Nama Penyusun: Muhammad habibi Kalimantan Timur yang telah berupa kesatuan politik adalah bermula dari Kerajaan Kutai Martadipura atau Kutai Martapura. Kerajaan ini berdiri pada abad ke-4 (sekitar 300 masehi) di Muara Kaman. Ketika itu, Kutai Martadipura telah menjalin hubungan dengan India, sehingga tidak mengherankan jika Kutai Martadipura merupakan pusat penyebaran agama Hindu, selain juga merupakan pusat perdagangan. Pendiri Kerajaan Kutai adalah Kudungga yang merupakan seorang pembesar dari Kerajaan Campa (Kamboja), sedangkan raja pertama yang resmi berkuasa di Kerajaan Kutai adalah Aswawarman karena sebagai pendiri dinasti Kerajaan Kutai dan diberi gelar "Wangsakarta", yang artinya pembentuk keluarga. a. Lokasi Kerajaan Kutai Martadipura adalah kerajaan bercorak Hindu di Nusantara yang memiliki bukti sejarah tertua. Kerajaan ini terletak di Muara Kaman, Kalimantan Timur, tepatnya di hulu sungai Mahakam. Nama Kutai diambil . Nama Kutai diberikan oleh para ahli mengambil dari nama tempat ditemukannya prasasti yang menunjukkan eksistensi kerajaan tersebut. Tidak ada prasasti yang secara jelas menyebutkan nama kerajaan ini dan memang sangat sedikit informasi yang dapat diperoleh. Peta wilaya kekuasaan kerajaan Kutai Lokasi Kerajaan Kutai Dilihat dari letak Kerajaan Kutai pada jalur perdagangan dan pelayaran antara Barat dan Timur maka aktivitas perdagangan tampaknya menjadi mata pencaharian yang utama. Rakyat Kutai sudah aktif terlibat dalam perdagangan internasional dan tentu saja mereka berdagang pula sampai ke perairan Laut Jawa dan Indonesia Timur untuk mencari barangbarang dagangan yang laku di pasaran Internasional. Dengan demikian, Kutai telah termasuk daerah persinggahan perdagangan internasional, yaitu Selat Malaka–Laut Jawa–Selat Makasar–Kutai-–Cina, atau sebaliknya. Kehidupan kebudayaan masyarakat Kutai erat kaitannya dengan kepercayaan/agama yang dianut. Yupa merupakan salah satu hasil budaya masyarakat Kutai, yaitu tugu batu yang merupakan warisan nenek moyang bangsa Indonesia dari zaman Megalitikum, yakni bentuk menhir. Salah satu yupa itu menyebutkan suatu tempat suci dengan nama Waprakeswara (tempat pemujaan Dewa Siwa). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa masyarakat Kutai adalah pemeluk agama Siwa (hindu). No Nama Raja 1 Maharaja Kundungga, gelar anumerta Dewawarman 12 Maharaja Sangga Warman Dewa 2 Maharaja Asmawarman (anak Kundungga) 13 Maharaja Candrawarman 3 Maharaja Mulawarman 14 Maharaja Sri Langka Dewa 4 Maharaja Marawijaya Warman 15 Maharaja Guna Parana Dewa 5 Maharaja Gajayana Warman 16 Maharaja Wijaya Warman 6 Maharaja Tungga Warman 17 Maharaja Sri Aji Dewa 7 Maharaja Jayanaga Warman 18 Maharaja Mulia Putera 8 Maharaja Nalasinga Warman 19 Maharaja Nala Pandita 9 Maharaja Nala Parana Tungga 20 Maharaja Indra Paruta Dewa 10 Maharaja Gadingga Warman Dewa 11 Maharaja Indra Warman Dewa 21 Maharaja Dharma Setia Menurut prasasti tersebut, raja Kerajaan Kutai yang terbesar adalah Mulawarman. Ia adalah putra Aswawarman, sedangkan Aswawarman adalah putra Kundunga. Ditilik dari nama sebutannya, para ahli berpendapat bahwa nama Mulawarman dan Aswawarman memperoleh pengaruh dari India. Karena, di India juga ditemukan nama-nama serupa. Sebaliknya, para ahli mengatakan bahwa nama Kundungga yang merupakan kepala suku itu adalah nama asli Indonesia. Selain itu, prasasti Yupa juga menyebut Aswawarman sebagai Dewa Ansuman atau dewa Matahari dan dianggap sebagai Wangsakerta atau pendiri keluarga raja. Raja Mulawarman sendiri telah menganut agama Hindu. Bahkan dalam prasasti itu ditulis bahwa ia telah menyedekahkan 20.000 ekor lembu kepada para brahmana. Ia merupakan pendiri dinasti dalam agama Hindu. Kehidupan sosial dalam Kerajaan Kutai bisa dilihat dari pelaksanaaan upacara penyembelihan kurban. Salah satu yupa menyebutkan bahwa Raja Mulawarman memberikan sedekah berupa 20.000 ekor lembu kepada kaum brahmana. Sedekah itu sendiri dilaksanakan di tanah suci yang bernama Waprakeswara, yaitu tempat suci untuk memuja Dewa Syiwa. Dari peristiwa itu, kita bisa melihat bahwa hubungan yang terjadi antara Raja Mulawarman dengan kaum brahmana terjalin secara erat dan harmonis. Ketujuh Yupa yang ditemukan di sekitar Muarakaman tidak menyebutkan secara spesifik kehidupan ekonomi Kerajaan Kutai. Hanya salah satu Yupa menyebutkan bahwa Raja Mulawarman telah mengadakan upacara korban emas dan menghadiahkan sebanyak 20.000 ekor lembu untuk golongan brahmana. Tidak ada sumber yang pasti tentang asal usul emas dan sapi yang biasa digunakan untuk upacaraupacara kerajaan. Tetapi dari situ kita bisa menduga bahwa Kerajaan Kutai telah melakukan aktivitas perdagangan. Karena Kerajaan Kutai telah mendapat pengaruh agama Hindu, maka kehidupan agamanya telah lebih maju. Salah satu contohnya adalah pelaksanaan upacara penghinduan atau pemberkatan seseorang yang memeluk agama Hindu yang disebut Vratyastoma. Upacara tersebut dilaksanakan sejak pemerintahan Aswawarman dan dipimpin oleh para pendeta atau brahmana dari India. Baru pada masa pemerintahan Mulawarman, upacara tersebut dipimpin oleh kaum brahmana dariIndonesia. Dari situ kita bisa melihat bahwa kaum brahmana dari Indonesia ternyata telah memiliki tingkat intelektual yang tinggi karena mampu menguasai bahasa Sanskerta. Karena, bahasa ini bukanlah bahasa yang dipakai sehari-hari oleh rakyat India melainkan bahasa resmi kaum brahmana untuk masalah keagamaan Kerajaan Kutai berakhir saat Raja Kutai yang bernama Maharaja Dharma Setia tewas dalam peperangan di tangan Raja Kutai Kartanegara ke13, Aji Pangeran Anum Panji Mendapa. Perlu diingat bahwa Kutai ini (Kutai Martadipura) berbeda dengan Kerajaan Kutai Kartanegara yang ibukotanya pertama kali berada di Kutai Lama (Tanjung Kute). Kutai Kartanegara inilah, di tahun 1365, yang disebutkan dalam sastra Jawa Negarakertagama. Kutai Kartanegara selanjutnya menjadi kerajaan Islam yang disebut Kesultanan Kutai Kartanegara Tarumanagara atau Kerajaan Taruma adalah sebuah kerajaan yang pernah berkuasa di wilayah barat pulau Jawa pada abad ke-4 hingga abad ke-7 M. Taruma merupakan salah satu kerajaan tertua di Nusantara yang meninggalkan catatan sejarah. Dalam catatan sejarah dan peninggalan artefak di sekitar lokasi kerajaan, terlihat bahwa pada saat itu Kerajaan Taruma adalah kerajaan Hindu beraliran Wisnu. Berdasarkan penemuan beberapa prasasti tentang kerajaan Tarumanegara, bahwa letak kerajaan itu adalah di wilaya Jawa Barat, dengan pusat kerajaan terletak di sekitar daerah Bogor. Bila menilik dari catatan sejarah ataupun prasasti yang ada, tidak ada penjelasan atau catatan yang pasti mengenai siapakah yang pertama kalinya mendirikan kerajaan Tarumanegara. Raja yang pernah berkuasa dan sangat terkenal dalam catatan sejarah adalah Purnawarman. Pada tahun 417 ia memerintahkan penggalian Sungai Gomati dan Candrabaga (Kali Bekasi) sepanjang 6112 tombak (sekitar 11 km). Selesai penggalian, sang prabu mengadakan selamatan dengan menyedekahkan 1.000 ekor sapi kepada kaum brahmana. Prasasti-prasati yang menerangkan keberadaan Kerajaan Tarumanegara antara lain: Prasasti Kebon Kopi Prasasti Tugu Prasasti Cidanghiyang atau Prasasti Munjul Prasasti Ciaruteun Prasasti Muara Cianten Prasasti Jambu Prasasti Pasir Awi Sumber-sumber dari luar negeri semuanya berasal dari berita Tiongkok. 1. Berita Fa Hien, tahun 414M dalam bukunya yang berjudul Fa Kao Chi menceritakan bahwa di Ye-po-ti ("Jawadwipa") hanya sedikit dijumpai orang-orang yang beragama Buddha, yang banyak adalah orang-orang yang beragama Hindu dan "beragama kotor" (maksudnya animisme). Ye Po Ti sering dianggap sebutan Fa Hien untuk jawadwipa, tetapi kemungkinan yang lebih tepat Ye-Po-Ti adalah Way Seputih di Lampung, di daerah aliran way seputih (sungai seputih) ini ditemukan bukti2 peninggalan kerajaan kuno berupa punden berundak dll yang sekarang terletak di taman purbakala pugung raharjo, meskipun saat ini pugung raharjo terletak puluhan kilo meter dari pantai tetapi tdk jauh dari situs tersebut ditemukan batu2 karang yg menunjukan daerah tersebut dulu adalah daerah pantai persis penuturan Fa hien 1. Berita Dinasti Sui, menceritakan bahwa tahun 528 dan 535 telah datang utusan dari To-lo-mo ("Taruma") yang terletak di sebelah selatan. 2. Berita Dinasti Tang, juga menceritakan bahwa tahun 666 dan 669 telah datang utusan dari To-lo-mo. Dari tiga berita di atas para ahli menyimpulkan bahwa istilah To-lo-mo secara fonetis penyesuaian kata-katanya sama dengan Tarumanegara. Maka berdasarkan sumber-sumber yang telah dijelaskan sebelumnya maka dapat diketahui beberapa aspek kehidupan tentang Taruma. Kerajaan Tarumanegara diperkirakan berkembang antara tahun 400-600 M. Berdasarkan prasast-prasati tersebut diketahui raja yang memerintah pada waktu itu adalah Purnawarman. Wilayah kekuasaan Purnawarman menurut prasasti Tugu, meliputi hapir seluruh Jawa Barat yang membentang dari Banten, Jakarta, Bogor dan Cirebon. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Raja Jayasingawarman Dharmayawarman Purnawarman Wisnuwarman Indrawarman Candrawarman Suryawarman Kertawarman Sudhawarman Hariwangsawarman Nagajayawarman Linggawarman Masa Pemerintahan (M) 358-382 382-395 395-434 434-455 455-515 515-535 535-561 561-628 628-639 639-640 640-666 666-669 Kerajaan Tarumanegara merupakan kerajaan tertua di Pulau Jawa yang dipengaruhi agama dan kebudayaan Hindu. Letaknya di Jawa Barat dan diperkirakan berdiri kurang lebih abad ke 5 M. Raja yang memerintah pada saat itu adalah Purnawarman. Ia memeluk agama Hindu dan menyembah Dewa Wisnu. Sumber sejarah mengenai Kerajaan Tarumanegara dapat diketahui dari prasasti-prasasti yang ditinggalkannya dan berita-berita Cina. Prasasti yang telah ditemukan sampai saat ini ada 7 buah. Berdasarkan prasasti inilah dapat diketahui bahwa kerajaan ini mendapat pengaruh kuat dari kebudayaan Hindu. Prasasti itu menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta Kehidupan perekonomian masyarakat Tarumanegara adalah pertanian dan peternakan. Hal ini dapat diketahui dari isi Prasasti Tugu yakni tentang pembangunan atau penggalian Saluran Gomati yang panjangnya 6112 tombak (12 km) dan selesai dikerjakan dalam waktu 21 hari. Selesai penggalian, Raja Purnawarman mengadakan selamatan dengan memberikan hadiah 1.000 ekor sapi kepada para brahmana. Pembangunanitu mempunyai arti ekonomis bagi rakyat karena dapat dipergunakan sebagai sarana pengairan dan pencegahan banjir. Dengan demikian, rakyat akan hidup makmur, aman dan sejahtera. Di samping Saluran Gomati, dalam Prasasti Tugu juga disebutkan adanya penggalian Saluran Candrabhaga. Dilihat dari teknik dan cara penulisan hurufhuruf pada prasasti-prasasti yang ditemukan sebagai bukti keberadaan Kerajaan Tarumanegara maka dapat diketahui bahwa kehidupan kebudayaan masyarakat pada masa itu sudah tinggi. Pada abad ke-5 muncul Kerajaan Ho-ling (atau Kalingga) yang diperkirakan terletak di utara Jawa Tengah. Keterangan tentang Kerajaan Ho-ling didapat dari prasasti dan catatan dari negeri Cina. Pada tahun 752, Kerajaan Holing menjadi wilayah taklukan Sriwijaya dikarenakan kerajaan ini menjadi bagian jaringan perdagangan Hindu, bersama Malayu dan Tarumanagara yang sebelumnya telah ditaklukan Sriwijaya. Ketiga kerajaan tersebut menjadi pesaing kuat jaringan perdagangan Sriwijaya-Buddha Letak kerajaan Holing hinga kini belum dapat diketahui dengan pasti. Hal ini disebabkan tidak adanya penemuan-penemuan berupa prasasti (tulisan) yang jelas, tentang Kerajaan Holing ini. Walaupun demikian, terdapat beberapa pendapat yang menyatakan letak dari Kerajaan Holing. Menurut Berita Cina yang berasal dari Dinasti T’ang menyebutkan bahwa letak Kerajaan Holing berbatasan dengan laut sebelah selatan, Ta-Hen-La (Kamboja) di sebelah utara, Po-Li (Bali) sebelah timur, dan To-Po-Teng di sebelah barat. Nama lain dari Holing adalah ChoPo (Jawa), sehingga berdasarkan berita tersebut dapat disimpulakan bahwa kerajaan Holing terletak di pulau Jawa, khususnya Jawa Tengah. Menurut J.L Moens dalam menentukan letak Kerajaan Holing meninjau dari segi perekonomian, yaitupelayaran dan perdagangan. Menurutnya kerajaan Holing selayaknya terletak di tepi selat malaka, yaitu semenanjung malaka. Alasannya, selat malaka merupakan selat yang sangat ramai dalam aktivitas pelayaran perdagangan selat itu. Satu-satunya sumber sejarah yang menyatakan keberadaan Kerajaan Holing adalah dari China. Berita ini datang dai pendeta I-tsing yang menyebutkan bahwa seoang temanya yang bernama Hui-Ning dengan pembantunya bernama yunki pergi ke Holing tahun 664/665 M utuk mempelajai agama Buddha. Ia juga menerjemahkan kitab suci agama Buddha dari bahasa Sansekerta ke bahasa China dengan dibantu pendeta agama Buddha dari Holing yang bernama Janabhadra. Menurut keterangan dari Dinasti Sung, kitab yang diterjemahkan oleh Hui-Ning adalah bagian terakhir dari kitab Varinirvana yang mengkisahkan tentang pembukaan jenaza sang Buddha. Disamping itu, diberitakan bahwa Keterangan Holing telah beberapa kali mengirim utusan ke Cina. Dari berita itu, dikatakan bahwa Kerajaan Holing telah menjalin hubungan yang sangat luas, walaupun secara politis kedudukanya tidak tinggi. Berdasarkan berita Cina disebutkan bahwa Kerajaan Holing diperintah oleh seorang raja putrid yang bernama Ratu Sima. Pemerintahan Ratu Sima sangat keras tetapi adil dan bijaksana. Rakyat tunduk dan taat dengan segala perintah Ratu Sima. Bahkan tidak seorang pun rakyat atau pejabat kerajaan yang berani melanggar segala perintahnya. • Kehidupan sosil masyarakat Kerajaan Holing sudah teratur rapi. Hal ini disebabkan system pemerintahan yang keras dari Ratu Sima. Disamping itu juga dikenal sangat adil dan bijaksana dalam memutuskan suatu masalah. Rakyat sangat menghormati dan menaati segala keputusan ratu Sima. • Kehidupan perekonomian masyarakat Kerajaan Holing berkembang pesat. masyarakat kerajaan Holing telah mengenal hubungan dagang. Mereka menjalin hubungan perdagang pada suatu tempat yang disebut dengan pasar. Pada pasar itu, mereka melakukan hubungan dagang dengan teratur.