produksi abon daging ikan pari (rayfish) : karakterisasi

advertisement
Prosiding Skripsi Semester Ganjil 2009/2010
SK -
PRODUKSI ABON DAGING IKAN PARI (RAYFISH) :
KARAKTERISASI KIMIA DAGING IKAN PARI
Gladys Ayu Paramita K.W*, Sukesi1
Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
ABSTRAK
Ikan pari belum dimanfaatkan secara optimal sebagai sumber bahan makanan karena rasanya yang
kurang disukai baunya yang tajam, dan mudah busuk. Daging ikan pari dapat diolah menjadi abon yang
rasanya lebih enak, bergizi, dan mempunyai daya simpan yang lebih baik. Sebelum diolah menjadi abon,
maka diperlukan karakterisasi kimia untuk mengetahui kulitas gizinya. Jenis ikan pari yang digunakan adalah
Aetobatus narinari, Himantura gerrardi, dan Himantura jenkinsii. Karakterisasi kimia yang dilakukan
meliputi kadar lemak kasar, karbohidrat, dan protein kasar. Kadar lemak ditentukan dengan metode
soxhletasi menggunakan pelarut petroleum eter, kadar protein dengan metode Kjeldahl, dan kadar
karbohidrat dengan spektrofotometri menggunakan pereaksi anthrone-asam sulfat. Hasil penelitian dari
sepuluh kali replikasi daging tiga spesies ikan pari menunjukkan bahwa kadar lemak rata-rata daging
Aetobatus narinari adalah 3,00%; Himantura gerrardi 2,89%; dan Himantura jenkinsii 3,09 %. Kadar
karbohidrat rata-rata secara berturut-turut adalah 2,757%; 2,574 %; dan 2,572%. Urutan kadar protein ratarata 28,187%; 22,328%; dan 16,935%.
Kata kunci: Ikan pari, Karakterisasi kimia, Lemak kasar, Karbohidrat, Protein kasar
ABSTRACT
Rayfish usage as a food materials is not optimum at the present time. It has a distastefully meat,
sharp smell, and easy spoil. Therefore, a lot of people do not like consume this fish. We can processing
rayfish’s meat become shredded meat that has been boiled and fried which is known as abon. It has nice taste,
well durability, and more nutritious than others food product which originated from rayfish. Before cooked
become abon, the chemical characterization of rayfish meat is needed to know their nutritious quality. The
species of rayfish which is used in this research are Aetobatus narinari, Himantura gerrardi, and Himantura
jenkinsii. The chemical characterizations are crude fat, carbohydrate, and crude protein. Fat is determine by
soxhlet extraction with petroleum ether, protein by Kjeldahl methods, and carbohydrate by spectrofotometric
with anthrone-sulphuric acid as a reagent. The results from this research of ten sampel’s replication shown
that fat average value in meat of Aetobatus narinari is 3.00%; Himantura gerardi 2.89%; and Himantura
jenkinsii 3.09 %. Carbohydrate average value are 2.757%; 2.574 %; and 2.572% for each other species.
Average quantities of protein for each other species are 28.187%; 22.328%; and 16.935%.
Keywords: Rayfish, Chemical characterization, Crude fat, Carbohydrate, and Crude protein
PENDAHULUAN
Ikan pari termasuk dalam ikan bertulang
rawan seperti ikan hiu dengan bentuk tubuh pipih
melebar (depressed) dimana sepasang sirip
dadanya melebar dan menyatu dengan sisi kirikanan kepalanya, sehingga tampak atas atau
tampak bawahnya terlihat bundar atau oval.
* Corresponding author Phone : +62085230401267
e-mail: [email protected]
1
Alamat sekarang : Jurusan Kimia, FMIPA , ITS,
Surabaya.
Prosiding Kimia-FMIPA ITS
Distribusi geografis ikan pari sangat
luas, ikan ini banyak ditemukan di perairan tropis,
subtropis dan perairan antartika yang dingin
(Allen, 1997). Ikan pari di seluruh perairan dunia
terdeteksi sebanyak 34 spesies (Allen, 1997)
namun di Indonesia belum diketahui secara pasti.
Sumber daya ikan elasmobranchii (pari dan hiu)
sangat melimpah di Indonesia. Tercatat bahwa
hasil tangkapan ikan elasmobranchii pada tahun
2002 sebesar 105.000 ton dan tahun 2003 sebesar
118.000 ton. Besarnya sumber daya tersebut
memungkinkan ikan pari untuk digunakan sebagai
sumber bahan makanan (Mardiah, 2008).
Pemanfaatan ikan pari sebagai bahan makanan
masih belum optimal. Pengolahan ikan pari hanya
terbatas pada pengolahan daging yang dimasak
secara langsung dan pengawetan melalui
pengasapan atau pengasinan karena ikan pari ini
mudah busuk (Berita Cirebon, 2009).
Untuk meningkatkan nilai ekonominya,
daging ikan pari dapat diolah menjadi abon yang
rasanya lebih enak dan tahan lama. Daging ikan
pari yang akan diolah menjadi abon perlu
dianalisis secara kimia. Menurut Michael (1992)
analisis bahan makanan ini dilakukan untuk
menetapkan kandungan nutrisi dan menetapkan
apakah bahan makanan tersebut sesuai dengan
aturan pemenuhan gizi yang ada. Ikan pari yang
digunakan dalam penelitian ini adalah yang
ditemui di pasaran yaitu ikan pari Burung Elang /
Spotted Eagle Ray (Aetobatus narinari), pari
Mondol (Himantura gerardi), dan pari Mutiara
(Himantura jenkinsii). Ketiga jenis ikan pari
tersebut diambil dagingnya untuk diketahui
kandungan gizinya yang meliputi kadar lemak
kasar, karbohidrat, dan protein Analisis suatu
bahan makanan menurut Winarno (1997) meliputi
kadar abu, air, protein, lemak, dan karbohidrat.
Penelitian tentang kadar abu dan air pada daging
ikan pari telah dilakukan sebelumnya (Arinda,
2009).
Glukosa
termasuk
dalam
jenis
karbohidrat golongan monosakarida. Karbohidrat
sebagai zat gizi merupakan nama kelompok zatzat organik yang mempunyai struktur molekul
yang berbeda-beda, meski terdapat persamaanpersamaan dari sudut kimia dan fungsinya. Semua
karbohidrat terdiri atas unsur-unsur karbon (C),
hidrogen (H), dan oksigen (O), yang pada
umumnya mempunyai rumus kimia Cn(H2O)n.
Rumus umum ini memberi kesan zat karbon yang
diikat dengan air (hidrasi), sehingga diberi nama
karbohidrat. Persamaan lain adalah bahwa ikatanikatan organik yang membentuk karbohidrat ini
adalah polialkohol. Dari sudut fungsi, karbohidrat
adalah penghasil utama energi dalam makanan
maupun di dalam tubuh (Sediaoetama, 1985).
Lemak adalah sekelompok ikatan
organik yang terdiri dari unsur-unsur karbon (C),
hidrogen (H), dan oksigen (O), yang mempunyai
sifat dapat larut dalam pelarut tertentu (zat pelarut
lemak), seperti petroleum benzen dan petroleum
eter. Lemak yang mempunyai titik lebur tinggi
bersifat padat pada suhu kamar, sedangkan yang
mempunyai titik lebur rendah, bersifat cair.
Lemak yang padat pada suhu kamar disebut
lemak, sedangkan yang cair pada suhu kamar
disebut minyak. Kadar lemak kasar dalam ikan
laut secara umum adalah 0,2-20% (Zapsalis,
1986). Menurut Mardiah (2008) kadar lemak
dalam ikan pari adalah sebesar 0,42% berat basah.
Prosiding Kimia-FMIPA ITS
Molekul protein mengandung unsurunsur C, H, O, dan unsur khusus yang terdapat di
dalam protein serta tidak terdapat di dalam
molekul karbohidrat dan lemak yaitu nitrogen
(N). Anggapan dalam analisis bahan makanan
semua N berasal dari protein adalah hal yang
tidak benar. Unsur nitrogen di dalam makanan ini
mungkin berasal dari ikatan organik lain yang
bukan protein seperti urea dan berbagai ikatan
amino, yang terdapat dalam jaringan tumbuhan.
Nitrogen yang bukan berasal dari protein disebut
non-protein nitrogen (NPN), sebagai lawan dari
protein nitrogen (PN). Yang ditentukan di dalam
analisis bahan makanan, ialah nitrogen total, yaitu
semua nitrogen yang terdapat di dalam contoh
bahan makanan yang dianalisis (Sediaoetama,
1985). Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Mardiah (2008) kadar protein rata-rata dalam
ikan pari adalah 16,86% berat basah.
METODE PENELITIAN
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah peralatan gelas, mortar,
seperangkat alat soxhlet, seperangkat alat
destilasi, labu bulat, labu Kjeldahl, desikator,
neraca analitis, dan spektrofotometer Genesis,
oven listrik, dan bunsen.
Bahan-bahan yang digunakan pada
penelitian ini adalah daging ikan pari Burung
Elang / Spotted Eagle Ray (Aetobatus narinari)
pari Mondol (Himantura gerardi), dan pari
Mutiara (Himantura jenkinsii), petroleum eter,
glukosa, aqua DM, anthrone, H2SO4 pekat, kertas
saring Whatman 40 diameter 125 mm, CuSO4,
NaOH, indikator phenolphtalein, bromtimol biru,
metil merah, H2C2O4·2H2O, dan HCl.
Prosedur Kerja
Preparasi Sampel
Ikan pari yang akan dianalisis terdiri dari
3 spesies yaitu ikan pari Burung Elang, pari
Mondol, dan pari Mutiara. Daging ikan pari yang
telah dipotong dan dibersihkan, diiris tipis-tipis
kemudian dioven selama 2 jam pada suhu 105°C
dan dimasukkan dalam desikator. Daging yang
telah kering ini dihaluskan menggunakan mortar.
Sampel yang telah halus kemudian dianalisis
kadar lemak, protein, dan glukosanya.
Penentuan Kadar Lemak
Kadar lemak dari daging kering ketiga
spesies ikan pari tersebut ditentukan dengan
metode ekstraksi soxhletasi. Sampel yang telah
halus ditimbang sebanyak 5 gram dan dibungkus
dengan kertas saring biasa kemudian dimasukkan
dalam labu reservoir atas pada rangkaian
peralatan soxhlet. Sampel diekstraksi selama 6
jam menggunakan 150 mL petroleum eter yang
telah dimasukkan dalam labu bulat. Setelah
petroleum eter naik ke labu reservoir atas, ekstrak
lemak pada labu bulat diambil dan ditempatkan
dalam gelas beker yang telah diketahui massanya.
Ekstrak lemak ini diuapkan selama 24 jam
kemudian ditimbang dan ditentukan massa
endapan lemak yang diperoleh.
Penentuan Glukosa
Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
Panjang gelombang maksimum untuk
analisis glukosa ditentukan dengan cara mengukur
absorbansi larutan glukosa 8 ppm yang dibuat
dengan melarutkan 10 mg glukosa dalam aqua
DM
hingga volumenya mencapai 100 mL
kemudian diambil sebanyak 4 mL dan diencerkan
dengan aqua DM sampai volumenya 50 mL.
Larutan glukosa ini diambil sebanyak 1 mL dan
ditambah dengan 3 mL pereaksi anthrone 2%
yang dibuat dengan melarutkan 1 g anthrone
dalam H2SO4 pekat hingga volumenya mencapai
50 mL. Larutan ini dipanaskan selama 12 menit
dalam penangas air pada suhu 100°C. Setelah
didinginkan dalam air mengalir, larutan ini diukur
absorbansinya menggunakan spektrofotometer
Genesis pada rentang panjang gelombang 610
sampai 700 nm dengan interval 5 nm. Panjang
gelombang maksimum diperoleh dari absorbansi
maksimum.
mL pereaksi anthrone 2%. Larutan dikocok lalu
dipanaskan dalam penangas air pada suhu 100°C
selama 12 menit, kemudian didinginkan dalam air
mengalir. Larutan diukur absorbansinya pada
panjang gelombang 630 nm. Pengukuran setiap
sampel dilakukan sebanyak sepuluh kali.
Penentuan Kadar Protein
Kadar protein dalam daging ikan pari
ditentukan dengan metode Kjeldahl melalui tiga
tahap yaitu destruksi sampel, destilasi, dan titrasi.
Sampel yang telah halus sebanyak 0,1 g
dimasukkan dalam labu Kjeldahl (bisa
menggunakan tabung reaksi), ditambahkan 1 g
CuSO4 dan 2,5 mL H2SO4 pekat. Destruksi
sampel dilakukan selama 2 jam pada suhu 100°C.
Sampel yang telah didestruksi ditambah dengan
50 mL aqua DM dan 15 mL NaOH 50% w/v,
dimasukkan ke dalam labu bulat yang telah diberi
batu didih, dan didestilasi. Destilat yang diperoleh
ditampung dalam erlenmeyer yang berisi 10 mL
HCl 0,02 N; 4 tetes metil merah; dan 4 tetes metil
biru hingga volume total mencapai 40 mL.
Destilat ini kemudian dititrasi menggunakan
NaOH 0,02 N yang telah distandarisasi dengan
asam oksalat. Titik akhir titrasi terjadi saat larutan
berwarna hijau. Jumlah NaOH yang digunakan
untuk mencapai titik akhir titrasi tersebut dicatat.
HASIL DAN DISKUSI
Pembuatan Kurva Kalibrasi Glukosa
Kurva kalibrasi glukosa dibuat dari plot
antara nilai absorbansi (sumbu y) dan konsentrasi
glukosa (sumbu x). Variasi konsentrasi glukosa
yang digunakan adalah 2, 4, 6, 8, dan 10 ppm.
Variasi konsentrasi larutan ini dibuat dengan cara
mengambil larutan glukosa 100 ppm dengan
masing-masing volume 1, 2, 3, 4, dan 5 mL
kemudian dimasukkan dalam labu ukur 50 mL
dan ditambah aqua DM hingga batas volume.
Masing-masing larutan glukosa diambil 1 mL dan
dimasukkan dalam tabung reaksi yang berbeda
kemudian ditambah 3 mL pereaksi anthrone 2%.
Larutan ini dikocok lalu dipanaskan dalam
penangas air pada suhu 100°C selama 12 menit,
kemudian didinginkan pada air mengalir. Larutan
diukur absorbansinya pada panjang gelombang
630 nm.
Penentuan Kadar Glukosa
Pengukuran kadar glukosa dalam sampel
dilakukan dengan menimbang sampel yang telah
halus sebanyak 10 mg kemudian dilarutkan
dalam aqua DM. Larutan yang diperoleh
kemudian diencerkan menggunakan aqua DM
dalam labu ukur hingga volumenya 100 mL.
Larutan ini disaring dengan kertas saring
Whatman kemudian diambil sebanyak 1 mL dan
dimasukkan dalam tabung reaksi, lalu ditambah 3
Prosiding Kimia-FMIPA ITS
Hasil Penentuan Kadar Lemak Kasar
Kadar lemak kasar ditentukan dengan
ekstraksi pelarut. Metode yang digunakan adalah
ekstraksi soxhletasi yang merupakan ekstraksi
semi-kontinu. Secara umum metode ini
digunakan untuk meningkatkan efisiensi ekstraksi
lemak dari bahan makanan. Pelarut yang
digunakan dalam ekstraksi lemak harus mampu
mengekstrak lemak dari sampel dengan baik.
Efisiensi ekstraksi tergantung pada polaritas
lemak terhadap polaritas pelarut. Lemak yang
diekstrak bersifat nonpolar, sehingga pelarut yang
digunakan juga bersifat nonpolar. Pelarut organik
yang digunakan adalah petroleum eter yang
bersifat nonpolar dengan titik didih 20-75ºC.
Selain itu menurut Mc.Clement (2003), pelarut
yang digunakan juga relatif tidak mahal, memiliki
titik didih yang relatif rendah (sehingga dapat
terpisah dengan mudah melalui penguapan), dan
aman digunakan. Sampel
yang
dianalisis
dikeringkan,
ditumbuk/
dihaluskan,
dan
dibungkus
dengan
kertas
saring
biasa.
Pengeringan sampel dilakukan sebelum ekstrasi
pelarut, karena beberapa pelarut organik tidak
dapat berpenetrasi dengan mudah ke dalam suatu
bahan yang masih mengandung air. Penumbukan
bertujuan untuk menghomogenkan sampel dan
meningkatkan area permukaan lemak yang
mengarah pada pelarut. Kertas saring berisi
sampel diletakkan dalam chamber ekstraksi/labu
reservoir atas, yang diletakkan di atas labu yang
berisi pelarut dan berada di bawah kondensor.
Labu dipanaskan sehingga pelarut menguap dan
naik ke kondensor
ndensor dimana uap pelarut ini diubah
menjadi cairan yang menetes ke dalam chamber
hingga merendam kertas saring yang berisi
sampel. Pelarut ini mengekstrak lemak yang ada
dalam sampel. Ekstrak lemak ini kemudian masuk
kembali ke labu. Ekstraksi dilakukan selama 6
jam. Ekstrak lemak yang diperoleh kemudian
dibiarkan dalam udara terbuka selama 24 jam
untuk menguapkan pelarutnya. Endapan lemak
yang diperoleh ditimbang untuk menentukan
kadar lemak sampel. Perhitungan kadar lemak
dilakukan secara gravimetri yaitu
yai perbandingan
dari massa lemak kasar dengan massa sampel
awal.
Analisis lemak dari ketiga spesies yang
masing-masing
masing dilakukan dengan sepuluh kali
replikasi, memiliki nilai standar deviasi SD
sebesar 0,392 untuk ikan pari Burung Elang,
0,5245 ikan pari Mondol,
ondol, dan 0,5273 untuk ikan
pari Mutiara. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat
kepresisian dari analisis lemak pada ikan pari
Burung Elang lebih tinggi jika dibandingkan
dengan ikan pari Mondol dan ikan pari Mutiara.
Hasil analisis kadar lemak kasar terdapat pada
lampiran C, dan hasil perhitungan lemak kasar
ditunjukkan pada tabel 1.
Lemak yang diperoleh dalam analisis
bahan makanan merupakan lemak total atau
lemak kasar (crude fat)) yang mencakup
trigliserida dan lemak-lemak
lemak jenis lain, termasuk
lipoida seperti kolesterol, karotenoid, dan
sebagainya (Sediaoetama, 1985).
Tabel 1 Kadar Lemak dalam Daging Ikan Pari*
Kadar
No
Spesies Ikan Pari
Lemak (%)
Burung Elang/Aetobatus
Aetobatus
1
3,00
narinari
Mondol/Himantura
2
2,89
gerrardi
Mutiara/Himantura
3
3,09
jenkinsii
*kadar lemak rata-rata
rata dari sepuluh kali replikasi
Ketiga jenis spesies ikan pari yang
dianalisis memiliki kadar lemak rata-rata
rata
dengan
perbedaan yang tidak terlalu jauh. Ikan pari yang
memiliki kadar lemak tertinggi adalah ikan pari
Mutiara dengan
an prosentase 3,090%, kemudian
ikan pari Burung Elang 3,000%, dan ikan pari
Mondol 2,890%. Kadar lemak dari daging ketiga
jenis ikan pari ini sesuai dengan kadar lemak
dalam ikan laut pada umumnya. Menurut Zapsalis
(1986) kadar lemak secara umum untuk ikan laut
dan sumber makanan laut lainnya adalah sekitar
Prosiding Kimia-FMIPA ITS
0,2-20%.
20%. Pengolahan ikan pari menjadi abon
diharapkan mampu meningkatkan kadar lemak
yang dikandungnya.
Pendekatan statistik untuk menguji
perbedaan nilai kadar lemak kasar pada ketiga
spesies dilakukann dengan analisis variansi
(ANOVA) satu arah. Berdasarkan ANOVA, nilai
kadar lemak kasar antar spesies tidak memiliki
perbedaan. Dari hasil perhitungan diperoleh Fhitung
< Ftabel. Sehingga H0 diterima dan disimpulkan
bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan
sig
antara nilai kadar lemak dari ketiga spesies.
Selain ANOVA maka dilakukan uji LSD (Least
(
Significant Difference)) untuk lebih meyakinkan
bahwa setiap spesies ikan pari tidak memiliki
perbedaan lemak yang cukup signifikan. Hasil
perhitungan menunjukkan
an bahwa selisih antar
rataan data kadar lemak lebih kecil dari LSD
maka tidak ada perbedaan diantara kelompok data
yang ada pada ANOVA. Sehingga data kadar
lemak kasar tidak memiliki perbedaan secara
signifikan.
Hasil Penentuan Kadar Glukosa
Hasil
Penentuan
Panjang
Gelombang
Maksimum
Glukosa yang bereaksi dengan reagen
anthrone menghasilkan warna hijau. Produk
reaksi ini dapat diukur pada panjang gelombang
yang berbeda. Spektra absorbansi diukur pada
rentang panjang gelombang yang cukup besar dari
500 sampai 800 nm (Leyva, 2007). Penentuan
panjang gelombang maksimum pada penelitian ini
dilakukan dengan mengukur absorbansi larutan
standar glukosa dengan pereaksi anthrone.
Rentang panjang gelombang yang digunakan
adalah antara 610-700
700 nm dengan interval
inter
panjang gelombang 5 nm. Penentuan panjang
gelombang maksimum dalam penelitian ini
dilakukan pada rentang 610-700
610
berdasarkan
penelitian sebelumnya oleh Komalawati (2004),
dimana absorbansi larutan standar glukosa dengan
pereaksi anthrone yang berwarna hijau terukur
pada rentang panjang gelombang tersebut.
Spektra panjang gelombang maksimum
yang diperoleh ditunjukkan pada gambar 1.
Gambar 1 Grafik Penentuan Panjang Gelombang
Maksimum
Gambar tersebut menunjukkan absorbansi dimana
terjadi serapan maksimum (puncak tertinggi) yang
terdapat pada panjang gelombang 630 nm.
Panjang gelombang maksimum ini akan
digunakan sebagai dasar pengukuran selanjutnya.
Hasil Penentuan Kurva Kalibrasi
Pembuatan kurva kalibrasi sangat
diperlukan dalam penentuan kadar suatu zat yang
menggunakan metode spektrofotometri. Tujuan
pembuatan kurva kalibrasi adalah untuk
menentukan konsentrasi glukosa berdasarkan
absorbansi serta untuk menentukan ketepatan
hasil analisa yang sesuai dengan hukum LambertBeer. Kurva kalibrasi digunakan sebagai standar
eksternal. Kurva dibuat dari plot antara
konsentrasi glukosa (ppm) dengan absorbansi.
Variasi konsentrasi larutan standar glukosa yang
digunakan yaitu 0 ppm; 1 ppm; 2 ppm; 3 ppm; 4
ppm; dan 5 ppm. Masing-masing larutan diukur
absorbansinya
pada
panjang
gelombang
maksimum 630 nm. Hasil pengukuran antara
konsentrasi dan absorbansi dapat dilihat dalam
tabel D.1 pada lampiran D. Berdasarkan tabel
tersebut maka dibuat kurva kalibrasi yang
ditunjukkan oleh gambar 2.
Berdasarkan kurva tersebut, persamaan
regresi linear yang diperoleh adalah y = 0,054x +
0,013 dengan nilai r2 = 0,998. Nilai ini memenuhi
syarat untuk digunakan sebagai kurva kalibrasi
karena harga r2 tersebut terletak pada interval 0,9
< r2 < 1.
Hasil Penentuan Kadar Glukosa
Karbohidrat terdiri atas monosakarida
(meliputi glukosa, fruktosa, dan galaktosa),
disakarida (meliputi sukrosa, laktosa, dan
maltosa), dan oligosakarida (2 sampai 8 unit
monosakarida), serta polisakarida (pati, dekstrin,
glikogen, dan serat) (Michael, 1992). Pada
penelitian ini, karbohidrat dianalisis dalam bentuk
glukosa. Kadar karbohidrat diperoleh melalui
perkalian kadar glukosa dengan 10/9 sebagai faktor
konversi (Novian, 2002). Kadar karbohidrat ini
dianalisis secara kuantitatif menggunakan metode
kolorimetri dengan spektrofotometer. Menurut
Mc.Clement (2003) metode anthrone merupakan
salah satu contoh dari metode kolorimetri pada
penentuan konsentrasi gula dalam sampel.
Metode ini dapat digunakan untuk menentukan
gula pereduksi dan non-reduksi karena kehadiran
H2SO4 sebagai pengoksidasi yang kuat.
Reaksi antara glukosa dengan anthroneasam sulfat merupakan reaksi eksotermis
membentuk senyawa berwarna yang akan terjadi
dengan baik melalui pemanasan selama 12 menit
pada suhu 100ºC. Mekanisme reaksi pembentukan
senyawa hidroksi furfural-anthrone adalah
0.6
y = 0.054x + 0.013
R² = 0.998
Absorbansi
0.5
0.4
0.3
0.2
Gambar 3 Mekanisme Reaksi Anthrone dengan
Glukosa
0.1
0
0
5
10
15
Konsentrasi Glukosa (ppm)
Gambar 2 Kurva Kalibrasi Glukosa
Nilai ini menunjukkan bahwa antara
absorbansi dan konsentrasi memiliki korelasi
yang linear dimana semua titik terletak pada suatu
garis lurus dengan gradien yang positif. Uji t
menunjukkan bahwa t hitung > t tabel untuk selang
kepercayaan 95% , maka H0 ditolak, sehingga ada
hubungan antara nilai konsentrasi dengan
absorbansi.
Prosiding Kimia-FMIPA ITS
Larutan glukosa dengan anthrone-asam sulfat
berwarna hijau agak kekuningan, namun setelah
dipanaskan berwarna hijau. Hal ini menunjukkan
bahwa glukosa telah bereaksi dengan anthrone
sehingga
dapat
dianalisis
menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang 630
nm. Konsentrasi glukosa dalam sampel memiliki
hubungan yang linear dengan absorbansi sampel.
Karena itu, kadar glukosa dalam sampel
ditentukan dari kurva kalibrasi larutan glukosa.
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh
glukosa rata-rata untuk sepuluh kali replikasi dari
ikan pari Burung Elang adalah 2,2078 ppm; ikan
pari Mondol 2,4685 ppm; dan ikan pari Mutiara
2,4408 ppm. Nilai ini kemudian ditentukan untuk
menghitung kadar glukosa dari masing-masing
spesies. Kadar glukosa dari masing-masing
spesies ikan pari adalah 2,4813%; 2,3164%; dan
2,3144%; sehingga kadar karbohidrat rata-rata
ditunjukkan pada tabel 1
Tabel 2 Kadar Karbohidrat dalam Daging Ikan
Pari*
Kadar
No
Spesies Ikan Pari
Karbohidrat
(%)
Burung Elang/Aetobatus
1
2,757
narinari
Mondol/Himantura
2
2,574
gerrardi
Mutiara/Himantura
3
2,572
jenkinsii
*kadar karbohidrat rata-rata dari sepuluh kali
replikasi
Analisis karbohidrat dari ketiga spesies
yang masing-masing dilakukan dengan sepuluh
kali replikasi (lampiran F), memiliki nilai standar
deviasi SD sebesar 0,2737 untuk ikan pari Burung
Elang, 0,4306 ikan pari Mondol, dan 0,4241
untuk ikan pari Mutiara. Hal ini menunjukkan
bahwa tingkat kepresisian dari analisis
karbohidrat pada ikan pari Burung Elang paling
tinggi jika dibandingkan dengan kedua spesies
lainnya. Berdasarkan ANOVA, nilai kadar
karbohidrat antar spesies tidak memiliki
perbedaan secara signifikan. Hasil perhitungan
menunjukkan bahwa Fhitung < Ftabel sehingga H0
diterima dan disimpulkan bahwa tidak terdapat
perbedaan antara nilai kadar karbohidrat dari
ketiga spesies. Selain ANOVA maka dilakukan
uji LSD untuk lebih meyakinkan bahwa setiap
spesies ikan pari tidak memiliki perbedaan
karbohidrat yang cukup signifikan. Hasil
perhitungan menunjukkan bahwa nilai LSD lebih
besar dari selisih antar rataan sehingga tidak
terdapat perbedaan diantara kelompok data kadar
karbohidrat ketiga spesies ikan pari.
Hasil Penentuan Protein
Analisis protein yang digunakan adalah
metode Kjeldahl yang terdiri dari proses
destruksi, destilasi, dan titrasi. Metode ini juga
merupakan metode yang sederhana untuk
penetapan nitrogen total pada asam amino,
protein, dan senyawa yang mengandung nitrogen
(Apriyantono, 1989). Metode Kjeldahl secara luas
digunakan dan masih merupakan metode standar
sebagai perbandingan terhadap semua metode
yang lainnya. Metode ini bersifat universal, dan
sesuai jika digunakan sebagai metode utama
untuk menentukan nilai protein dalam makanan.
Kekurangan dari metode Kjeldahl adalah tidak
dapat memberikan pengukuran terhadap protein
Prosiding Kimia-FMIPA ITS
yang sesungguhnya karena tidak semua nitrogen
dalam makanan membentuk protein. Protein yang
berbeda memiliki faktor konversi yang berbeda
pula karena memiliki urutan asam amino yang
berbeda. Metode ini juga membutuhkan waktu
yang lama untuk dilakukan (Mc.Clement, 2003).
Sampel daging didestruksi dengan asam
sulfat pekat dan dikatalisis dengan katalisator
yang sesuai sehingga menghasilkan amonium
sulfat. Menurut AOAC (2000), salah satu katalis
yang dapat digunakan adalah Cu yang berupa
CuSO4. Senyawa H2SO4 pekat digunakan dalam
proses destruksi sampel karena H2SO4 merupakan
agen pengoksidasi yang mampu menguraikan
bahan makanan. Katalis digunakan untuk
mempercepat
reaksi
destruksi.
Menurut
Mc.Clement (2003) destruksi sampel bertujuan
untuk mengubah beberapa nitrogen dalam
makanan (selain dalam bentuk nitrat atau nitrit)
menjadi ammonia, dan materi organik lain seperti
CO2 dan H2O.
H2SO4
N (daging)
(NH4)2SO2 (aq)
Sampel yang telah didestruksi kemudian
dimasukkan dalam labu bulat yang telah berisi
aqua DM dan NaOH 50% w/v. Penambahan NaOH
bertujuan untuk mengubah ammonium sulfat
menjadi gas ammonia :
(NH4)2SO4(aq) + 2NaOH(aq)
2NH3(g) +
2H2O(l) + Na2SO4(aq)
Gas ammonia yang terbentuk dilepaskan dari
larutan pada saat proses destilasi dan
terkondensasi sebagai destilat. Destilat yang
dihasilkan ditampung dalam erlenmeyer yang
berisi HCl 0,02 N dan indikator campuran metil
merah dan metil biru. Larutan HCl digunakan
untuk mengubah gas ammonia menjadi ion
ammonium dan secara cepat HCl diubah menjadi
ion Cl-. Reaksi yang terjadi:
NH3(g) + HCl(aq)
NH4+(aq) + Cl-(aq)
Kandungan nitrogen dalam sampel ditentukan
melalui titrasi ammonium klorida dengan NaOH
sehingga membentuk NH4OH. Reaksi yang
terjadi :
H+(aq) + OH-(aq)
H2O(aq)
Indikator yang digunakan merupakan indikator
campuran yaitu metil merah (0,2% larutan dalam
alkohol) dan metil biru/metilen biru (0,1% dalam
larutan alkohol) dengan perbandingan volume
1:1. Nilai pH yang memungkinkan pengamat
untuk melihat dengan jelas perubahan warna
indikator dan mengetahui akhir titrasi adalah 5,4.
Indikator berwarna merah violet dalam kondisi
asam dan hijau dalam kondisi basa (Lurie, 1975).
Indikator ini digunakan karena mudah didapat dan
perubahan warnanya dapat dengan mudah diamati
untuk menentukan titik akhir titrasi.
Konsentrasi ion OH- yang digunakan
untuk mencapai titik akhir titrasi ekivalen
terhadap konsentrasi nitrogen dalam sampel yang
dianalisis. Titik akhir titrasi tercapai saat larutan
berubah warna dari merah violet menjadi hijau.
Kadar nitrogen ini kemudian digunakan untuk
menghitung kadar protein. Perhitungan kadar
protein terdapat dalam lampiran H. Jumlah
seluruh nitrogen dalam metode ini dianggap
berasal dari ikatan protein. Kadar nitrogen dalam
protein rata-rata 16%, sehingga 1 gram nitrogen
berasal dari 6,25 g protein. Jadi untuk
mendapatkan total protein kasar, hasil total
nitrogen dikalikan dengan faktor konversi
(Sediaoetama, 1985). Faktor konversi yang
digunakan untuk daging adalah 6,25 (Michael,
1992).
Analisis protein kasar dari ketiga spesies
yang masing-masing dilakukan dengan sepuluh
kali replikasi memiliki nilai standar deviasi SD
ikan pari burung elang sebesar 0,9453; ikan pari
mondol 0,7759; dan ikan pari mutiara 0,4436.
Analisis protein pada ikan pari burung elang dan
ikan pari mondol kurang presisi. Analisis kadar
protein kasar terdapat pada lampiran I, dan hasil
perhitungan rata-rata protein kasar dalam ketiga
jenis spesies ikan pari ditunjukkan pada tabel 3.
memiliki perbedaan protein yang cukup
signifikan. Hasil perhitungan LSD menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan diantara kelompok data
pada ANOVA.
Tabel 3 Kadar Protein dalam Daging Ikan Pari*
Kadar
No
Spesies Ikan Pari
Lemak (%)
Burung Elang/Aetobatus
1
28,187%
narinari
Mondol/Himantura
2
22,328%
gerrardi
Mutiara/Himantura
3
16,935%
jenkinsii
*kadar protein rata-rata dari sepuluh kali replikasi
DAFTAR PUSTAKA
Kadar protein rata-rata dalam daging ikan
laut adalah 17-22% (Belitz, 1987) sedangkan
menurut Zapsalis (1986) kadar protein rata-rata
pada ikan adalah 15-20%. Kadar protein tertinggi
terdapat pada ikan pari Burung Elang dengan nilai
sebesar 28,187%; kemudian pari Mondol
22,328%; dan pari Mutiara 16,935%. Berdasarkan
ANOVA, nilai kadar protein antar spesies
memiliki perbedaan yang signifikan. Hasil
perhitungan menunjukkan bahwa Fhitung > Ftabel,
sehingga H0 ditolak dan disimpulkan bahwa
memang terdapat perbedaan yang signifikan
antara nilai kadar protein dari ketiga spesies.
Selain ANOVA maka dilakukan uji LSD untuk
lebih meyakinkan bahwa setiap spesies ikan pari
Prosiding Kimia-FMIPA ITS
KESIMPULAN
Berdasarkan karakterisasi kimia yang
telah dilakukan terhadap ketiga jenis ikan pari
maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa daging
ketiga jenis ikan pari Burung, pari Mondol, dan
pari Mutiara memiliki kadar lemak kasar masingmasing sebesar 3,000%; 2,890%; dan 3,090%.
Kadar karbohidrat 2,757%; 2,574%; dan 2,572%
sedangkan kadar protein kasar masing-masing
adalah 28,187%%; 22,328%; dan 16,935%.
UCAPAN TERIMA KASIH
1. Dra. Sukesi, M.Si selaku dosen pembimbing
atas bimbingan, saran, nasehat dan ilmu yang
bermanfaat.
2. Dr. Didik Prasetyoko, M.Si selaku dosen wali.
3. Bpak Lukman Atmaja, Ph.D selaku ketua
jurusan Kimia, FMIPA ITS.
4. Dra. Yulfi Zetra, MS. Selaku koordinator
Tugas Akhir
5. Kedua orang tua serta kedua adik yang telah
banyak memberikan dukungan material
maupun spiritual.
6. Drs. Djarot Sugiarso
selaku kepala
laboratorium Kimia Analitik ITS.
7. Semua pihak yang telah berpartisipasi demi
kelancaran tugas akhir ini.
Allen, Gerry. 1997. Marine Fishes of South-East
Asia. Singapura: Periplus.
Apriyantono, A. 1989. Analisis Pangan. Bogor.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi
IPB.
Belitz, H.D.1987. Food Chemistry. Berlin:
Springer Verlag.
Cunniff, Patricia (Ed). 1995. Official Methods
of Analysis of AOAC International 16th
Edition.
Mary
Land:
AOAC
International.
Darmasih. 1997. “Penetapan Kadar Lemak Kasar
dalam Makanan Ternak non Ruminansia
dengan Metode Kering”. Lokakarya
Fungsional non Peneliti. Bogor: Balai
Penelitian Ternak Ciawi.
Froese, Ranier and Daniel Pauly (Ed). 2008.
"Himantura gerrardi". FishBase.
Horwitz, William (Ed). 2000. Official Methods
of Analysis of AOAC International 17th
Edition.
Mary
Land:
AOAC
International.
Kyne, P.M., Ishihara, H., Dudley, S.F.J. dan
White, W.T. 2006. “Aetobatus narinari”.
IUCN Red List of Threatened Species.
IUCN 2008.
Komalawati, Erna. 2004. “Studi Kelayakan
Pemanfaatn
Gembili
(Dioscorea
esculenta) Kaji Mutu Nilai Gizi Pati
Gembili”. Laporan Tugas Akhir.
Surabaya: Kimia FMIPA ITS.
Nelson, Joseph S. 1984. Fishes of the World, 2nd
edition. United States of America: John
Wiley & Sons.
Raharjo, 2009. “ Ikan Hiu dan Ikan Pari Diolah
Menjadi Ikan Asin”. Berita Cirebon
(Cirebon). 20 Januari.
Sediaoetama, Achmad. 1985. Ilmu Gizi untuk
Mahasiswa dan Profesi Jilid 1.
Jakarta: Dian Rakyat.
Sudarmaji, S. 1989. Analisa Bahan Makanan
dan Pertanian, Yogyakarta: Penerbit
Liberty.
Last, P.R. and Stevens, J.D. 1994. “Sharks and
rays of Australia”. CSIRO Australia.
Hal.153.
Zapsalis, Charles. 1986. Food Chemistry and
Nutritional Biochemistry. New York:
Macmillan Publishing Company.
Leyva, Alberto.et.al. 2007. “Rapid and Sensitive
Anthrone-Sulfuric
Acid
Assay
in
Microplate
Format
to
Quantify
Carbohydrate
in
Biopharmaceutical
Products : Method Development and
Validation”. IABS Biological. 36:134.
Pearson, E.S. 2008. Biometrica Tables for
Statiscian.
Luna, Susan M. 2007. "Aetobatus narinari Species Summary". Fish Base World
Fish Center. 3 Juni 2007.
Lurie, Ju. 1975. Handbook of Analytical
Chemistry. Moscow: Mir Publisher.
Mardiah, A., Huda N., dan Ahmad Ruzita. 2008.
“Potensi
Penggunaan
Ikan
Pari
(Himantura sp.) sebagai Bahan Baku
Pembuatan Flakes Ikan”. Prosiding
SEMNASKAN UGM. Yogyakarta.
Mc.Clement, D.J. 2003. Analysis of Food
Product.
Cambridge:
Woodhead
Publishing.
Michael, O’Keeffe. 1992. “Chemical Analysis of
Animal Feed and Human Food”. Smyth,
R.Malcolm (Ed.). Chemical Analysis in
Complex Matrices. Chichester: Ellis
Horwood Limited.
Miller, J.C. 1991. Statistika Untuk Kimia
Analitik. Bandung: Penerbit ITB.
Novian,
D.
2002.
“Karakterisasi
Sifat
FisikoKimia Tepung dan Pati Ganyong
Varietas Lokal”. Laporan Tugas Akhir.
Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
Prosiding Kimia-FMIPA ITS
Download