I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perjalanan sejarah manusia

advertisement
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perjalanan sejarah manusia dari masyarakat yang sangat primitif sampai
pada
perkembangan
yang
ketergantungannya terhadap
sangat
modern
tidak
pernah
lepas
dari
sumberdaya alam. Ketergantungan ini telah
menghasilkan berbagai model pengelolaan sumberdaya alam, yang tujuan
utamanya adalah untuk menjaga kelestariannya. Model pengelolaan sangat
bergantung pada karakteristik sumberdaya alam, karakteristik wilayah, dan
karakteristik sosial ekonomi masyarakat.
Karakteristik sumberdaya alam yang bersifat terbuka (oppen acces),
karakteristik wilayah yang berupa lautan, dan karakteristik masyarakat yang
berada pada berbagai level sosial-ekonomi membutuhkan pengelolaan yang relatif
lebih rumit dan kompleks, dibandingkan dengan pengelolaan sumberdaya alam
lainnya. Indonesia dengan wilayah laut yang luas, atau lebih khusus lagi adalah
daerah-daerah yang berkarakteristik kepulauan harus mampu menciptakan
pengelolaan sumberdaya laut yang tepat.
Kabupaten Natuna merupakan salah satu daerah yang memiliki
karakteristik wilayah perairan laut lebih dominan dan berbatasan dengan banyak
kabupaten, provinsi, atau bahkan negara lain. Kondisi geografis seperti ini sangat
rentan akan masalah-masalah kerusakan lingkungan perairan laut terutama oleh
aktifitas illegal fishing. Keterlibatan semua pihak dalam menjaga kelestarian laut
menjadi sangat dibutuhkan, terutama oleh primery stakeholder yaitu masyarakat
dan pcmcrintah.
Banyak
sekali
kebiasaan-kebiasaan
masyarakat
da/am
menjaga
kelestarian lautnya, tidak menjadi bagian dalam pengelolaan sumberdaya laut
yang direncanakan atau dilakukan oleh pemerintah. Sehingga
kebiasaan
(folk\voys) masyarakat dalam menjaga dan mengelola sumberdaya laut tersebut
hanya menjadi kekuatan yang mengikat untuk komunitas itu sendiri. Kearifan
masyarakat dalam interaksinya dengan alam hanya menjadi kekuatan normatif
yang mengatur pada tataran komunitas lokal mereka saja. Karena sifatnya yang
normatif atau tidak tertulis, diduga banyak sekali kearifan lokal masyarakat dalam
pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya laut yang belum diketahui banyak
orang, terutama dalam konteks ilmiah. Bahkan boleh jadi kearifan lokal yang dulu
pernah ada, sudah mulai menghilang atau tidak dijalankan lagi oleh masyarakat
karena pergeseran dan
perubahan sistem nilai sosial, budaya, ekonomi, dan
politik yang begitu cepat.
Pengidentifikasian kearifan komunitas nelayan perhi dilakukan karena
belum ada kajian tentang hal ini terutama di daerah-daerah yang memiliki
rentanitas kerusakan lingkungan yang besar dan rentang kendali yang rumit oleh
karakteristik wilayah yang berpulau-pulau. Pendesainan pengelolaan sumberdaya
laut pada tataran masyarakat desa sangat membutuhkan penyerapan nilai-nilai
budaya yang sudah mengakar dalam kehidupan mereka. Nilai-nilai budaya
tersebut terutama yang berkaitan dengan perilaku protektif masyarakat terhadap
lingkungan ekologisnya, baik yang pernah jalankan, yang sudah hampir hilang,
dan yang sedang meraka dijalankan.
Menurut kajian akademik pengelolaan terumbu karang Provinsi Riau
(DKP, 2004) kondisi terumbu karang di sekitar Pulau Bunguran berada dalam
kondrsi "buruk" sampai "sedang, sehingga masuk dalam kawasan penyelamatan
terumbu karang Indonesia. Pengkajian kearifan komunitas ini merupakan
informasi dasar yang sangat bermanfaat bag! pengembangan ilmu sosial,
Departemen Kelatuan dan Perikanan khususnya COREMAP, dan sekaligus dapat
menjadi embrio atau cikal bakal bagi pengelolaan terpadu (Co-Management)
dalam pembangunan perikanan dan keiautan, karena prinsip dasar dari
pengelolaan terpadu adalah menempatkan masyarakat lokal sebagai salah satu
kunci dari pengelolaan sumberdaya alam.
Kearifan komunitas nelayan memiliki dimensi sosial dan budaya yang
kuat, karena memang lahir dari aktivitas perilaku berpola masyarakat terhadap
lingkungan alamnya. Kearifan komunitas ini dalam ranah kebudayaan dapat
berupa ide, gagasan, niJai, norma, dan peraturan, sedangkan dalam kehidupan
sosial dapat berupa sistem religius, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem
pengetahuan, sistem mata pencaharian hidup, dan sistem teknologi dan peralatan
(Koentjaraningrat, 1964).
1.2. Perumusan Masalab
Pengkajian tentang kearifan masyarakat lokal seharusnya lebih difokuskan
pada pemiasalahan yang terkait dengan sistem mata pencaharian hidup yang
menjadi perhatian khalayak luas dan sekaligus mempunyai pengaruh yang sangat
besar bagi keberlangsungan hidup masyarakat lokal. Daerah-daerah yang
memiliki potensi terumbu karang besar seperti Desa Sabang Mawang yang berada
pada gugusan pulau Bunguran Kabupaten Natuna sangat tepat menjadi fokus
perhatian pengkajian ini.
Berdasarkan ha/ tersebut maka dapat dirumuskan
permasalahan
penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimanakah perilaku destruktif dan perilaku protektif komunitas
nelayan terhadap ekosistem terurnbu karang ?
2. Kearifan apa saja yang pernah dijalankan, yang sudah hampir hilang, dan
yang sedang dijalankan komunitas nelayan dalam pelestarian terumbu
karang di Desa Sabang Mawang ?
3. Bagaimana dimensi sosial dan budaya dari kearifan komunitas nelayan
dalam pelestarian terumbu karang di Desa Sabang Mawang ?
Download