BAB II LANDASAN TEORI 1. Pembelajaran a. Pengertian

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
1. Pembelajaran
a. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran secara sederhana (intruction) bermakna sebagai upaya
untuk membelajarkan seseorang atau kelompok orang melalui berbagai upaya
(effort) dan berbagi strategi, metode dan pendekatan ke arah pencapaian tujuan
yang telah direncanakan.1 Pembelajran adalah upaya pendidik untuk membantu
peserta didik melakukan kegiatan belajar. Pada hakikatnya pembelajaran dapat
didefinisikan sebagai suatu sistem atau proses membelajarkan subjek
didik/pembelajar yang direncanakan atau di desain, dilaksanakan, dan
dievaluasi secara sistematis agar subjek didik/pembelajar dapat menacapai
tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien.2
Konsep pembelajaran menggunakan sudut pandang interaksi antara
peserta
didik,
pendidik,
dan
atau
media/sumber
bealajar.
Sehingga
pembelajaran bisa disebut proses kerjasama dan komunikasi antara siswa
dengan guru atau dengan lingkungan untuk untuk mencapai tujuan tertentu.
Proses kegiatan adalah langkah-langkah atau tahapan yang dilalui
pendidik dan peserta didik dalam pembelajaran. Sumber pendukung kegiatan
1
Abdul Majid, Strategi Pembelajran (Bandung: 2013, PT Remaja Rosdakarya), hlm. 4.
Kokom Kumalasari, Pembelajran Kontekstual Konsep dan Aplikasi (Bandung: 2011, PT
Refika Aditama), hlm. 3.
2
28
29
kegiatan pembelajaran mencakup fasilitas dan alat-alat bantu pembalajaran.3
Untuk
menimbulkan
proses
komunikasi
pembelajaran,
ada
beberapa
pendekatan yang bisa digunakan, salah satunya adalah pendekatan sistem.
Pendekatan sistem merupakan suatu pendekatan yang memulainya dari analisis
setiap komponen yang membentuk sistem itu sendiri. Sistem dapat diartikan
sebagai suatu kesatuan komponen yang saling berkaitan, berinterelasi dan
berinteraksi untuk mencapai tujuan.4
Proses pembelajaran yang berpangkal dari masalah dunia nyata bersifat
autentik karena permasalahannya bukan buatan, atau artifisial. Siswa dilatih
berhadapan dengan masalah-masalah sebenarnya, sehingga pemecahannya pun
bersifat nyata. Proses pembelajaran ini bersifat generatif. Oleh karena proses
pembelajaran yang antara lain memuat kegiatan interpretasi terhadap data baru,
analisis dan penyimpulan-penyimpulan dapat men-generate atau menumbuhkan
pengetahuan baru. Proses pembelajaran yang bersifat konstruksivisme juga
bersifat
integrative,
karena
masalah-masalah
yang
dibahas
bersifat
interdisipliner, sehingga siswa harus menggabungkan berbagai bidang
pengetahuan untuk membahasnya. Selain itu semua, pembelajaran juga bersifat
iteratif, kerena prosesnya mengikuti siklus langkah research and development.5
3
Abdul Majid, Op. Cit,. hlm. 6.
Wina sanjaya, Media Komunikasi Pembelajaran (Jakarta: 2012, KENCANA PRENADA
MEDIA GROUP), hlm. 16.
5
Haris mujiman, Belajar Mandiri (Surakarta: 2008, LPP UNS dan UNS Press), hlm. 29.
4
30
Dari proses pembelajaran tersebut, penggunaan pengetahuan yang telah
dimiliki untuk mendapatkan pengetahuan atau ketrampilan baru adalah prinsip
belajar menurut paradigm konstruksivisme. Paradigma ini memang merupakan
dasar yang melandasi belajar mandiri, sebab kelancaran kegiatan belajar sangat
ditentukan oleh sejauh mana pembelajar telah memilliki pengetahuan yang
relevan sebagai modal awal untuk menciptakan pengetahuan baru atas
rangsangan dari informasi baruyang diperoleh dalam proses pembelajaran.
Informasi baru ini dapat diperoleh dari guru, orang lain atau dari sumber belajar
yang lain.6
b. Tujuan
Setiap perbincangan mengeanai pendidikan sebagai suatu ilmu
pengtahuan selalu melibatkan perbincangan tentang tujuan-tujuan atau
matlamat. Istilah tujuan atau matlamat berasal dari kata mata dan alamat. Mata
adalah gambar bulat seperti bentuk mata, sedangkan alamat adalah sasaran anak
panah atau tujuan yang ingin dicapai sewaktu mengerjakan sesuatu.7 Tujuan
adalah dunia cita, yakni suasana ideal yang ingin diwujudkan. Dalam tujuan
pendidikan suasana ideal itu tampak pada tujuan akhir (ultimate aims of
education), tujuan akhir biasanya dirumuskan secara padat dan singkat, seperti
6
Ibid., hlm. 14.
7
Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan suatu analisis psikologi dan Pendidikan
(Jakarta: 1995, Al Husna Zikra), hlm. 55-56.
31
tujuan pendidikan islam yaitu terbentuknya kepribadian muslim dan
kematangan dan integritas kesempurnaan pribadi.8
Dalam pembelajaran, tujuan merupakan komponen yang sangat
penting dalam sistem pembelajaran. Kalau diibaratkan, tujuan, tujuan sama
dengan komponen jantung pada sistem tubuh manusia, jantung adalah
komponen utama dalam tubuh manusia. Manusia masih bisa hidup tanpa
memiliki tangan, tidak memiliki mata, tetapi tidak akan hidup tanpa memiliki
jantung. Oleh karenanya, tujuan merupakan komponen yang pertama dan utama
dalam pembelajaran.
c. Strategi Pembelajaran
Strategi adalah suatu pola yang direncanakan dan ditetapkan secara
sengaja untuk melakukan kegiatan atau tindakan.9
Strategi yang diterapkan dalam kegiatan pembelajaran disebut strategi
pembelajaran. Tujuan strategi pembelajran adalah terwujudnya efisiensi dan
efektifitas kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik.
Strategi pembelajaran adalah pendekatan menyeluruh dalam suatu
sistem pembelajaran yang berupa pedoman umum dan kerangka kegiatan untuk
mencapai tujuan umum pembelajaran, yang dijabarkan dari pandangan falsafah
atau teori belajar tertentu. 10
8
Dra. Zuhairi, dkk. Filsafat Pendidikan Islam(Jakarta:2004, PT Bumi Aksara). hlm 159-160.
Abdul Majid, Srtategi Pembelajaran (Bandung: 2013,PT Remaja Rosdakarya). Hlm 1-2.
10
Ibid., hlm. 7.
9
32
Strategi merupakan komponen yang memiliki fungsi yang sangat
menentukan. Keberhasilan pencapaian tujuan sangat ditentukan oleh komponen
ini. Bagaimanapun lengkap dan jelasnya komponen lain tanpa dapat
diimplementasikan melalui strategi yang tepat, maka komponen-komponen
tersebut tidak memiliki makna dalam proses pencapaian tujuan.11
d. Kurikulum
Definisi kurikulum menurut John Dewey secara komprehensif yaitu:
“Curriculum an orderly sense of the world where the child lives”. Singkatnya,
dalam pandangan Dewy kurikulum adalah kurikulum harus membangun rasa
tertib dari dunia tempat tinggal anak-anak. Definisi Dewy memang lebih focus
pada anak-anak sebagai aktor utama dalam praktik pembelajaran di sekolah.
Lebih lanjut Dewey menjelaskan bahwa kurikulum seharusnya menghasilkan
murid-murid yang manpu beradaptasi dengan dunia modern. Oleh karena itu,
menurutnya, kurikulum tidak sekedar sebuah aktor abstraksi pembelajaran di
kelas semata, tetapi juga harus terkandung prakonsepsi dan bagaimana
seharusnya anak menandang dunia mereka sendiri.12
Kurikulum adalah semua kesempatan belajar yang di rencanakan untuk
peserta didik di sekolah dan institusi lainnya. Selain itu, kurikulum juga dapat
di maknai sebagai rancangan pengalaman yang akan diperoleh peserta didik
11
Wina sanjaya, Media Komunikasi Pembelajaran (Jakarta: 2012, KENCANA PRENADA
MEDIA GROUP), hlm. 20.
12
Rahmat Hidayat, Pengantar Sosiologi Kurikulum (Jakarta: 2011, PT RAHAGRAFINDO
PERSADA) hlm. 7.
33
ketika kurikulum tersebut diimplementasikan. Kurikulum juga dapat diartikan
sebagai langkah kegiatan perancangan kegiatan interaksi peserta didik dengan
lingkungan belajarnya yaitu interaksi dengan dirinya sebagai guru, dengan
sumber belajar dan lingkungan belajar lainnya. Rancangannya selalu disusun
dalam dokumen tertulis dan dilaksanakan serta dikendalikan oleh guru.13
Kurikulum sebagai rancangan pendidikan, mempunyai kedudukan
sentral,
menentukan
kegiatan
dan
hasil
pendidikan.
Penyusunannya
memerlukan fondasi yang kuat, didasarkan atas hasil pemikiran dan penelitian
yang mendalam. Kurikulum yang lemah akan menghasilkan manusia yang
lemah pula.
Dalam proses belajar mengajar kedudukan kurikulum sangat penting,
yakni kurikulum dalam rangka mencapai tujuan pendidikan, kurikulum bagi
siswa, kurikulum bagi guru, kurikulum bagi kepala sekolah, kyrikulum bagi
orang tua murid, kurikulum bagi sekolah di atasnya, dan kurikulum bagi
masyarakat dan pemakai lulusan sekolah.14
Kurikulum
yang
baik
pasti
didalamnya
mengandung
empat
komponen/elemen, yakni aims: diagnosis of learnes needs, contens: selection
of contents, organization of contents, method: selectionof learning experiences,
organization of learning experience, and evaluation: what and how to evaluate.
Menurut Beeby, setiap kurikulum pasti memiliki tujuan, isi metode dan
13
Ahmad yani, Minset Krikulum 2013(Bandung:2013, Alfabeta). hlm. 5.
Esti Ismawati, Telaah Kurikulum dan Pengembangan Bahan Ajar (Yogyakarta: 2012,
Ombak) hlm. 5.
14
34
evaluasi. Pendapat lain dari Surahmad yang mengatakan bahwa kurikulum
mempunyai empat komponen, yakni tuuan, isi, organisasi, dan strategi.15
e. Materi pembelajaran
Materi pembelajaran (instructional materials) adalah bahan yang
diperlukan untuk pembentukan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang
harus dikuasai siswa dalam rangka memenuhi standar kompetensi yang
ditetapkan, materi pembelajaran menempati posisi yang sangat penting dari
keseluruhan
kurikulum,
yang
harus
dipersiapkan
agar
pelaksanaan
pembelajaran dapat mencapai sasaran. Materi yang dipilih untuk kegiatan
pembelajaran
hendaknya
materi-materi
yang
benar-benar
menunjang
tercapainya standar kompetensi dan kompetensi dasar yang tercantum dalam
kurikulum. Materi pembelajaran mengacu pada kurikulum persekolahan yang
berlaku. Materi pembelajaran yang termuat dalam kurikulum merupakan materi
esensial dalam suatu ilmu yang harus dimiliki oleh siswa.16
Materi
atau
isi
merupakan
komponen
kedua
dalam
sistem
pembelajaran. Dalam konteks tertentu, materi merupakan inti dalam proses
pembelajaran. Artinya, sering terjadi proses pembelajaran diartikan sebagai
proses penyampaian materi. Hal ini bisa dibenarkan manakala tujuan utama
pembelajaran adalah penguasaan materi pelajaran (subject centered teaching).
Dalam kondisi semacam ini maka para pengembang media pembealajaran
15
Ibid.,, hlm. 9-10.
Kokom Kumalasari, Pembelajran Kontekstual Konsep dan Aplikasi (Bandung: 2011, PT
Refika Aditama), hlm. 28.
16
35
termasuk guru perlu menguasai materi pembelajaran secara optimal.
Pengembang media termasuk guru perlu memahami secara detail isi materi
pelajaran yang harus dikuasai. Materi pelajaran tersebut biasanya tergambar
dalam buku teks, sehingga sering terjadi proses pembelajaran adalah
menyampaikan materi yang ada dalam buku. Namun demikian, dalam setting
pembelajaran yang berorientasi pada pencapaian tujuan atau kompetensi, tugas
dan tanggung jawab guru bukanlah sebagai sumber belajar. Dengan demikian
materi pelajaran sebenarnya dapat diambil dari berbagai sumber.17
Merril membedakan materi pelajaran menjadi 4 macam yaitu: fakta,
konsep, prosedur, prinsip. Fakta adalah sifat dari suatu gejala, peristiwa, benda,
yang wujudnya dapat di tangkap oleh panca indera. Fakta merupakan
pengetahuan yang berhubungan dengan data-data spesifik (tunggal) baik yang
telah maupun yang sedang terjadi yang dapat diujinatau diobservasi. Konsep
adalah abstraksi kesamaan atau keterhubungan dari sekelompok benda atau
sifat. Suatu konsep memiliki bagian yang dinamakan atribut. Atribut adalah
karakteristik yang dimiliki suatu konsep. Prosedur adalah materi pelajaran yang
berhubungan dengan kemampuan siswa untuk menjelaskan langkah-langkah
secara sistematis tentang sesuatu. Hubungan antara dua atau lebih konsep yang
17
Wina sanjaya, Media Komunikasi Pembelajaran (Jakarta: 2012, KENCANA PRENADA
MEDIA GROUP), hlm. 20.
36
sudah teruju secara empiric dinamakan generalisasi yang selanjutnya ditarik ke
dalam prinsip.18
B. Kemandirian
a.
Pengertian Kemandirian
Istilah „Kemandirian‟ berasal dari kata dasar „diri‟ yang mendapat awalan „ke‟
dan akhiran „an‟, kemudian membentuk satu kata keadaan atau kata benda.
Karena kemandirian berasal dari kata dasar „diri‟, maka pembahasan mengenai
kemandirian tidak bisa lepas dari pembahasan mengenai kemandirian diri itu
sendiri, yang dalam konsep Carl Rogers disebut dengan istilah self, karena diri
itu merupakan inti dari kemandirian.19
Mandiri adalah suatu sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada
orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas20. Mandiri atau kemandirian sering
kali
diterjemahkan
sebagai
kemampuan
sendiri,
artinya
menggunakan
sumberdaya sendiri, kerja sendiri, dan dalam lingkungan yang diciptakan sendiri
(tertutup). Pada masa lalu, hal ini mungkin memiliki pendukung yang sangat
kuat. Namun, dalam lingkungan serba global dan terbuka, hal tersebut tidak
dapat dipertahankan. Oleh sebab itu, pengertian “secara mandiri” diartikan
sebagai kemampuan untuk mengambil keputusan sendiri dalam mendayagunakan
seluruh sumber daya yang memungkinkan, termasuk bantuan luar untuk
18
Ibid. hlm. 134-135.
Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik (Bandung: 2009, PT REMAJA
ROSDAKARYA), hlm. 185.
20
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi (Bandung: 2014, Alfabeta),
hlm. 34.
19
37
mencapai tujuan. Hal ini sesuai dengan kecenderungan dunia saat ini, yaitu
perubahan dari global dependence menuju local independence atau lebih kecil
lagi
individual
independence
yang
identic
dengan
relationship
(keterhubungan).21
Konsep kemandirian yang sering digunakan atau berdekatan dengan
kemandirian yaitu self determinism (Emil Durkheim), autonomus morality (Jean
Peaget), ego integrity (Erick E. Erikson), the creative self (Alfred Adler), self
actualization (Abraham H. Maslow), self system (Harry Stack Sullivan), real self
(Caren Horney), self efficacy (Albert Bandura), self expantion,self esteem, self
pity, self respect, self sentience, self sufficiency, self expression. Self direction,
self structure, self contempt, self control, selfrighteousness, self effacement (Hall
dan Linzey).22
Sedemikian banyak istilahatau konsep yang berkenaan dengan diri, jika
dikaji lebih mendalam ternyata tidak selalu merujuk kepada kemandirian.
Konsep yang seringkali digunakan atau yang berdekatan dengan kemandirian
adalah yang sering disebut dengan istilah autonomy.23
Menurut Chaplin Autonomy atau otonomi adalah kebebasan individu
manusia untuk memilih, untuk menjadi kesatuan yang bisa memerintah.
Menguasai dan menentukan dirinya sendiri. Sedangkan Seifert dan Huffnung
21
Tim Crescent, Menuju Masyarakat Mandiri Pembangunan model sistem keterjaminan Sosial
(Jakarta: 2003, PT Gramedia Pustaka Utama), hlm. 20.
22
Mohammad Ali dan Muhammad Asrori, Psikologi remaja Perkembangan Peserta Didik
(Jakarta: 2011. PT Bumi Aksara), hlm. 110.
23
Ibid, hlm. 110.
38
mendefinisikan otonomi atau kemandirian sebagai „the ability to govern and
regulate one’s own thoughts, feelings, and actions freely and responsibly while
overcoming feelings of shame and doubt,’ 24
Dengan demikian dapat dipahami bahwa kemandirian atau otonomi adalah
kemampuan untuk mengendalikandan mengatur pikiran, perasaan dan tindakan
sendirisecara bebas serta berusaha sendiri untuk mengatasi perasaan-perasaan
malu dan keragu-raguan.
b. Ciri-ciri Kemandirian
Ciri-ciri kemandirian dalam dimensi psikologi tidak bisa di generalkan,
karena perkembangan kemandirian seseorang berlangsung secara bertahap dan
berlangsung sesuai karakteristik dan tingkatan perkembangan kemandirian
tersebut.
Robert Havighurst membedakan kemandirian atas tiga bentuk kemandirian,
yaitu:
1. Kemandirian emosi, yaitu kemampuan mengontrol emosi sendiri dan tidak
tergantungnya kebutuhan emosi pada orang lain.
2. Kemandirian ekonomi, yaitu kemampuan mengatur ekonomi sendiri dan tidak
tergantungnya kebutuhan ekonomi pada orang lain.
3. Kemandirian intelektual, yaitu kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah
yang dihadapi.
24
Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik (Bandung: 2009, PT REMAJA
ROSDAKARYA), hlm. 185.
39
4. Kemandirian sosial, yaitu kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan
orang lain dan tidak tergantung pada aksi orang lain.
Sementara itu, Steiberg membedakan karakteristik kemandirian atas tiga
bentuk, yaitu:
1. Kemandirian emosional (emotional autonomy), yakni aspek kemandirian yang
menyatakan perubahan kedekatan hubungan emosional antar individu, seperti
hubungan emosional peserta didik dengan guru atau dengan orangtuanya.25
indikator kemandirian emosi pada anak dapat dilihat dari beberapa
karakteristik, yaitu:
a. Anak tidak serta merta lari kepada orang tua ketika mereka dirundung
kesedihan, kekecewaan, kekhawatiran atau membutuhkan bantuan.
b. Anak tidak lagi memandang orang tua sebagai mengetahui segalanya (all
knowing) atau menguasai segalanya (all-powerfull).
c. Anak sering memiliki energy emosi yang hebat untuk menyelesaikan
hubunganhubungan diluar keluarga dalam kenyataan mereka merasa lebih
dekat dengan teman daripada orang tua mereka.
d. Anak mampu memandang dan berinteraksi dengan orang tua mereka
seperti dengan orang lain pada umumnya, yaitu bukan semata-mata sebagai
orang tua saja, tetapi teman diskusi.26
25
Ibid., hlm. 186.
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PSIKOLOGI/195009011981032RAHAYU_GININTASASI/KONTRI~2.pdf. Diakses, 11 oktober 2015. Pukul 03.00 WIB.
26
40
2. Kemandirian tingkah laku (behavioral autonomy), yakni suatu kemampuan
untuk membentuk keputusan-keputusan tanpa tergantung pada orang lain dan
melakukannnya secara bertanggung jawab.27
Kemandirian perilaku anak dapat dilihat dari indikator berikut:
a. Kemampuan pengambilan keputusan.
b. Kerentanan terhadap pengaruh orang lain.
c. Orang lain termasuk orang tua diposisikan sebagai konsultan.
d. Perasaan-perasaan mengenai kepercayaan diri.28
3. Kemandirian
nilai
(value
autonomy),
yakni
kemampuan
mrmaknai
seperangkat prinsip tentang benar atau salah, tentang apa yang penting dan
apa yang tidak penting.29
Perkembangan kemandirian nilai ditandai oleh:
a. Cara anak dalam memikirkan segala sesuatu menjadi semakin bertambah
abstrak.
b. Keyakinan-keyakinan anak menjadi bertambah mengakar pada prinsipprinsip umum yang memiliki beberapa basis ideology.
c. Keyakinan-keyakinan anak menjadi semakin bertambah mantap atau
tertancap pada nilai-nilai mereka sendiri dan bukan hanya dalam suatu
27
Desmita,Op. Cit., hlm. 187.
Op. Cit,.
29
Desmita, Loc. Cit. hlm. 187.
28
41
sistem nilai yang ditanamkan orang tua atau figure pemegang kekuasaan
lainnya.30
Lovinger mengemukakan tingkat kemandirian dan karakteristiknya, yaitu:
1. Tingkat pertama, adalah tingkat impulsive dan melindungi diri. Ciri-cirinya:
a. Peduli terhadap control dan keuntungan yang dapat diperoleh dari
interaksi dengan orang lain.
b. Mengikuti aturan secar spontanistik dan hedonistik.
c. Berpikir tdak logis dan tergantung pada cara berpikir tertentu
(stereotype).
d. Cenderung melihat kehidupan sebagai zero-sum games.
e. Cenderung menyalahkan dan mencela orang lain serta lingkungannya.
2. Tingkat kedua, adalah tingkat konformistik. Ciri-cirinya:
30
a.
Peduli terhadap penampilan diri dan penerimaan sosial.
b.
Cenderung berpikir stereotype dan klise.
c.
Peduli akan konformitasterhada aturan eksternal.
d.
Bertindak dengan motif yang dangkal untuk memperoleh pujian.
e.
Menyatakan diri dalam ekspres dan kurangnya introspeksi.
f.
Perbedaan kelompok didasari atas ciri-ciri eksternal.
g.
Takut tidak diterima kelompok.
h.
Tidak sensitive terhadap keindividualan.
i.
Merasa berdosa jika melanggar aturan.
Op.Cit.,
42
3. Tingkat ketiga, adalah tingkat sadar diri?
a.
Mampu berpikir alternative.
b.
Melihat harapan dan berbagai kemungkinan dalam situasi.
c.
Peduli untuk mengambil manfaat dari kesempatan yang ada.
d.
Menekankan pada pentingnya memecahkan masalah.
e.
Memikirkan cara hidup.
f.
Penyesuaian terhadap situasi dan peranan.
4. Tingkatan keempat, adalah tingkatan saksama (conscientious). Ciri-cirinya:
a.
Bertindak atas dasar nilai-nilai internal.
b.
Mampu melihat diri sebagi pembuat pilihan dan pelaku tindakan.
c.
Mampu melihat keragaman emosi, motif, dan perspektif diri sendiri
maupun orang lain.
d.
Sadar akan tanggungjawab.
e.
Mampu melakukan kritik dan penilaian diri.
f.
Peduli akan hubungan mutualistik.
g.
Memiliki tujuan jangka panjang.
h.
Cenderung melihat peristiwadalam konteks sosial.
i.
Berpikir lebih kompleks dan atas dasar pola analitis.
5. Tingkat kelima, adalah tingkat individualitas. Ciri-cirinya:
a. Peningkatan kesadaran individualitas.
b. Kesadaran
akan
ketergantungan.
konflik
emosional
antara
kemandirian
dan
43
c. Menjadi lebih toleran taerhadap pertentangan dalam kehidupan.
d. Membedakan kehidupan internal dengan kehidupan luar dirinya.
e. Menenal kompleksitas diri.
f. Peduli akan perkeembangan dan masalah-masalah sosial.
6. Tingkatan keenam,adalah tingkat mandiri. Ciri-cirinya:
a.
Memiliki pandanagn hidup sebagai suatu keseluruhan.
b.
Cenderung bersikap realistik dan objektif terhadap diri sendiri dan orang
lain.
c.
Peduli terhadap pemahaman abistrak, seperti keadilan sosial.
d.
Mampu mengintegrasikan nilai-nilai yang bertantangan.
e.
Toleran terhadap ambiguitas.
f.
Peduli akan pemenuhan diri (self-fulfilment).
g.
Ada keberanian untuk menyelesaikan konflim internal.
h.
Responsive terhadap kemandirian orang lain.
i.
Sadar akan adanya saling ketergantungan dengan orang lain.
j.
Mampu mengekspresikan perassaan dengan penuh keyakinan dan
keceriaan.31
c.
Faktor pengaruh kemandirian
Ali dan ansor menjelaskan bahwa kemandirian dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang meliputi gen atau keturunan orang tua, sistem
pendidikan disekolah, dan sistem pendidikan di masyarakat.32
31
Desmita, Op. Cit., hlm.186-189.
44
Ada sejumlah faktor yang sering disebut sebagai korelat bagi
perkembangan kemandirian, yaitu sebagai berikut :
1) Gen atau keturunan orang tua. Orang tua yang memiliki sifat kemandirian
tinggi seringkali menurunkan anak yang memiliki kemandirian juga.
Namun faktor keturunan masih menjadi perdebatan karena ada yang
berpendapat bahwa bukan sifat kemandirian orang tua itu menurun kepada
anaknya, melainkan sifat orang tuanya muncul berdasarkan cara orang tua
mendidik anaknya.
2) Pola asuh orang tua. Orang tua yang terlalu banyak melarang kepada anak
tanpa disertai dengan penjelasan yang rasional akan menghambat
perkembangan kemandirian anak. Sebaliknya, orang tua yang menciptakan
suasana aman dalam interaksi keluarganya akan dapat mendorong
kelancaran perkembangan anak.
3) Sistem pendidikan di sekolah. Proses pendidikan di sekolah yang tidak
mengembangkan demokratisasi pendidikan dan cenderung menekankan
indoktrinasi tanpa argumentasi akan menghambat
kemandirian anak.
Sebaliknya proses pendidikan yang lebih menekankan pentingnya
penghargaan terhadap potensi anak, pemberian reward, dan penciptaan
kompetisi positif akan memperlancar perkembangan kemandirian anak.
32
http://journal.uny.ac.id/index.php/jpv/article/view/1847/1525. Diakses, 11 Oktober 2015.
Pukul 14:29 WIB.
45
4) Sistem kehidupan di masyarakat. Sistem yang terlalu menekankan
pentingnya hierarki struktur sosial, merasa kurang aman atau mencekam
serta kurang menghargai manifestasi potensi remaja dalam kegiatan
produktif dapat menghambat kelancaran perkembangan kemandirian
remaja. Sebaliknya, lingkungan masyarakat yang aman, menghargai
ekspresi potensi remaja dalam bentuk berbagai kegiatan, dan tidak terlalu
hierarkis akan merangsang dan mendorong perkembangan kemandirian
remaja.33
C. Kearifan Lokal
a.
Pengertian
Kearifan lokal dilihat dari kamus bahasi Inggris Indonesia, terdiri dari 2 kata
yaitu kearifan (wisdom) dan lokal (local). Local berarti setempat dan wisdom
sama dengan kebijaksanaan. Dengan kata lain maka local wisdom dapat
dipahami sebagai gagasan-gagasan, nilai-nilai, pandangan-pandangan setempat
(local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan
diikuti oleh anggota masyarakat.34
Kearifan lokal merupakan tata aturan yang menjadi acuan masyarakat yang
meliputi sejumlah aspek kehidupan, yakni: tata aturan yang menyangkut
33
Mohammad Ali dan Muhammad Asrori, Psikologi remaja Perkembangan Peserta Didik
(Jakarta: 2011. PT Bumi Aksara), hlm. 118-119
34
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=149691&val=5898&title=PENGEMBA
NGAN%20PENDIDIKAN%20KARAKTER%20BERBASIS%20KEARIFAN%20LOKAL%20PAD
A%20MASYARAKAT%20MINORITAS%20(%20Studi%20atas%20Kearifan%20Lokal%20Masyara
kat%20Adat%20Suku%20Baduy%20Banten) diakses , 29 Juni 2015. Pukul 10:30 WIB.
46
hubungan antar sesama manusia, tata aturan yang menyangkut hubungan
manusia dengan alam, tata aturan yang menyangkut hubungan manusia dengan
yang gaib.35
Kearifan lokal juga merupakan bagian dari budaya. Dalam pandangan John
Haba. Kearifan lokal mengacu pada berbagai kekayaan budaya yang tumbuh dan
berkembang dalam sebuah masyarakat dikenal, dipercayai dan diakui sebagai
elemen-elemen penting yang mampu mempertebal kohesi sosialsi antara warga
masyarakat.36
Masyarakat adalah pengemban tugas budaya, yang tidak sekedar sebagai
tugas prakarsa pengalihan dari pengetahuan dan ketrampilan ataupun pengalihan
nilai-nilai budaya bagi peradapan manusia semua yang semua ini diikhtiari
melalui pendidikan. Bahwa pendidikan diperuntukkan bagi si siswa yang sedang
belajar dan masyarakat sebagai pusat pembelajaran.37
Tentunya kearifan lokal tidak semerta merta ada begitu saja, beberapa sumber
kearifan lokal diantaranya:
a) Potensi Manusia.
Al-ghazali menyebut potensi manusia ada empat komponen, yaitu:
ruh, kalbu, akal dan nafsu. Sigmund Freud membagi komponen sistem
kepribadian manusia meliputi: super ego, ego dan id. Sedangkan Bloom
35
Romzan Fauzi, Menguak Makna Kearifan Lokal Pada Masyarakat Multikulrural (Semarang:
2011, CV. Robar bersama), hlm. 13.
36
Irwan Abdullah, Dkk, Agama dan Kearifan Lokal Dalam Tantangan Global (Yogyakarta:
2008, Sekolah Pascasarjana UGM), hlm. 5.
37
Ahmad Bahrudin, Pendidikan Alternatif Qoryah Thayyibah (Yogyakarta: 2009, PT Lkis
Pelangi Aksara Yogyakarta), hlm. 5.
47
membagi struktur kepribadian manusia menjadi tiga komponen, yaitu
kognitif, afektif dan psikomotorik. Adapun Howard Gardner menjabarkan
lagi kedalam delapan kecerdasan, yaitu: linguistik, logis-matematis,
spasial, kinestetik jasmani, musikal, antarpribadi, intrapribadi dan
naturalis. Pengembangan program pendidikan yang meliputi tujuan,
kurikulum, metode pembelajaran dan lingkungan pendidikan haruslah
berbasis pada potensi manusia anak didik.
b) Potensi Agama
Hampir tidak ada pendidikan diberbagai belahan dunia ini yang lepas
dari pengaruh agama, baik itu pendidikan formal maupun pendidikan nonformal. Dunia pendidikan yang gelap terhadap nilai-nilai moral etis, serta
kehidupan bangsa yang dipenuhi dengan keserakahan dan kemunafikan,
mengharuska adanya penguatan nilai-nilai sufisme, bukan hanya melalui
pendidikan agama, tetapi juga semua mata pelajaran, keteladanan dan
budaya sekolah. Sekolah, perguruan tinggi dan pesantren bukan hanya
benteng penjaga moral terakhir, tetapi juga diharapkan dapat melahirkan
manusia-manusia yang bijak dan bermoral.
c) Potensi Budaya
Budaya adalah nilai, proses dan hasil dari cipta, rasa dan karsa
manusia. Budaya atau kebudayaan nasional memiliki kedudukan sangat
penting dalam program pengembangan pendidikan nasional suatu bangsa
atau muatan lokal suatu daerah. Bangsa yang berbudaya dan bangsa yang
48
besar adalah bangsa yang menghargai, mengembangka dan mewariskan
budayanya kepada generasi muda. Melalui kekayaan budaya yang
dimiliki, seharusnya kita bisa menyusun berbagai model dan program
pendidikan dan pembelajaran, bisa dalam bentuk program studi,
intrakurikuler, ekstrakurikuler maupun dalam bentuk budaya sekolah.
d) Potensi Alam
Lewat program pendidikan berbasis potensi lingkungan, diharapkan
tumbuh kearifan lokal dan karakter yang peduli lingkungan dan
sebaliknya dapat memanfaatkan potensi lingkungan hidupnya. Orang yang
arif adalah orang yang hidupnya harmoni dengan lingkungan seraya dapat
memanfaatkan lingkungan untuk kepentingan hidupnya dan orang yang
berkarakter akan marah apabila lingkungan ekosistemnya dirusak.38
Sumber kearifan lokal yang meliputi potensi agama, manusia, alam, dan
budaya yang sebelumnya sering termarginalkan39 dalam pembelajaran,
merupakan nilai luhur yang harus termanifestasikan dalam pembelajaran
kemandirian. Karena melalui kearifan lokal bisa dikembangkan karakter
kemandirian peserta didik.
38
Yusuf Wibisono Aak, dalam blognya Garasi Keabadian,
http://garasikeabadian.blogspot.co.id/2013/03/pendidikan-berbasis-kearifan-lokal.html. Diakses, 16
Oktober 2015.
39
Muhammad Rizqon, Menggagas Pendidikan Transformatif Berbasi Kearifan Lokal, dalam
situs http://prosiding.upgrismg.ac.id/index.php/FIP13/fip013/paper/viewFile/282/229. Diakses 16
Oktober 2015.
49
b. Ciri-ciri
Ciri-ciri kearifan lokal menurut Moendardjito, yaiti:
1.
Mampu bertahan terhadap budaya luar.
2.
Memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar.
3.
Mempunyai kemampuan mengintegrsikan unsur budaya luar ke dalam
budaya asli.
4.
Mempunyai kemampuan mengendalikan.
5.
Mampu memberi arahan pada perkembangan budaya.40
40
http://sarahandreinaj.blogspot.co.id/2014/07/pengertian-dan-contoh-kearifan-lokal_7.html.
Diakses, 12 Oktober 2015. Pukul 04.30 WIB.
Download