11 BAB II PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN

advertisement
BAB II
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN PENGGUNA JASA
TELEKOMUNIKASI SELULER DARI PROVIDER TELEKOMUNIKASI
2.1. Perlindungan Hukum
2.1.1. Pengertian Perlindungan Hukum
Perlindungan hukum mempunyai arti sebagai suatu perbuatan dalam
hal melindungi, misalnya memberikan perlindungan pada orang yang
lemah.9 Batasan hukum menurut Utrecht, yaitu hukum adalah himpunan
peraturan-peraturan
(perintah-perintah
dan
larangan-larangan)
yang
mengurus tata tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh
masyarakat itu.10
Perlindungan hukum apabila dijabarkan terdiri dari dua suku kata
yakni “perlindungan” dan “hukum”, yang artinya memberikan suatu
perlindungan menurut hukum atau undang-undang yang berlaku. UndangUndang Dasar 1945 hasil amandemen, dalam pasal 1 ayat 3 menyatakan
bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Artinya, penyelenggaraan
negara disegala bidang harus didasarkan pada aturan hukum yang adil dan
pasti
sehingga
tidak
didasarkan
pada
kekuasaan
politik
semata.11
Perlindungan hukum sangat penting dikembangkan dalam rangka menjamin
hak masyarakat untuk mendapatkan perlindungan menurut hukum dan
Undang-Undang.
9
C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Jilid 1, Balai Pustaka, Jakarta, 2006, hlm. 37.
Utrecht Sebagaimana Dikutib dari C.S.T Kansil, Pengaturan Ilmu Hukum dan Tata
Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta 1989, hlm. 38.
11
Iswi Hariyani, Hapus Buku dan Hapus Tagih Kredit Macet Debitor UMKM di Bank
BUMN, PT.Bina Ilmu, Surabaya 2008, hlm. 13.
10
11
Prinsip perlindungaan hukum bagi rakyat indonesia adalah prinsip
pengakuan dan perlindungan hukum terhadap harkat dan martabat manusia
yang bersumber pada pancasila. Pengertian perlindungan hukum bagi rakyat
terdapat dua bentuk yaitu perlindungan hukum secara preventif dan
perlindungan hukum secara represif.
Perlindungan hukum yang bersifat preventif kepada warga negara
diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya
sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang devinitive.
Dengan demikian perlindungan hukum yang bersifat preventif bertujuan
untuk mencegah terjadinya sengketa. Sedangkan sebaliknya, perlindungan
hukum yang represif bertujuan untuk menyelesikan suatu sengketa.12
Negara hukum, khususnya indonesia harus mampu memberikan
perlindungan hukum bagi masyarakat atau warga negaranya mengingat
yang menjadi pedoman kehidupan berbangsa dan jalanya pemerintahan
adalah hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dalam hukum harus
ada perlindungan serta keadilan, karena keadilan merupakan roh atau jiwa
dari hukum tersebut. Sedangkan terwujudnya perlindunngan hukum
merupakan sarana untuk dapat mewujudkan keadilan tersebut. Dengan
demikian, adanya perlindungan hukum juga akan menciptakan suatu
kepastian hukum dengan memberikan keadilan yang seadil-adilnya bagi
semua pihak.
2.1.2. Unsur Perlindungan Hukum
12
Philipus M.Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Peradaban,
Surabaya, 2007, hlm. 2.
12
Apabila
dilihat
dari pengertian
dan
pemahaman
terhadap
perlindungan hukum diatas, maka dapat diketahui unsur-unsur perlindungan
hukum, yaitu:
1. Hukum tersebut merupakan sarana bagi siapa saja,artinya siapa saja
yang haknya dilanggar dalam hidup bermasyarakat maka ia berhak
mengajukan agar orang lain yang telah melakukan pelanggaran tersebut
untuk ditindak oleh hukum tersebut;
2. Orang yang terbukti bersalah secara hukum tersebut dikenai sanksi yang
telah ditentukan oleh hukum itu;
3. Asas kesamaan hukum (rechtsgleichheit) dalam arti material yaitu hukum
yang dituntut sesuai dengan cita-cita keadilan didalam masyarakat;
4. Tujuan dari hukum itu adalah untuk menciptakan dan mempertahankan
ketertiban dan keadilan dalam masyarakat;
5. Tidak adanya kesewenang-wenangan pihak yang mempunyai kekuasaan
dan kesewenangan atas hukum tersebut.13
Realisasi adanya suatu perlindungan hukum dapat dilihat dengan mengamati
unsur-unsur yang terdapat dalam hukum tersebut. Apabila unsur-unsur
tersebut tidak tercermin, maka dapat dipertanyakan akan keberadaan
perlindungan hukum dan kepastian dari hukum itu juga serta mengenai
hukum itu sendiri. Republik Indonesia Tahun 1945 Bab 1 tentang bentuk
kedaulatan pada pasal 1ayat (3) perubahan di (3) batang tubuh UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia yang menyatakan “Indonesia
adalah negara hukum”. Hal ini mengandung konsejuensi bahwa negara
13
Sri Soemantri, Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia, Alumni, Bandung, 1992,
hlm 15.
13
indonesia dalam mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara termasuk
kehidupan antar negara yang berpedoman pada hukum yang teah ditetapkan
dan berlaku di negara Indonesia. Satu negara hukum harus memenuhi unsurunsur yaitu:
1. Pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajibanya harus
berdasarkan atas hukum atau peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
2. Adanya jaminan terdapat Hak Asasi Manusia (HAM) warga negara;
3. Adanya pembagian kekuasaan dalam negara;
4. Adaanya pengawasan-pengawasan dari badan peradilan.14
2.1.3. Perlindungan Hukum Bagi Konsumen
Perlindungan hukum bagi konsumen saat ini telah diatur dalam UndangUndang Perlindungan Konsumen pasal 1 angka 1 yang mengartikan bahwa
“perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya
kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen”.15
Kepastian hukum untuk menjamin perlindungan kepada konsumen itu antara
lain adalah dengan meningkatkan harkat dan martabat konsumen serta
membuka akses informasi tentang barang dan / atau jasa baginya, dan
menumbuh kembangkan sikap pelaku usaha yang jujur dan bertanggung
jawab.16
14
Ibid., hlm. 29.
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
16
Adrian sutedi, tanggung jawab produk dalam hukum perlindungan konsumen, ghalia
Indonesia,Bogor,2008,hlm.8.
15
14
Selain terdapat dalam undang-undang perlindungan konsumen,
hukum yang mengatur tentang perlindungan konsumen juga dapat
ditemukan dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku,
yang juga memuat berbagaii kaidah yang menyangkut hubungan dan
masalah konsumen sekalipun peraturan perundang-undangan tersebut tidak
khusus diterbitkan untuk konsumen, setidak-tidaknya dapat dijadikan dasar
bagi hukum perlindungan kosumen.peraturan-peraturan itu terdiri atas :
1. Undang-undang dasar 1945, pembukaan, alinea ke- 4, yang berbunyi “...
kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia...”
1. Pasal 27 ayat 2 undang-undang dasar 1945, yaitu : ‘Tiap warga
negara berhak atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
2. Ketetapan
majelis
permusyawaratan
rakyat
1993,
yaitu:
“meningkatkan pendapatan produsen dam melindungi kepentingan
konsumen”.
2. Peraturan perundang-undangan lainnya.
Peraturan perundang-undangan yang memuat berbagai kaidah yang
menyangkut konsumen, juga terdapat pada hukum perdata, hukum dagang,
serta kaidah-kaidah keperdataan yang termuat dalam peraturan perundangundangan lainnya baik hukum perdata yang tidak tertulis, misalnya :
1.
BW (Burgerlijk wetboek, dalam bahasa Indonesia dikenal dengan
kitab undang-undang hukum perdata yang selanjutnya dalam skripsi
ini disebut KUHPer ), terutama dalam buku ke-2, ke-3, dan ke-4,
15
yang memuat berbagai kaidah-kaidah hukum yang mengatur
hubungan konsumen dan penyedia barang atau jasa konsumen.
2.
WvK ( Wetboek Van Koophandel, dalam bahasa Indonesia dikenal
dengan kitab undang-undang hukum dagang yang untuk selanjutnya
dalam skripsi ini disebut KUHD), buku kesatu, dan buku kedua yang
mengatur tentang hak-hak dan kewajiban yang terbit dari jasa
perasuransian dan pelayaran, pasal 510 KUHD yang berbunyi “setiap
pemegang konsumen berhak untuk menuntut penyerahan barang
kapal yang tersebut didalamnya dimana kapal itu berada”.
3.
Peraturan perundang-undangan yang tergolong hukum publik,
terutama dalam kerangka hukum
konsumen dan/atau hukum
perlindungan konsumen. Dalam kaitan ini antara lain ketentuan
hukum administrasi negara, daan hukum pidana. Hukum pidana
sebagaimana yang terdapat dalam WvS (Wetboek Van strafrecht,
dalam bahasa Indonesia dikenal dengan kitab undang-undang hukum
pidana yang selanjutnya dalam skripsi ini disebut KUHP), seperti
pencabutan ijin usaha, ijin praktik, atau perijinan lain yang diberikan.
Selain itu juga penjatuhan penghukuman disiplin berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti
tindakan administrasi terhadap tenaga kesehatan dan/atau sarana
kesehatan; tindakan administrasi menteri perundang-undangan dan
HAM terhadap pelanggaran undang-undang nomor 40 tahun 2007
tentang
perseroan
pelanggaran
terbatas;
undang-undang
perbankan
16
tindakan
nomor
10
administrasi
tahun
1998
terhadap
tentang
4.
Kaidah-kaidah yang menyangkut perlindungan konsumen juga
terdapat diluar KUHPer, KUHD, maupun KUHP, misalnya:
a. Undang-undang nomor 7 tahun 1976 tentang farmasi;
b. Undang-undang nomor 2 tahun 1981 tentang metrologi legal;
c. Undang-undang nomor 21 tahun 1982 tentang ketentuan pokok
pers;
d. Undang-undang nomor 5 tahun 1984 tentang perindustrian;
e. Undang-undang nomor 15 tahun 1985 tentang ketenaga
listrikan;
f. Undang-undang nomor 4 tahun 1992 tentang perumahan dan
pemukiman;
g. Undang-undang nomor 13 tahun 1992 tentang perkereta apian;
h. Undang-undang nomor 14 tahun 1992 tentang lalulintas dan
angkutan jalan;
i. Undang-undang nomor 3 tahun 1992 tentang wajib daftar
perusahaan;
j. Undang-undang nomor 7 tahun 1994 tentangworld trade
organization;
k. Undang-undang nomor 7 tahun 1996 tentang undang-undang
pangan;
l. Undang-undang nomor 23 tahun 1997 tentang pengelolaan
lingkungan hidup;
m.Undang-undang nomor 5 tahun 1999 tentang larangan praktik
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
17
5. Dalam hukum adat juga terdapat beberapa prinsip yang dapat dijadikan
dasar perlindungan kepada konsumen. Prinsip-prinsip hukum adat yang
dapat dijadikan dasar perlindungan kepada konsumen terdiri dari prinsip
kekerabatan
yang
kuat
dalam
masyarakat
hukum
adat.
Prinsip
keseimbangan magis atau keseimbangan alam, dan prinsip terang pada
pembuatan transaksi.17
2.2. Konsumen
2.2.1. Pengertian Konsumen
Sebelum berlakunya Undang-Undang Perlindungan Konsumen
praktis hanya sedikit pengertian konsumen dalam hukum positif di Indonesia.
Dalam ketetapan MPR No. II/MPR/1993 kata konsumen disebut dalam
rangka membicarakan tentang sasaran bidang perdagangan, tanpa disertai
penjelasan tentang pengertian konsumen. Istilah lain yang agak dekat
dengan konsumen adalah “pembeli”. Istilah ini dapat dijumpai dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata. Pengertian konsumen jelas lebih luas dari
pada pembeli. Luasnya pengertian konsumen dilakukan secara sederhana
oleh mantan Presiden Amerika Serikat, John F. Kennedy dengan
mengatakan “Consumers by definition include us all.” 18
Di Indonesia telah banyak diiselenggarakan studi, baik yang bersifat
akademis maupun untuk tujuan mempersiapkan dasar-dasar penerbitan
17
Man Suparman Sastrawidjaja, Makalah Aspek Hukum Perlindungan Konsumen, hlm. 3
sebagaimana dikutip dalam Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesian Sengketa
Konsumen Ditinjau Dari Hukum Acara Serta Kendala Implementasinya, Kencana,
Jakarta,2005, hlm. 69-71.
18
Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau dari Hukum
Acara Serta Kendala Implementasinya, Kencana ,Jakarta, 2008, hlm. 60-61.
18
suatu peraturan perundang-undangan tentang perlindungan konsumen.
Dalam naskah-naskah akademik dan/atau berbagai naskah pembahasan
rancangan peraturan perundang-undangan, dan cukup banyak dibahas dan
dibicarakan tentang berbagai peristilahan yang termasuk dalam lingkup
perlindungan konsumen. Naskah-naskah akademik yang patut mendapatkan
perhatian tentang istilah konsumen, antara lain:
a. Badan
Pembinaan
Hukum
Nasional
Departemen
Kehakiman
(BPHN). Menyusun batasan tentang konsumen akhir, yaitu pemakai
akhir dari barang, digunakan untuk keperluan diri sendiri atau orang
lain, dan tidak untuk diperjual belikan.
b. Batasan konsumen dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia;
pemakaian barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat bagi
kepentingan diri sendiri, keluarga atau orang lain, dan tidak untuk
diperdagangkan kembali.
c. Sedang dalam naskah akademis yang dipersiapkan Fakultas Hukum
Universitas
Indonesia
bekerjasama
dengan
Departemen
perdagangan R.I, berbunyi:
Konsumen adalah setiap orang atau keluarga yang mendapatkan
barang untuk dipakai dan tidak untuk diperdagangkan.19
Konsumen Menurut pengertian pasal 1 angka 2 Undang-Undang
Perlindungan Konsumen, “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang
dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri
19
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta,
2008, hlm. 23.
19
sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan.” Yang dimaksud di dalam Undang-Undang Perlindungan
Konsumen sebagai konsumen adalah konsumen akhir. Karena konsumen
akhir memperoleh barang dan/atau jasa bukan untuk dijual kembali,
melainkan untuk digunakan, baik bagi kepentingan dirinya sendiri, keluarga,
orang lain dan makhluk hidup lain.
Dalam penulisan skripsi ini juga akan ditemukan istilah pelanggan.
Seperti dalam tulisan Suryo Widiantoro, pengertian pelanggan adalah
perseorangan, badan hukum, instansi pemerintah yang menggunakan
jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi berdasarkan kontrak.
Pemakaian adalah perseorangan, badan hukum, instansi pemerintah yang
menggunakan jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi yang
tidak berdasarkan kontrak. Pengguna adalah pelanggan dan pemakai.20
Maka pelanggan yang dimaksud dalam skripsi ini ialah baik itu
perseorangan, badan hukum, instansi pemerintahan yang menggunakan
jaringan telekomunikasi seluler dan atau jasa telekomunikasi seluler yang
terkait.
2.3. Hak dan Kewajiban
2.3.1. Hak dan Kewajiban Konsumen
Dalam pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan
Konsumen disebutkan sejumlah hak konsumen yang
mendapatkan jaminan perlindungan dari hukum,yaitu :
20
http://www.digitalkafe.com/wp-content/uploads, diakses tanggal 4 februari 2014
20
a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
b. Hak untuk memilih barang dan / atau jasa serta
mendapatkan barang dan / jasa tersebut sesuai dengan nilai
tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
c. Hak atas informasi yang benar , jelas , dan jujur mengani
kondisi dan jaminan barang dan / atau jasa.
d. Hak untuk didengar pendapat dab keluhannya atas barang
dan / atau jasa yang digunakan.
e. Hak untuk mendapatkan advokasi , perlindungan dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara
cepat.
f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen
g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur
serta tidak diskriminatif.
h. Hak untuk mendapatkan kompensasi , ganti rugi dan /atau
penggatian , apabila barang dan / atau jasa yang diterima
tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana
mestinya.
i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya.
Dari semua hal diatas,namun pada intinya dapat dibagi menjadi 3
(tiga) hak yang menjadi dasar, yaitu:
1. Hak yang dimaksudkan untuk mencegah konsumen dari kerugian
harta kekayaan:
2. Hak untuk memperoleh barang dan/atau jasa dengan harga wajar;
3. Hak
untuk
memperoleh
penyesalan
yang
patut
terhadap
permasalahan yang dihadapi.21
Hak yang dimiliki konsumen terkait erat dengan kewajiban yang harus
dilakukan oleh pelaku usaha, diantaranya ialah kewajiban untuk memberikan
informasi yang benar , jelas , dan jujur serta memberi penjelasan dalam hal
penggunaan , perbaikan , dan pemeliharaan.Selain itu kewajiban pelaku
21
Ahmad Miru,dkk, Hukum Perlindungan Konsumen, PT.Raja Grafindo, Jakarta, 2004,
hlm 46-47.
21
usaha juga menjamin mutu barang dan / atau jasa sesuai dengan ketentuan
standart mutu barang dan / atau jasa yang berlaku.
Selain itu, dalam pasal 5 undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen juga menyebutkan tentang Kewajiban Konsumen,
yaitu :
a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian
atau pemanfaatan barang dan / atau jasa,demi keamanan dan
keselamatan.
b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan atau
/ jasa.
c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
d. Mengkuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan
konsumen secara patut.
Apabila dibandingan dengan hak dan dengan pelaku usaha
sebagaimana dalam pasal 6 dan 7 undang-undang nomor 8 1999 tentang
Perlindungan Konsumen , tampak bahwa hak kewajiban konsumen
bertimbal balik dengan hak dan kewajiban pelaku usaha. Artinya,apa yang
menjadi hak konsumen merupakan kewajiban pelaku usaha untuk
memenuhi dan begitu pula sebaliknya apa yang menjadi hak pelaku usaha
adalah kewajiban konsumen untuk memenuhinya.
2.3.2. Hak dan Kewajiban Provider
Undang-undang Perlindungan Konsumen juga mengatur hak-hak dan
kewajiban-kewajiban
dari
pelaku
usaha.
Pasal
6
Undang-undang
Perlindungan Konsumen, menyatakan Hak penyelenggara produk provider
telekomunikasi di Indonesia sebagai pelaku usaha, adalah:
a. Hak menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai
kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
b. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen
yang beritikad tidak baik;
22
c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian
hukum sengketa konsumen;
d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila tidak terbukti secara hukum
bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa
yang diperdagangkan;
e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan PerUndang-undangan
lainnya.
Selanjutnya
Pasal
7
Undang-undang
Perlindungan
Konsumen
menyatakan Kewajiban penyelenggara produk provider telekomunikasi di
Indonesia sebagai pelaku usaha, adalah:
a. Beritikad baik;
b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberikan penjelasan
penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan;
c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta
tidak diskrimanatif;
d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau
jasa yang berlaku;
e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau
mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan
dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau diperdagangkan;
f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian
akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau
jasa yang diperdagangkan;
g. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila baran
dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan
perjanjian.
h. Berdasarkan pemaparan di atas, dapatlah dikatakan bahwa tujuan
daripada Undang-undang Perlindungan Konsumen, adalah untuk:
i. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen
untuk melindungi dirinya;
j. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari ekses negatif terhadap pemakaian barang
dan/atau jasa;
k. meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan
dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
l. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengancung unsur
kepastian hukum dan keterbukaan informasi, serta akses untuk
mendapatkan informasi;
23
m. membubuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan
bertanggung jawab dalam berusaha;
n. meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin
kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan,
kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.22
Ketidak-berpihakan terhadap konsumen menunjukkan lemahnya
pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 dalam memberikan
peluang keadilan di dalam penegakan Hak dan Kewajibang Pelaku Usaha
dan Konsumen dalam transaksi Barang. Hal ini dapat dilihat di lapangan,
bahwa persaingan antar para pelaku usaha penyelenggara produk
provider telekomunikasi di Indonesia seringkali menyebabkan kerugian
bagi konsumen.
2.4 Telekomunikasi dan Penyelenggara Telekomunikasi
Apa yang sering dihasilkan oleh kemajuan teknologi, tentu
mempunyai berbagai implikasi. Disadari atau tidak kemajuan teknologi
yang merupakan hasil dari proses pembangunan23 telah membawa
fenomena baru yang mampu mengubah hampir setiap aspek kehidupan
manusia.
Perkembangan
teknologi
komunikasi
dan
informasi24
(Information and Communication Technology –ICT) yang begitu pesat
dengan segala fasilitas penunjangnya dalam peradaban manusia modern
saat ini, telah membawa kita memasuki era baru yang disebut era digital
22
23
Ibid., hlm 48-49.
Oleh Soerjono Soekanto dalam bukunya “ Kegunaan Sosiologi Hukum Bagi Kalangan
Hukum”, dikemukakan bahwa pembangunan merupakan perubahan terencana dan
teratur yang antara lain mencakup aspek-aspek politik, ekonomi, demografi, psikologi,
hukum, intriktual maupun teknologi.
24
Teknologi informasi adalah teknologi yang berhubungan dengan pengolahan data
menjadi informasi dan proses penyaluran data/informasi tersebut dalam batas-batas
ruang dan waktu. (Cahyana Ahmadjayadi, asi, dalam Laporan Forum Dialog Nasional
Bidang Hukum dan Non Hukum, Cyberlaw sebagai Sarana Sangat Penting bagi
Perkembangan Sistem Informasi Nasional Berbasis Teknologi Komunikasi dan Informasi,
September 2004, hal. 180
24
(digital age). Berbagai bidang kehidupan akhirnya dirambah oleh
kemajuan ICT tersebut. Perkembangan teknologi komunikasi massa yang
menekankan pada komunikasi antar individu secara langsung, seperti
halnya pada penggunaan telepon, mengalami kemajuan yang sangat
berarti dengan dikenal dan digunakannya telepon bergerak atau yang
lebih dikenal dengan “cellular phone”.25
Perkembangan teknologi dalam bidang informasi inipun telah
mengubah baik perilaku masyarakat dan peradaban manusia secara
global. Perkembangan teknologi dan informasi juga menyebabkan dunia
menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial
yang secara signifikan berlangsung demikian cepat. Telepon adalah milik
seluruh penghuni dunia. Setiap orang sekarang sudah memiliki telepon
selular. Telepon selular telah mempermudah komunikasi orang-orang dari
segala penjuru dunia. Media komunikasi ini menjadi sangat awam bagi
semua orang dan membuat jarak menjadi sangat dekat. Perangkat ini
membuat semua orang dapat terkoneksi satu sama lain yang kita kenal
sebagai alat telekomunikasi.26 Telekomunikasi adalah teknik pengiriman
atau penyampaian infomasi, dari suatu tempat ke tempat lain.
Berdasarkan
Undang-Undang
nomor
36
tahun
1999
tentang
Telekomunikasi, telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman,
dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda,
isyarat, tulisan, gambar, suara,dan bunyi, melalui sistem kawat, optik,
25
Ahmad M. Ramli., Naskah Akademik Rancangan Peraturan Pemerintah tentang
Transaksi Elektronik, (Jakarta Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum
dan Hak Asasi Manusia RI, 2007), hal.1
26
Alat telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan dalam
bertelekomunikasi ( Indoneisa, Undang-Undang Telekomunikasi, UU No. 36 tahun 1999,
LN No.154 tahun 1999, TLN No. 3881)
25
radio, atau sistem elektromagnet lainnya.27 Dalam kaitannya dengan
telekomunikasi bentuk komunikasi jarak jauh dapat dibedakan atas tiga :
a.
Komunikasi Satu Arah (Simplex). Dalam komunikasi satu arah
(Simplex) pengirim dan penerima informasi tidak dapat menjalin
komunikasi yang berkesinambungan melalui media yang sama.
Contoh: pager, televisi, dan radio.
b.
Komunikasi Dua Arah (Duplex). Dalam komunikasi dua arah
(Duplex) pengirim dan penerima informasi dapat menjalin
komunikasi yang berkesinambungan melalui media yang sama.
Contoh: telepon dan VOIP.
c.
Komunikasi Semi Dua Arah (Half Duplex). Dalam komunikasi semi
dua arah (Half Duplex) pengirim dan penerima informasi
berkomunikasi
secara
bergantian
namun
tetap
berkesinambungan. Contoh : handy talkie, FAX, dan chat room.28
Jadi telekomunikasi harus memenuhi empat kategori. Ada
pengirim, ada penerima, ada jarak di antaranya dan ada informasi
yang dipertukarkan. Tanpa kehadiran salah satunya maka
sesuatu tidak bisa dikategorikan telekomunikasi.29
Untuk
memenuhi
kebutuhan
27
masyarakat
dalam
Indonesia (b), Ps. 1 ayat (1). Untuk perbandingan dapat diperhatikan defenisi
telekomunikasi berdasarkan regulasi di Amerika Serika dan Belanda, “The term
‘telecomunication’ means the transmission, between or among point specified by the
user, of information of the user’s choosing, without change in the form or content of the
information as sent and received.”( The US Telecomunications Act 1996), dan
“Telecomunication means any transmission, emission or reception of signals by means of
telecommunication infrastructure. ”(The Netherlands Telecomunication Act 1988).
28
Puji, “Pengertian Telekomunikasi”, http://puzies.blogspot.com/2009/12/pengertiantelekomunikasi.html , diunduh pada tanggal 17 Desember 2011.
29
Wisnu Ajie, “Telekomunikasi Sebuah Defenisi”,
http://duniatelekomunikasi.wordpress.com/2008/03/23/telekomunikasi-sebuah-definisi/
diunduh pada tanggal 19 Februari 2014.
26
pertelekomunikasian
ini,
maka
ada
pihak
yang
menjadi
penyelenggara telekomunikasi. Dalam bahasa awam penyebutan
penyelenggara jasa telekomunikasi, khususnya dalam lingkup
telepon
selular,
telekomunikasi.
lebih
dikenal
Penyelenggara
dengan
Jasa
istilah
provider
telekomunikasi
adalah
perseorangan, koperasi, badan usaha milik daerah, badan usaha
milik negara, badan usaha swasta, instansi pemerintah, dan
instansi
pertahanan
keamanan
negara.30
Penyelenggara
telekomunikasi dapat melakukan penyelenggaraan telekomunikasi
berupa
jaringan
jasa
telekomunikasi
telekomunikasi
(telecommunications
(telecommunications
services),
network),
dan
telekomunikasi khusus ( specific telecommunication).31 Badan
penyelenggara untuk jasa telekomunikasi dalam negeri (Domestik)
adalah PT. Telkom dan Badan Penyelenggara untuk jasa
telekomunikasi luar negeri (Internasional) adalah PT. Indosat.
Badan Usaha Milik Negara tersebut diberi wewenang untuk yang
menyelenggarakan jasa telekomunikasi, seperti telepon, telex,
faksimili, dan sebagainya, maupun jasa telekomunikasi berupa
jasa-jasa nilai tambah (Value Added Service). Badan lain di luar
badan penyelenggara, baik dalam bentuk Badan Usaha Milik
Swasta (BUMS), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) maupun
Koperasi
juga
berhak
untuk
menyelenggarakan
jasa
telekomunikasi non dasar. Sedang untuk menyelenggarakan jasa
telekomunikasi dasar, badan lain dapat bekerjasama dengan PT
30
31
Indonesia (b), Ps. 1 ayat (8).
Indonesia (b), Ps. 7 ayat (1).
27
Telkom dan atau PT Indosat.
2.4.1
Penyelenggaraan
Telekomunikasi
Berdasarkan
Peraturan
Perundang- Undangan.
2.4.1.1 Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi
Penyelenggara jaringan telekomunikasi (Penyelenggara Jartel)
wajib membangun dan atau menyediakan jaringan telekomunikasi
untuk pelaksanaan kegiatannya dengan memperhatikan ketentuan
teknis
dalam
Rencana
Dasar
Teknis
yang
ditetapkan
oleh
Pemerintah.32 Selain itu, Penyelenggara Jartel wajib pula menjamin
terselenggaranya
telekomunikasi
diselenggarakannya.
melalui
Penyelenggara
Jartel
jaringan
yang
dapat
juga
menyelenggarakan jaringan telekomunikasi melalui jaringan yang
dimiliki dan disediakannya, dengan syarat jasa telekomunikasi
dimaksud
merupakan
kegiatan
usaha
yang
terpisah
dari
penyelenggaraan jasa komunikasi dari Menteri Komunikasi dan
Informasi.33 Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi terdiri dari
penyelenggaraan
jaringan
tetap
dan
jaringan
bergerak.34
Penyelenggaraan jaringan tetap adalah kegiatan penyelengaraan
jaringan untuk layanan telekomunikasi tetap yang dimaksudkan bagi
terselenggaranya
telekomunikasi
publik
dan
sirkit
sewa.
Penyelenggaraan jaringan tetap mencakup penyelenggaraan jaringan
tetap lokal, sambungan langsung jarak jauh, sambungan internasional,
32
Indonesia (c),Peraturan Pemerintah Penyelenggaraan Telekomunikasi, PP No. 52
tahun 2000, LN No. 107 tahun 2000, TLN No.3980.
33
Ibid, Ps.8. Kegiatan usaha yang terpisah adalah adanya pemisahan sistem pembukuan
secara tegas dalam setiap usaha penyelenggaraan telekomunikasi. Hal ini dimaksudkan
untuk menjamin persaingan usaha yang sehat dan adanya audit akunting.
34
Ibid, Ps. 9 ayat (1).
28
dan tertutup.35
Penyelenggaraan
jaringan
tetap
lokal
adalah
kegiatan
penyelenggaraan jaringan di wilayah yang ditentukan, menggunakan
jaringan kabel dan atau jaringan lokal tanpa kabel. Penyelenggaraan
jaringan
tetap
lokal
dapat
menyelenggarakan
sirkit
sewa.
Penyelenggaraan jaringan tetap sambungan langsung jarak jauh
(interlokal)
adalah
kegiatan
penyelenggaraan
jaringan
untuk
menghubungkan jaringan-jaringan terutama jaringan tetap lokal
termasuk
sirkit
sewa
untuk
jaringan
tertutup.
Jaringan
tetap
sambungan langsung jarak jauh merupakan jaringan tulang punggung
interlokal. Penyelenggaraan jaringan tetap sambungan internasional
adalah penyelenggaraan jaringan yang menghubungkan jaringan
domestik dengan jaringan internasional. Penyelenggaraan jaringan
tetap tertutup adalah penyelenggaraan jaringan yang menyediakan
jaringan untuk disewakan.36
Penyelenggaraan
jaringan
bergerak
adalah
kegiatan
penyelenggaraan jaringan untuk layanan telekomunikasi bergerak.
Penyelenggaraan jaringan bergerak mencakup penyelenggaraan
jaringan bergerak terestrial, seluler, dan satelit.37 Penyelenggaraan
jaringan bergerak terrestrial adalah penyelenggaraan jaringan yang
melayani pelanggan bergerak tertentu meliputi antara lain jasa radio
trunking dan jasa radio panggil untuk umum.penyelenggaraan jaringan
bergerak seluler adalah penyelenggaraan jasa yang melayani
35
Ibid, Ps. 9 ayat (2).
Danvirivanto , Hukum Telekomunikasi, Penyiaran, dan Teknologi Informasi, (Jakarta:
Aditama, 2010), hal. 34.
37
Ibid, Ps.9 ayat (3).
36
29
telekomunikasi bergerak dengan teknologi seluler di permukaan bumi.
Penyelenggaraan jaringan bergerak satelit adalah penyelenggaraan
jaringan yang melayani telekomunikasi bergerak
melalui satelit.38
Penyelenggara Jartel harus menyelenggarakan jasa telepon dsaar
untuk penyelenggarana jaringan tetap lokal, jaringan bergerak seluler,
dan satelit.39 Penyelenggara Jartel wajib menyelenggarakan jasa
telepon umum untuk jaringan tetap lokal baik dilakukan secara mandiri
maupun bekerjasama dengan pihak ketiga.40 Penyelenggara Jartel
dalam menyediakan jaringan telekomunikasi dapat bekerjasama
dengan
Penyelenggara
Jartel
asing
yang
ketentuan-ketentuan
kerjasama dimaksud dituangkan dalam suatu perjanjian tertulis.41
Penyelenggara Jartel wajib memenuhi setiap permohonan dari calon
pelanggan jaringan telekomunikasi yang telah memenuhi syarat-syarat
berlanggan jaringan telekomunikasi sepanjang jaringan telekomunikasi
tersedia.42
2.4.1.2 Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi
Penyelenggara
melakukan
jasa
kegiatannya
telekomunikasi
Menggunakan (Penyelenggara jaringan Jastel) dalam telekomunikasi
38
Danvirianto
Ibid, Ps. 10 ayat (1).
40
Ibid, Ps. 10 ayat (2) dan (3). Telepon umum adalah telepon umum koin dan telepon
umum kartu.
41
Ibid, Ps. 11 ayat (1) dan (2). Suatu perjanjian harus dibuat secara tertulis untuk
mempertegas ruang lingkup perjanjian dan mempermudah penyelesaian sengketa atau
perselisihan yang mungkin timbul dalam penyelenggaraan jaringan telekomunikasi.
42
Ibid,Ps. 12. Kewajiban memenuhi setiap permohonan dari setiap calon pelanggaran
jaringan telekomunikasi sepanjang jaringan telekomunikasi tersedia dimaksudkan agar
penyelenggara jaringan telekomunikasi bersikap terbuka dan tidak melakukan
diskriminasi terhadap calon pelanggannya. Yang dimaksud dengan syarat berlangganan
adalah syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh calon pelanggan jaringan telekomunikasi
seperti izin penyelenggaraan jasa telekomunikasi, sertifikasi perangkat yang
dipergunakan, cakupan pelayanan, dan jenis jasa yang akan diselenggarakan.
39
30
milik Penyelenggara Jartel.43 Penyelenggaraan jasa telekomunikasi
berupa jasa teleponi dasar, jasa nilai tambah teleponi, dan jasa
multimedia.44
Penyelenggaraan
penyelenggaraan
teleponi,
jasa
teleponi
telegrap,
teleks,
dasar
dan
adalah
faksimili.
Penyelenggaraan jasa teleponi dasar dapat dilakukan secara jual
kembali. Penyelenggaraan jasa jual kembali jasa telepon dasar adalah
penyelenggaraan jasayang atas dasar kesepakatan usaha, menjual
kembali jasa teleponi dasar. Contohnya antara lain penyelenggaraan
warung telekomunikasi. Penyelenggaraan jasa nilai tambah teleponi
adalah penyelenggaraan jasa yang menawarkan layanan nilai tambah
untuk teleponi dasar, seperti jasa jaringan pintar (IN), kartu panggil
(calling card), jasa-jasa dengan teknologi interaktif (voice response)
dan radio panggil untuk umum. Penyelenggaraan jasa multimedia
adalah penyelenggaraan jasa telekomunikasi yang menawarkan
layanan berbasis teknologi informasi termasuk di dalamnya antara lain
penyelenggaraan jasa voice over internet protocol (VoIP), internet dan
intranet, komunikasi data, konferensi video dan jasa video hiburan.
Penyelenggaraan
jasa
jual
kembali
jasa
multimedia
adalah
penyelenggaraan jasa yang atas dasar kesepakatan usaha, menjual
kembali jasa multimedia. Contohnya penyelenggaraan warung internet
(WARNET).
Penyelenggaraan
permohonan
dari
calon
Jastel
pelanggan
wajib
memenuhi
telekomunikasi
yang
setiap
telah
memenuhi syarat-syarat berlangganan jasa telekomunikasi sepanjang
43
44
Ibid, Ps. 13
Ibid, Ps. 14
31
akses jasa telekomunikasi tersedia.45 Pelanggan jasa telekomunikasi
dapat mengadakan sendiri perangkat akses dan perangkat terminal
pelanggan jasa telekomunikasi.46 Instalasi perangkat akses di rumah
atau gedung dapat dilaksanakan oleh instalatur yang memenuhi
persyaratan.
Penyelenggara
Jastel
wajib
menyediakan
fasilitas
telekomunikasi untuk menjamin kualitas pelayanan jasa telekomunikasi
yang baik dan memeberikan pelayanan yang sama kepada pengguna
jasa telekomunikasi.47 Penyelenggara Jastel wajib mengikuti ketentuan
teknis
Rencana
Dasar
Teknis
dalam
menyediakan
fasilitas
telekomunikasinya.48 Penyelenggara Jastel diwajibkan untuk mencatat
atau merekam secara rinci pemakaian jasa telekomunikasi yang
digunakan oleh pengguna telekomunikasi.49 Penyelenggara Jastel
diharuskan pula memberikan catatan dan rekaman dimaksud apabila
diminta oleh pengguna jasa telekomunikasi.50 Catatan atau rekaman
dimaksud
disimpan
sekurang-kurangnya
3
(tiga)
bulan
dan
Penyelenggaraan Jastel berhak memungut biaya atas permintaan
catatan atau rekaman pemakaian jasa telekomunikasi, seperti biaya
percetakan
atas
catatan
atau
45
rekaman
penggunaan
jasa
Ibid, Ps. 19. Hal ini dimaksudkan agar Penyelenggara Jastel bersikap terbuka dan
tidak melakukan diskriminasi terhadap calon pelanggannya. Syarat-syarat berlangganan
adalah syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh calon pelanggan jasa telekomunikasi
seperti tanda bukti diri, alamat tetap, denah lokasi.
46
Perangkat akses adalah perangkat yang merupakan bagian dari dan disediakan oleh
Penyelenggara Jastel untuk keperluan penyambungan jasa telekomunikasi yang akan
dipergunakan oleh pelanggan. Perangkat terminal pelanggan adalah perangkat/terminal
yang berada dilokasi pelanggan dan disediakan oleh pelanggan jasa telekomunikasi
untuk keperluan bertelekomunikasi.
47
Indonesia (c), Ps. 15 ayat (1) dan (2)
48
Ibid, Ps. 15 ayat (3)
49
Ibid, Ps. 16 ayat (1)
50
Ibid, Ps. 16 ayat (2)
32
telekomunikasi.51
2.4.1.3 Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus.
Penyelenggaraan
perseorangan
telekomunikasi
adalah
khusus
penyelenggaraan
untuk
keperluan
telekomunikasi
guna
memenuhi kebutuhan perseornagan, misalnya amatir radio dan
komunikasi radio antar-penduduk.52Penyelenggaraan telekomunikasi
khusus untuk keperluan instansi pemerintah adalah penyelenggaraan
telekomunikasi untuk mendukung pelaksaan tugas-tugas umum
instansi tersebut, misalnya, komunikasi departemen atau komunikasi
pemerintah daerah.53 Penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk
dinas
khusus
adalah
penyelenggaraan
telekomunikasi
untuk
mendukung kegiatan dinas yang bersangkutan, antara lain, kegiatan
navigasi,
penerbangan,
atau
meteorologi.54
Penyelenggaraan
telekomunikasi khusus untuk badan hokum adalah penyelenggaraan
telekomunikasi yang dilakukan oleh Badan usaha Milik Negara
(BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Badan Usaha swasta,
atau koperasi, misalnya, telekomunikasi perbankan, telekomunikasi
pertambangan,
atau
telekomunikasi
perkeretaapian.55
Dalam
melaksanakan kegiatannya, penyelenggaraan telekomunikasi perlu
memperhatikan aspek perlindungan kepentingan dan keamanan
negara, antisipasi terhadap perkembangan teknologi dan tuntutan
globalisasi, dilakukan secara professional dan bertanggung jawab,
51
Danvirianto
Ibid, penjelasan Ps. 9 ayat (4) huruf (a)
53
Ibid, penjelasan Ps. 9 ayat (4) huruf (b)
54
Ibid, penjelasan Ps. 9 ayat (4) huruf (c)
55
Ibid, penjelasan Ps. 9 ayat (4) huruf (d)
52
33
serta memberikan kesempatan bagi peran serta masyarakat.56
2.4.1.4 Perizinan
Penyelenggaraan
telekomunikasi
di
Indonesia
dapat
diselenggarakan setelah mendapat izin dari Menteri Komuniskasi dan
Informasi dengan memperhatikan tata cara yang sederhana, proses
yang transparan, adil, dan tidak diskriminatif serta penyelesaian dalam
waktu
yang
singkat.57
Untuk
penyelenggaraan
telekomunikasi
diberikan izin melalui tahapan izin prinsip dan izin penyelenggaraan.58
Untuk penyelenggaran izin jaringan dan atau jasa telekomunikasi,
pemohon wajib mengajukan permohonan izin secara tertulis kepada
menteri.59 Pemohon wajib memenuhi persyaratan berbentuk badan
hukum Indonesia yang bergerak di bidang telekomunikasi dan
mempunyai kemampuan sumber dana dan sumber daya manusia di
bidang telekomunikasi.60 Menteri mengumumkan peluang usaha untuk
menyelenggarakan jaringan dan atau jasa telekomunikasi kepada
masyarakat secara terbuka.61 Pengumuman tersebut sekurangkurangnya memuat:
a. Jenis penyelenggaraan, jumlah peserta.
b. Lokasi
dan
cakupan
penyelenggaraan
(lokasi
penyelenggaraan adalah tempat didirikannya stasiun
penyelenggara telekomunikasi khusus untuk keperluan
56
Ibid, Ps. 7 ayat (2)
Indonesia (b), Ps. 1 butir (17), diberikan pengertian bahwa menteri adalah menteri
yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi.
58
Ibid
59
Indonesia (c), Ps. 57 ayat (1). Tata cara pengajuan izin diatur lebih lanjut dengan
keputusan menteri
60
Ibid, Ps. 57 ayat (2)
61
Ibid, Ps. 58 ayat (1)
57
34
penyiaran, sedangkan cakupan penyelenggaraan adalah
luas
pancaran/coverage
area
dan
luas
wilayah
operasi/service area).
c. Persyaratan dan tata cara permohonan izin (sekrunagkurangnya
terdiri
atas
profil
perusahaan,
rencana
pembangunan jaringana atau jasa, rencana usaha).
d. Tempat dan waktu pengajuan permohonan izin.
e. Biaya-biaya yang harus dibayar (biaya-biaya adalah biayabiaya yang harus dibayar oleh calon penyelenggara
telekomunikasi khusus untuk keperluan penyiaran, seperti
biaya pembelian dokumen lelang).
f.
Kriteria seleksi dan evaluasi untuk penetapan calon
penyelenggara telekomunikasi.62
Pemberian izin untuk penyelenggaraan jaringan dan atau jasa
telekomunikasi dilakukan melalui evaluasi atau seleksi.63 Izin bagi
penyelenggaraan telekomunikasi khusus dimana pemohon wajib
mengajukan
permohonan
izin
secara
tertulis
kepada
Menteri
Komunikasi dan Informasi.64
Penyelenggaraan
telekomunikasi
khusus
untuk
keperluan
perseorangan dan dinas khusus tidak memerlukan izin prinsip.
Penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk penyelenggaraan
pertahanan keamanan negara tidak memerlukan izin prinsip dan izin
penyelenggaraan.
Dalam pengajuan permohonan izin telekomunikasi khusus untk
62
Ibid, Ps. 58 ayat (2)
Ibid, Ps. 58 ayat (3)
64
Ibid, Ps. 59
63
35
keperluan
penyiaran,
pemohon
wajib
memenuhi
persyaratan
berbentuk badan hukum Indonesia yang bergerak di bidang penyiaran;
mempunyai kemampuan sumber dana dan sumber daya manusia di
bidang penyiaran.65 Untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan
telekomunikasi
mengumumkan
khusus
untuk
peluang
keperluan
usaha
penyiaran,
dlam
menteri
menyelenggarakan
telekomunikasi khusus untuk keperluan penyiaran kepada masyarakat
secara terbuka.66 Pengumuman sebagaimana dimkasud sekurangkurangnya memuat:
a. Jumlah penyelenggara;
b. Lokasi dan cakupan penyelenggaraan;
c. Persyaratan dan tata cara permohonan izin;
d. Tempat dan waktu pengajuan permohonan izin;
e. Biaya-biaya yang harus dibayar;
f. Kriteria seleksi dan evaluasi untuk penetapan calon penyelenggara
telekomunikasi.67
65
Ibid, Ps. 60
Ibid, Ps. 61 ayat (1)
67
Ibid, Ps. 61 ayat (2)
66
36
Download