www.usi.ac.id/karya ilmiah dosen upload : biro sistem informasi data & hubungan masyarakat@2016 Perspektif Pelibatan Masyarakat Lokal Dalam Sosial Dan Pembangunan Kehutanan Di Indonesia Sarintan Efratani Damanik Dosen Fakultas Pertanian Universitas Simalungun Abstrak Masyarakat lokal yang mempunyai kearifan tradisional mampu melahirkan kearifan lingkungan yang ternyata seiring dan sejalan, bahkan sangat menunjang kebijakan pengelolaan lingkungan hidup dalam menjaga kelestarian sumberdaya alam pada kerangka pembangunan nasional. Karena merupakan salah satu ciri kebudayaan nasional, kearifan tradisional yang dimiliki masyarakat lokal yang telah melebur dalam sistem kehidupannya, patut digali dan dikembangkan lebih lanjut. Namun demikian kita harus menyadari, sistem ini tidak serta merta dapat dapat menggantikan sistem pengelolaan hutan modern yang sudah ada. Tapi paling tidak, bisa menunjukkan bahwa ada sistem pengelolaan sumberdaya yang dilakukan oleh masyarakat lokal yang secara sosial, ekonomi, budaya, dan ekologi bisa dipertanggung jawabkan dan menguntungkan semua pihak. Hal ini akan menjadi lebih maksimal apabila didukung dan ada keterlibatan semua pihak (stakeholden). --------------------------------------------------------Keyword : masyarakat, kearifan, pengelolaan tentang Otonomi Daerah dan UU No. 25 PENDAHULUAN Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Hutan sebagai modal pembangunan Pemerintah Pusat dan Daerah. Dalam bidang nasional mengandung potensi manfaat yang kehutanan, dengan Otonomi Daerah telah besar bagi kehidupan dan penghidupan menetapkan pilihan untuk memberi tang- bangsa Indonesia, baik dari asas/manfaat gung jawab dan wewenang yang luas kepada ekonomi, sosial budaya, maupun lingku- daerah untuk mengelola sumberdaya alam ngan. Karena manfaatnya yang besar sudah termasuk hutan. sepantasnya keles- Beberapa diantaranya adalah adanya tariannya dan dimanfaatkan sesuai dengan over eksplorasi untuk memenuhi kebutuhan kaidah–kaidah kelestarian. Dimas era refor- industri kehutanan, konvensi lahan hutan masi, telah dihasilkan suatu perubahan yang menjadi lahan non hutan (misalnya per- mendasar yaitu dengan adanya perubahan kebunan, transmigrasi, jalan raya), timber dari sistem ekstraksion yang merupakan tujuan utama desentralisasi dan sejalan dengan telah dalam pengelolaan hutan yang selama ini dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 dilakukan, sistem hutan tetap sentralistik dijaga ke adanya ilegal logging dan 1 Perspektif Pelibatan Masyarakat Lokal Dalam Sosial Dan Pembangunan Kehutanan Di Indonesia ................... Sarintan E. Damanik kebakaran hutan, penegakan hukum yang sama dengan kehutanan sosial, sementara lemah, pemberian fasilitas konsesi hutan disisi lain dibedakan dari istilah farm foresry kepada sekelompok kecil kroni, korupsi dan (hutan inefisiensi pengelolaan peraturan pemerintah dalam rakyat) yang pohon merujuk pada pohonan oelh – proses penguasaan hutan. Beberapa hal pengelola lahan individual (Vermeulen, tersebut di atas, ditambah dengan kegiatan 2002). pengelolaan hutan yang lebih berorientasi bahwa kehutanan sosial adalah sesuatu pada telah ketika hutan, lahan hutan, dan produksi menyebabkan termarginalisasinya masyara- (yang berasal dari hutan) dikelola oleh kat yang hidup di sekitar hutan. Konsep masyarakat lokal (yaitu masyarakat yang trickle down effect atau pertumbuhan untuk hidup pemerataan terbukti tidak mampu mening- mempunyai concern / perhatian penuh pada katkan kesejahteraan masyarakat. hutan) dimana dalam partisipasinya tersebut pertumbuhan ekonomi Sebagai akibatnya adalah timbulnya Nguyen disekitar mereka (2001) atau memperoleh mendefinisikan masyarakat yang keuntungan. Dari kesenjangan kesejahteraan antara masyara- definisi ini ada dua masalah pokok, yaitu kat, khususnya mereka yang tinggal di seki- target dan partner dari kehutanan sosial tar areal hutan, dengan para pekerja dan adalah masyarakat setempat. pengusaha di bidang kehutanan. Dengan Noronha dan Spears (1988), adanya program pembangunan kehutanan menyatakan bahwa arti kehutanan sosial dengan pendekatan kehutanan sosial yang tidak berorientasi hutan, gambaran berbagai kegiatan yang dilakukan diharapkan pada gilirannya nanti akan dibawah proyek – proyek. Inti baru dari memberikan proyek – proyek ini terletak pada kata pada manfaat pelestarian bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan. dapat dikumpulkan dari suatu “sosial” yaitu proyek – proyek melayani kebutuhan lokal melalui keterlibatan aktif SOCIAL FORESTRY (KEHUTANAN SOSIAL) pemanfaat dalam rancangan dan pelaksanaan upaya penghutanan kembali dan bersama – sama memanfaatkan hasil – Pada umumnya, community forestry hasil hutan. Hal ini dapat berarti bahwa (hutan kemasyarakatan) digunakan dalam keberhasilan sebuah proyek tergantung pada dunia kehutanan dengan pengertian yang respon masyarakat yang hidup dikawasan 2 www.usi.ac.id/karya ilmiah dosen upload : biro sistem informasi data & hubungan masyarakat@2016 proyek. Dinyatakan pula bahwa tujuan dan keswadayaan, memperkuat partisipasi kehutanan sosial berbeda dari rencana masyarakat dalam proses pemberdayaan, kehutanan yang biasa dalam 3 (tiga) hal menjamin daya hidup dan keberlanjutan, yaitu : mendorong penggunaan teknologi tepat 1. Kehutanan sosial meluputi produksi guna, menjamin pendekatan yang efektif dan pengunaan hasil – hasil hutan dari segi biaya, memberikan kesempatan dalam untuk 2. satu sektor perekonomian, dan memfasilitasi terutama yang tidak diedarkan sebagai perancangan pendekatan pembangunan yang uang (non-monetized), sesuai. Menyangkut partisipasi langsung pemanfaat 3. memahami Termasuk sikap dan keterampilan BENTUK NYATA KEARIFAN TRADISIONAL MASYARAKAT LOKAL yang berbeda dari segi ahli kehutanan yang harus memberikan peranannya Di Indonesia, berbagai jenis sistem sebagai pelindung hutan terhadap pengelolaan penduduk berdasarkan dan bekerja bersama penduduk untuk menanam pohon. sumberdaya kearifan alam yang tradisional sangat banyak ragamnya. Namun demikian dalam prakteknya tidak semua masyarakat lokal mempunyai kearifan tradisional tersebut. MEMBANGUN DENGAN KEARIFAN MASYARAKAT LOKAL Kearifan tradisional merupakan hasil akumulasi pengetahuan Masing – masing memiliki karakteristik yang berbeda – beda yang bersumber dari pemahamannya terhadap alam sekitar dan berdasarkan mengadaptasikannya pada praktek pengelo- pengamatan dan pengalaman masyarakat di laan sumberdaya alam pada berbagai jenis dalam proses interaksi yang terus – menerus kondisi lingkungan hidup. Bentuk yang bisa dengan lingkungan yang ada disekitarnya kita lihat, misalnya bagaimana masyarakat dan bisa mencakup generasi yang berbeda. lokal mengelola hutan. Bagi masyarakat, Kearifan merupakan hutan dan segala isinya bukanlah hanya sumberdaya yang berharga untuk kegiatan sekadar komoditi dari segi ekonomi saja, kegiatan pembangunan, dasar kemandirian melainkan tradisional ini sebagai bagian dari sistem 3 Perspektif Pelibatan Masyarakat Lokal Dalam Sosial Dan Pembangunan Kehutanan Di Indonesia ................... Sarintan E. Damanik kehidupan, dimana hutan memiliki nilai magis dan kepercayaan yang mereka pegang KETERLIBATAN SELURUH PELAKU PEMBANGUNAN teguh. Oleh karena itu pemanfaatan hutan tidak didasari oleh keinginan – keinginan eksploitatif tetapi lebih didasarkan pada usaha – usaha memelihara keseimbangan dan kelestarian sumberdaya hutan. Penggalian potensi ini dilakukan melalui inventarisasi potensi secara menyeluruh dengan melibatkan berbagai (seluruh) pihak yang berkepentingan (stakeholder) seperti masyarakat, pemerintah, swasta, dan lembaga penyangga, yang PELUANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT LOKAL masing – masing para pihak tersebut adalah : Konsepsi peluang bagi peningkatan masyarakat peran a. Peran Pemerintah dalam Cita–cita pemerintah yang bermasksud pengelolaan hutan antara lain melalui (1) menciptakan masyarakat adil dan makmur penerapan antara harus mengembangkan pengelolaan hutan masyarakat, pengusaha - pengusaha kecil, secara adil berkelanjutan, transparan, dan dan (HPH/HPHTI/ bertanggung jawab. Pemerintah hendaklah BUMN/BUMD) dengan posisi transaksi menjadi fasilitator dan membuat kebajikan yang adil dan seimbang, (2)pengusaha kecil, yang menjembatani antara pihak ketiga dan koperasi atau kelompok masyarakat menjadi masyarakat dengan cara memaksimumkan sub kontraktor kegiatan pengusahan hutan pelayanan. (pembibitan, pembukaan lahan, penanaman) b. pola pengusaha lokal dan pemitraan besar sehingga perekonomian terintegrasi sebagai usaha bersama, pada masyarakat akan menumbuhkan sua- model sana yang aspiratif dan partisipatif yang pemberdayaan ekonomi masyarakat. Model menempatkan masyarakat sebagai basis – model tersebut seperti pengembangan pengelolaan hutan. Keterlibatan masyarakat hutan secara sadar akan berperan dan berfungsi (HKm), rakyat, penciptaan Kejelasan hak dan kewajiban yang ada dan pengembangan (3) Peran Masyarakat model Hutan – Kemasyarakatan Pengembangan Penyangga (Buffer Zone). Kawasan dalam pengelolaan sehingga hutan menjamin yang lestari berkembangnya kapasitas dan pemberdayaan masyarakat serta distribusi manfaat hutan. 4 www.usi.ac.id/karya ilmiah dosen c. upload : biro sistem informasi data & hubungan masyarakat@2016 Peran Swasta kehutanan Sebagai kegiatan bisnis, pengelolaan pedesaan di sekitar hutan. hutan lestari memerlukan sosial adalah masyarakat manajemen tersendiri agar tercapai kelestarian usaha. PENUTUP Dalam prakteknya, untuk melangsungkan Kehutanan sosial dan berbagai variant usahanya pihak swasta mau tidak mau harus penyelenggaraannya akan dapat menjadi melibatkan masyarakat sekitar hutan agar program unggulan kehutanan karena akan tidak terjadi hal – hal yang mengganggu membawa kegiatan usahanya. Upaya ini bisa ditempuh tanggung dengan cara saling menguntungkan antara masyarakat swasta dengan masyarakat sekitar hutan keunggulan dan manfaat langsung dari dengan melakukan kemitraan. keterlibatan dalam pengelolaanhutan. d. juga masyarakat dapat sikap disamping memperoleh merupakan pengikut sertaan perempuan secara aktif lembaga swadaya masyarakat dan lembaga adalah terbuka lebar. Perempuan dapat lainnya kepedulian diikut sertakan tidak hanya pada saat terhadap masalah pemberdayaan masyarakat pelaksanaan proyek tetapi dapat pula di dan (seperti ikutsertakan sejak awal perencanaan proyek Perguruan Tinggi, para akademisi, tokoh dibuat dan termasuk kontrol terhadap proyek masyarakat, dll). Fungsi lembaga ini adalah kehutanan sosial. untuk yang kelestarian penyangga jawab tumbuhnya Dalam kehutanan sosial kemungkinan Peran Lembaga Penyangga Lembaga implikasi mempunyai lingkungan memaksimumkan layanan akomodatif, korektif, dan suportif agar interaksi antar stakeholder berjalan dengan baik. Dari beberapa pendekatam yang telah dikemukakan, tentang batasan kehutanan sosial di atas, terlihat bahwa kehutanan sosial hal yang dapat dijadikan patokan adalah bahwa “pintu masuk” dari kegiatan PUSTAKA Anonim.2002. Social Forestry : Refleksi Kehutanan Pasca Reformasi. Workshop Social Forestry, 10 September, Cimacan, Bogor Awang,S.A.,2000. Hutan Desa: Peluang, Strategi dan Tantangan. Jurnal Hutan Rakyat Volume 3 (November).Fakultas Kehutanan Universitas Gadja Mada Yogyakarta:19-32. Cernea,M.M. 1988. Unit – unit Alternatif Organisasi Sosial untuk Mendukung Strategis Penghutanan Kembali. Dalam: Cernea.M.M. (ed) 5 Perspektif Pelibatan Masyarakat Lokal Dalam Sosial Dan Pembangunan Kehutanan Di Indonesia ................... Sarintan E. Damanik Mengutamakan Manusia di Dalam Pembangunan.Alih Bahasa oleh Teku,B.B. Universitas Indonesia Press, Jakarta : 341-378 Foresta,H.dan G.Michon, 2000.Agroforestri Indonesia:Beda Sistem Pendekatan. Dalam: Foresta,H.,A. Kusworo., G.Michon.,dan W.Adjatmiko, (ed). Ketika Kebun Berupa Hutan – Agroforestri Khas IndonesiaSumbangan Masyarakat Bagi Pembangunan Berkelanjutan. Internasional Centre for Research in Agroforestry, Institut de Recherche Pour Le Development dan Ford Foundation, Indonesia.PP 1-18. Munggoro, D.W., dan A. Aliadi., 1999.Community Forestry dalam Konteks Perubahan Institusi Kehutanan. Dalam:Aliadi.A., (ed). Kembalikan Hutan kepada Rakyat. Penerbit Pustaka Latin, Bogor: 2940. Noranha,R. Dan Spears,J.S.1998. Variabel Sosiologi dalam Rancangan Proyek Kehutanan. Dalam : Cernea,M.M (ed). Mengutamakan Manusia di Dalam Pembangunan. Alih bahasa oleh Teku, B.B. Universitas Indonesia Press, Jakarta : 287-340. 6