BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Kajian Teori 1. Kedudukan Pembelajaran Mengidentifikasi Informasi Legenda dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia SMP Kelas VII Berdasarkan Kurikulum 2013 Kurikulum merupakan landasan atau acuan bagi setiap proses pembelajaran di sekolah. Karena adanya Kurikulum 2013, proses pembelajaran dapat terencana dengan baik, sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan efektif dan efisien. Pembelajaran mengidentifikasi informasi legenda merupakan bagian dari Kurikulum yang harus dilaksanakan. Tim Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2016, hlm. 1) menjelaskan “Pembelajaran bahasa Indonesia dikembangkan berdasarkan pendekatan komunikatif, pendekatan berbasis teks, pendekatan CLIL (content language integrated learning), pendekatan pendidikan karakter, dan pendekatan literasi.” Kurikulum 2013 mata pelajaran bahasa Indonesia menggunakan pendekatan berbasis teks. Dengan ditetapkannya mata pelajaran bahasa Indonesia yang berbasis teks, diharapkan peserta didik mampu memiliki sikap sosial dan spiritual, memiliki pengetahuan yang memadai tentang genre teks bahasa Indonesia sesuai dengan jenjang pendidikan yang ditempuhnya, serta dapat menghasilkan dan menggunakan teks sesuai dengan tujuan dan fungsinya. Kurikulum 2013 lebih menajamkan efek komunikasinya dan dampak fungsi sosialnya. Bahasa dan isi menjadi dua hal yang saling menunjang. Content Language Integrated Learning menonjolkan empat unsur penting sebagai penajaman pengertian kompetensi berbahasa, yaitu isi (content), bahasa/komunikasi (communication), kognisi (cognition), dan budaya (culture). Sanjaya (2013, hlm. 219) mengatakan “Belajar adalah proses berpikir. Belajar berpikir menekankan kepada proses mencari dan menemukan pengetahuan melalui interaksi antara individu dan lingkungan.” Peserta didik melakukan kegiatan belajar yang telah terkonsep dari Kurikulum. Pengetahuan tersebut diperoleh dari interaksi selama kegiatan pembelajaran. 10 11 Salah satu pembelajaran dalam Kurikulum 2013 adalah mengidentifikasi informasi legenda. Peserta didik dengan belajar, guru dapat mengetahu proses berpikir peserta didik cepat atau tidak dalam mencari dan mengatasi permasalah yang dihadapi dalam pembelajaran. Resnick dalam Reksoatmodjo (2010, hlm. 6) mengatakan “Kurikulum adalah sarana invensi pendidikan yang terencana, dirancang scara eksplisit untuk menigkatkan penguasaan ilmu pengetahuan dan kompetensi dari mereka yang terlibat, berdasarkan tujuan, materi, metode dan prosedur evaluasi yang sesuai untuk menentukan hasil pendidikan.” Kurikulum dapat meningkatkan penguasaan ilmu pengetahuan. Tentu untuk mengingkatkan ilmu tersebut harus melibatkan komponen penting seperti tujuan pembelajaran, materi dan metode. Tujuan pembelajaran haruslah berdapak baik untuk peserta didik dengan begitu dapat mengembangkan potensi dan bakat perserta didik. Materi pembelajaran dirancang sesuai jenjang dan kebutuhan peserta didik. Kurikulumlah yang mengatur materi pembelajaran mulai jenjang bawah sampai atas. Metode pembelajaran juga sangat diperlukan untuk membantu merealisasikan Kurikulum. Hamalik (2007, hlm. 3) juga mengatakan, “Setiap orang kelompok masyarakat, atau bahkan ahli pendidikan dapat mempunyai penafsiran yang berbeda tentang pengertian Kurikulum.” Berdasarkan studi yang telah dilakukan oleh ahli, dapat disimpulkan bahwa pengertian Kurikulum dapat ditinjau dari dua sisi yang berbeda, yakni menurut pandangan lama dan pandangan baru. Pandangan lama, atau sering disebut pandangan tradisional, merumuskan bahwa Kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh peserta didik untuk memperoleh ijazah. Berdasarkan kurikulum 2013, peserta didik SMP kelas VII diwajibkan mempelajari mengidentifikasi informasi legenda yang dibaca atau didengar, legenda yang dipilih salah satunya yaitu legenda Tangkuban Perahu. Di dalam Kurikulum 2013 terdapat kompetensi inti dan kompetensi dasar yang merupakan jenjang yang harus dilalui peserta didik untuk sampai pada kompetensi lulusan jenjang satuan pendidikan. Setiap kompetensi inti terdapat berbagai macam kompetensi dasar yang telah dirumuskan oleh pemerintah, dan 12 untuk itu guru pada setiap mata pelajaran menggunakan kompetensi dasar untuk mengembangkan pengetahuan pada peserta didik, sekaligus menjadi acuan dalam setiap pembelajaran yang dilaksanakan. Kompetensi dasar yang ditetapkan oleh penulis berdasarkan Kurikulum 2013 adalah kompetensi dasar pada mata pelajaran bahasa Indonesia untuk peserta didik SMP kelas VII semester 2, yaitu kompetensi dasar 3.11 Mengidentifikasi informasi tentang fabel/legenda daerah setempat yang dibaca dan didengar. Selain menetapkan kompetensi inti dan kompetensi dasar dalam penelitian ini, penulis juga menetapkan alokasi waktu. a. Kompetensi Inti Kompetensi inti merupakan kemampuan yang harus dimiliki peserta didik pada setiap jenjang pendidikan tertentu yang mencakup berbagai kemampuan seperti keagamaan, sikap sosial, pengetahuan, dan penerapan pengetahuan. Sedangkan kompetensi dasar merupakan kemampuan yang harus dikuasai oleh peserta didik pada setiap mata pelajaran di kelas tertentu dan dapat dijadikan acuan oleh guru untuk membuat indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Mulyasa (2013, hlm. 174) menyatakan kompetensi inti sebagai berikut: Kompetensi inti merupakan pengikat kompetensi-kompetensi yang harus dihasilkan melaui pembelajaran dalam setiap mata pelajaran, sehingga berperan sebagai integrator anatara mata pembelajaran. Kompetensi inti merupakan gambaran mengenai kompetensi utama yang dikelompokan ke dalam aspek sikap, pengetahuan dan keterampilan (afektif, kognitif, dan pskomotor) yang harus dipelajari peserta didik untuk jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran. Kompetensi ini merupakan patokan yang digunakan dalam pembelajaran. Seperti petunjuk untuk dilaksanakan dengan adanya kompetensi peserta didik dapat terarah. Dan kompetensi ini memiliki beberapa aspek yang harus dilaksanakan. Tujuan Kurikulum mencangkup empat kompetensi, yaitu (1) kompetensi sikap spriritual, (2) sikap sosial, (3) pengetahuan, dan (4) keterampilan. Kompetensi tersebut dicapai melalui proses pembelajaran intrakurikuler, kokurikuler dan/atau ekstrakurikuler. Rumusan Kompetensi Sikap Spriritual, yaitu “menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya.” Adapun rumusan Kompetensi Sikap 13 Sosial, yaitu “menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (tolerensi, gotong royong), santun, dan percaya diri dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dalam jangkauan pergaulan dan keberdayaan.” Kedua kompetensi tersebut dicapai melalui pembelajaran tidak langsung (indirect teaching), yaitu keteladanan, pembiasaan, dan budaya sekolah dengan memperhatikan karakteristik mata pelajaran serta kebutuhan dan kondisi peserta didik. Penumbuhan dan pengembangan kompetensi sikap dilakukan sepanjang proses pembelajaran berlangsung dan dapat digunakan sebagai pertimbangan guru dalam mengembangkan karakter peserta didik lebih lanjut. Kompetensi keterampilan dirumuskan sebagai berikut: mencoba, mengolah, dan menyaji dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori. Majid (2014, hlm. 50) mengatakan tentang kompetensi inti sebagai berikut: Kompetensi inti merupakan terjemahan atau operasionalisasi SKL dalam bentuk kualitas yang harus dimiliki mereka yang telah menyelesaikan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu atau jenjang pendidikan tertentu gambaran mengenai kompetensi utama yang dikelompokkan ke dalam aspek sikap, pengetahuan dan keterampilan yang harus dipelajari setiap peserta didik. Kompetensi inti merupakan kemampuan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan yang harus dimiliki oleh peserta didik pada setiap tingkat, kelas atau program. Kompetensi inti dikelompokksn ke dalam empat aspek pertama sikap, kedua pengetahuan, dan keempat keterampilan. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kompetensi inti merupakan kemampuan yang harus olah oleh perserta didik. Peserta didik dipandu untuk memperoleh sikap menghargai, menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, dan peduli tolerensi, gotong royong), santun, dan percaya diri dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dalam jangkauan pergaulan. Peserta didik dapat memperoleh pengetahuan dan mengembangkan keterampilan dalam berbahasa. Kompetensi inti memiliki beberapa kompetensi dasar yang berisi materi serta pencapaian yang harus dilakukan oleh peserta didik. 14 b. Kompetensi Dasar Kompetensi dasar merupakan perincian atau penjabaran lebih lanjut dari standar kompetensi. Kompetensi dasar adalah pengetahuan, keterampialan, dan sikap yang harus dikuasai oleh peserta didik dalam berkomunikasi lisan (mendengarkan dan berbicara) dan tulisan (membaca dan menulis) sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia, serta mengapresiasi karya sastra. Kompetensi ini harus dimiliki dan dikembangkan seiringan dangan perkembangan peserta didik agar dapat fasih dalam berkomunikasi dan memecahkan masalah. Sehubungan dengan hal tersebut, Mulyasa (20011, hlm. 109) mengatakan: Kompetensi dasar merupakan arah dan landasan untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Dalam kaitannya dengan kurikulum, Depdiknas telah menyiapkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar berbagai mata pelajaran, untuk dijadikan acuan oleh pelaksana (guru) dalam mengembangkan kurikulum pada satuan pendidikan masingmasing. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Kompetensi Dasar adalah kamampuan yang harus dimiliki oleh peserta didik dalam suatu mata pelajaran tertentu dan dapat dijadikan acuan oleh guru dalam pembuatan indikator, pengembangan materi pokok, dan kegiatan pembelajaran. Majid (2014, hlm. 42) mengatakan “Kopetensi Dasar merupakan kemampuan, keterampilan, dan sikap yang harus dikuasai oleh peserta didik sebagai bukti bahwa peserta didik telah menguasai komperensi inti dalam setiap pembelajaran.” Kompetensi dasar adalah bentuk dari kompetensi inti yang memiliki bagian-bagian. Bagian tersebut meliputi aspek pengetahuan dan keterampilan. Kompetensi inti merupakan tuntunan yang lebih spesifik dalam pembelajaran. Pembelajaran menjadi terarah dengan adanya kompetensi dasar. Nurgiantoro (2010, hlm. 42) menyatakan “Kompetensi Dasar adalah kemampuan minimal yang harus dikuasai peserta didik.” Kompetensi dasar dapat menuntun peserta didik memperoleh keahlian atau bakat yang terpendam khususnya dalam bidang ketetampilan berbahasa, dengan tuntutan kompetensi peserta didik dapat mengetahui minat yang diperoleh dari kegiatan pembelajaran. Berdasarkan hal tersebut, kompetensi Dasar menjadi landasan penulis dalam memilih judul penelitian. Berikut ini mengidentifikasi informasi legenda 15 Tangkuban Perahu merupakan suatu kegiatan pembelajaran yang terdapat dalam Kompetensi Dasar. 3.11 Mengidentifikasi informasi tentang fabel/legenda daerah setempat yang dibaca dan didengar. c. Alokasi Waktu Pelaksanaan suatu kegiatan senantiasa memerlukan alokasi waktu tertentu. Alokasi waktu digunakan untuk memperkirakan berapa lama peserta didik untuk melaksanakan pembelajaran dan mempelajari materi yang telah ditentukan. Guru harus bisa mengatur waktu dalam pembelajaran agar materi dapat disampaikan. Mulyasa (2009, hlm. 86) menjelaskan bahwa waktu pembelajaran efektif adalah jumlah jam pembelajaran setiap minggu, meliputi jumlah jam pembelajaran untuk seluruh mata pelajaran termasuk muatan lokal, ditambah jumlah jam untuk kegiatan pengembangan diri. Waktu yang perlu digunakan selama pembelajaran tidaklah cukup, dengan mengetahui semua alokasi waktu pembelajaran akan lancar. Berdasarkan dari uraian di atas, alokasi waktu adalah perkiraan waktu yang dibutuhkan oleh guru dalam mengajarkan materi yang telah ditentukan berdasarkan tingkat kesukaran materi, jumlah Kompetensi Dasar dam tingkat kepentingan Kompetensi Dasar. Dimulai dari proses memahami materi hingga mengerjakan soal. Guru saat melaksanakan pembelajaran harus memerhatikan waktu yang dibutuhkan siswa, oleh karena itu alokasi waktu perlu diperhatikan dalam proses pembelajaran agar proses pembelajaran berlangsung secara efektif. Majid (2012, hlm. 58) mengatakan “Waktu di sini adalah perkiraan berapa lama siswa mempelajari materi yang telah ditemukan, bukan lamanya siswa mengerjakan tugas di lapangan atau dalam kehidupan sehari-hari.” Alokasi waktu merupaka pengatur selama proses pembelajaran. Dengan menetapkan alokasi waktu untuk kegiatana pembelajaran guru dapat membagi materi yang harus dijelaskan. Senada dengan pemaparan tersebut, Daryanto dan Dwicahyono (2014, hlm. 19) mengatakan “Alokasi waktu adalah jumlah waktu yang dibutuhkan untuk ketercapaian suatu kompetensi dasar tertentu, dengan memerhatikan: minggu 16 efektif, alokasi waktu mata pelajaran dan jumlah kompetensi persemester.” Alokasi waktu tidak hanya tentang waktu pembelajaran peserta didik dalam satu hari, tapi alokasi waktu juga mengatur pembelajaran selama semester. Dalam semester guru harus mengajar berapa kali pertemuan dan berapa menit disetiap pertemuan. Maka dapat disimpulkan alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian kompetensi dasar dan beban materi. Adapun alokasi waktu yang diperlukan dalam pembelajaran mengidentifikasi informasi legenda yaitu 4x40 menit. Hal ini dikarenakan pada pertemuan pertama akan digunakan untuk menguji rancangan dan pelaksanaan pembelajaran mengidentifikasi informasi legenda Tangkuban Perahu dengan menggunakan model artikulasi, serta melakukan tes awal. Kemudian pada pertemuan kedua akan digunakan untuk melakukan tes akhir. Alokasi waktu perlu direncanakan sebaik mungkin agar dalam pelakasanaannya tidak terganggu dengan permasalahan yang tidak diinginkan. Penyesuaian waktu juga perlu diperhitungkan dengan kegiatan pembelajaran. 2. Membaca a. Hakikat Membaca Membaca merupakan salah satu keterampilan berbahasa. Keterampilan yang ini bisa diasah dan dikembangkan sesaui arahan. Ketika dilahirkan indra yang berfungsi pertama kali adalah pendengaran, lalu alat ucap. Alat ucap inilah yang berfungsi untuk membaca. Dimulai dengan tingkat membaca yang tahap rendah hingga membaca yang tingkat tinggi. Pembelajaran mengidentifikasi termasuk kegiatan membaca. Lalu apakah pengertian sebenarnya membaca? berikut ini akan dipaparkan pengertian membaca menurut beberapa ahli. Aminuddin (2013, hlm. 17) menjelaskan pengertian membaca ke dalam beberapa bagian yaitu sebagai berikut: Masih banyak sebenarnya rumusan yang berkaitan dengan hakikat membaca, misalnya membaca adalah kegiatan bertujuan, membaca adalah kunci perolehan informasi atau pengetahuan, membaca adalah kreativitas karena dalam membaca seseorang bukan hanya melakukan analisis, tetapi juga sintesis; bukan hanya berusaha memahami apa yang tersurat, tetapi juga yang tersirat, dan lainnya. 17 Membaca memang bisa kita lihat dari beberapa segi sesuai dengan sudut pandang yang kita ambil. Membaca bisa dilihat dari tujuan, proses atau hasil yang diperoleh. Ketika kita membaca untuk mendapatkan informasi, untuk menikmati dan mengapresiasi membaca merupakan suatu kegiatan menyerap tulisan ke dalam pikiran yang dilakukan dengan sengaja. Ini merupakan pengertian berdasarkan tujuan. Pembaca secara sengaja melakukan membaca dengan begitu dapat sesuai dengan kebutuhan dan tentunya ada langkah-langkah khusus yang dilakukan pembaca sesuai kebutuhannya. Tampubolon (2008, hlm. 5) mengatakan membaca sebagai berikut: Membaca adalah satu dari empat keterampilan bahasa pokok, dan merupakan satu bagian atau komponen kemampuan bahasa pokok, dan merupakan satu bagian atau komponen dari komunikasi tulisan. Dalam komunikasi tulisan, sebagaimana telah dikatakan, lambang-lambang bunyi bahasa diubah menjadi lambang-lambang tulisan atau huruf-huruf menurut alphabet Latin. Tampubolon berpendapat bahwa membaca merupakan komponen dari komunikasi tulisan. Bacaan yaitu berasal dari bentuk lambang bunyi yang diubah menjadi lambang-lambang tulisan. Lambang tulisan inilah yang menjadi pusat perhatian sebagai pusat informasi. Sedangkan Hodgson dalam Tarigan (2008, hlm. 7) mengemukakan pengertian membaca sebagai berikut: Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memeperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/bahasa tulisan. Suatu proses yang menuntut agar kelompok kata yang merupakan suatu kesatuan akan terlihat dalam suatu pandangan sekilas dan makna kata-kata secara individual akan dapat diketahui. Kalau hal ini tidak terpenuhi, pesan yang tersurat dan yang tersirat tidak akan tertangkap datau dipahami, dan proses membaca itu tidak terlaksana dengan baik. Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas jadi dapat disimpulkan bahwa membaca memiliki pengertian sebagai suatu proses penafsiran dan pemberian makna terhadap lambang-lambang oleh seseorang (pembaca) dalam usaha memperoleh pesan yang disampaikan penulis melalui kata-kata yang berupa tulisan. Mengingat membaca bersangkut paut dengan proses penyandian dengan makna tertentu, maka syarat utama yang harus dikuasai oleh pelaku pembaca adalah ia harus memiliki kemampuan dan pemahaman tentang bahasa dan kata- 18 kata yang memaknainya. Membaca adalah suatu kegiatan yang bersifat satu arah artinya hanya pembaca yang menyerap informasi yang didapatkan dari tulisan yang ia baca. b. Aspek-Aspek Membaca Membaca merupakan suatu keterampilan yang kompleks yang melibatkan serangkaian keterampilan yang lebih kecil lainnya. Membaca adalah kegiatan menganalisis, dan menginterpretasi yang dilakukan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis dalam media tulisan. Kegiatan membaca meliputi membaca nyaring dan membaca dalam hati. Berikut ini akan dijelaskan aspek-aspek membaca menurut Broughton dalam Tarigan (2008, hlm. 12) secara garis besar terdapat 2 aspek dalam membaca, yaitu: 1) keterampilan yang bersifat mekanis (mechanical skills) yang dapat dianggap berada urutan lebih rendah, aspek ini mencangkup: a) pengenalan bentuk huruf; b) pengenalan unsur-unsur linguistik (fenom/grafem, frase, pola klausa, kalimat, dan lain-lain); dan c) pengenalan hubungan/korespondensi pola ejaan dan bunyi; dan d) kecepatan membaca ke taraf lambat. 2) keterampilan yang besifat pemahaman (comprehension skills) yang dapat dianggap berada pada urutan yang lebih tinggi (higher order). Aspek ini mencakup: a) memahami pengertian sederhana (leksikal, gramatikal, retorikal); b) memahami signifikansi atau makna (a.l. maksud dan tujuan pengarang, relevansi/keadaan kebudayaan, dan reaksi pembacaan. c) evaluasi atau penilaian (isi, bentuk); dan d) kecepatan membaca yang fleksibel, yang mudah disesuaikan dengan keadaan. Aspek keterampilan membaca terdapat dua bagian yaitu peratama aspek yang bersifat mekanis. Aspek mekanis merupakan kemampuan membaca yang paling rendah karena peserta didik belajar mengenal huruf, dan unsur-unsur lingusitik. Sedangkan aspek keterampilan membaca yang kedua yaitu yang bersifat pemahaman. Disebut pemahaman karena aspek ini sudah melewati aspek keteranpilan yang besifat mekanis. Contohnya peserta didik mampu memahami tulisan sederhana dan mampu menyesuaikan kecepatan membaca. Tarigan (2008, hlm. 12) menambahkan untuk mencapai tujuan yang 19 terkandung dalam keterampilan mekanis tersebut, aktivitas yang paling sesuai adalah membaca nyaring dan membaca bersuara. Untuk keterampilan pemahaman, yang paling tepat adalah dengan membaca dalam hati, yang dapat pula dibagi atas: (1) membaca ekstensif; (2) membaca intensif. Selanjutnya, membaca ekstensif ini mencakup pula: (a) membaca survei; (b) membaca sekilas; dan (c) membaca dangkal. Sedangkan, membaca intensif dapat pula dibagi atas: (1) membaca telaah isi, yang mencakup pula: (a) membaca teliti; (b) membaca pemahaman; (c) membaca kritis; dan (d) membaca ide. (2) membaca telaah bahasa, yang mencakup pula: (a) membaca bahasa asing; (b) membaca sastra. Aktivitas yang tepat untuk membaca mekanis yaitu dengan membaca nyaring sedangkan membaca pemahaman dengan aktivitas membaca dalam hati. Membaca dalam hati dibagi menjadi dua yaitu membaca ekstensif dan intensif. Membaca ekstensif merupakan kegiatan membaca yang memahami isi yang penting-penting dengan cepat. Sedangkan membaca intensif yaitu membaca dengan teliti untuk mendapatkan informasi secara terperinci. Membaca intensif dibagi lagi menjadi dua yaitu membaca isi dan membaca bahasa. Membaca isi merupakan kegiatan membaca buku non fiksi sedang membaca bahasa merupakan membaca buku fiksi. Berdasarkan pemaparan di atas maka dalam pembelajaran mengidentifikasi informasi legenda Tangkuban Perahu termasuk aspek keterampilan yang besifat pemahaman karena tingatan yang tanya lebih tinggi, untuk ukutan tingkat SMP bukan lagi pengenalan huruf tapi sudah bisa membaca dan memahami pengertian sederhana. Langkah yang digunakan untuk membaca pemahaman dengan jenis membaca intensif telaah isi yang tergolong pada membaca ide. Pada kegiatan membaca ide peserta didik hanya membaca untuk memperoleh informasi seperti tokoh, watak, latar, dan amanat legenda Tangkuban Perahu. 20 c. Tujuan Membaca Tujuan utama dalam membaca adalah untuk mencari serta memperoleh informasi, mencakup isi, memahami makna bacaan. Makna, arti (meaning) erat sekali berhubungan dengan maksud tujuan, atau intensif kita dalam membaca. Setelah kita memngetahui aspek-aspek membaca dapat disimpulkan tujuan membaca. Berikut ini, dikemukakan tujuan membaca menurut Anderson dalam Tarigan (2008, hlm. 9): 1) membaca untuk menemukan atau mengetahui penemuan-penemuan yang telah dilakukan oleh tokoh; apa-apa yang telah dibuat oleh tokoh; apa yang telah terjadi pada tokoh khusus, atau untuk memecahkan masalah-maslaah yang dibuat oleh tokoh. Membaca seperti ini disebut membaca untuk memperoleh perincian-perincian atau fakta-fakta; 2) membaca untuk mengetahui mengapa hal itu merupakan topik yang baik dan menarik, masalah yang terdapat dalam cerita, apa yang dipelajari atau yang dialami tokoh, dan merangkumkan hal-hal yang dilakukan oleh tokoh untuk mencapai tujuannya membaca ini disebut membaca untuk memperoleh ide utama; 3) membaca untuk menentukan atau mengetahui apa yang terjadi pada setiap bagian cerita, apa yang terjadi mula-mula pertama, kedua, dan ketiga/seterusnya – setapa tahap dibuat untuk memecahakan suatu amsalah, adegan-adegan dan kejadian-kejadian buat dramatisasi. Ini disebut membaca utnuk mengetahui urutan atau susunan, organisasi cerita; 4) membaca untuk menemukan serta mengetahui mengapa para tokoh merasakan seperti cara mereka itu, apa yang hendak diperlihatkan oleh pengarang kepada para pembaca, mengapa para tokoh berubah, kualitas-kualitas yang dimiliki para tokoh yang membuat mereka berhasil atau gagal. Ini disebut membaca untuk menyimpulkan, membaca inferensi; 5) membaca untuk menemukan serta mengetahui apa-apa yang tidak bisa, tidak wajar mengenai seseorang tookoh, apa yang lucu dalam cerita, atau apakah cerita itu benar atau tidak benar. Ini disebut membaca untuk mengelompokkan, membaca untuk mengklasifikasikan; dan 6) membaca untuk menemukan apakah tokoh berhasil atau hidup dengan ukuran-ukuran tertentu, apakah kita ingin berbuat seperti yang diperbuat oleh tokoh, atau bekerja seperti cara tokoh bekerja dalam cerita itu. Ini disebut membaca menilai, membaca mengevaluasi; serta 7) membaca untuk menentukan bagaimana caranya tokoh berubah, bagaimana hidupnya berbeda dari kehidupan yang kita kenal, bagaimana dua cerita mempunyai persamaan, dan bagaimana tokoh menyerupai pembaca. Ini disebut mambaca untuk memperbandingkan 21 atau mempertentangkan. Berdasarkan penjelasan tujuan membaca maka dapat kita uraikan bahwa tujuan membaca untuk mencari fakta-fakta, memperoleh ide utama, mengetahui urutan atau susunan, membaca inferensi, membaca untuk mengklasifikasikan, membaca mengevaluasi, dan untuk memperbandingkan atau mempertentangkan. Tujuan membaca dapat disesuaikan kebutuhan. Dengan mengetahu tujuan membaca kita bisa menggunakan aktivitas yang cocok untuk membaca. Jadi simpulannya adalah pembelajaran mengidentifikasi informasi Tangkuban Perahu termasuk tujuan membaca untuk menemukan apakah tokoh berhasil atau hidup dengan ukuran-ukuran tertentu, apakah kita ingin berbuat seperti yang diperbuat oleh tokoh. Mengidentifikasi cerita berdasaarkan tokoh yang ada. Kegiatan tersebut termasuk membaca menilai, karena peserta didik diajak untuk menilai tokoh apakah patut untuk dijadikan contoh yang baik atau tidak. 3. Pembelajaran Megidentifikasi Informasi Legenda Tangkuban Perahu a. Pengertian Mengidentifikasi Informasi Mengidentifikasi informasi adalah salah satu pembelajaran yang dapat mengembangkan proses berpikir kritis peserta didik. Pembelajaran ini merupakan bagian telaah model. Telaah model adalah kegiatan mengamati semua teks yang akan dipelajari. Mengidenfitikasi merupakan bagian dari kata kerja operasional dalam Kurikulum 2013, untuk itu diperlukan penjelasan tentang mengidentifikasi. Di dalam KBBI V iOS-1.1 (9) 2016 dijelaskan pengertian mengidentifikasi adalah menentukan atau menetapkan identitas (orang, benda, dan sebagainya). Mengidetifikasi adalah proses mencari, menentukan, sesuatu yang ada pada teks legenda Tangkuban Perahu, agar yang dicari ditemukan. Oleh karena itu, peserta didik terlebih dahulu harus membaca dan menyak teks terlebih dahulu. Kemudian dalam KBBI V iOS-1.1 (9) 2016 informasi adalah penerangan atau pemberitahuan; kabar atau berita tentang sesuatu. Informasi adalah sesuatu yang dapat memberikan pengetahuan terhadap pembaca tentang yang ada pada legenda Tangkuban Perahu. Informasi bisa berbentuk tokoh, watak, latar, pesan dan rangkaian peristiwa yang ada pada teks. Dampak yang diperoleh dari 22 informasi bisa berakibat besar atau tidak. Misalnya ketika membaca legenda, jika peserta didik memaknai pesan yang baik, maka ia akan mengaplikasikannya dalam kehidupan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengertian mengidentifikasi informasi adalah mencari info yang dapat memberikan pengetahuan seputar legenda Tangkuban Perahu seperti tokoh, watak, rangkaian peristiwa, latar, pesa/amanat dan lainya. Proses mengidentifikasi ini tidak terlepas dari kegiatan membaca dan menyimak. Peserta didik dilibatkan dalam keterampilan tersebut untuk memperoleh informasi legenda Tangkuban Perahu. b. Pengertian Legenda Ketika kita pergi ke tempat bersejarah atau tempat wisata, yang terbenak dalam pikiran adalah apakah benar atau tidak tempat tersebut ada asal-usulnya sesuai cerita yang beredar di kalangan masyarakat? Misalnya tempat wisata Tangkuban Perahu, banyak rumor mengatakan bahwa dulunya ada seorang anak yang ingin menikahi ibunya sendiri, karena syaratnya tidak terpenuhi yaitu membuat perahu maka ia marah dan membanting perahu itu hingga tertelungkup sehingga terbentuklah gunung yang menyerupai perahu yang terbalik. Jika kita kaitkan cerita dengan tempat kejadiannya memang benar ada, tapi benarkah itu terjadi. Hanya tuhanlah yang tahu. Lalu apakah yang dimaksud dengan legenda? Berikut ini akan dipaparkan pengertian legenda. Di dalam KBBI V iOS-1.1 (9) 2016 Legenda adalah cerita rakyat pada zaman dahulu yang ada hubungannya dengan peristiwa sejarah. Jika kita melihat kenyataan legenda tidak terlepas dengan sejarah, contohnya penamaan pada kota Surabaya. Sejarah timbul karena ada peninggalan yang memberikan dampak begitu besar pada zaman sekarang. Karena keberadaannya yang berbeda dengan zaman sekarang sehingga memulculkan cerita yang menarik dan berkembang begitu saja. Sejarah dapat kita cari dengan mempelajarinya pada buku-buku dan temuan yang tersimpan dalam museum. Kemudian Rampan (2014, hlm. 21) mengatakan pengertian legenda sebagai berikut: Legenda adalah cerita rakyat atau folklor yang dianggap benar-benar terjadi. Tokoh-tokohnya bukan para dewa, tetapi orang-orang biasa atau 23 benda-benda tertentu seperti batu, binatang, sungai, danau, gunung, dan sebagainya yang memiliki kemam-puan setengah dewa sehingga dianggap sakti dan keramat. Tokoh-tokoh itu itu dikemas dengan kejadian-kejadian tertentu yang dihubungkan dengan membaurkan antara fakta sejarah dengan mitos. Jarak waktu legenda lebih dekat dibandingkan dengan mitos. Hanya saja jarak waktu itu kadang tidak bisa diukur dengan catatan sejarah karena di dalam legenda tidak dicantumkan tahun yang pasti. Legenda hanya menggunakan katakata zaman dahulu, dahulu kala, atau pada suatu ketika, meskipun realita geologis, realitas geografis, dan realitas historisnya dapat dibuktikan karena peristiwanya terjadi di bumi, bukan di alam kayangan para dewa. Legenda selalu menunjukkan bukti historis, meskipun bukti-bukti itu tidak bisa diyakini jika dianalisis dengan kajian sejarah, antropologi, sosiologi, maupun bidang-bidang kajian lainnya. Benda-benda tertentu seperti batu, gunung, patung, danau, candi, dan lain-lain sebagai peniggalan legenda merupakan bukti nyata benda-benda itu benar ada seperti Dananu Toba, Candi Prambanan, Rawa Pening, Gunung Tangkuban Perahu, namun terjadinya berbeda-beda itu tidak seperti proses sejarah. Terjadinya selalu diliputi oleh suasana gaib dan spektakuler sehingga benda-benda itu tiba-tiba saja berada di tempat. Pendapat lain dari Nurgiyantoro (2016, hlm. 25) mengatakan pengertian legenda sebagai berikut: Legenda mempunyai kemiripan dengan mitologi, bahkan sering terjadi tumpang tindih penamaan di antara keduanya. Kegunaannya yang jelas, sama-sama merupakan cerita tradisional. Betapapun kadarnya, legenda sering memiliki atau berkaitan dengan kebenaran sejarah, dan kurang berkaitan dengan masalah kepercayaan supernatural atau legenda sengaja dikatakan dengan aspek kesejahteraan sehingga, selain memiliki kebenaran sejarah. Namun sebenarnya istilah legenda itu sendiri sudah mengindikasikan bahwa cerita yang dikisahkan itu tidak memiliki kebenaran sejarah yang dapat dipertanggungjawabkan. Legenda menampilkan tokoh sebagai hero yang memiliki kehebatan tertentu dalam berbagai aksinya dan itu sangat mengesankan. Legenda memang identik dengan tokoh yang heroik. Tokoh yang perpengaruh dalam cerita, sehingga banyak dikenang dan kadang dipercayai keberadaannya. Legenda sering dikaitkan dengan mitologi karena sumbernya yang sama-sama berasal dari cerita rakyat. Pada hakikatnya legenda bukanlah 24 sumber sejarah karena kebenarannya tidak bisa dibuktikan. Legenda hanyalah sebuah cerita yang berkembang pesat sehingga sering dikaitkan dengan kejadian tertentu. Senada dengan pendapat di atas Danandjaja dalam Nugraheni (2015, hlm. 34) berpendapat bahwa pengertian legenda sebagai berikut: Legenda ialah prosa rakyat yang memiliki ciri-ciri yang mirip dengan mite, yaitu dianggap pernah benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci. Berbeda dengan mite, legenda bersifat keduniawian, terjadinya pada masa yang belum begitu lampau, dan bertempat di dunia seperti yang kita kenal sekarang. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bawaha cerita legenda adalah sebuah kisah yang berhubungan dengan asal-usul suatu tempat, namun kebenaran dari tokoh atau pelakunya tidak nyata walau pun ada peninggalannya. Bukti tersebut berupa tempat, nama yang benar-benar ada. Legenda berhubungan erat dengan cerita lisan karena kehadirannya bergitu saja tanpa diketahui pengarangnya. Prosa merupakan sebuah karya sastra yang berbentuk cerita yang lahir dari masyarakat, karena legenda merupakan prosa lama maka ceritanya berkembang dari mulut ke mulut yang sekarang masih ada. Legenda juga merupakan cerita rakyat, di setaip tempat memiliki berbagai versi masing-masing sesuai dengan penuturnya. Legenda lahir dari kisah-kisah yang diceritakan oleh nenek moyang secara generasi ke generasi. Karena legenda ini hadir berdasarkan lisan maka setiap cerita memiliki versi yang berbeda. Versi legenda ada yang berkaitan dengan cerita lainnya danada juga yang ditambahkan. c. Ciri-ciri Legenda Setelah kita memahami pengertian legenda maka akan disebutkan ciricirinya, agar kita tidak kebingunan mengenai legenda dengan cerita rakyat lainnya berikut ini akan dijelaskan ciri-ciri legenda. Ciri adalah tanda khas yang membedakan sesuatu dengan yang lain. Legenda memiliki beberapa ciri-ciri, seperti yang dikemukakan oleh Rusyana dalam Nugraheni (2015, hlm. 34) diantaranya: 1) legenda merupakan cerita tradisional karena cerita tersebut sudah dimiliki masyarakat sejak dahulu; 2) ceritanya biasa dihubungkan dengan peristiwa dan benda yang berasal 25 3) 4) 5) 6) dari masa lalu, seperti peristiwa penyebaran agama dan benda-benda peninggalan seperti masjid, kuburan dan lain-lain; para pelaku dalam legenda dibayangkan sebagai pelaku yang betulbetul pernah hidup pada masyarakat lalu. Mereka itu merupakan orang yang terkemuka, dianggap sebagai pelaku sejarah, juga dianggap pernah melakukan perbuatan yang berguna bagi masyarakat; hubungan tiap peristiwa dalam legenda menunjukan hubungan yang logis; latar cerita terdiri dari latar tempat dan latar waktu. Latar tempat biasanya ada yang disebut secara jelas dan ada juga yang tidak. Sedangkan latar waktu biasanya merupakan waktu yang teralami dalam sejarah; dan pelaku dan perbuatan yang dibayangkan benar-benar terjadi menjadikan legenda seolah-olah terjadi dalam ruang dan waktu yang sesungguhnya. Sejalan dengan pemaparan di atas, maka ciri-ciri legenda yang paling utama yaitu pelaku yang diyakini ada kerberadaannya padahal tidak ada dalam kehidupan nyata. Dengan demikian ciri-ciri legenda dapat disimpulkan yaitu terdiri dari merupakan ceria rakyat, berasal dari masa lalu, pelaku dibayangkan ada, memiliki hubungan yang logis di setiap peristiwa, dan latar yang teralami dalam sejarah. Berdasarkan kedua pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bawa ciriciri legenda yaitu cerita trasisional yang beasal dari masyarakat, cerita yang dihubungkan dengan masa lalu, tokohnya manusia yang diangga benar-benar ada, rangkaian peristiwanya logis, latarnya waktu dan tempat yang disebutkan, memiliki cerita yang berbeda versi, mudah dikenal luas dan perbuatan seperti nyata sesuai dengan zaman tertentu. d. Jenis-jenis Legenda Setelah kita mengetahui ciri-ciri legenda maka akan dijelaskan jenis-jenis legenda. Terkadang kita bingung membedakan legenda satu dengan legenda yang lainnya agar memudakan kita dalam memahami legenda maka pada bagian ini akan dijelaskan jenis-jenis legenda. Jenis adalah yang mempunyai ciri (sifat, keturunan, dan sebagainya) yang khusus; macam. Legenda memiliki ciri yang bervariasi maka legenda dapat digolongkan ke dalam beberapa jenis seperti yang dikemukakan oleh Brunvand dalam Nug- 26 raheni (2015, hlm. 35) yakni: 1) Legenda Keagamaan (religious legends) Legenda keagaaman merupakan legenda yang ceritanya berkaitan dengan kehidupan keagamaan. Legenda ini berkisah tentang orangorang atau kelompok tertentu, misalnya cerita tentang para penyebar agama Islam di Jawa yang dikenal sebagai wali sanga. Mereka adalah manusia biasa, tokoh yang memang benar-benar ada, akan tetapi dalam uraian ceritanya ditampilkan sebagai figur-figur yang memiliki kesaktian. Kesaktian yang mereka miliki digambarkan di luar batasbatas manusia biasa. 2) Legenda Alam Ghaib (supernatural legends) Legenda alam ghaib biasanya berbentuk kisah yang dianggap benarbenar terjadi dan pernah dialami seseorang dengan makhluk ghaib, hantu-hantu, siluman, dan gejala-gejala alam ghaib. Fungsi legenda ini adalah untuk meneguhkan kebenaran tahayul atau kepercayaan rakyat. 3) Legenda Perseorangan (personal legends) Legenda perseorangan merupakan cerita mengenai tokoh tertentu yang dianggap benar-benar terjadi. 4) Legenda Setempat (local legends) Legenda setempat mengandung cerita yang berhubungan dengan terjadinya suatu tempat, seperti gunung, bukit, danau, dan sebagainya. Legenda setempat ini merupakan golongan legenda yang paling banyak jumlahnya. Sebagaimana telah dikemukakan, hlm. yang terpenting bagi penulisan sejarah tradisi lisan bukanlah kebenaran faktanya. Hlm. itu disebabkan karena untuk mencari kebenaran faktanya sangatlah sulit, apalagi sumber-sumber tertulis, karena kemungkinan pada awal pertama kali cerita-cerita itu dikenal, masyarakat belum mengenal tradisi menulis. Bahkan cerita-cerita itu banyak dibumbui oleh hlm.-hlm. yang tidak masuk akal atau tidak rasional. Misalnya, dalam cerita Sendhang Sani dari Kabupaten Pati menceritakan seorang tokoh Ki Rangga dan teman-temannya yang dikutuk oleh Sunan Kalijaga menjadi seekor bulus (kura-kura). Itulah jenis-jenis legenda yang dipaparakan menurut Brunvand. Jenis legenda ini lahir karena adanya perbedaan yang muncul di masyarakat. Adanya tema yang sama membuat legenda dapat disamakan dengan cerita rakyat lainnya. Seperi legenda perseorang yang memberikan keyakinan terhadap pembaca atau pendengar bahwa tokoh tersebut benar-benar ada maka disebutlah legenda perseorangan karena tokoh yang paling dikenal hanyalah seorang, contohnya Si Kabayan. Kemudian kita bandingkan dengan tokoh Sangkuriang, tapi cerita tersebut bukanlah termasuk cerita perorang karena ceritanya menghasilan sebuah tempat yang memang ada. Jadi ketika kita kebingungan termasuk manakah 27 legenda ini, lihatlah yang paling menojol dari cerita tersebut. Apa yang dianggap benar-benar nyata apakah tokoh, tempat, peristiwa atau kekuatannya. Maka dapat disimpulkan bahwa jenis legenda ada lima yaitu legenda keagamaan, legenda alam gaib, legenda perseorangan, legenda setempat. Legenda Tangkuban Perahu temasuk ke dalam legenda setempat karena lahir dan berkembang di dingkungan setempat, legenda ini termasuk legenda Jawa Barat. Jenis legenda ini bisa dijadikan bahan untuk di bahas pada peneliti berikutnya. 4. Model Artikulasi a. Pengertian Model Artikulasi Model pembelajaran merupakan skenario yang harus dirancang untuk kegiatan pembelajaran. Dengan menggunakan model guru dapat terarah ketika pelaksanaan pembelajaran. Sebelum dijelaskan model artikulasi berikut ini akan dijelaskan penegrtian model terlebih dahulu. Komalasari (2013, hlm. 57) mengatakan, “Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.” Model pembelajaran merupakan desain yang digunakan pengajar selama pembelajaran berlangsung dimulai dari awal sampai akhir pembelajaran. Selama kegiatan berlangsung guru menggunakan model pembelajaran. Model ini merupakan kemasan dari pendekatan, metode dan teknik pembelajaran. Dengan adanya model pembelajaran pembelajaran bisa berlangsung dengan lancar. Sejalan dengan Joyce dan Weill dalam Huda (2016, hlm. 73) mengatakan bahwa model pembelajaran adalah sebagai rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk perangkat mata pelajaran, medesain materi-materi sehingga dapat memandu proses pengajaran di ruang kelas atau di ruangan yang berbeda. Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bawa model pembelajaran adalah pedoman bagi pengajar untuk merealisasikan pembelajaran yang telah dikonsepkan sedemikian rupa seingga terlaksanalah pembelajaran. 28 Model pembelajaran merupakan rencana pemebelajaran, untuk itu guru harus bisa merencanakan model pembelajaran yang baik dan cocok. Setelah kita mengetahui pengertian model maka berikut ini dijelaskan pengertian model artikuliasi menurut ahli. Menurut Shoimin (2014, hlm. 27) mengatakan “Artikulasi merupakan model pembelajaran yang menuntut peserta didik untuk bisa berperan sebagai ‘penerima pesan’ sekaligus sebagai ‘penyampai pesan.’ Pembelajaran yang telah diberikan guru, wajib diteruskan oleh pesaerta didik dan menjelaskannya kepada peserta didik lain di dalam pasangan kelompoknya.” Model pembelajaran artikulasi adalah jenis pembelajaran yang dirancang agar peserta didik bisa menyampaikan dan menerima materi yang telah dijelaskan oleh guru. Peserta didik bisa membetuk karakter yang tanggung jawab, percaya diri dan disiplin. Aspek keterampilan yang terdapat pada model ini yaitu keterampilan membaca, berbicara dan menyimak. Model artikulasi adalah tentang penerima pesan dan pemberi pesan maksudnya peserta didik dapat memperoleh informasi dengan saling berbagi pemahaman mereka tentang materi yang diajarkan. Huda (2016, hlm. 269) berpendapat model artikulasi yaitu “…siswa dibagi menjadi kelompok kecil yang masing-masing anggotanya bertugas mewawancarai teman sekelompoknya tentang materi yang baru dibahas.” Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan model pembelajaran artikulasi sebagai model pembelajaran yang menekankan pada kemampuan peserta didik untuk pandai berbicara atau menggunakan kata-kata dengan jelas, dan cara berpikir dalam penyampaian kembali materi yang telah disampaikan oleh guru. Model pembelajaran ini menuntut siswa akitf dalam pembelajaran, peserta didik dibentuk menjadi kelompok kecil yang masing-masing peserta didik dalam kelompok tersebut mempunyai tugas mewawancarai teman kelompoknya tentang materi yang baru dibahas. Konsep pemahaman sangat diperlukan dalam pembelajaran ini. Model artikulasi ini peserta didik bisa aktif karena tugas yang diberikan sama untuk itu guru juga harus biasa mengondisikan kelas pembelajaran. Keterampilan selama membaca, menyimak dan berbicara hadir dalam model pembalajaran ini. Model pembelajaran artikulasi merupakan salah satu 29 model yang bisa digunakan untuk pembelajaran mengidentifikasi informasi legenda, guru boleh menggunakan model lain dalam pembelaran. b. Langkah-langkah Mengidentifikasi Informasi Legenda Tangkuban Perahu dengan Menggunakanan Model Artukulasi Berikut ini akan dijelaskan langkah-langkah pembelajaran mengidentifikasi informasi. Agar pembelajaran lebih efektif guru harus mengaplikasikan model artikulasi sesuai dengan situasi dan kondisi kelas. Sebelumnya akan dibahas terlebih dahulu tentang mengidentifikasi informasi. Dalam KBBI V iOS-1.1 (9) 2016 dijelaskan “Mengidentifikasi adalah menentukan atau menetapkan identitas (orang, benda, dsb).” Mengidentifikasi merupakan kegiatan menetukan, apa, siapa, bagaimana dan mengapa sautu identitas orang atau benda. Karena dalam pembelajaran ini mengidentitifikasi informasi legenda Tangkuban Perahu yang diidentifikasinya adalah teks. Jadi dapat disimpulkan mengidentifikasi adalah mencari informasi yang ada pada teks. Shoimin (2014, hlm. 27) menjelaskan langkah-langkah penerapan model artikulasi sebagai berikut: 1) guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai; 2) guru menyajikan materi sebagaimana bisa; 3) untuk mengetahui daya serap siswa, bentuklah kelompok berpasangan dua orang; 4) guru menugaskan salah satu siswa dari pasangan itu menceritakan materi yang baru diterima dari guru dan pasangannya mendengarkan sambil membuat catatan-catatan kecil, kemudian berganti peran. Begitu juga kelompok lainnya; 5) menugaskan siswa secara bergiliran/diacak menyampaikan hasil wawancaranya dengan teman pasangannya sampai sebagian siswa sudah menyampaikan hasil wawancaranya; 6) guru mengulangi/menjelaskan kembali materi yang sekiranya belum dipahami siswa; dan 7) kesilpulan/penutup. Pada langkah yang digunakan model artikulasi ini diawali dengan mengetahui daya serap peserta didik dengan cara membagi kelompok secara berpasangan lalu saling menceritakan materi yang baru diterima oleh guru. Model ini terlebih dahulu peserta didik dipilih siapa yang menceritakan dan siapa yang mendengarkan. Mereka harus bisa menguasai materi pembelajaran terlebih dahulu 30 agar teman pasangannya memperoleh pengetahuan yang maksimal. Dalam proses tersebut peserta didik saling bertanya dan berkomentar mengenai materi yang telah dijelaskan sebelumnya oleh guru. Kemudian untuk melaporkannya guru mengacak dari peserta didik siapa yang pertama menyampaikan dan samapi terakhir. Senada dengan penjelasana tersebut, Huda (2016, hlm. 270) mengatakan langkah-langkah penerapan model artikulasi sebagai berikut: 1) guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai; 2) guru menyajian materi sebagaimana bisa; 3) guru membentuk kelompok berpasangan dua orang untuk mengetahui daya serap siswa; 4) guru menugaskan salah satu siswa dari sebuah pasangan untuk menceritakan materi yang baru diterima dari guru dan pasangannya mendengar sambil membuat catatan-catatan kecil, kemudian keduanya bergantian peran. Begitu juga kelompok lainnya. 5) guru menugaskan siswa secara bergiliran/diacak untuk menyampaikan hasil wawancaranya dengan teman pasangannya hingga sebagian siswa sudah menyampaikan hasil wawancaranya. 6) guru mengulangi/menjelaskan kembali materi yang sekiranya belum dipahami siswa. Langkah-langkah yang digunakan hapir sama dengan pejelasan yang pertama namun hanya kurang dalam penutup kegiatan. Pada kegiatan ini guru harus menyiapkan kompetensi dan menyajikan materi. Namun yang perlu disayangkan tidak ada bagian penutup dalam langkah-langkahnya. Sehingga pembelajaran kurang lengkap dan juga tidak ada simpulan dalam pembelajaran. Senada dengan pemaparan tersebut Kurniasih & Sani (2017, hlm. 67) mengatakan teknis pelaksanaan model pembelajaran artikulasi sebagai berikut: 1) pertama kali guru menerangkan pembelajaran apa yang hendak dibahas serta menjelaskan model pembelajaran yang hendak digunakan; 2) guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai; 3) guru menyajikan materi sebagaimana bisa hingga siswa paham; 4) unuk mengtahui daya serap siswa, bentuklah kelompok berpasangan dua orang; 5) menugaskan salah satu siswa dari pasangan itu menceritakan materi yang baru diterima dari guru dan pasangannya mendengar sambil membuat catatan kecil, kemudian bergantian peran. Bagitu juga kelompok lainnya; 6) menugaskan siswa secara bergiliran atau bisa juga dengan cara diundi atau diacak menyampaikan hasil wawancaranya dengan teman 31 pasangannya samapi sebagian siswa sudah menyampaikan hasil wawancaranya; 7) guru mengulangi kembali materi yang sekiranya belum dipahami siswa; dan 8) kemudian menyimpulkan materi dan menutup pelajaran. Langkah-langkah yang digunakan ini lebih sempurna dibandingkan dengan pendapat yang sebelumnya, karena dimulai dari pendahuluan yang mengharuskan guru untuk menerangkan terlebih dahulu model pembelajaran kepada peserta didik. Dengan menggunakan langkah tersebut peserta didik sudah bersiap-siap apa yang harus ia persiapkan dan langkah yang akan dilaksanakan pada pembelajaran. Langkah pembelajaran ini umumnya sama persis, hanya pada saat mempresentasikan guru bisa menggunakan undian untuk melihat siapa saja yang akan tampil dan mempresentasikan hasil diskusi mereka. Pada bagian akhir penulis menambahkan penutupan dan kesimpulan. Berdasarkan ketiga pendapat di atas dapat disimpulkan langkah-langkah untuk mengidentifikasi yaitu dengan cara membagi kelompok secara berpasangan kemudian saling mewawancarai materi yang dibahas, lalu secara acak peserta didik menyampaikan hasil diskusinya. Demikian langkah-langkah yang akan digunakan dalam proses pembelajaran mengidentidikasi informasi legenda Tangkuban Perahu. Semoga dapat menjadi referensi bagi pembaca. Untuk pembelajaran lainnya guru bisa menyesuaikan sesuai kebutuhan peserta didik. c. Kelebihan Model Artikulasi Model pembelajaran artikulasi memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan ini dapat dijadikan ukuran untuk menyesuaikan kebutuhan dalam pembelajaran. Sedangkan kekuarangannya dapat disesuaiakan pembelajaran. Kelebihan dapat kita pertimbangkan cocok atau tidaknya dalam pembelajaran dengan mengetahui kelebihan model ini kita dapat mengatasi kekurangan yang ada dalam materi dan mengatasi permasalahan perserta didik. Menurut Shoimin (2014, hlm. 28) kelebihan model artikulasi sebagai berikut: 1) semua siswa terlibat (mendapat peran); 2) melatih kesiapan siswa; 3) melatih daya serap pemahaman dari orang lain; 32 4) 5) 6) 7) cocok untuk tugas sederhana; interaksi lebih mudah; dan lebih mudah dan cepat membentuknya; serta meningkatkan partisipasi anak. Kelebihan dari model ini yaitu peserta didik mendapat peran dan sederhana dalam pembagian kelompok. Dengan begitu waktu yang digunakan bisa lebih efektif. Peserta didik juga ikut terlibat semuanya dan mendapatkan tugas masing-masing sehingga berpikir semua. Peserta didik dapat membangun sikap yanag mandiri dan percaya diri. Sejalan dengan pendapat di atas Kurniasih & Sani (2017, hlm. 66) mengatakan kelebihan model artikulasi sebagai berikut: 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) semuanya siswa terlibat (mendapat peran); melatih kesiapan siswa; melatih daya serap pemahaman dari orang lain; cocok untuk tugas sederhana; interaksi lebih mudah; lebih mudah dan cepat membetuknya; meningkatkan partisipasi anak; Kelebihan menurut pendapat ahli kedua sama dengan pendapat yang dijekaskan oleh pendapat ahli sebelumnya. Model artikulasi dapat memberikan tugas ke semua peserta didik, memberikan kesiapan peserta didik ketika pembelajaran, melatih pemahaman setiap peserta didik, cocok untuk tugas yang mudah. Mengidentifikasi informasi merupakan tugas yang sederhana karena sisiwa hanya mencari dan menentukan informasi yang ada pada teks legenda Tangkuban Perahu. Interaksi lebih mudah karena kegiatan yang dilakukan oleh peserta didik dengan saling mencari dan memberi informasi yang telah disimak sebelumnya. Pembagian kelompok juga lebih cepat karena peserta didik hanya dibentuk dua orang per kelompok dan meningkatkan partisipasi peserta didik. Huda (2016, hlm. 269) berpendapat, kelebihan model artikulasi sebagai berikut: 1) 2) 3) 4) 5) siswa menjadi lebih mandiri; siswa bekerja dalam kelompok untuk menuntaskan materi belajaar; penghargaan lebih berorientasi pada kelompok daripada individu; terjadi interaksi antarsiswa dalam kelompok kecil; masing-masing siswa memiliki kesempatan berbicara atau tampil di depan kelas untuk menyampaikan hasil diskusi kelompok mereka. 33 Berdasarkan kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model ini dapat memberikan tugas yang setara untuk setiap peserta didik namun kendala yang perlu diantisipasi yaitu guru harus bisa mengondisikan kelas sebaik mungkin. Demikian kelebihan pada model artikulasi, semoga menjadi solusi dalam pekasanaan setiap pembelajaran. Dengan mengetahui kelebihan model pembelajaran artikulasi bisa mengantisipsi kesalaham yang terjadi selama proses pembelajaran. Kelebihan yang telah terurai di atas juga dapat kita persiapkan sebelum pembelajaran dilaksanakan. d. Kelemahan Model Artikulasi Model artikulasi walaupun memiliki kelebihan juga memiliki kekuarangan. Kelemahan merupakan nilai yang dapat menurukan suatu hal. Tapi dengan mengetahui kekurangan tersebut kita bisa mengantisipasinya dan menyesuaikan. Berikut ini akan dijelaskan kelemahan model artikulasi. Menurut Shoimin (2014, hlm. 28) kelebihan dan kelemahan model artikulasi sebagai berikut: 1) 2) 3) 4) 5) hanya bisa diterapkan untuk mata pelajaran tertentu; waktu yang dibutuhkan banyak; materi yang didapat sedikit; banyak kelompok yang melapor dam perlu dimonitor; dan lebih sedikit ide yang muncul. Kekurangan model artikulasi yaitu hanya bisa untuk mata pelajaran tertentu. Pelajaran bahasa Indonesia masih bisa digunakan untuk model ini namun kekurangannya guru harus membutuhkan waktu yang banyak dalam pembelajaran. Karena pembelajaran ini sederhana jadi materi yang didapat sedikit. Anggota kelompok yang sedikit sehingga banyak kelompok yang perlu dimonitor. Sejalan dengan pendapat di atas Kurniasih & Sani (2017, hlm. 66) mengatakan kelebihan model artikulasi sebagai berikut: 1) model pembelajaran ini terlihat sangat sederhana dan sangat mudah dalam tekniks pelaksanaannya, akan terasa sangat sulit ketika siswa tidak bisa memahami materi pelajaran, sehingga pesan tidak akan tersampaikan dengan baik; 2) jika ada satu siswa yang tidak mengerti atau tidak paham materi pelajaran, maka siswa yang lainpun akan mendapatkan informasi 34 3) 4) 5) 6) 7) 8) yang sama; rentan akan kegaduhan jika guru secara teknik kurang bisa menguasai kelas; hanya bisa dilaksanakan pada mata pelajaran tertentu saja; waktu yang dibutuhkan banyak agar materi tersampaikan semuanya; banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor; dan lebih sedikit ide yang muncul; serta jika ada perselisihan tidak ada penengah. Kekurangan yang dijelaskan pendapat ahli berikut ini lebih lengkap dibandingkan pendapat ahli sebelumnya. Kekurangan yang dapat ditambahkan yaitu jika ada peserta didik yang tidak memahami materi yang disampaikan oleh guru maka pesan tidak akan tersampaikan dengan baik. Kemudian jika dalam satu kelompok ada peserta didik yang tidak memahami materi, perseta didik lainya pun tidak akan tidak paham. Proses pembelajaran yang saling memberikan informasi maka model ini rentan terhadap kegaduhan jadi peserta didik harus diperhatikan dengan baik. Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas maka dapat disimpulkan kelemahan model artikulasi ini yaitu hanya dapat diterapkan pada mata pelajaran tertentu, waktu yang dibutuhkan banyak, materi yang didapatkan sedikit, banyak anggota yang melapor sehingga perlu dimonitor, lebih sedikit ide yang muncul, ketika peserti tidak bisa memahami materi pelajaran maka pesan tidak akan tersampaikan dengan baik, ketika peserta didik yang tidak mengerti materi pelajaran maka peserta didik yang lainpun akan mendapatkan informasi yang sama, rentan akan kegaduhan, jika ada perselisihan tidak ada penengah. B. Penelitian Terdahulu yang Relevan Kajian teori dielaborasi dengan hasil penulisan terdahulu yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti. Pada bagian ini penulis menjelaskan hal yang telah dilakukan penulis lain seperti: judul, subjek, tahun penulisan, metode penulistan yang digunakan, dan komparasi temuan penulisan terdahulu dengan penulisan yang akan dilakukan. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan dilaksanakan oleh penulis, hasil penelitian terdahulu merupakan hasil penelitian yang menjelaskan hal yang telah dilakukan penelitian lain. Kemudian dibandingkan dari temuan penelitian terda- 35 hulu dengan penelitian yang akan dilakukan. Penulis menggunakan 3 sumber yaitu berdasarkan penulisan terdahulu yang dilakukan oleh Amelia Elsa Mondiya dengan judul penulisan “Pembelajaran Mengidentifikasi Struktur Teks Cerita Pendek dengan Menggunakan Model Means Ends Analysis (MEA) Pada Siswa Kelas XI SMA 1 Lembang Tahun Pelajaran 2015/2016.” Kedua oleh Silvia Oti Nugraheni dengan judul “Pengembangan Media Pembelajaran Memahami Cerita Legenda dengan Buku Pop-Up untuk Siswa SMP Kelas VIII di Kabupaten Pati.” Dan ketiga oleh Hani Muthiah “Pembelajaran Mengidentifikasi Unsur-Unsur Bentuk Suatu Puisi dengan Model Pembelajaran Word Square pada Siswa Kelas SMA Negeri 1 Ciasem Subang Tahun Pelajaran 2014/2015.” Terdapat persamaan dan perbedaan dengan penulisan yang akan penulis lakukan. Persamaan dengan penulisan pertama yaitu pada kata kerja operasional yang ditelit. Kata kerja operasional yang diteliti sama-sama mengenai mengidentifikasi. Persamaan dengan penulis kedua yaitu mengenai cerita legenda. Dan persamaan pada peneliti ketiga adalah pada kata kerja operasional yang diteliti yaitu mengidentifikasi, namun pada penulis hanya ditambahkan kata informasi. Sementara itu, perbedaan dengan penulisan pertama: (1) pada materi pembelajaran yang digunakan, penulis pertama menggunakan materi pembelajaran struktur teks cerita pendek sedangkan penulis menggunakan pembelajaran legenda Tangkuban Perahu; dan (2) pada model pembelajaran penulis pertama menggunakan model Means Ends Analysis (MEA) sedangkan penulis menggunakan model artikulasi. Perbedaan pada penulis kedua: (1) pada media yang digunakan yaitu dengan buku Pop-Up sedangkan penulis dengan menggunakan model artikulasi. Perbedaan pada penulis ketiga: (1) pada materi pembelajaran yang digunakan, penulis ketiga menggunakan materi unsur-unsur bentuk suatu puisi, sedangakn penulis menggunakan materi legenda Tangkuban Perahu; dan (2) model yang digunakan pada penulis ketiga menggunakan model word square sedangkan penulis menggunakan model artikulasi. Komparasi terhadap penulisan terdahulu tersebut menghasilkan ketertarikan penulis dalam melakukan penulisan berkaitan dengan teks legenda. 36 Penulisan terdahulu tersebut memberikan informasi yang dibutuhkan penulis berkaitan dengan judul penulisan yang digunakan oleh penulis. Adapun keterangan yang lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.1 Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan Judul Peneltian Judul Penulisan Nama Penulis terdahulu Penulis Persamaan Perbedaan Pembelajaran Pembelajaran Amelia Pada kata Mengidentifikasi Mengidentifikasi Elsa kerja materi Informasi Struktur Teks Mondiya operasional pembe- Legenda Cerita Pendek yang diteliti. lajaran Tangkuban dengan Kata kerja yang Perahu dengan Menggunakan operasional digunakan. Mengunakan Model Means yang diteliti Penulis Model Artikulasi Ends Analysis sama-sama terdahulu pada Siswa (MEA) Pada mengenai mengguna- Kelas VII SMP Siswa Kelas XI mengidentifi- kan materi Muhammadiyah SMA 1 Lembang kasi. srtuktur 3 Bandung Tahun Pelajaran teks cerita Tahun Pelajaran 2015/2016 pendek 2017/2018 a. Pada sedangkan penulis tentang materi legenda Tangkuban Perahu. b. Pada model pembelajaran. 37 Penulis terdahulu menggunakan model Means Ends Analysis (MEA) sedangkan penulis menggunakan model artikulasi. Pengembangan Silvia Materi yang Pada Media Oti diteliti penulis Pembelajaran Nugra- tentang cerita terdahulu Memahami heni legenda mengguna- Cerita Legenda kan media dengan Buku buku Pop- Pop-Up untuk Up Siswa SMP sedangkan Kelas VIII di penulis Kabupaten Pati menggunakan model artikulasi. Pembelajaran Hani Pada kata a. Pada Mengidentifikasi Muthiah kerja materi Unsur-unsur operasional pembe- Bentuk Suatu yang diteliti. lajaran Puisi dengan Kata kerja yang 38 Model operasional digunakan Pembelajaran yang diteliti Penulis Word Square sama-sama terdahulu pada Kelas X mengenai mengguna SMP Negeri 1 mengidentifi- -kan Cimahi Subang kasi. materi Tahun Pelajaran unsur- 2014/2015 unsur bentuk suatu puisi sedangkan penulis tentang materi legenda Tangkuban Perahu. b. Pada penulis terdahulu mengguna -kan model Word Square sedangkan penulis mengguna -kan model artikulasi. 39 Berdasarkan studi komparasi penulis dengan penulis lain maka dapat ditarik simpulan bahwa persamaan yang dapat dijadikan referensi untuk bahan penelitian penulis yaitu kata kerja operaasional yang sama-sama megidentifikasi dengan penulis pertama dan ketiga. Penulis menambahkan kata kerja operasionalnya dengan informasi karena perkembangan yang terdapat pada Kurikulum 2013 yaitu mengidentifikasi informasi. Kemudian pada penulis kedua yaitu materi yang sama-sama membahas tentang legenda hanya saja penulis lebih spesifik dengan legenda Tangkuban Perahu sedang penulis ketiga membahas secara umum tentang legenda. Penulis ketiga lebih membahas cara mengembangkan model pembelajaran sedangkan penulis mengenai materinya. C. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran merupakan rancangan atau garis besar yang telah digagas oleh peneliti dalam merancang proses penelitian. Masalah-masalah yang telah diidentifikasi dihubungkan dengan teori sehingga ditemukan pula pemecahan atas permasalahan yang telah diidentifikasi tersebut. Dalam hal ini, kerangka pemikiran dalam penelitian merupakan proses keberhasilan pembelajaran. Selain itu, kerangka pemikiran memberikan berbagai permasalahn yang dihadapi. Sekaran dalam Sugiyono (2015, hlm. 91) mengatakan “Kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah didefinisikan sebagai masalah penting.” Kerangka berpikir merupakan konsep yang dibuat untuk membudahkan melihata gambaran keseluruhan penelitian. Dengan menggunakan kerangka pemikiran kita bisa melihat keseluruhan permasalahan dengan tabel atau gambar. Jadi masalah yang sudah dijelaskan disederhanakan dengan kerangka pemikiran. Senada dengan pendapat Suriasumantri dalam Sugiyono (2015, hlm. 92) mengatakan “Kerangka pemikiran ini merupakan penjelasan sementara terhadap gejala-gejala yang menjadi objek permasalahan. Artinya, kerangka pemikiran merupakan penjabaran yang bersifat sementara terhadap gejala-gejala yang menjadi objek permasalahan.” Maka, dapat disimpulkan bahwa kerangka pemikiran merupakan rancangan 40 atau pola pikir yang menjelaskan hubungan antara variabel atau permasalahan yang disusun dari berbagai teori yang dideskripsikan untuk dianalisis dan dipecahkan sehingga dapat dirumuskan sebuah hipotesis. Berikut ini akan disajikan kerangka pemikiran yang disajikan dimulai dari kondisi pembelajaran hingga solusi permasalahan pembelajaran. Tabel 2.2 Kerangka Pemikiran KONDISI PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA KELAS VII SAAT INI Pengubahan Kurikulum dari tahun ke tahun. Dalam pembelajaran mengidentifikasi informasi legenda, peserta didik masih banyak masalah. Pemilihan metode pembelajaran yang digunakan masih bersifat tradisional dan kurang bervariasi sehingga pembelajaran yang berlangsung kurang menarik dan membosankan. “Pembelajaran Mengidentifikasi Informasi legenda Tangkuban Perahu dengan Menggunakan Model Artikulasi di Kelas VII SMP Muhammaidyah 3 Bandung Tahun Pelajaran 2016/2017.” Guru menciptakan pembelajaran kreatif, inovatif, dan menyenangkan agar siswa dapat belajar aktif, kreatif, dan inovatif, serta dapat berpikir kritis. Guru memotivasi peserta didik agar giat membaca guna mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang belum dan sudah diperolehnya. Model artikulasi dapat digunakan sebagai salah satu model pembelajaran dengan mengarahkan peserta didik untuk berpikir aktif dan kreatif. 41 Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, kegiatan pembelajaran semakin berubah. Kini pembelajaran dituntut untuk lebih kreatif dan dapat membuat peserta didik lebih aktif dalam pembelajaran. Selain itu, peserta didik pun bebas memilih sumber pembelajaran. Sekarang banyak sekali hal yang dapat dijadikan sumber pembelajaran, sehingga peserta didik dapat belajar dengan mudah. Peserta didik pun lebih banyak melakukan pembelajaran dengan cara berdiskusi. Dalam diskusi tersebut, peserta didik akan bebas mengeluarkan pendapat atau ide yang dipikirkannya. Hal ini akan memudahkan peserta didik dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran, karena peserta didik dapat bertukar pikiran dengan yang lainnya. Menyikapi hal tersebut, penulis menilai perlu digunakan model artikulasi untuk menumbuhkan minat peserta didik. Kegiatan pembelajaran memberi kesempatan pada peserta didik untuk berpikir secara kritis, analitis, untuk mengelaborasi sambil mengubah materi yang diajarkan dengan kalimat mereka sendiri, selain membangun penguasaan materi, model dapat memotivasi peserta didik mempraktikkan berbagai keterampilan mempertahankan fokus, dan mengembangkan kelangsungan tugas-tugas. Pembelajaran mengidentifikasi legenda merupakan pengimplementasian Kurikulum 2013 untuk pertama kalinya di kelas VII pada tahun ini untuk itu dibutuhkan model pembelajaran yang cocok. Meskipun untuk menyesuaikannya kita harus membaca materi dan model agar pembelajaran menjadi lancar. D. Asumsi dan Hipotesis 1. Asumsi Asumsi merupakan titik tolak pemikiran yang kebenarannya diterima penulis. Asumsui berfungsi sebagai landasan bagi perumusan hipotesisi. Oleh karena itu, asumsi penelitian yang diajukan dapat berupa teori-teori, evidensievidensi, atau dapat pula berasal dari pemikiran peneliti. Asumsi adalah dugaan atau anggapan sementara yang belum terbukti kebenarannya dan memerlukan pembuktian secara langsung. Adapun asumsi dalam penulisan ini adalah sebagai berikut. a. Penulis telah lulus Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK), di 42 antaranya: Pancasila, Agama Islam, dan Pendidikan Kewarganegaraan; lulus Mata Kuliah Keilmuan dan Keterampilan (MKK), di antaranya: Menyimak; Teori dan Praktik Komunikasi Lisan; Teori dan Praktik Menulis; Telaah Kuikulum dan Bahan Ajar; lulus Mata Kuliah Keahlian Berkarya (MKB), di antaranya: Strategi Belajar Mengajar (SBM), Analisis Berbahasa Indonesia; Perencanaan Pengajaran; Penilaian Pembelajaran Bahasa; Metode Penulisan; lulus Mata Kuliah Perilaku Berkarya (MPB), di antaranya: Pengantar Pendidikan; Psikologi Pendidikan; Belajar dan Pembelajaran, Profesi Penidikan; lulus Mata kuliah Berkehidupan Bermasyarakat (MBB), di antaranya: Kuliah Praktik Bermasyarakat (KPB). b. Pembelajaran mengidentifikasi informasi legenda merupakam bagian dari Kurikulm 2013 yang terdapat pada kompetensi dasar di kelas VII yang wajib diajarkan. c. Model artikulasi merupakan salah satu pembelajaran yang menekankan pada kemampuan peserta didik untuk pandai berbicara atau menggunakan kata-kata dengan jelas, pengetahuan dan cara berpikir dalam penyampaian kembali materi yang talah disampaikan oleh guru yang menuntut siswa untuk lebih aktif siswa akan mudah mempelajari mengidentifikasi informasi legenda Tangkuban Perahu. Asumsi berfungsi untuk mensimulasikan realitas yang berbeda atau situasi yang mungkin terjadi tanpa menghitaukan faktor-faktor yang kompleks dan menyeluruh. Asumsi kerap kali dihubungkan dengan aturan praktis. Demikianlah asumsi yang penulis paparkan semoga dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pembimbing. Asumsi ini penulis lakukan berdasarkan data dan sumber yang terpercaya. Kesimpulannya penulis sudah lulus dari mata kuliah kurang lebih 130 sks mata kuliah yaitu MPK, MKK, MKB, SBM, MPB, MBB, dan KPB. 2. Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara dari masalahan atau submasalah yang secara teoretis telah dinyatakan dalam kerangka pemikiran. Agar penulisan ini berjalan dengan semestinya maka disusunlah hipotesis. Melalui uji hipotesis, 43 peneliti dapat menerima atau menolak hipotesis yang diajukan. Hipotesis dirumuskan dalam bentuk kalimat yang bersifat deklaratif, bukan kalimat pertanyaan, perinatah, pengharapan, atau kalimat yang bersifat saran. Pada Penelitian yang tidak menggunakan hipotesis, kedudukan hipotesis diganti dengan pernyataan penelitian. Sugyono (2015, hlm. 96) menjelaskan tentang hipotesis yaitu sebagai berikut: Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penulisan, pada rumusan masalah penulisan telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relavan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penulisan, belum jawaban yang empirik dengan data. Maka hipotesis berarti pendapat yang kebenarannya masih diragukan. Untuk bisa memastikan kebenaran dari pendapat tersebut, maka suatu hipotesis harus diuji atau dibuktikan kebenarannya. Adapun hipotesis dalam penulisan ini adalah sebagai berikut. a. Penulis mampu merencanakan, melaksanaka, dan menilai pembelajaran mengidentifikasi informasi legenda Tangkuban Perahu dengan metode artikulasi di kelas VII SMP Muhammadiyah 3 Bandung. b. Peserta didik kelas VII SMP Muhammadiyah 3 Bandung mampu mengidentifikasi informasi legenda Tangkuban Perahu dengan tepat. c. Model artikulasi efektif diterapkan dalam pembelajaran mengidentifikasi inforamasi legenda Tangkuban Perahu di kelas VII SMP Muhammadiyah 3 Bandung. Hipotesis merupakan jawaban sementara yang masih praduga untuk suatu masalah. Hipotesis yang diajukan dalam penulisan ini merupakan kemampuan penulis dalam merencanakan, melaksanakan, sampai kepada menilai pembelajaran khususnya pembelajaran mengidentifikasi informasi legenda Tangkuban Perahu dengan menggunakan model artikulasi. Peserta didik juga dapat mengidentifikasi legenda Tangkuban Perahu dengan tepat. Selain itu, model artikulasi efektif diterapakan dalam pembelajaran mengidentifikasi informasi.