BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Diri 2.1.1 Pengertian Konsep Diri Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain. Stuart dan Sundeen (dalam Keliat,1992). Termasuk persepsi individu akan sifat dan kemampuannya, interaksi dengan orang lain dan lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman objek, tujuan serta keinginannya. Beck (dalam Keliat, 1992) lebih menjelaskan bahwa konsep diri adalah cara individu memandang dirinya secara utuh, emosional, intelektual, sosial dan spiritual. William H. Filts (1971) mengemukakan bahwa konsep diri merupakan aspek penting dalam diri seseorang, karena konsep diri seseorang merupakan kerangka acuan (frame of reference) dalam berinteraksi. Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya yang dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungan. Konsep diri bukan merupakan faktor bawaan, melainkan berkembang dari pengalaman yang terus menerus terdiferensiasi. Dasar dari konsep diri individu ditanamkan pada saat-saat dini kehidupan anak dan menjadi dasar yang mempengaruhi tingkah lakunya di kemudian hari. 7 Fitts (1971), menyebutkan ciri-ciri individu yang mempunyai konsep diri rendah adalah tidak menyukai dan menghormati diri sendiri, memiliki gambaran yang tidak pasti terhadap dirinya, sulit mendefinisikan diri sendiri dan mudah terpengaruh oleh bujukan dari luar, tidak memiliki pertahanan psikologis yang dapat membantu menjaga tingkat harga dirinya, mempunyai banyak persepsi yang saling berkonflik, merasa aneh dan saling terhadap diri sendiri sehingga sulit bergaul, mengalami kecemasan yang tinggi, serta sering mengalami pengalaman negatif dan tidak dapat mengambil manfaat dari pengalaman tesebut. Konsep diri akan turun ke negatif apabila seseorang tidak dapat melaksanakan perkembangan dengan baik. 2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri Menurut Willian H. Fitts (1971) konsep diri berpengaruh kuat terhadap tingkah laku seseorang. Dengan mengetahui konsep diri seseorang, kita akan lebih mudah meramalkan dan memahami tingkah laku orang tersebut. Pada umunya tingkah laku individu berkaitan dengan gagasangagasan tentang dirinya sendiri. Konsep diri seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut (Fitts, 1997) : 1. Pengalaman, terutama pengalaman interpersonal, yang memunculkan peranan positif dan perasaan berharga. 2. Kompetensi dalam area yang dihargai oleh individu dan orang lain. 8 3. Aktualisasi diri, atau implementasi dan realisasi dari potensi pribadi yang sebenarnya. 2.1.3 Aspek-aspek Dalam Konsep Diri Fitts (1997) membagi konsep diri dalam dua dimensi pokok yaitu sebagai berikut: 1. Dimensi Internal Dimensi internal atau yang disebut juga acuan internal (internal frame of reference) adalah penilaian yang dilakukan individu terhadap dirinya sendiri berdasarkan dunia di dalam dirinya. Dimensi terdiri dari tiga bentuk: a) Diri identitas (identity self) Bagian diri ini merupakan aspek yang paling mendasar pada konsep diri dan mengacu pertanyaan, “siapakah saya”? Dalam pertanyaan tersebut tercakup label-label dan simbol-simbol yang diberikan pada diri (self) oleh individu-individu yang bersangkutan untuk menggambarkan dirinya dan membangun identitasnya, misalnya “saya ita”. Kemudian dengan bertambahnya usia dan interaksi dengan lingkungannya, pengetahuan individu tentang dirinya juga bertambah, sehingga ia dapat melengkapi keterangan tentang dirinya dengan hal-hal yang lebih kompleks, seperti”saya pintar tetapi terlalu gemuk” dan sebagainya. b) Diri perilaku (behavioral self) 9 Diri pelaku merupakan persepsi individu tentang tingkah lakunya, yang berisikan segala kesadaran mengenai “apa yang dilakukan oleh diri”. Selain itu bagian yang berkaiatan erat dengan diri identitas diri adekuat akan menunjukan adanya keserasian antara diri identitas dengan diri perilakunya, sehingga ia dapat mengenali dan menerima, baik diri sebagai identitas maupun diri sebagai pelaku. Kaitan dari keduanya dapat dilihat pada diri sebagai penilai. c) Diri penerimaan/penilai (judging self) Diri penilai berfungsi sebagai pengamat, penetu standar, dan evaluator. Kedudukannya adalah sebagai perantara (mediator) antara diri identitas dan diri pelaku. Manusia cenderung memberikan penilaian terhadap apa yang dipersepsikan. Oleh karena itu, label-label yang dikenakan pada dirinya bukanlah semata-mata menggambarkan dirinya, tetapi juga sarat dengan nilainilai. Selanjutnya, penilaian ini berperan dalam menentukan tindakan yang akan ditampilkan. 2. Dimensi Eksternal Pada dimensi eksternal, individu menilai dirinya melalui hubungan dan aktivitas sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, serta hal-hal diluar dirinya. Dimensi ini merupakan suatu hal yang luas, misalnya diri yang berkaitan dengan sekolah, organisasi, agama, dan sebagainya. Namun, dimensi yang 10 dikemukakan oleh Fitts adalah dimensi eksternal yang bersifat umum bagi semua orang, dan dibedakan menjadi atas lima bentuk, yaitu: a) Diri fisik (phsycal self) Diri fisik menyangkut persepsi seseorang terhadap keadaan dirinya secara fisik. Dalam hal ini terlihat persepsi seseorang mengenai kesehatan dirinya, penampilan dirinya (cantik, jelek, tidak menarik, menarik) dan keadaan tubuhnya (tinggi, pendek, gemuk, kurus). b) Diri etik-moral (moral-ethical self) Bagian ini merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya dilihat dari standar pertimbangan nilai moral dan etika. Hal ini menyangkut persepsi seseorang mengenai hubungan dengan tuhan, keputusan seseorang akan kehidupan keagamaanya dan nilai-nilai moral yang dipegangnya, yang meliputi batasan baik dan buruk. c) Diri pribadi (personal self) Diri pribadi merupakan perasaan atau persepsi seseorang tentang keadaan pribadinya. Hal ini tidak dipengaruhi oleh kondisi fisik atau hubungan dengan orang lain, tetapi dipengaruhi oleh sejauh mana individu merasa puas terhadap pribadinya atau sejauh mana ia merasa dirinya sebagai pribadi yang tepat. d) Diri keluarga (family self) 11 Diri keluarga menunjukan perasaan dan harga diri seseorang dalam kedudukannya sebagai anggota keluarga. Bagian ini menunjukan seberapa jauh seseorang merasa adekuat terhadap dirinya sebagai anggota keluarga, serta terhadap peran maupun fungsi yang dijalankan sebagai anggota dari suatu keluarga. e) Diri sosial (social self) Bagian ini merupakan penilaian individu terhadap interaksi dirinya dengan orang lain merupakan lingkungan disekitarnya. 2.1.4 Kondisi-kondisi yang mempengaruhi konsep diri remaja Menurut Hurlock (1990), kondisi-kondisi yang mempengaruhi konsep diri remaja sebagai berikut: a) Usia kematangan Remaja yang matang lebih awal, yang diperlukan orang yang hampir dewasa, mengembangkan konsep diri yang menyenagkan, sehingga dapat menyesuaikan diri dengan baik.Remaja yang matang terlambat, yang diperlukan seperti anak-anak merasa salah dimengerti dan bernasib kurang baik. Sehingga cenderung berperilaku kurang dapat menyesuaikan diri. b) Penampilan diri Penampilan diri yang berbeda membuat remaja merasa rendah diri meskipun perbedaan yang ada menambah daya tarik fisik.Tiap cacat fisik merupakan sumber yang memalukan yang mengakibatkan perasaan rendah 12 diri. Sebaliknya, daya tarik fisik menimbulkan yang menyenangkan tentang ciri kepribadian dan menumbuh sosial c) Kepatutan seks Kepatuan seks dalam penampilan diri, minat dan perilaku membuat remaja mencapai konsep diri yang baik. Ketidakpatuan seks membuat remaja sadar diri dan hal ini memberi akibat untuk pada perilakunya d) Nama dan julukan Remaja peka dan merasa malu bila teman-teman sekelompok menilai namanya buruk atau bila mereka memberi nama juluknya yang bernada cemoohan. e) Hubungan keluarga Seorang remaja mempunyai hubungan yang erat dengan seorang anggota keluarga akan mengidentifiaksi diri dengan orang lain dan ingin mengembangkan pola kepribadian yang sama. Bila tokoh ini sesama jenis, remaja akan tertolong untuk mengembangkan konsep diri yang layak untuk jenis seksnya. f) Teman-teman sebaya Teman-teman sebaya mempengaruhi pola kepribadian remaja dalam dua cara. Pertama, konsep diri remaja merupakan cerminan dari anggapan tentang konsep diri teman-teman tentang dirinya dan yang kedua, ia berada dalam tekanan untuk mengembangkan ciri-ciri kepribadian yang diakui kelompok. g) Kreativitas 13 Remaja semasa kanak-kanak didorong agar kreatif dalam bermain dan dalam tugas-tugas akademis, mengembangkan perasaan individualitas dan identitas yang memberi pengaruh yang baik pada konsep dirinya. Sebaliknya, remaja yang sejak awal masa kanak-kanak didorong untuk mengikuti pola yang sudah diakui akan kurang mempunyai perasaan identitas dan individualitas. h) Cita-cita Bila remaja mempunyai cita-cita yang tidak realistik, ia akan mengalami kegagalan. Hal ini akan menimbulkan perasaan tidak mampu dan reaksi-reaksi bertahan dimana ia menyalahkan orang lain atas kegagalannya. Remaja yang realistik tentang kemampuannya lebih banyak mengalami keberhasilan dari pada kegagalan. Ini akan menimbulkan kepercayaan diri dan kepuasaan diri yang lebih besar yang memberikan konsep diri yang lebih baik. 2.2 Kebutuhan Bimbingan Pribadi 2.2.1 Pengertian Bimbingan pribadi Bimbingan pribadi merupakan bimbingan untuk membantu para individu dalam memecahkan masalah-masalah pribadi mereka. Bimbingan pribadi diarahkan untuk memantapkan kepribadian dan mengembangkan kemampuan individu dalam menangani masalah-masalah kehidupan. Bimbingan pribadi merupakan layanan untuk membantu para individu dalam mengembangkan diri, pemahaman diri dan pengarahan diri yang 14 meliputi aspek pribadi-sosial, belajar (akademik), dan karier (depdiknas, 2007) 2.2.2. Kebutuhan Bimbingan Pribadi Kebutuhan bimbingan pribadi (Depdiknas, 2007) adalah sebagai berikut : 1) Kebutuhan untuk mengenal dan memahami potensi, kekuatan, dan tugas-tugas perkembangannya. 2) Kebutuhan untuk mengenal dan memahami potensi atau peluang yang ada dilingkungannya. 3) Kebutuhan untuk mengenal dan menentukan tujuan dan rencana hidupnya serta rencana pencapaian tujuan tersebut. 4) Kebutuhan untuk memahami dan mengatasi kesulitan-kesulitan sendiri. 5) Kebutuhan untuk menggunakan kemampuannya untuk kepentingan dirinya, kepentingan lembaga tempat bekerja dan masyarakat. 6) Kebutuhan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan dan tuntutan dari lingkungannya. 7) Kebutuhan untuk mengembangkan segala potensi dan kekuatan yang dimilkinya secara optimal. 2.2.3 Aspek-aspek Bimbingan Pribadi Secara khusus bimbingan pribadi bertujuan untuk membantu individu agar dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya yang meliputi aspekaspek dibawah ini (Depdiknas, 2007): a. Memiliki komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, pergaulan dengan teman sebaya, Sekolah/Madrasah, tempat kerja, maupun masyarakat pada umumnya. b. Memiliki sikap toleransi terhadap umat beragama lain, dengan saling menghormati dan memilihara hak dan kewajibannya masing-masing. c. Memiliki pemahaman tentang irama kehidupan yang bersifat fluktuatif antara yang menyenangkan (anugerah) dan yang tidak menyenangkan (musibah), serta mampu meresponnya secara positif sesuai dengan ajaran agama yang dianut. 15 d. Memiliki pemahaman dan penerimaan diri secara obyektif dan kontrukstif, baik yang terkait dengan keunggulan maupun kelemahan; baik fisik maupun psikis. e. Memiliki sikap positif atau respek terhadap diri sendiri dan orang lain. f. Memiliki kemampuan untuk melakukan pilihan secara sehat. g. Bersifat respek terhadap orang lain, menghormati atau menghargai orang lain, tidak melecehkan martabat atau harga dirinya. h. Memiliki rasa tanggung jawab, yang diwujudkan dalam bentuk komitmen terhadap tugas atau kewajibannya. i. Memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan secara efektif. 2.3. Hasil Penelitian yang Relevan Pudjiono (1997) dalam studinya tahun 1985-1986 kepada siswa SMA Negeri di Kotmadya Surabaya, menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara bimbingan pribadi dengan konsep diri, menunjukkan bahwa sikap siswa terhadap bimbingan pribadi merupakan unsur atau bagian dari konsep diri sebagai pelajar. Penelitian Landukura (2012) tentang hubungan kebutuhan bimbingan pribadi dengan konsep diri siswa kelas XI SMK Teknologi dan Industri Kristen Salatiga dengan hasil tidak ada hubungan yang signifikan antara kebutuhan bimbingan pribadi dengan konsep diri siswa kelas XI SMK Teknologi dan Industri Salatiga dengan hasil =-0,115 dengan p=0,228>0,05. Dengan angka tersebut membuktikan bahwa ada hubungan negatif dan signifikan antara kebutuhan bimbingan pribadi dengan konsep diri siswa kelas XI SMK Teknologi dan industri. Di lihat dari hasil-hasil penelitian di atas dapat disimpulkan adanya pengaruh dan tidak berpengaruh ataupun adanya hubungan signifikan maupun tidak ada hubungan yang signifikan maupun tidak ada hubungan 16 yang signifikan maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebuh lanjut mengenai hubungan antara kebutuhan bimbingan pribadi dengan konsep diri siswa. 2.4 Hipotesis Berdasarkan pendapat diatas maka penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut: Ada hubungan yang signifikan antara kebutuhan bimbingan pribadi dengan konsep diri siswa kelas VII SMP N 9 Salatiga 17