pejabat fungsional pemeriksa dokumen - E

advertisement
DIKLAT FUNGSIONAL
PEJABAT FUNGSIONAL
PEMERIKSA DOKUMEN
Modul
Disusun Oleh:
Drs. Ahmad Dimyati
(Widyaiswara Utama)
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
PUSDIKLAT BEA DAN CUKAI
2015
DIKLAT FUNGSIONAL
PEJABAT FUNGSIONAL
PEMERIKSA DOKUMEN
Modul
Disusun Oleh:
Drs. Ahmad Dimyati
(Widyaiswara Utama)
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
PUSDIKLAT BEA DAN CUKAI
2015
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
i
KAT A PENGANT AR DAN PENGESAHAN
KEPALA
PUSAT PENDIDIKAN
DAN PELATIHAN
BEA DAN CUKAI
Menunjuk surat tugas Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Bea dan
Cukai Nomor : ST-104/PP.5/2009
tanggal 3 April 2009, maka kepada Sdr.
Ahmad Dimyati telah ditugaskan menyusun Modul Kepabeanan Internasional
pada Diklat Fungsional Pejabat Fungsional Pemeriksa Dokumen di Pusdiklat Bea
dan Cukai, Jakarta.
Oleh karena modul Kepabeanan Internasional sebagaimana terlampir
telah diseminarkan,
dimaksud
maka dengan
ini kami nyatakan
bahwa Modul yang
sah dan layak untuk menjadi Modul Diklat Fungsional
Pejabat
Fungsional Pemeriksa Dokumen.
Terima kasih kami ucapkan kepada penyusun dan semua pihak yang
telah membantu penyelesaian materi modul tersebut.
Demikian kata pengantar dan pengesahan ini dibuat untuk dipergunakan
sebagaimana mestinya.
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .........................................................................................
i
DAFTAR ISI .......................................................................................................
ii
DAFTAR GAMBAR ..…..……………………………………..……………………..
iv
DAFTAR LAMPIRAN ………………..…..………………………………………….
v
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL …………………………………………...
vi
PETA KONSEP MODUL ………………………………………………………….
vii
MODUL
KEPABEANAN INTERNASIONAL
A. Pendahuluan …………………………………………………………………
1
1. Deskripsi Singkat ……………………......................................................
1
2. Prasyarat Kompetensi ……………….....................................................
1
3. Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) ........................
1
4. Relevansi Modul ….…………………………………………..…………….
2
B. KEGIATAN BELAJAR …...........................................................................
3
1. Kegiatan Belajar (KB) 1 ……………......................................................
3
Organisasi Kepabeanan Internasional
Indikator ……………………………………………………………………..
3
a. Uraian dan contoh ..........................................................................
3
1. World Trade Organizsation ……………………………………..
3
2. World Customs Organization …………………... ...................... 11
b. Latihan 1 …………………………………………………………........ 15
c. Rangkuman …………………………………………………………..
16
d. Tes Formatif 1 ………………………………………………………… 17
e. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ……………………....................... 20
2. Kegiatan Belajar (KB) 2 ……………....................................................... 21
Kesepakatan / Perjanjian Internasional
Indikator …………………………………………………………………….. 21
a. Uraian dan contoh .......................................................................... 21
1. Perjanjian Multilateral …………………………………………....
21
2. Perjanjian Regional ………………………………………………
41
3. Perjanjian Bilateral ……………………………………………….
48
4. Implementasi Perjanjian internasional Dalam Kepabeanan
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
iii
Indonesia ................................................................................. 55
b. Latihan 2 …….……………………………………………………....... 62
c. Rangkuman …………………………………………………………… 62
d. Tes Formatif 2 ………………………………………………………..
64
e. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ……………………........................ 67
PENUTUP …………………………………………………………………………… 68
TES SUMATIF …………………………............................................................... 69
KUNCI JAWABAN ( TES FORMATIF DAN TES SUMATIF ) ………………….. 76
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………… 78
LAMPIRAN
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Peta Dunia .......................................................................................... 4
Gambar 2. Logo World Trade Oganization ......................................................... 5
Gambar 3. WTO Agreement .............................................................................. 10
Gambar 4. Logo World Customs Organization......................................................12
Gambar 5. WCO Agreement .............................................................................. 14
Gambar 6. ATA Carnet Passport ....................................................................... 35
Gambar 7. Bagan Penggunaan Form D ............................................................ 45
Gambar 8. Kesepakatan APEC …………………………………………………..
48
Gambar 9. Bagan Penggunaan Form E …………………………….................... 49
Gambar 10. Bagan Penggunaan Form AK ........................................................ 51
Gambar 11. Bagan Penggunaan Form JIEPA ................................................... 53
Gambar 12. Kesepakatan Indonesia – Australia ................................................ 54
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
v
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Certifficate of Origin (Form D)......................................................
80
Lampiran 2. Certificate of Origin (Form E).......................................................
82
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
vi
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL
Bacalah dengan cermat dan teliti materi Modul ini, setelah selesai
membaca dan memahami materi pembelajaran, jawablah soal latihan dan
pahami rangkuman pembelajaran. Siswa atau peserta diklat merasa jawaban
soal latihan hasilnya belum mencapai enam puluh lima persen, agar membaca
dan memahami kembali modul ini utamanya yang belum dimengerti.
Dalam hal masih belum dapat dimengerti materi pembelajaran ini
tanyakan kepada pengajar, dan/atau kelompok belajar Anda.
Menjelang akhir pembelajaran kerjakan atau jawablah seluruh test
formatif, dan test sumatif, setelah selesai dikerjakan jawaban agar dicocokan
dengan kunci jawaban yang telah disediakan pada modul ini.
Bila berhasil menjawab dengan benar lebih dari enam puluh lima
persen, dinyatakan cukup berhasil, dalam hal ingin lebih baik lagi hasilnya agar
mengulangi membaca kembali bagian yang belum dipahami atau dimengerti.
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
vii
PETA KONSEP
~~VAE~~A~I~T~~~ASI~~AL
I
~~(7A~ISASI
I~T~~~ASm~AL
I
I
I
V~~JA~JIA~
I~T~~~ASm~AL
EmA~(7 ~~VAU~~A~
WT~
I
WC~
I
I
I
I
MUL TlLA T~~AL
I
UILAT~~AL
I
WTO:
- AGREEMENT ON PSI
- AGREEMENT ON IMPORT LICENCING PROCEDURES
- AGREEMENT ON CUSTOMS
VALUATION
- AGREEMENT ON RULES OF
ORIGIN
I-- AGREEMENT ON
INTELECTUAL PROPERTY
RIGHT
- AGREEMENT ON ANTI
DUMPING
- AGREEMENT ON
SUBSIDIES AND COUNTER
VAILLING MEASURES
- AFTA (ASEAN FREE TRADE
AREA)
- APEC (ASIA PACIFICECONOMIC COOPERATION)
~~(7I~~AL
I
- INDONESIA -CHINA PTA's
- INDONESIA - KOREA PTA's
INDONESIA - JAPAN PTA's
- INDONESIA - AUSTRALIA
WCO:
'--
- KYOTO CONVENTION
- HARMONIZED SYSTEM
- ISTANBUL CONVENTION
(ATA CARNET/CPD CARNET)
- SAFE
- ARUSHA DECLARATION
IMPLEMENTASI DALAM SISTEM KEPABEANAN INDONESIA
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
1
A
PENDAHULUAN
MODUL
KEPABEANAN INTERNASIONAL
1. Deskripsi Singkat
Pelajaran dalam modul ini pada garis besarnya membahas mengenai
organisasi serta
lembaga
kepabeanan internasional, perjanjian-perjanjian
(konvensi) internasional yang telah disepakati yang meliputi hal-hal yang
berkaitan
dengan
internasional
dan
penanganan
hal-hal
yang
lalu-lintas
barang
berkaitan
dengan
dalam
perdagangan
kepabeanan,
serta
implementasinya dalam pemenuhan kewajiban penyelesaian formalitas pabean.
2. Prasyarat Kompetensi
Untuk dapat mempelajari modul ini dengan baik peserta Diklat harus
sudah menguasai teknik pabean dasar, dan telah lulus Diklat Teknis Substantif
Dasar Kepabeanan dan Cukai.
3. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
a. Pemahaman konsep, struktur organisasi dan lembaga kepabeanan
internasional.
1) Memahami organisasi, tujuan dan fungsi World Trade Organization.
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
2) Memahami
2
organisasi,
tujuan
dan
fungsi
World
Customs
Organization.
b. Pemahaman Perjanjian dan Kesepakatan-kesepakatan Internasional
Dibidang Kepabeanan.
1) Memahami kesepakatan internasional yang bersifat multilateral,
regional dan
formalitas
bilateral, yang
pabean,
dan
berkaitan
dengan
implementasinya
penyelesaian
dalam kepabeanan
Indonesia.
2) Memahami dan mampu melaksanakan penelitian dokumen pabean
dan dokumen pelengkap pabean atas lalu lintas barang yang
berkaitan dengan kesepakatan internasional dibidang kepabeanan.
4. Relevansi Modul
Modul ini berguna bagi peserta diklat disamping untuk bekal dalam bekerja
dilapangan, juga untuk menambah wawasan internasional yang sangat
diperlukan. Hal tersebut karena semakin luasnya aturan internasional dan
cakupan produk yang diatur dalam perdagangan antar negara menuntut
pengetahuan yang memadai dalam mengawasi lalu lintas perdagangan
internasional.
Modul ini juga berguna bagi peserta diklat dalam mempelajari modul atau
mata pelajaran lainnya yang terkait, seperti Modul Teknis Pabean Lanjutan,
Modul Tarif dan Klasifikasi Barang, dan Modul Nilai Pabean.
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
3
B
KEGIATAN
BELAJAR
1. Kegiatan Belajar (KB) 1
ORGANISASI
KEPABEANAN INTERNASIONAL
Indikator Keberhasilan :
Setelah mempelajari materi diharapkan siswa mampu :
1) Menjelaskan organisasi, tujuan dan fungsi WTO.
2) Menjelaskan organisasi, tujuan dan fungsi WCO.
3) Menjawab pertanyaan tentang organisasi kepabeanan internasional,
serta tujuan dan fungsinya.
a. Uraian dan Contoh
1) World Trade Organization
Saudara para peserta Diklat.
Sebagaimana kita ketahui bahwa eksistensi institusi kepabeanan
sangat penting disetiap negara. Institusi kepabeanan selain mempunyai
fungsi budgeter, juga fungsi-fungsi pengaturan (regularent). Fungsi-fungsi
tersebut berguna untuk melindungi kepentingan dalam negeri negara yang
bersangkutan. Masalahnya adalah dalam konteks fungsi-fungsi tersebut
institusi kepabeanan dianggap sebagai penghambat perdagangan.
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
4
Untuk mengurangi hambatan perdagangan antar negara, beberapa
negara berkumpul dan membuat kesepakatan-kesepakatan dibidang
perdagangan.
Dalam masyarakat Eropa terdapat dua komisi yang dibentuk untuk
kepentingan perdagangan internasional, yaitu komisi bidang ekonomi dan
komisi bidang perdagangan. Komisi ekonomi inilah yang membentuk
pasaran bersama Eropa atau masyarakat Eropa yang kemudian dikenal
sebagai European Union. Sedangkan komisi bidang perdagangan banyak
membahas hal-hal yang berkaitan dengan perdagangan dan masalah
kepabeanan.
Hal tersebut terjadi sesudah perang dunia ke-dua. Hal inilah yang
merupakan cikal bakal terbentuknya organisasi perdagangan dunia (World
Trade Organization) dan organisasi kepabeanan internasional (World
Customs Organization).
Gambar 1
Peta Dunia
Keterangan:
WTO beranggotakan negara-negara diseluruh dunia.
Lebih lanjut akan penulis sampaikan tentang organisasi perdagangan
internasional yang perlu diketahui oleh peserta Diklat. Pengetahuan
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
5
mengenai lembaga WTO ini dianggap perlu karena kesepakatankesepakatan yang dihasilkannya berkaitan erat dengan permasalahan dan
tugas-tugas kepabeanan.
Permasalahan dalam proses penyelesaian formalitas pabean akan
dapat mempengaruhi kelancaran perdagangan internasional. Hambatanhambatan
perdagangan
baik
hambatan
tariff
maupun
non
tarif
implementasinya terjadi pada waktu penyelesaian formalitas kepabeanan di
suatu negara.
WTO adalah organisasi perdagangan dunia yang mengatur dan
menerapkan perjanjian multilateral dan plurilateral dibidang perdagangan.
WTO lahir karena kebutuhan akan adanya suatu lembaga atau
organisasi internasional yang dapat berfungsi atau sebagai wadah untuk
membuat suatu aturan permainan dalam perdagangan internasional. WTO
lahir dari hasil perundingan multilateral dalam kerangka GATT (General
Agreement on Tariff and Trade), yang dikenal dengan “Putaran Uruguay”
pada tahun 1994.
Gambar 2
Logo World Trade Organization
GATT
D
Keterangan: WTO lahir dari hasil perundingan multilateral dalam
kerangka GATT
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
6
GATT (General Agreement on Tarif and Trade) adalah perjanjian
internasional multilateral yang mengatur
perdagangan internasional.
GATT lahir atau dibentuk setelah Perang Dunia II (tahun 1947) atas dasar
“provisional basis“ yaitu bersifat sementara. GATT bukan merupakan suatu
organisasi atau lembaga.
GATT (sekarang disebut WTO) memiliki lima tujuan utama, yaitu:
-
Menghapus berbagai hambatan tarif maupun non tarif.
-
Menciptakan kondisi perdagangan tanpa diskriminasi.
-
Membentuk dasar perdagangan yang stabil dan mudah diprediksi.
-
Membentuk suatu forum konsultasi.
-
Mendorong kesepakatan perdagangan di tingkat regional.
Untuk mencapai liberalisasi perdagangan, berbagai perundingan
perdagangan multilateral atau sering disebut sebagai “putaran perundingan
perdagangan“ telah dilaksanakan di bawah pengawasan GATT. Putaran
perundingan yang pertama dilaksanakan
pada tahun 1947 di Jenewa
(Geneve Round). Kemudian dilanjutkan dengan Annecy Round (1949),
Torquay Round (1951), Geneve Round (1956), Dillon Round (1960),
Kennedy Round (1964/67), Tokyo Round (1973/79), dan Uruguay Round
(1987/93).
Perjanjian–perjanjian
tersebut
dibuat
untuk
mendorong
dan
mewujudkan perdagangan bebas antara negara anggota dengan cara
penurunan tarif dalam perdagangan barang dan sebagai mekanisme yang
lazim dalam menyelesaikan perselisihan dagang, seperti masalah dumping,
quota, penolakan barang impor, dan masalah-masalah perdagangan
lainnya.
Prinsip dasar GATT adalah sebagai berikut.
a)
Most Favoured National (MFN) .
Prinsip MFN adalah perlakuan yang sama. Jika suatu negara
memberikan perlakuan yang istimewa kepada negara mitra dagangnya
dan hendaklah juga memberikan perlakuan yang sama istimewanya
kepada negara-negara lain yang melakukan transaksi perdagangan
dengan negara bersangkutan. Perlakuan yang sama tercermin dalam
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
7
tarif bea masuk atas barang impor, pajak ekspor dan pungutan negara
lainnya.
b) Reciprocity
Perundingan antara suatu negara dengan negara lain atau antar
negara akan menghasilkan kesepakatan yang saling menguntungkan
dan saling berbalasan. Penurunan atau penghapusan tarif suatu
negara dilakukan setelah melakukan perundingan dengan negara
negara
partner
dagangnya.
Artinya
adalah
penurunan
atau
penghapusan tarif oleh suatu negara untuk komoditi tertentu hendaklah
dilakukan dengan penurunan atau penghapusan tarif untuk komoditi
yang sama oleh negara-negara lain.
c) Non discrimination
Salah satu prinsip dasar GATT adalah tidak boleh melakukan
diskriminasi. Setiap barang impor yang telah masuk ke pasar domestik
dalam suatu negara hendaklah diperlakukan sama dengan barang
domestik. Barang impor dan barang domestik mempunyai hak yang
sama dalam melakukan persaingan dan tidak boleh dilakukan berbeda
dalam pengenaan pajak.
Putaran Uruguay yang dimulai sejak tahun 1986-1993, merupakan
putaran terakhir dari delapan putaran perundingan multilateral yang
berhasil dirampungkan GATT. Sukses yang paling menonjol adalah dalam
penurunan tarif bea masuk.
Dengan menandatangani dan meratifikasi kesepakatan Putaran
Uruguay, Indonesia terikat pada beberapa komitmen seperti yang
tercantum dalam konsesi tarif untuk Indonesia yang dikenal dengan
Schedule XXI-Indonesia, yaitu sebagai berikut :
a) Mengubah hambatan-hambatan non-tarif disektor pertanian menjadi
hambatan tarif,
b) Penurunan tarif untuk beberapa komoditi hasil pertanian dimana 1.014
pos tarif akan diikat pada tingkat 40%, 300 pos tarif diikat diatas 40%
dan 27 pos tarif diikat dibawah 40%
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
8
c) Pada sektor industri, 6.848 pos tarif diikat pada tingkat 40% dan 688
pos tarif diikat kurang dari 40%
d) 504 pos tarif masuk dalam Exclusion List
Komitmen tersebut dijadikan pedoman dalam mengambil suatu
kebijakan, khususnya yang berkaitan dengan perdagangan internasional.
Berkaitan
dengan
adanya
lembaga
internasional
tersebut,
pertanyaannya adalah apakah Indonesia telah menjadi anggota organisasi
tersebut? Apakah Indonesia wajib mengadopsi perjanjian atau kesepakatan
yang telah di setujui?
Indonesia masuk menjadi anggota GATT pada tahun 1950 melalui
prosedur “sponsorship”, yaitu status keanggotaan yang diperoleh melalui
sponsor atau dukungan negara lain, dalam hal ini Belanda. Belanda saat itu
merupakan salah satu dari 23 origin contracting parties of GATT.
Sedangkan keanggotaan Indonesia pada WTO disamping karena
telah menjadi anggota GATT, Indonesia juga telah ikut menandatangani
Agreement Establishing World Trade Organization dan menerbitkan
Undang-undang nomor 7 tahun 1994 mengenai keanggotaannya di WTO.
Indonesia sebagai negara berkembang diberi keleluasaan dalam
menerapkan WTO Agreement. Ada perjanjian-perjanjian yang telah
diratifikasi dan ada juga yang tidak diratifikasi. Walaupun demikian
Indonesia menerima prinsip-prinsip kesepakatan yang telah dihasilkan.
Saudara peserta diklat.
Penjelasan lebih lanjut mengenai fungsi dan prinsip-prinsip yang
dianut dalam WTO adalah sebagai berikut.
WTO mempunyai fungsi dasar untuk mengatur dan menerapkan
perjanjian
dagang
multilateral,
bertindak
sebagai
forum
negosiasi
perdagangan multilateral, menyelesaikan sengketa perdagangan, meninjau
kebijakan perdagangan nasional; dan bekerja sama dengan lembaga
internasional
lain
yang
terlibat
dalam
pembentukan
kebijakan
perekonomian global.
Banyak
perangkat
hukum
yang
merupakan
keputusan
dan
kesepakatan yang menuntut kewajiban dan komitmen dari anggota WTO,
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
9
namun pada dasarnya prinsip-prinsip yang tercakup dalam berbagai
perjanjian dimaksud digolongkan menjadi :
a) Perdagangan tanpa diskriminasi
Ada dua bentuk praktek non diskriminasi baik yang dicakup dalam
GATT maupun WTO yaitu prinsip ”Most Favoured Nations( MFN)” dan
”National Treatment”.
Klausul MFN mewajibkan negara anggota memberi perlakuan yang
sama terhadap produk negara lain. Sedangkan klausul National
Treatment mengisyaratkan bahwa jika suatu barang impor telah masuk
ke dalam pasar domestik, maka barang tersebut harus diperlakukan
sama dengan barang sejenis yang merupakan produk dalam negeri.
Tujuan klausul tersebut adalah agar negara-negara yang sedang
berkembang maupun negara dengan tingkat perekonomian yang
rendah dapat memperoleh keuntungan dari kondisi perdagangan yang
baik, kapanpun dan di manapun hal tersebut dirundingkan.
Contoh perjanjian WTO yang memuat ketentuan ini antara lain
adalah Intellectual Property Rights, Agreement on Rules of Origin, Preshipment Inspection, dan lain-lain.
b) Akses pasar yang berkembang dan mudah diprediksi
Sistem
perdagangan
multilateral
merupakan
usaha
untuk
menciptakan lingkungan berusaha yang mendorong peningkatan
perdagangan. Lingkungan berusaha tersebut harus stabil dan mudah
diprediksi. Dalam prakteknya hal tersebut lebih banyak ditentukan oleh
penetapan tarif bea masuk. Tarif harus diterapkan secara sama dan
harus diikat. Artinya tingkat tarif atas produk tertentu menjadi komitmen
anggota WTO.
Contoh: kesepakatan penurunan tingkat rata-rata tarif dalam berbagai
perundingan, penghapusan larangan impor atas produk-produk tertentu.
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
10
c) Mendorong persaingan usaha secara sehat
Peraturan-peraturan dalam WTO yang menyangkut perdagangan
tanpa diskriminasi dirancang untuk menjamin kondisi perdagangan yang
adil.
Contoh: Perjanjian yang menyangkut masalah anti dumping dan subsidi.
d) Mendorong pengembangan dan reformasi perekonomian
Bagi negara-negara berkembang dan negara yang masih dalam
proses reformasi ekonomi diberi keleluasaan dalam menerapkan WTO
Agreement. Keleluasaan tersebut termasuk juga pemberian masa
transisi untuk menyesuaikan ketentuan WTO yang masih asing atau
sulit. Contoh : Pemberian akses pasar bagi barang ekspor negara
tersebut dan meningkatkan bantuan teknis yang diperlukan.
Gambar 3
WTO Agreement
WTO AGREEMENT
Intellectual
Property
Rights
Rules of
Origin
Preshipment
Inspection
Anti
dumping &
subsidi
Keterangan: perjanjian WTO yang memuat ketentuan-ketentuan
dan prinsip-prinsip WTO.
Demikian beberapa hal yang perlu diketahui mengenai World Trade
Organization. Apabila Saudara berminat mendalami pengetahuan
mengenai organisasi tersebut, Saudara dapat mempelajari publikasipublikasi tentang WTO melalui jaringan internet dan sumber-sumber lain
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
11
di Direktorat Kepabeanan Internasional, Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai.
2) World Customs Organization
Saudara peserta Diklat.
Dalam rangka mempermudah komunikasi antar lembaga kepabeanan
negara-negara anggota, telah dibentuk suatu organisasi kepabeanan dunia
yang dikenal sebagai WCO (World Customs Organization).
World Customs Organization adalah suatu organisasi kepabeanan
dunia yang mengatur dan menerapkan perjanjian multilateral dibidang
kepabeanan. WCO membantu negara-negara anggota untuk melakukan
komunikasi dan kerja sama dalam masalah-masalah kepabeanan.
WCO hadir sejalan dengan lahirnya WTO (World Trade Organization),
karena perdagangan internasional berkaitan erat dengan masalah-masalah
kepabeanan. Hal-hal yang disepakati dalam perjanjian perdagangan antar
negara, implementasinya akan menyentuh kepabeanan. Oleh karena itu
WCO tidak dapat dipisahkan dengan WTO dan begitu juga sebaliknya.
Sebagai aparat kepabeanan sudah selayaknya Saudara memahami
mengenai
organisasi
ini,
latar
belakang
serta
tujuannya.
Untuk
penyampaian informasi yang akurat, penulis telah mengumpulkan informasi
dari berbagai sumber (publikasi DJBC dan publikasi online).
Organisasi kepabeanan internasional tersebut dibentuk tahun 1950 di
Brussel. Lembaga tersebut mulai berjalan pada tahun 1952 sebagai suatu
dewan kerja sama kepabeanan yang dikenal dengan nama CCC (Customs
Cooperation Council).
Tujuan utama pembentukan CCC/WCO adalah untuk meningkatkan
efisiensi dan efektifitas administrasi pabean untuk mendukung keberhasilan
tujuan pembangunan nasional, khususnya revenue collection, national
security, trade facilitator, community protection, and collection of trade
statistic.
Saudara peserta diklat.
Setiap tahun DJBC memperingati Hari Kepabeanan Internasional.
Hal tersebut erat kaitannya dengan sejarah berdirinya WCO. Itulah waktu
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
pertama
kalinya
12
organisasi
kepabeanan
tersebut
melangsungkan
pertemuan.
Proses berdirinya WCO atau CCC dimulai pada tahun 1947. Pada
waktu itu pemerintah di 13 negara Eropa yang tergabung dalam Committee
for European Economic Cooperation sepakat untuk membentuk sebuah
kelompok studi. Tujuannya adalah untuk mengamati dan mempelajari
kemungkinan untuk mendirikan suatu organisasi kepabeanan antar negara
Eropa berdasarkan prinsip-prinsip GATT. Hasil studi tersebut menghasilkan
pembentukan CCC.
Gambar 4
Logo World Customs Organization
CCC
WCO
Keterangan: CCC berubah namanya menjadi WCO (World
Customs Organization) sejak tahun 1994
Pada tahun 1953 untuk pertama kalinya organisasi kepabeanan
tersebut melangsungkan pertemuan di Brussel, Belgia, yaitu pada tanggal
26 Januari 1953. Tanggal pertemuan pertama tersebut dikenal sebagai
”Hari Kepabeanan Internasional”.
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
13
Sejalan dengan eksisnya WTO, CCC berubah namanya menjadi
WCO (World Customs Organization) sejak tahun 1994. Saat ini WCO
mempunyai 174 negara anggota. Indonesia menjadi anggota WCO pada
tahun 1957.
Saudara para peserta diklat.
Berikut ini disampaikan mengenai fungsi dan prinsip-prinsip yang
dianut dalam CCC/WCO.
WCO berfungsi untuk membangun standar-standar dan instrumen
dalam rangka menghasilkan praktek kepabeanan yang terbaik, serta
memberikan bantuan kepada anggotanya.
Prinsip-prinsip dan fungsi dari CCC/WCO adalah sebagai berikut.
a)
Mempelajari masalah-masalah yang timbul berkaitan dengan kerja
sama bidang kepabeanan
b)
Meneliti aspek-aspek teknis dan faktor-faktor ekonomi yang berkaitan
dengan sistem kepabeanan
untuk
mencapai
keselarasan dan
keseragaman.
c)
Menyiapkan draft konvensi dan amandemen, dan merekomendasikan
untuk diadopsi oleh pemerintah negara anggota.
d)
Membuat rekomendasi untuk keseragaman interpretasi dan aplikasi
konvensi. Membuat kesimpulan hasil kerja yang berkaitan dengan HS
Nomenclature dan valuation of goods yang disiapkan oleh ”Union
Study Group” sebagaimana ketentuan dalam konvensi.
e)
Membuat rekomendasi untuk penyelesaian sengketa
mengenai
interpretasi atau penerapan konvensi.
f)
Memastikan adanya sirkulasi informasi mengenai peraturan dan
prosedur pabean; dengan inisiatif sendiri maupun atas permintaan,
untuk memberikan informasi atau saran mengenai permasalahan
kepabeanan.
g)
Bekerjasama dengan organisasi antar negara yang menyangkut
bidang-bidang lainnya.
Saudara para peserta Diklat.
Sejak eksistensinya
pada
tahun 1952,
lembaga
kepabeanan
internasional tersebut telah banyak menghasilkan kesepakatan. Beberapa
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
14
konvensi/kesepakatan yang penting yang dihasilkan oleh organisasi
kepabeanan dunia tersebut antara lain sebagai berikut.
a)
Tahun
1961
organisasi
tersebut
telah
mengadopsi
Customs
Convention on the ATA Carnet for the Temporary Admission of Goods.
b)
Tahun 1973 organisasi tersebut mengadopsi Kyoto Convention, yaitu
konvensi tentang Penyederhanaan dan Harmonisasi Prosedur Pabean.
c)
Tahun 1983 WCO mengadopsi klasifikasi barang standar internasional
yang disebut sebagai Harmonized Commodity Description and Coding
System, untuk mengklasifikasi barang.
d)
Tahun 1990 WCO mengadopsi Convention on Temporary Admission
(Istanbul Convention).
e)
Tahun 1999 WCO mengadopsi Revised Kyoto Convention yang
merupakan pokok-pokok standar prosedur kepabeanan.
f)
Tahun 2005 WCO mengadopsi SAFE (Framework of Standards to
Secure and Fasilitate Global Trade), suatu instrumen internasional
yang mengandung 17 standar yang mempromosikan supply chain
security.
Gambar 5
WCO Agreement
WCO AGREEMENT
Kyoto
Convention
Harmonized
System
Istanbul
Convention
SAFE
Keterangan: Konvensi/kesepakatan yang penting yang dihasilkan
oleh WCO
dalam rangka
membangun standar-standar
instrumen dalam rangka menghasilkan praktek kepabeanan
dan
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
15
Saudara, walaupun WCO telah melakukan konvensi tentang Harmonized
Commodity Description and Coding System, WCO tidak melakukan mediasi
terhadap dispute tarif dan perdagangan. Hal tersebut dilakukan melalui
lembaga WTO.
Demikianlah
pembahasan
mengenai
organisasi
kepabeanan
internasional. Lebih lanjut mengenai implementasinya pada kepabeanan
Indonesia akan dibahas dalam Kegiatan Belajar 2 modul ini.
b. Latihan 1
1. WTO
merupakan
suatu
organisasi
perdagangan
internasional.
Agreement yang dihasilkan hasil konvensi WTO antara lain juga meliputi
issue kepabeanan. Jelaskan kesepakatan-kesepakatan yang dihasilkan
dalam konvensi lembaga WTO yang berkaitan dengan kepabeanan.
2. Di bawah pengawasan GATT, untuk mencapai liberalisasi perdagangan
berbagai perundingan perdagangan multilateral atau sering disebut
sebagai “putaran perundingan perdagangan“ telah dilaksanakan, antara
lain Uruguay Round. Jelaskan isi putaran Uruguay tersebut dan apa
maknanya bagi terbentuknya organisasi perdagangan dunia.
3. Banyak perangkat hukum yang merupakan keputusan dan kesepakatan
yang menuntut kewajiban dan komitmen dari anggota WTO. Jelaskan
prinsip-prinsip yang tercakup dalam WTO yang mewarnai hasil
kesepakatan WTO.
4. Agreement yang dihasilkan hasil konvensi WCO meliputi issue
kepabeanan. Jelaskan kesepakatan-kesepakatan yang dihasilkan dalam
konvensi lembaga WCO/CCC yang berkaitan dengan kepabeanan.
5. WTO maupun WCO dalam konvensinya sama-sama membahas masalah
Harmonized System. Jelaskan persamaan dan perbedaan materi yang
dihasilkannya.
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
16
c. Rangkuman
1) Kepabeanan internasional menyangkut praktek-praktek kepabeanan
diantara negara-negara. Kepabeanan disuatu negara diharapkan tidak
menjadi hambatan perdagangan antar negara. Dalam kaitan itulah
negara-negara bersepakat untuk membentuk suatu wadah yang dapat
mengatur masalah-masalah perdagangan internasional khususnya yang
menyangkut bidang kepabeanan.
2) WTO sebelumnya bernama GATT, yang mempunyai prinsip dasar MFN
(Most Favour Nation), Reciprocity dan Non Discrimination; yang pada
intinya merupakan perlakuan yang sama atas negara-negara.
3) WTO mempunyai fungsi dasar untuk mengatur dan menerapkan
perjanjian dagang multilateral, bertindak sebagai forum negosiasi
perdagangan
multilateral,
menyelesaikan
sengketa
perdagangan,
meninjau kebijakan perdagangan nasional; dan bekerja sama dengan
lembaga internasional lain yang terlibat dalam pembentukan kebijakan
perekonomian global.
4) World Customs Organization adalah suatu organisasi kepabeanan dunia
yang
mengatur
dan
menerapkan
perjanjian
multilateral dibidang
kepabeanan. WCO membantu negara-negara anggota untuk melakukan
komunikasi dan kerja sama dalam masalah-masalah kepabeanan.
5) Lembaga kepabeanan internasional tersebut telah banyak menghasilkan
kesepakatan. Beberapa konvensi/kesepakatan yang penting yang
dihasilkan oleh organisasi kepabeanan dunia tersebut antara lain: Kyoto
Convention, Istanbul Convention, Harmonized System, SAFE.
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
17
d. Test Formatif 1
Pilih jawaban yang menurut Saudara paling benar
1) WTO lahir
karena
kebutuhan akan adanya suatu lembaga atau
organisasi internasional yang dapat berfungsi atau sebagai wadah
untuk membuat suatu aturan permainan dalam bidang:
a. Kepabeanan internasional;
b. Perdagangan internasional;
c. Politik;
d. Ekonomi.
2) Hambatan-hambatan perdagangan internasional meliputi:
a. Hambatan Pabean;
b. Hambatan tarif;
c. Hambatan non tarif;
d. Hambatan tarif dan non tarif.
3) WTO lahir dari hasil perundingan multilateral dalam kerangka :
a. GATT
b. CCC
c. Kyoto convention
d. Uruguay Round.
4) GATT (General Agreement on Tariff and Trade) merupakan
a. Lembaga perundingan bidang tarif;
b. Lembaga internasional;
c. Institusi bidang tariff dan perdagangan internasional;
d. Perjanjian internasional.
5) Tujuan utama pembentukan GATT antara lain::
a. Menghapus hambatan tariff dan non tariff.
b. Menciptakan kondisi perdagangan tanpa diskriminasi.
c. Mendorong kesepakatan perdagangan ditingkat regional;
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
18
d. Jawaban diatas benar semua.
6) Perjanjian–perjanjian dalam GATT/WTO dibuat untuk:
a. mendorong dan mewujudkan perdagangan bebas;
b. penurunan tarif dalam perdagangan barang;
c. mekanisme dalam menyelesaikan perselisihan dagang ;
d. Jawaban diatas benar semua.
7) Prinsip dasar GATT adalah:
a. Reciprocity.
b. MFN;
c. Discrimination.
d. Jawaban a dan b benar.
8) WTO lahir dari hasil perundingan multilateral dalam kerangka : …
a. GATT
b. CCC
c. IMF
d. Uruguay Round.
9) Prinsip-prinsip dalam perjanjian WTO antara lain sistem perdagangan
multilateral untuk menciptakan akses pasar yang berkembang dan
mudah diprediksi. Contoh kesepakatan tersebut antara lain:
a. Kesepakatan penurunan tingkat rata-rata tarif dan penghapusan
larangan impor atas produk-produk tertentu.
b. Anti dumping
c. Subsidi;
d. Jawaban diatas benar semua.
10) Dalam rangka mempermudah komunikasi antar lembaga kepabeanan
negara-negara anggota, telah dibentuk suatu organisasi kepabeanan
dunia yang dikenal sebagai:
a. GATT.
b. WTO
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
19
c. WCO;
d. APEC.
11) World Customs Organization adalah suatu organisasi kepabeanan
dunia
yang
mengatur
dan
menerapkan perjanjian
multilateral
dibidang:
a. Kepabeanan
b. Perdagangan
c. Tariff;
d. Tarif dan non tarif.
12) Organisasi kepabeanan internasional dibentuk tahun 1950 di Brussel.
Lembaga tersebut mulai berjalan pada tahun 1952 sebagai dewan
kerja sama kepabeanan yang dikenal dengan nama:
a. CCC
b. WTO
c. WCO;
d. Brussel Customs Organization.
13) Hari Kepabeanan Internasional jatuh pada tanggal:
a. 26 Januari 1953
b. 1 Januari 1953
c. 25 Januari 1950;
d. 1 Januari 1952.
14) Beberapa konvensi/kesepakatan yang penting yang dihasilkan oleh
organisasi kepabeanan dunia (WCO) antara lain:
a. Kyoto Convention.
b. Harmonized System.
c. Istanbul Convention.;
d. Jawaban diatas benar semua.
15) Mediasi terhadap dispute tarif dan perdagangan dilakukan melalui
lembaga:
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
20
a. WTO.
b. WCO
c. GATT.
d. CCC.
e. Umpan Balik dan Tindak Lanjut
Cocokkan hasil jawaban dengan kunci jawaban yang terdapat di modul
ini. Hitung jawaban Saudara dengan benar. Kemudian gunakan rumus
untuk
mengetahui
tingkat
pemahaman
Saudara
terhadap
materi
Kepabeanan Internasional.
TP =
Jumlah jawaban yang benar
X
100%
Jumlah keseluruhan soal
Apabila tingkat pemahaman Saudara dalam memahami materi yang
sudah dipelajari mencapai :
91 %
s.d.
100 %
:
Amat baik
81 %
s.d.
90,99 % :
Baik
71 %
s.d.
80,99 % :
Cukup
61 %
s.d.
70,99 % :
Kurang
Bila tingkat pemahaman belum mencapai 81 % ke atas (kategori ”Baik”),
maka Saudara disarankan mengulang materi.
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
21
2. Kegiatan Belajar (KB) 2
KESEPAKATAN/PERJANJIAN
INTERNASIONAL
Indikator Keberhasilan :
Setelah mempelajari materi peserta diklat mampu :
1) Menjelaskan perjanjian-perjanjian internasional dibidang
kepabeanan.
2) Mengelompokan perjanjian-perjanjian multilateral, regional dan
bilateral.
3) Menjawab pertanyaan tentang implementasi perjanjian
internasional dalam kepabeanan Indonesia.
4) Menggunakan dokumen pengangkutan/perdagangan sebagai
dokumen pelengkap pabean.
a. Uraian dan Contoh
1) Perjanjian Multilateral
Saudara para peserta Diklat.
Perjanjian multilateral adalah perjanjian yang disepakati antar negara
yang bersifat global. Sebagaimana telah disampaikan pada uraian diatas
bahwa Indonesia sebagai anggota WTO/WCO terikat pada kesepakatan yang
telah diratifikasi. Perjanjian yang bersifat multilateral ada yang telah diratifikasi
dan ada yang tidak/belum diratifikasi. Namun demikian secara umum akan
disampaikan informasi tentang perjanjian-perjanjian yang telah dihasilkan
dalam kerangka WTO/WCO yang berkaitan dengan bidang kepabeanan.
i. Kesepakatan dalam kerangka WTO
Saudara, WTO telah banyak menghasilkan kesepakatan yang
berkaitan dengan pengaturan perdagangan antar negara. Kesepakatankesepakatan WTO dalam konteks Customs Procedures adalah sebagai
berikut (Publikasi DJBC, WTO Menuju Perdagangan Masa Depan).
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
a)
22
Agreement on Pre-Shipment Inspection (PSI)
Pemeriksaan
pra-pengapalan
merupakan praktek yang
(Pre-Shipment
Inspection)
digunakan oleh pemerintah
negara
berkembang dengan cara menunjuk perusahaan swasta (baik
berdasarkan contract ataupun mandate) untuk memeriksa rincian
pengiriman barang yang dipesan di luar negeri. Pemeriksaan dapat
meliputi spesifikasi, harga, kuantitas, kualitas, maupun klasifikasi
barang.
Tujuan PSI adalah untuk mengamankan keuangan negara
(mencegah pelarian modal, penghindaran pembayaran bea masuk),
dan untuk menangulangi kekurangan infrastruktur administrasi.
DJBC tidak berkepentingan dengan kesepakatan tersebut dan
tidak
menggunakan
PSI
dalam
tatalaksana
kepabeanan.
Penggunaan PSI yang dilakukan dalam prosedur kepabeanan
Indonesia hanya terbatas sebagai dokumen pelengkap pabean atas
komoditi tertentu. Penggunaan PSI ini tidak mengurangi kewenangan
aparat Bea dan Cukai dalam melakukan pemeriksaan pabean.
Contoh :
Kewajiban melampirkan laporan hasil pemeriksaan surveyor (LS) atas
impor produk besi/baja tertentu, tepung terigu, dan sebagainya.
Produk-produk yang wajib disertai dengan LS dilakukan pemeriksaan
oleh surveyor yang ditunjuk di negara pemasok.
b)
Agreement on Import Licensing Procedures (ILP)
Agreement tentang prosedur perizinan tersebut mensyaratkan
bahwa sistem perizinan impor harus transparan dan mudah
diprediksi. Harus ada publikasi yang cukup bagi para pedagang untuk
mengetahui dasar pemberian perizinan dan prosedurnya. Penerapan
perjanjian
ini
diawasi
oleh
Committee
Pengawasan dianggap penting agar
on
Import
Licencing.
jangan sampai prosedur
perizinan di suatu negara merupakan suatu bentuk hambatan
perdagangan (non tariff barrier).
Contoh: lisensi importir tertentu, kuota, dan sebagainya.
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
23
Pada waktu pengajuan dokumen impor atas barang tertentu
wajib dilampiri dengan dokumen pelengkap pabean. Barang-barang
dimaksud dikenal sebagai barang larangan dan pembatasan (lartas)
atau barang D3 (diatur, dilarang, dibatasi).
Ketentuan mengenai barang-barang yang dilarang, diatur tata
niaga impornya maupun yang diawasi impornya dikeluarkan oleh
Departemen Perdagangan atas rekomendasi departemen/instansi
terkait. Ketentuan tersebut meliputi:
-
barang yang impornya dilarang, tidak boleh diimpor kecuali
diimpor dengan izin atau oleh instansi yang berwenang; misalnya
senjata api, petasan, bahan peledak, narkotika, barang pornografi,
dan sebagainya;
-
barang yang hanya boleh diimpor oleh importir terdaftar atau
importir yang ditunjuk; misalnya gula, beras, tekstile, dan
sebagainya;
-
barang yang hanya boleh diimpor setelah mendapat izin dari
instansi yang berwenang; misalnya mesin bekas, makananminuman, dan sebagainya.
Saudara peserta Diklat, dokumen perizinan dimaksud merupakan
dokumen pelengkap pabean. Artinya importasi atas barang dimaksud
tidak akan diberikan oleh pejabat pabean jika dokumen perizinannya
tidak dilengkapi/dilampirkan.
Seperti kita ketahui bahwa ketentuan perizinan tersebut sangat
banyak. Seluruh instansi mendelegasikan pengawasan impornya
pada institusi kepabeanan. Untuk mengetahui barang/komoditi apa
saja yang merupakan barang lartas dan perizinan apa saja yang
diperlukan untuk mengimpornya, dapat Saudara lihat pada situs
www.insw.go.id.
c)
Agreement on Customs Valuation-GVA
Valuation Agreement menetapkan suatu sistem penetapan nilai
barang yang netral, adil dan seragam untuk kepentingan pabean.
Valuation Agreement merupakan suatu sistem yang disesuaikan
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
24
dengan kenyataan perdagangan, dan tidak dibolehkan menggunakan
nilai pabean fiktif atau sewenang-wenang. Tujuan GVA adalah:
-
menghapus ciri protektif dalam sistem penetapan nilai pabean
(metode penetapan yang sewenang-wenang, penetapan nilai
yang terlalu tinggi dan penggunaan nilai fiktif);
-
memberikan kesempatan untuk menyatakan banding atas
keputusan penetapan nilai barang (tingkat nasional maupun
internasional);
-
menyederhanakan dan memperlancar prosedur penetapan nilai
pabean.
Secara universal dasar penetapan nilai adalah nilai transaksi
barang itu sendiri. Secara garis besar penetapan nilai pabean dapat
dilakukan secara kronologis dengan metode : nilai transaksi barang
itu sendiri, nilai transaksi barang identik atau serupa, metode deduksi,
metode komputasi, dan metode Fall Back yaitu penetapan kembali
metode-metode sebelumnya secara lebih fleksibel.
Selain itu
nilai
pabean tidak
dapat
ditetapkan dengan
menggunakan suatu sistem yang nilainya lebih tinggi dari dua nilai
alternatif. Untuk pengawasan pelaksanaan perjanjian ini dibentuk
Committee on Customs Valuation.
Indonesia telah menerapkan sistem nilai pabean ini dalam
proses penyelesaian dokumen impor. Dalam pelaksanaannya pejabat
pabean diberikan waktu 30 hari untuk menetapkan nilai pabean.
Pejabat pabean juga dilengkapi dengan tools seperti profile harga
banding (comparison price), mekanisme DNP (deklarasi nilai pabean),
dan pengajuan keberatan dan banding atas keputusan yang telah
ditetapkan.
Contoh:
Atas impor barang berupa Air Filled Rubber Cot Sheet – Grade 2,
Size: 90x60 cm, diberitahukan dalam PIB (Pemberitahuan Impor
Barang) harganya C&F US$ 0,92/pc. Dalam profile harga ditemui
harga
barang US$ 1,20/pc. Dalam hal ini Pejabat Pabean
menggunakan mekanisme DNP dan menetapkan nilai pabean untuk
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
25
perhitungan bea masuk dengan cara atau metode penetapan nilai
pabean sebagaimana tersebut diatas.
d)
Agreement on Rules of Origin (ROO)
Saudara para peserta Diklat.
Apabila suatu barang diimpor dari suatu negara ke negara lain,
barang tersebut akan diperlakukan ketentuan impor dalam prosedur
penyelesaian dokumen pabeannya. Barang impor yang berasal dari
suatu negara tertentu mungkin akan diberikan perlakuan khusus,
misalnya pemberian preferensi tarif, tindakan anti dumping, dan
sebagainya.
Pengaturan
mengenai
asal
barang
berkaitan
dengan
pemahaman yang jelas dan interpretasi yang sama mengenai asal
barang. Tujuan utama Agreement on Rules of Origin adalah agar
tercipta harmonisasi rangkaian peraturan yang transparan mengenai
cara penentuan asal barang. Agreement ini digunakan dalam
perlakuan MFN (Most Favoured Nations), tindakan anti dumping dan
bea masuk imbalan, safeguard, persyaratan marking, pembatasan
jumlah dan masalah tarif, serta untuk menghindarkan circumvention
(pembohongan).
Perjanjian tersebut mengharuskan agar setiap anggota WTO
menjamin bahwa peraturan yang digunakan untuk menentukan asal
barang harus transparan dan tidak memiliki efek membatasi
perdagangan internasional. Kegiatan ini dilaksanakan oleh Committee
on Rules of Origin di WTO dan Technical Committee on Rules of
Origin di WCO.
Saudara peserta Diklat.
Untuk membuktikan suatu komoditi berasal dari suatu negara,
negara produsen menerbitkan CoO (Certificate of Origin). CoO ini
digunakan dalam prosedur penyelesaian dokumen pabean, antara
lain untuk mendapatkan preferensi tarif.
Preferensi tarif ada yang diberikan sepihak oleh negara maju
kepada negara berkembang; dan ada juga yang diperlakukan
berdasarkan kesepakatan antar negara.
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
26
Contoh: Fasilitas GSP (General System of Preferensi), ASEAN PTA’s.
GSP atau sistem preferensi umum merupakan suatu bentuk
bantuan fasilitas dari negara-negara maju kepada negara-negara
sedang berkembang. Bentuk fasilitas tersebut berupa penurunan atau
pembebasan bea masuk atas produk-produk tertentu yang dihasilkan
dan diekspor oleh negara-negara sedang berkembang ke negaranegara maju pemberi preferensi, seperti Amerika Serikat, Australia ,
Jepang, Inggris,dan negara maju lainnya.
Tujuan pemberian GSP adalah untuk meningkatkan devisa dan
mempercepat industrialisasi dan pertumbuhan negara-negara sedang
berkembang, dengan memberikan dan membuka peluang untuk
memasarkan barang-barang yang dihasilkannya, sehingga barangbarang tersebut dapat bersaing dipasaran negara-negara maju.
GSP mulai berlaku sejak tahun 1970 dan dibentuk dalam rangka
UNCTAD (United Nations Coference On Trade and Development)
lembaga
dibawah
PBB
yang
membidangi
perdagangan
dan
pembangunan. Pada hakekatnya GSP diberikan sepihak (non
reciprocal) oleh negara pemberi preferensi. Negara maju sebagai
pemberi preferensi tidak menuntut imbalan atas konsesi tarif yang
diberikannya
kepada
negara
berkembang
serta
tidak
bisa
dinegosiasikan. GSP merupakan pengecualian prinsip-prinsip Most
Favoured Nations Clause (pasal I GATT) yaitu negara anggota GATT
yang sudah maju dapat memberikan perlakuan tarif yang lebih rendah
terhadap
produk-produk
impor
dari
negara-negara
sedang
berkembang ketimbang produk-produk yang sama dari negara maju
dalam jangka waktu tertentu.
Prosedur yang harus ditempuh untuk mendapatkan fasilitas ini
adalah negara pengekspor menginformasikan adanya fasilitas GSP
yang
dapat
dimanfaatkan
oleh
importir
di
negara
tersebut.
Selanjutnya importir mengajukan permohonan untuk mendapatkan
pembebasan/penurunan
tarif
kepada
pejabat
terkait
dengan
menunjukan Certificate of Origin.
Ada 27 negara industri maju yang memberikan fasilitas GSP,
yang tertuang dalam 16 skema. Amerika Serikat merupakan negara
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
27
yang paling besar dalam memberikan fasilitas GSP, yaitu meyediakan
4.282 jenis barang (8 digit HS). Dalam hal ini Indonesia termasuk
salah satu negara yang mendapatkan fasilitas GSP.
Pemberian fasilitas GSP ini berguna bagi negara berkembang
untuk meningkatkan daya saing produk ekspornya diluar negeri.
e)
Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property
Rights (TRIPs)
Perjanjian mengenai perlindungan hak atas kekayaan intelektual
(HaKI) berkaitan dengan perdagangan antar negara. Barang yang
diimpor dari suatu negara hendaknya tidak melanggar hak atas
kekayaan intelektual.
Perjanjian TRIPs menetapkan standar perlindungan hak atas
kekayaan intelektual dan penegakan hukumnya di negara anggota.
Secara garis besar perjanjian tersebut dibagi menjadi tiga bagian:
-
Bagian I : memuat ketentuan umum dan prinsip dasar komitmen
perlakuan nasional bagi anggota WTO lainnya;
-
Bagian II : mengacu kepada berbagai jenis hak-hak atas
kekayaan intelektual. Disini ditekankan perlunya jaminan adanya
standar perlindungan kekayaan intelektual dalam setiap negara
anggota.
Contoh
Organization
:
Konvensi
(WIPO),
yaitu
World
Intellectual
konvensi
perlindungan hak atas kekayaan industri;
Paris
Property
mengenai
dan Konvensi Bern
mengenai perlindungan karya sastra dan artistik.
Dalam bagian ini juga digambarkan apa yang disebut sebagai:
copyright, trademark/service marks, industrial design, paten, dan
sebagainya.
-
Bagian III : memuat hal-hal yang berkenaan dengan aspek
penegakan hukumnya untuk menjamin hak kekayaan intelektual
dapat ditegakan secara efektif.
Agar ketentuan HaKI ini dapat dilaksanakan dengan baik,
pelaksanaan perjanjian TRIPs ini dipantau oleh Council for TradeRelated Aspects of Intellectual Property Rights.
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
28
Dalam kaitannya dengan prosedur pabean, ketentuan HaKI ini
telah diadopsi dalam Undang-undang Kepabeanan Indonesia.
Contoh:
Atas permintaan pemilik atau pemegang hak atas merek atau hak
cipta, ketua Pengadilan Niaga dapat mengeluarkan perintah tertulis
kepada Pihak Pabean untuk menangguhkan sementara waktu
pengeluaran barang impor atau ekspor dari kawasan pabean yang
berdasarkan bukti yang cukup, diduga merupakan hasil pelanggaran
merek dan hak cipta yang dilindungi di Indonesia (pasal 54 Undangundang Nomor 17 tahun 2006).
Namun
pihak Pabean
juga
diberikan
wewenang
untuk
melakukan penangguhan pengeluaran barang impor atau ekspor
karena jabatan. Tujuannya adalah untuk mencegah peredaran
barang-barang yang merupakan atau berasal dari hasil pelanggaran
merek atau hak cipta yang berdampak buruk terhadap perekonomian
pada umumnya (pasal 62 Undang-undang Nomor 17 tahun 2006).
f)
Agreement on Anti Dumping-ADP
Saudara para peserta Diklat.
Apabila suatu komoditi memasuki negara lain maka komoditi
tersebut akan mempengaruhi pasar dalam negeri atas jenis komoditi
yang sama. Oleh karena itu negara pengimpor akan menetapkan
kebijakan tarif atas importasi barang dimaksud agar persaingan
menjadi lebih fair.
Seperti kita ketahui bahwa penetapan pungutan bea masuk
tergantung dari dua faktor, yaitu faktor tarif dan faktor harga dari
barang dimaksud. Contoh : Harga suatu barang 100 up (unit price)
dan tarif bea masuknya sebesar 10%, maka besar pungutan bea
masuknya adalah 10% x 100 = 10. Jika barang tersebut di-dumping,
maka harganya akan lebih rendah dari 100 up sehingga bea masuk
yang dipungut akan menjadi lebih kecil. Hal ini akan menimbulkan
unfair trade dan dapat merusak kebijakan tarif yang telah dilakukan
pemerintah.
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
29
Dari uraian diatas terlihat bahwa negara pengekspor menjual
barang dengan harga ekspor lebih rendah dari nilai normalnya
(dumping).
Agreement on Anti Dumping memberikan kejelasan dan aturan
yang lebih rinci mengenai metode penentuan bahwa suatu produk
telah di-dumping, dan kriteria dalam menentukan bahwa produk
dimaksud mengganggu industri dalam negeri. Tindakan anti dumping
hanya berlaku lima tahun kecuali ada bukti yang menyatakan bahwa
kegiatan dumping tetap berlangsung. Penyelidikan anti dumping akan
dihentikan jika batas dumping tidak terlewati (kurang dari 2%), atau
jumlah impor tidak berarti (kurang dari 3%).
Saudara, bagaimana penerapan ketentuan anti dumping di
Indonesia? Dalam kaitannya dengan prosedur pabean, ketentuan anti
dumping ini telah diadopsi dalam Undang-undang Kepabeanan
Indonesia, yaitu pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (pasal 18-19
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995). Bea masuk anti dumping
dikenakan terhadap barang impor dalam hal :
-
harga ekspor dari barang tersebut lebih rendah dari nilai
normalnya, dan
-
impor barang tersebut menyebabkan :
i.
menyebabkan kerugian terhadap industri dalam negeri yang
memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut;
ii. mengancam terjadinya kerugian terhadap industri dalam
negeri yang memproduksi barang sejenis dengan barang
tersebut; dan
iii. menghalangi pengembangan industri barang sejenis di
dalam negeri.
Bea masuk anti dumping merupakan tambahan dari bea
masuk umum, dan dikenakan setinggi-tingginya sebesar selisih
antara nilai normal dengan harga ekspor dari barang tersebut.
Contoh:
-
Tin plate eks Australia dipungut BMAD sebesar 28 %.
-
Tin plate eks Japan dipungut BMAD sebesar 68 %.
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
g)
30
-
Calcium carbida eks RRC dipungut BMAD sebesar 24 %.
-
Calcium carbida eks Malaysia dipungut BMAD 4 %.
Agreement on Subsidies and Countervailing Measures (SCM)
Saudara peserta Diklat.
Sebagaimana halnya dengan pengenaan bea masuk anti
dumping, atas barang impor yang disubsidi oleh negara pengekspor
juga dapat dikenakan bea masuk tambahan berupa bea masuk
imbalan. Hal tersebut diatur dalam perjanjian mengenai subsidies and
countervailing measures.
Perjanjian atau Agreement on subsidies and countervailing
measures menetapkan tiga golongan subsidi, yaitu:
-
Subsidi
yang
dilarang;
adalah
subsidi
yang
disediakan
berdasarkan kinerja ekspor atau berdasarkan penggunaannya.
-
Subsidi yang dapat dikenai tindakan hukum; jika pemberian
subsidi merugikan kepentingan orang lain maka anggota yang
merasa dirugikan dapat mengajukan masalah tersebut kepada
Badan Penyelesaian Sengketa.
-
Subsidi yang tidak terkena tindakan hukum; subsidi ini dapat
berupa subsidi non spesifik atau subsidi khusus. Contoh: bantuan
bagi penelitian industri dan pengembangan daya saing, bantuan
pengembangan wilayah.
Perjanjian ini juga memuat ketentuan mengenai countervailing
measures (tindakan pengenaan bea masuk imbalan).
Subsidi sangat berperan dalam negara berkembang. Negara
berkembang yang GNP-nya kurang dari $ 1.000,- perkapita, dan
negara belum berkembang dibebaskan dari ketentuan subsidi ekspor
yang dilarang. Penyelidikan atas produk yang berasal dari negara
berkembang akan dihentikan jika tingkat subsidi tidak melebihi 2%
dari nilai produk, atau volume impor kurang dari 4% dari total impor.
Walaupun ketentuan mengenai countervailing measures ini
sudah diadopsi dalam Undang-undang Kepabeanan Indonesia (Pasal
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
31
21-22 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995), hingga saat ini belum
ada komoditi yang dikenakan bea masuk imbalan.
ii. Kesepakatan dalam kerangka WCO
Saudara, WCO telah banyak menghasilkan kesepakatan yang
berkaitan dengan masalah kepabeanan. Beberapa kesepakatan yang
penting antara lain sebagai berikut (publikasi DJBC dan publikasi online).
a)
Kyoto Convention
Kyoto convention adalah konvensi tentang Penyederhanaan
dan Harmonisasi Prosedur
Pabean. Konvensi ini
merupakan
instrument harmonisasi customs technique yang meliputi segala
aspek hukum kepabeanan. Konvensi ini disebut sebagai Kyoto
Convention karena penyelenggaraannya dilakukan di kota Kyoto,
Jepang pada tanggal 18 Mei 1973 yang mulai berlaku tahun 1974.
Saudara, pertumbuhan ekonomi dan perdagangan dunia
berdampak menimbulkan konflik dalam penyelesaian formalitas
pabean (prosedur kepabeanan) sehingga WCO menganggap perlu
melakukan revisi atas konvensi tersebut. Revisi atas konvensi
tersebut dilakukan di Brussel pada tanggal 26 Juni tahun 1999 yang
kemudian dikenal sebagai Revised Kyoto Convention.
Tujuan dari konvensi tersebut adalah (publikasi WCO).
-
menghilangkan perbedaan yang ada dalam prosedur dan praktek
pabean diantara contracting party yang dapat menghambat
perdagangan internasional dan pertukaran barang dan jasa
internasional lainnya;
-
memenuhi kepentingan perdagangan internasional dan pabean
untuk kemudahan, penyederhanaan dan harmonisasi prosedur
dan praktek kepabeanan;
-
memastikan adanya standar yang tepat dalam pengawasan
pabean; dan
-
menjadikan pabean mampu menjawab perubahan-perubahan
besar dalam dunia usaha, serta metode dan teknik administratif.
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
32
Dalam rangka memenuhi kebutuhan aturan kepabeanan yang
harmonis, Revised Kyoto Convention telah memasukan konsep
modern yang penting, antara lain aplikasi teknologi baru dan
implementasi filosofi baru tentang pengawasan pabean. Dengan
dukungan pengguna jasa, telah tersusun aspek-aspek yang saling
menguntungkan.
Saudara para peserta Diklat, bagaimana penerapan Kyoto
Convention tersebut di Indonesia? Undang-undang Kepabeanan
Indonesia pada prinsipnya telah mengadopsi aturan-aturan dalam
Revised Kyoto Convention.
Konvensi berisi standar-standar kepabeanan yang harus
diadopsi, yang terdiri dari Aneks Umum dan Aneks Khusus.
Aneks
Umum
meliputi:
prinsip-prinsip
umum,
definisi,
penyelesaian formalitas pabean dan kewajiban pabean lainnya, bea
dan pajak, jaminan, pengawasan pabean termasuk pelaksanaan
audit, penerapan teknologi informasi, hubungan antara pihak pabean
dan pihak ke-tiga, informasi, keputusan dan ketetapan yang
dikeluarkan oleh pabean, dan banding.
Aneks Khusus meliputi: kedatangan barang kedalam daerah
pabean, impor, ekspor, gudang pabean dan kawasan bebas, transit,
pengolahan, pemasukan sementara, pelanggaran, prosedur khusus
(barang penumpang, kiriman pos), dan ketentuan asal barang.
Saudara preserta Diklat.
Untuk melengkapi materi konvensi ini disarankan agar Saudara
melihat publikasi Konvensi Internasional tentang Penyederhanaan
dan Harmonisasi Prosedur Pabean; dan Panduan Aneks Umum yang
dikeluarkan oleh WCO.
b)
Harmonized
Commodity
Description
and
Coding
System
(Harmonized System)
Harmonized System atau system klasifikasi barang adalah
instrument yang digunakan untuk mengklasifikasi barang.
Sistem klasifikasi barang merupakan cara penggolongan
barang
yang
dibuat
secara
sistematis
dengan
tujuan
untuk
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
33
mempermudah pentarifan, transaksi perdagangan, pengangkutan dan
statistik.
Dalam rangka upaya untuk memperlancar perdagangan
internasional diperlukan adanya suatu system klasifikasi barang yang
seragam.
Saudara para peserta Diklat.
Pada saat ini sistem pengklasifikasian barang di Indonesia
didasarkan pada Harmonized System yang dituangkan dalam bentuk
suatu daftar tarif yang dikenal dengan sebutan Buku Tarif Bea Masuk
Indonesia (BTBMI). BTBMI yang saat ini digunakan, sesuai dengan
kesepakatan anggota negara ASEAN, didasarkan pada Asean
Harmonized Tarif Nomenclature (AHTN). Pemberlakuan struktur
klasifikasi AHTN tersebut berkaitan dengan telah ditandatanganinya
Protocol Governing the Implementation of the Asean Harmonized
Nomenclature oleh para Menteri Keuangan negara-negara Asean
pada 7th Asean Finance Ministers Meeting yang diselenggarakan di
Manila pada tanggal 7 dan 8 Agustus 2003.
AHTN adalah sistem klasifikasi barang yang diterapkan secara
seragam pada negara anggota Asean. Salah satu kewajiban negara
anggota Asean adalah harus menerapkan AHTN sampai dengan
tingkat 8 digit untuk tarif semua transaksi perdagangan. Dalam
pelaksanaannya Indonesia menambahkan 2 digit terakhir untuk
keperluan
statistik.
Dengan
demikian
struktur
tarif
klasifikasi
berdasarkan AHTN yang digunakan di Indonesia mempunyai
komposisi
10
digit.
Untuk
mempermudah
pelaksanaannya
dilapangan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menerbitkan Buku
Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI) versi 2007.
Buku Tarif Bea Masuk Indonesia versi 2007 terdiri dari 21
Bagian,
97 Bab yaitu Bab 1 s/d bab 98. Namun Bab 77 masih
dibiarkan kosong yang disiapkan untuk keperluan masa mendatang
jika diperlukan. Dengan demikian jumlah Bab menjadi 97 Bab, dan
jumlah pos tarif adalah 8.744 pos tarif 10 digit.
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
c)
34
Convention on Temporary Admission (Istanbul Convention)
Saudara para peserta Diklat.
Dalam prinsip kepabeanan apabila suatu barang memasuki
daerah pabean suatu negara kemudian keluar kembali, atas barang
tersebut tidak dipungut bea masuk dan pajak dalam rangka impor. Hal
itu disebut sebagai impor sementara. Walaupun demikian atas
pemasukan/pengeluaran barang dimaksud tetap harus memenuhi
formalitas pabean.
Pada tahun 1961 CCC telah menyetujui suatu konvensi yang
disebut Customs Convention on the ATA Carnet for the Temporary
Admission of Goods. Tujuannya adalah untuk mengurangi hambatan
pabean. Sehubungan dengan perkembangan lalu lintas barang antar
negara, isi konvensi tersebut direvisi. Kesepakatan mengenai
temporary admission tersebut diselenggarakan di Istanbul pada
tanggal 26 Juni 1990 yang mulai berlaku tanggal 27 November 1993.
Hasil konvensi tersebut dikenal dengan sebutan Istanbul Convention.
Istanbul Convention bertujuan untuk penyederhanaan dan
harmonisasi prosedur impor sementara.
Saudara para peserta diklat.
Beberapa hal yang perlu diketahui berkaitan dengan impor
sementara antara lain sebagai berikut.
ATA Carnet/CPD Carnet
ATA Carnet/CPD Carnet adalah dokumen kepabeanan
internasional atas barang impor sementara dengan mendapat
jaminan melalui system jaminan internasional, atas bea masuk
dan pajak. Biasanya ATA/CPD Carnet berlaku selama satu
tahun.
Klaim pembayaran bea masuk akan dilakukan dalam hal :
- Barang tidak di reekspor setelah satu tahun.
- Carnet tidak dilegalisir oleh pabean negara asal maupun
negara tujuan.
- General list (barang yang diberitahukan) tidak benar.
Akronim ATA adalah kombinasi bahasa Prancis dan Inggris
“Admission Temporaire/Temporary Admission”. Sedangkan CPD
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
35
adalah “Carnet de Passage on Douane”. Biasanya ATA Carnet
diperlukan atas barang berupa: commercial sample, professional
equipment, barang pameran. Sedangkan CPD Carnet digunakan
atas alat transportasi.
ATA Carnet diterbitkan dan diotorisasi oleh National
Guaranteeing Associations (semacam KADIN di negara yang
bersangkutan) yang
merupakan perizinan sementara atas
pergerakan barang, tanpa memerlukan surat jaminan maupun
formalitas pabean yang berlaku di suatu negara.
Orang yang ingin
menggunakan carnet
mengajukan
permohonan kepada NGA (National Guaranteeing Associations)
di negaranya dan menyerahkan jaminan (misalnya di USA
penyerahan jaminan 40% dari nilai barang).
ATA Carnet telah digunakan oleh lebih dari 70 negara.
Negara yang ingin bergabung harus mendaftar di IBCC
(International Bureau of Chamber of Commerce) sebagai bagian
dari ICC (International Club of Commerce).
Indonesia berencana akan bergabung dalam IBCC.
Gambar 6
ATA Carnet Passport
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
Keterangan:
36
ATA
Carnet
Passport
digunakan
untuk
penyelesaian pengajuan dokumen impor sementara.
Pada umumnya carnet terdiri dari dua carik (voucher) masingmasing disampaikan pada saat masuk, dan lainnya pada saat
keluar.
Saudara, apa keuntungan ATA Carnet tersebut?
ATA Carnet mempunyai keuntungan-keuntungan sebagai berikut:
-
Mengurangi cost, meniadakan pembayaran bea masuk dan
pajak, serta jaminan setempat;
-
Penyederhanaan prosedur pabean baik di Negara asal
maupun negara tujuan (single document).
Pada prinsipnya ATA Carnet dapat digunakan terhadap semua
barang, kecuali atas barang konsumsi, barang habis dipakai
(disposable items) dan barang kiriman pos.
Triptiek
Saudara, ada satu lagi jenis dokumen yang digunakan
untuk impor sementara yaitu triptiek. Namun dokumen ini tidak
dikenal dalam Istanbul Convention.
Triptiek berasal dari kata triptych yang artinya tiga lipatan
(tri=three, ptych=fold). Namun istilah ini lebih banyak digunakan
dalam karya seni, seperti lukisan yang dapat dilipat.
Dibidang
pabean,
dokumen
triptiek
tersebut
adalah
dokumen kepabeanan sejenis dengan ATA Carnet/CPD Carnet.
Bedanya adalah triptiek digunakan berdasarkan perjanjian antara
dua negara (bilateral). Dalam hal ini Indonesia belum melakukan
perjanjian seperti itu.
d)
SAFE
SAFE (Framework of Standards to Secure and Facilitate Global
Trade) adalah suatu instrumen internasional yang mengandung
standar-standar yang ditetapkan oleh WCO yang bertujuan untuk
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
37
mengamankan dan memfasilitasi perdagangan internasional, serta
menunjang
pelaksanaan
program
reformasi
dan
modernisasi
administrasi pabean negara anggota.
Hingga awal tahun 2009 tercatat 155 negara anggota WCO
(dari 174 negara anggota) yang telah menyampaikan LoI (Letter of
Intent) untuk menerapkan SAFE tersebut.
Dalam hubungan ini Indonesia telah menandatangani LoI SAFE
pada tanggal 16 September 2005.
Pada prinsipnya SAFE berisi standar-standar internasional yang
merupakan pedoman bagi institusi kepabeanan maupun masyarakat
usaha untuk meningkatkan keamanan rantai perdagangan dan
memfasilitasi perdagangan internasional, serta merekomendasikan
tindakan-tindakan
yang
kemampuan
otoritas
perdagangan
ilegal
perlu
diambil
untuk
meningkatkan
penegak
hukum
dalam
menghentikan
dengan
pengamanan
dalam
kaitannya
perdagangan internasional.
Instrumen internasional tersebut mengandung 17 standar yang
dikelompokan dalam 2 pilar pokok yaitu Customs to Customs Network
Arrangement dan Customs to Business Partnership.
Customs to customs pillar, adalah standar untuk meningkatkan
security and facilitation of the international trade supply chain,
yaitu:
-
Integrated supply chain management, prosedur pengawasan
pabean yang terintegrasi sebagaimana digariskan dalam
WCO Customs Guidelines.
-
Cargo inspection authority.
-
Modern technology in inspection equipment.
-
Risk management system.
-
High-risk cargo or container.
-
Advance electronic information.
-
Targeting and communication.
-
Performance measures.
-
Security assessment.
-
Employee integrity.
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
38
Outbound security inspections.
Customs to business pillar, adalah hubungan dengan sektor
swasta yang merupakan standar untuk meningkatkan safety and
security of the international trade supply chain, yaitu:
-
Partnership.
-
Security (best practices).
-
Authorization.
-
Technology.
-
Communication.
-
Facilitation.
Dalam rangka pelaksanaan program peningkatan kapasitas
(capacity building program) pada penerapan SAFE di negara
anggota, WCO menerapkan Columbus Programme, yang terdiri dari 3
fase:
-
Fase
need
assessment
yang
melibatkan
WDMT
(WCO
Diagnostic Mission Team) untuk mengukur sejauh mana tingkat
implementasi SAFE negara anggota.
-
Fase implementasi rencana aksi berdasarkan rekomendasi dari
WDMT.
-
Monitoring
program
yang
bertujuan
untuk
meng-update
perkembangan program implementasi SAFE negara anggota.
WCO Framework tersebut didasari pada 4 elemen dasar pokok
penerapan, yaitu:
-
Penerapan advance electronic cargo information;
-
Penggunaan risk management;
-
Penggunaan non intrusive inspection (scanning);
-
Pemberian fasilitasi terhadap pelaku bisnis yang telah memenuhi
standar (legitimate trade).
Berdasarkan elemen pokok tersebut unsur yang dievaluasi
mengarah pada penilaian terhadap rencana strategis, logistik,
manajemen SDM, peraturan dan kebijakan hukum, pengawasan dan
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
39
penindakan, hubungan dengan pihak luar/stakeholder, audit internal
dan integritas, serta teknologi informasi dan komunikasi.
e)
Arusha Declaration
Deklarasi Arusha (The Revised Arusha Declaration) adalah
deklarasi dari CCC/WCO mengenai good governance dan integrity
pada institusi kepabeanan. Deklarasi ini ditujukan untuk mendorong
tata kelola yang baik, dan membebaskan institusi kepabeanan dari
prilaku koruptif.
Deklarasi Arusha diadakan di Arusha, Tanzania pada tanggal 7
Juli 1993 dan kemudian direvisi pada bulan Juni 2003.
Saudara para peserta diklat.
Seperti kita ketahui bahwa institusi kepabeanan di seluruh
dunia mengemban tugas yang penting bagi kepentingan nasional,
seperti
mengumpulkan
penerimaan
negara,
perlindungan
masyarakat, fasilitasi perdagangan, dan perlindungan atas keamanan
nasional (protection of national security).
Perilaku koruptif dapat menurunkan customs capacity terhadap
pencapaian tujuan tersebut diatas.
Program integritas kepabeanan (customs integrity programme)
dimaksud dilakukan dengan menerapkan (key factors) hal-hal sebagai
berikut.
i.
Leadership and commitment.
Pada tingkat pimpinan harus mempunyai komitmen untuk
melawan korupsi, dan harus terus dipertahankan dalam jangka
panjang.
ii.
Regulatory framework.
Peraturan perundang-undangan pabean hendaknya selaras dan
sederhana
formalitas
sehingga
mempermudah
kepabeanan.
Prosedur
proses
hendaknya
penyelesaian
mengadopsi
kesepakatan-kesepakatan konvensi internasional dan standarstandar internasional.
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
iii.
40
Transparency and procedure.
Ketentuan
perundang-undangan
dan
prosedur
pabean
hendaknya dipublikasikan serta mudah diakses.
iv.
Automation.
Komputerisasi fungsi-fungsi kepabeanan dapat meningkatkan
efisiensi, lebih efektif, dan dapat mengurangi kesempatan
korupsi.
v.
Reform and modernization.
Administrasi pabean harus melakukan reformasi dan modernisasi
sistem
dan
prosedur,
untuk
menghindari
kemungkinan
penyalahgunaan kewenangan.
vi.
Audit and investigation.
Pencegahan dan pengawasan perilaku koruptif dapat dilakukan
dengan
mengimplementasikan
monitoring
and
control
mechanism, internal check programme, internal & external
auditing, investigation and prosecution regime.
vii.
Code of conduct
Unsur penting dalam program integritas adalah pelaksanaan
kode etik secara komprehensif
viii.
Human resource management.
Implementasi kebijakan manajemen SDM memainkan peranan
penting dalam upaya memerangi korupsi. Hal-hal yang terbukti
bermanfaat dalam mengawasi dan mengurangi korupsi antara
lain: gaji dan remunerasi yang memadai, rekrutmen pegawai
dengan standar integritas yang tinggi, mekanisme promosi,
training.
ix.
Morale and organization culture.
Korupsi sering terjadi di dalam organisasi dimana semangat
korps-nya rendah. Demikian juga aparat pabean tidak memiliki
kebanggaan atas reputasi institusi kepabeanan. Aparat pabean
biasanya mempunyai integritas tinggi pada saat semangatnya
tinggi, dimana pengelolaan SDM dirasa lebih fair, dan terbuka
kesempatan untuk meningkatkan karier.
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
x.
41
Relationship with the private sector.
Administrasi pabean harus menjaga keterbukaan, transparansi,
dan membina hubungan yang produktif dengan sektor swasta.
Administrasi pabean dihimbau untuk mengimplementasikan
integrity action plan berdasarkan prinsip-prinsip tersebut diatas.
Pemerintah dan sektor swasta serta anggota komunitas internasional
mendukung institusi kepabeanan dalam memerangi perilaku koruptif.
2. Perjanjian Regional
Saudara peserta Diklat.
Perjanjian regional merupakan kesepakatan yang dibuat oleh negaranegara dalam suatu kawasan tertentu. Beberapa perjanjian regional yang perlu
diketahui berkaitan dengan prosedur kepabeanan Indonesia adalah sebagai
berikut.
i. AFTA
AFTA
(Asean
Free
Trade
Area)
merupakan
hasil suatu
kesepakatan negara-negara ASEAN untuk membentuk kawasan
perdagangan bebas antar negara-negara ASEAN.
ASEAN (Association of South East Asian Nations) adalah
persatuan negara-negara Asia Tenggara. Pemimpin negara ASEAN
yang terdiri dari Brunai Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filippina,
Singapore, dan Thailand, pada tahun 1992 sepakat merealisasikan
Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN (ASEAN Free Trade Area AFTA).
Pendirian Asean berdasarkan pada Article XXIV GATT/WTO yang
mengakomodir keinginan negara-negara dalam suatu wilayah untuk
membentuk suatu kesepakatan
dagang regional, dimana suatu
kelompok negara setuju untuk menghapus atau mengurangi hambatanhambatan impor antara satu negara dengan Negara yang lain.
Berdasarkan Artivcle XXIV tersebut kelompok perdagangan regional
dapat berbentuk uni pabean atau wilayah perdagangan bebas.
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
42
Pembentukan ASEAN Free Trade Area - AFTA tujuan utamanya
adalah untuk:
a. meningkatkan perdagangan intra ASEAN dengan cara mengurangi
hambatan tarif dan non tarif, sehingga sektor-sektor manufaktur
ASEAN akan lebih efisien dan lebih kompetitive;
b. untuk meningkatkan investasi di negara-negara anggota ASEAN;
c. dengan pasar yang lebih luas, investasi langsung dari luar akan
masuk dalam kawasan regional. Hal ini akan
merangsang
pertumbuhan industri di kawasan.
Pada mulanya ada 6 negara anggota AFTA, yaitu Brunai
Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filippina, Singapore, dan Thailand.
Kemudian negara anggotanya bertambah, dan sekarang ada 10 negara
anggota AFTA termasuk 4 negara baru yaitu Vietnam (tahun 1995),
Laos dan Myanmar (tahun 1997), serta Kamboja (tahun 1999).
Untuk mencapai AFTA, negara-negara ASEAN sepakat untuk
menyusun skedul penurunan tarif Bea Masuk terhadap barang-barang
yang diimpor dari negara anggota. Skedul penurunan tersebut dikenal
dengan sebutan CEPT for AFTA (Common Effective Prefential Tariff)
yaitu skema yang berisi pemberian konsesi tarif yang efektif dan sama
untuk pasar ASEAN terhadap produk-produk yang sama yang
dihasilkan oleh negara ASEAN. Konsepnya adalah penurunan tarif dan
hambatan non tarif dalam kurun waktu 15 tahun yang dimulai dari 1
Januari 1993. Namun pada tahun 1994 negara-negara anggota
sepakat untuk mempercepat realisasi dari AFTA dari 15 tahun menjadi
10 tahun.
Dalam rangka ASEAN PTA’s tersebut telah disusun program
penurunan tarif. Pemerintah konsisten dalam melaksanakan program
tersebut.
Program penurunan
tarif
kemudian
juga
telah
dipercepat
realisasinya, yaitu sebagai berikut.
a. Fast Track Program
-
Tarif diatas 20% diturunkan menjadi 0-5% dalam waktu 7 tahun
(dari 1 Januari 2000)
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
-
43
Tarif dibawah 20 % akan diturunkan menjadi 0-5% dalam waktu 5
tahun (mulai Januari 1998)
Dalam program ini ada 15 kelompok produk, antara lain: vegetable
oil, chemical, fertilizer, rubber products, pulp and paper, cement,
textile, plastic, produk kulit, elektronik.
b. Normal Track Program
-
Tarif diatas 20% diturunkan dalam 2 tahap
1. pertama, menjadi 20% dalam 5 tahun (mulai 1 Januari 1998)
dan
2. dari 20% menjadi 0-5% dalam 5 tahun (mulai 1 Januari
2003)
-
Tarif 20% dan dibawahnya akan diturunkan menjadi 0-5% dalam
waktu 7 tahun (sejak 1 Januari 2000)
Program
penurunan
tarif
tersebut
diatas
adalah
program
penurunan tarif secara umum. Disamping itu ada perlakuan penurunan
tarif yang berbeda.
Dalam skema CEPT (Common Effective Preferential Tariff
Scheme) terdapat 5 kelompok barang yang mempunyai perlakuan
penurunan tarif yang berbeda, yaitu:
a. General Exclusion List (GE), yaitu daftar komoditi yang tidak akan
dimasukkan kedalam skema CEPT karena alasan keamanan, sosial,
budaya, atau keagamaan.
b. Sensitive List, yaitu kelompok produk yang jadwal penurunan
tarifnya akan dimulai pada tahun 2003 (sampai dengan tahun 2010)
hingga menjadi 0-5%.
c. Highly Sensitive List (HSL), yaitu kelompok produk-produk yang
termasuk sensitive produk yang tarif akhirnya bukan 0-5%, tetapi
bisa lebih besar dari 5% (contohnya beras, gula).
d. Temporary Exclusion List (TEL), yaitu kelompok barang yang untuk
sementara belum diturunkan tarif Bea Masuk-nya tetapi harus
dimasukkan kedalam jadwal penurunan tarif Bea Masuk pada waktu
yang telah ditentukan. (setiap tahun harus ada produk-produk dari
TEL yang masuk dalam IL). Barang-barang tersebut terdiri dari 2
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
44
jenis, yaitu TEL-industri dan TEL-UAP (Unprocessed Agricultural
Product).
e. Inclusion List (IL), yaitu kelompok barang yang telah dimasukkan
dalam jadwal penurunan tarif Bea Masuk.
Untuk
mempercepat
recovery
ekonomi
dan
mempercepat
pertumbuhan, negara-negara ASEAN setuju untuk mempercepat
realisasi AFTA sebagai berikut.
Untuk 6 negara ASEAN, dipercepat 1 tahun yaitu dari tahun 2003
menjadi 2002 dan minimum 90% dari total tarif lines menjadi 0-5%
pada tahun 2000.
Sedangkan untuk negara anggota baru, disepakati : Vietnam, tarif
maksimal 0-5% tahun 2003 ; Laos dan Myanmar tahun 2005.
Dalam
rangka
melaksanakan
komitmen
Indonesia
untuk
mewujudkan ASEAN Free Trade Area, pemerintah telah menetapkan
penurunan tarif Bea Masuk Dalam Rangka Skema CEPT. Penetapan
tarif Bea Masuk tersebut dikenakan atas beberapa komoditi barang
yang diimpor dari negara-negara ASEAN.
Besarnya tarif Bea Masuk dalam rangka CEPT tersebut lebih
rendah dari tarif Bea Masuk yang berlaku umum sebagaimana
tercantum dalam Buku Tarif Bea Masuk Indonesia.
Tarif Bea Masuk tersebut hanya berlaku terhadap importasi
barang yang telah dilengkapi dengan Surat Keterangan Asal (Form D).
Namun Form D tidak diperlukan dalam hal :
-
Tarif Bea Masuk dalam rangka CEPT sama besar dengan tarif Bea
Masuk yang berlaku umum.
-
Importasi barang yang nilai pabeannya tidak melebihi USD.200.00
Syarat lain untuk memperoleh preferensi tariff adalah bahwa
produk-produk dalam skema CEPT yang akan diekspor/impor harus
memenuhi ketentuan minimum 40% ASEAN Cumulative Content.
Perhitungannya dilakukan dengan cara sebagai berikut :
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
45
Value ofbrqlorted
Non·ASIAN Malerial
Pu1rorProduce
+
Value of
UndeiernUnod Ori&in
Maierial, Pu1r or Produce X 100% ::; 60%
FOB Price
Contoh:
Importir di Indonesia mengimpor barang “X” dari Malaysia. Barang “X”
diproduksi di Malaysia dengan menggunakan bahan baku local content
Malaysia 10% dan 30% berasal dari Thailand. Sedangkan sisanya
(60%) berasal dari luar ASEAN. Atas produk Malaysia tersebut dapat
diterbitkan Form D, dan diberikan preferensi tariff Asean PTA’s.
Gambar 7
Bagan penggunaan form D
ASEAN
COUNTRIES
INDONESIA
FORM D
Keterangan: Form D digunakan untuk mendapatkan preferensi
tarif antar negara ASEAN.
Saudara peserta diklat.
Perjanjian kerjasama ekonomi dalam rangka perdagangan bebas
telah diperluas antara negara Asean dengan negara-negara lainnya
seperti Asean - China PTA’s, Asean - India PTA’s, Asean - Japan
PTA’s, Asean - Korea PTA’s, dan sebagainya.
Dalam rangka Normal Track Asean China Free Trade Area (AC –
FTA), Indonesia telah ikut meratifikasi perjanjian tersebut dengan
Keputusan Presiden RI No.48 Tahun 2004. Perjanjian tersebut dikenal
dengan sebutan EHP (Early Harvest Package) Asean - China FTA.
EHP (Early Harvest Package) Asean - China FTA adalah program
penurunan tarif yang disepakati dimulai 1 Januari 2004 dan dalam tiga
tahun tarif diturunkan secara bertahap sehingga pada tahun 2006
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
46
menjadi 0 % untuk produk-produk tertentu dalam buku tarif bea masuk
Indonesia / BTBMI 2004 Bab 01 sampai dengan Bab 08.
ii. Asia Pacific Economic Cooperation (APEC)
APEC adalah forum kerja sama ekonomi Asia Pacific. APEC
didirikan pada tahun 1989 di Camberra, beranggotakan 12 negara dan
pada tahun 2000 telah berkembang menjadi 21 negara
Indonesia merupakan salah satu dari 12 negara Founding Member
Nations, yang membentuk APEC. Founding Member Nations terdiri dari:
Australia, Indonesia, Kanada, Selandia Baru, Jepang, Korea, Malaysia,
Brunei Darussalam, Filipina, Singapura, Thailand dan Amerika Serikat.
Pendirian
APEC
ketergantungan ekonomi
dilatarbelakangi
di
wilayah Asia
oleh
bertambahnya
Pasifik. Faktor
yang
mendorong lahirnya APEC antara lain adalah adanya kekhawatiran
akan gagalnya perundingan Putaran Uruguay, dimana dikhawatirkan
akan menyebabkan meningkatnya proteksionisme dan munculnya
kelompok-kelompok perdagangan, seperti Pasar Tunggal Eropa dan
Pasar Bebas Amerika Utara (NAFTA ).
Pembentukan organisasi ini dimulai sebagai forum dialog informal
Selanjutnya APEC telah menjadi wadah regional utama untuk
mendukung praktek perdagangan terbuka dan forum kerjasama
ekonomi untuk memajukan dinamika ekonomi di kawasan Asia Pasifik.
Pada awalnya APEC difokuskan pada pertukaran pandangan dan
prinsip berbasis proyek, memajukan proses kerjasama ekonomi di Asia
Pasifik dan untuk mempromosikan hasil yang positif kepada Uruguay
Round dalam negosiasi GATT. Saat ini APEC telah berkembang
menjadi forum yang memiliki tujuan yang lebih tinggi yaitu untuk
membangun komunitas Asia Pasifik untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi melalui kerjasama ekonomi dan perdagangan.
Pada bulan November 1993 di Blake Island, Seattle, USA, para
pemimpin negara anggota APEC bertemu untuk pertama kalinya secara
informal.
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
47
Tujuannya adalah sebagai berikut.
a. Mewujudkan keterbukaan ekonomi dan partnership dikawasan Asia
Pasifik.
b. Kerjasama untuk mengantisipasi tantangan perubahan
c. Pertukaran barang, jasa dan investasi
d. Pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi
e. Peningkatan kualitas hidup serta tingkat pendidikan dan
f.
Peningkatkan kualitas lingkungan hidup
Pada pertemuan tahunan di Bogor (tahun 1994) negara-negara
anggota memperjelas visi dan menyusun langkah-langkah sebagai
suatu tindakan nyata, yaitu visi untuk mewujudkan suatu perdagangan
bebas dan terbuka di kawasan Asia Pasifik. Disepakati bahwa negara
yang sudah pada tingkat industrialisasi (negara maju) akan mencapai
sasaran perdagangan dan investasi yang bebas dan terbuka paling
lambat pada tahun 2010, dan wilayah yang tingkat ekonominya sedang
berkembang paling lambat tahun 2020. Deklarasi Bogor dikenal sebagai
Declaration of Common Resolve (Deklarasi Tekad Bersama).
Tiga pilar kegiatan APEC disepakati tahun 1995 di Osaka-Jepang
yaitu : liberalisasi perdagangan, investasi fasilitasi bisnis dan kerjasama
ekonomi dan teknik. Prinsip ini menjadi kerangka dasar yang melandasi
kerjasama APEC.
Kemudian, bertempat di Manila pada tahun 1996 dilahirkan suatu
program kerja yang konkrit yang dikenal dengan Rencana Aksi Manila
untuk APEC (Manila Action Plan for APEC/MAPA)
Setiap tahun negara-negara anggota bertemu untuk menyusun
langkah-langkah nyata dalam rangka mewujudkan perdagangan bebas
di kawasan Asia Pasifik.
Prinsip dasar APEC yang penting adalah nondiskriminasi dan
fleksibilitas yang berarti negara-negara anggota APEC dapat melakukan
program dan jadwal reformasi yang sesuai dengan keadaan negara
masing-masing untuk menuju target deklarasi Bogor, dan tanpa
melakukan diskriminasi kepada negara lain (diluar APEC).
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
48
Gambar 8
Kesepakatan APEC
APEC
DEKLARASI
BOGOR
MANILA
ACTION PLAN
Keterangan:
Dalam rangka menyusun suatu program kerja yang konkrit,
negara-negara anggota memperjelas visi dan menyusun langkahlangkah sebagai suatu tindakan nyata melaui kesepakatan yang
dihasilkannya.
Forum kerja sama APEC memang bukan organisasi formal.
APEC adalah wadah kerja sama ekonomi regional, sampai saat ini
masih berbentuk forum konsultasi dan belum merupakan forum
negosiasi. APEC adalah suatu forum yang sejak awal dibangun atas
dasar kesukarelaan, suatu tekad bersama untuk mencapai tujuan yang
sama. Oleh karena itu hasil-hasilnya tidak mengikat para anggotanya.
Contoh:
Perjanjian preferensi tariff dengan Australia. Pemerintah Indonesia dan
pemerintah Australia saling menukarkan komoditi yang akan diberikan
preferensi tariff.
3. Perjanjian Bilateral
Saudara peserta Diklat.
Perjanjian bilateral merupakan kesepakatan yang dibuat antar dua
negara. Perjanjain bilateral mengikat dua pihak negara yang melakukan
kesepakatan. Perjanjian bilateral mengenai tarif dilakukan dengan negaranegara tertentu seperti Cina, Jepang, India dsb. Beberapa perjanjian
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
49
regional yang perlu diketahui berkaitan dengan prosedur kepabeanan
Indonesia adalah sebagai berikut.
a. EHP (Early Harvest Package) Bilateral Indonesia – China PTA’s
EHP Bilateral Indonesia – China adalah program penurunan
tarif yang disepakati dimulai pada tanggal 1 Januari 2004, dan dalam
tiga tahun diturunkan secara bertahap sehingga pada tahun 2006
menjadi 0 %.
Ketentuan EHP Bilateral tersebut dilaksanakan sebagai berikut.
1.
Diberlakukan berdasarkan asas timbal balik.
2.
Hanya berlaku terhadap impor barang yang dilengkapi dengan
SKA
(Surat
Keterangan
Asal)
atau
Form E,
yang
telah
ditandatangani oleh pejabat berwenang.
3.
SKA tidak diperlukan jika tarif bea masuk tersebut lebih besar atau
sama dengan tarif bea masuk yang berlaku umum.
4.
Importir wajib mencantumkan kode fasilitas Preferensi Tarif dan
nomor referensi Form E pada dokumen impor.
5.
SKA lembar asli dan lembar ke-3 wajib disampaikan oleh importir
kepada kantor pabean di pelabuhan pemasukan pada saat
pengajuan dokumen impor.
Surat Keterangan Asal (Certificate of Origin) ini penting untuk
membuktikan suatu produk berasal dari negara yang bersangkutan.
Biasanya CoO ini ditandatangani oleh pejabat institusi yang berwenang
(misalnya: Depatemen Perdagangan) di negara pengekspor.
Gambar 9
Bagan penggunaan Form E
CHINA
FORM E
INDONESIA
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
50
Keterangan: Form E digunakan untuk mendapatkan preferensi
tarif antara negara ASEAN dengan Negara China.
b. AK - FTA ( ASEAN-KOREA Free Trade Area )
Saudara para peserta Diklat.
Dalam rangka kerja sama ekonomi antar negara Asean dengan
Pemerintah Republik Korea, pemerintah Indonesia telah meratifikasi
“Framework Agreement” dan “Agreement on Trade in Goods”, yaitu
perjanjian perdagangan barang antar negara anggota Asean dan
pemerintah
Republik
Korea,
masing-masing
dengan
Peraturan
Pemerintah Nomor 11 dan Nomor 12 Tahun 2007.
Perjanjian tersebut menetapkan besar tarif bea masuk atas impor
barang dari Korea berdasarkan asas timbal balik. Barang yang diimpor
dari Korea jika memenuhi persyaratan diberikan preferensi tarif, dan
sebaliknya.
Untuk
mendapatkan
menyampaikan
preferensi
Surat Keterangan
tarif,
pihak
importir
Asal (Form AK)
yang
harus
telah
ditandatangani oleh Pejabat yang berwenang di Korea.
Importir juga wajib mencantumkan kode fasilitas preferensi tarif
dan nomor referensi SKA pada Pemberitahuan Impor Barang (PIB).
SKA lembar asli dan lembar ke-3 harus disampaikan kepada Kantor
Pabean pelabuhan pemasukan pada saat pengajuan PIB.
Dalam hal tarif bea masuk preferensi lebih rendah atau sama
dengan tarif bea masuk yang berlaku umum, maka form AK tidak
diperlukan.
Contoh:
Tarif preferensi suatu komoditi dalam rangka AK-FTA adalah 5%.
Dalam BTBMI tarif umum (MFN) sebesar 5%. Dengan demikian CoO
tidak perlu dilampirkan pada PIB.
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
51
Gambar 10
Bagan penggunaan Form AK
KOREA
INDONESIA
FORM AK
Keterangan: Form AK digunakan untuk mendapatkan preferensi
tarif antara negara ASEAN dengan negara Korea.
c. Indonesia – Japan Economic Partnership Agreement (IJ – EPA)
Saudara peserta Diklat.
Framework
Agreement
dalam
rangka
persetujuan
antara
pemerintah Republik Indonesia dan Jepang mengenai suatu kemitraan
ekonomi, diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 36 Tahun 2008.
Dalam rangka persetujuan mengenai suatu kemitraan ekonomi
antara Indonesia dan Jepang, telah ditetapkan suatu skema penetapan
tarif yang disebut USDFS (User Specific Duty Free Scheme). USDFS
adalah suatu skema penetapan tarif bea masuk yang diberikan khusus
kepada user dalam rangka persetujuan antara Republik Indonesia dan
Jepang mengenai suatu kemitraan ekonomi. Pihak pengguna fasilitas
(user) merupakan suatu badan usaha yang berbadan hukum di
Indonesia yang akan mendapat fasilitas USDFS. Barang-barang yang
mendapat fasilitas USDFS ditetapkan bea masuknya sebesar 0%.
Untuk mendapatkan fasilitas dimaksud user terlebih dahulu harus
memperoleh Surat Keterangan Verifikasi Industri – USDFS (formulir SK
VI – USDFS) .yang diterbitkan oleh Surveyor yang ditunjuk oleh Menteri
Perindustrian.
Prosedurnya adalah sebagai berikut:
-
Orang
yang
akan
mendapat
fasilitas
USDFS
mengajukan
permohonan untuk ditetapkan sebagai user.
-
Permohonan memuat rencana impor barang selama setahun.
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
52
-
Surveyor melakukan verifikasi persyaratan.
-
Suryeyor menerbitkan SK.VI – USDFS.
-
Surat Keterangan SK.VI - USDFS ditandasahkan/disetujui Menteri
Perindustrian.
Selanjutnya untuk mendapatkan tarif preferensi bea masuk atas
barang yang akan diimpor, user mengajukan permohonan kepada
Direktur Jenderal Bea dan Cukai, dilampiri dengan SK.VI – USDFS.
Dalam jangka waktu 5 hari Dirjen Bea dan Cukai atas nama Menteri
Keuangan memberikan keputusan tentang penggunaan tarif bea masuk
dalam rangka USDFS.
Pada waktu pengajuan pemberitahuan pabean, PIB dilampiri
dengan:
-
Surat Keputusan Menteri Keuangan;
-
Lembar asli SKA (Form JIEPA) yang diterbitkan oleh instansi
berwenang di Jepang;
-
Mencantumkan kode fasilitas preferensi tarif dan nomor referensi
form JIEPA pada PIB.
Dalam hal jumlah, jenis atau spesifikasi barang yang diimpor tidak
sesuai dengan yang tercantum dalam Surat Keputusan, maka terhadap
perbedaan tersebut dipungut bea masuk berdasarkan tarif yang berlaku
umum (MFN). Namun jika perbedaan barang tersebut merupakan jenis
barang yang termasuk dalam skema IJ – EPA, atas perbedaan tersebut
dipungut bea masuk berdasarkan tarif IJ – EPA.
Saudara para peserta Diklat.
Pemberian fasilitas dimaksud penggunaannya harus sesuai
dengan tujuan semula, yaitu untuk kegiatan produksi oleh user yang
bersangkutan. Apabila terjadi penyalahgunaan, maka importir wajib
membayar bea masuk berdasarkan tarif yang berlaku umum (MFN).
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
53
Gambar 11
Bagan penggunaan Form JIEPA
JAPAN
INDONESIA
FORM JIEPA
Keterangan: Form JIEPA digunakan untuk mendapatkan
preferensi tarif antara negara Indonesia dengan Jepang.
d. MOC Indonesia – Northeren Territory of Australia
Saudara para peserta diklat.
Perjanjian bilateral antara dua negara tidak hanya berkaitan
dengan perjanjian tarif bea masuk. Perjanjian juga dapat meliputi hal-hal
lain seperti kemudahan pelayanan kepabeanan maupun kerja sama
lainnya.
Indonesia
telah
menandatangani
MOC
(Memorandum
of
Cooperation) dengan pemerintah Northeren Territory of Australia
tentang
kerjasama
pengembangan
ekonomi,
pada
tanggal
22
Desember 2006.
Indonesia dalam hal ini Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan
The Departement of the Chief Minister of the Northeren Territory of
Australia sebelumnya juga telah melakukan kerja sama sejak 8 Juli
2001. Kerja sama tersebut pada intinya merupakan upaya untuk
meningkatkan
mendukung
pelayanan
kerjasama
dibidang
dibidang
kepabeanan
dalam
rangka
yang
saling
perdagangan
menguntungkan.
Kesepakatan tersebut berisi kemudahan kepabeanan, yaitu
terhadap barang impor dari Northeren Territory of Australia yang masuk
ke dalam daerah pabean Indonesia selain Pulau Jawa dan Sumatera,
dilakukan pemeriksaan pendahuluan di Darwin, Australia.
Dalam
prosedur
kepabeanan
di
Darwin,
pemilik
barang
mengajukan permohonan ke pihak pabean Indonesia yang berada di
sana, dilampiri dokumen invoice, packing list dan dokumen pelindung
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
54
lainnya. Permohonan memuat uraian jumlah, jenis dan identitas barang,
klasifikasi HS dan nilai pabean, serta pemenuhan perizinan atas barang
larangan dan pembatasan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, pihak pabean akan menerbitkan
Customs Approval (Surat Keterangan) bahwa atas barang yang akan
diekspor tersebut telah dilakukan pemeriksaan pendahuluan.
Pada
proses
pengeluaran
barang
di
Indonesia,
importir
mengajukan PIB dilampiri dengan Customs Approval dan dokumen
pelengkap pabean lainnya. Pihak Bea dan Cukai akan melakukan
penelitian dokumen, dan kemudian memberikan persetujuan release
barang.
Gambar 12
Kesepakatan Indonesia-Australia
AUSTRALIA
CUSTOMS APPROVAL
INDONESIA
Keterangan: Terhadap barang impor dari Northeren Territory of
Australia yang masuk ke dalam daerah pabean Indonesia
dilakukan pemeriksaan pendahuluan di Darwin, Australia.
Saudara para peserta Diklat.
Perjanjian bilateral dalam rangka kerja sama ekonomi seperti ini
akan terus dikembangkan oleh pemerintah. Misalnya kerja sama
bilateral Indonesia – India, Indonesia – Australia, dan seterusnya.
Dengan adanya kerjasama ekonomi tersebut diharapkan terjadi
percepatan pertumbuhan ekonomi kedua negara.
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
55
4. Implementasi perjanjian internasional dalam kepabeanan Indonesia.
Saudara para peserta diklat.
Kebijakan yang diambil pemerintah berkaitan dengan perdagangan
antar negara harus memperhatikan beberapa aspek, baik dalam negeri
maupun luar negeri, seperti konvensi atau kesepakatan-kesepakatan
internasional.
Mengingat kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah dapat
mempengaruhi hubungan perdagangan yang lebih luas, kebijakan harus
dilandasi dengan perundang-undangan yang ada, baik ketentuan yang
menyangkut perundang-undangan nasional, maupun ketentuan lain yang
bersifat internasional, seperti perjanjian multilateral (GATT), regional
(Asean PTA’s), maupun bilateral (Indonesia – China PTA’s), dan
sebagainya. Apabila dalam pengambilan keputusan tidak memperhatikan
undang-undang nasional, akan berakibat terhambatnya kebijakan dalam
pelaksanaannya.
Demikian
juga
jika
mengabaikan
kesepakatan-
kesepakatan yang bersifat internasional, dapat menimbulkan konsekuensi
pengucilan, pembalasan bahkan penuntutan internasional. Contoh: kasus
impor dalam kebijakan mobil nasional/mobil Timor.
Undang-undang nomor 17 tahun 2006 jo. Nomor 10 tahun 1995
tentang Kepabeanan dalam merumuskan suatu ketentuan juga tetap
memperhatikan konvensi dan kesepakatan-kesepakatan internasional. Hal
ini penting agar dalam implementasinya tidak menemui hambatan.
Ketentuan-ketentuan yang bersifat universal, baik yang merupakan
kesepakatan-kesepakatan, kelaziman
dalam pergaulan internasional,
perjanjian
bersama
yang
merupakan
tekad
(contoh:
APEC)
dan
sebagainya, tetap harus diperhatikan dan menjadi masukan dalam proses
pengambilan kebijakan.
Sebagai contoh Indonesia telah meratifikasi perjanjian WTO dengan
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agrement
Establishing the Word Trade Organization (Persetujuan Pembentukan
Organisasi Perdagangan Dunia). UU No 7 tahun 1994 merupakan bentuk
perwujudan dari pemerintah dalam mengimplementasikan ketentuanketentuan GATT/WTO. Dengan demikian pemerintah Indonesia wajib
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
56
mematuhi aturan-aturan sebagaimana diatur dalam GATT/WTO dalam
melaksanakan perdagangan internasional.
Saudara peserta diklat.
Untuk
lebih
memahami
implementasi
perjanjian-perjanjian
internasional tersebut diatas, berikut ini disampaikan hambatan-hambatan
dalam perdagangan internasional, penelitian dokumen pabean berkaitan
dengan perdagangan internasional, serta beberapa contoh kasus, sebagai
berikut.
a). Hambatan Perdagangan (tariff dan non tariff barrier)
Dalam hubungan dagang antara suatu negara dengan negara
lain di dunia ini, tidak dikehendaki adanya halangan atau hambatan
dalam interaksi jual beli. Negara negara di dunia sebagai mana
tercermin dalam kesepakatan-kesepakatan internasional (misalnya
GATT) berkeinginan terwujudnya perdagangan bebas, khususnya
terhadap
adanya
peraturan
suatu
negara
yang
menghambat
perdagangan dengan cara pelarangan impor, pembatasan impor dan
pemenuhan
izin-izin
impor
yang
tujuannya
untuk
menghambat
masuknya barang impor dari luar negeri.
Trend perdagangan internasional dalam era globalisasi sekarang
ini menghendaki agar sedapat mungkin suatu negara dapat mengganti
hambatan non-tarif dengan hambatan tarif. Kebijakan non tarif adalah
upaya yang dilakukan pemerintah melalui penetapan peraturan
larangan dan pembatasan terhadap barang impor maupun ekspor
dalam jangka waktu tertentu, untuk melindungi industri dalam negeri
dan konsumen.
Saudara peserta diklat.
Berikut ini disampaikan beberapa hal yang perlu Saudara ketahui
mengenai kebijakan tarif dan non tarif (Modul Kebijakan Tarif, 2005, Tim
Penyusun Modul Pusdiklat Bea dan Cukai).
Sebagaimana konvensi-konvensi internasional, kebijaksanaan
umum dibidang tarif mengarah kepada penurunan tingkat tarif yang ada
dengan tujuan;
-
meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasaran Internasional,
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
57
-
melindungi konsumen dalam negeri, dan
-
mengurangi hambatan dalam perdagangan internasional dalam
rangka mendukung terciptanya perdagangan bebas.
Namun dalam kondisi tertentu dan pada
pemerintah
dapat
juga
mengambil kebijakan
waktu tertentu
non–tarif, dengan
pertimbangan sebagai berikut :
1. Mencegah masuknya barang-barang berbahaya baik terhadap
keamanan, budaya, kesehatan maupun lingkungan hidup.
2. Adanya praktek perdagangan internasional yang tidak sehat (unfair
trade) adanya kelesuan pasar internasional yang mengakibatkan
membanjirnya barang impor yang murah yang apabila masuk ke
pasar domestik akan mematikan industri sejenis di dalam negeri.
3. Makin berkurangnya industri nasional maupun daya serap tenaga
kerja, mengakibatkan makin besarnya unemployment.
Suatu negara melakukan tindakan non tariff barrier dengan
pertimbangan apabila hanya dilakukan hambatan berupa penetapan
tarif yang tinggi, barang impor tetap masuk dan mempengaruhi kondisi
di dalam negeri. Oleh karena itu importasi atas komoditi tertentu benarbenar dihambat pemasukannya ke dalam negeri. Hal ini karena
pemerintah perlu mengontrol pemasukan komoditi tertentu ke dalam
negeri.
Sebagai contoh dalam masa panen padi di dalam negeri,
pemerintah mengambil kebijakan larangan impor beras. Hal ini sifatnya
temporer, sehingga di luar masa panen padi impor beras diperbolehkan
kembali. Hal ini mengingat kebutuhan beras di dalam negeri sangat
tinggi, sehingga harus dipenuhi sebagiannya dari impor beras.
Namun tidak semua komoditi dihambat dengan kebijakan nontarif. Beberapa jenis barang memang harus dilarang impornya tanpa
batas waktu. Contohnya pemasukan senjata api, buku-buku yang
berbau porno, narkotika dan obat-obatan terlarang lainnya, barangbarang kuno yang bernilai kebudayaan, dan sebagainya. Hal ini juga
berlaku secara universal, artinya semua negara juga melakukan
tindakan seperti itu untuk barang-barang tertentu.
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
58
Beberapa bentuk hambatan non-tarif adalah sebagai berikut :
1.
Larangan Impor (Import Prohibition), yaitu bentuk hambatan
langsung dimana larangan ini merupakan bentuk yang paling ketat
dari segala hambatan impor dengan melakukan larangan impor
untuk barang tertentu.
2.
Ijin Impor (Import License), yaitu hambatan impor melalui
pemberian ijin impor barang tertentu terhadap importir tertentu.
3.
Kuota, yaitu hambatan kuantitatif yang membatasi barang impor
secara khusus dengan spesifikasi jumlah unit atau nilai total
tertentu per periode waktu.
4.
State Trading Practices, yaitu perdagangan atau kegiatan impor
yang hanya boleh dilakukan oleh pemerintah atau monopoli.
5.
Kontrol devisa (exchange control), yaitu hambatan administrasi
atau transaksi yang melibatkan mata uang asing. Kontrol devisa
dikenakan pada pembayaran impor dimana semua transaksi impor
harus dengan ijin bank sentral terutama untuk membeli mata uang
asing untuk pembayaran impor barang.
6.
Penerapan syarat-syarat impor
tertentu,
misalnya
consular
formalities, standar mutu, sertifikasi impor dan bahkan yang nontrade seperti lingkungan hidup, buruh, politik, dan lain-lain.
Pada prinsipnya pengambilan kebijakan non tarif dilakukan oleh
suatu negara apabila kebijakan lain dalam bentuk hambatan tarif tidak
bisa atau tidak mungkin dilakukan. Pemerintah mempertimbangkan
apabila dilakukan dengan kebijakan tarif, maka hasilnya tidak akan
efektif. Barangkali penetapan tarif bea masuk yang tinggi (misalnya: tarif
bea masuk 170 %) terhadap impor minuman mengandung etil alkohol,
dapat mempengaruhi konsumen untuk tidak bermabuk-mabukan. Tetapi
hal tersebut tidak bisa dilakukan terhadap impor narkotika misalnya.
Demikian juga terhadap kebijakan larangan impor barang bekas,
mengandung maksud dan tujuan yang berbeda, yaitu supaya barangbarang tertentu tidak diimpor. Pemberian izin impor barang bekas,
sampah, dan barang-barang yang di luar negeri sulit membuangnya,
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
59
akan mengakibatkan Indonesia menjadi tempat buangan barang bekas,
seperti mobil bekas, pakaian bekas,dan sebagainya.
Ada kalanya kebijakan non tarif ini dalam beberapa hal juga
dilakukan oleh suatu negara sebagai tindakan balasan terhadap negara
lain yang dianggap memperlakukan barang impor dari negara tersebut
secara tidak adil. Tindakan ini diambil dengan maksud untuk
mempersulit importasinya, dengan cara antara lain perlu dilengkapi
dengan izin-izin khusus, pemeriksaan karantina yang ketat, sertifikat
kesehatan atau sertifikat mutu dengan kriteria yang sulit dan
sebagainya.
Bahkan dengan adanya kecenderungan penurunan tarif bea
masuk sesuai kesepakatan antar negara (misalnya perjanjian dalam
GATT, ASEAN, APEC) untuk menuju ke perdagangan bebas, kebijakan
non tarif cenderung digunakan oleh negara-negara untuk melindungi
industri dalam negerinya, termasuk produk-produk pertanian. Hal ini
terjadi oleh karena kebijakan tarif tidak bisa dilaksanakan karena terikat
dengan perjanjian internasional, sehingga untuk menaikkan tarif bea
masuk atas suatu komoditi menjadi tidak dapat dilakukan.
b). Penelitian dokumen berkaitan dengan perjanjian internasional
Saudara para peserta Diklat.
Sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang Kepabeanan
bahwa barang yang dimasukkan ke dalam daerah pabean diperlakukan
sebagai barang impor dan terutang bea masuk. Penyelesaian formalitas
pabean atas barang yang diimpor untuk dipakai adalah dengan
menyampaikan dokumen pabean (PIB) dan membayar bea masuk.
Untuk
menyiapkan
dokumen
pabean
diperlukan dokumen
pelengkap pabean. Dokumen pelengkap pabean ini merupakan
kesatuan dari dokumen pabean. Hal ini berkaitan dengan pemenuhan
persyaratan impor dalam hal barang tersebut memerlukan izin-izin atau
rekomendasi dari instansi terkait, atau untuk memperoleh treatment
khusus.
Berikut ini disampaikan kasus-kasus penyelesaian pemenuhan
persyaratan impor.
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
60
c). Kasus-kasus
1. Preferensi tarif
Dalam PIB diberitahukan jenis dan jumlah barang:
400 cartons Various Rubber Products = 14.400 pcs. Origin:
Malaysia.
Pos tarif BTBMI atas barang tersebut: 4016.99.9000 BM: 10%, PPN:
10%. Importasinya
mendapatkan preferensi tarif bea masuk
berdasarkan preferensi tarif Asean PTA’s, sehingga BM menjadi 5%.
Hasil penelitian atas berkas PIB dan dokumen pelengkapnya
kedapatan dokumen pelengkap pabean telah dilampirkan termasuk
surat izin karantina. Namun Surat Keterangan Asal (SKA/Form E)
belum dilampirkan. Persyaratan untuk mendapatkan tarif preferensi
adalah menyerahkan CoO. Oleh karena itu importir diminta
menyerahkan CoO yang diterbitkan oleh institusi terkait di luar
negeri.
Apabila dokumen yang diminta telah disampaikan, PFPD akan
meneliti keabsahan dokumen dan persyaratan impor lainnya; dan
selanjutnya akan menerbitkan SPPB.
2. Bea masuk anti dumping
Dalam PIB diberitahukan 20 collies tin plate, origin Australia. Nilai
barang CIF AUD 10.000,- HS 7210.11.0000 BM 15%, PPN 10%
Hasil penelitian atas berkas PIB dan dokumen pelengkapnya
kedapatan dokumen pelengkap pabean telah dilampirkan termasuk
bukti bayar (SSPCP).
Barang tersebut terkena Bea Masuk Anti Dumping sebesar 28%.
Namun SSPCP BMAD belum dilampirkan. Oleh karena itu importir
diminta
membayar
BMAD
dan
pajak
impor
lainnya,
dan
menyerahkan SSPCP terkait. Apabila dokumen yang diminta telah
disampaikan, PFPD akan meneliti keabsahan dokumen dan
persyaratan impor lainnya; dan selanjutnya akan menerbitkan SPPB.
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
61
3. Impor sementara (ATA Carnet)
Dalam PIB diberitahukan 10 unit mobil sedan
dengan berbagai
merek dan type, origin Japan.
Mobil tersebut akan dipamerkan di Jakarta selama satu bulan, dan
setelah selesai pameran akan diekspor kembali ke negara asalnya.
Pada pengajuan PIB harus dilampirkan dokumen pelengkap pabean
seperti invoice, packing list, B/L; dan Surat Keputusan Pemberian
Izin Impor Sementara dari DJBC. Atas impor sementara tersebut
juga harus diajukan jaminan sebesar bea masuk dan pungutan
impor lainnya. Jaminan akan dikembalikan jika barang tersebut telah
diekspor kembali.
4. Larangan pembatasan
Dalam PIB diberitahukan jenis dan jumlah barang:
1 set Dual Flow Dyeing Machine Model: AK-SL250, Made in China.
Jumlah barang: 1 pallet, 1 set, 3,420 Kgs.
Hasil penelitian atas berkas PIB dan dokumen pelengkapnya
kedapatan
dokumen
pelengkap
pabean
telah
dilampirkan.
Berdasarkan contoh barang yang diajukan kedapatan barang bekas
pakai.
Sesuai ketentuan Departemen Perdagangan impor barang bekas
dilarang. Jika dalam PIB tidak diberitahukan sebagai barang bekas,
barang tersebut menjadi milik negara. Namun jika diberitahukan
sebagai barang bekas pakai, pihak importir diminta menyerahkan
izin terkait dari instansi yang berwenang.
Saudara para peserta Diklat.
Demikianlah beberapa contoh kasus pemenuhan persyaratan
impor dalam proses penyelesaian dokumen impor. Lebih lanjut mengenai
tatacara penelitian dokumen dapat Saudara pelajari pada Modul Teknis
Pabean Lanjutan pada Diklat yang sama.
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
62
b. Latihan 2
1) Salah satu hasil konvensi WTO adalah PSI (Pre Shipment Inspection).
Apa tujuan dari PSI dan apakah Indonesia melakukan pelaksanaan PSI
atas barang-barang impor?
2) Jika atas suatu komoditi tertentu dikenakan ketentuan larangan dan
pembatasan, apa yang harus dilakukan oleh orang yang akan mengajukan
pemberitahuan pabean impor atau ekspor dalam rangka penyelesaian
kewajiban pabeannya.
3) Salah satu hasil konvensi WCO adalah Kyoto Convention. Jelaskan
tujuan dan isi dari konvensi tersebut, dan bagaimana implementasinya di
Indonesia.
4) Jika seorang turis asing membawa mobilnya ke Indonesia dan berencana
akan menggunakannya selama ia di Indonesia, dan selanjutnya akan di
bawa
kembali
ke
negaranya.
Jelaskan
prosedur
penyelesaian
kepabeanannya di Indonesia dalam hal turis tersebut menyampaikan ATA
Carnet Passport.
5) Malaysia memproduksi barang yang bahan bakunya 20 % berasal dari
Thailand dan 60 % berasal dari Australia. Apakah atas produk yang
dihasilkan Malaysia tersebut dapat diberikan preferensi tarif dalam rangka
Asean PTA’s. Jelaskan tatacara perhitungan local content dimaksud.
Jelaskan tatacara mendapatkan fasilitas tersebut; dan dokumen apa yang
harus
disampaikan kepada
pabean
untuk penyelesaian dokumen
impornya.
c. Rangkuman
1) Konvensi Pre Shipment Inspection bertujuan untuk mengamankan
keuangan
negara
dan
menanggulangi
kekurangan
infrastruktur
administrasi. Indonesia tidak berkepentingan dengan agreement tersebut
dan
tidak
menggunakan PSI
dalam tatalaksana
kepabeanannya.
Penggunaan PSI dalam prosedur kepabeanan di Indonesia hanya
terbatas sebagai dokumen pelengkap pabean atas komoditi tertentu.
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
63
Penggunaan PSI tersebut tidak mengurangi kewenangan pabean dalam
melakukan pemeriksaan pabean.
2) Dalam konvensi Import Licencing Procedures, ketentuan mengenai
barang-barang yang dilarang, diatur tataniaga impornya maupun yang
diawasi impornya dikeluarkan oleh Departemen Perdagangan atas
rekomendasi departemen/instansi terkait. Dokumen perizinan tersebut
merupakan dokumen pelengkap pabean yang prosedur perizinannya
terpisah dari prosedur pabean.
3) Berkaitan dengan Istanbul Convention, dalam prinsip kepabeanan apabila
suatu barang memasuki daerah pabean suatu negara kemudian ke luar
kembali, atas barang tersebut tidak dipungut bea masuk dan pajak dalam
rangka impor. Hal itu disebut sebagai impor sementara. Walaupun
demikian atas pemasukan/pengeluaran barang dimaksud tetap harus
memenuhi formalitas pabean.
4) ATA Carnet diterbitkan dan diotorisasi oleh National Guaranteeing
Associations (semacam KADIN di negara yang bersangkutan) yang
merupakan
perizinan
sementara
atas
pergerakan
barang,
tanpa
memerlukan surat jaminan maupun formalitas pabean yang berlaku di
suatu negara.
5) Kyoto
convention
adalah
konvensi
tentang Penyederhanaan
dan
Harmonisasi Prosedur Pabean. Konvensi ini merupakan instrument
harmonisasi customs technique yang meliputi segala aspek hukum
kepabeanan.
6) Perjanjian regional kerjasama ekonomi dalam rangka perdagangan bebas
telah diperluas antara negara Asean dengan negara-negara lainnya
seperti Asean - China PTA’s,
Asean - Japan PTA’s,
Asean - Korea
PTA’s. Kesepakatan preferensi tarif tersebut diikuti dengan perjanjian
bilateral antara Indonesia – China, Indonesia – Korea, dan Indonesia –
Jepang. Dalam pelaksanaannya digunakan form CoO.
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
64
d. Test Formatif 2
1. Agreement on Rules of Origin digunakan dalam:
a. Tindakan anti dumping;
b. Safeguard;
c. Preferensi tarif;
d. Jawaban diatas benar semua.
2. Tepung terigu merupakan salah satu komoditi impor yang harus diperiksa
di luar negeri oleh pihak Surveyor. Jika barang tersebut sudah dilakukan
pemeriksaan PSI maka ...
a. Bea dan Cukai tidak boleh melakukan pemeriksaan fisik;
b. Bea dan Cukai boleh melakukan pemeriksaan fisik;
c. Pemeriksaan Bea dan Cukai dilaksanakan bersama dengan
surveyor;
d. Pemeriksaan dilakukan bersama Deperdag.
3. Jika suatu komoditi hasil produksi dalam negeri akan dilindungi maka
atas impor barang sejenis dapat diberlakukan ketentuan:
a. Larangan impor
b. Pembatasan
c. Tataniaga
d. Persyaratan izin impor.
4. Valuation Agreement menetapkan suatu sistem penetapan nilai barang
yang netral, adil dan seragam untuk kepentingan pabean. Tujuan GVA
menghapus ciri protektif dalam penetapan nilai pabean, antara lain:
a. Metode penetapan sewenang-wenang;
b. Penetapan yang terlalu tinggi;
c. Penetapan nilai fiktif;
d. Semua jawaban tersebut benar.
5. Agreement on Rules of Origin digunakan dalam:
a. Preferensi tarif;
b. Tindakan anti dumping;
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
65
c. Safeguard;
d. Semua jawaban diatas benar.
6. Komite yang mengawasi pelaksanaan ketentuan Rules of Origin adalah:
a. Committee on RoO di WTO;
b. Committee on RoO di WCO;
c. Technical Committee on RoO di WCO;
d. Jawaban a dan c benar.
7. GSP dibentuk dalam rangka agreement pada lembaga:
a. UNCTAD
b. WCO
c. WTO
d. APEC
8. Konvensi mengenai perlindungan hak atas kekayaan industri adalah:
a. WIPO
b. TRIP’s
c. Bern Convention
d. Jawaban diatas benar semua.
9. Sesuai konvensi mengenai Agreement on Anti Dumping, tindakan anti
dumping berlaku:
a. 1 tahun.
b. 5 tahun.
c. 10 tahun.
d. Tidak terbatas.
10. Kyoto Convention berisi Annex Umum dan Annex Khusus. Annex Umum
antara lain meliputi:
a. Definisi, audit, jaminan, teknologi informasi;
b. Kedatangan barang impor, impor, ekspor, kawasan bebas.
c. Definisi, impor, ekspor, jaminan.
d. Audit , TI, Kawasan Bebas (Free Trade Zone)
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
66
11. BTBMI yang digunakan sesuai kesepakatan anggota negara Asean
berdasarkan pada:
a. HS
b. AHTN
c. Klasifikasi Tarif Bea Masuk
d. BTN
12. Customs Convention on the ATA Carnet for the Temporary Admission of
Goods disebut sebagai:
a. Kyoto Convention;
b.
Istanbul Convention;
c. Uruguay Convention;
d. Geneve Convention.
13. Negara yang ingin bergabung dalam ATA Carnet Agreement harus
mendaftar ke:
a. IBCC.
b. ICC.
c. NGA
d. KADIN.
14. AFTA adalah kawasan perdagangan bebas antar negara-negara di:
a. Asia.
b. Asean.
c. Pacific.
d. Asia – Pacific.
15. Barang impor yang berasal dari Korea jika ingin mendapatkan preferensi
tarif bea masuk, harus mengajukan form:
a. Form A.
b. Form C.
c. Form D.
d. Form AK.
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
67
e. Umpan Balik dan Tindak Lanjut
Cocokkan hasil jawaban dengan kunci jawaban yang terdapat di modul ini.
Hitung jawaban Saudara dengan benar. Kemudian gunakan rumus untuk
mengetahui tingkat pemahaman Saudara terhadap materi Kepabeanan
Internasional.
TP =
Jumlah jawaban yang benar
X
100%
Jumlah keseluruhan soal
Apabila tingkat pemahaman Saudara dalam memahami materi yang sudah
dipelajari mencapai :
91 %
s.d.
100 %
:
Amat baik
81 %
s.d.
90,99 % :
Baik
71 %
s.d.
80,99 % :
Cukup
61 %
s.d.
70,99 % :
Kurang
Bila tingkat pemahaman belum mencapai 81 % ke atas (kategori ”Baik”),
maka Saudara disarankan mengulang materi.
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
68
PENUTUP
Saudara para peserta Diklat.
Saudara telah mempelajari seluruh kegiatan belajar yang meliputi KB-1
tentang Organisasi dan Lembaga Kepabeanan Internasional; dan KB-2
tentang
Kesepakatan dan Perjanjian Internasional, serta implementasinya
dalam kepabeanan Indonesia.
Sebelum Saudara menyudahi mata pelajaran ini disarankan Saudara
mengerjakan test sumatif berikut ini. Dengan selesainya pembelajaran modul
ini diharapkan Saudara akan lebih mudah dalam mempelajari modul-modul
berikutnya dalam Diklat PFPD.
Semoga sukses.
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
69
TEST SUMATIF
I.
Lingkarilah jawaban yang Saudara anggap benar dalam pertanyaan
dibawah ini.
1. Maksud dan tujuan pembentukan organisasi perdagangan/kepabeanan
internasional adalah:
a. Untuk mengurangi hambatan perdagangan antar Negara.
b. Melindungi kepentingan dalam negeri.
c. Meningkatkan fungsi budgeter.
d.
Meningkatkan fungsi regularent.
2. WTO lahir dari perundingan multilateral dalam kerangka ...
a. GATT tahun 1994
b. CCC tahun 1994.
c. GATT tahun 1947
d. CCC tahun 1947
3. Schedule XXI – Indonesia antara lain meliputi:
a. Mengubah hambatan non tarif disektor pertanian menjadi
hambatan tarif.
b. tarif maksimal 5% pada tahun 2020.
c. Jawaban a dan b benar.
d. Jawaban diatas salah semua.
4. Indonesia masuk menjadi anggota GATT melalui prosedur ...
a. Sponsorship pada tahun 1950.
b. Contracting Party pada tahun 1994.
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
c. Sponsorship pada tahun 1994.
d. Jawaban a dan b benar.
5. Perjanjian WTO yang memuat ketentuan MFN antara lain:
a. Intellectual Property Right;
b. Agreement on RoO;
c. Pre Shipment Inspection;
d. Jawaban diatas benar semua.
6. WCO adalah organisasi kepabeanan dunia yang mengatur dan
menerapkan perjanjian multilateral dibidang:
a. Kepabeanan.
b. Perdagangan dan kepabeanan.
c. Perdagangan internasional;
d. Jawaban a dan c benar.
7. CCC mengadakan pertemuan pertama kali di:
a. Brussel pada tahun 1953.
b. Uruguay pada tahun 1947.
c. Geneve pada tahun 1947.
d. Geneve pada tahun 1950.
8. Indonesia menjadi anggota WCO pada tahun:
a. 1957
b. 1994
c. 1953
d. 1950
9. Revised Kyoto Convention membahas ...
a. Pokok-pokok standar prosedur pabean.
b. Standards to Secure and Facilitated Global Trade.
c. Harmonized Commodity Description and Coding System.
d. Temporary Admission.
70
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
71
10. Indonesia mengadopsi convensi Pre Shipment Inspection atas produk:
a. Tepung terigu;
b. Produk-produk baja;
c. HP, laptop;
d. Semua jawaban diatas salah.
11. Barang-barang tersebut dibawah ini hanya boleh diimpor oleh importir
terdaftar dengan mendapat izin dari Deperdag, sebagai berikut:
a. Petasan, bahan peledak, narkotika, barang pornographi, HP.
b. Gula, beras, tekstil, HP.
c. Barang-barang bekas, narkotika, HP.
d. Petasan, HP, laptop.
12. Fall Back adalah ...
a. Penetapan kembali metode-metode penetapan nilai pabean
secara lebih fleksibel.
b. Pemberian restitusi atas barang yang direekspor.
c. Perhitungan kembali Nilai Pabean.
d. Kompensasi atas kelebihan dan kekurangan pembayaran bea
masuk.
13. Untuk membuktikan suatu komoditi berasal dari suatu negara, diterbitkan
...
a. CoO oleh negara produsen.
b. CoO oleh negara pemasok.
c. Form D oleh negara tujuan.
d. Form C oleh negara tujuan.
14. Pada prinsipnya GSP diberikan secara ...
a. Reciprocal;
b. Non reciprocal;
c. Bilateral;
d. Multilateral.
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
72
15. Dalam rangka memenuhi ketentuan aturan kepabeanan yang harmonis,
Revised Kyoto Convention telah memasukan konsep modern yang
penting, antara lain:
a. Aplikasi teknologi baru;
b. Implementasi filosofi baru tentang pengawasan pabean;
c. Jawaban a dan b benar;
d. Jawaban a dan b salah.
16. Bagi negara yang sudah melakukan persetujuan penggunaan ATA
Carnet, penggunaan ATA Carnet di pelabuhan pemasukan dengan cara
...
a. Pengajuan PIB dan jaminan;
b. Pengajuan PIB tanpa jaminan;
c. Tidak perlu mengajukan PIB;
d. Tidak perlu mengajukan PIB maupun jaminan
17. GATT berubah menjadi WTO pada perundingan :
a. Uruguay Round
b. Geneve Round
c. Tokyo Round
d. Bogor Round
18. Untuk mendapatkan tarif preferensi atas barang-barang impor dari
Jepang, pada PIB dilampirkan:
a. CoO/Form IJEPA
b. SK Fasilitas pembebasan Bea Masuk.
c. CoO/Form D
d. SK Menteri Keuangan dan Form IJEPA.
19. Kemudahan pelayanan pabean atas impor barang dari Northeren
Territory of Australia (Darwin) diberlakukan pada pengajuan PIB di:
a. Jawa dan Sumatera;
b. Jawa, Bali dan Madura;
c. Luar Jawa dan Sumatera;
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
73
d. Kantor Pabean di seluruh Indonesia.
20. Untuk mendapatkan CoO dalam rangka Asean PTA’s produksi barang
yang bersangkutan harus memenuhi ketentuan local content ...
a. 20%
b. 40%
c. 50%
d. 60%
21. Untuk mendapatkan preferensi tarif atas barang-barang yang berasal dari
China, pada pengajuan PIB disertai CoO form ...
a. IJEPA;
b. ICHINA
c. Form D
d. Form E
22. Beberapa bentuk hambatan non tarif adalah:
a. State Trading Practice
b. CoO
c. Exchange Control.
d. Jawaban a dan c benar.
23. Kebijakan non tarif dapat dilakukan dalam hal:
a. Mencegah masuknya barang berbahaya.
b. Adanya unfair trade.
c. Menurunnya industri nasional yang mengakibatkan
unemployment.
d. Jawaban diatas benar semua.
24. Declaration of Common Resolve (Deklarasi Tekad Bersama)
diselenggarakan di:.
a. Geneve
b. Tokyo
c. Bogor
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
74
d. Camberra.
25. Barang-barang yang mendapat fasilitas USDFS suatu perjanjian
preferensi tariff Indonesia – Jepang ditetapkan bea masuknya sebesar :
a. 0%
b. 0% - 5%
c. 5%
d. 0% - 2,5%
II. Lingkarilah jawaban B jika benar atau S jika salah dalam pernyataan
dibawah ini.
1. (B – S)
GSP sejalan dengan prinsip-prinsip MFN.
2. (B – S)
Pemberian
subsidi
untuk
penelitian
industry
dapat
dikenakan tindakan hukum countervailing measures.
3. (B – S)
Triptiek diatur dalam ATA Carnet Convention.
4. (B – S)
Dalam BTBMI Bab VII tidak ada isinya.
5. (B – S)
General Exclusion List (GE) , yaitu daftar komoditi yang
tidak akan dimasukkan kedalam skema CEPT karena
alasan keamanan, sosial, budaya, atau keagamaan.
6. (B – S)
Jika tarif preferensi suatu komoditi dalam rangka AK-FTA
adalah 5%. Dalam BTBMI tariff umum (MFN) sebesar
5%. CoO tidak perlu dilampirkan pada PIB.
7. (B – S)
State
Trading
kegiatan
impor
Practices
yang
pemerintah/ monopoli
adalah
hanya
perdagangan
boleh
dilakukan
atau
oleh
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
8. (B – S)
75
Terhadap barang impor dari Northeren Territory of
Australia yang masuk ke dalam daerah pabean Indonesia
selain Pulau Jawa dan Sumatera, diberikan preferensi
tariff.
9. (B – S)
Import
prohibition
adalah
hambatan
impor
melalui
pemberian ijin impor barang tertentu terhadap importir
tertentu.
10. (B – S)
Di Indonesia penyelesaian barang impor sementara
dengan menggunakan ATA Carnet tetap dipersyaratkan
pengajuan PIB dan jaminan.
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
76
KUNCI JAWABAN
1. Test Formatif
a. Jawaban test formatif 1
1. b
6. d
11. a
2. d
7. d
12. a
3. a
8. a
13. a
4. d
9. a
14. d
5. a
10. c
15. a
b.Jawaban test formatif 2
1.
d
6. a
11. b
2.
b
7. c
12. b
3.
d
8. a
13. a
4.
d
9. b
14. b
5.
d
10. a
15. d
1. a
11. b
21. d
2. a
12. a
22. d
3. a
13. a
23. d
4. a
14. b
24. c
5. d
15. c
25. a
6. a
16. d
7. a
17. a
8. a
18. d
9. a
19. c
10. d
20. b
2. Test Sumatif
a. Jawaban test sumatif A
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
b. Jawaban test sumatif B
1)
s
2)
s
3)
s
4)
b
5)
b
6)
b
7)
b
8)
s
9)
s
10)
b
77
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
78
DAFTAR PUSTAKA
1. Peraturan Perundang-undangan.
Undang-undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan .
Undang-undang Republik Indonesia No. 17 Tahun 2006 tentang Perubahan
Atas Undang- undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
Departemen Keuangan, Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
144/PMK.04/2007 tentang Pengeluaran Barang Impor Untuk Dipakai
Departemen Keuangan, Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
75/PMK.011/2007 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dalam Rangka
ASEAN-KOREA Free Trade Area (AK-FTA)
Departemen Keuangan, Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
95/PMK.011/2008 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk Dalam Rangka
Persetujuan Antara Republik Indonesia dan Jepang Mengenai Suatu
Kemitraan Ekonomi.
Departemen Keuangan, Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
96/PMK.011/2008 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk Dengan Skema
User Specific Duty Free Scheme (USDFS) Dalam Rangka Persetujuan
Antara Republik Indonesia dan Jepang Mengenai Suatu Kemitraan
Ekonomi.
Departemen Keuangan, Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
24/PMK.01/2007 tentang
Tatalaksana Impor Barang Dari Northeren
Territory of Australia ke Daerah Pabean Indonesia selain Pulau Jawa dan
Sumatera.
2. Non peraturan perundang-undangan.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. 1999. WTO Menuju Perdagangan Masa
Depan.
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
79
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. 1998. Perjanjian ASEAN Dibidang
Kepabeanan.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. 1998. Pengantar The Harmonized
Commodity Description and Coding System.
Abdurachman, A. Didi. 1994. Sekilas perihal yang bertalian dengan organisasi
ekonomi perdagangan
Internasional,
Pusdiklat
Niaga
Departemen
Perdagangan.
Kartadjoemena, H.S.; 1995. Gatt & WTO, Sistem dan Lembaga Internasional
dibidang Perdagangan. UI-Press.
World Trade Organization, WTO; 1995, Trading into the Future, Information and
Media Relation Division.
World Customs Organization, WCO. 1999. Konvensi Internasional tentang
Penyederhanaan dan Harmonisasi Prosedur Pabean.
Tim Penyusun Modul Pusdiklat Bea dan Cukai, 2005, Modul Kebijakan Tarif.
3. Publikasi online
World Customs Organization, WCO. 2005. Framework of Standards to Secure
and Facilitate Global Trade, diakses dari www.google.com pada 12 Juni
2009 jam 11.30.
World Customs Organization, WCO. 2009. The Reviced Arusha Declaration,
diakses dari www.google.com, pada 16 Juni 2009, jam 12.50.
World Customs Organization – Wikipedia, the free encyclopedia, diakses dari
www.google.com, pada 18 Juni 2009 jam 11.30.
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
80
Lampiran I: CoO Form D
1.
Goods consigned from (E
Reference No . KL 2008/2/10806
2.
3.
xporter’s
business
name,
address country)
ASEAN COMMON EFFECTIVE PREFERENTIAL
TARIFF/ASEAN INDUSTRIAL COOPERATION
SCHEME
4.
Goods
CERTIFICATE OF ORIGIN
consigned
(Consignee’s
name,
address,
(Combined Declaration and Certificate)
country)
FORM D
___________ ___________
Issued In
(Country)
See Notes Overlep
5.
Means
of
Transport
and 6.
route (as far as known)
For official use
Parential Treatment Given Under ASEAN
COMMON Effective Preferential Tariff Scheme
Departure date
Preferential Treatment Given Under ASEAN
Vessel’s name/Aircraft etc.
Industrial Cooperation Scheme
Port of discharge
Preferential Treatment Not Given (Please state
reason/s)
________________________
Signature of authorized signatory of The Importing
Country
5. Item
6. Marks
7. Number and type
8. Origin
9. Cross weight
10. Number and
Number
and
of packages,
criterion (see
or other
date of invoices
numbers
description of goods
notes overleaf)
quantity and
on
(including quantity
packages where appropriate
value (FOB)
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
81
and HS number of
the importing
Country).
:
12. Certification
11. Declaration by the exporter
It is hereby certified on the basis of control carried out,
The undersigned hereby declares
that the Declaration by the exporter is correct.
that the above details and
statement correct : that all the
goods were produced in
(Country)
And that the comply with the origin
requirements specified for these
goods in the ASEAN Free Trade
Area Preferential Tariff for the
goods exported to
(Importing Country)
Place and date, signature of
authorized signatory
____________________________________________
Place and date, signature of authorized signatory
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
82
Lampiran II: CoO Form E
7.
Goods
consigned
from
(Exporter’s Reference No . E083501C00290035
business name, address country)
ASEAN – CHINA FREE TRADE AREA
8.
PREFERENTIAL TARIFF
Goods consigned (Consignee’s name,
(Combined Declaration and Certificate)
address, country)
FORM E
Issued In
(Country)
Se Notes Overlep
9.
Means of Transport and route (as far as 10.
known)
For official use
Parential Treatment Given Under
ASEAN-CHINA
Departure date
Free Trade Area Prefrential Tariff
Vessel’s name/Aircraft etc.
Preferential Treatment Not Given (Please
state reason/s)
Port of discharge
Signature of authorized signatory of The
Importing Country
5. Item
6. Marks
7. Number and type of
8. Origin
9. Cross
10. Number
packages, description of goods
criterion
weight or
and date of
numbers
(including quantity where
(see notes
other
invoices
on
appropriate and HS number of
overleaf)
quantity and
Number and
packages the importing Country).
value (FOB)
DIKLAT FUNGSIONAL PFPD
83
11. Declaration by the exporter
12. Certification
The undersigned hereby declares that the
It is hereby certified on the basis of control
above details and statement correct : that all
carried out, that the Declaration by the
the goods were produced in
exporter is correct.
CHINA
(Country)
And
that
the
comply
with
the
origin
requirements specified for these goods in the
ASEAN
–
CHINA
Free
Trade
Area
Preferential Tariff for the goods exported to
Place and date, signature of authorized
(Importing Country)
Place and date, signature of authorized
signatory
signatory
Download