Laporan Fieldtrip 3 (ITK)

advertisement
PENGAMATAN EKOSISTEM TERUMBU KARANG
PULAU PARI, KEPULAUAN SERIBU
Latar Belakang Pulau Pari
Gugus Pulau Pari adalah salah satu pulau yang terbesar dari pulau-pulau yang
terdapat di Kepulauan Seribu paling selatan, kurang lebih 35 km bara daya dari kota
Jakarta. Pulau Pari secara adminstratif merupakan salah satu kelurahan di Kecamatan
Kepualauan Seribu Selatan, Kabupaten Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta.
Pulau Pari memiliki wilayah yang tidak terlalu luas, yaitu 40,32 hektar dengan jumlah
penduduk 697 jiwa.
Awalnya Pulau Pari merupakan pulau tidak berpenghuni dan belum memiliki
nama. Pada tahun 1900-an, tepatnya jaman kekuasaan Belanda pada waktu itu
menyebabkan sejumlah warga sekitar Tangerang menetap disana untuk menghindari
kerja paksa. Pulau ini merupakan pulau pengungsian bagi warga sekitar yang
menolak dijadikan pekerja paksa oleh Belanda.Kini, Pulau Pari menjadi sentra
budidaya rumput laut yang menopang kehidupan warganya.
Karena berkembangnya jaman, dari yang tadinya hanya mengandalkan
penghasilan dari nelayan, masyarakat Pulau Pari mulai mencoba mengeksploitasi
perairan sekitar dengan melakukan budidaya. Rumput laut Bali menjadi pilihan
sebagai
komoditi
membudidayakan
untuk
rumput
dibudidayakan.Antusiasme
laut,
ternyata
mendapat
masyarakat
lampu
hijau
untuk
dari
pemerintah.Pemerintah kemudian membangun pusat penelitian yang dimotori
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).Menempati sisi barat Pulau Pari,
Gubernur Ali Sadikin langsung meresmikan Kantor LIPI yang berfungsi sebagai
pusat penelitian rumput laut.
Pulau Pari merupakan kelompok pulau karang yang terdiri dari lima pulau dan
delapan goba serta dikelilingi oleh rataan terumbu karang (Yusri, 2009). Ekosistem
gugus Pulau Pari terganggu oleh penambangan pasir dan karang oleh para pengusaha
dan penduduk. Selain itu di sekitar perairan gugus Pulau Pari terdapat usaha
pengilangan minyak tepi pantai yang dikelola oleh perusahaan swasta yang limbah
minyaknya menyebabkan pencemaran di lepas pantai.
Latar Belakang Terumbu Karang
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan jumlah pulaunya
yang menjapai 17.508 pulau dengan luas lautnya sekitar 3,1 juta km2.Wilayah lautan
yang luas tersebut menjadikan Indonesia mempunyai kekayaan dan keanekaragaman
hayati terbesar di dunia, salah satunya adalah ekosistem terumbu karang. Terumbu
karang merupakan ekosistem khas daerah tropis dengan pusat penyebaran di wilayah
Indo-Pasifik. Diperkirakan luas terumbu karang yang terdapat di perairan Indonesia
adalah lebih dari 60.000 km2, yang tersebar luas dari perairan Kawasan Barat
Indonesia sampai Kawasan Timur Indonesia (Walters, 1994 dalam Suharsono, 1998).
Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang
penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam
ekosistem terumbu karang ini pada umumnya hidup lebih dari 300 jenis karang, yang
terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean,
sponge, alga, lamun dan biota lainnya (Dahuri, 2000). Terumbu karang bisa dikatakan
sebagai hutan tropis ekosistem laut.Ekosistem ini terdapat di laut dangkal yang
hangat dan bersih dan merupakan ekosistem yang sangat penting dan memiliki
keanekaragaman hayati yang sangat tinggi.
Pengamatan ekosistem terumbu karang pada pulau Pari penting dilakukan
karena ekosistem ini mampu menampung berbagai jenis biota laut yang
memanfaatkan sumber makanan yang tersedia di pada ekosistem ini.
METODE
Pada praktikun lapang yang dilakukan di Pulau Pari ini, dilakukan dengan
menggunakan metode LIT. metode LIT ini adalah metode yang dilakukan dengan
cara membentangkan tali rafia sepanjang 10 meter dengan jarak pengamatan kiri dan
kanan transek sepanjang 2,5 meter. Dilakukan sebanyak tiga kali ulangan sehingga
panjang total adalah 30 meter kearah laut lepas. Kemudian setelah dibentangkan
maka kita menulis dan mendata setiap terumbu karang maupun biota-biota asosiasi
lain yang dilewati oleh rafia tersebut.
HASIL
Tabel di bawah ini merupakan tabel data hasil pengamatan terumbu karang
dari 3 stasiun berbeda yaitu stasiun I,II, dan III.
Waktu pengamatan 14.00- 15.00 WIB
Kedalaman 60-150cm cm
Jenis
Jenis
Tipe
bentuk Biota asosiasi
karang
substrat
hidup/life
Fenomena
Penyakit
Menempel
Bergerak
bleaching
zooxantella
Ikan
Sebagian
-
zooxantella
Ikan
-
Ada
zooxantella
Ikan dan -
form
Goniopora
Rubble
CM
Acropora
Karang
mati
ACT
Montiopora Karang
-
mati
CF
Porites
Karang
mati
CE
bulu babi
zooxantella
Ikan
Sedikit
-
Porites
Karang
CSM
mati
Algae
Ikan
Sedikit
-
zooxantella
badut
Karang,
Anemon
Ikan
-
karang
mati
Pavidae
Karang
CM
Zooxantella Ikan dan -
mati,
-
bulu babi
rubble
Halimeda
Pasir
Acropora
Pasir,
-
-
Ikan
-
-
zooxantella
Ikan
-
-
karang
mati
ACB
Menurut hasil wawancara yang dilakukan beberapa kelompok, warga
setempat menyatakan keadaan terumbu karang di pulau Pari masih tergolong baik.
Jika dibadingkan dengan hasil pengamatan, pernyataan ini benar karena penutupan
karang yang masih tinggi.
PEMBAHASAN
Secara keseluruhan pada setiap stasiun diperoleh data bahwa terumbu karang
yang paling mendominasi di Pulau Pari adalah kelas non-acropora dengan tipe life
form coral massive. Untuk biota asosiasi yang yang paling mendominasi pada tiap
stasiun adalah ikan karang dan biota menempel yang lebih mendominasi oleh alga.
Proses bleaching untuk setiap stasiun selalu terjadi namun tiap stasiun proses
blancing yang terjadi berbeda-beda , pada stasiun III proses blancing hampir dialami
oleh setiap jenis terumbu karang namun dalam skala kecil. Sedangkan untuk stasiun I
dan II proses blancing terjadi dalam skala kecil dan hanya terjadi pada beeberapa
jenis terumbu karang. Serangan penyakit pada terumbu karang untuk tiap stasiun
tidak terlau terlihat, serangan penyakit hanya terjadi pada jenis Acropora tabulate
pada stasiun II dan III.
Jika dibandingkan dengan literatur (Nontji, 2005) yang menyebutkan bahwa
tipe life form yang mendominasi di Pulau Pari adalah Colar folios dan kelas yang
dominan adalah kelas non-acropora dibanding acropora. Ternyata untuk life form
data yang didapat sedikit berbeda dengan literatur, hasil pengamatan yang telah
diperoleh ternyata yang dominan adalah tipe life form Coral massive . Namun untuk
kelas, data yang diperoleh sama dengan literatur yang menyebutkan bahwa di Pulau
Pari kelas non-acropora lebih dominan dibanding kelas acropora.
Terjadinya perbedaan antara literatur dan hasil pengamatan dalam hal tipe life
form
disebabkan oleh stasiun pengambilan data
dengan pengamatan
yang berbeda
antara literatur
yang telah dilakukan, sehingga ada kemungkina terjadi
perbedaan tipe life form yang diperoleh. Perbedaa stasiun pengambilan data sangat
memungkinakan terjadinya perbedaan yang di dapat, karena berbeda stasiun
terkadang juga ada faktor-faktor tersendiri yang mempengaruhi kondisi lingkungan
tersebut seperti jenis substrat, salinitas, pergerakan arus , pasang surut, dan
kekeruhan. Sehingga dengan perbedaa tersebut juga akan menyebabkan variasi life
form yang muncul juga akan berbeda-beda, perbedaan tersebut akan mengakibatkan
perbedaan kedominanan suatu jenis life form di suatu stasiun. Sehingga wajar jika
terjadi perbedaan antara data jenis life form yang sudah diperoleh dengan ada yang di
literatur. Yang jelas secara umum data
kelas non-acropora di Pulau Pari lebih
dominan dibanding kelas acropora. Pernyataan itu sangat bersesuaian dengan data
pengamatan dan data yang ada pada literatur.
Respon Biota terhadap Ganggguan
Praktikan mencoba memberikan gangguan kepada beberapa biota yang
terdapat di sana untuk mengetahui respon terhadap gangguan. Bintang laut apabila
diletakkan terbalik maka akan berusaha kembali membalikkan diri dengan cara salah
satu kakinya membalik dan diikuti kemudian dengan kaki yang lainnya. Sedangkan
anemon apabila terkena sentuhan, maka akan terasa tentakelnya menempel dan
menyengat. Biota lain yaitu schooling ikan saat diganggu, maka ia akan menyebar ke
segala arah tetapi akan kembali lagi membentuk schooling.
Diantara ketiga biota di atas yang memiliki respon paling cepat adalah ikan
yang membentuk schooling karena pada saat kita mengganggu mereka maka mereka
akan langsung menyebar.
DAFTAR PUSTAKA
Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut, Aset Pembangunan berkelajutan. PT
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Nontji, Anugerah. 2005. Laut Nusantara. Jakarta : Djambatan.
2005. Laut Nusantara (edisi revisi cetakan keempat). Djambatan. Jakarta.
Suharsono. 1998. Kesadaran masyarakat tentang terumbu karang (kerusakan karang
di
Indonesia). P3O-LIPI, Indonesia: 77 hlm.
Yusri dan Timotius. 2009. Terumbu Karang Jakarta: Pengamatan Jangka Panjang
Terumbu Karang Kepulauan Seribu (2003-2007). Terangi: Jakarta
ANGGOTA KELOMPOK ITK
La Ode Alifatri
C54070001
Nurcholis
C54070044
Abdul Rahman Putra
C54090001
Muhammad Tauhid
C54090002
Dwi Putra Imam Mahdi
C54090003
Sumiharjon Simbolon
C54090007
Lia Badriyah
C54090008
Nabil
C54090009
Gede Swastika Joka Wijaya C54090011
Deni Saputra
C54090012
Cintya Kusumawardhani
C54090013
Husnul Khatimah
C54090014
Muhammad Syarif Harahap C54090015
Irwan Rudy Pamungkas
C54090017
Endang Ginong Pratidina
C54090022
M. Zainudin Lubis
C54090023
Nando Ade Amarily Putra
C54090024
Hesti Aprilianti Rahayu S.
C54090026
Ferdy Gustian Utama
C54090027
Muhammad Idris
C54090028
Ahmad Ibnu Riza
C54090029
Muhammad Yudha Asmara C54090030
Fadhila Anisa Aunur R.
C54090031
Luthfy Nizarul Fikri
C54090032
Hendi Santoso
C54090034
Rayhan Nuris
C54090035
Denny Sahala Seri
C54090037
Annisya Rosdiana
C54090038
Eka Maya Kurniasih
C54090040
Mahardika Rizqi Himawan
C54090042
Isnaini Prihatiningsih
C54090043
Stefany Reza
C54090044
Deddy Irawan
C54090045
Iqoh Faiqoh
C54090046
Fredy Marojaya Aritonang
C54090047
Sammy Lugina
C54090049
Muqtasidun Saifullah H.
C54090050
Ami Shaumi
C54090051
Budi Utami Hanjani Putri
C54090056
Ayudiah Ningtyas
C54090058
M. Ismatullah Jay
C54090064
Muhammad Sudibjo
C54090065
Gunawan Septianto
C54090066
Khasanah Dwi Astuti
C54090067
Muhammad Riandy
C54090069
Muhammad Mujahid
C54090070
Sayid Geubri Al-Farisi
C54090074
Rahmad
C54090075
M. Suffi Syahwi
C54098001
Norsyamimi Wasli
C54098004
ASISTEN:
Kornel A. W.
Bahrun
Rico
Ade Novia P.
Dea Fauzia
Sri hadianti
LAMPIRAN
Download