tetapi lebih pada memikirkan apa yang dapat dilakukan guru dengan kondisi seperti ini, agar sisa-sisa nilai pendidikan yang positif jaman dahulu tetap dapat dianut. Bukankah yang kuno belum tentu lebih jelek daripada yang modern ? Selama yang kuno tersebut dapat dimodifikasi sedemikian rupa, maka justru di situlah letak keunggulan pendidikan kita berlandaskan kepribadian bangsa sendiri. Bukan meniru bangsa lain, karena yang maju di negara lain belum tentu tepat dan baik untuk bangsa kita. Mengejar ketertinggalan memang HARUS, tetapi jangan lalu berdiri di awang-awang tanpa menginjak di bumi pertiwi sendiri. Singkat kata, inovasi pembelajaran HARUS kita lakukan, tetapi harus tetap melihat kenyataan di lapangan. Ya ... melihat gurunya, anak 1 didiknya, sarana prasarana sekolah, potensi daerah, dan lain-lain. Dengan demikian inovasi yang dikembangkan dapat dianut dan diterapkan oleh semua sekolah tanpa embel-embel ”tapi dengan syarat ....”. Inovasi yang seperti apakah yang dapat menyembatani hal itu agar benar-benar dapat terwujud ? Mari kita bersama-sama mencoba membahasnya. INOVASI PEMBELAJARAN Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (1997), inovasi berarti penemuan sesuatu yang baru atau berbeda dengan sesuatu yang sudah ada sebelumnya. Sedangkan inovatif adalah bersifat memperkenalkan sesuatu yang baru. Pembelajaran adalah suatu proses kegiatan yang berupaya membelajarkan anak didik. Jadi, inovasi pembelajaran adalah suatu aktivitas memperkenalkan sesuatu yang baru dalam upaya membelajarkan anak didik, atau memperkenalkan sesuatu yang baru ketika melakukan transfer pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai pada anak didik. Pengertian “berbeda” bukan berarti benar-benar sesuatu yang baru, tetapi kita dapat mengambil sesuatu yang sudah lama kemudian dimodifikasi sedemikian rupa hingga menjadi sesuatu yang baru yang belum pernah diperkenalkan pada anak didik. Inovasi pembelajaran dapat dilakukan terhadap semua komponen pembelajaran, seperti metode, pendekatan, sarana prasarana, kurikulum, media, lingkungan belajar. Dalam inovasi pembelajaran, kita mengenal adanya PAKEM, yaitu Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan, tetapi kita perlu menambahkan satu lagi, yaitu pembelajaran inovatif, sehingga menjadi PAIKEM dengan I di tengah sebagai Inovatif. Prinsip pembelajaran PAIKEM ini sangat sesuai dengan yang diinginkan dalam KTSP. Kelima bentuk pembelajaran tersebut dapat dikemas dan dimunculkan dalam setiap proses pembelajaran, baik sendiri-sendiri maupun gabungan diantaranya. Namun demikian, mengingat ruang gerak guru sangat dibatasi oleh alokasi waktu jam pelajaran di sekolah yang harus berbagi dengan mata pelajaran yang lain, maka hal yang sangat sulit bagi seorang guru untuk menerapkan kelima bentuk pembelajaran tadi secara bersamasama. Oleh karena itu, seorang guru tidak harus memaksakan diri untuk menerapkan kelimanya, tetapi setiap kali pertemuan menerapkan salah satu diantaranya sudah berarti bahwa guru tersebut melakukan inovasi pembelajaran. Dalam penciptaan inovasi pembelajaran yang terpenting adalah kemauan dan keinginan guru untuk mengubah image belajar sebagai suatu keterpaksaan menjadi suatu kebutuhan, dengan cara membawa anak didik menikmati sisi-sisi keindahan dan kemenarikan dari suatu materi pelajaran yang sedang dipelajarinya. Hal ini hanya dapat dilakukan bila guru melakukan inovasi pembelajaran menggunakan prinsip pembelajaran bermakna dan menyenangkan (meaningful learning dan joyful learning). Sesuai dengan 2 pendapat Ausubel (1991) bahwa belajar akan bermakna jika anak didik dapat mengaitkan konsep yang dipelajari dengan konsep yang sudah ada dalam struktur kognitifnya, dan pendapat Bruner (1991) yang menyatakan belajar akan berhasil lebih baik jika selalu dihubungkan dengan kehidupan orang yang sedang belajar (anak didik). Secara logika dapat dipahami, bahwa kita pasti akan belajar serius bila isi dari yang dipelajari ada kaitannya dengan kehidupan kita sehari-hari dan kata-kata atau kalimat yang didengar sudah familiar di kepala kita. Melalui inovasi pembelajaran inilah, diharapkan ada perbaikan praktik pembelajaran ke arah yang lebih baik. Perubahan ini tidak harus terjadi secara draktis, tetapi perlahan-lahan tetapi pasti. Perbaikan pada proses sangat penting agar keluaran yang dihasilkan benar-benar berkualitas. PEMBELAJARAN AKTIF Anak didik belajar, 10% dari apa yang dibaca, 20% dari apa yang didengar, 30% dari apa yang dilihat, 50% dari apa yang dilihat dan didengar, 70% dari apa yang dikatakan, dan 90% dari apa yang dikatakan dan dilakukan (Sheal, Peter, 1989). Pernyataan tersebut nampak sejalan dengan yang diharapkan dalam KTSP, yang menginginkan siswa mencapai suatu kompetensi tertentu yang dapat dikomunikasikan dan ditampilkan. Kurikulum terbaru kita menginginkan adanya perubahan pembelajaran dari teacher centered ke student centered. Perubahan ini tentunya tidak semudah diucapkan, karena pola pembelajaran kita sudah terbiasa dengan cara guru menjelaskan dan menyampaikan informasi, sedangkan siswa lebih banyak menerima. Namun bukan berarti kita pesimis dengan perubahan tersebut, tetapi mungkin pencapaian perubahan ini memerlukan waktu yang tidak sebentar. Bagaimanapun habits yang sudah terbentuk lama, untuk mengubahnya perlu kesungguhan dan kemauan yang tinggi dari seluruh komponen yang terlibat dalam sistem pembelajaran. Kita telah mengenal lama istilah CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif), dan sekarang istilah ini dimunculkan kembali. Hal yang sangat wajar bila dalam pembelajaran anak didik diharuskan lebih aktif, karena tidak mungkin seorang guru mampu mengajarkan secara mendalam dan klasikal di hadapan mereka yang heterogen. Hal ini sejalan dengan pendapat Laster (1985) yang menyatakan bahwa dalam proses pembelajaran seharusnya lebih ditekankan pada belajar bukan mengajar. Pembelajaran aktif artinya pembelajaran yang mampu mendorong anak didik aktif secara fisik, sosial, dan mental untuk memahami dan mengembangkan kecakapan hidup menuju belajar yang mandiri, atau pembelajaran yang menekankan keaktifan anak didik untuk mengalami sendiri, berlatih, beraktivitas dengan menggunakan daya pikir, emosional, dan keterampilannya. Melalui pembelajaran aktif diharapkan anak didik akan 3 lebih mampu mengenal dan mengembangkan kapasitas belajar dan potensi yang dimilikinya. Selain itu, mereka secara penuh dan sadar dapat menggunakan potensi sumber belajar yang terdapat di sekitarnya, lebih terlatih untuk berprakarsa, berpikir secara sistematis, kritis, tanggap, sehingga dapat menyelesaikan masalah sehari-hari melalui penelusuran informasi yang bermakna baginya. Guru yang aktif adalah guru yang memantau kegiatan belajar anak didik, memberi umpan balik, mengajukan pertanyaan yang menantang, dan memperbanyak gagasan anak didik untuk dapat dimunculkan. Sedangkan anak didik yang aktif adalah mereka yang sering bertanya, mengemukakan pendapat, mempertanyakan gagasan orang lain dan gagasannya sendiri, dan aktif melakukan suatu kegiatan belajar (Mel Silberman, 2002). Sayangnya, sebagian guru kurang mampu mengajukan pertanyaan yang menantang kepada anak didik, sehingga pembelajaran aktifpun jarang tercipta. Hal ini kemungkinan disebabkan berbagai hal, seperti alasan klise karena dikejar waktu untuk menyelesaikan materi hingga tak sempat berpikir ke arah itu, ketidaksiapan guru itu sendiri untuk membuat dan menjawab pertanyaan menantang. Padahal dengan pertanyaan menantang sudah pasti anak didik kita terpacu dan termotivasi untuk mencari jawaban dan itu berarti aktivitas belajar mereka semakin tinggi dan wawasan pengetahuannya akan selalu bertambah dari hari ke hari. PEMBELAJARAN INOVATIF DAN KREATIF Setiap manusia secara normal pasti memiliki ketertarikan dan rasa ingin tahu yang tinggi terhadap sesuatu yang baru. Demikian juga anak didik, jika dalam pembelajaran disuguhi sesuatu yang baru pasti akan timbul semacam energi baru dalam mengikuti pelajaran. Dengan kata lain, sesuatu yang baru mampu bertindak seperti magnet yang menarik minat dan motivasi anak didik untuk mengikutinya. Pembelajaran inovatif adalah pembelajaran dengan memperkenalkan sesuatu yang berbeda yang belum dialami dari sebelumnya. Sesuatu yang baru tidak identik dengan sesuatu yang mahal. Apa yang nampaknya sepele, bisa saja mampu membuat pembelajaran lebih hidup hanya karena sang guru mampu melakukan inovasi. Kreatif adalah cara berpikir yang mengajak kita keluar dan melepaskan diri dari pola umum yang sudah terpateri dalam ingatan. Pembelajaran kreatif adalah pembelajaran yang mengajak anak didik untuk mampu mengeluarkan daya pikir dan daya karsanya untuk menciptakan sesuatu yang di luar pemikiran orang kebanyakan. Untuk dapat menciptakan pembelajaran inovatif maupun kreatif diperlukan tiga sifat dasar yang harus dimiliki anak didik maupun guru, yaitu peka, kritis, dan kreatif terhadap fenomena yang ada di sekitarnya. Peka artinya orang lain tidak dapat melihat 4 keterkaitannya dengan konsep yang ada dalam otak, tetapi kita mampu menangkapnya sebagai fenomena yang dapat dijelaskan dengan konsep yang kita miliki. Kritis artinya fenomena yang tertangkap oleh mata kita mampu diolah dalam pikiran hingga memunculkan berbagai pertanyaan yang menggelitik kita untuk mencari jawabannya. Kreatif artinya dengan kepiawaian pola pikir kita didasari pemahaman yang mendalam tentang konsep-konsep tertentu lalu kita berusaha menjelaskan atau bahkan menciptakan suatu aktivitas yang mampu menjelaskan fenomena tersebut kepada diri sendiri atau orang lain. Sebagai contoh, seorang guru SD dapat meminta anak didiknya menyimpulkan sifat benda cair hanya dengan meminta seluruh anak didiknya mengisi air ke dalam gelas plastik yang beraneka ragam bentuknya. Seorang guru IPS SMP dapat saja menanamkan pemahaman jenis-jenis motif ekonomi dengan membuat sosiadrama yang dimainkan oleh anak didiknya kemudian ditebak oleh setiap anak. Demikian juga guru IPA dapat menciptakan kegiatan yang baru dalam menjawab mengapa telur itik yang lebih banyak dibuat telur asin dengan prinsip IPA yang telah dipelajari. Guru yang kreatif dan inovatif adalah guru yang mampu mengembangkan kegiatan yang beragam di dalam dan di luar kelas, membuat alat bantu / media sederhana yang dapat dibuat sendiri oleh anak didiknya. Demikian pula anak didik yang kreatif dan inovatif mampu merancang sesuatu, menulis dan mengarang, dan membuat refleksi terhadap semua kegiatan yang dilakukannya. PEMBELAJARAN EFEKTIF Efektif memiliki makna tepat guna, artinya sesuatu yang memiliki efek / pengaruh terhadap yang akan dicapai / dituju. Pembelajaran efektif artinya pembelajaran yang mampu mencapai kompetensi yang telah dirumuskan, pembelajaran dimana anak didik memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Pembelajaran dikatakan efektif jika terjadi perubahan pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Adapun ciri-ciri pembelajaran efektif diantaranya tercapainya tujuan yang diharapkan, anak didik menguasai keterampilan yang ditargetkan. Belajar dan mengajar akan efektif jika anak didik aktif dan semua aktivitas pembelajaran berpusat pada anak didik. Hal ini karena pembelajaran yang berpusat pada anak didik akan mampu menimbulkan minatnya dan secara tidak langsung mereka memahami konsep dan kaitannya dengan aspek-aspek kehidupan. PEMBELAJARAN MENYENANGKAN Saat ini di berbagai negara sedang trend dan semangat mengembangkan joyful learning dan meaningful learning, yaitu dengan menciptakan kondisi pembelajaran 5 sedemikian rupa sehingga anak didik menjadi betah di kelas karena pembelajaran yang dijalani menyenangkan dan bermakna. Mereka merasakan bahwa pembelajaran yang dijalani memberikan perbedaan dalam basis pengetahuan yang ada di pikirannya, berbeda dalam memandang dunia sekitar, dan merasakan memperoleh sesuatu yang lebih dari apa yang telah dimilikinya selama ini. Sebagai bangsa yang ingin maju dalam era globalisasi yang kompetitif ini tentunya kita juga ingin merasakan pembelajaran yang demikian. Semua mata pelajaran dapat dibuat menjadi menyenangkan, tergantung bagaimana niat dan kemauan guru untuk menciptakannya. Pembelajaran yang dikemas dalam situasi yang menyenangkan, jenaka, dan menggelitik sangat diharapkan oleh anak didik saat ini yang sangat rawan stres karena saratnya materi ajar yang harus dikuasai. Penelitian terhadap beberapa anak-anak sekolah di dunia yang diadakan UNESCO menunjukkan sebagian dari mereka menginginkan belajar dengan situasi yang menyenangkan (Dedi Supriadi, 1999). Pembelajaran menyenangkan artinya pembelajaran yang interaktif dan atraktif, sehingga anak didik dapat memusatkan perhatian terhadap pembelajaran yang sedang dijalaninya. Penelitian menunjukkan bahwa ketika seorang guru menguraikan dan menjelaskan suatu materi tanpa ada selingan dan anak didik hanya mendengarkan, melihat, dan mencatat, maka perhatian dan konsentrasi mereka akan menurun secara draktis setelah 20 menit. Keadaan ini semakin parah jika guru tidak menyadari dan pembelajaran hanya berjalan monoton dan membosankan (Tjipto Utomo dan Kees Ruijter, 1994). Lebih lanjut dikemukakan, keadaan ini dapat diatasi apabila guru menyadari lalu mengubah pembelajarannnya menjadi menyenangkan dengan cara memberi selingan aktivitas atau humor. Tindakan ini secara signifikan berpengaruh meningkatkan kembali perhatian dan konsentrasi anak didik yang relatif besar. Pembelajaran menyenangkan adalah pembelajaran yang membuat anak didik tidak takut salah, ditertawakan, diremehkan, tertekan, tetapi sebaliknya anak didik berani berbuat dan mencoba, bertanya, mengemukakan pendapat / gagasan, dan mempertanyakan gagasan orang lain. Menciptakan suasana yang menyenangkan tidaklah sulit, karena kita hanya menciptakan pembelajaran yang relaks (tidak tegang), lingkuangan yang aman untuk melakukan kesalahan, mengaitkan materi ajar dengan kehidupan mereka, belajar dengan balutan humor, dorongan semangat, dan pemberian jeda berpikir. Dalam belajar guru harus menyadari bahwa banyak kata ”aku belum tahu” akan muncul dan kata ”aku tahu” sedikit muncul, karena mereka memang dalam tahap belajar. Demikian pula guru harus menyadari bahwa otak manusia bukanlah mesin yang dapat disuruh berpikir tanpa henti, sehingga perlu pelemasan dan relaksasi. 6 Seperti diketahui, otak kita terbagi menjadi dua bagian, yaitu kanan dan kiri. Terkadang dalam dunia pendidikan kita lupa akan pentingnya mengembangkan otak sebelah kanan. Secara umum hanya otak kiri yang menjadi sasaran pengembangan, terutama untuk ilmu eksakta. Otak sebelah kanan adalah bagian yang berkaitan dengan imajinasi, estetika, intuisi, irama, musik, gambar, seni. Sebaliknya otak sebelah kiri berkaitan dengan logika, rasio, penalaran, kata-kata, matematika, dan urutan. Untuk menepis hal itu, sebenarnya kita dapat tunjukkan bahwa ilmu apapun mampu digunakan sebagai bahan untuk mengembangkan otak sebelah kanan, diantaranya dengan cara memahami dan menghafal konsep melalui puisi, nyanyian, maupun permainan teka-teki. Otak kita adalah bagian tubuh yang paling rawan dan sensitif. Otak sangat menyukai hal-hal yang bersifat tidak masuk akal, ekstrim, penuh warna, lucu, multisensorik, gambar 3 dimensi (hidup), asosiasi, imajinasi, simbol, melibatkan irama / musik, dan nomor / urutan. Berdasarkan hal ini, maka kita sebagai pendidik dapat merancang apa yang sebaiknya kita berikan kepada anak didik agar otak mereka menyukainya. PENGEMBANGAN SIKAP PEKA, KRITIS, DAN KREATIF PADA DIRI ANAK DIDIK Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa anak didik akan mampu mengi-kuti pembelajaran yang kreatif dan inovatif bila ia memiliki sifat dasar peka, kritis, dan kreatif. Demikian pula guru, ketiga sifat dasar tersebut juga harus ada dalam dirinya. Diawali sifat peka yang tinggi terhadap fenomena di sekitar yang ada hubungannya dengan apa yang telah ada di kepalanya, maka selanjutnya akan memunculkan sifat kritis dan kreatif. Berpikir kritis dan kreatif merupakan komponen utama berpikir tingkat tinggi (higher order thinking). Proses berpikir tingkat tinggi harus dikembangkan secara dini dalam diri anak didik, dan ini menjadi tugas seorang guru, karena guru harus mampu mengembangkan potensi anak didiknya semaksimal mungkin hingga mencapai kemampuan yang tinggi pada diri mereka. Sikap kritis dan kreatif dapat dikembangkan melalui pembelajaran yang berpusat pada otak kanan sebagai sumber aktivitas kreatif. Otak kiri mengendalikan wicara, sedangkan otak kanan mengendalikan tindakan. Berbagai perilaku yang merupakan indikator berpikir kritis dan kreatif pada diri anak didik dapat dilihat pada tabel berikut ini. PERILAKU Bosan dengan tugas rutin, menolak membuat PR. Tidak berminat terhadap detail dan pekerjan kotor. Membuat lelucon atau komentar pada saat tidak tepat. Menolak otoritas, keras kepala. 7 TERKAIT DENGAN Berpikir Kreatif Toleransi tinggi untuk makna ganda. Berpikir bebas, divergen. Berani ambil resiko. Imaginatif, sensitif. Berpikir Kritis Sering tidak setuju ide guru / orang lain. Kritis terhadap diri, tak sabar menghadapi Dapat melihat kesenjangan antara kegagalan. ke-nyataan dan kebenaran. Kritis terhadap guru / orang lain. Mengacu pada hal-hal yang ideal. Mampu menganalisis dan mengevaluasi. Ketika anak didik kita diminta memilih dua hal yang berlawanan, misalnya “baikburuk”, salah – benar”, “tepat – menyimpang”, dan sebagainya. Biasanya mereka raguragu untuk memilihnya, bukan lantaran tidak dapat menentukan pilihan, tetapi pilihan yang dijatuhkan pastinya membawa konsekuensi pada pemaparan alasan yang masuk akal (logis). Seorang anak didik yang kritis pasti dapat memberikan alasan atau argumen yang kuat yang berkaitan dengan keputusan pilihannya. Selain itu, ia terbuka dengan pendapat orang lain yang berbeda, sehingga akhirnya berpengaruh pada kehidupan dan pola sosialisasinya dengan orang lain. Anak didik yang kritis harus mampu bertanya tentang dirinya, orang lain, masalah di sekitarnya, dan keputusan yang diambilnya. Ciri-ciri lainnya, ia mampu : membedakan antara fakta, non-fakta, dan pendapat, membedakan antara kesimpulan definitif dan sementara, menguji tingkat keterpercayaan, membedakan informasi yang relevan dan tidak, mengidentifikasi sebab-akibat, mempertimbangkan wawasan lain, dan menguji pertanyaan yang dimiliki (Radno Harsanto, 2005). Kreatif merupakan kata yang berasal dari bahasa Inggris to create yang dapat diurai : C (combine), R (reverse), E (eliminate), A (alternatif), T (twist), E (elaborate). Jadi, seorang anak didik yang berpikir kreatif dalam benaknya berisi pertanyaan : dapatkan saya mengkombinasi / menambah, membalik, menghilangkan, mencari cara / bahan lain, memutar, mengelaborasikan sesuatu ke dalam benda yang sudah ada sebelumnya ? Melepaskan diri dari sesuatu yang sudah terpola dalam pikiran kita bukanlah pekerjaan yang mudah. Beberapa hal yang mampu membangkitkan pikiran kita untuk menjadi kreatif antara lain : berfantasi atau mengemukakan gagasan / ide yang tidak umum, terkesan “nyleneh”, berada pada satu gagasan / ide untuk beberapa saat, berani mengambil resiko, peka terhadap segala keajaiban, penasaran terhadap suatu kebenaran, banyak membaca artikel penemuan yang membuatnya kagum dan terheran-heran. Berpikir kreatif dapat diawali dengan bercanda dan berteka-teki tentang sesuatu, karena berpikir kreatif berlangsung ketika otak dalam keadaan santai. Seorang pemikir kreatif suka mencoba gagasan / ide yang berkebalikan dengan yang dipikirkan oleh orang banyak. Mereka suka melihat sisi-sisi lain yang baginya lebih menarik untuk dicermati dan dipikirkan. Kadang-kadang orang yang berpikir lurus tidak akan dapat “berteman baik” dengan orang yang berpikir kreatif, karena menganggap ia sebagai orang aneh. 8 PENUTUP Guru adalah profesi yang luar biasa mulia diantara profesi yang lain. Dengan kesabaran dan keprofesinalannya seorang guru berusaha mentransfer segala apa yang dimilikinya kepada anak didik tanpa lelah, setiap hari dan setiap saat. Suara yang lantang adalah modal utamanya agar seluruh isi kelas mampu mendengarkan ilmunya. Namun dengan adanaya inovasi pembelajaran dalam hal pernaikan kurikulum dan proses pembelajaran, diharapkan modal suara guru dapat terkurangi. Melalui penciptaan PAKEM diharapkan anak didik menjadi subjek belajar yang baik dan generasi yang mandiri, mampu menciptakan sesuatu secara kreatif dan inovatif tanpa harus meniru bangsa lain. Coba tanyakan kepada anak didik kita ketika yang mereka alami adalah pembelajaran yang menerapkan PAIKEM, apakah mereka seperti ditarik magnet untuk selalu mengikuti detik demi detik pembelajaran dan tak ingin segera berakhir ? Inovasi pembelajaran yang tidak membosankan dan menempatkan anak didik sebagai seseorang yang selalu berperan aktif dalam pembelajaran adalah seperti magnet yang mampu menarik motivasi dan minatnya untuk belajar. Tanpa mengurangi makna sebenarnya dari pembelajaran, marilah kita berusaha menciptakan pembelajaran yang joyful learning dan meaningful learning dengan membiasakan menggali dan melihat sisi-sisi menarik ilmu yang kita geluti. Semoga kita termasuk guru yang dapat menciptakan kesenangan dalam belajar, bahkan kalau mungkin dapat menyebabkan anak didik kecanduan belajar. Hidup ini penuh pilihan, semoga pilihan kita sebagai guru adalah pilihan yang tepat untuk masuk surga (Amiiin). DAFTAR PUSTAKA Dedi Supriadi. (1999). Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Yogyakarta : Adicita Karya Nusa. Kamisa. (1997). Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya : Kartika. Laster, Lan. (1985). The School of the Future : Some Teachers View on Education in the Year 2000. New York : Harper Collins Publishers. Mel Silberman. (2002). Active Learning : 101 Stratgi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta : Yappendis. Ratna Wilis Dahar. (1991). Teori-teori Belajar. Jakarta : Erlangga. Radno Harsanto. (2005). Melatih Berpikir Analitis, Kritis, dan Kreatif. Jakarta : Grasindo. Sheal, Peter. (1989). How to Develop and Present Staff Training Courses. London : Kogan Page Ltd. Tjipto Utomo dan Kees Ruijter. (1994). Peningkatan dan Pengembangan Pendidikan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. 9