kadar nh3 dan ch4 serta co2 dari peternakan broiler pada kondisi

advertisement
KADAR
NH3 4DAN
CH4CO
SERTA
CO2 DARI PETERNAKAN
KADAR NH
SERTA
BROILER PADA
3 DAN CH
2 DARI PETERNAKAN
BROILER
PADA
KONDISI
LINGKUNGAN
YANG
BERBEDA
KONDISI LINGKUNGAN DAN MANAJEMEN PETERNAKAN
DI KABUPATEN
BOGOR
JAWA BARAT
YANG
BERBEDA DI
KABUPATEN
BOGOR
SKRIPSI
RATNA PATIYANDELA
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
12
RINGKASAN
Ratna Patiyandela. D14063281. 2013. Kadar NH3 dan CH4 serta CO2 pada
Peternakan Ayam Broiler dengan Kondisi Lingkungan dan Manajemen
Peternakan yang Berbeda di Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Ilmu
Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Maria Ulfah, S.Pt., M.Sc. Agr.
Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Siti Badriyah Rushayati, M.Si.
Peningkatan populasi ayam broiler disamping memberikan dampak positif
bagi ketersediaan daging di Indonesia, ternyata juga memberikan dampak negatif
bagi ayam Broiler, manusia dan lingkungan akibat meningkatnya jumlah manur yang
dihasilkan oleh peternakan ayam broiler. Manur ini dapat menyebabkan timbulnya
polusi udara dan bau yang tidak sedap akibat adanya gas-gas dan partikel lain yang
dihasilkan. Amonia (NH3), metana (CH4), dan karbondioksida (CO2) merupakan
contoh gas yang dihasilkan dari peternakan ayam broiler. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui kadar NH3, CH4 dan CO2 di udara (udara di dalam kandang
maupun di area sekitar kandang) dari peternakan ayam broiler pada lingkungan yang
berbeda.
Penelitian dilakukan di peternakan ayam broiler Ikhtiar Farm yang terletak di
Desa Cikoneng Talang, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor (berada pada
ketinggian 520 m dpl) dan di peternakan ayam broiler Bagus Farm yang terletak di
Desa Semplak Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor (berada pada ketinggian
170 m dpl) selama 1 minggu. Metode penangkapan udara untuk NH3 dan CO2
menggunakan metode impinger, sedangkan untuk CH4 menggunakan syringe.
Analisis kadar NH3 dilakukan dengan menggunakan metode indofenol, kadar CO2
menggunakan metode titrasi dan kadar CO2 menggunakan metode Gas
Chromatography – Flame Ionization Detector (GC-FID).
Rataan suhu udara harian pada Peternakan Bagus Farm di dalam kandang
adalah 26,75-28,20 ºC dan di luar kandang adalah 27,73-29,63 ºC, sedangkan pada
Peternakan Ikhtiar Farm, rataan suhu udara harian di dalam kandang adalah 25,5827,03 ºC dan di luar kandang adalah 25,93-27,85 ºC. Rataan kelembaban udara
harian pada Peternakan Bagus Farm di dalam kandang adalah 81%-92% dan di luar
kandang adalah 77%-87%, sedangkan pada Peternakan Ikhtiar Farm di dalam
kandang adalah 70%-85% dan di luar kandang adalah 67%-84%. Rataan kecepatan
angin harian di Peternakan Bagus Farm adalah 0,87-1,50 m/det dan di Peternakan
Ikhtiar Farm adalah 0,37-3,27 m/det.
Kadar NH3 di Peternakan Bagus Farm berada pada kisaran 0,0745-0,8971
ppm lebih tinggi daripada Peternakan Ikhtiar Farm yang berada pada kisaran 0,00810.0862 ppm. Kadar CH4 di Peternakan Bagus Farm adalah 0,0957-0.1202 µg/mm3
lebih tinggi daripada di Peternakan Ikhtiar Farm dengan kadar CH 4 sebesar <0,001
µg/mm3. Kadar CO2 di Peternakan Bagus Farm berkisar antara <5-26,550 µg/mm3
lebih tinggi daripada kadar CO2 di Peternakan Ikhtiar Farm (<5 µg/mm3). Namun,
kadar NH3, kedua lokasi peternakan ayam broiler masih berada di bawah standar
baku mutu. Kadar NH3, CH4, dan CO2 di kedua lokasi peternakan ayam broiler
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya kondisi mikroklimat (suhu udara,
kelembaban udara, kecepatan dan arah angin), nutrien dalam manur (terutama
i
protein), manajemen perkandangan (tipe kandang, atap kandang dan alas kandang),
nutrien dalam pakan dan performa ayam broiler.
Kata kunci : peternakan ayam broiler, mikroklimat kandang, tipe kandang, kadar
NH3, CH4, dan CO2
ii
ABSTRACT
Levels of NH3 and CH4 also CO2 from Broiler Chicken House at Different
Environmental Condition and Management in Bogor Regency
Patiyandela, R., M. Ulfah, and S. B. Rushayati
The development of broiler population may cause negative impact such as gases
emission including of NH3, CH4, and CO2, for broiler, human and environment. The
levels of NH3, CH4, and CO2 resulted from broiler house can be affected by
microclimate condition. Information about the levels of NH 3, CH4, and CO2 in
broiler house in Bogor regency is still limited. The purpose of this research is to
estimate the levels of NH3, CH4 dan CO2 inside and outside broiler houses at
different environmental condition. This research was conducted on Bagus Farm that
located in West Semplak, Kemang District, Bogor Regency (170 m above see level)
and Ikhtiar Farm that located in Cikoneng Talang, Pamijahan District, Bogor
Regency (520 m above sea level). This research was conducted during October until
November 2010. The result shows that the levels of NH3, CH4, and CO2 in Bagus
Farm was higher than Ikhtiar Farm. The level of NH3 is lower than standard of NH 3
consisted in ambient air. The differentiation of NH3, CH4, and CO2 levels between
Bagus Farm and Ikhtiar Farm can be influenced by some factors such as
microclimate condition (temperature, humidity, and air velocity), housing
management, feed nutrient, manure management and composition.
Keyword : broiler chicken farm, microclimate condition, house type, level of NH 3,
CH4, and CO2
iii
KADAR
NH3 4DAN
CH4CO
SERTA
CO2 DARI PETERNAKAN
KADAR NH
SERTA
BROILER PADA
3 DAN CH
2 DARI PETERNAKAN
BROILER
PADA
KONDISI
LINGKUNGAN
YANG
BERBEDA
KONDISI LINGKUNGAN DAN MANAJEMEN PETERNAKAN
DI KABUPATEN
BOGOR
JAWA BARAT
YANG
BERBEDA DI
KABUPATEN
BOGOR
RATNA PATIYANDELA
D14063281
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
iv
Judul
: Kadar NH3 dan CH4 serta CO2 dari Petrnakan Broiler pada Kondisi
Lingkungan dan Manajemen Peternakan yang Berbeda di
Kabupaten Bogor
Nama
: Ratna Patiyandela
NIM
: D14063281
Menyetujui,
Pembimbing Utama,
(Maria Ulfah, S.Pt., M.Sc.Agr.)
NIP. 19761101 199903 2 001
Pembimbing Anggota,
(Dr. Ir. Siti Badriyah Rushayati, M.Si.)
NIP. 19650704 200003 2 001
Mengatahui,
Ketua Departemen
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.)
NIP. 19591212 198603 1 004
Tanggal Ujian : 21 Maret 2013
Tanggal Lulus :
v
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 4 Januari 1988 di Bondowoso, Jawa Timur.
Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Samik Rufiadi
dan Ibu Sumiwarti.
Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 1994 di Sekolah Dasar
Dabasah 3 Bondowoso dan diselesaikan pada tahun 2000. Pendidikan lanjutan
tingkat pertama dimulai pada tahun 2000 dan diselesaikan pada tahun 2003 di
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Bondowoso. Penulis melanjutkan
pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Bondowoso pada tahun 2003 dan
diselesaikan pada tahun 2006.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006 melalui jalur
USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dan diterima di Departemen Ilmu Produksi
dan Teknologi Peternakan pada tahun 2007. Penulis aktif dalam organisasi
HIMAPROTER (Himpunan Mahasiswa Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan)
periode 2007-2008 sebagai pengurus Klub Budidaya dan Produksi dan pada periode
2008-2009 sebagai Badan Pengawas HIMAPROTER. Penulis pernah mengikuti
kegiatan magang di PT. Tanduran Sari (Feedlot) dan BPPT Sapi Potong di Ciamis
serta peternakan lebah madu Sari Bunga di Sukabumi.
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Sang Pencipta alam semesta dan Pemilik ilmu pengetahuan,
Tuhan Yang Maha Esa yang menjadikan alam ini mempunyai banyak rahmat bagi
makhluk-Nya. Rasa syukur penulis panjatkan atas segala nikmat dan karunia-Nya
yang telah diberikan sehingga Penulis memperoleh kemudahan dalam penyusunan
dan penyelesaian skripsi yang berjudul Kadar NH3 dan CH4 serta CO2 dari
Peternakan Broiler pada Kondisi Lingkungan dan Manajemen Peternakan
yang Berbeda di Kabupaten Bogor sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Dunia peternakan khususnya peternakan broiler yang merupakan salah satu
sumber ketersediaan pangan bagi manusia juga merupakan salah satu penyumbang
gas-gas rumah kaca penyebab terjadinya global warming sejak beberapa tahun
terakhir. Penelitian ini dilakukan untuk untuk mengetahui besarnya kadar gas-gas
rumah kaca yang dihasilkan dari peternakan broiler. Penelitian ini juga dapat
digunakan sebagai landasan dalam menyusun strategi untuk meminimalkan produksi
gas-gas rumah kaca dari peternakan ayam broiler.
Penelitian ini merupakan penilitian awal untuk penelitian selanjutnya
mengenai gas-gas yang dihasilkan dari peternakan broiler. Penulis berharap bahwa
skripsi ini dapat memberikan kontribusi terhadap kemajuan ilmu pengetahuan
khususnya dibidang peternakan dan bermanfaat bagi banyak pihak terutama dalam
peningkatan kualitas lingkungan di dalam dan sekitar peternakan kearah yang lebih
baik.
Bogor, Mei 2013
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN......................................................................................
i
ABSTRACT ........................................................................................
iii
RIWAYAT HIDUP .............................................................................
vi
KATA PENGANTAR .........................................................................
vii
DAFTAR ISI .......................................................................................
viii
DAFTAR TABEL ...............................................................................
x
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................
xi
PENDAHULUAN ...............................................................................
1
Latar Belakang ..............................................................................
Tujuan ..........................................................................................
Manfaat ........................................................................................
1
2
2
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................
3
Manur Ayam .................................................................................
Gas Rumah Kaca ..........................................................................
Amonia (NH3) ...................................................................
Metana (CH4) ....................................................................
Karbondioksida (CO2) .......................................................
Kualitas Udara ..............................................................................
Faktor Meteorologis ......................................................................
Suhu Udara ........................................................................
Kecepatan dan Arah Angin ................................................
Analisis Kualitas Udara.................................................................
3
4
4
6
6
7
8
8
8
9
MATERI DAN METODE ...................................................................
11
Lokasi dan Waktu .........................................................................
Materi ..........................................................................................
Prosedur ........................................................................................
Penentuan Lokasi Penelitian ..............................................
Pengukuran Mikroklimat ...................................................
Pengambilan Sampel .........................................................
Analisis Sampel .................................................................
Rancangan dan Analisis Data ........................................................
Peubah yang diamati .....................................................................
11
11
11
11
12
13
14
16
16
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................
17
Kondisi Lingkungan dan Perkandangan di Peternakan Bagus
Farm ..........................................................................................
Kondisi Lingkungan dan Perkandangan di Peternakan Ikhtiar
Farm ..........................................................................................
17
18
viii
Performa Ayam Broiler dan Kandungan Nutrien dalam Pakan dan
Manur ..........................................................................................
Performa Ayam Broiler .....................................................
Kandungan Nutrien dalam Pakan Ayam Broiler .................
Kandungan Nutrien dalam Manur Ayam Broiler ................
19
19
21
22
Kondisi Mikroklimat di Peternakan Ayam Broiler ...............................
24
Ketinggian Lokasi Peternakan Ayam Broiler .....................
Suhu Udara di Lokasi Peternakan Ayam Broiler ................
Kelembaban Udara di Lokasi Peternakan Ayam Broiler.....
Kecepatan dan Arah Angin di Lokasi Peternakan ...............
Kadar NH3, CO2 dan CH4 di Peternakan Ayam Broiler .................
Kadar NH3 .........................................................................
Kadar CH4 .........................................................................
Kadar CO2 .........................................................................
Diskusi Umum ..............................................................................
24
25
27
28
29
29
32
34
35
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................
41
Kesimpulan ...................................................................................
Saran ..........................................................................................
41
41
UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................
42
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................
43
LAMPIRAN ........................................................................................
47
ix
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.
Populasi Ayam Broiler di Pulau Jawa dan Bali ...........................
1
2.
Karakter dan Produksi Kotoran Segar Ayam Broiler per 1000 kg
Bobot Hidup/Hari .......................................................................
3
3.
Ambang Batas Kadar NH3 pada Ayam Broiler ...........................
5
4.
Karakteristik Kondisi Peternakan ................................................
12
5.
Karakteristik Perkandangan ........................................................
12
6.
Kandungan Nutrien dalam Manur Ayam Broiler di Peternakan
Bagus Farm dan Ikhtiar Farm......................................................
15
Performa Ayam Broiler di Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar
Farm di Kabupaten Bogor ...........................................................
20
Kandungan Nutrien Pakan di Peternakan Bagus Farm dan
Ikhtiar Farm................................................................................
22
Hasil Pengukuran Kadar NH3 di Peternakan Bagus Farm dan
Ikhtiar Farm................................................................................
30
Hasil Pengukuran Kadar CH4 di Peternakan Bagus Farm dan
Ikhtiar Farm................................................................................
33
Hasil Pengukuran Kadar CO2 di Peternakan Bagus Farm dan
Ikhtiar Farm................................................................................
34
Perbedaan Kadar Emisi, Performa Broiler, Kandungan Nutrien
dalam Pakan dan Manur Ayam Broiler ......................................
38
7.
8.
9.
10.
11.
12.
x
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.
Denah Kandang di Peternakan Bagus Farm.................................
17
2.
Denah Kandang di Peternakan Ikhtiar Farm ................................
19
3.
Grafik Rataan Suhu Udara di Dalam dan di Luar Kandang
Ayam Ayam Broiler selama 1 Minggu: (A) Peternakan Bagus
Farm dan (B) Peternakan Ikhtiar Farm ........................................
26
Grafik Rataan Kelembaban Udara di Dalam dan di Luar
Kandang Ayam Ayam Broiler Selama 1 Minggu : (A)
Peternakan Bagus Farm (B) Peternakan Ikhtiar Farm……… .....
27
(A) Diagram Gas Rumah Kaca yang Dihasilkan dari Kegiatan
Manusia dan (B) Diagram Sumber Gas Rumah Kaca (US EPA,
2007) ..........................................................................................
36
Diagram Hubungan Kondisi Mikroklimat, Performa Ayam
Broiler, Kualitas Pakan dan Manur Serta kondisi Perkandangan
terhadap Produksi NH3 , CH4, CO2 .............................................
37
4.
5.
6.
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
1.
2.
3.
4.
5.
Halaman
Kondisi Perkandangan dan Pengambilan Sampel Udara di Bagus
Farm ...........................................................................................
48
Kondisi Perkandangan dan Pengambilan Sampel Udara di
Ikhtiar Farm. ...............................................................................
49
Rataan Suhu Udara Harian di Peternakan Bagus Farm dan
Ikhtiar Farm Dalam Satu Minggu................................................
50
Rataan Kelembaban Udara Harian di Peternakan Bagus Farm
dan Ikhtiar Farm Dalam Satu Minggu .........................................
51
Rataan Kecepatan Angin Harian dan Arah Angin Dominan di
Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm Dalam Satu Minggu ...
51
xii
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peternakan ayam broiler merupakan salah satu subsektor peternakan dengan
tingkat permintaan yang cukup tinggi di Indonesia. Peningkatan permintaan
konsumen terhadap daging ayam memicu meningkatnya jumlah populasi ayam
broiler di Indonesia, khususnya di pulau Jawa dan Bali, yang secara umum terus
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun (Tabel 1).
Tabel 1. Populasi Ayam Broiler di Pulau Jawa dan Bali
Provinsi
Tahun (ekor)
2009
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI. Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
2010
2011*
137.100
132.200
131.827
455.258.895
497.814.154
526.931.620
58.350.965
64.332.799
64.397.132
5.276.897
5.435.521
5.556.967
147.006.266
56.993.631
58.494.332
80.023.212
41.146.851
45.508.417
5.263.645
5.404.657
5.444.653
Keterangan : * angka sementara
Sumber
: Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan (2011)
Peningkatan populasi ayam broiler disamping memberikan dampak positif
bagi ketersediaan daging di Indonesia, ternyata juga memberikan dampak negatif
bagi ayam broiler, manusia dan lingkungan akibat meningkatnya jumlah manur yang
dihasilkan oleh peternakan ayam broiler. Manur ini dapat menyebabkan timbulnya
polusi udara dan bau yang tidak sedap akibat adanya gas-gas dan partikel lain yang
dihasilkan. Menurut Patterson dan Adrizal (2005) keberadaan gas-gas tersebut
menyebabkan penurunan pada performa dan produktivitas ayam broiler, seperti
penurunan laju pertumbuhan dan konversi pakan, serta timbulnya penyakit tetelo
(New Castle Disease/ND). Dampak bagi manusia diantaranya mata berair, bersinbersin, sakit leher, batuk kronis, sesak nafas, sakit kepala, dan mual (Golbabei dan
Islami, 2000).
Peternakan juga menyumbangkan gas rumah kaca sebanyak 18% dari
keseluruhan kegiatan manusia (Court dan Lane, 2007). Penumpukan gas-gas ini akan
1
menyebabkan sinar infra merah yang dipancarkan kembali ke bumi semakin besar
sehingga dapat meningkatkan suhu bumi (Cicerone, 1987). Gas-gas rumah kaca ini
menimbulkan efek rumah kaca. Amonia (NH3), metana (CH4), dan karbondioksida
(CO2) merupakan contoh gas yang dihasilkan dari peternakan ayam broiler dan
berpengaruh terhadap timbulnya efek rumah kaca yang berdampak pada peningkatan
suhu di sekitar lokasi peternakan. Data mengenai gas-gas tersebut masih terbatas
hingga saat ini, terutama pada peternakan ayam broiler dengan kandang
konvensional yang banyak ditemui di Indonesia, sehingga perlu dilakukan penelitian
untuk mengukur kadar gas-gas tersebut.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar NH3, CH4 dan CO2 di udara
(udara di dalam kandang maupun di area sekitar kandang) dari peternakan ayam
broiler pada lingkungan yang berbeda.
Manfaat
Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan untuk melakukan perkiraan
terhadap kadar gas-gas tersebut (NH3, CH4 dan CO2) yang dihasilkan oleh
peternakan-peternakan ayam broiler lain di Indonesia yang dioperasikan dengan
sistem pemeliharaan yang sama dengan penelitian ini. Hasil penelitian ini diharapkan
juga dapat digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan strategi-strategi baru
dalam menurunkan kadar gas-gas tersebut di peternakan broiler.
2
TINJAUAN PUSTAKA
Manur Ayam
Manur merupakan bahan campuran hasil ekskresi tubuh yang berasal dari
pakan tidak tercerna dalam saluran pencernaan dan sisa hasil metabolisme
(Ensminger, 1992). Jumlah dan komposisi manur yang diproduksi berbeda-beda
tergantung jenis unggas, bobot badan, waktu pengambilan ekskreta, jenis dan jumlah
pakan, serta cuaca (Muller, 1980; Ensminger, 1992). Manur ayam mengandung N
total sebanyak 13-17 g/kg dari bahan kering, yang terdiri atas 60%-75% berupa asam
urat, 0%-3% berupa amonium, dan 25%-34% berupa protein tidak tercerna
(Patterson dan Adrizal, 2005). Kandungan gas amonia yang tinggi dalam manur
menunjukkan kurang sempurnanya proses pencernaan atau protein yang berlebihan
dalam pakan ternak, sehingga tidak semua dapat terabsorpsi tetapi dikeluarkan
sebagai amonia dalam manur (Rohaeni, 2005). Karakter dan jumlah ekskreta yang
dihasilkan oleh ayam broiler dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Karakter dan Produksi Kotoran Segar Ayam Broiler per 1000 kg Bobot
Hidup/Hari
Parameter
Satuan *
Jumlah
Kg
85 ± 13
kg /m³
1.000
Total solids (TS)
Kg
22 ± 1,4
Volatile solids (VS)
Kg
17 ± 1,2
COD
Kg
16 ± 1,8
BOD5
Kg
-
Total Kjeldahl nitrogen
Kg
1,1 ± 0,24
Total fosfor
Kg
0,30 ± 0,053
Potassium
Kg
0,40 ± 0,064
Kalsium
Kg
0,41
Magnesium
Kg
0,15
Sulfur
Kg
0,085
Sodium
Kg
0,15
Zinc
G
3,6
Copper
G
0,98
Bobot
Kepadatan
Keterangan : * Semua nilai berdasarkan bobot basah
Sumber
: ASAE (2003)
3
Gas Rumah Kaca
Gas rumah kaca adalah gas-gas yang dapat membentuk suatu lapisan
perangkap panas di atmosfer bumi yang dapat menyerap dan memancarkan kembali
radiasi gelombang panjang yang dipancarkan bumi sehingga mengkibatkan panas
tersebut akan tersimpan di permukaan bumi. Gas berbahaya yang sering ditemukan
dalam kandang antara lain NH3, H2S, CO2, dan CH4. Pada konsentrasi tertentu, gasgas tersebut dapat menyebabkan kematian (North dan Bell, 1990).
Amonia (NH3)
Amonia atau NH3 adalah salah satu senyawa nitrogen hasil transformasi Norganik melalui proses amonifikasi (Jenie dan Rahayu, 1993).
Amonia bersifat
racun, tidak berwarna, dapat menyebabkan karat pada beberapa bahan dan memiliki
bau tajam yang khas. Amonia juga merupakan salah satu senyawa penyebab
timbulnya bau dari kotoran ayam (Korner et al., 2005)
Amonia pada peternakan ayam broiler berasal dari penguraian asam urat.
Asam urat merupakan produk akhir dari metabolisme protein dan nitrogen pada
unggas. Penguraian asam urat adalah sebagai berikut (Patterson dan Adrizal, 2005) :
C5H4O3N4 + 1,5O2 + 4H2O
5CO2 + 4NH3
Pembentukan NH3 dipengaruhi oleh beberapa faktor, meliputi temperatur,
kelembaban, pH, kandungan N dalam litter atau manure, serta populasi
mikroorganisme.
Hasil penelitian Vucemilo et al. (2007) menunjukkan bahwa nilai rata-rata
konsentrasi NH3 di dalam kandang ayam broiler pada minggu keempat adalah 8,67
ppm. Suhu dan kelembaban rata-rata di dalam kandang pada minggu ke empat adalah
23,67 °C dan 52,20%, dengan kecepatan aliran udara sebesar 0,07 m/s. Penelitian
dilakukan selama musim semi di tahun 2006 di peternakan ayam broiler berkapasitas
5.300 ekor dengan strain ayam broiler yang digunakan adalah hobb. Hasil penelitian
lainnya, yang dilakukan oleh Vucemilo et al. (2008) menunjukkan bahwa nilai ratarata konsentrasi NH3 di dalam kandang ayam broiler pada minggu keempat adalah
18,87 ppm. Suhu dan kelembaban rata-rata di dalam kandang pada minggu ke empat
adalah 24,17 °C dan 65,45%, dengan kecepatan aliran udara sebesar 0,07 m/s.
4
Penelitian dilakukan selama musim semi di peternakan ayam broiler berkapasitas
22.000 ekor dengan strain ayam broiler yang digunakan adalah Ross-308 breed.
Kadar NH3 yang berlebihan di dalam kandang dapat mempengaruhi
kesehatan ayam broiler dan pekerja kandang. Kadar NH3 di dalam kandang
sebaiknya tidak lebih dari 25 ppm dan ambang batas kadar NH3 bagi manusia adalah
25 ppm selama 8-10 jam (Ritz et al., 2004). Batas toleransi kadar NH3 pada ayam
broiler disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Ambang Batas Kadar NH3 pada Ayam Broiler
Kadar NH3 (ppm)
20
Pengaruh
Mengganggu
kesehatan
dan
performa
ayam
broiler,
meningkatnya penyakit tetelo (New Castle Disease/ND) dan
kerusakan sistem pernafasan (dalam waktu lama)
25
Pertambahan bobot badan yang rendah, penurunan efisiensi
pakan (selama 42 hari), menyebabkan timbulnya airsacculitis
yang diikuti oleh infectious bursal disease (setelah 56 hari)
25-125
Penurunan konsumsi pakan dan efisiensi pakan, menimbulkan
gejala keracunan pada ayam broiler meliputi iritasi pada
trachea, radang kantong udara, conjunctivity, dan dyspnea
75-100
Perubahan epithelium pernafasan, termasuk hilangnya silia
dan meningkatnya jumlah sel pengeluaran lender
46-102
Menyebabkan
kerusakan
pada
mata
dalam
bentuk
keratokonjunctivitis
Sumber: Ritz et al. (2004)
Sumber emisi NH3 dari kegiatan manusia diperkirakan 50% berasal dari
kegiatan peternakan. Produksi peternakan ayam diperkirakan menghasilkan emisi
amonia sebanyak 1,9 juta metric ton per tahun atau 2,1 Tg (tera gram) per tahun (Ritz
et al., 2004). Emisi NH3 dapat dengan cepat bereaksi dengan komponen asam yang
terdapat di atmosfer, seperti asam nitrit dan asam sulfur, dan berubah menjadi partikel aerosol amonium, seperti amonium sulfat dan amonium nitrat (Ritz et al., 2004).
Jumlah emisi amonia di atmosfer diantaranya dipengaruhi oleh umur ternak,
sistem pemeliharaan, temperatur dan kelembaban lingkungan, kecepatan angin, dan
hujan. Perbedaan kondisi iklim, seperti suhu, frekuensi dan intensitas curah hujan,
5
kecepatan angin, topografi, dan tanah, mempengaruhi emisi yang dihasilkan dari
peternakan (National Research Council, 2002). Gates et al. (2004) melakukan
penelitian selama musim dingin dan musim semi dan menunjukkan bahwa angka
emisi amonia untuk peternakan ayam broiler dengan kapasitas 20.000 ekor adalah
0,27 g NH3/ekor/hari. Angka emisi amonia untuk peternakan ayam broiler dengan
kapasitas 25.000 ekor adalah 0,45 g NH3/ekor/hari.
Metana (CH4)
Metana merupakan salah satu gas rumah kaca. Metana, paling besar
disebabkan oleh bakteri yang merombak bahan organik pada kondisi anaerobik.
Aktifitas manusia diperkirakan menyumbang 60%-80% dari total emisi CH4. Metana
yang dilepaskan ke atmosfer, sebagian besar melalui proses oksidasi oleh hidroksil
(OH) dan diperkirakan dapat bertahan di atmosfer antara 9-15 tahun (Pipatti, 1998).
Peternakan ayam diperkirakan menyumbangkan emisi metana sebesar 1,28 Tg/tahun
(Khalil, 2000).
Karbondioksida (CO2)
Karbondioksida merupakan gas rumah kaca yang mengatur energi panas yang
dapat dipancarkan bumi kembali ke angkasa. Gas rumah kaca dapat ditembus radiasi
matahari yang baru masuk ke atmosfer, dan menjerap radiasi sinar inframerah
sehingga tidak dapat dipancarkan kembali ke angkasa. Gas-gas rumah kaca, seperti
karbondioksida ini mengakibatkan panas matahari tertahan dekat dengan permukaan
bumi, sehingga menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim lainnya
(Griffin, 2003). Karbondioksida dianggap sebagai penyumbang paling banyak pada
pemanasan global sejak lebih dari 250 tahun terakhir. Jumlah CO 2 yang dihasilkan
dari proses pernafasan pada peternakan mencapai 3.000 Tg/tahun (Pitesky et al.,
2009).
Konsentrasi karbondioksida (CO2) di udara relatif rendah yaitu sekitar 0,03%.
Konsentrasi yang relatif rendah ini disebabkan oleh absorbsi CO 2 oleh tumbuhan
selama fotosintesis dan karena kelarutan CO2 di dalam air. Tumbuhan berperan
sebagai produsen pertama dalam ekosistem yang mengubah energi surya menjadi
energi potensial untuk makhluk hidup lain dan mengubah CO2 menjadi O2, sehingga
penghijauan dapat menangani krisis lingkungan di perkotaan karena dapat berperan
6
mengrangi CO2 dan zat pencemar lainnya. Konsentrasi CO2 yang berlebihan dalam
suatu lingkungan dapat menimbulkan efek sistematik, karena meracuni tubuh dengan
cara pengikatan oleh hemoglobin yang merupakan bagian amat vital dalam proses
oksigenasi jaringan tubuh, dan apabila otak kekurangan oksigen maka dapat
menimbulkan kematian. Dalam jumlah sedikit dapat menimbulkan gangguan
berfikir, gerakan otot, maupun gangguan jantung (Farida, 2004). Konsentrasi CO2 di
atmosfer ternyata telah meningkat lebih dari seabad lalu, peningkatan konsentrasinya
mencapai 1 ppm/tahun. Peningkatan konsentrasi CO2 di atmosfer yang terus menerus
akan menyebabkan perubahan yang besar pada iklim global (Shakhashiri, 2008).
Vucemilo et al. (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa nilai rata-rata
konsentrasi CO2 di dalam kandang ayam broiler pada minggu ke empat 0,07%. Suhu
dan kelembaban rata-rata di dalam kandang pada minggu ke empat adalah 23,67 °C
dan 52,20%, dengan kecepatan aliran udara sebesar 0,07 m/s. Penelitian dilakukan
selama musim semi di tahun 2006 di peternakan ayam broiler berkapasitas 5.300
ekor dengan strain ayam broiler yang digunakan adalah hobb. Penelitian lain yang
dilakukan oleh Vucemilo et al. (2008) menyatakan bahwa Nilai rata-rata konsentrasi
CO2 di dalam kandang ayam broiler pada minggu ke empat 0,21%. Suhu dan
kelembaban rata-rata di dalam kandang pada minggu ke empat adalah 24,17 °C dan
65,45%, dengan kecepatan aliran udara sebesar 0,07 m/s. Penelitian dilakukan
selama musim semi di peternakan ayam broiler berkapasitas 22.000 ekor dengan
strain ayam broiler yang digunakan adalah ross-308 breed.
Kualitas Udara
Udara ambien adalah udara bebas di permukaan bumi pada lapisan troposfer
yang berada dalam wilayah yuridiksi Republik Indonesia yang dibutuhkan dan
mempengaruhi kesehatan manusia, makhluk hidup dan unsur lingkungan hidup
lainnya. Baku mutu udara ambien adalah ukuran batas atau kadar zat, energi,
dan/atau komponen yang ada atau yang seharusnya ada dan/atau unsur pencemar
yang ditenggang keberadaannya dalam udara ambien (Biro Peraturan Perundangundangan, 1999). Kualitas udara ambien dipengaruhi oleh kandungan atau kadar zat,
energi dan komponen lain yang terdapat di udara bebas (Syahputra, 2005). Salah
satu yang mempengaruhi kualitas udara ambien adalah keberadaan polutan.
7
Kadar polutan yang terdapat di suatu lokasi dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu : 1) jarak sumber polutan dengan lokasi, 2) faktor penurun kadar polutan
(vegetasi), dan 3) kondisi meteorologi dan topografi lokasi. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kadar polutan di atmosfer adalah : 1) jumlah total cemaran yang
dikeluarkan atau dipancarkan, 2) kondisi meteorologi di suatu lokasi pencemar dan
sekitarnya, 3) keadaan topografi di suatu lokasi pencemar dan sekitarnya, dan 4) sifat
dan karakteristik zat pencemar (Soedomo, 2001).
Faktor Meteorologis
Faktor meteorologis mempunyai peranan yang penting dalam menentukan
kualitas udara di suatu daerah. Menurut Soedomo (2001) kondisi atmosfer sangat
ditentukan oleh berbagai faktor meteorologis, seperti : 1) kecepatan dan arah angin,
2) kelembaban, 3) suhu, 4) tekanan udara, dan 5) aspek tinggi permukaan (topografi).
Faktor meteorologis akan menentukan penyebaran pencemar di udara
ambien, baik yang berasal dari emisi sumber tidak bergerak maupun dari sumber
bergerak. Kondisi meteorologi akan menentukan luasan penyebaran pencemar, pola
penyebaran, dan jangkauan penyebaran serta jangka waktu penyebarannya.
Suhu Udara
Soedomo (2001) menyatakan suhu udara secara langsung mempengaruhi
kondisi kestabilan atmosfer. Dalam kondisi stabil, yaitu pada suhu udara yang lebih
rendah dari lingkungan, maka massa udara polutan tidak dapat naik tetapi tetap
berada di atmosfer dan terakumulasi, sehingga akan menaikkan konsentrasi polutan.
Sebaliknya, pada saat suhu udara lebih tinggi daripada suhu lingkungan, maka massa
udara polutan akan naik dan menyebar sehingga tidak terjadi pengendapan di
permukaan dan akan meminimalkan konsentrasi polutan.
Kecepatan dan Arah Angin
Angin akan mempengaruhi kecepatan penyebaran polutan dengan udara
disekitarnya. Kecepatan angin yang semakin tinggi menyebabkan pencampuran dan
penyebaran polutan dari sumber emisi di atmosfer akan semakin besar sehingga
konsentrasi zat pencemar menjadi encer, begitu juga sebaliknya, hal ini akan
menurunkan konsentrasi zat polutan di udara (Hasnaeni, 2004).
8
Arah angin berperan dalam penyebaran polutan yang akan membawa polutan
tersebut dari satu sumber tertentu ke area lain searah dengan arah angin. Kecepatan
angin memegang peranan dalam jangkauan dari pengangkutan dan penyebaran
polutan. Kecepatan angin mempengaruhi distribusi pencemar, konsentrasi pencemar
akan berkurang jika angin berkecepatan tinggi dan membagikan kecepatan tersebut
secara mendatar atau vertikal (Sastrawijaya, 1991).
Analisis Kualitas Udara
Metana (CH4) dan karbondioksida (CO2) tergolong dalam senyawa karbon
yang mudah menguap. Metode yang sering digunakan dalam menganalisis senyawa
karbon ini adalah metode kromatografi gas dengan detektor pengionan nyala / flame
ionization detector (FID) (Nahas et al., 2008). Kromatografi gas dengan detektor
pengionan nyala atau Gas Chromatography – Flame Ionization Detector (GC-FID)
memiliki fase stasioner atau fase diam berupa cairan dan fase bergerak berupa gas
yang sering disebut sebagai kromatografi gas-cair (GLC) serta menggunakan jenis
detektor pengionan nyala atau flame ionization detector (FID). Kelebihan dari
kromatografi jenis ini adalah stabil, linier pada rentang zat terlarut yang besar, cepat,
peka, responsif terhadap hampir semua senyawa organik. Kekurangannya adalah
tidak responsif pada hampir semua senyawa inorganik termasuk air, bersifat
menghancurkan komponen sampel, dan lebih mahal (Day dan Underwood, 2002).
Metode yang digunakan dalam menganalisis amonia (NH3) adalah
menggunakan metode spektroskopi. Analisis spektroskopi pada dasarnya mengukur
jumlah radiasi yang dihasilkan atau diserap oleh molekul atau atom yang lebih
spesifik (Skoog et al., 1999). Spektrometer adalah alat spektroskopik yang
menggunakan monokromator atau polikromator bersama dengan tansduser
mengubah intensitas pancaran menjadi sinyal listrik. Spektrofotometer adalah
spektrometer yang memungkinkan untuk mengukur rasio kekuatan radiasi dari dua
sinar yang dibutuhkan untuk mengukur absorbansi. Fotometer menggunakan sebuah
filter untuk memilih panjang gelombang bersama dengan transduser radiasi (Skoog
et al., 1999). Pengukuran NH3 dengan menggunakan spektrofotometer dilakukan
pada panjang gelombang 400 – 425 nm (Agustini et al., 2005). Panjang gelombang
400 – 425 nm berada pada daerah spektrum warna violet sehingga jenis spektro-
9
fotometer yang digunakan adalah spektrofotometer ultraviolet-cahaya tampak (UVVIS) (Day dan Underwood, 2002).
10
MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu
Pengumpulan sampel udara dilakukan di peternakan ayam broiler Ikhtiar
Farm yang terletak di Desa Cikoneng Talang, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten
Bogor dan di peternakan ayam broiler Bagus Farm yang terletak di Desa Semplak
Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor. Analisis kandungan NH3, CH4 dan
CO2 dilaksanakan di Laboratorium PPLH-LPPM (Pusat Penelitian Lingkungan
Hidup-Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat), Kampus IPB
Darmaga, Bogor. Penelitian masing-masing dilakukan selama 1 minggu di
peternakan Bagus Farm (19-25 Oktober 2010) dan di peternakan Ikhtiar Farm (5-11
November 2010).
Materi
Materi yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel udara ambien di
dalam kandang ayam broiler dan di sekitar peternakan ayam broiler. Materi
pendukung adalah komposisi nutrisi dari ransum komplit yang digunakan pada
masing-masing peternakan, dan manur ayam dari setiap peternakan.
Peralatan yang digunakan adalah impinger portable, digital electronic thermo
hygrometer LS-207, anemometer RS 232 BTU – Psychrometer, syringe, flowmeter,
altimeter, kompas, botol sampel, alat tulis, dan kamera digital. Peralatan yang
digunakan untuk menganalisis sampel udara adalah spektrofotometer UV-VIS dan
kromatografi gas dengan detektor pengionan nyala.
Prosedur
Penentuan Lokasi Penelitian
Pemilihan lokasi penelitian dilakukan dengan menggunakan metode
purposive sampling. Pertimbangan yang digunakan sehingga kedua lokasi tersebut
dipilih menjadi lokasi penelitian adalah kedua lokasi tersebut berada pada kondisi
lingkungan yang berbeda (berhubungan dengan ketinggian tempat). Peternakan ayam
broiler yang terletak di Desa Lumbung memiliki karakteristik peternakan dan
11
perkandangan yang berbeda dengan peternakan ayam broiler yang terletak di Desa
Cikoneng Talang. Perbedaan tersebut disajikan pada Tabel 4 dan Tabel 5 :
Tabel 4. Karakteristik Kondisi Peternakan
No.
1.
2.
3.
4.
Karakteristik Kondisi
Peternakan
Strain ayam Broiler
Jenis ransum
Jumlah populasi (ekor)
Ketinggian Tempat
Peternakan
Bagus Farm
Cobb
TN
3.500
170 m dpl
Ikhtiar Farm
MB-202 S
SB
3.500
520 m dpl
Tabel 5. Karakteristik Perkandangan
No.
1.
Karakteristik Kondisi
Peternakan
Tipe perkandangan
2.
3.
Tipe atap kandang
Bahan atap kandang
4.
Posisi kandang
5.
Lingkungan sekitar
kandang
1) Utara
2) Selatan
3) Timur
4) Barat
Peternakan
Bagus Farm
Kombinasi postal dan
panggung
Tipe A
Kombinasi asbes dan
rumbia
Membujur dari utara ke
selatan
Lahan pertanian (umbiumbian)
Kebun jambu biji
Kebun jambu biji
Lahan pertanian (padi)
Ikhtiar Farm
Panggung*
Tipe A
Rumbia
Membujur dari utara ke
selatan
Kolam ikan
Kebun papaya
Lahan pertanian
Kolam ikan dan lahan
pertanian
Keterangan : * Tinggi kandang dari tanah sekitar 1,5 meter
Pengukuran Mikroklimat
Kondisi iklim yang diukur adalah suhu udara, kelembaban udara, kecepatan
dan arah angin. Pengukuran terhadap kondisi mikroklimat dilakukan tiga kali dalam
sehari selama satu minggu dan dilakukan ketika ayam Broiler berumur 22-28 hari.
Pengukuran suhu udara menggunakan digital electronic thermo hygrometer LS-207.
Pengukuran suhu udara dilakukan pada ketinggian 1,5 meter di atas permukaan
tanah. Suhu udara harian rata-rata dihitung dengan persamaan berikut (Tjasyono,
2004) :
12
T rata-rata harian = (2 × T7) + T13 + T18
4
Keterangan:
T rata-rata harian = suhu harian rata-rata;
T7, T13, T18
= pengamatan suhu udara pada pukul 07.00, 13.00, dan 18.00 WIB.
Kelembaban udara diukur dengan menggunakan digital electronic thermo
hygrometer LS-207 juga. Kelembaban udara rata-rata harian dihitung dengan
persamaan :
RH rata-rata harian = (2 × RH7) + RH13 + RH18
4
Keterangan :
RH rata-rata harian = kelembaban harian rata-rata;
RH7, RH13, RH18
= pengamatan kelembaban udara pada pukul 07.00, 13.00, dan 18.00 WIB.
Kecepatan angin diukur dengan menggunakan anemometer RS 232 BTU –
Psychrometer, sementara arah angin diukur menggunakan metode sederhana, yaitu
dengan bantuan asap dan kompas. Pengukuran kecepatan angin dilakukan pada
ketinggian sekitar dua meter di atas permukaan tanah.
Pengukuran terhadap suhu dan kelembaban dilakukan di dalam kandang dan
di luar kandang. Pengukuran kecepatan dan arah angin hanya dilakukan di luar
kandang.
Pengambilan Sampel
Sampel Udara.
Pengambilan sampel udara untuk analisis NH3, CH4, dan CO2
dilakukan melalui penangkapan udara di lapangan dengan bantuan pereaksi kimia.
Metode penangkapan udara untuk NH3 dan CO2 menggunakan metode impinger
(Agustini et al., 2005). Prinsip dari metode ini adalah menjerap udara terkontaminasi
ke dalam larutan penangkap dalam impinger. Penangkapan sampel udara untuk CH4
menggunakan syringe. Sampel udara tersebut kemudian dianalisis di laboratorium
untuk dapat diketahui konsentrasi dari NH3, CH4, dan CO2.
Pengambilan sampel udara di dalam kandang dilakukan di satu titik, yaitu
tepat di tengah kandang (K). Pengambilan sampel udara di luar kandang dilakukan
pada dua titik, sesuai dengan arah angin pada jarak 15 m dari kandang. Alat
pengambil sampel udara ditempatkan pada ketinggian 1,5 m sampai 2 m dari
permukaan tanah (Badan Standarisasi Nasional, 2005a). Proses pengambilan sampel
udara di tiap titik pengambilan sampel dilakukan selama satu jam.
13
Sampel Pakan dan Manur. Pengambilan sampel manur ayam broiler dilakukan
tiga kali (pagi, siang, dan sore) per hari selama satu minggu dari setiap peternakan.
Pengambilan contoh manur ayam dilakukan secara acak. Manur ayam dikumpulkan
dalam botol sampel dan kemudian disimpan pada suhu freezer (sekitar -10 °C)
kemudian dikeringkan pada suhu 120 °C dan selanjutnya dianalisis. Pengambilan
sampel pakan juga dilakukan untuk dianalisis. Data analisis manur dan pakan
digunakan sebagai data pendukung.
Analisis Sampel
Analisis Kadar NH3 (Amonia). Analisis ini dilakukan dengan menggunakan
metode indofenol menggunakan spektrofotometer (Badan Standarisasi Nasional,
2005b). Prinsip dari metode ini adalah amonia dari udara ambien yang telah dijerap
oleh larutan penjerap asam sulfat, kemudian direaksikan dengan fenol dan natrium
hipoklorit dalam suasana basa, membentuk senyawa komplek indofenol yang
berwarna biru. Intensitas warna biru yang terbentuk diukur dengan menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang 630 nm (Badan Standarisasi Nasional,
2005b). Konsentrasi NH3 dalam dalam udara dihitung dengan rumus sebagai berikut:
C = (a / V) x 1000
Keterangan :
C
a
V
1000
=
=
=
=
Analisis
Konsentrasi NH3 di udara (µg/m3);
Jumlah NH3 dalam contoh uji berdasarkan kurva standar (µg);
Volume udara yang dihisap dikoreksi pada kondisi normal 25 °C, 760 mmHg (L);
Konversi dari L ke m3.
Kadar
CO2
(Karbondioksida).
menggunakan metode titrasi.
Analisis
ini
dilakukan
dengan
Prinsip dari metode titrasi adalah prinsip asam basa
dan pewarnaan. Bahan yang digunakan adalah Na2CO3 (sodium kabonat) sebagai
larutan penjerap, PP merah sebagai pemberi warna, dan HCl 0,02N sebagai titran.
Larutan uji (campuran antara larutan penjerap dan gas CO2) dimasukkan ke dalam
tabung uji. Larutan ditetesi HCl 0,02N hingga larutan yang berwarna merah menjadi
tidak berwarna. Proses titrasi juga dilakukan pada blanko. Jumlah HCl 0,02N yang
digunakan untuk menjernihkan larutan uji dicatat, untuk kemudian dimasukkan ke
dalam rumus perhitungan kadar CO2. Konsentrasi CO2 dalam dalam udara dihitung
dengan rumus sebagai berikut :
14
C=a/V
Keterangan :
C = konsentrasi CO2 di udara (µg/m3);
a = jumlah CO2 dalam contoh uji berdasarkan kurva standar (µg);
V = volume udara yang dihisap dikoreksi pada kondisi normal 25 °C, 760 mmHg (L).
Analisis Kadar CH4 (Metana).
Analisis ini dilakukan dengan menggunakan
metode Gas Chromatography – Flame Ionization Detector (GC-FID) (Nahas et al.,
2008). Gas Chromatography – Flame Ionization Detector (GC-FID) merupakan
metode yang paling sering digunakan untuk menganalisis senyawa karbon seperti
CH4. Instrumen ini akan mendeteksi analit dengan mengukur arus listrik yang
ditimbulkan oleh elektron saat partikel karbon dalam sampel terbakar (Nahas et al.,
2008).
Analisis Pakan dan Manur. Analisis yang dilakukan pada pakan dan manur ayam
broiler adalah untuk mengetahui kadar air, abu, protein kasar, lemak kasar, serat
kasar, kalsium, fosfor, gross energi dan nitrogen bebas. Analisis kadar air, abu,
protein kasar, lemak kasar, serat kasar dilakukan dengan menggunakan metode
analisis proksimat. Metode yang digunakan untuk menganalisis gross energi dan
nitrogen bebas masing-masing adalah Bomb Kalorimeter dan Kjehdal. Analisis ini
dilakukan di Balai Pengujian Mutu Pakan dan Ternak (BPMPT) di Bekasi. Data
analisis proksimat manur ayam Broiler masing-masing dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Kandungan Nutrien dalam Manur Ayam Broiler di Peternakan Bagus Farm
dan Ikhtiar Farm
Komponen
Kadar Air (%)
Abu (%)
Protein Kasar (%)
Lemak Kasar (%)
Serat Kasar (%)
Gross Energi (kkal/kg)
Nitrogen Bebas (%)
Jumlah Manur *
Sumber
Peternakan Ayam Broiler
Bagus Farm
Ikhtiar Farm
12,06
11,86
11,30
12,60
30,88
33,72
5,20
3,04
17,33
11,87
3718,31
3359,11
0,89
0,53
2.817,50
2.747,50
: Prasetyanto (2011).
15
Rancangan dan Analisis Data
Data tentang kadar NH3, CH4, dan CO2 selanjutnya dibandingkan dengan
Baku Mutu Udara Ambien yang dikeluarkan oleh pemerintah yaitu yang terdapat
dalam PP RI No.41 Tahun 1999 (Biro Peraturan Perundang-undangan, 1999). Data
kadar NH3, CH4, dan CO2 di peternakan ayam broiler tersebut selanjutnya dianalisis
secara deskriptif dan kemudian dikaitkan dengan kondisi umum dari lokasi
peternakan, kondisi iklim (suhu udara, kelembaban udara, kecepatan dan arah angin
serta ketinggian lokasi peternakan) pada saat pengambilan sampel udara, dan sistem
pemeliharaan yang diterapkan di peternakan ayam broiler tersebut.
Peubah yang diamati
Peubah-peubah yang diamati adalah kadar NH3, CH4, dan CO2 dan data
penunjang berupa suhu udara, kelembaban udara, kecepatan dan arah angin, serta
ketinggian dari lokasi peternakan. Pengukuran terhadap peubah-peubah tersebut
dilakukan pada minggu ke-4 pemeliharaan ayam broiler. Waktu pengambilan sampel
udara dilakukan pada tanggal 22 Oktober (peternakan Bagus Farm) dan 8 November
2010 (peternakan Ikhtiar Farm) pada pukul 10.00-13.30, baik di dalam kandang
maupun di luar kandang.
16
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Lingkungan dan Perkandangan di Peternakan Bagus Farm
Peternakan ayam broiler Bagus Farm terletak di Desa Semplak Barat,
Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor pada ketinggian 170 m dpl. Tata letak
kandang peternakan Bagus Farm dapat dilihat pada Gambar 1. Pada gambar tersebut
terlihat posisi kandang ayam broiler membujur dari utara ke selatan sehingga
menyebabkan hanya salah satu sisi kandang yang terkena sinar matahari pada pagi
hari maupun sore hari. Posisi kandang seperti ini sangat memungkinkan panas
matahari langsung masuk ke dalam kandang sehingga berdampak pada peningkatan
suhu yang cepat di dalam kandang. Posisi kandang yang ideal adalah membujur dari
timur ke barat karena dapat menurunkan pengaruh langsung dari sinar matahari ke
dalam kandang (Lesson dan Summers, 2001).
Keterangan :
1. Kandang
2. Kebun jambu
3. Lahan pertanian (padi, umbiumbian)
4. Permukiman penduduk
Gambar 1. Denah Kandang di Peternakan Bagus Farm
Kandang dengan kapasitas 3.500 ekor ini adalah kombinasi antara tipe
kandang postal dan panggung dengan bambu sebagai bahan utama kandang.
Kombinasi tipe kandang ini dilakukan karena kondisi dataran yang tidak rata
(dataran sebelah timur kandang lebih tinggi dari sebelah barat). Alas kandang di
peternakan Bagus Farm menggunakan karung yang bagian atasnya dilapisi litter
sekam. Penggunaan karung berguna untuk menutupi celah-celah pada alas kandang
sehingga sekam serta manur tidak berjatuhan ke bagian bawah kandang dan
mencegah kaki ayam broiler tidak terperosok ke dalam celah-celah. Atap kandang
yang digunakan oleh Bagus Farm merupakan kombinasi antara asbes dan rumbia.
Kelemahan dari penggunaan atap asbes adalah dapat menyebabkan suhu di dalam
17
kandang menjadi lebih panas di siang hari dan lebih dingin di malam hari,
dikarenakan atap dengan bahan asbes mudah menyerap panas dan kemudian
meneruskannya ke dalam kandang (Wibisono, 2010).
Kondisi sekitar kandang dapat dilihat pada Tabel 5. Kebun jambu biji berada
di sebelah timur dan selatan kandang Peternakan Bagus Farm dengan tinggi pohon
berkisar antara 2-2,5 m dan jarak pohon terdekat sekitar 2 m dari kandang.
Keberadaan pohon/tanaman di sekitar kandang dapat mempengaruhi kondisi
mikroklimat di dalam kandang. Tanaman dapat digunakan sebagai pelindung
terhadap radiasi matahari, dapat menurunkan suhu udara di sekitar bangunan, serta
efek bayangan dari tanaman dapat menghalangi pemanasan permukaan bangunan
dan tanah dibawahnya, serta dapat dimanfaatkan sebagai pengatur aliran udara ke
dalam bangunan (Talarosa, 2005). Fungsi lain dari tanaman adalah dapat menyerap
dan menjerap debu serta unsur pencemar udara lainnya yang berasal dari kandang
ayam broiler. Sekumpulan pohon, dalam hal ini adalah kebun jambu biji, dapat
dimanfaatkan pula sebagai wind break (pemecah angin), sehingga kecepatan angin
yang masuk kedalam kandang dapat berkurang.
Pemukiman penduduk berada di sebelah timur dan selatan kandang dengan
jarak sekitar 200 m dari kandang. Jarak antara kandang ayam broiler dan
permukiman sudah memenuhi anjuran dari Fadilah et al. (2007) yang
mengungkapkan bahwa jarak ideal antara kandang ayam broiler dan permukiman
warga, minimal adalah 50 m. Jarak kandang yang cukup jauh dari permukiman
dapat menghindari kebisingan, penyebaran penyakit, polusi serta bau dari peternakan
ayam Broiler ke wilayah permukiman penduduk.
Kondisi Lingkungan dan Perkandangan di Peternakan Ikhtiar Farm
Peternakan ayam broiler Ikhtiar Farm terletak di Desa Cikoneng Talang,
Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor dan dengan populasi ayam broiler
sebanyak 3.500 ekor. Peternakan tersebut berlokasi di lereng Gunung Salak pada
ketinggian 520 m dpl. Kondisi lingkungan sekitar kandang di Peternakan Ikhtiar
Farm dapat dilihat pada Tabel 5 dan tata letak kandang dapat dilihat pada Gambar 2.
Kandang ayam broiler dikelilingi oleh lahan pertanian (sebelah timur dan selatan)
dan kolam ikan (sebelah barat dan utara). Permukiman penduduk yang terletak di
sebelah timur laut kandang berjarak sekitar 100 m dari kandang ayam broiler.
18
Keterangan :
1. Kandang
2. Lahan pertanian (padi, pepaya)
3. Kolam ikan
4. Penggilingan padi
5. Permukiman penduduk
6. Jalan
Gambar 2. Denah Kandang di Peternakan Ikhtiar Farm
Bangunan kandang ayam broiler Ikhtiar Farm juga membujur dari utara ke
selatan sehingga hanya salah satu sisi kandang juga yang terkena sinar matahari pada
saat pagi hari maupun sore hari. Tipe kandang yang digunakan adalah tipe panggung
dengan bambu sebagai bahan utama bangunannya. Jarak alas kandang dari tanah
adalah sekitar 1,5 m. Tipe kandang ini memungkinkan kotoran tidak menumpuk di
alas kandang tetapi langsung jatuh ke tanah. Tipe kandang panggung juga beresiko
bagi ayam broiler karena dapat menyebabkan cidera pada kaki akibat terperosok
pada celah-celah bambu yang sengaja dibuat sebagai tempat jatuhnya kotoran ayam.
Atap kandang menggunakan rumbia. Menurut Wibisono (2010) atap berbahan
rumbia dapat meminimalkan peningkatan suhu di dalam kandang karena kemampuan
bahan ini dalam menyerap dan memantulkan panas cukup rendah, selain itu harganya
lebih ekonomis. Kekurangan dari atap dengan bahan rumbia adalah daya tahan dari
atap relatif lebih singkat dan seringkali menjadi tempat bersarang bagi tikus dan
hewan lain.
Performa Ayam Broiler dan Kandungan Nutrien dalam Pakan dan Manur
Performa Ayam Broiler
Data mengenai performa ayam broiler dari peternakan Bagus Farm di Desa
Semplak Barat dan peternakan Ikhtiar Farm di Desa Cikoneng Talang disajikan pada
Tabel 7. Bell dan Weaver (2002) menyatakan bahwa dalam pengelolaan ayam
broiler, performa produksi yang harus diamati diantaranya meliputi bobot badan
19
hidup, pertambahan bobot badan, akumulasi konsumsi ransum, konsumsi pakan
setiap minggu, akumulasi konversi pakan, dan konversi pakan setiap minggu.
Tabel 7. Performa Ayam Broiler di Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm di
Kabupaten Bogor
Komponen
Satuan
Jumlah Populasi Awal
Umur Panen
Mortalitas
Jumlah populasi akhir
Rataan Berat Panen
Konsumsi Pakan
FCR*
Ekor
Hari
%
Ekor
kg/ekor
Kg
Peternakan Ayam Broiler
Bagus Farm
Ikhtiar Farm
3.500
3.500
32-33
31-32
20
1,7
2.800
3.441
1,67
1,51
8.050
7.850
1,72
1,48
Standar
321
≤ 4%2
1,751
9.4431
1,541
Keterangan : 1Cobb Vantress (2008); 2Bell & Weaver (2002); *Mortalitas tertinggi terjadi pada
minggu ke-4 hingga umur panen
Jumlah populasi ayam broiler di Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm
masing-masing adalah 3.500 ekor. Rataan berat panen ayam broiler dari Peternakan
Bagus Farm dan Ikhtiar Farm, masing-masing adalah 1,67 kg/ekor dan 1,51 kg/ekor.
Perbedaan rataan berat panen ayam broiler dari kedua peternakan diantaranya dapat
disebabkan oleh jumlah konsumsi pakan dan lama pemeliharan (Tabel 7) serta
kondisi mikroklimat dari kedua lokasi peternakan.
Jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ayam broiler di Peternakan Bagus Farm
mencapai 8.050 kg lebih tinggi dari jumlah pakan yang dikonsumsi di Peternakan
Ikhtiar Farm yaitu 7.850 kg. Konsumsi ransum setiap ternak berbeda-beda, hal
tersebut dipengaruhi oleh bobot badan, strain, tingkat produksi, tingkat cekaman,
aktifitas ternak, mortalitas, kandungan energi dalam ransum dan suhu lingkungan
sekitar (North dan Bell, 1990). Perbedaan jumlah konsumsi pakan antara Peternakan
Bagus Farm dan Ikhtiar Farm salah satunya disebabkan oleh lamanya waktu
pemeliharaan yang selanjutnya mempengaruhi lamanya masa pemberian pakan pada
ayam broiler. Umur panen ayam broiler di Peternakan Bagus Farm (32-33 hari)
lebih lama daripada umur panen di Peternakan Ikhtiar Farm (31-32 hari). Konsumsi
pakan secara umum akan meningkat seiring dengan meningkatnya berat badan ayam.
Menurut Kartadisastra (1997), berat badan badan berbanding lurus dengan konsumsi
pakan, semakin tinggi berat badan semakin tinggi pula konsumsi pakannya.
Lacy dan Veast (2000) menyatakan bahwa konversi pakan berguna untuk
mengukur produktivitas ternak yang didefinisikan sebagai rasio antara konsumsi
20
pakan dan pertambahan bobot badan yang diperoleh selama kurun waktu tertentu.
Peternakan Ikhtiar Farm memiliki nilai konversi pakan yang lebih baik (1,48) bila
dibandingkan dengan nilai konversi pakan di Peternakan Bagus Farm (1,72). CJ
Feed Indonesia (2011) menyatakan bahwa konversi pakan untuk ayam broiler
dengan strain Cobb adalah 1,65. Nilai konversi pakan dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain dasar genetik, tipe pakan yang digunakan, feed additive yang
digunakan dalam pakan, manajemen pemeliharaan, dan suhu lingkungan (James,
2004). Tingginya nilai konversi pakan di Peternakan Bagus Farm diantaranya
dipengaruhi oleh tingkat mortalitas. Angka mortalitas yang tinggi mengakibatkan
total berat panen di Peternakan Bagus Farm lebih rendah dari Peternakan Ikhtiar
Farm, dan nilai konsumsi pakan di Peternakan Bagus Farm juga lebih tinggi daripada
di Peternakan Ikhtiar Farm sehingga menyebabkan nilai konversi pakan menjadi
tinggi.
Tingkat mortalitas di peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm masingmasing adalah 20% dan 1,7%. Bell dan Weaver (2002) menyatakan bahwa
persentase kematian selama periode pemeliharaan tidak boleh lebih dari 4%. Angka
kematian pada minggu pertama selama periode pemeliharaan tidak boleh lebih dari
1%, kematian selanjutnya harus relatif lebih rendah sampai hari terakhir minggu
tersebut dan terus dalam keadaan konstan sampai berakhirnya periode pemeliharaan.
Tingkat mortalitas yang tinggi di peternakan Bagus Farm kemungkinan disebabkan
oleh tingginya suhu udara pada siang hari yang dapat mencapai hingga 36,3 °C.
Appelby et al. (2004) menyatakan bahwa suhu lingkungan yang baik dalam
pemeliharaan ayam Broiler adalah 19-23 °C.
Kandungan Nutrien dalam Pakan Ayam Broiler
Kandungan nutrien pakan ayam broiler dari peternakan Bagus Farm dan
Ikhtiar Farm disajikan pada Tabel 8. Sebagian besar kandungan nutrien dalam pakan
di peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm sudah memenuhi standar nutrien pakan
dari Badan Standardisasi Nasional Indonesia (Badan Standarisasi Nasional, 2011)
kecuali nilai energi metabolis yang lebih rendah dari standar National Research
Council (3.200 kkal/kg) serta yang dikemukakan oleh Bell dan Weaver (3.166
kkal/kg). Nilai energi metabolis pakan dari Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm
yang masing-masing adalah 3.057,93 kkal/kg dan 2.990,34 kkal/kg (Tabel 8).
21
Tabel 8. Kandungan Nutrien Pakan di Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm
Kandungan Nutrien
Standar
Lokasi Peternakan
Bagus Farm
Ikhtiar Farm
Air (%)
Maks. 131
11,00
11,00
Abu (%)
Maks. 81
4,90
5,30
Protein Kasar (%)
Min. 151
21,10
22,70
Lemak Kasar (%)
Min. 31
6,60
6,80
Serat Kasar (%)
Maks. 61
3,20
2,50
Ca (%)
0,9 - 1,21
0,89
0,96
4.0002
4.217,84
4.124,61
3.2002/3.1664
3.057,93
2.990,34
0,37
0,89
Energi Bruto (kkal/kg)
Energi Metabolis (kkal/kg)3
Nitrogen Bebas (%)
1
2
3
4
Keterangan : BSN (2011), NRC (1994), EM = 0,725 x Energi Bruto, Bell & Weaver (2002)
Konsumsi pakan pada unggas pada dasarnya digunakan untuk memenuhi
kebutuhan energi metabolis, semakin tinggi energi dalam pakan maka konsumsi akan
menurun (Rose, 1997). Berdasarkan data konsumsi pakan pada Tabel 10, jumlah
konsumsi pakan ayam broiler dari peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm lebih
rendah dari standar (9.646 kg), masing-masing adalah 8.050 kg dan 7.850 kg.
Rendahnya jumlah konsumsi pakan juga dapat dipengaruhi oleh kondisi mikroklimat
di dalam kandang ayam Broiler.
Kandungan Nutrien dalam Manur Ayam Broiler
Berdasarkan data analisis nutrien manur pada Tabel 6, hasil analisis protein
kasar dari manur di Peternakan Bagus Farm (33,72%) lebih tinggi dari manur di
Peternakan Ikhtiar Farm (30,88%). Tingginya kadar protein dalam manur di
Peternakan Bagus Farm, dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya adalah
manur bercampur dengan litter (sekam) dan protein dalam pakan yang tidak dapat
tercerna dengan baik sehingga banyak protein yang terbuang melalui manur. Manur
ayam terdiri dari feses yang berasal dari usus besar dan urin yang berasal dari ginjal
(Ensminger, 1992) yang di dalamnya mengandung sisa ransum tidak tercerna, sisa
sekresi dari saluran pencernaan, bakteri yang hidup dan mati, sel-sel epitel yang
rusak dan asam-asam amino yang tidak dapat diserap tubuh (North dan Bell, 1990).
22
Kadar air dalam manur ayam dipengaruhi oleh konsumsi air minum (Lesson
et al., 1995). Kadar air dalam manur di peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm
masing-masing adalah 12,06% dan 11,86%. Kadar air dalam manur dari Peternakan
Bagus Farm lebih tinggi dari Peternakan Ikhtiar Farm. Tingginya kadar air dalam
manur dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah kadar protein
dalam pakan dan suhu lingkungan yang tinggi. Sujono et al. (2001) menyatakan
bahwa kadar protein yang tinggi dalam ransum dapat meningkatkan kadar air pada
feses, karena kelebihan nitrogen tidak dapat disimpan di dalam tubuh maka
kelebihan nitrogen dibuang dalam bentuk asam urat melalui urin sehingga pada
proses ini ayam akan memerlukan air yang banyak untuk membuang nitrogen.
Kadar nitrogen dalam manur dari Peternakan Bagus Farm (0,89%) pun lebih tinggi
dari Peternakan Ikhtiar Farm (0,53%). Menurut Patterson dan Adrizal (2005) manur
ayam mengandung N total sebanyak 13-17 g/kg dari bahan kering, yang terdiri atas
60%-75% berupa asam urat, 0%-3% berupa amonium, dan 25%-34% berupa protein
tidak tercerna. Asam urat sebagai penyusun terbesar dalam manur, merupakan
sumber utama dalam pembentukan NH3.
Hasil perhitungan jumlah manur dari Peternakan Bagus Farm adalah 2.817,5
kg lebih banyak dari jumlah manur dari Peternakan Ikhtiar Farm yaitu 2.747,5 kg.
Jumlah manur yang tinggi di Peternakan Bagus Farm menyebabkan ketersediaan
nitrogen terutama dalam bentuk asam urat lebih tinggi bila dibandingkan dengan
Peternakan Ikhtiar Farm. Kondisi ini memungkinkan proses pembentukan NH 3 di
Peternakan Bagus Farm lebih tinggi bila dibandingkan dengan Peternakan Ikhtiar
Farm. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa kadar nitrogen dan kadar air dalam
manur dari Peternakan Bagus Farm lebih tinggi. Kadar air yang tinggi pada manur
dapat menyebabkan litter menjadi basah sehingga dapat memicu meningkatnya
proses perombakan asam urat menjadi amonia, karena kondisi litter yang lembab
merupakan tempat yang cocok bagi bakteri pembentuk amonia. Ritz et al. (2004)
menyatakan bahwa pembentukan NH3 (amonia) dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya suhu, kelembaban, pH, dan kandungan nitrogen di dalam manur.
23
Kondisi Mikroklimat di Peternakan Ayam Broiler
Tingkat kenyamanan ayam Broiler selama proses pemeliharaan salah satunya
dipengaruhi oleh kondisi mikroklimat. Beberapa faktor mikroklimat tersebut
diantaranya adalah ketinggian lokasi, suhu udara, kelembaban udara, kecepatan dan
arah angin.
Ketinggian Lokasi Peternakan Ayam Broiler
Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm memiliki ketinggian tempat yang
berbeda, masing-masing adalah 170 m dpl dan 520 m dpl. Peternakan Bagus Farm
berada di daerah dataran rendah, sedangkan Peternakan Ikhtiar Farm berada di
dataran sedang. Perbedaan ketinggian tempat ini tentu berpengaruh terhadap suhu
udara dan kelembaban di setiap lokasi, semakin tinggi lokasi dari suatu tempat maka
suhu udara akan semakin menurun. Setiap kenaikan ketinggian 100 m suhu udara
akan berkurang antara 0,5-0,6 oC (Lakitan, 1994).
Ketinggian tempat dari kedua lokasi peternakan sebenarnya tidak berada
dalam ketinggian tempat yang ideal bagi peternakan ayam broiler. Widodo (2010)
menyatakan bahwa lokasi peternakan pada ketinggian 600 m dpl paling cocok untuk
pertumbuhan ayam broiler karena dapat memberikan rasa nyaman. Lokasi
Peternakan Bagus Farm yang berada di daerah dataran rendah menyebabkan ayam
broiler mudah mengalami cekaman panas bila dibandingkan dengan ayam broiler di
Peternakan Ikhtiar Farm, karena suhu di daerah dataran rendah yang lebih tinggi.
Lokasi Peternakan Ikhtiar Farm yang berada di dataran sedang dengan
ketinggian tempat 520 m dpl memiliki performa ayam broiler yang lebih baik bila
dibandingkan dengan ayam broiler yang berada di Peternakan Bagus Farm yang
berlokasi di dataran rendah (170 m dpl). Berdasarkan hasil penelitian Suarjaya dan
Nuriyasa (1995) ayam yang dipelihara pada ketinggian tempat 300 m dpl (dataran
sedang) memiliki performa yang lebih baik daripada yang dipelihara pada ketinggian
tempat 50 m dpl (dataran rendah). Ayam yang dipelihara pada ketinggian tempat
300 m dpl (dataran sedang) memiliki nilai FCR yang lebih baik daripada yang
dipelihara pada ketinggian tempat 50 m dpl (dataran rendah).
24
Suhu Udara di Lokasi Peternakan Ayam Broiler
Suhu udara merupakan salah satu unsur cuaca yang penting dalam proses
pemeliharaan ayam broiler. Suhu udara yang nyaman sangat dibutuhkan selama
proses pemeliharaan. Rataan suhu harian di Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm
selama penelitian pada Gambar 3.
Hasil pengukuran suhu udara di kedua lokasi peternakan menunjukkan bahwa
suhu udara di dalam kandang lebih rendah dari suhu udara di luar kandang. Kisaran
suhu udara di dalam kandang Peternakan Bagus Farm adalah 26,8-28,2 °C dan suhu
udara di luar kandang adalah 27,7-29,6 °C (Gambar 3). Sedangkan, kisaran suhu di
dalam kandang Peternakan Ikhtiar Farm adalah 25,6-27,0 °C dan suhu udara di luar
kandang adalah 25,9-27,9 °C (Gambar 3). Kisaran suhu dari kedua lokasi peternakan
ternyata tidak berada pada kisaran suhu udara yang nyaman bagi ayam broiler.
Appelby et al. (2004) menyatakan suhu lingkungan yang baik dalam pemeliharaan
ayam ayam broiler adalah 19-23 °C, sedangkan Bell dan Weaver (2002) menyatakan
bahwa suhu nyaman untuk mencapai pertumbuhan optimum pada ayam ayam broiler
adalah berkisar antara 18-23 °C.
Kisaran suhu udara yang tinggi di Peternakan Bagus Farm baik di dalam
kandang maupun di luar kandang daripada Peternakan Ikhtiar Farm dikarenakan oleh
penggunaan asbes sebagai bahan atap kandang dan lokasi peternakan yang berada di
dataran rendah. Atap berbahan asbes memiliki kemampuan menghantarkan panas
matahari yang tinggi bila dibandingkan dengan atap berbahan rumbia. Santoso
(1996) mengemukakan bahwa bahan asbes memiliki kemampuan dengan baik dalam
menghantarkan panas dari matahari ke lingkungan mikroklimat kandang. Kondisi ini
menyebabkan suhu udara di dalam kandang dengan atap berbahan asbes lebih tinggi
bila dibandingkan dengan kandang beratapkan rumbia.
25
Gambar 3. Grafik Rataan Suhu Udara di Dalam dan di Luar Kandang Ayam
Ayam Broiler selama 1 Minggu: (A) Peternakan Bagus Farm dan (B)
Peternakan Ikhtiar Farm……………………………………….
Rataan suhu udara dalam kandang pada siang hari di Peternakan Bagus Farm
lebih tinggi dari Peternakan Ikhtiar Farm yaitu hingga mencapai 30,26 ºC. Suhu
lingkungan yang tinggi menyebabkan ayam broiler mudah terserang cekaman panas
(heat stress). Salah satu respon nyata dari ayam broiler yang mengalami cekaman
panas adalah dengan melakukan panting. Suhu lingkungan yang panas disertai
kelembaban yang tinggi dapat menurunkan konsumsi pakan dan mengganggu proses
metabolisme sehingga berakibat defisiensi zat-zat makanan untuk pertumbuhan dan
produksi (Syamsuhaidi, 1997). Menurut Kusnadi (2006), cekaman panas pada ayam
broiler dapat menurunkan konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, dan efisiensi
penggunaan ransum. Apabila kondisi tersebut terus berlanjut maka dapat
menyebabkan angka mortalitas menjadi tinggi. Hal tersebut dapat dilihat dari angka
mortalitas yang tinggi di peternakan Bagus Farm (20%) bila dibandingkan dengan di
peternakan Ikhtiar Farm (1,7%).
26
Kelembaban Udara di Lokasi Peternakan Ayam Broiler
Kelembaban lingkungan merupakan salah satu faktor cuaca yang juga
diperhatikan selama pemeliharaan ayam broiler. Rataan kelembaban udara selama
penelitian dari kedua lokasi peternakan dapat dilihat dari Gambar 4.
Gambar 4. Grafik Rataan Kelembaban Udara di Dalam dan di Luar Kandang
Ayam Ayam Broiler Selama 1 Minggu : (A) Peternakan Bagus
Farm (B) Peternakan Ikhtiar Farm…………………………………
Kelembaban udara di dalam kandang Bagus Farm memiliki kisaran antara 8192% sedangkan kelembaban di luar kandang adalah 77%-87% (Gambar 4). Kisaran
kelembaban udara di dalam kandang Ikhtiar Farm adalah 70%-85% sedangkan
kelembaban di luar kandang adalah 67%-84% (Gambar 4).
Kelembaban udara
paling rendah, baik di dalam kandang maupun di luar kandang dicapai pada siang
hari, dan kelembaban yang tinggi dicapai pada pagi dan sore hari. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Handoko (1994) bahwa kelembaban relatif (RH) akan lebih kecil
bila suhu udara meningkat dan sebaliknya jika suhu udara lebih rendah maka RH
akan tinggi. Kelembaban udara di kedua lokasi peternakan tidak berada pada kisaran
kelembaban udara ideal untuk pertumbuhan dan kenyamanan ayam broiler.
27
Vucemillo et al. (2008) menyarankankan kelembaban udara yang sesuai untuk
pertumbuhan ayam broiler adalah berkisar antara 60%-75%.
Peternakan Bagus Farm memiliki kisaran kelembaban udara dalam kandang
yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan kisaran kelembaban di Peternakan Ikhtiar
Farm. Kelembaban udara yang tinggi di Peternakan Bagus Farm dikarenakan lokasi
peternakan yang berada di dataran rendah dengan suhu yang tinggi. Suhu udara yang
tinggi menyebabkan proses penguapan air ke udara juga menjadi meningkat. Selain
itu, penggunaan asbes sebagai bahan atap juga menjadi pemicu peningkatan suhu dan
kelembaban di dalam kandang. Santoso (1996) mengemukakan bahwa bahan asbes
memiliki kemampuan dengan baik dalam menghantarkan panas dari matahari ke
lingkungan mikroklimat kandang. Karakteristik bahan asbes menyebabkan suhu
dalam kandang meningkat dengan cepat, sehingga menyebabkan proses penguapan
air dalam kandang juga semakin meningkat. Tingginya kelembaban udara di dalam
kandang Bagus Farm juga dipengaruhi oleh mekanisme penguapan secara panting
yang dilakukan oleh ayam broiler. Amrullah (2004) menyatakan uap air dari proses
pernapasan tidak mudah diserap oleh udara sehingga kelembaban udara menjadi
cekaman ikutan dari cekaman panas. Kelembaban udara dalam kandang di
Peternakan Bagus Farm yang tinggi menyebabkan konsumsi pakan menurun.
Amrullah (2004) menyatakan bahwa kelembaban udara yang tinggi akan
menyebabkan konsumsi pakan menurun sebanyak 50%. Konsumsi pakan yang
semakin menurun menyebabkan penurunan kualitas performa ayam broiler.
Kecepatan dan Arah Angin di Lokasi Peternakan
Kecepatan angin dan arah angin merupakan faktor mikroklimat yang juga
dibutuhkan dalam proses pemeliharaan ayam broiler. Data kecepatan dan arah angin
di Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm disajikan pada Lampiran 3. Kecepatan
angin di peternakan Bagus Farm berada pada kisaran 0,8-1,5 m/detik dan di
peternakan Ikhtiar Farm adalah 0,4-3,3 m/detik. Arah angin di peternakan Ikhtiar
Farm dominan menuju utara. Angin akan mempengaruhi kecepatan penyebaran
polutan dengan udara di sekitarnya dan arah angin berperan dalam penyebaran
polutan yang akan membawa polutan tersebut dari satu sumber tertentu ke area lain
searah dengan arah angin. Kecepatan angin memegang peranan dalam jangkauan
dari pengangkutan dan penyebaran polutan. Kecepatan angin yang semakin tinggi
28
menyebabkan pencampuran dan penyebaran polutan dari sumber emisi di atmosfer
akan semakin besar sehingga konsentrasi zat pencemar menjadi encer, begitu juga
sebaliknya, hal ini akan menurunkan konsentrasi zat polutan di udara (Hasnaeni,
2004).
Arah angin dominan di peternakan Bagus Farm adalah dari utara menuju
selatan dan timur laut. Penentuan arah tujuan angin di peternakan Bagus Farm agak
sulit dilakukan karena lokasi peternakan berada di sekitar area persawahan. Angin
dominan yang berhembus dari utara ini akan langsung masuk ke dalam kandang
ayam broiler dikarenakan di sebelah utara kandang berbatasan langsung dengan
lahan persawahan dan tidak terdapat tanaman/kanopi yang berfungsi sebagai wind
break.
Arah angin dominan di peternakan Ikhtiar Farm adalah menuju utara.
Sebelah utara kandang merupakan daerah pegunungan dan sebelah selatan adalah
daerah lembah. Selain itu lokasi peternakan Ikhtiar Farm yang terletak pada
ketinggian 520 m dpl dan terletak di lereng Gunung Salak, menyebabkan lokasi
peternakan sering dilalui angin lembah pada siang hari dan angin gunung pada
malam hari. Pengumpulan angin lembah terjadi pada siang hari yang menyebabkan
penaikan massa udara, penurunan suhu udara, dan penurunan suhu pengembunan
kabut yang relatif banyak, sebaliknya pada malam hari terjadi angin gunung yang
menyebabkan menurunnya masa udara dan pendinginan suhu udara (Subaid, 2002).
Kadar NH3, CO2 dan CH4 di Peternakan Ayam Broiler
Perkembangan di bidang peternakan ayam broiler serta meningkatnya jumlah
ayam broiler tidak hanya memberikan dampak positif terhadap ketersediaan daging
tetapi juga memberikan dampak negatif bagi lingkungan. Dampak negatif ini berupa
meningkatnya emisi yang dihasilkan dari peternakan ayam broiler, berupa gas-gas
seperti NH3, CO2 dan CH4 yang dapat mencemari lingkungan khususnya udara.
Kadar NH3
Peternakan ayam broiler merupakan salah satu sumber penghasil NH 3 ke
lingkungan. Amonia merupakan gas alkali, tidak berwarna, mempunyai daya iritasi
yang tinggi, bersifat toksik dan dihasilkan selama proses dekomposisi bahan organik,
atau dari reduksi substansi nitrogen oleh bakteri. Amonia dapat larut dalam air dan
29
dapat terserap oleh partikel debu, litter serta oleh mukosa membran pada mata dan
saluran pernafasan (Sujono et al., 2001). Hasil pengukuran kadar NH3 pada dua
lokasi peternakan ditunjukkan pada Tabel 9.
Tabel 9. Hasil Pengukuran Kadar NH3 di Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm
Lokasi
Baku Mutu*
Satuan
U
K
D
Bagus Farm (B)
2,0
Ppm
0,0761
0,8971
0,0745
Ikhtiar Farm (I)
2,0
Ppm
0,0627
0,0862
0,0081
Keterangan : *KLH (1996), U = Titik di luar kandang sebelum angin melewati kandang, K = Titik di
dalam kandang, D = Titik di luar kandang setelah angin melewati kandang.
Hasil pengukuran pada Tabel 9 menunjukkan bahwa kadar NH3 di kedua
lokasi peternakan baik pada titik U, K, dan D berada di bawah standar baku mutu
yang ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Ritz et al. (2004)
mengemukakan bahwa kadar NH3 di dalam kandang sebaiknya tidak melebihi 25
ppm dan ambang batas kadar NH3 bagi manusia adalah 25 ppm selama 8-10 jam.
Apabila kadar NH3 di dalam kandang melebihi ambang batas, maka akan
menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan manusia serta dapat menurunkan
produktivitas ayam broiler dan meningkatkan peluang terserangnya penyakit,
terutama yang berhubungan dengan penyakit pernafasan.
Kadar NH3 di Peternakan Bagus Farm berada pada kisaran 0,0745-0,8971
ppm. Kadar NH3 terendah diperoleh di titik DB yaitu 0,0745 ppm dan kadar tertinggi
diperoleh di titik KB yaitu 0,8971 ppm. Kadar NH3 di Peternakan Ikhtiar Farm
berada pada kisaran 0,0081-0,0862 ppm. Kadar NH3 terendah diperoleh di titik D I
yaitu 0,0081 ppm dan kadar tertinggi diperoleh di titik KI yaitu 0,0862 ppm.
Amonia atau NH3 adalah salah satu senyawa nitrogen hasil transformasi Norganik melalui proses amonifikasi (Jenie dan Rahayu, 1993).
Amonia bersifat
racun, tidak berwarna, dapat menyebabkan karat pada beberapa bahan dan memiliki
bau tajam yang khas. Amonia juga merupakan salah satu senyawa penyebab
timbulnya bau dari kotoran ayam (Korner et al., 2005). Amonia pada peternakan
ayam broiler berasal dari penguraian asam urat. Asam urat merupakan produk akhir
dari metabolisme protein dan nitrogen pada unggas. Faktor-faktor yang turut
berperan dalam pembentukan NH3 diantaranya adalah suhu, kelembaban, pH dan
kandungan nitrogen di dalam litter atau manur ayam broiler (Ritz et al., 2004).
30
Suhu, kelembaban dan pH memiliki pengaruh langsung terhadap lingkungan hidup
mikroorganisme pengubah asam urat menjadi NH3 .
Kadar NH3 di Peternakan Bagus Farm berasal dari titik KB, yaitu titik
pengambilan sampel di dalam kandang, sebesar 0,8971 ppm lebih tinggi dari kadar
NH3 di Peternakan Ikhtiar Farm yang diperoleh dari titik KI yaitu sebesar 0,0862
ppm. Perbedaan kadar NH3 ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti
kandungan protein dalam manur, suhu, kelembaban, kecepatan dan arah angin, dan
kondisi perkandangan. Manur ayam broiler di Peternakan Bagus Farm memiliki
kadar protein yang lebih tinggi, yaitu sebesar 33,72%, bila dibandingkan dengan
manur ayam Broiler di Peternakan Ikhtiar Farm, yaitu sebesar 30,88% (Tabel 9).
Kadar protein yang tinggi dalam manur memberikan peluang yang lebih besar dalam
terbentuknya NH3. Penyusun protein yang dapat terurai dengan cepat menjadi NH 3
adalah asam urat. Pembentukan asam urat menjadi NH3 dilakukan oleh Bacillus
pasteurii, yang merupakan bakteri utama pembentuk NH3. Proses penguraian
membutuhkan reaksi antara asam urat, air dan oksigen untuk menghasilkan NH 3 dan
CO2. Proses penguraian juga melibatkan beberapa enzim, seperti uricase dan ureasae.
Uricase mengubah asam urat menjadi allantoin, yang selanjutnya diubah menjadi
glyoxylate dan urea. Urease dengan penambahan air (kelembaban), memecah urea
menjadi NH3 dan CO2 (Ritz et al., 2004).
Kadar NH3 yang tinggi di Peternakan Bagus Farm juga dipengaruhi oleh
kelembaban udara harian yang cukup tinggi serta alas kandang yang basah (12,6%).
Kelembaban udara harian pada saat pengukuran adalah sebesar 90%. Kondisi ini
memicu peningkatan aktifitas mikroba pembentuk NH3. Kelembaban udara memiliki
pengaruh langsung terhadap kelembaban litter. Peningkatan kelembaban udara ratarata dari 45%-75%, mengakibatkan kadar NH3 menjadi lebih bervariasi dan pada
umumnya meningkatkan (Weaver dan Meijerhof, 1991). Suhu udara di dalam
kandang turut mempengaruhi kadar NH3 yang dihasilkan dari suatu lokasi
peternakan. Suhu udara yang tinggi di dalam kandang menyebabkan peningkatan
aktifitas bakteri pembentuk NH3 sehingga menyebabkan jumlah NH3 yang dihasilkan
juga meningkat. Peningkatan suhu 1 hingga 2 ºC memberikan efek yang cukup besar
terhadap kadar NH3 (Ritz et al., 2004). Suhu harian rata-rata dalam kandang pada
saat proses pengukuran di Peternakan Bagus Farm adalah 27,30 ºC sementara di
31
Peternakan Ikhtiar Farm adalah 26,08 ºC. Penggunaan atap berbahan asbes
mempengaruhi peningkatan suhu udara dalam kandang dengan cepat karena atap
berbahan asbes mudah menyerap panas dan meneruskannya ke dalam kandang.
Kadar NH3 di titik DI (0,0081 ppm) lebih rendah dari DB (0,0745 ppm) dapat
dipengaruhi oleh kecepatan angin pada saat proses pengukuran. Kecepatan angin
harian rata-rata selama penelitian di Peternakan Ikhtiar Farm lebih tinggi, yaitu
berkisar antara 0,4-3,3 m/detik, daripada di Peternakan Bagus Farm yang berkisar
antara 0,8-1,5 m/detik. Angin akan mempengaruhi kecepatan penyebaran polutan
dengan udara di sekitarnya. Kecepatan angin yang semakin tinggi menyebabkan
pencampuran dan penyebaran polutan dari sumber emisi di atmosfer akan semakin
besar sehingga konsentrasi zat pencemar menjadi encer, begitu juga sebaliknya, hal
ini akan menurunkan konsentrasi zat polutan di udara (Hasnaeni, 2004).
Namun secara keseluruhan, kadar NH3 di Peternakan Bagus Farm lebih tinggi
bila dibandingkan dengan kadar NH3 di Peternakan Ikhtiar Farm, baik di dalam
maupun di luar kandang. Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
suhu, kelembaban, dan kecepatan angin serta jumlah dan karakteristik manur. Suhu
udara harian rata-rata tertinggi di Peternakan Bagus Farm adalah 29,6 ºC sedangkan
di Peternakan Ikhtiar Farm adalah 27,85 ºC. Ketinggian lokasi peternakan yang
berbeda menjadi salah satu penyebab adanya perbedaan suhu lingkungan di antara
kedua lokasi peternakan. Peternakan Bagus Farm terletak di dataran rendah dengan
ketinggian lokasi 170 m dpl menyebabkan suhu udara lingkungan di sekitar kandang
lebih tinggi. Rasyaf (1994) mengemukakan bahwa kenaikan tempat dari permukaan
laut selalu diikuti dengan penurunan suhu udara rata-rata harian, sehingga semakin
rendah suatu daratan maka suhu lingkungan akan semakin tinggi.
Kadar CH4
Hasil pengukuran CH4 dari Peternakan Bagus Farm dan Peternakan Ikhtiar
Farm ditunjukkan pada Tabel 10. Metana (CH4) merupakan salah satu gas rumah
kaca.
Penyumbang emisi CH4 terbesar di dunia peternakan adalah hewan
ruminansia, namun hewan non-ruminansia juga dapat memproduksi CH4 walaupun
tidak sebanyak hewan ruminansia. CH4 dihasilkan dari proses fermentasi enterik
serta proses nitrifikasi/denetrifikasi dari manur dan urin (Pitesky et al., 2009). Satu-
32
satunya sumber CH4 dari sektor peternakan unggas adalah manur dikarenakan dalam
sistem pencernaan unggas tidak terjadi proses fermentasi enterik (Verge et al., 2009).
Tabel 10. Hasil Pengukuran Kadar CH4 di Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm
Lokasi
Standar
Satuan
U
K
D
Bagus Farm (B)
-
µg/mm3
0,0846
0,0957
0,1202
Ikhtiar Farm (I)
-
µg/mm3
<0,001
<0,001
< 0,001
Keterangan : U = Titik di luar kandang sebelum angin melewati kandang, K = Titik di dalam kandang,
D = Titik di luar kandang setelah angin melewati kandang.
Kadar CH4 di peternakan Bagus Farm adalah 0,0957-0,1202 µg/mm3. Kadar
CH4 tertinggi di peternakan Bagus Farm diperoleh di titik DB yaitu 0,1202 µg/mm3
dan yang terendah diperoleh di titik U B yaitu 0,0846 µg/mm3. Kadar CH4 di
peternakan Ikhtiar Farm adalah <0,001 µg/mm3 baik yang diperoleh dari titik UI, KI
maupun DI. Nilai tersebut muncul dikarena alat yang digunakan untuk mengukur
CH4 memiliki batas minimum pengukuran 0,001 µg/mm3.
Kadar CH4 di peternakan Bagus Farm lebih tinggi bila dibandingkan dengan
kadar CH4 di peternakan Ikhtiar Farm. Hal ini diduga disebabkan oleh bentuk
bangunan kandang yang berpengaruh terhadap proses pembuangan manur ayam
Broiler. Kandang peternakan Bagus Farm menggunakan tipe postal dengan alas
yang dilapisi karung sehingga menyebabkan penumpukan manur ayam Broiler yang
berlangsung selama proses produksi. Penambahan sekam dilakukan apabila litter
basah. Kondisi ini menyebabkan penguraian manur yang berada di lapisan bawah
berlangsung pada kondisi anerobik yang menghasilkan CH4. Perombakan bahan
organik oleh mikroba (proteolitik dan methanogenik) pada kondisi anorganik
menyebabkan terbentuknya CH4 dan CO2 (Kelleher et al., 2002).
Kadar CH4 tertinggi di peternakan Bagus Farm diperoleh di titik D B yaitu
0,1202 µg/mm3. Titik DB merupakan titik tujuan angin. Tingginya kadar CH4 di titik
ini selain dikarenakan CH4 yang terbawa angin dari kandang, juga diduga karena
proses pengambilan sampel udara yang dilakukan di lahan persawahan. Lahan
persawahan merupakan salah satu sumber penghasil CH4 karena adanya penggunaan
bahan organik (pupuk), keberadaan bahan organik di dalam tanah dan pengolahan
tanah. Sedangkan, hasil pengukuran kadar CH4 di peternakan Ikhtiar Farm adalah
<0,001 µg/mm3. Kadar CH4 yang yang rendah diduga karena konstruksi kandang di
33
peternakan Ikhtiar Farm yang bertipe panggung. Kandang bertipe panggung
meminimalkan penumpukan kotoran ayam broiler di dalam panggung, sehingga
proses perombakan manur secara anaerobik dapat diminimalkan. Kecepatan angin
juga turut mempengaruhi pengangkutan dan penyebaran pencemar dari sumber
pencemar ke lokasi di sekitarnya. Kecepatan angin yang semakin tinggi
menyebabkan pencampuran dan penyebaran polutan dari sumber emisi di atmosfer
akan semakin besar sehingga konsentrasi zat pencemar menjadi encer, begitu juga
sebaliknya, hal ini akan menurunkan konsentrasi zat polutan di udara (Hasnaeni,
2004). Konsentrasi pencemar akan berkurang jika angin berkecepatan tinggi dan
membagikan kecepatan tersebut secara mendatar atau vertikal (Sastrawijaya, 1991).
Kadar CO2
Hasil pengukuran kadar CO2 di Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm
disajikan pada tabel 11.
Tabel 11. Hasil Pengukuran Kadar CO2 di Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm
Lokasi
Standar
Satuan
U
K
D
Bagus Farm (B)
-
µg/mm3
26,550
8,358
<5
Ikhtiar Farm (I)
-
µg/mm3
<5
<5
<5
Keterangan : U = Titik di luar kandang sebelum angin melewati kandang, K = Titik di dalam kandang,
D = Titik di luar kandang setelah angin melewati kandang.
Patterson dan Adrizal (2005) menyatakan bahwa kondisi lingkungan yang
sangat mendukung proses perombakan asam urat secara aerobik oleh bakteri,
diantaranya suhu lebih dari 20 ºC, pH berkisar antara 5,5-9,0 dan kelembaban litter
antara 40%-60%. Rataan suhu udara harian dan kelembaban udara harian (Lampiran
1 dan 2), ketersediaan manur, serta kadar protein dalam manur (Tabel 6) di
Peternakan Bagus Farm yang lebih tinggi daripada di Ikhtiar Farm menjadi beberapa
faktor penyebab meningkatnya proses perombakan asam urat secara aerobik oleh
mikroba. Kondisi tersebut turut memicu tingginya kadar CO 2 di dalam kandang
Bagus Farm (KB) yaitu sebesar 8,358 µg/mm3.
Menurut Miles et al. (2006) kadar CO2 di dalam kandang cenderung
meningkat seiring dengan pertumbuhan ayam broiler dan meningkatnya proses
respirasi, CO2 juga dihasilkan melalui proses perombakan asam urat secara aerobik.
Suhu harian di Peternakan Bagus Farm rata-rata berada di atas 28 ºC (Gambar 3 dan
34
Lampiran 1). Lesson dan Summers (2001) menyatakan bahwa ayam akan panting
pada suhu 28 °C. Suhu lingkungan yang tinggi akan menyebabkan kesehatan ternak
terganggu. Suhu lingkungan yang panas disertai kelembaban yang tinggi dapat
menurunkan konsumsi pakan dan mengganggu proses metabolisme sehingga
berakibat defisiensi zat-zat makanan untuk pertumbuhan dan produksi (Syamsuhaidi,
1997). Suhu lingkungan yang terus meningkat akan mengakibatkan ayam mengalami stress panas dan melakukan proses homeostasis dengan cara panting, sehingga
akan menyebabkan ayam broiler mengkonsumsi pakan dalam jumlah yang sedikit
dan selanjutnya akan menyebabkan penurunan produktivitas. Peningkatan proses
panting pada ayam broiler dapat menjadi salah satu pemicu tingginya kadar CO 2 di
dalam kandang Bagus Farm.
Kadar CO2 di Peternakan Ikhtiar Farm adalah <5 µg/mm3 baik di titik U, K,
maupun D. Selain dipengaruhi oleh proses perombakan asam urat, tipe kandang di
Peternakan Bagus juga turut mempengaruhi kadar CO2 di dalam kandang. Kandang
panggung sangat membantu meminimalkan penumpukan manur ayam broiler di
dalam kandang, karena manur akan langsung jatuh ke tanah melalui celah-celah
lantai kandang, sehingga proses perombakan asam urat secara aerobik sebagian besar
tidak terjadi di dalam kandang. Selain itu, frekuensi proses panting pada ayam
broiler di Peternakan Ikhtiar Farm tidak terlalu tinggi seperti di Peternakan Bagus
Farm, karena suhu harian rata-rata di Peternakan Bagus Farm baik di dalam kandang
maupun di luar kandang adalah kurang dari 28 ºC (Gambar 3 dan Lampiran 1).
Diskusi Umum
Sektor peternakan, saat ini menjadi sorotan karena diduga sebagai
penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar bila dibandingkan dengan sumbersumber emisi lainnya seperti industri, hutan dan transportasi karena keberadaan gas
metan yang dihasilkan dari kotoran ternak. Namun, berdasarkan data yang
dikemukakan oleh US EPA (2007), sektor pertanian dimana peternakan juga
termasuk di dalamnya, berada pada peringkat ke 4 sebagai penyumbang gas rumah
kaca sebesar 14% dari keseluruhan sumber emisi gas rumah kaca (Gambar 5). Salah
satu komoditas peternakan yang mendapat perhatian cukup besar berkaitan dengan
emisi gas ini adalah peternakan ayam broiler.
35
Gambar 5. (A) Diagram Gas Rumah Kaca yang Dihasilkan dari Kegiatan
Manusia dan (B) Diagram Sumber Gas Rumah Kaca (US EPA, 2007)
Keberadaan peternakan ayam broiler selain memberikan dampak positif
dalam hal ketersediaan daging, juga memberikan dampak negatif bagi lingkungan
sekitar yaitu menimbulkan polusi udara dan bau. NH3, CH4 dan CO2 merupakan
contoh gas polutan yang dihasilkan dari peternakan ayam broiler. Proses pembentukan NH3, CH4, dan CO2 di peternakan ayam broiler dipengaruhi oleh banyak
faktor, seperti kondisi mikroklimat (suhu udara, kelembaban udara, kecepatan dan
arah angin), ketinggian tempat, nutrien dalam manur (terutama protein), manajemen
perkandangan (tipe kandang, atap kandang dan alas kandang), nutrien dalam pakan
dan performa ayam broiler (Gambar 6).
Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm merupakan contoh peternakan ayam
broiler yang memiliki manajemen peternakan dan kondisi mikroklimat yang berbeda
serta terletak pada ketinggian tempat yang berbeda. Berdasarkan penjelasan pada
bab hasil dan pembahasan menunjukan bahwa perbedaan ketinggian tempat dari
kedua lokasi peternakan adalah sebesar 350 m atau 67,31%. Perbedaan ketinggian
tempat ini mempengaruhi perbedaan kondisi mikroklimat di kedua lokasi peternakan,
seperti suhu udara, kelembaban udara dan kecepatan serta arah angin. Peternakan
Bagus Farm memiliki rataan suhu dan kelembaban udara yang lebih tinggi dari
peternakan Ikhtiar Farm baik di dalam maupun di luar kandang. Rasyaf (1994)
mengemukakan bahwa kenaikan tempat dari permukaan laut selalu diikuti dengan
penurunan suhu udara rata-rata harian, sehingga semakin rendah suatu daratan maka
suhu lingkungan akan semakin tinggi.
36
Ketinggian Tempat
Kelembaban Udara
Tipe Kandang
Suhu Udara
Kecepatan dan Arah Angin
Pakan
Performa Broiler
Manur
Mikroba
NH3 , CH4, CO2
Gambar 6. Diagram Hubungan Kondisi Mikroklimat, Performa Ayam Broiler,
Kualitas Pakan dan Manur Serta kondisi Perkandangan terhadap
Produksi NH3 , CH4 , CO2………………………………………………………………..
Perbedaan suhu dan kelembaban udara di kedua lokasi peternakan ayam
broiler dapat mempengaruhi performa akhir ayam broiler (terutama mortalitas),
konsumsi pakan dan jumlah manur yang dihasilkan serta proses pembentukan NH3,
CH4 dan CO2 (Gambar 6).
Tipe dan bahan konstruksi kandang juga turut
mempengaruhi suhu dan kelembaban udara di dalam kandang (Gambar 6). Atap
kandang di Peternakan Bagus Farm adalah kombinasi antara asbes dan rumbia,
sedangkan kandang di Peternakan Ikhtiar Farm hanya menggunakan atap berbahan
rumbia. Atap berbahan asbes mudah menyerap panas dan meneruskan ke dalam
kandang (Wibisono, 2010). Suhu udara yang tinggi di dalam kandang menyebabkan
ayam broiler mudah mengalami cekaman panas yang selanjutnya dapat menurunkan
produktivitas ayam broiler serta dapat meningkatkan angka mortalitas.
Angka
mortalitas di Peternakan Bagus Farm lebih tinggi dari Peternakan Bagus Farm
dengan perbedaan sebesar 91,50%.
37
Tabel 12. Perbedaan Kadar Emisi, Performa Broiler, Kandungan Nutrien dalam
Pakan dan Manur Ayam Broiler
Parameter
Bagus Farm
Kadar NH3 dalam kandang (ppm)
Ikhtiar Farm
% Perbedaan
0,8971
0,0862
90,39
Kadar CH4 dalam kandang (µg/mm )
0,0957
< 0,0010
98,95
Kadar CO2 dalam kandang (µg/mm3)
8,3580
< 5,0000
40,18
20
1,7
91,50
Konsumsi pakan (kg)
8.050
7.850
2,48
Protein kasar dalam pakan (%)
21,10
22,70
7,05
3.057,93
2.990,34
2,21
Kadar air dalam manur (%)
12,06
11,86
1,66
Protein kasar dalam manur (%)
33,72
30,88
8,42
2.817,50
2.757,50
2,13
170
520
67,31
3
Mortalitas (%)
Energi metabolis dalam pakan (kkal/kg)
Jumlah manur (kg)
Ketinggian tempat (m dpl)
Suhu udara juga mempengaruhi konsumsi pakan ayam broiler (Gambar 6).
Ayam broiler cenderung menurunkan konsumsi pakannya apabila suhu udara tinggi.
Namun, konsumsi pakan di Peternakan Bagus Farm lebih tinggi bila dibandingkan
dengan di Peternakan Ikhtiar Farm, walaupun suhu dan kelembaban harian rata-rata
di Peternakan Bagus Farm lebih tinggi daripada di Peternakan Ikhtiar Farm. Hal ini
diduga karena perbedaan umur panen ayam broiler dari kedua lokasi peternakan.
Perbedaan jumlah konsumsi pakan dari kedua lokasi peternakan adalah sebesar
2,48%. Konsumsi pakan selanjutnya dapat mempengaruhi jumlah manur yang
dihasilkan oleh ayam broiler. Jumlah manur yang dihasilkan dari kedua lokasi
peternakan memiliki perbedaan sebesar 2,13%.
Ketersediaan manur ayam menjadi salah satu faktor penting dalam
pembentukan gas NH3, CH4, dan CO2 di peternakan ayam broiler (Gambar 6).
Jumlah manur di Peternakan Bagus Farm yang lebih banyak, kadar protein dalam
manur yang tinggi serta suhu dan kelembaban udara yang lebih tinggi,
memungkinkan terjadinya proses perombakan asam urat dan bahan organik lainnya
yang lebih besar daripada di Peternakan Ikhtiar Farm baik secara aerobik maupun
anaerobik. Perombakan asam urat oleh bakteri terjadi pada saat suhu lebih dari 20
ºC, pH antara 5,5-9,0, dan kelembaban litter antara 40%-60% (Patterson dan Adrizal,
38
2005). Kadar NH3, CH4, dan CO2 di Peternakan Bagus Farm lebih tinggi daripada di
Peternakan Ikhtiar Farm baik di dalam maupun di luar kandang (Tabel 9, 10, dan 11).
Perbedaan tipe kandang ayam broiler juga akan berpengaruh terhadap
akumulasi NH3, CH4, dan CO2 di dalam kandang ayam broiler (Gambar 6). Kandang
di Peternakan Bagus Farm merupakan kombinasi tipe panggung dan postal, namun
konsep yang digunakan adalah tipe postal karena lantai kandang ditutup dengan
karung dan dilapisi oleh litter sekam. Tipe kandang di Peternakan Ikhtiar Farm
adalah tipe panggung. Penggunaan kandang tipe panggung dapat meminimalkan
penumpukan manur di dalam kandang bila dibandingkan dengan kandang postal.
Penumpukan manur pada kandang bertipe postal diduga dapat menyebabkan
tingginya perombakan asam urat dan bahan organik lainnya secara anaerobik.
Kandang bertipe postal memungkinkan seluruh proses dekomposisi manur ayam
broiler dan perombakan asam urat terjadi di dalam kandang, sedangkan pada
kandang panggung, sebagian besar dekomposisi manur terjadi di luar kandang,
sehingga kadar NH3, CH4, dan CO2 di dalam kandang Peternakan Bagus Farm lebih
tinggi daripada di Peternakan Ikhtiar Farm. Perbedaan kadar NH3 di dalam kandang
dari kedua lokasi peternakan adalah sebesar 90,39%, sedangakan untuk kadar CH 4
adalah 98,95% dan CO2 sebesar 40,18%.
Upaya untuk mengurangi kadar NH3, CH4 dan CO2 di Peternakan Bagus
Farm yang lebih tinggi daripada Peternakan Ikhtiar Farm perlu dilakukan. Strategistrategi yang dapat digunakan untuk mengurangi emisi tersebut dari peternakan ayam
broiler menurut Patterson dan Adrizal, 2005 adalah : 1) mengurangi stress dan
menjaga kesehatan ayam broiler melalui pengaturan suhu dan kelembaban udara
yang sesuai dengan lingkungan termoneutral ayam broiler serta pengaturan ventilasi
kandang dan pemilihan teknologi pakan yang tepat, 2) manajemen litter dan manur
dengan menjaga kelembaban litter hingga kurang dari atau sama dengan 30% melalui
pemilihan teknologi pemberian air minum (penggunaan nipple drinkers lebih baik
daripada bell drinkers) serta menyeimbangkan antara kecepatan aliran udara dalam
kandang dengan suhu udara dalam kandang, 3) penggunaan manur dan litter
amendments, seperti NaHSO4, FeCl3, FeSO4, H3PO4, Ca(H2PO4)2, dan Al2(SO4)3
untuk mengurangi penguapan amonia dari litter serta ZnSO4, CuSO4, MgSO4, dan
MnCl2 untuk mengurangi aktifitas mikroba penghasil uricase, 4) pengomposan pada
39
kondisi kelembaban udara, rasio C/N dan suhu udara yang tepat sehingga dapat
mengurangi kehilangan amonia, 5) pemilihan sistem perkandangan yang tepat,
berdasarkan penelitian ini, penggunaan kandang tipe panggung lebih baik daripada
kandang tipe postal karena dapat meminimalkan penumpukan manur dalam kandang
dan akumulasi emisi dalam kandang 6) penggunaan teknologi biofilter dan water
filter pada kandang ayam broiler, serta 7) pananaman pohon/kanopi di lingkungan
sekitar kandang ayam broiler.
40
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Peternakan Bagus Farm menghasilkan kadar NH3, CH4, dan CO2 lebih tinggi
daripada di Peternakan Ikhtiar Farm. Kadar NH3 di kedua lokasi peternakan ayam
broiler masih berada di bawah standar baku mutu udara ambien. Kadar NH 3, CH4,
dan CO2 di kedua lokasi peternakan ayam broiler dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya kondisi mikroklimat (suhu udara, kelembaban udara, kecepatan dan arah
angin), nutrien dalam manur (terutama protein), manajemen perkandangan (tipe
kandang, atap kandang dan alas kandang), nutrien dalam pakan, dan performa ayam
broiler.
Saran
Penelitian lanjutan mengenai kadar NH3, CH4, dan CO2 di peternakan ayam
broiler pada daerah yang berbeda perlu dilakukan untuk memperoleh informasi yang
lebih lengkap mengenai kadar NH3, CH4, dan CO2 pada peternakan broiler di
kota/kabupaten Bogor.
41
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur Penulis panjatkan atas rahmat dan karunia yang telah Allah SWT
limpahkan, serta nikmat kekuatan dan keteguhan hati sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah
Muhammad SAW, keluarga beserta para sahabatnya.
Penulis menyadari penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan
dan dukungan berbagai pihak, serta dengan segala ketulusan hati Penulis
mengucapkan terima kasih kepada kepada Ibu Maria Ulfah, S.Pt, M.Sc.Agr. dan Ibu
Dr. Ir. Siti Badriyah Rushayati, M.Si selaku pembimbing utama dan anggota, atas
segala nasehat, arahan, masukan, kritik, dan kepercayaan yang diberikan kepada
penulis dari penyusunan proposal hingga tahap akhir penulisan skripsi. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada Ibu Maria Ulfah, S.Pt, M.Sc.Agr selaku
pembimbing akademik atas segala bimbingan, nasehat dan dukungan moril. Ucapan
terima kasih juga penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Rudi Afnan, S.Pt, M.Sc.Agr.
selaku dosen penguji pada seminar proposal, Bapak Ahmad Yani, S.TP, M.Si. dan
Bapak Dr. Ir. Ibnu Katsir Amrullah, MS. selaku dosen penguji pada ujian sidang
serta Bapak M. Sriduresta Soenarno, S.Pt, M.Si selaku perwakilan dari Departemen
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan.
Ucapan terima kasih penulis ucapkan juga kepada orang tua tercinta, Bapak
Samik Rufiadi dan Ibu Sumiwarti, Wida Damayanti dan keluarga, Angga Prayana
dan keluarga serta seluruh keluarga besar untuk kasih sayang dan dukungan kepada
penulis. Penulis mengucapkan terima kasih juga kepada seluruh Dosen dan staf di
Fakultas Peternakan atas nasehat dan ilmu yang diberikan. Terima kasih pula penulis
ucapkan kepada Peternakan Ikhtiar Farm dan Peternakan Bagus Farm atas izin yang
diberikan untuk melakukan penelitian serta staf dan laboran di Laboratorium PPLH
atas saran, dukungan, dan bantuan dalam menganalisa sampel udara. Ucapan terima
kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman seperjuangan di IPTP43 atas
dukungan, bantuan dan kenangan indah yang diberikan, serta teman-teman di Griya
Ayu dan Villa Cempaka atas dukungan maupun semangat yang diberikan kepada
penulis. Terima kasih pula saya ucapkan kepada saudara Furqon atas bantuan dan
dukungannya.
42
DAFTAR PUSTAKA
[ASAE] American Society of Agricultural Engineers. 2003. ASAE D384. 1 FEB03 :
Manure Production and Characteristics. Niles Rd., St. Joseph.
Agustini, T., A. Gunawan, & S. Imamkhasani. 2005. Pembuatan Peralatan
Sampling Gas dalam Udara Ambien. Warta Kimia Analitik, Jakarta.
Amrullah, I. K. 2004. Nutrisi Ayam Broiler Edisi Ke-2. Lembaga Satu Gunungbudi,
Bogor.
Appelby, M.C., J.A. Mench, & B.O. Hughes. 2004. Poultry behavior and Welfare.
CABI. Publishing. Wallingford. Oxfordshire, London.
Badan Standarisasi Nasional. 2011. Pakan Bibit Induk (Parent Stock) Ayam Ras
Tipe Pedaging-Bagian 3: Grower. SNI 7652.3:2011. Badan Standarisasi
Nasional, Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 2005a. Penentuan Lokasi Pengambilan Contoh Uji
Pemantauan Kualitas Udara Ambien. SNI 19-7119.6-2005. Badan
Standarisasi Nasional, Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 2005b. Udara Ambien – Bagian 1: Cara Uji Kadar
Amoniak (NH3) dengan Metode Indofenol Menggunakan Spektrofotometer.
SNI 19-7119.1-2005. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.
Bell, D.D. & W.D. Weaver. 2002. Commercial Chicken Meat and Egg Production.
5th ed. Spinger Science Bussiness Inc. Springing Street, New York.
Biro Peraturan Perundang-undangan. 1999. Peraturan Pemerintah No.41 Tahun 1999
Tentang: Pengendalian Pencemaran Udara. Republik Indonesia, Jakarta.
Cicerone, R. J. 1987. Changes in stratospheric ozone. Science. 237: 35-42.
CJ
Feed Indonesia. 2011. Karakteristik Strain Broiler dan Layer.
http://cjfeed.co.id/index.php?option=com_content&task=view&id=11&Itemi
d=156. [13 Juni 2011].
Cobb Vantress. 2008. Cobb Broiler Management Guide. Cob-vantress.com. [4
Februari 2013].
Court, R. & M. Lane. 2007. Global warning: Climate change and farm animal
welfare, a report by compassion in world farming. Guarantee, Godalming.
Day, R. A. Jr & A. L. Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi ke-6.
Terjemahan: Iis Sopyan. Erlangga, Jakarta.
Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2011. Statistik Peternakan
dan Kesehatan Hewan 2011. CV. Karya Cemerlang, Jakarta.
Ensminger, M. E. 1992. Poultry Science (Animal Agriculture Series). 3rd ed.
Interstate Publisher, Inc. Danville, Illionis.
Fadilah, R., A. Polana, S. Alam, & E. Parwanto. 2007. Sukses Beternak Ayam
Broiler. P.T. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Farida. 2004. Pencemaran udara dan permasalahannya. Makalah pribadi. Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
43
Gates, R. S., K. D. Kasey, E. F. Wheeler, H. Xin, A. J. Prescatore, J. L.
Jazackkwoski, J. R. Bicudo, P. A. Topper, Y. Liang, & M. Ford. 2004.
Broiler house amonia emissions: U.S. baseline data. Multi-State Poultry
Meeting.
Golbabei, F. & F. Islami. 2000. Evaluation of worker’s exposure to dust, ammonia
and endotoxin in poultry industries at the province of Isfahan, Iran. Industrial
Health. 38 : 41-46.
Griffin, J. M. 2003. Climate Change: The Science, Economics and Politics. Edward
Elgar Publishing Limited, Cheltenham.
Handoko. 1994. Klimatologi Dasar. PT. Dunia Pustaka Jaya, Jakarta.
Hasnaeni, B. 2004. Fungsi Pengaman dan Estetika Jalur Hijau Jalan (Studi Kasus di
Jalan Pajajaran – Bogor). Skripsi. Jurusan Geofisika dan Meteorologi
Fakultas Matematika dan IPA. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
James, R. G. 2004. Modern Livestock and Poultry Production. 7th ed. Thomson
Delmar learning Inc., FFA Activities.
Jenie, B. S. L. & M. P. Rahayu. 1993. Penanganan Limbah Industri Pangan.
Kanisius, Yogyakarta.
Kartadisastra, H. F. 1997. Pengelolaan Pakan Ayam. Kanisius, Yogyakarta.
Kelleher, B. P., J. J. Leahy, A. M. Henihan, T. F. O’Dwyer, D. Sutton, & M. J.
Leahy. 2002. Advance in poultry litter disposal technology – a review.
Bioresource Technology. 83: 27-36.
Kementrian Lingkungan Hidup. 1996. Baku Mutu berdasarkan Kep Men 50 tahun
1996 tentang Baku Tingkat Kebauan. Kementrian Lingkungan Hidup,
Jakarta.
Khalil, M. A. K. 2000. Atmospheric Methane: Its Role in The Global Environment.
Springer, Berlin.
Korner, I., H. Roper, & R. Stegman. 2005. Chicken Manure Treatment and
Application in Europe and Asia. In : I. KÖrner, R. Stegman, M. N. Hassan,
A. M. Abdullah, J. Huijsmans, & N. Ogink (Eds). CHIMATRA – Chicken
Manure Treatment and Application : Proceedings of The International
Workshop Hamburg, January 2005. Verlag Abfall Aktuell, Stuttgart.
Kusnadi, E. 2006. Suplementasi vitamin C sebagai penangkal cekaman panas pada
ayam broiler. JITV. 11(4): 249-253.
Lacy, M. & L.R.Veast. 2000. Improving Feed Conversion in Broiler : A Guide for
Growers. Springer Science and Business Media Inc., New York.
Lakitan, B. 1994. Dasar-Dasar Klimatologi. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Lesson, S., G. Diaz, & J. D. Summer. 1995. Poultry Metabolic Disorders and
Mycotoxins. University Book, uleph, Ontarion, Canada.
Lesson, S. & J. D. Summers. 2001. Commercial Poultry Nutrition 4th ed. University
Book, uleph, Ontarion, Canada.
44
Miles, D. M., P. R Owen, & D. E. Rowe. 2006. Spatial variability of litter gaseous
flux within a commercial broiler house : ammonia, nitrous oxide, carbon
dioxide and methane. Poultry Science. 85: 167-172.
Muller, Z. O. 1980. Feed from Animal Waste: State of Knowledge. Food and
Agriculture Organization of The Nations, Rome.
Nahas, C. A., B. Setiawani, Herizal, E. J. Dlugokencky, & T. J. Conway. 2008.
Analisis Konsentrasi Metana Atmosferik di Stasiun Pembantu Atmosfer
Global Bukit Kototabang. Makalah. BMG, Kototabang.
National Research Council. 2002. The Scientific Basis for Estimating Air
Emissions from Animal Feeding Operations: Interim Report. National
Academy Press, Washington D.C.
National Research Council. 1994. Nutrient Requirement of Poultry. 9 th Revised
Edition. National Academy Press, Washington DC.
North, M. O & D. D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 4 th ed. An
AVI Book. Van Nostrand Reinhold, New York.
Patterson, P. H. & Adrizal. 2005. Management strategies to reduce air emissions:
Emphasis – dust and ammonia. J. Appl. Poult. Res. 14 : 638-650.
Pipatti, R. 1998. Emission Estimates for Some Acidifying and Greenhouse Gasses
and Options for Their Control in Finland. VTT Publications, Espoo.
Pitesky, M. E., K. R. Stackhouse, & F. M. Mitloehner. 2009. Clearing The Air:
Livestocks Contribution to Climate Change. In: Sparks, D. (Ed.). Livestocks
Contribution to Climate Change. Academic Press, Burlington.
Prasetyanto, N. 2011. Kadar H2S, NO2, dan debu pada peternakan ayam broiler
dengan kondisi lingkungan yang berbeda di Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Rasyaf, M. 1994. Makanan Ayam Broiler. Kanisius, Yogyakarta.
Ritz, C. W, B. D. Fairchild, & M. P. Lacy. 2004. Implications of ammonias
production and emissions from commercial poultry facilities: a review. J.
Appl. Poult. Res. 13 : 684-692.
Rohaeni, E. S. 2005. Dampak pencemaran lingkungan dan upaya mengatasinya.
Poultry Indonesia. Maret 2005. 58-61.
Rose, S. P. 1997. Principle of Poultry Science. CAB International, London.
Santoso, A.B. 1996. Pengaruh lingkungan mikro terhadap respon fisiologis sapi dara
peranakan Fries Holland. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut pertanian
Bogor, Bogor.
Sastrawijaya, T. 1991. Pencemaran Lingkungan. PT Rineka Cipta, Jakarta.
Shakhashiri. 2008. Carbon Dioxide, CO2. General Chemistry. www.scifun.org. [29
November 2010].
Skoog, D. A., M. W. Donald, F. J. Holler, & R. C Stanley. 1999. Analytical
Chemistry: An Introduction. 7th ed. Thomson Learning Inc., Brooks.
45
Soedomo, M. 2001. Kumpulan Karya Ilmiah Pencemaran Udara. Penerbit ITB,
Bandung.
Suarjaya, M. & M. Nuriyasa. 1995. Pengaruh ketinggian tempat (altitude) dan
tingkat energi ransum terhadap penampilan ayam buras super umur 2 – 7
minggu. Laporan Penelitian Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak. Universitas
Udayana, Bali.
Subaid, M. S. 2002. Pengaruh suhu udara, curah hujan, kelembaban udara, dan
kecepatan angin terhadap fluktuasi konsentrasi gas-gas NO2, O3, dan SO2 di
area PLTP Gunung Salak, Sukabumi. Skripsi. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Sujono, Widarti, & Ramziah. 2001. Pengaruh pemberian feed additive Joster-HE
(High Efficiency) terhadap kadar amonia ekskreta dan retensi nitrogen pada
ayam oedaging. Jurnal protein. 16 : 971-976.
Syahputra, B. 2005. Telaah Studi AMDAL pada Tahap Operasional Pabrik
Peleburan Timah (Smelter) PT. Laba-laba Multindo Pangkal Pinang –
Bangka Belitung. Fakultas Teknik UNISSULA, Semarang.
Syamsuhaidi. 1997. Penggunaan duckweed (family Lemnaceae) sebagai pakan serat
sumber protein dalam ransum ayam pedaging. Disertasi. Program Pasca
Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Talarosa, B. 2005. Menciptakan kenyamanan thermal dalam bangunan. Jurnal
Sistem Teknik Industri. 6: 148-158.
Tjasyono, B. 2004. Klimatologi. Penerbit ITB, Bandung.
[US EPA] United States Environmental Protection Agency. 2007. Global
Greenhouse Gass Emissions Data. http://www.epa.gov/climatechange
/ghgemissions/global.html. [27 Maret 2013]
Verge, X. P. C., J. A. Dyer , R. L. Desjardins, & D. Worth. 2009. Long-term trends
in greenhouse gas emissions from the Canadian poultry industry. J. appl.
Poult. Res. 18: 210–222.
Vucemilo, M., K. Matkovic, B. Vinkovic, J. Macan, V. M. Varnai, L. J. Prester, K.
Granic, & T. Orct. 2008. Effect of microclimate on the airborne dust and
endotoxin concentration in a ayam Broiler house. Czech J. Anim. Sci. 2 :
170-174.
Vucemilo, M., K. Matkovic, B. Vinkovic, S. Jaksic, K. Granic, & N. Mas. 2007.
The effect of animal age on air pollutant concentration in a broiler house.
Czech J. Anim. Sci. 6 : 170-174.
Weaver, W. D. & R. Meijerhof. 1991. The effect of different levels of relative
humidity and air movement on litter conditions, ammonia levels, growth, and
carcass quality for broiler chickens. Poultry Science. 70: 746-755.
Wibisono, A. W. 2010. Kandang Ternak Sapi Potong. http://duniasapi.com/id/praproduksi-potong/1487-atap-kandang-ternak-sapi.html. [13 Juni 2011]
Widodo, W. 2010. Unggas Kontekstual. Proyek Peningkatan Penelitian Pendidikan
Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.
46
LAMPIRAN
LAMPIRAN
47
Lampiran 1. Kondisi Perkandangan dan Pengambilan Sampel Udara di Bagus Farm.
48
Lampiran 2. Kondisi Perkandangan dan Pengambilan Sampel Udara di Ikhtiar Farm.
49
Lampiran 3. Alat-alat yang Digunakan Selama Penelitian
Digital electronic thermo hygrometer LS207
Anemometer RS 232 BTU –
Psychrometer
Impinger Portable
Spektrofotometer UV-VIS
Lampiran 4. Rataan Suhu Udara Harian di Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm
Dalam Satu Minggu
Rataan Suhu Udara Harian (ºC)
Umur Broiler
Dalam Kandang
Luar Kandang
Bagus Farm
Ikhtiar Farm
Bagus Farm
Ikhtiar Farm
22
28,18
26,58
29,60
26,65
23
28,20
25,98
28,75
26,45
24
28,00
25,58
29,63
25,93
25
27,30
26,08
29,28
26,35
26
27,48
26,95
29,53
27,85
27
26,75
27,03
27,73
26,88
28
27,18
26,58
28,33
27,13
50
Lampiran 5. Rataan Kelembaban Udara Harian di Peternakan Bagus Farm dan
Ikhtiar Farm Dalam Satu Minggu
Rataan Kelembaban Udara Harian (%)
Umur Broiler
Dalam Kandang
Luar Kandang
Bagus Farm
Ikhtiar Farm
Bagus Farm
Ikhtiar Farm
22
81
84
77
84
23
84
81
84
81
24
85
85
79
84
25
90
83
87
80
26
89
70
82
67
27
92
81
86
81
28
91
82
87
81
Lampiran 6. Rataan Kecepatan Angin Harian dan Arah Angin Dominan di
Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm Dalam Satu Minggu
Umur
Rataan Kecepatan Angin Harian (m/det)
Arah Angin Dominan
Broiler
Bagus Farm
Ikhtiar Farm
Bagus Farm Ikhtiar Farm
22
0,87
0,63
Selatan
Utara
23
1,00
1,23
selatan
Utara
24
1,33
0,37
Tenggara
Selatan
25
1,33
0,90
Utara
Utara
26
0,77
3,27
Selatan
Utara
27
1,50
0,93
Timur Laut
Selatan
28
0,97
0,90
Timur Laut
Selatan
51
Download