Prosiding Skripsi Semester Ganjil 2009/2010 SK - PRODUKSI ABON DAGING IKAN PARI (RAYFISH) : KARAKTERISASI KIMIA DAGING IKAN PARI Gladys Ayu Paramita K.W*, Sukesi1 Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember ABSTRAK Ikan pari belum dimanfaatkan secara optimal sebagai sumber bahan makanan karena rasanya yang kurang disukai baunya yang tajam, dan mudah busuk. Daging ikan pari dapat diolah menjadi abon yang rasanya lebih enak, bergizi, dan mempunyai daya simpan yang lebih baik. Sebelum diolah menjadi abon, maka diperlukan karakterisasi kimia untuk mengetahui kulitas gizinya. Jenis ikan pari yang digunakan adalah Aetobatus narinari, Himantura gerrardi, dan Himantura jenkinsii. Karakterisasi kimia yang dilakukan meliputi kadar lemak kasar, karbohidrat, dan protein kasar. Kadar lemak ditentukan dengan metode soxhletasi menggunakan pelarut petroleum eter, kadar protein dengan metode Kjeldahl, dan kadar karbohidrat dengan spektrofotometri menggunakan pereaksi anthrone-asam sulfat. Hasil penelitian dari sepuluh kali replikasi daging tiga spesies ikan pari menunjukkan bahwa kadar lemak rata-rata daging Aetobatus narinari adalah 3,00%; Himantura gerrardi 2,89%; dan Himantura jenkinsii 3,09 %. Kadar karbohidrat rata-rata secara berturut-turut adalah 2,757%; 2,574 %; dan 2,572%. Urutan kadar protein ratarata 28,187%; 22,328%; dan 16,935%. Kata kunci: Ikan pari, Karakterisasi kimia, Lemak kasar, Karbohidrat, Protein kasar ABSTRACT Rayfish usage as a food materials is not optimum at the present time. It has a distastefully meat, sharp smell, and easy spoil. Therefore, a lot of people do not like consume this fish. We can processing rayfish’s meat become shredded meat that has been boiled and fried which is known as abon. It has nice taste, well durability, and more nutritious than others food product which originated from rayfish. Before cooked become abon, the chemical characterization of rayfish meat is needed to know their nutritious quality. The species of rayfish which is used in this research are Aetobatus narinari, Himantura gerrardi, and Himantura jenkinsii. The chemical characterizations are crude fat, carbohydrate, and crude protein. Fat is determine by soxhlet extraction with petroleum ether, protein by Kjeldahl methods, and carbohydrate by spectrofotometric with anthrone-sulphuric acid as a reagent. The results from this research of ten sampel’s replication shown that fat average value in meat of Aetobatus narinari is 3.00%; Himantura gerardi 2.89%; and Himantura jenkinsii 3.09 %. Carbohydrate average value are 2.757%; 2.574 %; and 2.572% for each other species. Average quantities of protein for each other species are 28.187%; 22.328%; and 16.935%. Keywords: Rayfish, Chemical characterization, Crude fat, Carbohydrate, and Crude protein PENDAHULUAN Ikan pari termasuk dalam ikan bertulang rawan seperti ikan hiu dengan bentuk tubuh pipih melebar (depressed) dimana sepasang sirip dadanya melebar dan menyatu dengan sisi kirikanan kepalanya, sehingga tampak atas atau tampak bawahnya terlihat bundar atau oval. * Corresponding author Phone : +62085230401267 e-mail: [email protected] 1 Alamat sekarang : Jurusan Kimia, FMIPA , ITS, Surabaya. Prosiding Kimia-FMIPA ITS Distribusi geografis ikan pari sangat luas, ikan ini banyak ditemukan di perairan tropis, subtropis dan perairan antartika yang dingin (Allen, 1997). Ikan pari di seluruh perairan dunia terdeteksi sebanyak 34 spesies (Allen, 1997) namun di Indonesia belum diketahui secara pasti. Sumber daya ikan elasmobranchii (pari dan hiu) sangat melimpah di Indonesia. Tercatat bahwa hasil tangkapan ikan elasmobranchii pada tahun 2002 sebesar 105.000 ton dan tahun 2003 sebesar 118.000 ton. Besarnya sumber daya tersebut memungkinkan ikan pari untuk digunakan sebagai sumber bahan makanan (Mardiah, 2008). Pemanfaatan ikan pari sebagai bahan makanan masih belum optimal. Pengolahan ikan pari hanya terbatas pada pengolahan daging yang dimasak secara langsung dan pengawetan melalui pengasapan atau pengasinan karena ikan pari ini mudah busuk (Berita Cirebon, 2009). Untuk meningkatkan nilai ekonominya, daging ikan pari dapat diolah menjadi abon yang rasanya lebih enak dan tahan lama. Daging ikan pari yang akan diolah menjadi abon perlu dianalisis secara kimia. Menurut Michael (1992) analisis bahan makanan ini dilakukan untuk menetapkan kandungan nutrisi dan menetapkan apakah bahan makanan tersebut sesuai dengan aturan pemenuhan gizi yang ada. Ikan pari yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang ditemui di pasaran yaitu ikan pari Burung Elang / Spotted Eagle Ray (Aetobatus narinari), pari Mondol (Himantura gerardi), dan pari Mutiara (Himantura jenkinsii). Ketiga jenis ikan pari tersebut diambil dagingnya untuk diketahui kandungan gizinya yang meliputi kadar lemak kasar, karbohidrat, dan protein Analisis suatu bahan makanan menurut Winarno (1997) meliputi kadar abu, air, protein, lemak, dan karbohidrat. Penelitian tentang kadar abu dan air pada daging ikan pari telah dilakukan sebelumnya (Arinda, 2009). Glukosa termasuk dalam jenis karbohidrat golongan monosakarida. Karbohidrat sebagai zat gizi merupakan nama kelompok zatzat organik yang mempunyai struktur molekul yang berbeda-beda, meski terdapat persamaanpersamaan dari sudut kimia dan fungsinya. Semua karbohidrat terdiri atas unsur-unsur karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O), yang pada umumnya mempunyai rumus kimia Cn(H2O)n. Rumus umum ini memberi kesan zat karbon yang diikat dengan air (hidrasi), sehingga diberi nama karbohidrat. Persamaan lain adalah bahwa ikatanikatan organik yang membentuk karbohidrat ini adalah polialkohol. Dari sudut fungsi, karbohidrat adalah penghasil utama energi dalam makanan maupun di dalam tubuh (Sediaoetama, 1985). Lemak adalah sekelompok ikatan organik yang terdiri dari unsur-unsur karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O), yang mempunyai sifat dapat larut dalam pelarut tertentu (zat pelarut lemak), seperti petroleum benzen dan petroleum eter. Lemak yang mempunyai titik lebur tinggi bersifat padat pada suhu kamar, sedangkan yang mempunyai titik lebur rendah, bersifat cair. Lemak yang padat pada suhu kamar disebut lemak, sedangkan yang cair pada suhu kamar disebut minyak. Kadar lemak kasar dalam ikan laut secara umum adalah 0,2-20% (Zapsalis, 1986). Menurut Mardiah (2008) kadar lemak dalam ikan pari adalah sebesar 0,42% berat basah. Prosiding Kimia-FMIPA ITS Molekul protein mengandung unsurunsur C, H, O, dan unsur khusus yang terdapat di dalam protein serta tidak terdapat di dalam molekul karbohidrat dan lemak yaitu nitrogen (N). Anggapan dalam analisis bahan makanan semua N berasal dari protein adalah hal yang tidak benar. Unsur nitrogen di dalam makanan ini mungkin berasal dari ikatan organik lain yang bukan protein seperti urea dan berbagai ikatan amino, yang terdapat dalam jaringan tumbuhan. Nitrogen yang bukan berasal dari protein disebut non-protein nitrogen (NPN), sebagai lawan dari protein nitrogen (PN). Yang ditentukan di dalam analisis bahan makanan, ialah nitrogen total, yaitu semua nitrogen yang terdapat di dalam contoh bahan makanan yang dianalisis (Sediaoetama, 1985). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mardiah (2008) kadar protein rata-rata dalam ikan pari adalah 16,86% berat basah. METODE PENELITIAN Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan gelas, mortar, seperangkat alat soxhlet, seperangkat alat destilasi, labu bulat, labu Kjeldahl, desikator, neraca analitis, dan spektrofotometer Genesis, oven listrik, dan bunsen. Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daging ikan pari Burung Elang / Spotted Eagle Ray (Aetobatus narinari) pari Mondol (Himantura gerardi), dan pari Mutiara (Himantura jenkinsii), petroleum eter, glukosa, aqua DM, anthrone, H2SO4 pekat, kertas saring Whatman 40 diameter 125 mm, CuSO4, NaOH, indikator phenolphtalein, bromtimol biru, metil merah, H2C2O4·2H2O, dan HCl. Prosedur Kerja Preparasi Sampel Ikan pari yang akan dianalisis terdiri dari 3 spesies yaitu ikan pari Burung Elang, pari Mondol, dan pari Mutiara. Daging ikan pari yang telah dipotong dan dibersihkan, diiris tipis-tipis kemudian dioven selama 2 jam pada suhu 105°C dan dimasukkan dalam desikator. Daging yang telah kering ini dihaluskan menggunakan mortar. Sampel yang telah halus kemudian dianalisis kadar lemak, protein, dan glukosanya. Penentuan Kadar Lemak Kadar lemak dari daging kering ketiga spesies ikan pari tersebut ditentukan dengan metode ekstraksi soxhletasi. Sampel yang telah halus ditimbang sebanyak 5 gram dan dibungkus dengan kertas saring biasa kemudian dimasukkan dalam labu reservoir atas pada rangkaian peralatan soxhlet. Sampel diekstraksi selama 6 jam menggunakan 150 mL petroleum eter yang telah dimasukkan dalam labu bulat. Setelah petroleum eter naik ke labu reservoir atas, ekstrak lemak pada labu bulat diambil dan ditempatkan dalam gelas beker yang telah diketahui massanya. Ekstrak lemak ini diuapkan selama 24 jam kemudian ditimbang dan ditentukan massa endapan lemak yang diperoleh. Penentuan Glukosa Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Panjang gelombang maksimum untuk analisis glukosa ditentukan dengan cara mengukur absorbansi larutan glukosa 8 ppm yang dibuat dengan melarutkan 10 mg glukosa dalam aqua DM hingga volumenya mencapai 100 mL kemudian diambil sebanyak 4 mL dan diencerkan dengan aqua DM sampai volumenya 50 mL. Larutan glukosa ini diambil sebanyak 1 mL dan ditambah dengan 3 mL pereaksi anthrone 2% yang dibuat dengan melarutkan 1 g anthrone dalam H2SO4 pekat hingga volumenya mencapai 50 mL. Larutan ini dipanaskan selama 12 menit dalam penangas air pada suhu 100°C. Setelah didinginkan dalam air mengalir, larutan ini diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer Genesis pada rentang panjang gelombang 610 sampai 700 nm dengan interval 5 nm. Panjang gelombang maksimum diperoleh dari absorbansi maksimum. mL pereaksi anthrone 2%. Larutan dikocok lalu dipanaskan dalam penangas air pada suhu 100°C selama 12 menit, kemudian didinginkan dalam air mengalir. Larutan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 630 nm. Pengukuran setiap sampel dilakukan sebanyak sepuluh kali. Penentuan Kadar Protein Kadar protein dalam daging ikan pari ditentukan dengan metode Kjeldahl melalui tiga tahap yaitu destruksi sampel, destilasi, dan titrasi. Sampel yang telah halus sebanyak 0,1 g dimasukkan dalam labu Kjeldahl (bisa menggunakan tabung reaksi), ditambahkan 1 g CuSO4 dan 2,5 mL H2SO4 pekat. Destruksi sampel dilakukan selama 2 jam pada suhu 100°C. Sampel yang telah didestruksi ditambah dengan 50 mL aqua DM dan 15 mL NaOH 50% w/v, dimasukkan ke dalam labu bulat yang telah diberi batu didih, dan didestilasi. Destilat yang diperoleh ditampung dalam erlenmeyer yang berisi 10 mL HCl 0,02 N; 4 tetes metil merah; dan 4 tetes metil biru hingga volume total mencapai 40 mL. Destilat ini kemudian dititrasi menggunakan NaOH 0,02 N yang telah distandarisasi dengan asam oksalat. Titik akhir titrasi terjadi saat larutan berwarna hijau. Jumlah NaOH yang digunakan untuk mencapai titik akhir titrasi tersebut dicatat. HASIL DAN DISKUSI Pembuatan Kurva Kalibrasi Glukosa Kurva kalibrasi glukosa dibuat dari plot antara nilai absorbansi (sumbu y) dan konsentrasi glukosa (sumbu x). Variasi konsentrasi glukosa yang digunakan adalah 2, 4, 6, 8, dan 10 ppm. Variasi konsentrasi larutan ini dibuat dengan cara mengambil larutan glukosa 100 ppm dengan masing-masing volume 1, 2, 3, 4, dan 5 mL kemudian dimasukkan dalam labu ukur 50 mL dan ditambah aqua DM hingga batas volume. Masing-masing larutan glukosa diambil 1 mL dan dimasukkan dalam tabung reaksi yang berbeda kemudian ditambah 3 mL pereaksi anthrone 2%. Larutan ini dikocok lalu dipanaskan dalam penangas air pada suhu 100°C selama 12 menit, kemudian didinginkan pada air mengalir. Larutan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 630 nm. Penentuan Kadar Glukosa Pengukuran kadar glukosa dalam sampel dilakukan dengan menimbang sampel yang telah halus sebanyak 10 mg kemudian dilarutkan dalam aqua DM. Larutan yang diperoleh kemudian diencerkan menggunakan aqua DM dalam labu ukur hingga volumenya 100 mL. Larutan ini disaring dengan kertas saring Whatman kemudian diambil sebanyak 1 mL dan dimasukkan dalam tabung reaksi, lalu ditambah 3 Prosiding Kimia-FMIPA ITS Hasil Penentuan Kadar Lemak Kasar Kadar lemak kasar ditentukan dengan ekstraksi pelarut. Metode yang digunakan adalah ekstraksi soxhletasi yang merupakan ekstraksi semi-kontinu. Secara umum metode ini digunakan untuk meningkatkan efisiensi ekstraksi lemak dari bahan makanan. Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi lemak harus mampu mengekstrak lemak dari sampel dengan baik. Efisiensi ekstraksi tergantung pada polaritas lemak terhadap polaritas pelarut. Lemak yang diekstrak bersifat nonpolar, sehingga pelarut yang digunakan juga bersifat nonpolar. Pelarut organik yang digunakan adalah petroleum eter yang bersifat nonpolar dengan titik didih 20-75ºC. Selain itu menurut Mc.Clement (2003), pelarut yang digunakan juga relatif tidak mahal, memiliki titik didih yang relatif rendah (sehingga dapat terpisah dengan mudah melalui penguapan), dan aman digunakan. Sampel yang dianalisis dikeringkan, ditumbuk/ dihaluskan, dan dibungkus dengan kertas saring biasa. Pengeringan sampel dilakukan sebelum ekstrasi pelarut, karena beberapa pelarut organik tidak dapat berpenetrasi dengan mudah ke dalam suatu bahan yang masih mengandung air. Penumbukan bertujuan untuk menghomogenkan sampel dan meningkatkan area permukaan lemak yang mengarah pada pelarut. Kertas saring berisi sampel diletakkan dalam chamber ekstraksi/labu reservoir atas, yang diletakkan di atas labu yang berisi pelarut dan berada di bawah kondensor. Labu dipanaskan sehingga pelarut menguap dan naik ke kondensor ndensor dimana uap pelarut ini diubah menjadi cairan yang menetes ke dalam chamber hingga merendam kertas saring yang berisi sampel. Pelarut ini mengekstrak lemak yang ada dalam sampel. Ekstrak lemak ini kemudian masuk kembali ke labu. Ekstraksi dilakukan selama 6 jam. Ekstrak lemak yang diperoleh kemudian dibiarkan dalam udara terbuka selama 24 jam untuk menguapkan pelarutnya. Endapan lemak yang diperoleh ditimbang untuk menentukan kadar lemak sampel. Perhitungan kadar lemak dilakukan secara gravimetri yaitu yai perbandingan dari massa lemak kasar dengan massa sampel awal. Analisis lemak dari ketiga spesies yang masing-masing masing dilakukan dengan sepuluh kali replikasi, memiliki nilai standar deviasi SD sebesar 0,392 untuk ikan pari Burung Elang, 0,5245 ikan pari Mondol, ondol, dan 0,5273 untuk ikan pari Mutiara. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kepresisian dari analisis lemak pada ikan pari Burung Elang lebih tinggi jika dibandingkan dengan ikan pari Mondol dan ikan pari Mutiara. Hasil analisis kadar lemak kasar terdapat pada lampiran C, dan hasil perhitungan lemak kasar ditunjukkan pada tabel 1. Lemak yang diperoleh dalam analisis bahan makanan merupakan lemak total atau lemak kasar (crude fat)) yang mencakup trigliserida dan lemak-lemak lemak jenis lain, termasuk lipoida seperti kolesterol, karotenoid, dan sebagainya (Sediaoetama, 1985). Tabel 1 Kadar Lemak dalam Daging Ikan Pari* Kadar No Spesies Ikan Pari Lemak (%) Burung Elang/Aetobatus Aetobatus 1 3,00 narinari Mondol/Himantura 2 2,89 gerrardi Mutiara/Himantura 3 3,09 jenkinsii *kadar lemak rata-rata rata dari sepuluh kali replikasi Ketiga jenis spesies ikan pari yang dianalisis memiliki kadar lemak rata-rata rata dengan perbedaan yang tidak terlalu jauh. Ikan pari yang memiliki kadar lemak tertinggi adalah ikan pari Mutiara dengan an prosentase 3,090%, kemudian ikan pari Burung Elang 3,000%, dan ikan pari Mondol 2,890%. Kadar lemak dari daging ketiga jenis ikan pari ini sesuai dengan kadar lemak dalam ikan laut pada umumnya. Menurut Zapsalis (1986) kadar lemak secara umum untuk ikan laut dan sumber makanan laut lainnya adalah sekitar Prosiding Kimia-FMIPA ITS 0,2-20%. 20%. Pengolahan ikan pari menjadi abon diharapkan mampu meningkatkan kadar lemak yang dikandungnya. Pendekatan statistik untuk menguji perbedaan nilai kadar lemak kasar pada ketiga spesies dilakukann dengan analisis variansi (ANOVA) satu arah. Berdasarkan ANOVA, nilai kadar lemak kasar antar spesies tidak memiliki perbedaan. Dari hasil perhitungan diperoleh Fhitung < Ftabel. Sehingga H0 diterima dan disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan sig antara nilai kadar lemak dari ketiga spesies. Selain ANOVA maka dilakukan uji LSD (Least ( Significant Difference)) untuk lebih meyakinkan bahwa setiap spesies ikan pari tidak memiliki perbedaan lemak yang cukup signifikan. Hasil perhitungan menunjukkan an bahwa selisih antar rataan data kadar lemak lebih kecil dari LSD maka tidak ada perbedaan diantara kelompok data yang ada pada ANOVA. Sehingga data kadar lemak kasar tidak memiliki perbedaan secara signifikan. Hasil Penentuan Kadar Glukosa Hasil Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Glukosa yang bereaksi dengan reagen anthrone menghasilkan warna hijau. Produk reaksi ini dapat diukur pada panjang gelombang yang berbeda. Spektra absorbansi diukur pada rentang panjang gelombang yang cukup besar dari 500 sampai 800 nm (Leyva, 2007). Penentuan panjang gelombang maksimum pada penelitian ini dilakukan dengan mengukur absorbansi larutan standar glukosa dengan pereaksi anthrone. Rentang panjang gelombang yang digunakan adalah antara 610-700 700 nm dengan interval inter panjang gelombang 5 nm. Penentuan panjang gelombang maksimum dalam penelitian ini dilakukan pada rentang 610-700 610 berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Komalawati (2004), dimana absorbansi larutan standar glukosa dengan pereaksi anthrone yang berwarna hijau terukur pada rentang panjang gelombang tersebut. Spektra panjang gelombang maksimum yang diperoleh ditunjukkan pada gambar 1. Gambar 1 Grafik Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Gambar tersebut menunjukkan absorbansi dimana terjadi serapan maksimum (puncak tertinggi) yang terdapat pada panjang gelombang 630 nm. Panjang gelombang maksimum ini akan digunakan sebagai dasar pengukuran selanjutnya. Hasil Penentuan Kurva Kalibrasi Pembuatan kurva kalibrasi sangat diperlukan dalam penentuan kadar suatu zat yang menggunakan metode spektrofotometri. Tujuan pembuatan kurva kalibrasi adalah untuk menentukan konsentrasi glukosa berdasarkan absorbansi serta untuk menentukan ketepatan hasil analisa yang sesuai dengan hukum LambertBeer. Kurva kalibrasi digunakan sebagai standar eksternal. Kurva dibuat dari plot antara konsentrasi glukosa (ppm) dengan absorbansi. Variasi konsentrasi larutan standar glukosa yang digunakan yaitu 0 ppm; 1 ppm; 2 ppm; 3 ppm; 4 ppm; dan 5 ppm. Masing-masing larutan diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum 630 nm. Hasil pengukuran antara konsentrasi dan absorbansi dapat dilihat dalam tabel D.1 pada lampiran D. Berdasarkan tabel tersebut maka dibuat kurva kalibrasi yang ditunjukkan oleh gambar 2. Berdasarkan kurva tersebut, persamaan regresi linear yang diperoleh adalah y = 0,054x + 0,013 dengan nilai r2 = 0,998. Nilai ini memenuhi syarat untuk digunakan sebagai kurva kalibrasi karena harga r2 tersebut terletak pada interval 0,9 < r2 < 1. Hasil Penentuan Kadar Glukosa Karbohidrat terdiri atas monosakarida (meliputi glukosa, fruktosa, dan galaktosa), disakarida (meliputi sukrosa, laktosa, dan maltosa), dan oligosakarida (2 sampai 8 unit monosakarida), serta polisakarida (pati, dekstrin, glikogen, dan serat) (Michael, 1992). Pada penelitian ini, karbohidrat dianalisis dalam bentuk glukosa. Kadar karbohidrat diperoleh melalui perkalian kadar glukosa dengan 10/9 sebagai faktor konversi (Novian, 2002). Kadar karbohidrat ini dianalisis secara kuantitatif menggunakan metode kolorimetri dengan spektrofotometer. Menurut Mc.Clement (2003) metode anthrone merupakan salah satu contoh dari metode kolorimetri pada penentuan konsentrasi gula dalam sampel. Metode ini dapat digunakan untuk menentukan gula pereduksi dan non-reduksi karena kehadiran H2SO4 sebagai pengoksidasi yang kuat. Reaksi antara glukosa dengan anthroneasam sulfat merupakan reaksi eksotermis membentuk senyawa berwarna yang akan terjadi dengan baik melalui pemanasan selama 12 menit pada suhu 100ºC. Mekanisme reaksi pembentukan senyawa hidroksi furfural-anthrone adalah 0.6 y = 0.054x + 0.013 R² = 0.998 Absorbansi 0.5 0.4 0.3 0.2 Gambar 3 Mekanisme Reaksi Anthrone dengan Glukosa 0.1 0 0 5 10 15 Konsentrasi Glukosa (ppm) Gambar 2 Kurva Kalibrasi Glukosa Nilai ini menunjukkan bahwa antara absorbansi dan konsentrasi memiliki korelasi yang linear dimana semua titik terletak pada suatu garis lurus dengan gradien yang positif. Uji t menunjukkan bahwa t hitung > t tabel untuk selang kepercayaan 95% , maka H0 ditolak, sehingga ada hubungan antara nilai konsentrasi dengan absorbansi. Prosiding Kimia-FMIPA ITS Larutan glukosa dengan anthrone-asam sulfat berwarna hijau agak kekuningan, namun setelah dipanaskan berwarna hijau. Hal ini menunjukkan bahwa glukosa telah bereaksi dengan anthrone sehingga dapat dianalisis menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 630 nm. Konsentrasi glukosa dalam sampel memiliki hubungan yang linear dengan absorbansi sampel. Karena itu, kadar glukosa dalam sampel ditentukan dari kurva kalibrasi larutan glukosa. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh glukosa rata-rata untuk sepuluh kali replikasi dari ikan pari Burung Elang adalah 2,2078 ppm; ikan pari Mondol 2,4685 ppm; dan ikan pari Mutiara 2,4408 ppm. Nilai ini kemudian ditentukan untuk menghitung kadar glukosa dari masing-masing spesies. Kadar glukosa dari masing-masing spesies ikan pari adalah 2,4813%; 2,3164%; dan 2,3144%; sehingga kadar karbohidrat rata-rata ditunjukkan pada tabel 1 Tabel 2 Kadar Karbohidrat dalam Daging Ikan Pari* Kadar No Spesies Ikan Pari Karbohidrat (%) Burung Elang/Aetobatus 1 2,757 narinari Mondol/Himantura 2 2,574 gerrardi Mutiara/Himantura 3 2,572 jenkinsii *kadar karbohidrat rata-rata dari sepuluh kali replikasi Analisis karbohidrat dari ketiga spesies yang masing-masing dilakukan dengan sepuluh kali replikasi (lampiran F), memiliki nilai standar deviasi SD sebesar 0,2737 untuk ikan pari Burung Elang, 0,4306 ikan pari Mondol, dan 0,4241 untuk ikan pari Mutiara. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kepresisian dari analisis karbohidrat pada ikan pari Burung Elang paling tinggi jika dibandingkan dengan kedua spesies lainnya. Berdasarkan ANOVA, nilai kadar karbohidrat antar spesies tidak memiliki perbedaan secara signifikan. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa Fhitung < Ftabel sehingga H0 diterima dan disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan antara nilai kadar karbohidrat dari ketiga spesies. Selain ANOVA maka dilakukan uji LSD untuk lebih meyakinkan bahwa setiap spesies ikan pari tidak memiliki perbedaan karbohidrat yang cukup signifikan. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai LSD lebih besar dari selisih antar rataan sehingga tidak terdapat perbedaan diantara kelompok data kadar karbohidrat ketiga spesies ikan pari. Hasil Penentuan Protein Analisis protein yang digunakan adalah metode Kjeldahl yang terdiri dari proses destruksi, destilasi, dan titrasi. Metode ini juga merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam amino, protein, dan senyawa yang mengandung nitrogen (Apriyantono, 1989). Metode Kjeldahl secara luas digunakan dan masih merupakan metode standar sebagai perbandingan terhadap semua metode yang lainnya. Metode ini bersifat universal, dan sesuai jika digunakan sebagai metode utama untuk menentukan nilai protein dalam makanan. Kekurangan dari metode Kjeldahl adalah tidak dapat memberikan pengukuran terhadap protein Prosiding Kimia-FMIPA ITS yang sesungguhnya karena tidak semua nitrogen dalam makanan membentuk protein. Protein yang berbeda memiliki faktor konversi yang berbeda pula karena memiliki urutan asam amino yang berbeda. Metode ini juga membutuhkan waktu yang lama untuk dilakukan (Mc.Clement, 2003). Sampel daging didestruksi dengan asam sulfat pekat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai sehingga menghasilkan amonium sulfat. Menurut AOAC (2000), salah satu katalis yang dapat digunakan adalah Cu yang berupa CuSO4. Senyawa H2SO4 pekat digunakan dalam proses destruksi sampel karena H2SO4 merupakan agen pengoksidasi yang mampu menguraikan bahan makanan. Katalis digunakan untuk mempercepat reaksi destruksi. Menurut Mc.Clement (2003) destruksi sampel bertujuan untuk mengubah beberapa nitrogen dalam makanan (selain dalam bentuk nitrat atau nitrit) menjadi ammonia, dan materi organik lain seperti CO2 dan H2O. H2SO4 N (daging) (NH4)2SO2 (aq) Sampel yang telah didestruksi kemudian dimasukkan dalam labu bulat yang telah berisi aqua DM dan NaOH 50% w/v. Penambahan NaOH bertujuan untuk mengubah ammonium sulfat menjadi gas ammonia : (NH4)2SO4(aq) + 2NaOH(aq) 2NH3(g) + 2H2O(l) + Na2SO4(aq) Gas ammonia yang terbentuk dilepaskan dari larutan pada saat proses destilasi dan terkondensasi sebagai destilat. Destilat yang dihasilkan ditampung dalam erlenmeyer yang berisi HCl 0,02 N dan indikator campuran metil merah dan metil biru. Larutan HCl digunakan untuk mengubah gas ammonia menjadi ion ammonium dan secara cepat HCl diubah menjadi ion Cl-. Reaksi yang terjadi: NH3(g) + HCl(aq) NH4+(aq) + Cl-(aq) Kandungan nitrogen dalam sampel ditentukan melalui titrasi ammonium klorida dengan NaOH sehingga membentuk NH4OH. Reaksi yang terjadi : H+(aq) + OH-(aq) H2O(aq) Indikator yang digunakan merupakan indikator campuran yaitu metil merah (0,2% larutan dalam alkohol) dan metil biru/metilen biru (0,1% dalam larutan alkohol) dengan perbandingan volume 1:1. Nilai pH yang memungkinkan pengamat untuk melihat dengan jelas perubahan warna indikator dan mengetahui akhir titrasi adalah 5,4. Indikator berwarna merah violet dalam kondisi asam dan hijau dalam kondisi basa (Lurie, 1975). Indikator ini digunakan karena mudah didapat dan perubahan warnanya dapat dengan mudah diamati untuk menentukan titik akhir titrasi. Konsentrasi ion OH- yang digunakan untuk mencapai titik akhir titrasi ekivalen terhadap konsentrasi nitrogen dalam sampel yang dianalisis. Titik akhir titrasi tercapai saat larutan berubah warna dari merah violet menjadi hijau. Kadar nitrogen ini kemudian digunakan untuk menghitung kadar protein. Perhitungan kadar protein terdapat dalam lampiran H. Jumlah seluruh nitrogen dalam metode ini dianggap berasal dari ikatan protein. Kadar nitrogen dalam protein rata-rata 16%, sehingga 1 gram nitrogen berasal dari 6,25 g protein. Jadi untuk mendapatkan total protein kasar, hasil total nitrogen dikalikan dengan faktor konversi (Sediaoetama, 1985). Faktor konversi yang digunakan untuk daging adalah 6,25 (Michael, 1992). Analisis protein kasar dari ketiga spesies yang masing-masing dilakukan dengan sepuluh kali replikasi memiliki nilai standar deviasi SD ikan pari burung elang sebesar 0,9453; ikan pari mondol 0,7759; dan ikan pari mutiara 0,4436. Analisis protein pada ikan pari burung elang dan ikan pari mondol kurang presisi. Analisis kadar protein kasar terdapat pada lampiran I, dan hasil perhitungan rata-rata protein kasar dalam ketiga jenis spesies ikan pari ditunjukkan pada tabel 3. memiliki perbedaan protein yang cukup signifikan. Hasil perhitungan LSD menunjukkan bahwa terdapat perbedaan diantara kelompok data pada ANOVA. Tabel 3 Kadar Protein dalam Daging Ikan Pari* Kadar No Spesies Ikan Pari Lemak (%) Burung Elang/Aetobatus 1 28,187% narinari Mondol/Himantura 2 22,328% gerrardi Mutiara/Himantura 3 16,935% jenkinsii *kadar protein rata-rata dari sepuluh kali replikasi DAFTAR PUSTAKA Kadar protein rata-rata dalam daging ikan laut adalah 17-22% (Belitz, 1987) sedangkan menurut Zapsalis (1986) kadar protein rata-rata pada ikan adalah 15-20%. Kadar protein tertinggi terdapat pada ikan pari Burung Elang dengan nilai sebesar 28,187%; kemudian pari Mondol 22,328%; dan pari Mutiara 16,935%. Berdasarkan ANOVA, nilai kadar protein antar spesies memiliki perbedaan yang signifikan. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa Fhitung > Ftabel, sehingga H0 ditolak dan disimpulkan bahwa memang terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai kadar protein dari ketiga spesies. Selain ANOVA maka dilakukan uji LSD untuk lebih meyakinkan bahwa setiap spesies ikan pari Prosiding Kimia-FMIPA ITS KESIMPULAN Berdasarkan karakterisasi kimia yang telah dilakukan terhadap ketiga jenis ikan pari maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa daging ketiga jenis ikan pari Burung, pari Mondol, dan pari Mutiara memiliki kadar lemak kasar masingmasing sebesar 3,000%; 2,890%; dan 3,090%. Kadar karbohidrat 2,757%; 2,574%; dan 2,572% sedangkan kadar protein kasar masing-masing adalah 28,187%%; 22,328%; dan 16,935%. UCAPAN TERIMA KASIH 1. Dra. Sukesi, M.Si selaku dosen pembimbing atas bimbingan, saran, nasehat dan ilmu yang bermanfaat. 2. Dr. Didik Prasetyoko, M.Si selaku dosen wali. 3. Bpak Lukman Atmaja, Ph.D selaku ketua jurusan Kimia, FMIPA ITS. 4. Dra. Yulfi Zetra, MS. Selaku koordinator Tugas Akhir 5. Kedua orang tua serta kedua adik yang telah banyak memberikan dukungan material maupun spiritual. 6. Drs. Djarot Sugiarso selaku kepala laboratorium Kimia Analitik ITS. 7. Semua pihak yang telah berpartisipasi demi kelancaran tugas akhir ini. Allen, Gerry. 1997. Marine Fishes of South-East Asia. Singapura: Periplus. Apriyantono, A. 1989. Analisis Pangan. Bogor. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB. Belitz, H.D.1987. Food Chemistry. Berlin: Springer Verlag. Cunniff, Patricia (Ed). 1995. Official Methods of Analysis of AOAC International 16th Edition. Mary Land: AOAC International. Darmasih. 1997. “Penetapan Kadar Lemak Kasar dalam Makanan Ternak non Ruminansia dengan Metode Kering”. Lokakarya Fungsional non Peneliti. Bogor: Balai Penelitian Ternak Ciawi. Froese, Ranier and Daniel Pauly (Ed). 2008. "Himantura gerrardi". FishBase. Horwitz, William (Ed). 2000. Official Methods of Analysis of AOAC International 17th Edition. Mary Land: AOAC International. Kyne, P.M., Ishihara, H., Dudley, S.F.J. dan White, W.T. 2006. “Aetobatus narinari”. IUCN Red List of Threatened Species. IUCN 2008. Komalawati, Erna. 2004. “Studi Kelayakan Pemanfaatn Gembili (Dioscorea esculenta) Kaji Mutu Nilai Gizi Pati Gembili”. Laporan Tugas Akhir. Surabaya: Kimia FMIPA ITS. Nelson, Joseph S. 1984. Fishes of the World, 2nd edition. United States of America: John Wiley & Sons. Raharjo, 2009. “ Ikan Hiu dan Ikan Pari Diolah Menjadi Ikan Asin”. Berita Cirebon (Cirebon). 20 Januari. Sediaoetama, Achmad. 1985. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid 1. Jakarta: Dian Rakyat. Sudarmaji, S. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian, Yogyakarta: Penerbit Liberty. Last, P.R. and Stevens, J.D. 1994. “Sharks and rays of Australia”. CSIRO Australia. Hal.153. Zapsalis, Charles. 1986. Food Chemistry and Nutritional Biochemistry. New York: Macmillan Publishing Company. Leyva, Alberto.et.al. 2007. “Rapid and Sensitive Anthrone-Sulfuric Acid Assay in Microplate Format to Quantify Carbohydrate in Biopharmaceutical Products : Method Development and Validation”. IABS Biological. 36:134. Pearson, E.S. 2008. Biometrica Tables for Statiscian. Luna, Susan M. 2007. "Aetobatus narinari Species Summary". Fish Base World Fish Center. 3 Juni 2007. Lurie, Ju. 1975. Handbook of Analytical Chemistry. Moscow: Mir Publisher. Mardiah, A., Huda N., dan Ahmad Ruzita. 2008. “Potensi Penggunaan Ikan Pari (Himantura sp.) sebagai Bahan Baku Pembuatan Flakes Ikan”. Prosiding SEMNASKAN UGM. Yogyakarta. Mc.Clement, D.J. 2003. Analysis of Food Product. Cambridge: Woodhead Publishing. Michael, O’Keeffe. 1992. “Chemical Analysis of Animal Feed and Human Food”. Smyth, R.Malcolm (Ed.). Chemical Analysis in Complex Matrices. Chichester: Ellis Horwood Limited. Miller, J.C. 1991. Statistika Untuk Kimia Analitik. Bandung: Penerbit ITB. Novian, D. 2002. “Karakterisasi Sifat FisikoKimia Tepung dan Pati Ganyong Varietas Lokal”. Laporan Tugas Akhir. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Prosiding Kimia-FMIPA ITS