Kearifan lokal

advertisement
Oleh:
ACHMAD DARDIRI
(FIP UNY)
 Meletakkan dasar kecerdasan, pengeta- huan,
kepribadian, akhlak mulia, serta ketrampilan untuk
hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
 1. Menjalankan ajaran agama yang dianut
sesuai dengan tahap perkembangan anak.
 2. Mengenal kekurangan dan kelebihan diri
sendiri.
 3. Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku
dalam lingkungannya.
 4. Menghargai keberagaman agama, budaya,
suku, ras, dan golongan sosial ekonomi di
lingkungan sekitarnya.
 5. Menggunakan informasi tentang lingkungan
sekitar secara logis, kritis, dan kreatif.
 6. menunjukkan kemampuan berpikir logis,
kritis dan kreatif dengan bimbingan guru/ pendidik.
 7. Menunjukkan rasa keingintahuan yang tinggi dan
menyadari potensinya.
 8. Menunjukkan kemampuan memecahkan masalah
sederhana dalam kehidupan sehari-hari.
 9. Menunjukkan kemampuan mengenali
gejala alam dan sosial di lingkungan
sekitar.
 10. Menunjukkan kecintaan dan
kepedulian terhadap lingkungan.
 11. Menunjukkan kecintaan dan
kebanggaan terhadap bangsa, negara dan
tanah air Indonesia.
 12. Menunjukkan kemampuan untuk melakukan
kegiatan seni dan budaya lokal.
 13. Menunjukkan kebiasaan hidup bersih,
sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu luang.
 14. Berkomunikasi secara jelas dan
santun.
 15. Bekerja sama dalam kelompok, tolong
menolong, dan menjaga diri sendiri
dalam lingkungan.
 16. Menunjukkan kegemaran membaca
dan menulis.
 17. Menunjukkan keterampilan menyimak,
berbicara, membaca, menulis, dan
berhitung.
 Local wisdom adalah sebuah tema humaniora yang
diajukan untuk memulihkan peradaban dari krisis
modernitas. Ia diunggulkan sebagai “pengetahuan” yang
“benar” berhadapan dengan standar “saintisme” modern
yaitu semua pengetahuan yang diperoleh dengan
pendekatan positivisme (suatu cara penyusunan
pengetahuan melalui observasi gejala untuk mencari
hukum-hukumnya). Sains modern dianggap memanipulasi
alam dan kebudayaan dengan mengobyektivkan semua
segi kehidupan alamiah dan batiniah dengan akibat
hilangnya unsur “nilai” dan “moralitas” Sains modern
menganggap unsur “nllia’ dan “moralitas” sebagai unsur
yang tidak relevan untuk memahami ilmu pengetahuan.
 Bagi sains, hanya fakta-fakta yang dapat diukurlah
yang boleh dijadikan dasar penyusu nan
pengetahuan. Itulah prinsip positivisme. Kearifan
lokal adalah argumen untuk mengem balikan
“nilai” dan “moralitas” sebagai pokok
pengetahuan. Yang khas dari pandangan kearifan
lokal adalah nilai dan moralitas, Kearifan lokal
berdasarkan kebenaran penge tahuannya pada
ajaran-ajaran tradisional yang sudah jadi dan
hampir tidak mempersoalkan lagi kandungan
politik ajaran-ajaran tradisional itu.
 Kearifan lokal hendak menyatakan
“pembentengan” terhadap “kearifan kuno”, “mitos”
“ajaran agama dan tradisi” serta semua kondisi
“asli”kebudayaan manusia.
 Dalam bentuknya yang politis, tema kearifan lokal
kita saksikan pada penolakan terhadap
kebudayaan teknologis. Lingkungan hidup,
misalnya, merupakan kawasan proteksi kearifan
lokal melalui pengembalian cara-cara pertanian
tradisional untuk menggantikan cara-cara
pertanian modern. Pertanian bukan sekadar
bagaimana meningkatkan hasil tetapi juga
menjaga kualitas lingkungan hidup. Keberlanjutan
adalah premis pokoknya bukan semata-mata
profit.
 Dalam konvensi hak anak yang dikeluarkan oleh
Badan Perserikatan Bangsa-bangsa tahun 1989
dinyatakan bahwa semua anak tanpa membedakan
ras, suku bangsa, agama, jenis kelamin, asal-usul
keturunan maupun bahasa memiliki 4 hak dasar:
 1. Hak atas kelangsungan hidup termasuk di dalamnya
hak atas tingkat kehidupan yang layak dan pelayanan
kesehatan (gizi dan perawatan kesehatan).
 2. Hak untuk berkembang termasuk di dalamnya
hak untuk mendapat pendidikan, informasi,
waktu luang, berkreasi seni dan budaya. Juga, hak
untuk anak-anak cacat di mana mereka berhak
untuk mendapatkan perlakuan dan pendidikan
khusus.
 3. Hak Partisipasi termasuk hak kebebasan untuk
menyatakan pendapat, berserikat dan berkumpul
serta ikut dalam pengambilan keputusan yang
menyangkut dirinya. Tidak memaksakan
kehendak kepada anak karena dapat
mengakibatkan beban psikologis terhadap diri
anak.
 Hak perlindungan termasuk di dalamnya
perlindungan dari segala bentuk eksploitasi,
perlakuakn kejam dan sewenang-wenang.
 1. Lebih menempatkan (anak) peserta didik sebagai
subyek pembelajar.
 2. Sekolah (lembaga pendidikan) sebagai tempat yang
menyenangkan bagi anak untuk belajar,
memungkinkan anak untuk berkembang.
 3. Kurikulumnya didisain sedemikian rupa sehingga
memungkinkan anak untuk aktif, kreatif dan bersikap
kritis.
 4. Guru/pendidik tidak memaksakan kehendak
kepada anak.
 5. Tujuan pendidikan bukan semata-mata
kecerdasan intelektual, tetapi juga emosional dan
spiritual. Tidak hanya penguasaan iptek tetapi
juga imtak.
 6. Nilai dan moralitas lebih tergarap
 7. Memanfaatkan atau merevitalisasi nilai-nilai
lokal-tradisional dalam rangka melestarikan nilainilai luhur (fungsi preservatif)
 8. Memanfaatkan kemajuan iptek dalam rangka
mengembangkan pendidikan yang progresif
(fungsi inovatif/pengembangan)
Download