A. Latar Belakang Pembangunan Kawasan Pemangkuan Hutan di Kabupaten Mamasa dimulai pada tahun 2007 yakni pada saat pembentukan Kawasan Pengelolaan Hutan di Provinsi Sulawesi Barat. Salah satu KPH yang memperoleh penetapan adalah KPH Mamasa Barat ditandai dengan terbitnya Surat Keputusan Menteri Kehutanan No 341/Menhut-II/2011. Luas Kawasan Pengelolaan Hutan menurut SK tersebut seluas 53,555 ha yang terdiri atas 17,352 ha hutan lindung dan 17.352 ha. Setelah terbitnya Surat Keputusan Menteri tersebut dilakukan pengukuran untuk memperoleh luasan yang defenitip melalui bantuan citra landsat dan diperoleh luasan 73.718, 87 ha. Kawasan ini mempunyai letak yang strategis karena merupakan hulu dari beberapa sungai besar antara lain, sungai Mamasa, Sungai Massupu , sungai Mapilli dan sungai Bonehau. Sungai-sungai tersebut sangat potensial untuk manfaat jasa lingkungan bagi kawa san yang terletak di hilirnya. Penggunaan lahan di Kabupaten Mamasa Barat didominasi oleh hutan sekunder seluas 5343 ha (72.47 %) . Selebihnya merupakan Hutan primer seluas 1517 ha (2.06 %) , semak belukar seluas 1085 ha (14.72 %), Pertanian lahan kering dan pertanian lahan kering campur semak masing- masing 225 ha (0.30%) dan 7443 ha (10.10 %) . Pada kawasan yang peruntukannya seyogianya sebagai hutan lindung (HL) dan hutan produksi Terbatas ( HT) juga masih terdapat sawah serta lahan terbuka. B. Tujuan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang adalah rencana pengelolaan hutan strategis berjangka waktu 10 tahun atau selama jangka benah KPHP. Rencana Pengelolaan KPHP Mamasa Barat Page 1 Tujuan penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Produksi RPJP KPHP Mamasa Barat adalah : 1. Memahami potensi Kawasan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Mamasa Barat serta kendala –kendala yang dihadapi. 2. Memformulasi rencana tindak (action plan) yang akan dilakukan untuk menjadi acuan dalam mengelola KPHP Mamasa menjadi KPH yang dapat memadukan prinsip ekonomi, ekologis dan sosial secara optimal. 3. Mewujudkan rencana pengelolaan hutan yang menjadi acuan KPHP Mamasa Barat dalam pencapaian fungsi ekonomi, ekologis dan sosial secara optimal. 4. Mendiskripsikan sistem pembinaan, pengawasan dan pengendalian dalam mengelola KPHP Mamasa Barat. C. Sasaran Sasaran Penyusunan RPJP KPHP adalah terselenggaranya pengelolaan KPHP Mamasa Barat yang mampu meningkatkan kinerjanya sebagai kawasan hutan produksi untuk memperoleh manfaat ekonomi dengan tetap mempertahankan aspek kelestarian ekologis dan sosial budaya. D. Ruang Lingkup Ruang lingkup Rencana Jangka Panjang Kawasan Pengelolaan Hutan Produksi Produksi ini merupakan pokok-pokok rencana strategis pengelolaan kawasan hutan produksi yang mempertimbangkan aspek ekologi, ekonomis dan sosial budaya. E. Batasan Pengertian 1. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan. Rencana Pengelolaan KPHP Mamasa Barat Page 2 2. Pengelolaan Hutan adalah kegiatan yang meliputi tata hutan dan penyusunan rencana Pengelolaan hutan , pemanfaatan hutan, penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan serta perlindungan hutan dan konservasi alam. 3. Tata hutan adalah kegiatan rancang bangun unit pengelolaan hutan mencakup kegiatan pengelompokan sumber daya hutan sesuai dengan tipe ekosistem dan potensi yang terkandung di dalamnya dengan ttujuan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat secara lestari. 4. Inventarisasi hutan pada wilayah KPHL dan KPHP adalah rangkaian kegiatan pengumpulan data untuk mengetahui keadaan dan potensi sumberdaya hutan dan lingkungannya secara lengkap. 5. Rencana pengelolaan hutan adalah rencana pada kesatuan pengelolaan hutan yang memuat semua aspek pengelolaan dalam kurun jangka panjang dan pendek, disusun berdasarkan hasil tata hutan dan rencana kehutanan, dan memperhatikan aspirasi, peran serta dan nilai budaya masyarakat serta kondisi lingkungan dalam rangka pengelolaan kawasan hutanyang lebih intensif untuk memperoleh manfaat yang lebih optimal dan lestari. 6. Rencana Pengelolaan hutan jangka panjang adalah rencana pengelolaan hutan pada tingkat strategis berjangka waktu 10 tahun atau selama jangka benah pembangunan KPHL dan KPHP. 7. Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek adalah rencana Pengelolaan Hutan berjangka waktu satu tahun pada tingkat kegiatan operasional berbasis petak dan/atau blok 8. Pemanfaatan hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan kawasan hutan, memanfaatkan jasa lingkungan, memanfaatkan hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan adil untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya. Rencana Pengelolaan KPHP Mamasa Barat Page 3 9. Penggunaan kawasan hutan merupakan penggunaan untuk kepentingan pembangunan di luar kehutanan tanpa mengubah status dan fungsi pokok kawasan hutan. 10. Kesatuan Pengelolaan Hutan selanjutnya disebut KPH adalah wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya yang dapat dikelola secara efisien dan lestari. 11. Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi selanjutnya disebut KPHK adalah KPH yang luas wilayahnya seluruhnya atau sebagian besar terdiri dari kawasan hutan konservasi. 12. Kesatuan Pengelolaan hutan Lindung selanjutnya disebut KPHL adalah KPH yang luas wilayahnya seluruhnya atau sebagian terdiri atas kawasan hutan lindung. 13. Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi selanjutnya disebut KPHP adala KPH yang luas wilayahnya seluruhnya atau sebagian terdiri atas kawasan hutan produksi. 14. Resort Pengelolaan Hutan adalah wilayah hutan dalam wilayah KPHL dan KPHP yang merupakan bagian dari wilayah KPHL dan KPHP yang dipimpin oleh oleh Kepala Resort KPHL dan KPHP dan bertanggung jawab kepada Kepala KPHL dan KPHP. 15. Blok Pengelolaan pada wilayah KPHL dan KPHP adalah bagian dari wilayah KPHL dan KPHP yang dibuat relatif permanen untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan. 16. Petak adalah bagian dari Blok dengan luasan tertentu dan menjadi unit usaha pemanfaatan terkecil yang mendapat perlakuan pengelolaan dan silvikultur yang sama. Rencana Pengelolaan KPHP Mamasa Barat Page 4 A. Risalah KPH Mamasa Barat 1. Letak dan Luas Mamasa merupakan kabupaten yang terbentuk setelah pemekaran dari Kabupaten Polewali Mamasa. Berdasarkan UU No 11 Tahun 2002 tanggal 10 April 2002 dengan ibukota Mamasa. Secara geografis berada pada koordinat 02°39'16.77" - 3°06'44.57" LS serta 119°00'35.95" - 119°15'47.58" BT. Luas wilayah Kabupaten Mamasa adalah 3005,88 Km yakni, Mambi, Sesenapadang, Aralle, Mamasa, Tanduk Kalua, 2 yang terdiri atas 17 Kecamatan Pana, Tabulahan, Sumarorong, Messawa, Tabang, Bambang, Balla, Tawalian, Nosu, Rantebulahan Timur, Buntumalangka, dan Mehalaan. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.779/Menhut-II/2009 tanggal 7 Desember 2009 telah ditetapkan wilayah KPH di Provinsi Sulawesi Barat seluas 1.099.827 ha dengan rincian 3 unit KPHP seluas 379.153 ha dan 1 unit KPHL seluas 720.627 ha. KPHP Mamasa Barat, ditetapkan oleh Menteri Kehutanan Nomor SK. 341/Menhut-II/2011 tanggal 27 Juni 2011 dengan luas ± 53.555 ha, dengan rincian, Hutan Lindung seluas ± 17.352 ha dan hutan produksi terbatas seluas 36.203 ha. Tetapi berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan di lapangan menunjukkan bahwa luas areal yang KPHP Mamasa Barat sebesar 73.718,87 ha. Secara geografis KPHP Mamasa Barat terletak pada 119°0' 24,5" - 119°17'27,7" BT dan 2°38' 56" - 3°6'49,9" LS. Dibatasi oleh HPK dan APL Kabupaten Mamuju di sebelah utara, HL dan APL Kabupaten Polewali Mamasa di sebelah selatan, APL Kabupaten Mamasa di sebelah Timur dan HL Kabupaten Majene dan Mamuju di sebelah Barat. Batas-batas administratif Kawasan Pengelolaan Hutan Hutan Produksi (KPHP) Mamasa Barat disajikan pada Gambar 1. Rencana Pengelolaan KPHP Mamasa Barat Page 5 Gambar 1. Batas-batas adminisratif KPHP Mamasa Barat Kondisi fisiografis KPHP Mamasa Barat tergolong berat didominasi oleh bentuk wilayah yang berbukit hingga bergunung dengan ketinggian tempat (altitude) mencapai lebih dari 2000 m dari permukaan laut. Gambaran fisiografi KPHP Mamasa Barat disajikan pada Gambar 2. Rencana Pengelolaan KPHP Mamasa Barat Page 6 Gambar 2. Peta Fisiografi Wilayah dalam KPHP Mamasa Barat Kondisi fisiogfrafi mempunyai korelasi dengan sebaran ordo tanah terdapat di wilayah tersebut. Sebaran ordo yang tanah yang terdapat dalam wilayah KPHP terdiri atas ordo Inceptisol dan ordo Ultisol. Inceptisol berasal dari kata inceptum yang berarti tanah yang baru memulai proses pembentukan, sedangkan Ultisol berasal dari kata ultus atau lanjut yang berarti pembentukannya telah berlangsung lama atau tergolong tanah tua. Great group tanah dari tanah Inceptsol yang ditemukan dalam wilayah KPHP Mamasa Barat adalah Dystropept yang berarti tanah yang aras kesuburan kimianya rendah dan cenderung bereaksi masam, sedangkan great group dari tanah Ultisol yang dijumpai adalah Tropudult atau tanah berumur lanjut di daerah tropika . Sebaran great group tanah di KPHP Mamasa Barat disajikan pada Gambar 3. Rencana Pengelolaan KPHP Mamasa Barat Page 7 Gambar 3. Peta sebaran Great Group Tanah di KPHP Mamasa Barat Sebaran tanah tersebut terbentuk dari beberapa jenis batuan yakni : andesit-basalt asosiasi batuan pasir, serpih, batu lanau, dan konglomerat Jenis batuan andesit dan basalt yang mendominasi wilayah ini mempunyai karakteristik sebagai berikut : Andesit adalah batuan beku yang merupakan hasik erupsi. Banyak dijumpai pada daerah vulkanik aktif. Didalam batuan andesit terdapat sekitar 52 % Kandungan Silika (Si02). Mineral mineral penyusun andesit yang utama terdiri atas plagioclase feldspar dan juga terdapat mineral pyroxene dalam jumlah yang kecil. Rencana Pengelolaan KPHP Mamasa Barat Page 8 Basalt adalah batuan beku vulkanik yang berasal dari hasil pembekuan magma berkomposisi basa dipermukaan bumi. Mempunyai ukuran butir yang halus. Kandungannya kurang dari 20 % kuarsa dan 65 % dalam bentuk plagioclase. Sebaran jenis batuan disajikan pada Gambar 4. Sebaran jenis batuan tersebut disajikan pada Gambar 4. Gambar 4. Peta Sebaran jenis batuan pada KPHP Mamasa Barat 2. Aksesibilitas Kawasan Satu-satunya moda transportasi yang digunakan dalam wilayah KPHP Mamasa Rencana Pengelolaan KPHP Mamasa Barat Page 9 Barat adalah moda transportasi darat. Dengan demikian jalan merupakan Keadaan A. Di aspal B. Kerikil C. Tanah D. Tidak dirinci Jumlah II. Kondisi Jalan A. Baik 2005 138.50 263.66 446.87 849.03 2006 121.50 283.66 354.10 109.86 869.03 - - 185.66 - - 315.14 867.40 B. Sedang C. Rusak prasarana transportasi 2007 2008 2009 154.95 162.70 169.70 402.11 418.61 421.61 811.14 826.84 861.64 356.10 358.10 313.10 1724.30 1756.05 1766.05 22 5.06 315.35 867.54 208.06 304.35 879.54 darat yang sangat penting untuk memperlancar mobilitas penduduk dan mobilitas barang. Panjang jalan di Kabupaten Mamasa pada tahun 2009 adalah sepanjang 2005,05 km yang terdiri atas 239 km jalan propinsi dan 1766,05 km jalan kabupaten. Permukaan jalan dan kondisi jalan disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Panjang Jalan Menurut Jenis permukaan dan kondisi jalan di Kabupaten Mamasa Barat tahun 2009 (km) Sumber :BPS Kabupaten Mamasa Barat 2010 Rencana Pengelolaan KPHP Mamasa Barat Page 10 Hal yang perlu mendapatkan perhatian adalah kondisi jalan kabupaten yang termasuk dalam kategori rusak sepanjang 879.54 km (49.80 %) dan rusak berat sepanjang 374,10 km atau (21.18 %) dari total panjang jalan kabupateni. Kondisi jalan ini sangat berpengaruh terhadap mobilitas penduduk dan kegiatan perekonomian. Perkembangan status jalan negara , provinsi dan kabupaten disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Status Jalan di Kabupaten Mamasa Barat tahun 2009 (km) Status Jalan 2005 2006 2007 2008 Negara Provinsi 163.90 239.00 239.99 239 Kabupaten 849.03 869.30 1724.30 1766.05 Desa Jumlah 1012.12 1108.30 1963.30 2005.05 Sumber : BPS Kabupaten Mamasa Barat 2010 2009 153 86 1766.05 2005.05 Pada Tabel 2. nampak bahwa ruas jalan kabupaten mengalami peningkatan dari tahun ke tahun tetapi belum diikuti oleh peningkatan jalan provinsi yang sangat penting artinya bagi mobilitas penduduk serta perputaran roda ekonomi. Pembangunan ruas jalan desa belum nampak dan memerlukan perhatian pemerintah daerah. 3. Batas Batas Kabupaten Mamasa yang beribukota di Mamasa, berbatasan dengan Kabupaten Mamuju di sebelah utara, Kabupaten Majene di sebelah Rencana Pengelolaan KPHP Mamasa Barat Page 11 Barat , Provinsi Sulawesi Selatan di sebelah Timur serta Kabupaten Polewali Mandar di sebelah Selatan. Batas batas Kabupaten Mamasa disajikan pada Gambar 4. Gambar 4 . Peta Batas Kabupaten Mamasa 4. Sejarah Wilayah KPHP Mamasa Barat KPHP Model Mamasa Barat, Kab Mamasa, ditetapkan melalui SK Menteri Kehutanan Nomor SK. 341/Menhut-II/2011 tanggal 27 Juni 2011 dengan luas ± 53.555 ha dengan rincian ,Hutan Lindung seluas ± 17.352 ha dan Hutan Produksi Terbatas seluas ± 36.203 ha. Kemudian ditindaklanjuti dengan analisis citra dan penataan batas yang luasannya mencapai 73.718,87 ha. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya KPHP Mamasa Barat merupakan salah satu KPH yang lahir setelah ditetapkannya Sulawesi Barat sebagai salah satu Provinsi yang mendapatkan tugas untuk mengemban sebagai Kawasan Pengelolaan Hutan. Rencana Pengelolaan KPHP Mamasa Barat Page 12 5. Pembagian Blok Pembagian blok dilakukan berdasarkan pertimbangan karakteristik biofisik, kondisi sosial ekonomi masyarakat utamanya yang berdiam di sekitar kawasan hutan, potensi sumber daya alam, dan keberadaan hak-hak atau izin usaha pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan. Selain itu pembagian blok juga mempertimbangkan peta arahan pemanfaatan sebagaimana diarahkan oleh Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN)/Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi (RKTP)/Rencana Kehutanan Tingkat Kabupaten/Kota (RKTK), dan fungsi kawasan hutan di wilayah KPHL. Berdasarkan tumpang tindih (overlay) dari peta kawasan hutan, RKTN, ijin penggunaan/pemanfaatan, akses jalan dan sungai, penutupan lahan, potensi, serta kondisi sosial dan budaya. Pembagian blok pada Wilayah KPH Mamasa Barat meliputi : a. Pada Kawasan Hutan Lindung 1.Blok inti : merupakan blok yang difungsikan sebagai perlindungan tata air dan perlindungan lainnya serta sulit untuk dimanfaatkan, kurang memiliki potensi jasa lingkungan, wisata alam dan potensi hasil hutan non kayu. b. Pada kawasan Hutan Produksi Terbatas 1.Blok Pemanfaatan : merupakan blok yang difungsikan sebagai areal yang direncanakan Rencana Pengelolaan KPHP Mamasa Barat untuk pemanfaatan terbatas sesuai dengan Page 13 ketentuan perundang-undangan pemanfaatan hutan pada kawasan hutan yang berfungsi hutan lindung. Kriteria blok ini antara lain: Mempunyai potensi jasa lingkungan, wisata alam, hasil hutan non kayu; terdapat ijin pemanfaatan kawasan; jasa lingkungan; hasil hutan non kayu; arealnya dekat masyarakat sekitar atau dalam kawasan hutan; mempunyai aksesibilitas yang tinggi. c. Pada Kawasan Hutan Produksi di Hutan Alam (HHKHA) Blok Pemanfaatan Hail Hutan Kayu Hutan Alam : merupakan blok yang telah ada ijin pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam dan yang akan difungsikan sebagai areal yang direncanakan untuk pemanfaatan Hasi Hutan Kayu Hutan Alam sesuai dengan potensi kawasan yang telah dihasilkan dari proses tata hutan. d. Pada Kawasan Hutan Produksi di Hutan Tanaman (HHKHT) Blok pemanfaatan Hasi Hutan Kayu Hutan Tanaman merupakan blok yang telah ada ijin pemanfaatan HHK-HT dan yang akan direncanakan untuk pemanfaatan HHK-HT sesuai dengan potensi kawasan yang telah dihasilkan dari proses tata hutan e. Pada Hutan Produksi Terbatas Blok Pemberdayaan : merupakan blok yang telah ada upaya pemberdayaan masyarakat antara lain, Hutan Kemasyarakatan/HKM, Hutan Desa, Hutan Tanaman Rakyat/HTR dan yang akan difungsikan sebagai areal yang direncanakan untuk upaya pemberdayaan masyarakat sesuai dengan potensi kawasan yang telah dihasilkan dari proses tata hutan. Rencana Pengelolaan KPHP Mamasa Barat Page 14 d. Blok Perlindungan : Merupakan blok yang difungsikan sebagai perlindungan tata air dan perlindungan lainnya serta direncanakan untuk tidak dimanfaatkan. Yang termasuk dalam blok perlindungan misalnya sempadan sungai,sempadan pantai,sempadan mata air dan sebagainya Luas KPH Mamasa Barat berdasarkan hasil analisis citra serta pengukuran di lapangan adalah 73.718, 87 ha yang terdiri atas Hutan lindung seluas 16892,04 ha dan Hutan roduksi Terbatas seluas 56.826,83 ha. Pembagian blok pada KPH Mamasa Barat lebih rinci disajikan pada Tabel 3. Tabel 3.Pembagian Bok pada Kawasan Pengelolaan Hutan Produksi Mamasa Barat Hutan No Blok Lindung (ha) 1 2 3 Inti Hutan Produksi Terbatas ha % 16. 892,04 22.98 28.444,77 28.444,77 38,58 9.570.02 9.570.02 12.98 (ha) 16. 892,04 Pemanfaatan HKHA Pemanfaatan HKHT Total Luas 4 Pemberdayaan 16.508,65 16.508,65 22,39 5 Perlindungan 2.303,39 2.303,39 3,12 56826,83 73.718,87 100 16. 892,04 Rencana Pengelolaan KPHP Mamasa Barat Page 15 Tabel 3. menunjukkan bahwa luas kawasan yang berfungsi sebagai pengatur tata air yakni blok inti dan perlindungan hanya mencapai 26.12 % dari luas wilayah kelola KPHP Mamasa Barat. Luas blok pemanfaatan pada hutan alam dan 51,56 % . Blok pada hutan tanaman mencapai pemberdayaan yang diperuntukkan untuk pemberdayaan berupa hutan desa, hutan kemasyarakatan dan hutan tanaman rakyat menempati areal seluas 22,39 %. B. Potensi wilayah KPHL dan KPHP 1. Penutupan vegetasi Penutupan vegetasi atau bentuk penggunaan lahan di Kawasan Pengelolaan Hutan Produksi Mamasa Barat meliputi terdiri atas : Hutan Primer, Hutan Sekunder, Belukar, Tanah Terbuka/kosong, tubuh air, Pertanian Lahan Kering, Pertanian Lahan kering campur semak dan sawah. Penutupan vegetasi pada Kawasan Pengelolaan Kawasan Hutan Produksi Mamasa Barat disajikan pada Tabel 4. No 1. 2. 3. 4. 5 6. Jenis Penggunaan Lahan Hutan Primer Hutan Sekunder Belukar Tanah terbuka/koson g Tubuh Air Pertanian lahan kering Blok Blok Inti Pemanfaatan HHK-HA (ha) (ha) 1298,40 218,59 Blok Peman faatan HHK-HT 14816,97 27982,92 220,93 74,14 - Blok Pemberdayaan Blok Perlindungan (ha) (ha) Luas Total (ha) 1516.99 (%) 2,05 7722,02 2042,16 864,37 53428,44 72.47 1005,05 9156,41 395,48 10851 14.71 100,31 100,31 0.13 0 0 0,57 0,57 0.00 211,69 764,94 113,69 1090,32 1.47 Rencana Pengelolaan KPHP Mamasa Barat Page 16 Pert.lhn kering Campur semak 10. Sawah Total 7. Barat 339,98 169,13 5166,64 3,81 16892,04 28444,78 78,00 28,89 9570,02 16508,65 1002,71 6678,46 9.06 39,49 110,70 2303,39 73718,88 0,15 100,00 Tabel 4. Penutupan vegetasi atau penggunaan lahan pada KPHP Mamasa Tabel 4. menunjukkan bahwa penutupan vegetasi atau penggunaan lahan yang terbesar adalah hutan sekunder yang menempati lahan seluas 72.47 % dari luas KPHP Masamba Barat. Semak belukar menempati lahan seluas 14.71 ha dan pertanian lahan kering campur semak seluas 9.06 ha. Selebihnya adalah pertanian lahan kering,dan tanah terbuka. Pada blok inti yang seharusnya menjadi kawasan yang difungsikan sebagai pengatur tata air masih terdapat Rencana Pengelolaan KPHP Mamasa Barat Page 17 penutupan lahan yang menyimpang dari peruntukannya yakni pertanian lahan kering seluas 212 ha (1.25 % dari luas blok inti) , pertanian lahan kering campur semak seluas 340 ha (2.02 % dari luas blok inti). Selain itu juga terdapat belukar yang mungkin merupakan lahan bekas perladangan seluas 221 ha (1.31 % dari luas blok inti ). Keberadaan hutan sekunder pada blok inti juga merupakan indikasi bahwa kondisi hutan pada blok tersebut telah mengalami gangguan dan perlu direhabilitasi. 2. Potensi Kayu Potensi kayu didekati dengan menggunakan analisis kuantitatif terhadap 6 plot contoh yang di lapangan. Hasil analisis kuantitatif tersebut meliputi : a. Struktur dan Komposisi Jenis Jenis kayu yang tumbuh di hutan di Kabupaten Mamasa khususnya di Mamasa Barat memiliki keragaman yang tinggi. Hasil inventarisasi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa hutan di wilayah tersebut ditemukan sedikitnya 25 jenis pada tingkat pohon, 26 jenis pada tingkat tiang, 25 jenis pada tingkat pancang, serta 23 jenis pada tingkat semai. Tingginya keragaman jenis vegetasi pada hutan di wilayah Mamasa Barat mengindikasikan bahwa kondisi hutan di desa tersebut relatif masih alami. Dari seluruh jenis yang teridentifikasi pada Rencana Pengelolaan KPHP Mamasa Barat Page 18 tingkat pohon, sebagian besar di antaranya merupakan tumbuhan asli yang tumbuh secara alami. 1. Tingkat Pohon Untuk mengetahui posisi relatif setiap jenis terhadap jenis lainnya maka telah dilakukan analisis untuk menghitung Indeks Nilai Penting (INP) masing-masing jenis. INP ini merupakan gabungan dari nilai kerapatan relatif, frekwensi relatif, serta dominansi relatif. Hasil analisis menunjukkan bahwa di antara 25 jenis yang ditemukan pada saat inventarisasi, terdapat beberapa jenis yang memiliki INP tertinggi. KPHP Mamasa Barat mempunyai keragaman jenis kayu yang cukup tinggi. Hasil inventarisasi yang dilakukan oleh Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) VII menunjukkan bahwa terdapat 25 jenis kayu pada tingkat pohon, 26 jenis pada tingkat tiang, 25 jenis pada tingkat pancang, serta 23 jenis pada tingkat semai. Untuk mengetahui posisi retaif dari suatu jenis terhadap jenis lainnya digunakan indeks nilai penting (INP). INP pada tingkat pohon disajikan pada Gambar 5. Rencana Pengelolaan KPHP Mamasa Barat Page 19 Gambar 5. Nilai INP masing masing jenis pada tingkat pohon di KPHP Mamasa Barat Gambar 5. menunjukkan bahwa jenis yang memiliki indeks INP tertinggi adalah Baloli dengan nilai 19,51 serta Latto dengan nilai 18,44. Di luar kedua jenis tersebut INP jenis-jenis lainnya berada pada kisaran di bawah 10. INP yang rendah pada setiap jenis ini mengindikasikan bahwa tidak ada jenis yang merajai lokasi hutan tersebut. INP yang disajikan pada Gambar 5 merupakan akumulasi dari kerapatan relatif, frekwensi relatif, serta dominasi relatif. Ketiga indikator tersebut menyajikan informasi yang berbeda. Kerapatan relatif menunjukkan jumlah individu per satuan luas tertentu, frekwensi Rencana Pengelolaan KPHP Mamasa Barat Page 20 menunjukkan sebaran atau seringnya ditemukan suatu jenis dalam setiap pengamatan, sedangkan dominansi relatif menunjukkan luas bidang yang ditempati suatu jenis dibandingkan luas seluruh plot pengamatan. Hasil analisis sebagaimana disajikan pada Gambar 5 menunjukkan bahwa kerapatan relatif pada tingkat pohon sejalan dengan indeks nilai pentingnya. 12 Jenis yang memiliki INP tertinggi merupakan 71,67 % kerapatan relatif dari seluruh jenis, sementara 28,3% sisanya diisi oleh 14 jenis lainnya. Hal ini berarti ditinjau dari aspek kerapatan kesebelas jenis tersebut merupakan jenis yang paling banyak ditemukan dalam areal hutan Mamasa Barat. Dari kesebelas jenis ini, hanya ada dua jenis yang memiliki kerapatan relatif di atas 10% yaitu Baloli dan Uru. Hal ini berbeda jenisnya pada dua nilai INP tertinggi yaitu Baloli dan Latto. Hal ini menyatakan bahwa jenis Baloli merupakan jenis yang paling banyak ditemui dalam hutan di Mamasa Barat. Nilai sebaran INP pada Gambar 5. Perlu didukung oleh data sebaran frekuensi relatif seperti yang disajikan pada Gambar 6. Rencana Pengelolaan KPHP Mamasa Barat Page 21 Gambar 6. Kerapatan Jenis masing-masing jenis pada plot pengamatan Kerapatan relatif merupakan parameter yang penting untuk dianalisis oleh karena mengindikasikan ketersebaran suatu jenis. Semakin tinggi frekwensi relatifnya berarti semakin luas sebaran jenis tersebut. Frekwensi relatif masing-masing jenis disajikan pada Gambar 6. Hasil analisis menunjukkan bahwa 12 jenis yang memiliki INP tertinggi memiliki frekwensi relatif akumulatif sebesar 61,45%. Dibandingkan frekwensi relatifnya kedua belas jenis tersebut ternyata tidak terlalu dominan dibandingkan dengan nilai kerapatannya. Frekwensi relatif yang lebih rendah ini menunjukkan bahwa setiap jenis tersebut memiliki peluang ditemukan pada 67,7 % dari 6 plot sampel yang dibuat. Dari seluruh jenis yang diamati ada 12 jenis yang memiliki frekwensi relatif di atas 5%. Rendahnya frekwensi relatif masing-masing Rencana Pengelolaan KPHP Mamasa Barat Page 22 jenis ini menunjukkan bahwa pada tingkat pohon, setiap jenis cenderung hidup mengelompok. Gambar 7. Kerapatan Relatif Relatif masing masing jenis pada plot pengamatan Dominansi relatif diperoleh dari perhitungan luas bidang dasar (LBDS) masing-masing jenis dibandingkan dengan luas seluruh plot. Semakin luas LBDS-nya berarti semakin luas tapak yang ditempati oleh jenis tersebut. Dominansi relatif masing-masing jenis disajikan pada Gambar 8 Data pada Gambar 4 menunjukkan bahwa dominansi jenis tertinggi ditemukan pada jenis Lemarra dan Latto-latto. Beberapa jenis yang tumbuh alami memiliki nilai dominansi jenis yang lebih tinggi seperti Larali, Kajualipang dan Poppong. Dengan memperhatikan Rencana Pengelolaan KPHP Mamasa Barat Page 23 fenomena ini, maka kegiatan rehabilitasi hutan pada hutan di Mamasa Barat perlu lebih memperhatikan kesesuaian jenis. Bahkan jika ternyata karakteristik pohon setempat yang dominan seperti Lemarra dan Lattolatto tersebut dianggap cukup baik, maka prospek keberhasilan rehabilitasi dengan menggunakan jenis-jenis tersebut akan lebih baik. Dari keseluruhan jenis yang ditemukan dalam kegiatan inventarisasi ini, 8 jenis pohon yang dikemukakan di atas mampu mendominasi sampai 78,7% sementara 17 jenis lainnya menempati 21,3%. Hal ini menunjukkan bahwa 8 jenis tersebut telah mampu mewakili keseluruhan jenis yang ada dalam hutan di Mamasa Barat. Dari keseluruhan indikator INP yang dievaluasi tampak bahwa jenis-jenis setempat tetap lebih dominan dalam hutan baik dari aspek kerapatan, frekwensi, maupun dominansi jenis. Dari keseluruhan jenis yang ada di dalam hutan, belum ada jenis tanaman yang diintroduksikan ke dalam hutan, hampir semua jenis tanaman tergolong jenis alami. Oleh karena itu kegiatan rehabilitasi dan pengayaan tanaman kayu jenis-jenis tertentu perlu dipertimbangkan dengan tetap memperhatikan kondisi geografis setempat. 2) Tingkat Tiang Hasil analisis sebelumnya menunjukkan bahwa jumlah jenis yang ditemukan pada tingkat tiang tidak jauh berbeda dibandingkan dengan Rencana Pengelolaan KPHP Mamasa Barat Page 24 tingkat pohon. Pada tingkat tiang ini ditemukan 26 jenis. Akan tetapi hasil analisis INP menunjukkan bahwa jenis-jenis dominan pada tingkat tiang hanya diperoleh enam jenis yang sama dengan tingkat pohon. Dari keseluruhan jenis yang ditemukan, terdapat 12 jenis dengan nilai INP di atas 10. Dari kedua belas jenis tersebut, Kotti memiliki nilai INP tertinggi iaitu 40,6 disusul oleh Balol, Lemarra dan Barani. Baloli yang merupakan jenis dominan pada tingkat pohon memiliki nilai INP 35,5 pada tingkat tiang. Hal ini mengindikasikan bahwa jenis ini merupakan jenis yang yang paling banyak ditemui pada lokasi pengamatan di Mamasa Barat. INP pada tingkat tiang disajikan pada Gambar 8. Rencana Pengelolaan KPHP Mamasa Barat Page 25 Gambar 8. INP tingkat tiang pada blok pengamatan Data yang disajikan pada Gambar 8 menunjukkan bahwa nilai kerapatan relatif, frekwensi relatif maupun dominansi relatif kesepuluh jenis kayu yang memiliki INP tertinggi relatif kecil. Hal ini berbeda dengan tingkat pohon yang akumulasi jenis terpentingnya di atas 76,8%. Sebagaimana disajikan pada Gambar 8 tersebut, frekwensi jenis selain kedua belas jenis yang memiliki INP di atas 10 hanya mencapai 28,4%. Hal ini berarti peluang ditemukannya suatu jenis – khususnya kedua belas jenis terpenting tersebut relatif kecil. Kondisi hutan yang telah memiliki pepohonan dalam jumlah yang memadai dengan penutupan yang semakin rapat membuat jenis tumbuhan pada lapisan tajuk di bawahnya sulit berkembang sehingga relatif jarang ditemukan. G a m b a r Rencana Pengelolaan KPHP Mamasa Barat Page 26 Gambar 8. Kerapatan Relatif dan Frekwensi Relatif Tingkat Pancang 6. Terdapat fenomena menarik pada permudaan tingkat pancang, di mana jumlah jenis yang memiliki INP di atas 10 hanya 5 jenis. Hanya pada jenis Kadabukku yang berbeda dengan jenis yang ada pada strata di atasnya. Jenis Kadabukku bukanlah jenis yang memiliki nilai INP yang tinggi pada tingkat tiang maupun pohon. Akan tetapi pada tingkat pancang, jenis ini justru memiliki nilai yang relatif tinggi yaitu 12, 1. Ada kemungkinan bahwa jenis ini bukanlah jenis yang memiliki pohon dewasa yang secara fenotip cukup besar sehingga tidak mampu bersaing dengan jenis lainnya, namun di sisi lain memiliki kemampuan melakukan permudaan sekalipun di bawah naungan. Dari 25 jenis yang ditemukan pada tingkat pancang ini, hanya kelima jenis tersebutlah yang memiliki nilai INP di atas 10 dari total nilai 75,4. Ini berarti 20 jenis lainnya memiliki nilai INP 126,8 secara komulatif. Rencana Pengelolaan KPHP Mamasa Barat Page 27 Gambar 9. Jenis jenis yang memiliki INP lebih dari 10 pada tingkat pancang Pada tingkat pancang, pengukuran LBDS tidak memungkinkan sehingga untuk mengetahui posisi relatif suatu jenis terhadap keseluruhan jenis yang ada dalam suatu lokasi maka INP hanya memperhitungkan kerapatan relatif dan frekwensi relatif. Akumulasi kerapatan relatif dan frekwensi relatif jenis lainnya 55,3% dan 56,7%. Rencana Pengelolaan KPHP Mamasa Barat Page 28 Gambar 10. Kerapatan Relatif, Frekwensi Relatif pada Tingkat semaiSemai Dari 23 jenis yang ditemukan pada kegiatan inventarisasi tingkat semai terdapat 6 jenis tanaman yang memiliki INP di atas 10. Jenis-jenis yang memiliki INP di atas 10 pada tingkat pohon hampir sama dengan jenis-jenis yang memiliki INP di atas 10 pada tingkat semai yaitu seperti pada jenis Barani, Baloli dan Uru. Dari ketiga jenis ini hanya Kotti yang juga ditemukan pada tingkat tiang dengan nilai INP yang signifikan. Tampaknya beberapa jenis yang dominan pada tingkat pohon dan tiang relatif saja yang tahan terhadap naungan. Di sisi lain, karena tahan naungan maka jenis-jenis tersebut dapat menghasilkan biji yang kemungkinan menghasilkan permudaan. Tabel 5. Jumlah pohon dan volume pohon berbagai jenis per ha pada 6 plot contoh No Jumlah Volume pohon Volume Rata- plot pohon (m3) Rata (m3) 1 160 258,49 1,61 2 164 277,98 1,68 3 158 219,80 1,39 4 161 223.16 1.38 Rencana Pengelolaan KPHP Mamasa Barat Page 29 5 158 218,94 1,38 6 152 201,53 1.32 Sumber : BPKH VII. Hasil Pengolahan Data Lapangan Data pada Tabel 5. menunjukkan bahwa sebaran nilai volume rata-rata antara suatu plot dengan plot lainnya tidak menunjukkan perbedaan yang besar , berarti potensi kayu pada wilayah tersebut hanya berada pada kisaran 1,61 (m3) hingga 1,68 (m3). 4. Potensi hasil Hutan Bukan Kayu Di samping hasil hutan kayu, di Kabupaten Mamasa juga ditemukan hasil bukan kayu walaupun potensinya belum diinventarisasi. Hasil hutan bukan kayu tersebut antara lain, getah pinus yang tersebar secara merata dan telah dikelola oleh masyarakat di Kecamatan Rantai Bulahan Timur. Selain pinus juga terdapat damar pada Kecamatan Rencana Pengelolaan KPHP Mamasa Barat Page 30 Sumarorong, Rantai Bulahan Timur dan Bambang, madu ditemukan pada semua kecamatan di Kabupaten Mamasa. Hasil Hutan bukan kayu yang tidak kalah pentingnya adalah rotan yang dijumpai di Kecamatan Mamasa, Sumarorong, Rante Bulahan Timur, Messawa, Bambang dan Tabang (http://www.pidii.org/index.php/investasi-mamasa/319- potensi-kehutanan-di-kab-mamasa). Gambar 11. Menyajikan salah satu lokasi penyadapan Pinus di Kabupaten Mamasa. Gambar 11. Salah satu lokasi penyadapan getah pinus di Kabupaten Mamasa Pada Gambar 12. Disajikan metoda penyadapan getah pinus di Kabupaten Mamasa Rencana Pengelolaan KPHP Mamasa Barat Page 31 Gambar 12. Cara penyadapan getah pinus di Kabupaten Mamasa ( 5. Potensi Wisata Alam am Panorama Gunung Gandadewata dan Air terjun Sambabo disajikan pada Gambar dan 13 dan 14 Rencana Pengelolaan KPHP Mamasa Barat Page 32 Gambar 13. Panorama Wisata Alam Gunung Ganda Dewata di Mamasa Barat Rencana Pengelolaan KPHP Mamasa Barat Page 33 Gambar 14 . Air terjun Sambabo di Desa Ulumambi Kecamatan Bambang 4. Potensi Flora /fauna Belum dilakukan inventarisasi tetapi telah dilaporkan bahwa di Gunung Ganda Dewata dijumpai fauna khas Sulawesi yakni anoa (Bubalus sp) C. Data Sosial Budaya masyarakat di dalam dan di sekitar hutan 1. Jumlah penduduk Data kependudukan diambil dari dua desa sampel yakni Desa Talipukki dan Desa Aralleanak. Pemilihan ke dua desa ini berdasarkan pertimbangan bahwa letaknya berada di dalam atau di sekitar kawasan dan masyarakatnya bergantung pada kawasan hutan. Jumlah penduduk pada Desa /kelurahan Talipukki dan Aralle disajikan pada Tabel. 5 Tabel 5. Jumlah penduduk per jenis kelamin di Kelurahan Talipukki Kecamatan Mambi dan Desa Aralleanak Kecamatan Aralle Tahun 2012 Nama Rencana Pengelolaan KPHP Mamasa Barat Jumlah Jumlah Perempuan Laki-Laki Page 34 Desa/Kelurahan KK Jiwa Talipukki 334 1465 682 783 Ralleanak 527 250 604 603 Sumber : Kelurahan Talipukki dan Desa Aralleanak . Tahun 2012 2. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan penduduk di Kelurahan Talipukki Kecamatan Mambi dan Desa Aralleanak Kecamatan Aralle masih tergolong rendah. Salah satu penyebabnya adalah keterbatasan sarana pendidikan yang ada di ke dua Desa tersebut. Tingkat pendidikan pada kedus desa/kelurahan disajkan pada Tabel 6. Tabel 6. Tingkat pendidikan di Kelurahan Aralle, kecamatan Mambi dan Desa Aralleanak Kecamatan Aralle Tahun 2012 No Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%) Kelurahan Talipukki Kecamatan Mambi 1 SMA 15 50 2 SMP 8 26,67 3 SD 7 23,33 4 Tidak Sekolah 0 0,00 Jumlah 30 100 Rencana Pengelolaan KPHP Mamasa Barat Page 35 Desa Ralleanak Kecamatan Aralle 1 SMA 12 40 2 SMP 10 33.33 3 SD 6 26.67 4 Tidak Sekolah 0 0.00 jumlah 30 100 Tabel 6. menunjukkan bahwa dari 30 responden yang diwawancarai belum ada yang mencapai jenjang pendidikan perguruan tinggi. Tingkat pendidikan penduduk merupakan salah satu faktor yang penting karena dapat berpengaruh terhadap persepsi mereka terhadap hutan dan memahami regulasi-regulasi yang berhubungan dengan penyelenggaran KKPHP. 3. Mata Pencaharian Mata Pencaharian penduduk di Kelurahan Talipukki Kecamatan Mambi dan Desa Aralleanak di Kecamatan Aralle relatif sama. Penduduk yang bermata pencaharian petani masih dominan dibandingkan dengan mata pencaharian lainnya. Jumlah penduduk laki-laki yang bermata pencaharian petani pada usia 15- 55 tahun di Kelurahan Aralle sejumlah 28 orang (93.33% dari jumlah responden dan perempuan 13 orang (43.3 %) dari jumlah responden. Pada kategori umur tua (>55 tahun) tanpa membedakan jenis kelamin, jumlah penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani sebanyak 23 orang (76,67 %) dari jumlah Rencana Pengelolaan KPHP Mamasa Barat Page 36 responden. Tidak ditemukan petani yang berumur < 15 tahun, karena 100 % mereka masih berstatus sebagai pelajar. Di Desa Aralleanak jumlah laki-laki yang bermatapencaharian sebagai petani pada kisaran umur 15-55 tahun sejumlah 24 orang (80%) dari jumlah responden dan pada kisaran umur yang sama petani perempuan berjumlah 7 orang (23,34%) dari jumlah responden. Pada kategori umr tua (>55 tahun) tanpa membedakan jenis kelamin, jumlah penduduk yang bermatapencaharian petani sebanyak 10 orang (33.33 ) dari jumlah responden. Seperti halnya di Kelurahan Talipukki, petani yang berumur < 15 tahun) tidak ditemukan karena masih berstatus sebagai pelajar. Selain mata pencaharian sebagai petani, mata pencaharian lain adalah tukang, pedagang dan PNS tetapi jumlahnya sangat terbatas. 4. Sarana dan Tenaga Medis Sarana dan Tenaga Medis kesehatan yang terdapat di Kelurahan Talipukki Kecamatan Mambi dan dan Desa Aralleanak Kecamatan Aralle terdiri atas PUSKESMAS, PUSKESMAS pembantu POSYANDU, Dokter , Bidan dan Dukun Bayi. Periciannya disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Sarana Kesehatan di Kelurahan Talipukki Kecamatan Mambi dan Desa Aralle Kecamatan Aralle (Tahun 2012) No SARANA Talipukki Aralleanak 1 PUSKESMAS - - 2 PUSKESMAS Pembantu 2 1 Rencana Pengelolaan KPHP Mamasa Barat Page 37 3 POSYANDU 5 1 TENAGA MEDIS 4 Dokter - - 5 Bidan 2 - 6 Dukun Bayi 3 2 Tabel 7. menunjukkan bahwa sarana serta jumlah tenaga medis yang melayani masyarakat di kelurahan Talipukki dan Desa Aralleanak masih tergolong rendah. Perlu diperhitungkan rasio jumlah penduduk dan fasilitas kesehatan untuk menunjang terselenggaranya pelayanan kesehatan masyarakat. 5. Status Pemilikan Lahan dan Sumber Bahan Baku Ramuan Rumah. Hasil wawancara yang dilakukan terhadap 30 responden di Kelurahan Talipukmenunjukkan bahwa seluruh responden mempunyai status pemilikan lahan berupa lahan milik yang diperoleh dengan cara membeli atau pewarisan. Untuk membangun rumah, masyarakat biasanya bergotong. 76,67 % responden menyatakan bahwa dalam membangun rumah, mereka dibantu oleh warga yang lain, 20 % dibantu oleh kerabat dan 3,33 % dengan cara pengupahan. Bahan ramuan rumah umumnya diperoleh dari hutan. Hasil wawancara menunjukkan bahwa 76,67 % responden mendapatkan bahan ramuan rumah dengan mengambil kayu dari hutan. Untuk fasilitas sanitasi, masyarakat telah membuat WC sendiri selain bantuan batuan MCK umum dari pemerintah. Rencana Pengelolaan KPHP Mamasa Barat Page 38 Sarana penerangan listrik menggunakan turbin yang dikelola oleh masyarakat. Untuk memasak masyarakat umumnya telah menggunakan gas, walaupun masih ada yang mengambil kayu bakar dari hutan. Ramuan rumah d Desa Ralleanak umumnya telah menggunakan batu bata yang dibeli dari Kecamatan Aralle. Ramuan rumah dari bata tersebut, masih memerlukantambahan kayu dari hutan. Sebagian masyarakat telah menggunakan generator sebagai sumber tenaga listrik baik untuk penerangan maupun untuk memperoleh informasi dari baik dari radio maupun TV. Rencana Pengelolaan KPHP Mamasa Barat Page 39 III. VISI DAN MISI PENGELOLAAN HUTAN A. Visi Berdasarkan potensi dan kondisi aktual yang dihadapi pada saat ini , maka KPHP Mamasa Barat selain mengemban fungsi produksi juga mengemban fungsi perlindungan terhadap tata air serta peningkatan kesejahteraan masyarakat yang berada di dalam dan di sekitar hutan. Penekanan terhadap aspek produksi perlu diimbangi dengan aspek rehabilitasi agar sumberdaya hutan dapat melaksanakan fungsi yang diembannya secara lestari. Untuk dapat mengejahwantakan hal tersebut dirumuskan visi sebagai berikut : Mewujudkan Kawasan Pengelolaan Hutan Produksi Mamasa Barat sebagai KPHP Model yang mensinergikan kepentingan para pihak melalui pengelolaan hutan yang berazaskan pada manfaat ekologis, ekonomis dan sosial B. Misi Sebagai penjabaran dari visi yang telah dirumuskan, disusun misi dari KPHP Mamasa Barat sebagai berikut : 1. Memperkuat Kelembagaan KPHP Mamasa Barat agar dapat berfungsi secara optimal dalam menyelenggarakan fungsi pengelolaan kawasan hutan produksi secara berkesinambungan 2. Menerapkan prinsip-prinsip teknis kehutanan dan konsep-konsep perusahaan secara konsisten 3. Menciptakan kondisi yang kondusif agar kepentingan masyarakat dapat dipertemukan dengan kepentingan daerah dalam pengelolaan hutan tanpa harus mengorbankan kelestarian hutan 4. Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dan masyarakat dengan mengoptimalisasi berbagai manfaat hutan serta jasa lingkungan. Rencana Pengelolaan KPHP Mamasa Barat Page 40 C. Proyeksi Capaian KPHP Mamasa Barat di Masa Depan Berdasarkan rumusan visi dan misi KPH Mamasa Barat , maka capaian yang diharapkan di masa depan meliputi : Terbentuknya kelembagaan hutan produksi yang profesional dalam menyelenggarakan pengelolaan hutan . Meningkatnya peranan sumber daya hutan sebagai pengatur tata air, jasa lingkungan serta manfat lainnya tanpa mengorbankan kepentingan masyarakat. Terwujudnya kemitraan dengan masyarakat dalam pemanfaatan berbagai aneka manfaat sumberdaya hutan Rencana Pengelolaan KPHP Mamasa Barat Page 41 IV. ANALISIS DAN PROYEKSI A. Analisis 1. Analisis Penggunaan Lahan Sebagaimana telah diuraikan bahwa kondisi fisiografis KPHP Mamasa Barat didominasi oleh bentuk wilayah berbukit hingga bergunung. Bentuk wilayah ini tersebar pada sampai pada ketinggian lebih dari 2000 m dari permukaan laut. Berdasarkan pada kondisi fisiografis yang membentuk wilayah ini, kawasan hutan yang terdapat di dalamnya ditetapkan sebagai hutan lindung seluas 16892,04 ha (22,02%) dan hutan produksi terbatas seluas 56826,84 ha (77,08 %) dari luasan wilayah kelola KPHP. Seluruh kawasan yang berfungsi lindung ditetapkan sebagai blok inti, sedangkan pada hutan produksi terbatas terdapat beberapa HHKHA,HHKHT, Pemberdayaan dan Perlindungan. blok yang terdiri atas Analisis spasial melalui citra menunjukkan bahwa masih terdapat bentuk-bentuk penggunaan lahan yang menyimpang dari peruntukannya baik pada blok inti maupun pada blok perlindungan, Walaupun pada blok-blok selain ke dua terdapat penyimpangan tetapi blok tersebut juga yang paling hahkiki adalah bagimana mendayagunakan agar blok inti dan blok perlindungan dapat mengemban fungsi utamanya sebagai pengatur tata air. Penggunaan lahan yang dinilai menyimpang dari peruntukan pada blok-blok tersebut diuraikan sebagai berikut a. Blok inti Pada blok inti yang luasannya 16892,04 ha terdapat bentuk penggunan lahan berupa, pertanian lahan kering seluas 211,69 ha (1,25 %) , belukar seluas 220,93 ha (1,30 %) dan pertanian lahan kering campur semak seluas 339,98 ha (2,01 %) dan sawah seluas 3,81 ha (0,22). Selain penyimpangan penggunaan lahan tersebut, selain hutan primer pada blok Rencana Pengelolaan KPHP Mamasa Barat Page 42 inti juga terdapat hutan sekunder seluas 14816,97 ha (87.70 %). Secara maknawi blok inti mengalami tekanan yang sangat berat baik berupa konversi penggunaan lahan maupun degradasi hutan primer menjadi hutan sekunder. Pada blok inti terdapat HTR Mamasa seluas 1,9547 ha pada blok inti dinilai tidak tepat, sebaiknya dilakukan reboisasi oleh pengelola KPHP. 2. Blok Pemanfaatan HHK-HA Blok pemanfaatan Hasil Hutan Kayu –Hutan Alam (HHK-HA) adalah blok yang difungsikan sebagai areal yang direncanakan untuk pemanfaatan terbatas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pada kawasan hutan yang berfungsi sebagai hutan lindung. Blok Pemanfaatan HHKHA pada KPHP Mamasa Barat berada pada Hutan Produksi Terbatas seluas 28444, 04 ha. didalamnya terdapat hutan primer seluas 218,59 ha (0,77 % dari luas blok HHK-HA), hutan sekunder seluas 27982,79 ha (98,37 %), belukar seluas 74, 14 ha (0,26 %) dan pertanian lahan kering campur semak seluas 169,13 ha (0,59 ha). 3. Blok Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman (HHK-HT) Blok HHK-HT adalah blok yang telah ada ijin pemanfaatan HHK-HT sesuai dengan potensi kawasan yang telah dihasilkan dari proses tata hutan . Blok Pemanfaatan HHK- HT seluas 9570,02 ha berada pada Kawasan Hutan Produksi Terbatas. Pada blok HHK-HT terdapat hutan sekunder seluas 7722.02 ha (80,68 % dari luas blok HHK -HT),belukar seluas 1005,05 ha (10,50 %), dan pertanian lahan kering seluas 764,94 ha (7,99 %). Keseluruhan areal blok HHK-HT telah dikelola oleh PT Amal Nusantara sebagai pemegang ijin Pemungutan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHKHT). Rencana Pengelolaan KPHP Mamasa Barat Page 43 4. Blok Pemberdayaan Blok Pemberdayaan seluas 16508, 65 ha berada pada Hutan Produksi Terbatas. Di dalam areal Blok Pemberdayaan terdapat hutan sekunder seluas 2042, 16 ha (12,37 % dari luas Blok Pemberdayaan), belukar seluas 9156,41 ha (55,56 %), tanah terbuka seluas 100,31 ha (0,60 %), pertanian lahan kering seluas 113,69 ha (0,68), pertanian lahan kering campur semak seluas 5166,64 ha (31,29 %). Blok ini dicadangkan sebagai pengembangan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) pada beberapa kecamatan Aralle, Bambang,Buntu Malangka, Kalukku, Mambi,Mehalaan, Tabulahan, dan Ulumanda dengan luasan masing-masing 5916,59681 ha, 0,018383667 ha, 572,153475 ha, 0,327379363 ha, 8746,387207 ha, 0,749016243 ha, 1272,41587 ha, dan 0,000467246 . 5. Blok Perlindungan Blok Perlindungan seluas 2303,39 ha berada di dalam areal Hutan Produksi Terbatas. Di dalam areal Blok Perlindungan terdapat hutan sekunder seluas 864,37 ha (37 % dari luas Blok Perlindungan), belukar seluas 395,48 ha ( 17.16 %), pertanian lahan kering campur semak seluas 1002,71 ha (43,53 %) dan sawah seluas 39,49 ha (1,71 %). Pada Blok Perlindungan telah ada peruntukan untuk HTR seluas 341,68 ha (14,83 %). Sebaran penggunaan lahan pada setiap blok yang terdapat dalam KPHP Mamasa Barat belum menampakkan dukungan terhadap fungsi-fungsi yang diembannya. Diperlukan upaya-upaya yang sistimatis dan terarah agar fungsi yang diemban oleh KPHP Mamasa Barat dapat ditingkatkan pada masa yang akan datang. Rencana Pengelolaan KPHP Mamasa Barat Page 44 2. Analisis Sumberdaya Manusia Hasil pengumpulan data kependudukan pada dua desa sampel masingmasing di Desa Talipukki Kecamatan Mambi dan di Desa Aralleanak Kecamatan Aralle menunjukkan bahwa proporsi penduduk pada kisaran umur 15-55 tahun yang bermata pencaharian sebagai petani masing-masing sebesar 93.3 % di Desa Talipukki dan 80 % di desa Aralleanak (BPKH Wilayah VII, 2012) Angka ini menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk masih sangat bergantung pada sektor non formal yang membutuhkan lahan . Ketiadaan penduduk yang mencapai perguruan tinggi dapat menjadi hambatan untuk memahami regulasi, khususnya regulasi di bidang kehutanan. Laju pertambahan penduduk yang cukup tinggi sebesar 1, 8 % per tahun tanpa diimbangi dengan kesempatan kerja pada sektor lain, akan berakibat meningkatnya jumlah penduduk yang membutuhkan lahan dan berimplikasi negatif terhadap kondisi hutan. 3. Analisis potensi serapan karbon Selain fungsi sebagai pengatur tata air, kawasan KPHP Mamasa Barat juga diharapkan dapat menjadi kawasan hutan yang dapat menyimpan karbon (karbon stock). Luas areal yang diperuntukkan untuk karbon stock terdiri atas hutan primer seluas 1298,442511 ha (85 % dari luas hutan primer) dan hutan sekunder seluas 14817.7237 ha (27,73 % dari luas hutan sekunder) Hutan sekunder yang dipersiapkan sebagai areal penyimpanan karbon tersebar pada beberapa kecamatan meliputi, Kecamatan Aralle ,Bambang ,Bulo, Buntu Malangka, Malunda,Mambi, Mehalaan, Tabulahan, Tapalang,, Tubbi Taramanu dan Ulumanda dengan luasan masing-masing sebesar seluas 9504,7479 ha , 0,0132 ha, 0,9879 ha, 0,0104 ha , 0,0240 ha, 3254,4780ha, 1424,2346 ha, 313,8832 ha, 4,5734 ha, 11,2989 dan 303,4706 ha. Keseluruhan Rencana Pengelolaan KPHP Mamasa Barat Page 45 luas kawasan yang dipersiapkan sebagai penyimpanan karbon adalah 16116,16621 ha (21,86 dari luas KPHP Mamasa Barat). Fungsi hutan untuk penyimpanan karbon temasuk fungsi hutan sebagai jasa lingkungan yang perlu mandapatkan apresiasi dalam kaitannya dengan fenomena pemanasan global (global warming) Hasi penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2011) mengemukakan bahwa tipe penutupan vegetasi berhubungan dengan erat dengan cadangan karbon. Hutan primer mempunyai kemampuan untuk menyimpan karbon sebesar 261,52 ton/ha. Hutan sekunder dengan kerapatan tinggi sebesar 192,81 ton ton per ha dan hutan sekunder dengan kerapatan rendah sebesar 129,97 ton per ha. Keberhasilan meningkatkan kondisi hutan sekunder kerapatan rendah menjadi hutan sekunder dengan kerapatan tinggi akan meningkatkan penyimpanan karbon sebesar 62, 84 ton per ha. Pada saat ini harga karbon berkisar antara 540 dollar AS per ton (kompasiana.com/2009/03/09/mencermati-potensi-carbontrading-4078.html diakses 20 Januari 2012), dengan demikian bila pengelola KPHP dapat memasarkan karbon pada hutan primer dan hutan sekunder di KPHP Mamasa, akan diperoleh nilai uang sebesar 51937,7 dollar AS pada hutan primer dan 592708,95 dollar AS pada hutan sekunder. 4. Analisis Pengembangan sektor Wisata Pemerintah Sulawesi Barat telah menyiapkan infrastrukur pendukung agar Kabupaten Mamasa menjadi destinasi wisata pada tahun 2014 (http://makassar.antaranews.com/berita/41713/ diakses 20 Januari 2013) ). Untuk merealisasikan hal tersebut, pemerintah provinsi Sulawesi Barat telah menandatangani kontrak untuk pembangunan infrastruktur jalan yang menghubungkan Salubatu di Kabupaten Tana Toraja dengan Mamasa. Selain transportasi darat , akan dibangun Bandara Sumarorong yang diharapkan Rencana Pengelolaan KPHP Mamasa Barat Page 46 rampung pada tahun 2014. Kehadiran bandara ini akan mempercepat realisasi perhubungan udara Bali- Mamasa. Fasilitas yang dibangun menunjukkan keseriusan menjadikan Mamasa sebagai tujuan wisata yang dapat disejajarkan dengan tujuan wisata lain yang telah dikenal di mancanegara. Untuk merealisasikan fungsi kawasan hutan sebagai obyek wisata, pemetaan kawasan hutan yang dapat mempengaruhi kondisi ekologis baik yang berupa kontinuitas penyediaan air maupun gangguan terhadap panorama dan keindahan obyek wisata perlu dilakukan. Pemerintah Kabupaten Mamasa juga telah mempersiapkan pembangunan SMK Pariwisata untuk mengntisipasi kunjungan wisatawan baik dari Mancanegara maupun wisatawan lokal. B. Proyeksi Proyeksi yang diharapkan pada program panjang pengelolaan Hutan jangka yang berdurasi 10 tahun (2013-2923) adalah keberhasilan untuk mengatasi kondisi lahan yang telah mengalami degradasi, menurunnya kapasitas hutan baik sebagai produsen kayu dan hasil hutan lainnya , sempitnya lahan kerja di bidang kehutanan serta rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat. Keberhasilan mengelola kawasan hutan produksi Mamasa Barat tidak hanya berdampak insitu tetapi juga memberikan dampak exsitu terhadap kawasan yang mempunyai keterkaitan ekologisyang berada di bagian t Sepuluh tahun kedepan proyeksi yang diharapkan telah mampu meningkatkan fungsi kawasan hutan baik produksi maupun fungsi lindung, semakin kuatnya lembaga masyarakat yang mengelola hutan, semakin luasnya penyerapan lapangan kerja di sektor kehutanan ,optimalisasi jasa lingkungan serta meningkatnya fungsi hidroorogis Daerah Alran Sungai yang ada keterkaitan dengan wilayah hilir. Proyeksi masing-masing dampak positif tersebut diuraikan sebagai berikut : Rencana Pengelolaan KPHP Mamasa Barat Page 47 1) Proyeksi Manfaat ekologi Tidak dapat dipungkiri bahwa penyimpangan penggunaan lahan berupa hutan sekunder, belukar, pertanian lahan kering campur semak, tanah kosong dan sawah adalah indikator terjadinya deplesi mutu ekologi pada kawasan KPHP Mamasa Barat. Pengembangan hutan tanaman rakyat dengan pola campuran dapat mengoptimalisasi pemanfaatn lahan secara rasional , baik dari aspek ekonomis maupun aspek ekologis. Penerapannya di lapangan dilakukan dengan cara pemanfaatan ruang tumbuh baik secara vertikal maupun secara horisontal dengan memadukan antara tanaman berkayu dengan buah-buahan, tanaman obat,tanaman perkebunan dan sebagainya. Pola ini dapat diterapkan di KPHP Mamasa Barat dengan memadukan antara tanaman berkayu lokal seperti Baloli, Lemarra dan Latto-Latto dengan tanaman kopi, durian alpukat dan sebagainya. Pertanaman campuran secara ekologi juga meningkatkan keragaman jenis yang tangguh terhadap serangan hama dan penyakit serta memungkinkan meningkatkan cadangan air tanah (ground water storage) melalui penetrasi perakaran yang memperbesar infiltrasi. Observasi yang dilakukan di Lampung menunjukkan bahwa pola agroforestry mengundang banyak satwa utamanya jenis-jenis burung yang sekaligus juga membantu proses penyerbukan tanaman. Gambaran tersebut di atas akan mendorong terciptanya suatu keseimbangan ekologi yang berimplikasi kepada manfaat –manfat lainnya. 2. Proyeksi manfaat sosial Pengelolaan Kawasan Hutan tidak dapat dipisahkan masyarakat. Pengadaan blok pemberdayaan dan blok pemanfaatan dengan yang memberikan ruang kepada masyarakat merupakan indikator tentang pelibatan masyarakat dalam mengelola hutan. Penelitian di Sumberjaya Lampung, menunjukkan bahwa setelah masyarakat memperoleh kepastian pengelolaan Rencana Pengelolaan KPHP Mamasa Barat Page 48 terhadap kawasan hutan, kelestarian hutan yang berbatasan dengan wilayah kelolanya justru lebih terjaga (Umar dkk, 2001) KPHP Mamasa Barat diharapkan akan memberikan ruang kepada masyarakat setempat untuk menjadi sarana belajar dalam membentuk kelembagaan mempertegas legalitas mereka dalam mengelola hutan yang kuat, serta kesempatan kerja yang luas. Untuk itu pengelola KPHP Mamasa Barat diharapkan dapat menciptakan hubungan yang harmonis dengan masyarakat, meningkatkan sinergitas yang dilandasi oleh regulasi yang mengatur hak dan kewajiban antara pengelola KPHP dan masyarakat yang diberikan ruang melaksanakan HTR atau HTI dalam wilayah kelolanya. Apabila hubungan ini dapat terjaga maka terwujudnya KPHP Model Mamasa Barat akan menjadi realitas seperti yang diharapkan . 3. Proyeksi Manfaat Ekonomi Pola HTR dapat memilih opsi mandiri, kemitraan atau developer. Masyarakat akan memilih salah satu di antara pola yang ada dengan beberapa pertimbangan yang rasional menurut mereka. Salah satu HTR yang dibangun di Provinsi Jambi melalui pola kemitraan pada lahan seluas 12.065 ha dengan melibatkan 7.554 anggota. Pada daur pertama dengan luas panen 2870 ha telah memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat sebesar 8,5 milyar (www.aphi-net com). Manfaat ekonomi ini sangat penting artinya begi mereka dengan kehadiran HTR Pola Kemitraan yang memberikan bantuan finansial. Belum banyak laporan mengenai nilai ekonomi tanaman hutan rakyat pola mandiri tetapi dapat didekati melalui hasil penelitian yang dilakukan oleh Allan Mattra (2009) pada pola agoforestry di Lainungan , Kabupaten Sidrap. Petani yang memiliki 800 pohon jambu mente , 200 kemiri dan 10 kakao memperoleh hasil senilai Rp 7.640.000 /ha/tahun pada saat panen pertama mente dan kakao dan panen ke 3 kemiri. Pada bentang lahan yang sama Rencana Pengelolaan KPHP Mamasa Barat Page 49 petani yang memiliki 80 tanaman jambu mente, 60 kemiri dan 140 kopi memperoleh hasil senilai Rp 4.650.000. Hasil yang diterima adalah hasil bersih setelah biaya sarana produksi dan peralatan diperhitungkan. Hasil penelitian yang relatif sama dengan pola di atas yang dilaporkan oleh Rusyid dan Supratman memperoleh hasil yang lebih besar dengan nilai Rp 11. 106. 736 ha. Berdasarkan ke dua informasi tersebut gambaran manfaat ekonomi pengelolaan hutan dengan pendekatan pola agroforestry patut untuk dipertimbangkan. Untuk Kabupaten Mamasa yang dikenal sebagai penghasil kopi dengan kualitas prima, pola yang rasional dikembangkan adalah pola agroforestry pada lahan HTR yang berbasis kopi. Nilai tersebut dapat dijadikan sebagai dasar untuk menghitung besarnya nilai ekonomi utamanya pada blok pemberdayan dengan cara mengalikan luas blok pemberdayaan dengan nilai diatas sebesar 16508, 65 ha x Rp 11.106.736 = Rp 183.357.217,26. Rencana Pengelolaan KPHP Mamasa Barat Page 50 V. RENCANA KEGIATAN A. Inventarisasi Berkala Wilayah Pengelolaan serta penataannya Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan, kegiatan inventarisasi berkala wajib dilakukan oleh pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam (IUPHHK-HA) dan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Tanaman (IUPHHK-HT). Tujuan inventarisasi hutan menyeluruh berkala antara lain: (1) untuk mengetahui kondisi sediaan tegakan hutan (timber standing stock) secara berkala, (2) sebagai bahan pemantauan kecenderungan (trend) kelestarian sediaan tegakan hutan di areal KPH dan atau IUPHHK-HA atau IUPHHK-HT. Inventarisasi tersebut dilakukan secara berkala setiap sepuluh tahun sebagai dasar untuk menyusun Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (RKUPHHK) dalam Hutan Alam dan atau RKUPHHK dalam Hutan Tanaman atau KPH sepuluh tahunan. Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) pada prinsipnya berbasis keragaman potensi hutan dan dilaksanakan oleh pemegang IUPHHK-HA dan IUPHHK-HT pada Hutan Produksi atau suatu KPH. Pembagian blok pada KPHP Mamasa Barat meliputi blok inti, blok pemanfaatan HHK-HA, Blok HHK –HT, Blok Pemberdayaan, blok pemanfaatan dan blok perlindungan. Blok blok tersebut diwadahi oleh hutan lindung dan hutan produksi Terbatas 1. Kegiatan pada blok inti Pada blok inti, penggunan lahan yang tidak sesuai dengan fungsi blok inti sebagai pengatur tata air perlu direhabilitasi. Penggunaan lahan tersebut meliputi belukar, pertanian lahan kering, dan pertanian lahan kering campur semak dan sawah. Luasan total dyang terdapat blok inti juga perlu direhabitasi dengan Rencana Pengelolaan KPHP Mamasa Barat Page 51 2. Blok Pemanfaatan HH-KA Pada blok pemanfaatan kayu pada hutan alam terdapat beberapa pola penggunaan lahan yakni, belukar seluas 74, 14 ha (0,26 %) dan pertanian lahan kering campur semak seluas 169,13 ha (0,59 %). Penutupan lahan yang berupa hutan sekunder seluas 37,57 ha (1.32 %) telah ditetapkan untuk areal Hutan Tanaman Rakyat (HTR). Pada kawasan yang pengelolaanya tidak termasuk pada areal HTR, pengelola perlu untuk melakukan rehabilitasi. 3.Blok pemanfaatan HHK-HT. Blok HHK-HT adalah blok yang telah ada ijin pemanfaatan HHK-HT sesuai dengan potensi kawasan yang telah dihasilkan dari proses tata hutan . Blok Pemanfaatan HHK- HT seluas 9570,02 ha berada pada Kawasan Hutan Produksi Terbatas. Pada blok HHK-HT terdapat hutan sekunder seluas 7722.02 ha (80,68 % dari luas blok HHK -HT),belukar seluas 1005,05 ha (10,50 %), dan pertanian lahan kering seluas 764,94 ha (7,99 %). Keseluruhan areal blok HHK-HT telah diserahkan pada PT Amal Nusantara sebagai pemegang ijin Pemungutan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IPHHKHT). Pada Kawasan yang telah ditetapkan sebagai lokasi HTR, pengelola KPHP perlu melakukan pengawasan kinerjanya 4. Blok Pemberdayaan Masyarakat Blok Pemberdayaan seluas 16508, 65 ha berada pada Hutan Produksi terbatas. Di dalam areal Blok Pemberdayaan terdapat hutan sekunder seluas 2042, 16 ha (12,37 % dari luas Blok Pemberdayaan), belukar seluas 9156,41 ha (55,56 %), tanah terbuka seluas 100,31 ha (0,60 %), pertanian lahan kering seluas 113,69 ha (0,68), pertanian lahan kering campur semak seluas 5166,64 ha (31,29 %). Dalam blok pemberdayaan telah ada peruntukan areal seluas 1783,19 ha (10,80 %) yang dikelola oleh Hutan Tanaman Rakyat (HTR) Mamasa. Areal peruntukan ini pada lahan yang penggunaan lahannya berupa hutan sekunder , semak belukar dan tanah Rencana Pengelolaan KPHP Mamasa Barat Page 52 terbuka yang tersebar di 3 kecamatan yakni, Kecamatan Mambi, Aralle dan Tabulahan. Berdasarkan data tersebut, masih sangat terbatas cakupan lahan HTR dibandingkan dengan luas lahan yang dapat mengubah fungsi blok pemberdayaan. Untuk itu pengelola KPHP perlu memilih alternatif apakah berupa pemberian ijin kelola kepada pihak lain atau melaksanakan rehablitasi. 4. Blok Perlindungan Pada Blok Perlindungan seluas 2303,39 ha yang seyogianya diperuntukkan untuk perlindungan tata ar terdapat penggunaan lahan yang berpotensi untuk menimbulkan degradasi lahan, berupa hutan sekunder seluas 864,37 ha (37 % dari luas Blok Perlindungan), belukar seluas 395,48 ha ( 17.16 %), pertanian lahan kering campur semak seluas 1002,71 ha (43,53 %) dan sawah seluas 39,49 ha (1,71 %). Pada Blok Perlindungan telah ada peruntukan untuk HTR seluas 341,68 ha (14,83 %) yang akan dikelola oleh HTR Mamasa. Luas kawasan yang dikelola oleh HTR masih terbatas dibandingkan dengan sebaran penggunaan lahan yang diduga telah menimbulkan degradasi dan memerlukan alternati penanganan oleh pengelola KPHP Rencana Pengelolaan KPHP Mamasa Barat Page 53 VI. PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN A. Pembinaan Pembinaan adalah kegiatan yang berhubungan dengan ,pemberian pedoman ,bimbingan, pelatihan, arahan dan atau supervisi. terhadap pelaksanaan tata hutan Pemberian pedoman ditujukan yang merupakan rancang bangun unit pengelolaan hutan,yang mencakup kegiatan pengelompokan sumberdaya hutan sesuai dengan tipe ekosistem dan potensi yang terkandung didalamya dengan tujuan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat secara lestari. Pemberian bimbingan ditujukan terhadap penyusunan prosedur dan tata kerja, pemberian pelatihan ditujukan terhadap sumberdaya manusa dan aparatur, pemberian arahan mencakup kegiatan penyusunan rencana dan program, sedangkan supervisi ditujukan terhadap pelaksanaan tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan ( PP No. 6 Tahun 2007). Cakupan yang luas dari aspek pembinaaan mendasari pengelola KPHP Mamasa untuk mencermati kegiatan atau program yang berada pada wilayah kelolanya.misalnya : Apakah mereka telah melaksanakan penyusunan rencana tata hutan berdasarkan pedoman yang ada Bimbingan apa yang harus dilakukan dalam penyusunan rancang bangun tersebut Pelatihan apa yang mereka butuhkan agar rencana tersebut dapat terlaksana dengan baik Arahan apa yang perlu diberikan kepada mereka setelah kegiatan tersebut siap untuk diimplementasikan. Tahapan –tahapan ini tentunya sangat bergantung Rencana Pengelolaan KPHP Mamasa Barat Page 54 pada kondisi masyarakat yang menjadi obyek pembinaan serta bentuk kegiatan apa yang mereka lakukan. Strategi pembinaan masyarakat yang menyangkut aspek teknis pada dasarnya mudah diatasi apabila masyarakat telah memahami dengan baik prasyarat yang harus dipenuhi dalam pelibatan program-program yang diprakarsai oleh pemerintah. Untuk itu peningkatan intensitas sosialisasi program-program tersebut kepada masyarakat dapat meningkatkan pemahaman tentang arah yang akan dituju dan dimana posisi mereka di dalam program tersebut. Aspek pembinaan ini tentunya tidak hanya terfokus kepada masyarakat tetapi juga harus dilakukan kepada sub ordinasi dari seorang kepala KPHP sebagai manager. Hal ini perlu dilakukan untuk mempersiapkan mereka dalam penanganan masalah-masalah yang mungkin terjadi dalam penyiapan dan pelaksanaan program yang telah dibuat. Pelaksanaan tata hutan yang menghasilkan beberapa blok dapat memicu konflik apabila mereka tidak memahami urgensi dan pertimbangan pembentukan blok tersebut. Pada blok yang ditetapkan sebagai blok inti yang secara posisional masih berbatasan dengan blok-blok lainnya akan menimbulkan pertanyaan mengapa terdapat regulasi yang berbeda dengan blok-blok lainnya. Hal ini merupakan fenomena yang mungkin terjadi dan membutuhkan pembinaan ssecara dini. B. Pengawasan Aspek pengawasan pada dasarnya bertujuan untuk melihat sejauh mana suatu kegiatan telah sesuai dengan apa yang telah direncanakan. dilakukan secara baik Pengawasan yang dapat mengantisipasi penyimpangan-penyimpangan yang Rencana Pengelolaan KPHP Mamasa Barat Page 55 terjadi dan menggiring penyimpangan tersebut kepada jalur yang Pengawasan yang dilakukan secara baik akan mudah mengindentifikasi benar. bentuk penyimpangan yang terjadi dan pada segmen penyimpangan tersebut terjadi.Dengan demikian akan memberikan kemudahan untuk melakukan pengendalian yang lebih terarah. c. Pengendalian Pengendalian merupakan suatu tahapan yang harus dilakukan untuk menghindari berlanjutnya penyimpangan-penyimpangan yang terjadi. Laporan yang diperoleh dari hasil kegiatan pengawasan harus segera direspons agar penyimpangan tersebut tidak menimbulkan eskalasi permasalahan yang lebih besar dan semakin sulit untuk diselesaikan. Sudah barang tentu tidak semua penyimpangan yang terjadi harus dikendalikan oleh pengelola KPH, karena sangat bergantung pada level mana penyimpangan itu terjadi. Penyimpangan yang terjadi pada tataran kebijakan yang mempengaruhi operasionalisasi suatu kegitana tentunya harus dikendalikan pada level yang lebih tinggi.Apakah pada taran kementerian atau pada tataran Dinas Kehutanan dan sebagainya. Pengelola KPHP Mamasa harus berkonsentrasi pada pengendalian di tingkat tapak yang merupakan wilayah kerjanya. Rencana Pengelolaan KPHP Mamasa Barat Page 56 VII. PEMANTAUAN EVALUASI DAN PELAPORAN Peraturan Pemerintah No 6 Tahun 2007 menjelaskan bahwa salah satu tugas yang harus dilakukan oleh pengelola KPH adalah melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan pada suatu obyek yang telah ditentukan pada selang waktu yang telah ditetapkan. Hasil yang diperoleh melalui pemantauan menjadi bahan penilaian yang setelah dirumuskan melalui suatu kesimpulan, menjadi bahan evaluasi. Bahan evaluasi akan didokumentasikan dalam bentuk laporan. Proses dan hasil dokumentasi ini disebut pelaporan Pemantauan, evaluasi dan pelaporan dilakukan berdasarkan hasil kegiatan penataan hutan yang menetapkan blok inti,blok perlindungan, blok pemberdayaan, dan blok pemanfaatan HHKHA dan HHKHT. Pada blok inti misalnya, apakah tidak terjadi sengketa lahan dengan masyarakat dengan penetapan blok tersebut. Sejauhmana kemajuan yang telah dicapai sesuai dengan rencana yang telahg dibuat serta permasalahan yang dihadapi. Hasil pemantauan dan evaluasi tersebut menjadi bahan dokumentasi untuk pelaporan. Proses dan metoda pemantauan dan evaluasi ini tentunya akan berbeda berdasarkan peruntukan blok yang menjadi obyek pantau dan tahapan pelaksanaan yang telah berjalan. Misalnya pada blok pemberdayaan, pada tahapan rekruitment masyarakat yang terlibat pada blok pemberdayaan perlu dilakukan pemantauan dan dievalusi berdasarkan pedoman yang ada (misalnya kegiatan HTR).tetapi apabila telah berjalan pemantauan akan beralih kepada jenis tanaman yang dibudidayakan, pola tanam yang dikembangkan sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat. Pemantauan yang krusial juga harus dilakukan pada hak kelola Hutan Tanaman Industri oleh karena dalam pembukaan lahan sering mengorbankan kondisi kawasan hutan di sekitar wilayah kelolanya. Rencana Pengelolaan KPHP Mamasa Barat Page 57 Pelaporan yang perlu dibuat setelah didahului dengan pemantauan dan evaluas imeliputi : 1. Inventarisasi wilayah kelola secara penataanya secara berkala Inventarisasi berkala wilayah kelola serta penataan hutannya. Hal ini dipantau, dievaluasi, dan dibuatkan pelaporan pada masing-masing blok. Metode, proses, dan objek yang dipantau tentang inventarisasi ini berbeda tergantung dari jenis blok serta jenis kegiatan pada masing-masing blok yang ada pada wilayah KPHP l Mamasa Barat 2. Pemberdayaan Masyarakat. Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan mengenai “Pemberdayaan Masyarakat” pada blok pemberdayaan sangat diperlukan utamanya pada metoda rekruitment masyarakat. Metoda rekruitment yang salah akan memberikan imbas terhadap sasaran yang ingin dicapai dalam pengembangan ekonomi masyarakat 3. Pembinaan dan pemantauan (controlling) pada areal KPHP l Mamasa Barat yang telah ada izin pemanfaatan atau penggunan kawasan hutan. Utamanya pada blok yang telah jelas peruntukannya. 4. Penyelenggaraan rehabilitasi pada areal di luar izin. Manajemen KPHP Mamasa Barat perlu segera menginventarisasi areal-areal yang perlu direhabilitasi pada masing-masing blok yang menjadi tanggung jawabnya. Kegiatan rehabiltasi yang dilakukan oleh manajemen KPHP Mamasa Barat akan sekaligus akan menjadi acuan bagi pemegang izin pengelolaan untuk membenahi wilayah kelolanya Selanjutnya, dibuat rencana kegiatan penyelenggaraan rehabilitasi pada areal di luar izin tersebut. Penyelenggaraan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan perlu Rencana Pengelolaan KPHP Mamasa Barat Page 58 diadakan baik pada pembuatan rencananya maupun pada pelaksanaan rencana rehabilitasi di luar areal izin tersebut. 5. Pada areal yang diperuntukkan untuk cadangan karbon perlu dilakukan penaksiran cadangan karbon yang ada pada saat ini untuk kemudian dibuat pelaporannya. Pemantauan yang juga perlu dilakukan adalah ada tidaknya kegiatan yang dapat mempengaruhi baseline cadangan karbon yang ada pada saat ini. 6. Penyelenggaraan perlindungan terhadap satwa yang perlu dilindungi. Walaupun belum dilakukan inventarisasi terhadap satwa yang terdapat di KPHP Mamasa Barat, tetapi telah dilaporkan bahwa di dalam wilayah kelola terdapat satwa langka yang harus dilindungi. Satwa tersebut perlu diinvevtarisir kemudian dibuatkan pelaporan. Rencana Pengelolaan KPHP Mamasa Barat Page 59 Konsep pengelolaan multi manfaat (multiple use management) adalah konsep pengelolaan yang tepat untuk mengelola areal KPHP Model Mamasa Barat. Konsep ini akan mengembangkan keterpaduan ekonomi, ekologi, dan sosial sesuai prinsipprinsip pengelolaan hutan lestari dan prinsip-prinsip bisnis usaha pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, dan pemanfaatan hasil hutan kayu. Tiga strategi utama untuk mengimplementasikan konsep tersebut yaitu, (1) pengembangan sistem pengelolaan multi manfaat (multiple use management), (2) pengembangan unit usaha kehutanan berbasis masyarakat, dan (3) pengembangan sistem pendukung. Strategi-strategi tersebut akan dijabarkan dalam bentuk aktivitasaktivitas pengelolaan yang akan dilaksanakan secara sequential dan multi tahun (multi years) serta mengarah kepada pengelolaan areal KPHP Model Mamasa barat yang mandiri. Pada tahap awal operasionalisasi KPHP Model Mamasa barat, hal yang paling penting dan mendesak dilakukan adalah pemantapan kawasan dan inventarisasi hutan. Pemantapan kawasan dilakukan melalui pemetaan secara partisipatif batasbatas wilayah KPHP serta pemetaan lokasi-lokasi aktivitas pemanfaatan hutan oleh masyarakat setempat di dalam wilayah KPHP Model Mamasa barat. Kegiatan pemetaan partisipatif diikuti dengan kegiatan inventarisasi untuk mengetahui potensi hutan pada setiap blok serta potensi areal KPHP yang dapat dikelola sebagai blok wilayah tertentu. Hasil kedua kegiatan tersebut menjadi dasar menyusun rencana pengelolaan tahunan dan revisi blok KHPL Model Mamasa barat. Untuk jangka waktu sepuluh tahun pertama, rencana pengelolaan tahunan akan fokus pada rehabilitasi kawasan hutan yang telah terdegradasi, pembangunan institusi kolaborasi pengelolaan unit usaha jasa lingkungan (antara lain kolaborasi dengan pengelola wisata air terjun dan pengelola PLTA Bakaru), pengelolaan Hutan Rencana Pengelolaan KPHP Mamasa Barat Page 60 Tanaman Rakyat (HTR) pada blok pemberdayaan, pengelolaan kolaborasi pada blok inti dan blok perlindungan yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat (antara lain dapat melalui pembangunan skema Hutan Kemasyarakatan), serta revisi blok pengelolaan yaitu menata blok wilayah tertentu pada areal KPHP Model Mamasa barat yang memiliki potensi untuk dikelola secara mandiri oleh manajemen KPHP Model Mamasa barat. Untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan pengelolaan tersebut di atas, manajemen KPHP Model Mamasa barat memerlukan dukungan kebijakan konvergensi anggaran dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat, dan Pemerintah Kabupaten Mamasa sehingga pendekatan manajemen yang lintas wilayah dan lintas sektor dalam pengelolaan KPHP Model Mamasa barat dapat diaplikasikan. Pada akhirnya, visi pengelolaan KPHP Model Mamasa barat yaitu, “Menjadi KPHP model mandiri yang berbasis ketangguhan pengelolaan sumberdaya hutan lestari untuk menunjang Pembangunan Berkelanjutan” dapat terwujud. Rencana Pengelolaan KPHP Mamasa Barat Page 61