Pengaruh Reduksi Olah Tanah dan Pemulsaan terhadap Serangan

advertisement
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015
ISBN: 979-587-580-9
Pengaruh Reduksi Olah Tanah dan Pemulsaan
terhadap Serangan Hama Tikus pada Tanaman Tebu
Effect of Reduction Tillage and Mulching against Attacks of Rat at
Sugarcane Plantation
Stenia R. Yusticia1*), Ir. Sudi Pramono, M.P1, Ir. Solikhin, M.P1
1
Fakultas Pertanian, Universitas Lampung
*)
Corresponding author : 082177557361;[email protected]
ABSTRACT
The lower production of sugarcane is caused by pest infestation, such as rat attack.
Sugarcane attacked by rat cannot be processed to produce sugar because of the stem were
broken even died. The objective of this research was to determine the effect of tillage and
mulchingsystemon rat (Rattus sp.) infestation to sugarcane plantations(Saccharum
officinarumL.).This research was conducted from June to September 2011 at the sugarcane
plantation owned by PT. Gunung Madu Plantations. The Split Plot Experimental Design
consisted of tillage system as main plot and mulching as subplot. The tillage system
consisted offull tillage system and no tillagesystem, while mulching consisted of giving
mulch bagasse (80 ton/ha) mulch and no giving mulch. Each treatment plots with size of
25 x 40 meter were replicated 5 timesThe results showed that the no tillage system could
increase crop damage by rats and the amount of bait, whereas no significant effect at mulch
treatment. Mulching on no tillage system can increase crop damage caused rat attack.
Keywords:Full tillage, no tillage, mulch, rat, sugarcane
ABSTRAK
Rendahnya produksi tebu disebabkan olehorganisme pengganggu tanaman (OPT), seperti
serangan tikus. Tanaman tebu yang terserang tikus tidak dapat diproses di pabrik menjadI
gula karena batangnya patah-patah bahkan mati. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh reduksi olah tanah dan pemulsaan terhadap serangan hama tikus
(Rattus sp.) pada tanaman tebu (Saccharum officinarumL.). Penelitian ini
dilaksanakanpada bulan Juni sampai dengan September 2011, di lahan pertanaman tebu
milik PT. Gunung Madu Plantations. Penelitian menggunakan Rancangan Percobaan
Petak Terbagi (RPPT) dengan petak utama adalah sistem olah tanah, sedangkan anak petak
adalah pemberian mulsa.Sistem pengolahan tanah terdiri dari sistem Olah Tanah Intensif
(OTI) dansistem Tanpa Olah Tanah (TOT), sedangkan pemulsaan terdiri dari pemberian
mulsa bagas (80 ton/ha) dantanpa pemberian mulsa. Setiap petak perlakuan berukuran
25x40 meter terdiri dari 5 ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem tanpa olah
tanah dapat meningkatkan kerusakan tanaman oleh hama tikus dan jumlah umpan
termakan, sedangkan perlakuan pemulsaan tidak berpengaruh nyata. Pemberian mulsa
pada sistem tanpa olah tanah dapat meningkatkan kerusakan tanaman akibat serangan
hama tikus.
Kata kunci:Olah tanah intensif, tanpa olah tanah, pemulsaan, tikus, tebu
1
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015
ISBN: 979-587-580-9
PENDAHULUAN
Tebu (Saccharum officinarum L) merupakan tanaman perkebunan semusim yang
penting. Pemanfaatan utama tanaman ini terletak pada batangnya yang mengandung gula
mencapai 20% dan dapat diproses menjadi kristal-kristal gula (Tim Penulis Penebar
Swadaya, 1992). Direktorat Jendral Tanaman Perkebunan (2010) menyatakan bahwa pada
tahun 2009 Indonesia membutuhkan 4,85 juta ton gula per tahun, sedangkan produksi gula
dalam negeri hanya sekitar 2,6 juta ton per tahun.
Yuslianti (1996) menyatakan,tanah atau lahan dapat dikonservasi dengan
mengembalikan bahan sisa tanaman pada lahan dengan menggunakan sistemtanpa olah
tanah (TOT). Makelew (2001) menjelaskan, penerapan sistem TOT cenderung memiliki
efek positif terhadap keragaman biota tanah dibandingkan dengan sistem olah tanah
intensif (OTI). Pada sistem OTI tanah diolah secara rata diseluruh lahan pertanaman
sehingga menjadi gembur. Selanjutnya, pemberian seresah sebagai mulsa pada lahan
pertanian dapat meningkatkan kesehatan tanah dan dapat memperbaiki sifat-sifat tanah.
Keberadaan seresah akan memberikan kontribusi terhadap keragaman dan kelimpahan
organisme dalam tanah
(Susanto, 2002). Mulsa adalah material penutup tanaman
budidaya yang dimaksudkan untuk menjaga kelembaban tanah serta menekan pertumbuhan
gulma dan penyakit sehingga membuat tanaman tersebut tumbuh dengan baik (Ruijter,
2004).
Lokasi yang paling disukai sebagai tempat persembunyian/sarang bagi tikus, yaitu
tempat-tempat yang jarang dikunjungi manusia, semak belukar, lahan pertanian termasuk
tebu yang kotor oleh gulma atau serasah daun tebu, tumpukan jerami atau sampah sisa bibit
tebu yang tidak tertanam (Pramono, 2009). Lahan pertanaman yang tidak diolah
menyebabkan liang tempat persembunyian tidak rusak dan hancur. Oleh karena itu sistem
tanpa olah tanah diperkirakan akan menjadi habitat yang cocok bagi tikus. Namun
demikian belum diketahui apakah sistem tanpa olah tanah dan pemulsaanpada tanaman
tebu mempengaruhi tingkat kerusakan tanaman yang diakibatkan kehadiran dan serangan
tikus. Apakah penerapan sistem TOT dan pemulsaan dapat meningkatkan kerusakan
tanaman tebu oleh hama tikus.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
pengolahan tanah dan pemulsaan terhadap tingkat kerusakan tanaman akibat serangan
hama tikus (Rattus sp.) pada tanaman tebu (Saccharum officinarum L.).
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilaksanakan mulai pada bulan Juni sampai dengan bulan September
2011, di lahan pertanaman tebu milik PT. Gunung Madu Plantations, Desa Gunung
Batin,Kabupaten Lampung Tengah. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian
jangka panjang dengan tema “Soil Rehabilitation Study”, kerjasama antara PT. GMP,
Yokohama National University Jepang, dan Universitas Lampung. Peralatan yang
digunakan dalam survei tingkat kerusakan tikus adalah handcounter, meteran, tali rapia,
pisau, kamera, patok bambu, pena dan buku.
Rancangan dan Pelaksanaan Penelitian
Pengolahan lahan percobaan dimulai dengan membagi lahan seluas 2 ha(500 m x
40 m) menjadi 20 petak percobaan (25 m x 40 m), dengan empat plot perlakuan (A, B, C,
dan D) dengan lima petak sebagai ulangan (1, 2, 3, 4, dan 5)Perlakuan dalam penelitian ini
disusun dalam Rancangan Percobaan Petak Terbagi (Split Plot) dengan petak utama adalah
sistem olah tanah, sedangkan anak petak adalah pemberian mulsa. Petak utama terdiri dari
dua taraf perlakuan yaitu sistem Olah Tanah Intensif (OTI) dan sistem Tanpa Olah Tanah
2
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015
ISBN: 979-587-580-9
(TOT).Sedangkan anak petak terdiri dari dua taraf perlakuan yaitu dengan pemberian
mulsa bagas (80 ton/ha) dan tanpa mulsa.Varietas tebu yang digunakan pada penelitian
adalah RGM 00-838. Pada setiap plot percobaan ditambahkan pupuk kimiawi berupa
Urea, TSP, dan MOP dengan dosis 300 : 200 : 300 (kg/ha). Penambahan bagas pada plot
TOT dan OTI dilakukan dengan menaburkan di permukaan tanah. Gulma yang tumbuh
pada petak dikendalikan secara mekanis dengan menggunakan mesin slasher kemudian
sisa gulma pada petak TOT dikembalikan ke permukaan lahan, sedangakan pada petak
OTI, sisa gulma dibuang. Kegiatan pengolahan lahan dan pemulsaan telah dilakukan oleh
tim peneliti sebelumnya.
Pemasangan Umpan Beracun
Pemasangan umpan telah dilakukan oleh pihak dari PT. GMP pada saat tanaman
berumur 4.5 - 10 bulan, dilaksanakan setiap 2 minggu selama 12 kali pemasangan. Dalam
setiap plot dipasang 10 umpan beracun, dilakukan secara diagonal pada baris ke-2 sampai
baris ke-11 dari keseluruhan 12 baris. Umpan yang digunakan adalah jenis umpan
antikoagulan dengan bahan aktif brodifacum. Cara pemasangan yaitu umpan dilubangi
bagian tengahnya kemudian diikat dengan benang dan dimasukkan kedalam bambu agar
tidak terkena air hujan. Pemasangan sejumah satu umpan setiap satu tempat dan
pengamatan dilakukan dalam jangka waktu tiga hari setelah pemasangan.
Pengamatan Kerusakan Lama dan Kerusakan Baru
Pengamatan kerusakan lama dan kerusakan baru telah dilakukan oleh pihak dari
PT. GMP, dilakukan pada saat tanaman berumur 3, 6, 9, dan 11 bulan. Dari setiap petak
percobaaan diambil 5 titik unit sampel dengan ukuran panjang 3 meter searah baris
tanaman. Pengamatan dilakukan secara diagonal pada baris ke 2, 4, 6, 8, dan 10 pada
keseluruhan 12 baris. Pengamatan yang dilakukan berupa keberadaan kerusakan lama dan
kerusakan baru, serta dihitung jumlah tanaman dalam setiap unit sampel tersebut.
Pengamatan Ruas Terserang
Pengamatan ruas terserang dilakukan oleh peneliti pada saat tanaman tebu berumur
11 bulan atau hampir panen. Tanaman tebu telah di tanam pada bulan Juli 2010. Setiap
petak memiliki ukuran 25x40 meter. Dari setiap petak percobaan diambil lima titik unit
sampel dengan ukuran panjang 3,5 meter. Pengamatan unit sampel dilakukan pada baris
ke- 4, 6, dan 8pada setiap petakyang terdiri dari 12 baris. Pada setiap unit sampel dihitung
jumlah ruas tebu yang rusak karena adanya serangan tikus.
Analisis Data
Rumus yang digunakan untuk menghitung tingkat kerusakan (Priyambodo, 1998)
adalah sebagai berikut:
a
I=
𝑥 100 %
a+b
Keterangan: I = tingkat kerusakan (%)
a = jumlah tanaman yang terserang
b = jumlah tanaman yang tidak terserang
Data intensitas kerusakan akibat tikus dianalisis ragam dengan menggunakan Rancangan
Petak Terbagi dan pemisahan nilai tengahnya dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT)
5%atau 1%.
3
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015
ISBN: 979-587-580-9
HASIL
Jumlah Umpan Beracun Termakan
Analisis ragam terhadap jumlah umpan beracun termakan secara keseluruhan
menunjukkan bahwa lahan yang diberi perlakuan sistem pengolahan tanah, pemulsaan,
serta interaksi antara keduanya tidak berpengaruh nyata. Dalam pengamatan ini, hanya
pengelompokkan pada stadia umur 7,5 bulan dan pengolahan tanah pada stadia umur 6
bulan yang nyata berpengaruh terhadap persentasi jumlah umpan beracun yang
termakan.Hal ini diduga bahwa jumlah populasi tikus yang tinggi pada stadia tersebut.Pada
pengamatan selanjutnya nilai F hitung menunjukkan bahwa jumlah umpan yang termakan
tidak nyata dipengaruhi oleh perlakuan pengolahan tanah. Hal ini diduga bahwa terjadi
pengurangan jumlah populasi tikus pada lahan disebabkan oleh pemberian umpan pada
lahan yang mengakibatkan tikus mati.
Pada Tabel 2, tampak bahwa nilai tengah umpan yang termakan hama tikus pada
lahan yang diberi perlakuan sistem OTI, sebesar 46,91%, nyata lebih tinggi dibandingkan
dengan umpan termakan pada perlakuan sistem TOT yaitu sebesar 22%. Hal ini diduga
karena sistem OTI memiliki lahan yang lebih bersih dari gulma dibandingkan lahan TOT
sehingga pada petak perlakuan sistem OTI peluang tikus untuk menemukan umpan yang
dipasang lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan sisten TOT.
Pada umur tanaman tebu 6 dan 9 bulan, analisis korelasi antara jumlah umpan yang
termakan dengan tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh hama tikus menunjukkan hasil
yang nyata. Dari data tersebut menunjukkan adanya korelasi negatif antar keduanya (Tabel
3). Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan jumlah umpan yang dimakan diikuti
penurunan kerusakan yang ditimbulkan oleh tikus. Diduga bahwa populasi tikus di lahan
berkurang akibat memakan umpan beracun yang dapat ditandai dengan berkurangnya
tingkat kerusakan yang terjadi. Jumlah umpan beracun termakan dapat digunakan untuk
mengindikasikan populasi tikus.
Tingkat Kerusakan Baru dan Kerusakan Lama Akibat Serangan Tikus
Analisis ragam terhadap tingkat kerusakan yang ditimbulkan secara keseluruhan
menunjukkan bahwa sistem pengolahan, pemulsaan, serta interaksi antara keduanya tidak
berpengaruh nyata terhadap kerusakan baru yang terlihat disebabkan oleh tikus (Tabel 4).
Analisis ragam terhadap tingkat kerusakan yang ditimbulkan secara keseluruhan
menunjukkan bahwa sistem pengolahan tanah, pemulsaan, serta interaksi antara keduanya
tidak berpengaruh nyata terhadap kerusakan lama. Hanya pada variabel perlakuan
pengolahan tanah pada stadia umur 6 bulan yang menunjukkan pengaruh yang nyata
dengan F hitung sebesar 13,73 (Tabel 5).
Pada stadia umur tanaman 6 bulan perlakuan pengolahan tanah nyata berpengaruh
terhadap tingkat kerusakan tanaman tebu dari hasil pengamatan kerusakan lama. Hal ini
diduga bahwa populasi tikus yang tinggi pada stadia umur tersebut, sama halnya dengan
pengamatan pada jumlah umpan termakan bahwa pada perlakuan pengolahan tanah
berpengaruh nyata pada stadia tanaman umur 6 bulan. Berbeda dengan kerusakan baru,
kerusakan lama terlihat pada setiap kali pengamatan walaupun tidak menunjukkan adanya
perbedaan nyata antarperlakuan.
Pada perlakuan pengolahan tanah, lahan yang diberi perlakuan sistem TOT
memiliki kerusakan lama lebih tinggi yaitu sekitar 6,30% dibandingkan dengan lahan yang
diberi perlakuan sistem OTI yaitu sekitar 1,86%. Kerusakan lama ditandai dengan adanya
4
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015
ISBN: 979-587-580-9
bekas gigitan tikus pada batang tebu yang telah kering. Ruas batang tebu yang terbuka
karena gigitan telah mengering, sehingga terlihat bagian dalam batang tebu berwarna
coklat kehitaman.
Jumlah Ruas Rusak Terserang
Analisis ragam terhadap jumlah ruas rusak akibat serangan hama tikus pada lahan
pertanaman tebu milik PT Gunung Madu Plantations, secara keseluruhan menunjukkan
bahwa interaksi antara sistem pengolahan tanah dan pemulsaan menunjukkan pengaruh
yang nyata dengan nilai F hitung sebesar 7,45 (Tabel 7).
Tingkat kerusakan yang berupa jumlah ruas terserang akibat serangan hama tikus
pada lahan pertanaman tebu milik PT Gunung Madu Plantations menunjukkan bahwa pada
lahan yang diberi perlakuan sistem tanpa olah tanah (TOT) dengan pemberian mulsa
memiliki persentase kerusakan yang paling tinggi yaitu sebesar 1,02% dibanding dengan
perlakuan lainnya. Pada sistem TOT pemulsaan mempengaruhi peningkatan kerusakan,
sedangkan pada sistem OTI pemberian mulsa menyebabkan persentase kerusakan yang
paling rendah sebesar 0,53%. Perlakuan lahan yang diberi perlakuan sistem TOT tanpa
pemulsaan tidak berbeda nyata dengan lahan yang diberi perlakuan sistem OTI dengan
pemberian mulsa.
PEMBAHASAN
Pada penelitian ini umpan yang digunakan adalah jenis umpan anti-koagulan
dengan bahan aktif brodifacum, dengan berat 3 gr/biji. Racun antikoagulan merupakan
racun kronik, yaitu racun yang dapat membunuh tikus setelah 3-10 hari setelah umpan
termakan oleh tikus. Cara kerjanya dengan merusak pembentukan siklus vitamin K
sehingga tikus akan mengalami pendarahan karena dinding pembuluh darahnya rusak.
Umpan beracun diaplikasikan sama pada setiap perlakuan, dengan jarak waktu yang
diberikan tiap kali pemberian umpan adalah 2 minggu. Setelah umpan dipasang, dalam
waktu 3 hari bambu tempat umpan diambil dan dipungut bangkai tikus yang terlihat. Dari
hasil pengamatan yang telah dilakukan oleh tim dari PT. Gunung Madu Plantations jenis
tikus yang berada pada lahan yaitu tikus ladang (Rattus exulans).
Kerusakan baru tidak terlihat pada pengamatan umur 3, 6, dan 9 bulan. Hal ini
diduga saat pengamatan pada stadia umur tersebut serangan tikus pada lahan percobaan
cukup rendah, sehingga tidak terlihat adanya kerusakan baru pada saat pengamatan
berlangsung. Hal ini juga dapat disebabkan bekas gigitan tikus sebelumnya telah
mengering sehingga telah dikategorikan dalam kerusakan lama. Hanya pada pengamatan
tanaman tebu umur 11 bulan terlihat adanya kerusakan baru, namun tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata antar petak perlakuan. Kerusakan baru ditandai dengan adanya
bekas gigitan tikus pada batang tebu yang masih terlihat basah. Ruas batang tebu yang
terbuka karena gigitan belum mengering, sehingga terlihat bagian dalam batang tebu yang
berwarna putih kekuningan (Gambar 5)
Hama tikus tidak hanya menimbulkan kerusakan pada jumlah tanaman tebu yang
dimakan, namun juga menurunkan kualitas batang tebu. Penurunan kualitas batang tebu
yang disebabkan oleh gigitan tikus mengakibatkan penurunan kadar sukrosa karena invasi
mikroorganisme. Selain itu dipenggilingan, sari dari batang tebu yang telah terkontaminasi
oleh serangan tikus menghasilkan gula dengan kualitas yang rendah (Hoque & Sanchez,
2000).Tikus menghindari lingkungan yang tidak menguntungkan, dengan cara membuat
sarang pada daerah lembab, dekat dengan sumber air dan makanan misalnya pada tanggul5
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015
ISBN: 979-587-580-9
tanggul irigasi.Lahan pertanaman tebu pada sistem TOT menyediakan habitat yang tidak
terganggu bagi liang mereka, aktivitas makan dan berkembang biak, tempat berlindung
dari burung predator dan jumlah kelimpahan pakan. Sebagai tambahan, untuk kelimpahan
populasi tikus, frekuensi gelombangperpindahan dari sekeliling lahan sebagai hasil dari
gangguan yang disebabkan oleh pembajakan, pemanenan, dan pengairan atau curah hujan
yang tinggi, sering meningkatkan populasi hama tikus di lahan pertanaman tebu (Mulyadi,
2009).
Pada saat pengamatan di lahan hampir seluruh bekas keratan terjadi pada ruas tebu
bagian bawah. Hal ini disebabkan pada ruas tebu tersebut memiliki kadar gula yang paling
tinggi dibanding dengan ruas lainnya, sehingga tikus lebih suka memilih ruas tebu bagian
bawah. Kerusakan terutama disebabkan keratan melalui kulit dari ruas bawah batang tebu
dan kerusakan akar selama penggalian liang oleh tikus. Batang tebu kemungkinan dapat
rebah ketika tanah berair atau karena angin jika tidak tertanam dan tersangga dengan benar
(Singravelu et al., 2007).Pada disetiap plot percobaan banyak ditemukan tanaman tebu
yang telah rebah (Gambar 6). Hal ini diperkirakan disebabkan oleh karakteristik varietas
tebu yang digunakan. Dalam penelitian ini menggunakan tebu dengan jenis varietas RGM
00-838 yang memiliki batang tinggi, sehingga tanaman mudah rebah (Herman & Saefudin,
2012, Komunikasi Pribadi).
KESIMPULAN
Sistem tanpa olah tanah dapat meningkatkan kerusakan tanaman akibat serangan hama
tikus sebesar 46,91% dibandingkan dengan olah tanah intensif dengan nilai tengah sebesar
22%.Perlakuan pemulsaan dibandingkan dengan tanpa mulsa tidak berpengaruh nyata
terhadap populasi tikus dan tingkat kerusakan tanaman tebu. Sistem tanpa olah
tanahdengan pemulsaan pada tanaman tebu meningkatkan kerusakan tanaman akibat
serangan tikus sebesar 1,02%.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih disampaikan pada BapakDr. Ir. I Gede Swibawa, M.S. selaku
pembahas dan pihak yang memberikan dukungan dalam penelitian serta penyandang dana
dalam proyek penelitian jangka panjang dengan tema “Soil Rehabilitation Study”,
kerjasama antara PT. GMP, Yokohama National University Jepang, dan Universitas
Lampung.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jemdral Perkebunan. 2010. Mewujudkan Swasembada Gula Nasional Tahun
2014. Tersedia dalam http://ditjenbpbun.deptan.go.id/ index.php/home/36news/142-mewujudkan-swasembada-gula-nasional-tahun-2014.Diakses tanggal
10 Juni 2011.
Makalew, A.D.N. 2001. “Keanekaragaman Biota Tanah Pada Agroekosistem Tanpa Olah
Tanah (TOT)”. Makalah Falsafah sainsprogram pasca sarjana /S3. Bogor:IPB.
Tersedia
dalam
Http://www.hayatiipb.com/users/rudyct/indiv2001/afradnm.htm. Diakses tanggal 14 Juli 2011.
Pramono, D. 2009. Permasalahan Hama Tikus dan Strategi Pengendaliannya (Contoh
Kasus Periode Tanam 2003-2004). Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia
6
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015
ISBN: 979-587-580-9
(P3GI).
Tersedia
dalam
http://sugarresearch.org/wpcontent/uploads/2009/09/pengendalian-tikus.pdf. Diakses tanggal 12 Juni 2011
Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius. Yogyakarta. 219 hlm.
Ruijter,
J.
&
F.
Agus.
2004.
Mulsa.
Tersedia
dalam
http://www.worldagroforestry.org/sea/apps/publications/pubsbytype.asp?thisPa
ge=8&pubType=LE&selYear=. Diakses tanggal 27 September 2011.
Tim Penulis Penebar Swadaya. 2000. Pembudidayaan Tebu. Penebar Swadaya. Jakarta.
112 hlm.
Yuslianti, V. 1996. Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Cara Pemberian Air Irigasi pada
Musim Tanam II Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi Sawah.Universitas
Lampung. Bandar Lampung.
Tabel 1. Nilai F Hitung pada Analisis Ragam Umpan Beracun Termakan Menurut Umur
Tanaman
Umur Tanaman (bulan)
Perlakuan
Olah Tanah
Pemulsaan
Kelompok
Olah Tanah x
Pemulsaan
4,5
5
5,5
6
6,5
7
7,5
8
8,5
9
9,5
10
0,19tn
1,51tn
0,40tn
3,47tn
0,09tn
2,98tn
0,27tn
3,88tn
2,88tn
10,07*
0,02tn
0,08tn
5,57tn
1,88tn
0,89tn
1,75tn
0,00tn
1,82tn
0,78tn
0,28tn
7,96*
0,76tn
1,78tn
4,52tn
0,00tn
1,00tn
1,50tn
0,02tn
0,02tn
2,85tn
4,26tn
2,42tn
1,87tn
2,28tn
0,67tn
1,81tn
2,49tn
0,09tn
0,24tn
0,16tn
0,84tn
2,61tn
0,03tn
0,04tn
1,00tn
2,70tn
0,03tn
0,00tn
Keterangan:
tn: tidak nyata
* : nyata pada taraf 5%
Tabel 2. Nilai Tengah Umpan Beracun Termakan Perlakuan Olah Tanah Umur 6 Bulan
Perlakuan
Nilai Tengah (%)
Olah Tanah Intensif (OTI)
46,91a
Tanpa Olah Tanah (TOT)
22b
Keterangan: Tabel sekolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata pada uji BNT 5%
Tabel 3. Nilai Korelasi Antara Jumlah Umpan Beracun Termakan dan Tingkat Kerusakan
Akibat Serangan Hama Tikus pada Berbagai Umur Tanaman Tebu
Umpan Termakan pada Umur (bulan)
Kerusakan
(bulan)
6
7
8
9
10
tn
tn
tn
tn
3
-0,23
-0,03
-0,06
-0,08
-0,50*
6
-0,50*
-0,32tn
0,04tn
0,04tn
-0,36tn
**
tn
tn
*
9
-0,58
-0,41
-0,18
-0,50
-0,36tn
11
-0,30tn
-0,37tn
0,12tn
-0,06tn
-0,16tn
Keterangan:
tn : tidak nyata
* : nyata pada taraf 5%
**: sangat nyata pada taraf 1%
7
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015
ISBN: 979-587-580-9
Tabel 4. Nilai F Hitung pada Analisis Ragam Tingkat Kerusakan Baru Akibat Serangan
Hama Tikus
Umur Tanaman (bulan)
Perlakuan
3
6
9
11
tn
tn
tn
Olah Tanah
0
0
0
1,62tn
Pemulsaan
0tn
0tn
0tn
0,72tn
tn
tn
tn
Kelompok
0
0
0
3,49tn
Olah Tanah x
0tn
0tn
0tn
2,53tn
Pemulsaan
Keterangan:
tn : tidak nyata
Tabel 5. Nilai F Hitung pada Analisis Ragam Tingkat Kerusakan Lama Akibat Serangan
Hama Tikus
Umur Tanaman (bulan)
Perlakuan
3
6
9
11
Olah Tanah
2,63tn
Pemulsaan
0,84tn
Kelompok
1,00tn
Olah Tanah x
0,84tn
Pemulsaan
Keterangan:
tn : tidak nyata
* : nyata pada taraf 5%
13,73*
0,38tn
0,89tn
0,71tn
6,12tn
3,99tn
1,67tn
0,32tn
2,26tn
1,23tn
1,94tn
0,59tn
Tabel 6.Nilai Tengah KerusakanLama pada Perlakuan Olah Tanah Umur Tebu 6Bulan
Perlakuan
Nilai Tengah (%)
Tanpa Olah Tanah (TOT)
6,30a
Olah Tanah Intensif (OTI)
1,86b
Keterangan: Tabel sekolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata pada uji BNT 5%
Tabel 7. Nilai F Hitung pada Analisis Ragam Jumlah Ruas Rusak Terserang.
Perlakuan
F hitung
2,47tn
1,86tn
0,85tn
7,45*
Olah Tanah
Pemulsaan
Kelompok
Olah Tanah x Pemulsaan
Keterangan:
tn : tidak nyata
* : nyata pada taraf 5%
8
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015
ISBN: 979-587-580-9
Tabel 8.Nilai Tengah JumlahRuas Rusak Terserang pada Pertanaman Tebu yang Diberi
Perlakuan Pengolahan Tanah dengan Pemulsaan
Pemulsaan
Sistem Olah Tanah
Dengan Mulsa
Tanpa Mulsa
a
Tanpa Olah Tanah (TOT)
1,02
0,88c
Olah Tanah Intensif (OTI)
0,53c
0,94b
Keterangan: Tabel sekolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata pada uji BNT 5%
(a)
(b)
Gambar 5. Kerusakan Lama (a) dan Kerusakan Baru (b) pada Ruas Batang Tebu yang
Terserang Tikus
(a)
(b)
Gambar 6. Kondisi Tanaman Tebu di Lahan (a) Tanaman Tebu yang Berumur 11 Bulan
(b) Tanaman Tebu yang Rebah
9
Download