DIKLAT FUNGSIONAL PEJABAT FUNGSIONAL PEMERIKSA DOKUMEN Modul Disusun Oleh: Drs. Ahmad Dimyati (Widyaiswara Utama) KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN PUSDIKLAT BEA DAN CUKAI 2015 DIKLAT FUNGSIONAL PEJABAT FUNGSIONAL PEMERIKSA DOKUMEN Modul Disusun Oleh: Drs. Ahmad Dimyati (Widyaiswara Utama) KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN PUSDIKLAT BEA DAN CUKAI 2015 DIKLAT FUNGSIONAL PFPD i KAT A PENGANT AR DAN PENGESAHAN KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BEA DAN CUKAI Menunjuk surat tugas Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Bea dan Cukai Nomor : ST-104/PP.5/2009 tanggal 3 April 2009, maka kepada Sdr. Ahmad Dimyati telah ditugaskan menyusun Modul Kepabeanan Internasional pada Diklat Fungsional Pejabat Fungsional Pemeriksa Dokumen di Pusdiklat Bea dan Cukai, Jakarta. Oleh karena modul Kepabeanan Internasional sebagaimana terlampir telah diseminarkan, dimaksud maka dengan ini kami nyatakan bahwa Modul yang sah dan layak untuk menjadi Modul Diklat Fungsional Pejabat Fungsional Pemeriksa Dokumen. Terima kasih kami ucapkan kepada penyusun dan semua pihak yang telah membantu penyelesaian materi modul tersebut. Demikian kata pengantar dan pengesahan ini dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya. DIKLAT FUNGSIONAL PFPD ii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ......................................................................................... i DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii DAFTAR GAMBAR ..…..……………………………………..…………………….. iv DAFTAR LAMPIRAN ………………..…..…………………………………………. v PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL …………………………………………... vi PETA KONSEP MODUL …………………………………………………………. vii MODUL KEPABEANAN INTERNASIONAL A. Pendahuluan ………………………………………………………………… 1 1. Deskripsi Singkat ……………………...................................................... 1 2. Prasyarat Kompetensi ………………..................................................... 1 3. Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) ........................ 1 4. Relevansi Modul ….…………………………………………..……………. 2 B. KEGIATAN BELAJAR …........................................................................... 3 1. Kegiatan Belajar (KB) 1 ……………...................................................... 3 Organisasi Kepabeanan Internasional Indikator …………………………………………………………………….. 3 a. Uraian dan contoh .......................................................................... 3 1. World Trade Organizsation …………………………………….. 3 2. World Customs Organization …………………... ...................... 11 b. Latihan 1 …………………………………………………………........ 15 c. Rangkuman ………………………………………………………….. 16 d. Tes Formatif 1 ………………………………………………………… 17 e. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ……………………....................... 20 2. Kegiatan Belajar (KB) 2 ……………....................................................... 21 Kesepakatan / Perjanjian Internasional Indikator …………………………………………………………………….. 21 a. Uraian dan contoh .......................................................................... 21 1. Perjanjian Multilateral ………………………………………….... 21 2. Perjanjian Regional ……………………………………………… 41 3. Perjanjian Bilateral ………………………………………………. 48 4. Implementasi Perjanjian internasional Dalam Kepabeanan DIKLAT FUNGSIONAL PFPD iii Indonesia ................................................................................. 55 b. Latihan 2 …….……………………………………………………....... 62 c. Rangkuman …………………………………………………………… 62 d. Tes Formatif 2 ……………………………………………………….. 64 e. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ……………………........................ 67 PENUTUP …………………………………………………………………………… 68 TES SUMATIF …………………………............................................................... 69 KUNCI JAWABAN ( TES FORMATIF DAN TES SUMATIF ) ………………….. 76 DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………… 78 LAMPIRAN DIKLAT FUNGSIONAL PFPD iv DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Peta Dunia .......................................................................................... 4 Gambar 2. Logo World Trade Oganization ......................................................... 5 Gambar 3. WTO Agreement .............................................................................. 10 Gambar 4. Logo World Customs Organization......................................................12 Gambar 5. WCO Agreement .............................................................................. 14 Gambar 6. ATA Carnet Passport ....................................................................... 35 Gambar 7. Bagan Penggunaan Form D ............................................................ 45 Gambar 8. Kesepakatan APEC ………………………………………………….. 48 Gambar 9. Bagan Penggunaan Form E …………………………….................... 49 Gambar 10. Bagan Penggunaan Form AK ........................................................ 51 Gambar 11. Bagan Penggunaan Form JIEPA ................................................... 53 Gambar 12. Kesepakatan Indonesia – Australia ................................................ 54 DIKLAT FUNGSIONAL PFPD v DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Certifficate of Origin (Form D)...................................................... 80 Lampiran 2. Certificate of Origin (Form E)....................................................... 82 DIKLAT FUNGSIONAL PFPD vi PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL Bacalah dengan cermat dan teliti materi Modul ini, setelah selesai membaca dan memahami materi pembelajaran, jawablah soal latihan dan pahami rangkuman pembelajaran. Siswa atau peserta diklat merasa jawaban soal latihan hasilnya belum mencapai enam puluh lima persen, agar membaca dan memahami kembali modul ini utamanya yang belum dimengerti. Dalam hal masih belum dapat dimengerti materi pembelajaran ini tanyakan kepada pengajar, dan/atau kelompok belajar Anda. Menjelang akhir pembelajaran kerjakan atau jawablah seluruh test formatif, dan test sumatif, setelah selesai dikerjakan jawaban agar dicocokan dengan kunci jawaban yang telah disediakan pada modul ini. Bila berhasil menjawab dengan benar lebih dari enam puluh lima persen, dinyatakan cukup berhasil, dalam hal ingin lebih baik lagi hasilnya agar mengulangi membaca kembali bagian yang belum dipahami atau dimengerti. DIKLAT FUNGSIONAL PFPD vii PETA KONSEP ~~VAE~~A~I~T~~~ASI~~AL I ~~(7A~ISASI I~T~~~ASm~AL I I I V~~JA~JIA~ I~T~~~ASm~AL EmA~(7 ~~VAU~~A~ WT~ I WC~ I I I I MUL TlLA T~~AL I UILAT~~AL I WTO: - AGREEMENT ON PSI - AGREEMENT ON IMPORT LICENCING PROCEDURES - AGREEMENT ON CUSTOMS VALUATION - AGREEMENT ON RULES OF ORIGIN I-- AGREEMENT ON INTELECTUAL PROPERTY RIGHT - AGREEMENT ON ANTI DUMPING - AGREEMENT ON SUBSIDIES AND COUNTER VAILLING MEASURES - AFTA (ASEAN FREE TRADE AREA) - APEC (ASIA PACIFICECONOMIC COOPERATION) ~~(7I~~AL I - INDONESIA -CHINA PTA's - INDONESIA - KOREA PTA's INDONESIA - JAPAN PTA's - INDONESIA - AUSTRALIA WCO: '-- - KYOTO CONVENTION - HARMONIZED SYSTEM - ISTANBUL CONVENTION (ATA CARNET/CPD CARNET) - SAFE - ARUSHA DECLARATION IMPLEMENTASI DALAM SISTEM KEPABEANAN INDONESIA DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 1 A PENDAHULUAN MODUL KEPABEANAN INTERNASIONAL 1. Deskripsi Singkat Pelajaran dalam modul ini pada garis besarnya membahas mengenai organisasi serta lembaga kepabeanan internasional, perjanjian-perjanjian (konvensi) internasional yang telah disepakati yang meliputi hal-hal yang berkaitan dengan internasional dan penanganan hal-hal yang lalu-lintas barang berkaitan dengan dalam perdagangan kepabeanan, serta implementasinya dalam pemenuhan kewajiban penyelesaian formalitas pabean. 2. Prasyarat Kompetensi Untuk dapat mempelajari modul ini dengan baik peserta Diklat harus sudah menguasai teknik pabean dasar, dan telah lulus Diklat Teknis Substantif Dasar Kepabeanan dan Cukai. 3. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar a. Pemahaman konsep, struktur organisasi dan lembaga kepabeanan internasional. 1) Memahami organisasi, tujuan dan fungsi World Trade Organization. DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 2) Memahami 2 organisasi, tujuan dan fungsi World Customs Organization. b. Pemahaman Perjanjian dan Kesepakatan-kesepakatan Internasional Dibidang Kepabeanan. 1) Memahami kesepakatan internasional yang bersifat multilateral, regional dan formalitas bilateral, yang pabean, dan berkaitan dengan implementasinya penyelesaian dalam kepabeanan Indonesia. 2) Memahami dan mampu melaksanakan penelitian dokumen pabean dan dokumen pelengkap pabean atas lalu lintas barang yang berkaitan dengan kesepakatan internasional dibidang kepabeanan. 4. Relevansi Modul Modul ini berguna bagi peserta diklat disamping untuk bekal dalam bekerja dilapangan, juga untuk menambah wawasan internasional yang sangat diperlukan. Hal tersebut karena semakin luasnya aturan internasional dan cakupan produk yang diatur dalam perdagangan antar negara menuntut pengetahuan yang memadai dalam mengawasi lalu lintas perdagangan internasional. Modul ini juga berguna bagi peserta diklat dalam mempelajari modul atau mata pelajaran lainnya yang terkait, seperti Modul Teknis Pabean Lanjutan, Modul Tarif dan Klasifikasi Barang, dan Modul Nilai Pabean. DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 3 B KEGIATAN BELAJAR 1. Kegiatan Belajar (KB) 1 ORGANISASI KEPABEANAN INTERNASIONAL Indikator Keberhasilan : Setelah mempelajari materi diharapkan siswa mampu : 1) Menjelaskan organisasi, tujuan dan fungsi WTO. 2) Menjelaskan organisasi, tujuan dan fungsi WCO. 3) Menjawab pertanyaan tentang organisasi kepabeanan internasional, serta tujuan dan fungsinya. a. Uraian dan Contoh 1) World Trade Organization Saudara para peserta Diklat. Sebagaimana kita ketahui bahwa eksistensi institusi kepabeanan sangat penting disetiap negara. Institusi kepabeanan selain mempunyai fungsi budgeter, juga fungsi-fungsi pengaturan (regularent). Fungsi-fungsi tersebut berguna untuk melindungi kepentingan dalam negeri negara yang bersangkutan. Masalahnya adalah dalam konteks fungsi-fungsi tersebut institusi kepabeanan dianggap sebagai penghambat perdagangan. DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 4 Untuk mengurangi hambatan perdagangan antar negara, beberapa negara berkumpul dan membuat kesepakatan-kesepakatan dibidang perdagangan. Dalam masyarakat Eropa terdapat dua komisi yang dibentuk untuk kepentingan perdagangan internasional, yaitu komisi bidang ekonomi dan komisi bidang perdagangan. Komisi ekonomi inilah yang membentuk pasaran bersama Eropa atau masyarakat Eropa yang kemudian dikenal sebagai European Union. Sedangkan komisi bidang perdagangan banyak membahas hal-hal yang berkaitan dengan perdagangan dan masalah kepabeanan. Hal tersebut terjadi sesudah perang dunia ke-dua. Hal inilah yang merupakan cikal bakal terbentuknya organisasi perdagangan dunia (World Trade Organization) dan organisasi kepabeanan internasional (World Customs Organization). Gambar 1 Peta Dunia Keterangan: WTO beranggotakan negara-negara diseluruh dunia. Lebih lanjut akan penulis sampaikan tentang organisasi perdagangan internasional yang perlu diketahui oleh peserta Diklat. Pengetahuan DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 5 mengenai lembaga WTO ini dianggap perlu karena kesepakatankesepakatan yang dihasilkannya berkaitan erat dengan permasalahan dan tugas-tugas kepabeanan. Permasalahan dalam proses penyelesaian formalitas pabean akan dapat mempengaruhi kelancaran perdagangan internasional. Hambatanhambatan perdagangan baik hambatan tariff maupun non tarif implementasinya terjadi pada waktu penyelesaian formalitas kepabeanan di suatu negara. WTO adalah organisasi perdagangan dunia yang mengatur dan menerapkan perjanjian multilateral dan plurilateral dibidang perdagangan. WTO lahir karena kebutuhan akan adanya suatu lembaga atau organisasi internasional yang dapat berfungsi atau sebagai wadah untuk membuat suatu aturan permainan dalam perdagangan internasional. WTO lahir dari hasil perundingan multilateral dalam kerangka GATT (General Agreement on Tariff and Trade), yang dikenal dengan “Putaran Uruguay” pada tahun 1994. Gambar 2 Logo World Trade Organization GATT D Keterangan: WTO lahir dari hasil perundingan multilateral dalam kerangka GATT DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 6 GATT (General Agreement on Tarif and Trade) adalah perjanjian internasional multilateral yang mengatur perdagangan internasional. GATT lahir atau dibentuk setelah Perang Dunia II (tahun 1947) atas dasar “provisional basis“ yaitu bersifat sementara. GATT bukan merupakan suatu organisasi atau lembaga. GATT (sekarang disebut WTO) memiliki lima tujuan utama, yaitu: - Menghapus berbagai hambatan tarif maupun non tarif. - Menciptakan kondisi perdagangan tanpa diskriminasi. - Membentuk dasar perdagangan yang stabil dan mudah diprediksi. - Membentuk suatu forum konsultasi. - Mendorong kesepakatan perdagangan di tingkat regional. Untuk mencapai liberalisasi perdagangan, berbagai perundingan perdagangan multilateral atau sering disebut sebagai “putaran perundingan perdagangan“ telah dilaksanakan di bawah pengawasan GATT. Putaran perundingan yang pertama dilaksanakan pada tahun 1947 di Jenewa (Geneve Round). Kemudian dilanjutkan dengan Annecy Round (1949), Torquay Round (1951), Geneve Round (1956), Dillon Round (1960), Kennedy Round (1964/67), Tokyo Round (1973/79), dan Uruguay Round (1987/93). Perjanjian–perjanjian tersebut dibuat untuk mendorong dan mewujudkan perdagangan bebas antara negara anggota dengan cara penurunan tarif dalam perdagangan barang dan sebagai mekanisme yang lazim dalam menyelesaikan perselisihan dagang, seperti masalah dumping, quota, penolakan barang impor, dan masalah-masalah perdagangan lainnya. Prinsip dasar GATT adalah sebagai berikut. a) Most Favoured National (MFN) . Prinsip MFN adalah perlakuan yang sama. Jika suatu negara memberikan perlakuan yang istimewa kepada negara mitra dagangnya dan hendaklah juga memberikan perlakuan yang sama istimewanya kepada negara-negara lain yang melakukan transaksi perdagangan dengan negara bersangkutan. Perlakuan yang sama tercermin dalam DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 7 tarif bea masuk atas barang impor, pajak ekspor dan pungutan negara lainnya. b) Reciprocity Perundingan antara suatu negara dengan negara lain atau antar negara akan menghasilkan kesepakatan yang saling menguntungkan dan saling berbalasan. Penurunan atau penghapusan tarif suatu negara dilakukan setelah melakukan perundingan dengan negara negara partner dagangnya. Artinya adalah penurunan atau penghapusan tarif oleh suatu negara untuk komoditi tertentu hendaklah dilakukan dengan penurunan atau penghapusan tarif untuk komoditi yang sama oleh negara-negara lain. c) Non discrimination Salah satu prinsip dasar GATT adalah tidak boleh melakukan diskriminasi. Setiap barang impor yang telah masuk ke pasar domestik dalam suatu negara hendaklah diperlakukan sama dengan barang domestik. Barang impor dan barang domestik mempunyai hak yang sama dalam melakukan persaingan dan tidak boleh dilakukan berbeda dalam pengenaan pajak. Putaran Uruguay yang dimulai sejak tahun 1986-1993, merupakan putaran terakhir dari delapan putaran perundingan multilateral yang berhasil dirampungkan GATT. Sukses yang paling menonjol adalah dalam penurunan tarif bea masuk. Dengan menandatangani dan meratifikasi kesepakatan Putaran Uruguay, Indonesia terikat pada beberapa komitmen seperti yang tercantum dalam konsesi tarif untuk Indonesia yang dikenal dengan Schedule XXI-Indonesia, yaitu sebagai berikut : a) Mengubah hambatan-hambatan non-tarif disektor pertanian menjadi hambatan tarif, b) Penurunan tarif untuk beberapa komoditi hasil pertanian dimana 1.014 pos tarif akan diikat pada tingkat 40%, 300 pos tarif diikat diatas 40% dan 27 pos tarif diikat dibawah 40% DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 8 c) Pada sektor industri, 6.848 pos tarif diikat pada tingkat 40% dan 688 pos tarif diikat kurang dari 40% d) 504 pos tarif masuk dalam Exclusion List Komitmen tersebut dijadikan pedoman dalam mengambil suatu kebijakan, khususnya yang berkaitan dengan perdagangan internasional. Berkaitan dengan adanya lembaga internasional tersebut, pertanyaannya adalah apakah Indonesia telah menjadi anggota organisasi tersebut? Apakah Indonesia wajib mengadopsi perjanjian atau kesepakatan yang telah di setujui? Indonesia masuk menjadi anggota GATT pada tahun 1950 melalui prosedur “sponsorship”, yaitu status keanggotaan yang diperoleh melalui sponsor atau dukungan negara lain, dalam hal ini Belanda. Belanda saat itu merupakan salah satu dari 23 origin contracting parties of GATT. Sedangkan keanggotaan Indonesia pada WTO disamping karena telah menjadi anggota GATT, Indonesia juga telah ikut menandatangani Agreement Establishing World Trade Organization dan menerbitkan Undang-undang nomor 7 tahun 1994 mengenai keanggotaannya di WTO. Indonesia sebagai negara berkembang diberi keleluasaan dalam menerapkan WTO Agreement. Ada perjanjian-perjanjian yang telah diratifikasi dan ada juga yang tidak diratifikasi. Walaupun demikian Indonesia menerima prinsip-prinsip kesepakatan yang telah dihasilkan. Saudara peserta diklat. Penjelasan lebih lanjut mengenai fungsi dan prinsip-prinsip yang dianut dalam WTO adalah sebagai berikut. WTO mempunyai fungsi dasar untuk mengatur dan menerapkan perjanjian dagang multilateral, bertindak sebagai forum negosiasi perdagangan multilateral, menyelesaikan sengketa perdagangan, meninjau kebijakan perdagangan nasional; dan bekerja sama dengan lembaga internasional lain yang terlibat dalam pembentukan kebijakan perekonomian global. Banyak perangkat hukum yang merupakan keputusan dan kesepakatan yang menuntut kewajiban dan komitmen dari anggota WTO, DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 9 namun pada dasarnya prinsip-prinsip yang tercakup dalam berbagai perjanjian dimaksud digolongkan menjadi : a) Perdagangan tanpa diskriminasi Ada dua bentuk praktek non diskriminasi baik yang dicakup dalam GATT maupun WTO yaitu prinsip ”Most Favoured Nations( MFN)” dan ”National Treatment”. Klausul MFN mewajibkan negara anggota memberi perlakuan yang sama terhadap produk negara lain. Sedangkan klausul National Treatment mengisyaratkan bahwa jika suatu barang impor telah masuk ke dalam pasar domestik, maka barang tersebut harus diperlakukan sama dengan barang sejenis yang merupakan produk dalam negeri. Tujuan klausul tersebut adalah agar negara-negara yang sedang berkembang maupun negara dengan tingkat perekonomian yang rendah dapat memperoleh keuntungan dari kondisi perdagangan yang baik, kapanpun dan di manapun hal tersebut dirundingkan. Contoh perjanjian WTO yang memuat ketentuan ini antara lain adalah Intellectual Property Rights, Agreement on Rules of Origin, Preshipment Inspection, dan lain-lain. b) Akses pasar yang berkembang dan mudah diprediksi Sistem perdagangan multilateral merupakan usaha untuk menciptakan lingkungan berusaha yang mendorong peningkatan perdagangan. Lingkungan berusaha tersebut harus stabil dan mudah diprediksi. Dalam prakteknya hal tersebut lebih banyak ditentukan oleh penetapan tarif bea masuk. Tarif harus diterapkan secara sama dan harus diikat. Artinya tingkat tarif atas produk tertentu menjadi komitmen anggota WTO. Contoh: kesepakatan penurunan tingkat rata-rata tarif dalam berbagai perundingan, penghapusan larangan impor atas produk-produk tertentu. DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 10 c) Mendorong persaingan usaha secara sehat Peraturan-peraturan dalam WTO yang menyangkut perdagangan tanpa diskriminasi dirancang untuk menjamin kondisi perdagangan yang adil. Contoh: Perjanjian yang menyangkut masalah anti dumping dan subsidi. d) Mendorong pengembangan dan reformasi perekonomian Bagi negara-negara berkembang dan negara yang masih dalam proses reformasi ekonomi diberi keleluasaan dalam menerapkan WTO Agreement. Keleluasaan tersebut termasuk juga pemberian masa transisi untuk menyesuaikan ketentuan WTO yang masih asing atau sulit. Contoh : Pemberian akses pasar bagi barang ekspor negara tersebut dan meningkatkan bantuan teknis yang diperlukan. Gambar 3 WTO Agreement WTO AGREEMENT Intellectual Property Rights Rules of Origin Preshipment Inspection Anti dumping & subsidi Keterangan: perjanjian WTO yang memuat ketentuan-ketentuan dan prinsip-prinsip WTO. Demikian beberapa hal yang perlu diketahui mengenai World Trade Organization. Apabila Saudara berminat mendalami pengetahuan mengenai organisasi tersebut, Saudara dapat mempelajari publikasipublikasi tentang WTO melalui jaringan internet dan sumber-sumber lain DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 11 di Direktorat Kepabeanan Internasional, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. 2) World Customs Organization Saudara peserta Diklat. Dalam rangka mempermudah komunikasi antar lembaga kepabeanan negara-negara anggota, telah dibentuk suatu organisasi kepabeanan dunia yang dikenal sebagai WCO (World Customs Organization). World Customs Organization adalah suatu organisasi kepabeanan dunia yang mengatur dan menerapkan perjanjian multilateral dibidang kepabeanan. WCO membantu negara-negara anggota untuk melakukan komunikasi dan kerja sama dalam masalah-masalah kepabeanan. WCO hadir sejalan dengan lahirnya WTO (World Trade Organization), karena perdagangan internasional berkaitan erat dengan masalah-masalah kepabeanan. Hal-hal yang disepakati dalam perjanjian perdagangan antar negara, implementasinya akan menyentuh kepabeanan. Oleh karena itu WCO tidak dapat dipisahkan dengan WTO dan begitu juga sebaliknya. Sebagai aparat kepabeanan sudah selayaknya Saudara memahami mengenai organisasi ini, latar belakang serta tujuannya. Untuk penyampaian informasi yang akurat, penulis telah mengumpulkan informasi dari berbagai sumber (publikasi DJBC dan publikasi online). Organisasi kepabeanan internasional tersebut dibentuk tahun 1950 di Brussel. Lembaga tersebut mulai berjalan pada tahun 1952 sebagai suatu dewan kerja sama kepabeanan yang dikenal dengan nama CCC (Customs Cooperation Council). Tujuan utama pembentukan CCC/WCO adalah untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas administrasi pabean untuk mendukung keberhasilan tujuan pembangunan nasional, khususnya revenue collection, national security, trade facilitator, community protection, and collection of trade statistic. Saudara peserta diklat. Setiap tahun DJBC memperingati Hari Kepabeanan Internasional. Hal tersebut erat kaitannya dengan sejarah berdirinya WCO. Itulah waktu DIKLAT FUNGSIONAL PFPD pertama kalinya 12 organisasi kepabeanan tersebut melangsungkan pertemuan. Proses berdirinya WCO atau CCC dimulai pada tahun 1947. Pada waktu itu pemerintah di 13 negara Eropa yang tergabung dalam Committee for European Economic Cooperation sepakat untuk membentuk sebuah kelompok studi. Tujuannya adalah untuk mengamati dan mempelajari kemungkinan untuk mendirikan suatu organisasi kepabeanan antar negara Eropa berdasarkan prinsip-prinsip GATT. Hasil studi tersebut menghasilkan pembentukan CCC. Gambar 4 Logo World Customs Organization CCC WCO Keterangan: CCC berubah namanya menjadi WCO (World Customs Organization) sejak tahun 1994 Pada tahun 1953 untuk pertama kalinya organisasi kepabeanan tersebut melangsungkan pertemuan di Brussel, Belgia, yaitu pada tanggal 26 Januari 1953. Tanggal pertemuan pertama tersebut dikenal sebagai ”Hari Kepabeanan Internasional”. DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 13 Sejalan dengan eksisnya WTO, CCC berubah namanya menjadi WCO (World Customs Organization) sejak tahun 1994. Saat ini WCO mempunyai 174 negara anggota. Indonesia menjadi anggota WCO pada tahun 1957. Saudara para peserta diklat. Berikut ini disampaikan mengenai fungsi dan prinsip-prinsip yang dianut dalam CCC/WCO. WCO berfungsi untuk membangun standar-standar dan instrumen dalam rangka menghasilkan praktek kepabeanan yang terbaik, serta memberikan bantuan kepada anggotanya. Prinsip-prinsip dan fungsi dari CCC/WCO adalah sebagai berikut. a) Mempelajari masalah-masalah yang timbul berkaitan dengan kerja sama bidang kepabeanan b) Meneliti aspek-aspek teknis dan faktor-faktor ekonomi yang berkaitan dengan sistem kepabeanan untuk mencapai keselarasan dan keseragaman. c) Menyiapkan draft konvensi dan amandemen, dan merekomendasikan untuk diadopsi oleh pemerintah negara anggota. d) Membuat rekomendasi untuk keseragaman interpretasi dan aplikasi konvensi. Membuat kesimpulan hasil kerja yang berkaitan dengan HS Nomenclature dan valuation of goods yang disiapkan oleh ”Union Study Group” sebagaimana ketentuan dalam konvensi. e) Membuat rekomendasi untuk penyelesaian sengketa mengenai interpretasi atau penerapan konvensi. f) Memastikan adanya sirkulasi informasi mengenai peraturan dan prosedur pabean; dengan inisiatif sendiri maupun atas permintaan, untuk memberikan informasi atau saran mengenai permasalahan kepabeanan. g) Bekerjasama dengan organisasi antar negara yang menyangkut bidang-bidang lainnya. Saudara para peserta Diklat. Sejak eksistensinya pada tahun 1952, lembaga kepabeanan internasional tersebut telah banyak menghasilkan kesepakatan. Beberapa DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 14 konvensi/kesepakatan yang penting yang dihasilkan oleh organisasi kepabeanan dunia tersebut antara lain sebagai berikut. a) Tahun 1961 organisasi tersebut telah mengadopsi Customs Convention on the ATA Carnet for the Temporary Admission of Goods. b) Tahun 1973 organisasi tersebut mengadopsi Kyoto Convention, yaitu konvensi tentang Penyederhanaan dan Harmonisasi Prosedur Pabean. c) Tahun 1983 WCO mengadopsi klasifikasi barang standar internasional yang disebut sebagai Harmonized Commodity Description and Coding System, untuk mengklasifikasi barang. d) Tahun 1990 WCO mengadopsi Convention on Temporary Admission (Istanbul Convention). e) Tahun 1999 WCO mengadopsi Revised Kyoto Convention yang merupakan pokok-pokok standar prosedur kepabeanan. f) Tahun 2005 WCO mengadopsi SAFE (Framework of Standards to Secure and Fasilitate Global Trade), suatu instrumen internasional yang mengandung 17 standar yang mempromosikan supply chain security. Gambar 5 WCO Agreement WCO AGREEMENT Kyoto Convention Harmonized System Istanbul Convention SAFE Keterangan: Konvensi/kesepakatan yang penting yang dihasilkan oleh WCO dalam rangka membangun standar-standar instrumen dalam rangka menghasilkan praktek kepabeanan dan DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 15 Saudara, walaupun WCO telah melakukan konvensi tentang Harmonized Commodity Description and Coding System, WCO tidak melakukan mediasi terhadap dispute tarif dan perdagangan. Hal tersebut dilakukan melalui lembaga WTO. Demikianlah pembahasan mengenai organisasi kepabeanan internasional. Lebih lanjut mengenai implementasinya pada kepabeanan Indonesia akan dibahas dalam Kegiatan Belajar 2 modul ini. b. Latihan 1 1. WTO merupakan suatu organisasi perdagangan internasional. Agreement yang dihasilkan hasil konvensi WTO antara lain juga meliputi issue kepabeanan. Jelaskan kesepakatan-kesepakatan yang dihasilkan dalam konvensi lembaga WTO yang berkaitan dengan kepabeanan. 2. Di bawah pengawasan GATT, untuk mencapai liberalisasi perdagangan berbagai perundingan perdagangan multilateral atau sering disebut sebagai “putaran perundingan perdagangan“ telah dilaksanakan, antara lain Uruguay Round. Jelaskan isi putaran Uruguay tersebut dan apa maknanya bagi terbentuknya organisasi perdagangan dunia. 3. Banyak perangkat hukum yang merupakan keputusan dan kesepakatan yang menuntut kewajiban dan komitmen dari anggota WTO. Jelaskan prinsip-prinsip yang tercakup dalam WTO yang mewarnai hasil kesepakatan WTO. 4. Agreement yang dihasilkan hasil konvensi WCO meliputi issue kepabeanan. Jelaskan kesepakatan-kesepakatan yang dihasilkan dalam konvensi lembaga WCO/CCC yang berkaitan dengan kepabeanan. 5. WTO maupun WCO dalam konvensinya sama-sama membahas masalah Harmonized System. Jelaskan persamaan dan perbedaan materi yang dihasilkannya. DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 16 c. Rangkuman 1) Kepabeanan internasional menyangkut praktek-praktek kepabeanan diantara negara-negara. Kepabeanan disuatu negara diharapkan tidak menjadi hambatan perdagangan antar negara. Dalam kaitan itulah negara-negara bersepakat untuk membentuk suatu wadah yang dapat mengatur masalah-masalah perdagangan internasional khususnya yang menyangkut bidang kepabeanan. 2) WTO sebelumnya bernama GATT, yang mempunyai prinsip dasar MFN (Most Favour Nation), Reciprocity dan Non Discrimination; yang pada intinya merupakan perlakuan yang sama atas negara-negara. 3) WTO mempunyai fungsi dasar untuk mengatur dan menerapkan perjanjian dagang multilateral, bertindak sebagai forum negosiasi perdagangan multilateral, menyelesaikan sengketa perdagangan, meninjau kebijakan perdagangan nasional; dan bekerja sama dengan lembaga internasional lain yang terlibat dalam pembentukan kebijakan perekonomian global. 4) World Customs Organization adalah suatu organisasi kepabeanan dunia yang mengatur dan menerapkan perjanjian multilateral dibidang kepabeanan. WCO membantu negara-negara anggota untuk melakukan komunikasi dan kerja sama dalam masalah-masalah kepabeanan. 5) Lembaga kepabeanan internasional tersebut telah banyak menghasilkan kesepakatan. Beberapa konvensi/kesepakatan yang penting yang dihasilkan oleh organisasi kepabeanan dunia tersebut antara lain: Kyoto Convention, Istanbul Convention, Harmonized System, SAFE. DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 17 d. Test Formatif 1 Pilih jawaban yang menurut Saudara paling benar 1) WTO lahir karena kebutuhan akan adanya suatu lembaga atau organisasi internasional yang dapat berfungsi atau sebagai wadah untuk membuat suatu aturan permainan dalam bidang: a. Kepabeanan internasional; b. Perdagangan internasional; c. Politik; d. Ekonomi. 2) Hambatan-hambatan perdagangan internasional meliputi: a. Hambatan Pabean; b. Hambatan tarif; c. Hambatan non tarif; d. Hambatan tarif dan non tarif. 3) WTO lahir dari hasil perundingan multilateral dalam kerangka : a. GATT b. CCC c. Kyoto convention d. Uruguay Round. 4) GATT (General Agreement on Tariff and Trade) merupakan a. Lembaga perundingan bidang tarif; b. Lembaga internasional; c. Institusi bidang tariff dan perdagangan internasional; d. Perjanjian internasional. 5) Tujuan utama pembentukan GATT antara lain:: a. Menghapus hambatan tariff dan non tariff. b. Menciptakan kondisi perdagangan tanpa diskriminasi. c. Mendorong kesepakatan perdagangan ditingkat regional; DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 18 d. Jawaban diatas benar semua. 6) Perjanjian–perjanjian dalam GATT/WTO dibuat untuk: a. mendorong dan mewujudkan perdagangan bebas; b. penurunan tarif dalam perdagangan barang; c. mekanisme dalam menyelesaikan perselisihan dagang ; d. Jawaban diatas benar semua. 7) Prinsip dasar GATT adalah: a. Reciprocity. b. MFN; c. Discrimination. d. Jawaban a dan b benar. 8) WTO lahir dari hasil perundingan multilateral dalam kerangka : … a. GATT b. CCC c. IMF d. Uruguay Round. 9) Prinsip-prinsip dalam perjanjian WTO antara lain sistem perdagangan multilateral untuk menciptakan akses pasar yang berkembang dan mudah diprediksi. Contoh kesepakatan tersebut antara lain: a. Kesepakatan penurunan tingkat rata-rata tarif dan penghapusan larangan impor atas produk-produk tertentu. b. Anti dumping c. Subsidi; d. Jawaban diatas benar semua. 10) Dalam rangka mempermudah komunikasi antar lembaga kepabeanan negara-negara anggota, telah dibentuk suatu organisasi kepabeanan dunia yang dikenal sebagai: a. GATT. b. WTO DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 19 c. WCO; d. APEC. 11) World Customs Organization adalah suatu organisasi kepabeanan dunia yang mengatur dan menerapkan perjanjian multilateral dibidang: a. Kepabeanan b. Perdagangan c. Tariff; d. Tarif dan non tarif. 12) Organisasi kepabeanan internasional dibentuk tahun 1950 di Brussel. Lembaga tersebut mulai berjalan pada tahun 1952 sebagai dewan kerja sama kepabeanan yang dikenal dengan nama: a. CCC b. WTO c. WCO; d. Brussel Customs Organization. 13) Hari Kepabeanan Internasional jatuh pada tanggal: a. 26 Januari 1953 b. 1 Januari 1953 c. 25 Januari 1950; d. 1 Januari 1952. 14) Beberapa konvensi/kesepakatan yang penting yang dihasilkan oleh organisasi kepabeanan dunia (WCO) antara lain: a. Kyoto Convention. b. Harmonized System. c. Istanbul Convention.; d. Jawaban diatas benar semua. 15) Mediasi terhadap dispute tarif dan perdagangan dilakukan melalui lembaga: DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 20 a. WTO. b. WCO c. GATT. d. CCC. e. Umpan Balik dan Tindak Lanjut Cocokkan hasil jawaban dengan kunci jawaban yang terdapat di modul ini. Hitung jawaban Saudara dengan benar. Kemudian gunakan rumus untuk mengetahui tingkat pemahaman Saudara terhadap materi Kepabeanan Internasional. TP = Jumlah jawaban yang benar X 100% Jumlah keseluruhan soal Apabila tingkat pemahaman Saudara dalam memahami materi yang sudah dipelajari mencapai : 91 % s.d. 100 % : Amat baik 81 % s.d. 90,99 % : Baik 71 % s.d. 80,99 % : Cukup 61 % s.d. 70,99 % : Kurang Bila tingkat pemahaman belum mencapai 81 % ke atas (kategori ”Baik”), maka Saudara disarankan mengulang materi. DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 21 2. Kegiatan Belajar (KB) 2 KESEPAKATAN/PERJANJIAN INTERNASIONAL Indikator Keberhasilan : Setelah mempelajari materi peserta diklat mampu : 1) Menjelaskan perjanjian-perjanjian internasional dibidang kepabeanan. 2) Mengelompokan perjanjian-perjanjian multilateral, regional dan bilateral. 3) Menjawab pertanyaan tentang implementasi perjanjian internasional dalam kepabeanan Indonesia. 4) Menggunakan dokumen pengangkutan/perdagangan sebagai dokumen pelengkap pabean. a. Uraian dan Contoh 1) Perjanjian Multilateral Saudara para peserta Diklat. Perjanjian multilateral adalah perjanjian yang disepakati antar negara yang bersifat global. Sebagaimana telah disampaikan pada uraian diatas bahwa Indonesia sebagai anggota WTO/WCO terikat pada kesepakatan yang telah diratifikasi. Perjanjian yang bersifat multilateral ada yang telah diratifikasi dan ada yang tidak/belum diratifikasi. Namun demikian secara umum akan disampaikan informasi tentang perjanjian-perjanjian yang telah dihasilkan dalam kerangka WTO/WCO yang berkaitan dengan bidang kepabeanan. i. Kesepakatan dalam kerangka WTO Saudara, WTO telah banyak menghasilkan kesepakatan yang berkaitan dengan pengaturan perdagangan antar negara. Kesepakatankesepakatan WTO dalam konteks Customs Procedures adalah sebagai berikut (Publikasi DJBC, WTO Menuju Perdagangan Masa Depan). DIKLAT FUNGSIONAL PFPD a) 22 Agreement on Pre-Shipment Inspection (PSI) Pemeriksaan pra-pengapalan merupakan praktek yang (Pre-Shipment Inspection) digunakan oleh pemerintah negara berkembang dengan cara menunjuk perusahaan swasta (baik berdasarkan contract ataupun mandate) untuk memeriksa rincian pengiriman barang yang dipesan di luar negeri. Pemeriksaan dapat meliputi spesifikasi, harga, kuantitas, kualitas, maupun klasifikasi barang. Tujuan PSI adalah untuk mengamankan keuangan negara (mencegah pelarian modal, penghindaran pembayaran bea masuk), dan untuk menangulangi kekurangan infrastruktur administrasi. DJBC tidak berkepentingan dengan kesepakatan tersebut dan tidak menggunakan PSI dalam tatalaksana kepabeanan. Penggunaan PSI yang dilakukan dalam prosedur kepabeanan Indonesia hanya terbatas sebagai dokumen pelengkap pabean atas komoditi tertentu. Penggunaan PSI ini tidak mengurangi kewenangan aparat Bea dan Cukai dalam melakukan pemeriksaan pabean. Contoh : Kewajiban melampirkan laporan hasil pemeriksaan surveyor (LS) atas impor produk besi/baja tertentu, tepung terigu, dan sebagainya. Produk-produk yang wajib disertai dengan LS dilakukan pemeriksaan oleh surveyor yang ditunjuk di negara pemasok. b) Agreement on Import Licensing Procedures (ILP) Agreement tentang prosedur perizinan tersebut mensyaratkan bahwa sistem perizinan impor harus transparan dan mudah diprediksi. Harus ada publikasi yang cukup bagi para pedagang untuk mengetahui dasar pemberian perizinan dan prosedurnya. Penerapan perjanjian ini diawasi oleh Committee Pengawasan dianggap penting agar on Import Licencing. jangan sampai prosedur perizinan di suatu negara merupakan suatu bentuk hambatan perdagangan (non tariff barrier). Contoh: lisensi importir tertentu, kuota, dan sebagainya. DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 23 Pada waktu pengajuan dokumen impor atas barang tertentu wajib dilampiri dengan dokumen pelengkap pabean. Barang-barang dimaksud dikenal sebagai barang larangan dan pembatasan (lartas) atau barang D3 (diatur, dilarang, dibatasi). Ketentuan mengenai barang-barang yang dilarang, diatur tata niaga impornya maupun yang diawasi impornya dikeluarkan oleh Departemen Perdagangan atas rekomendasi departemen/instansi terkait. Ketentuan tersebut meliputi: - barang yang impornya dilarang, tidak boleh diimpor kecuali diimpor dengan izin atau oleh instansi yang berwenang; misalnya senjata api, petasan, bahan peledak, narkotika, barang pornografi, dan sebagainya; - barang yang hanya boleh diimpor oleh importir terdaftar atau importir yang ditunjuk; misalnya gula, beras, tekstile, dan sebagainya; - barang yang hanya boleh diimpor setelah mendapat izin dari instansi yang berwenang; misalnya mesin bekas, makananminuman, dan sebagainya. Saudara peserta Diklat, dokumen perizinan dimaksud merupakan dokumen pelengkap pabean. Artinya importasi atas barang dimaksud tidak akan diberikan oleh pejabat pabean jika dokumen perizinannya tidak dilengkapi/dilampirkan. Seperti kita ketahui bahwa ketentuan perizinan tersebut sangat banyak. Seluruh instansi mendelegasikan pengawasan impornya pada institusi kepabeanan. Untuk mengetahui barang/komoditi apa saja yang merupakan barang lartas dan perizinan apa saja yang diperlukan untuk mengimpornya, dapat Saudara lihat pada situs www.insw.go.id. c) Agreement on Customs Valuation-GVA Valuation Agreement menetapkan suatu sistem penetapan nilai barang yang netral, adil dan seragam untuk kepentingan pabean. Valuation Agreement merupakan suatu sistem yang disesuaikan DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 24 dengan kenyataan perdagangan, dan tidak dibolehkan menggunakan nilai pabean fiktif atau sewenang-wenang. Tujuan GVA adalah: - menghapus ciri protektif dalam sistem penetapan nilai pabean (metode penetapan yang sewenang-wenang, penetapan nilai yang terlalu tinggi dan penggunaan nilai fiktif); - memberikan kesempatan untuk menyatakan banding atas keputusan penetapan nilai barang (tingkat nasional maupun internasional); - menyederhanakan dan memperlancar prosedur penetapan nilai pabean. Secara universal dasar penetapan nilai adalah nilai transaksi barang itu sendiri. Secara garis besar penetapan nilai pabean dapat dilakukan secara kronologis dengan metode : nilai transaksi barang itu sendiri, nilai transaksi barang identik atau serupa, metode deduksi, metode komputasi, dan metode Fall Back yaitu penetapan kembali metode-metode sebelumnya secara lebih fleksibel. Selain itu nilai pabean tidak dapat ditetapkan dengan menggunakan suatu sistem yang nilainya lebih tinggi dari dua nilai alternatif. Untuk pengawasan pelaksanaan perjanjian ini dibentuk Committee on Customs Valuation. Indonesia telah menerapkan sistem nilai pabean ini dalam proses penyelesaian dokumen impor. Dalam pelaksanaannya pejabat pabean diberikan waktu 30 hari untuk menetapkan nilai pabean. Pejabat pabean juga dilengkapi dengan tools seperti profile harga banding (comparison price), mekanisme DNP (deklarasi nilai pabean), dan pengajuan keberatan dan banding atas keputusan yang telah ditetapkan. Contoh: Atas impor barang berupa Air Filled Rubber Cot Sheet – Grade 2, Size: 90x60 cm, diberitahukan dalam PIB (Pemberitahuan Impor Barang) harganya C&F US$ 0,92/pc. Dalam profile harga ditemui harga barang US$ 1,20/pc. Dalam hal ini Pejabat Pabean menggunakan mekanisme DNP dan menetapkan nilai pabean untuk DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 25 perhitungan bea masuk dengan cara atau metode penetapan nilai pabean sebagaimana tersebut diatas. d) Agreement on Rules of Origin (ROO) Saudara para peserta Diklat. Apabila suatu barang diimpor dari suatu negara ke negara lain, barang tersebut akan diperlakukan ketentuan impor dalam prosedur penyelesaian dokumen pabeannya. Barang impor yang berasal dari suatu negara tertentu mungkin akan diberikan perlakuan khusus, misalnya pemberian preferensi tarif, tindakan anti dumping, dan sebagainya. Pengaturan mengenai asal barang berkaitan dengan pemahaman yang jelas dan interpretasi yang sama mengenai asal barang. Tujuan utama Agreement on Rules of Origin adalah agar tercipta harmonisasi rangkaian peraturan yang transparan mengenai cara penentuan asal barang. Agreement ini digunakan dalam perlakuan MFN (Most Favoured Nations), tindakan anti dumping dan bea masuk imbalan, safeguard, persyaratan marking, pembatasan jumlah dan masalah tarif, serta untuk menghindarkan circumvention (pembohongan). Perjanjian tersebut mengharuskan agar setiap anggota WTO menjamin bahwa peraturan yang digunakan untuk menentukan asal barang harus transparan dan tidak memiliki efek membatasi perdagangan internasional. Kegiatan ini dilaksanakan oleh Committee on Rules of Origin di WTO dan Technical Committee on Rules of Origin di WCO. Saudara peserta Diklat. Untuk membuktikan suatu komoditi berasal dari suatu negara, negara produsen menerbitkan CoO (Certificate of Origin). CoO ini digunakan dalam prosedur penyelesaian dokumen pabean, antara lain untuk mendapatkan preferensi tarif. Preferensi tarif ada yang diberikan sepihak oleh negara maju kepada negara berkembang; dan ada juga yang diperlakukan berdasarkan kesepakatan antar negara. DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 26 Contoh: Fasilitas GSP (General System of Preferensi), ASEAN PTA’s. GSP atau sistem preferensi umum merupakan suatu bentuk bantuan fasilitas dari negara-negara maju kepada negara-negara sedang berkembang. Bentuk fasilitas tersebut berupa penurunan atau pembebasan bea masuk atas produk-produk tertentu yang dihasilkan dan diekspor oleh negara-negara sedang berkembang ke negaranegara maju pemberi preferensi, seperti Amerika Serikat, Australia , Jepang, Inggris,dan negara maju lainnya. Tujuan pemberian GSP adalah untuk meningkatkan devisa dan mempercepat industrialisasi dan pertumbuhan negara-negara sedang berkembang, dengan memberikan dan membuka peluang untuk memasarkan barang-barang yang dihasilkannya, sehingga barangbarang tersebut dapat bersaing dipasaran negara-negara maju. GSP mulai berlaku sejak tahun 1970 dan dibentuk dalam rangka UNCTAD (United Nations Coference On Trade and Development) lembaga dibawah PBB yang membidangi perdagangan dan pembangunan. Pada hakekatnya GSP diberikan sepihak (non reciprocal) oleh negara pemberi preferensi. Negara maju sebagai pemberi preferensi tidak menuntut imbalan atas konsesi tarif yang diberikannya kepada negara berkembang serta tidak bisa dinegosiasikan. GSP merupakan pengecualian prinsip-prinsip Most Favoured Nations Clause (pasal I GATT) yaitu negara anggota GATT yang sudah maju dapat memberikan perlakuan tarif yang lebih rendah terhadap produk-produk impor dari negara-negara sedang berkembang ketimbang produk-produk yang sama dari negara maju dalam jangka waktu tertentu. Prosedur yang harus ditempuh untuk mendapatkan fasilitas ini adalah negara pengekspor menginformasikan adanya fasilitas GSP yang dapat dimanfaatkan oleh importir di negara tersebut. Selanjutnya importir mengajukan permohonan untuk mendapatkan pembebasan/penurunan tarif kepada pejabat terkait dengan menunjukan Certificate of Origin. Ada 27 negara industri maju yang memberikan fasilitas GSP, yang tertuang dalam 16 skema. Amerika Serikat merupakan negara DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 27 yang paling besar dalam memberikan fasilitas GSP, yaitu meyediakan 4.282 jenis barang (8 digit HS). Dalam hal ini Indonesia termasuk salah satu negara yang mendapatkan fasilitas GSP. Pemberian fasilitas GSP ini berguna bagi negara berkembang untuk meningkatkan daya saing produk ekspornya diluar negeri. e) Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs) Perjanjian mengenai perlindungan hak atas kekayaan intelektual (HaKI) berkaitan dengan perdagangan antar negara. Barang yang diimpor dari suatu negara hendaknya tidak melanggar hak atas kekayaan intelektual. Perjanjian TRIPs menetapkan standar perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan penegakan hukumnya di negara anggota. Secara garis besar perjanjian tersebut dibagi menjadi tiga bagian: - Bagian I : memuat ketentuan umum dan prinsip dasar komitmen perlakuan nasional bagi anggota WTO lainnya; - Bagian II : mengacu kepada berbagai jenis hak-hak atas kekayaan intelektual. Disini ditekankan perlunya jaminan adanya standar perlindungan kekayaan intelektual dalam setiap negara anggota. Contoh Organization : Konvensi (WIPO), yaitu World Intellectual konvensi perlindungan hak atas kekayaan industri; Paris Property mengenai dan Konvensi Bern mengenai perlindungan karya sastra dan artistik. Dalam bagian ini juga digambarkan apa yang disebut sebagai: copyright, trademark/service marks, industrial design, paten, dan sebagainya. - Bagian III : memuat hal-hal yang berkenaan dengan aspek penegakan hukumnya untuk menjamin hak kekayaan intelektual dapat ditegakan secara efektif. Agar ketentuan HaKI ini dapat dilaksanakan dengan baik, pelaksanaan perjanjian TRIPs ini dipantau oleh Council for TradeRelated Aspects of Intellectual Property Rights. DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 28 Dalam kaitannya dengan prosedur pabean, ketentuan HaKI ini telah diadopsi dalam Undang-undang Kepabeanan Indonesia. Contoh: Atas permintaan pemilik atau pemegang hak atas merek atau hak cipta, ketua Pengadilan Niaga dapat mengeluarkan perintah tertulis kepada Pihak Pabean untuk menangguhkan sementara waktu pengeluaran barang impor atau ekspor dari kawasan pabean yang berdasarkan bukti yang cukup, diduga merupakan hasil pelanggaran merek dan hak cipta yang dilindungi di Indonesia (pasal 54 Undangundang Nomor 17 tahun 2006). Namun pihak Pabean juga diberikan wewenang untuk melakukan penangguhan pengeluaran barang impor atau ekspor karena jabatan. Tujuannya adalah untuk mencegah peredaran barang-barang yang merupakan atau berasal dari hasil pelanggaran merek atau hak cipta yang berdampak buruk terhadap perekonomian pada umumnya (pasal 62 Undang-undang Nomor 17 tahun 2006). f) Agreement on Anti Dumping-ADP Saudara para peserta Diklat. Apabila suatu komoditi memasuki negara lain maka komoditi tersebut akan mempengaruhi pasar dalam negeri atas jenis komoditi yang sama. Oleh karena itu negara pengimpor akan menetapkan kebijakan tarif atas importasi barang dimaksud agar persaingan menjadi lebih fair. Seperti kita ketahui bahwa penetapan pungutan bea masuk tergantung dari dua faktor, yaitu faktor tarif dan faktor harga dari barang dimaksud. Contoh : Harga suatu barang 100 up (unit price) dan tarif bea masuknya sebesar 10%, maka besar pungutan bea masuknya adalah 10% x 100 = 10. Jika barang tersebut di-dumping, maka harganya akan lebih rendah dari 100 up sehingga bea masuk yang dipungut akan menjadi lebih kecil. Hal ini akan menimbulkan unfair trade dan dapat merusak kebijakan tarif yang telah dilakukan pemerintah. DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 29 Dari uraian diatas terlihat bahwa negara pengekspor menjual barang dengan harga ekspor lebih rendah dari nilai normalnya (dumping). Agreement on Anti Dumping memberikan kejelasan dan aturan yang lebih rinci mengenai metode penentuan bahwa suatu produk telah di-dumping, dan kriteria dalam menentukan bahwa produk dimaksud mengganggu industri dalam negeri. Tindakan anti dumping hanya berlaku lima tahun kecuali ada bukti yang menyatakan bahwa kegiatan dumping tetap berlangsung. Penyelidikan anti dumping akan dihentikan jika batas dumping tidak terlewati (kurang dari 2%), atau jumlah impor tidak berarti (kurang dari 3%). Saudara, bagaimana penerapan ketentuan anti dumping di Indonesia? Dalam kaitannya dengan prosedur pabean, ketentuan anti dumping ini telah diadopsi dalam Undang-undang Kepabeanan Indonesia, yaitu pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (pasal 18-19 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995). Bea masuk anti dumping dikenakan terhadap barang impor dalam hal : - harga ekspor dari barang tersebut lebih rendah dari nilai normalnya, dan - impor barang tersebut menyebabkan : i. menyebabkan kerugian terhadap industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut; ii. mengancam terjadinya kerugian terhadap industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut; dan iii. menghalangi pengembangan industri barang sejenis di dalam negeri. Bea masuk anti dumping merupakan tambahan dari bea masuk umum, dan dikenakan setinggi-tingginya sebesar selisih antara nilai normal dengan harga ekspor dari barang tersebut. Contoh: - Tin plate eks Australia dipungut BMAD sebesar 28 %. - Tin plate eks Japan dipungut BMAD sebesar 68 %. DIKLAT FUNGSIONAL PFPD g) 30 - Calcium carbida eks RRC dipungut BMAD sebesar 24 %. - Calcium carbida eks Malaysia dipungut BMAD 4 %. Agreement on Subsidies and Countervailing Measures (SCM) Saudara peserta Diklat. Sebagaimana halnya dengan pengenaan bea masuk anti dumping, atas barang impor yang disubsidi oleh negara pengekspor juga dapat dikenakan bea masuk tambahan berupa bea masuk imbalan. Hal tersebut diatur dalam perjanjian mengenai subsidies and countervailing measures. Perjanjian atau Agreement on subsidies and countervailing measures menetapkan tiga golongan subsidi, yaitu: - Subsidi yang dilarang; adalah subsidi yang disediakan berdasarkan kinerja ekspor atau berdasarkan penggunaannya. - Subsidi yang dapat dikenai tindakan hukum; jika pemberian subsidi merugikan kepentingan orang lain maka anggota yang merasa dirugikan dapat mengajukan masalah tersebut kepada Badan Penyelesaian Sengketa. - Subsidi yang tidak terkena tindakan hukum; subsidi ini dapat berupa subsidi non spesifik atau subsidi khusus. Contoh: bantuan bagi penelitian industri dan pengembangan daya saing, bantuan pengembangan wilayah. Perjanjian ini juga memuat ketentuan mengenai countervailing measures (tindakan pengenaan bea masuk imbalan). Subsidi sangat berperan dalam negara berkembang. Negara berkembang yang GNP-nya kurang dari $ 1.000,- perkapita, dan negara belum berkembang dibebaskan dari ketentuan subsidi ekspor yang dilarang. Penyelidikan atas produk yang berasal dari negara berkembang akan dihentikan jika tingkat subsidi tidak melebihi 2% dari nilai produk, atau volume impor kurang dari 4% dari total impor. Walaupun ketentuan mengenai countervailing measures ini sudah diadopsi dalam Undang-undang Kepabeanan Indonesia (Pasal DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 31 21-22 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995), hingga saat ini belum ada komoditi yang dikenakan bea masuk imbalan. ii. Kesepakatan dalam kerangka WCO Saudara, WCO telah banyak menghasilkan kesepakatan yang berkaitan dengan masalah kepabeanan. Beberapa kesepakatan yang penting antara lain sebagai berikut (publikasi DJBC dan publikasi online). a) Kyoto Convention Kyoto convention adalah konvensi tentang Penyederhanaan dan Harmonisasi Prosedur Pabean. Konvensi ini merupakan instrument harmonisasi customs technique yang meliputi segala aspek hukum kepabeanan. Konvensi ini disebut sebagai Kyoto Convention karena penyelenggaraannya dilakukan di kota Kyoto, Jepang pada tanggal 18 Mei 1973 yang mulai berlaku tahun 1974. Saudara, pertumbuhan ekonomi dan perdagangan dunia berdampak menimbulkan konflik dalam penyelesaian formalitas pabean (prosedur kepabeanan) sehingga WCO menganggap perlu melakukan revisi atas konvensi tersebut. Revisi atas konvensi tersebut dilakukan di Brussel pada tanggal 26 Juni tahun 1999 yang kemudian dikenal sebagai Revised Kyoto Convention. Tujuan dari konvensi tersebut adalah (publikasi WCO). - menghilangkan perbedaan yang ada dalam prosedur dan praktek pabean diantara contracting party yang dapat menghambat perdagangan internasional dan pertukaran barang dan jasa internasional lainnya; - memenuhi kepentingan perdagangan internasional dan pabean untuk kemudahan, penyederhanaan dan harmonisasi prosedur dan praktek kepabeanan; - memastikan adanya standar yang tepat dalam pengawasan pabean; dan - menjadikan pabean mampu menjawab perubahan-perubahan besar dalam dunia usaha, serta metode dan teknik administratif. DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 32 Dalam rangka memenuhi kebutuhan aturan kepabeanan yang harmonis, Revised Kyoto Convention telah memasukan konsep modern yang penting, antara lain aplikasi teknologi baru dan implementasi filosofi baru tentang pengawasan pabean. Dengan dukungan pengguna jasa, telah tersusun aspek-aspek yang saling menguntungkan. Saudara para peserta Diklat, bagaimana penerapan Kyoto Convention tersebut di Indonesia? Undang-undang Kepabeanan Indonesia pada prinsipnya telah mengadopsi aturan-aturan dalam Revised Kyoto Convention. Konvensi berisi standar-standar kepabeanan yang harus diadopsi, yang terdiri dari Aneks Umum dan Aneks Khusus. Aneks Umum meliputi: prinsip-prinsip umum, definisi, penyelesaian formalitas pabean dan kewajiban pabean lainnya, bea dan pajak, jaminan, pengawasan pabean termasuk pelaksanaan audit, penerapan teknologi informasi, hubungan antara pihak pabean dan pihak ke-tiga, informasi, keputusan dan ketetapan yang dikeluarkan oleh pabean, dan banding. Aneks Khusus meliputi: kedatangan barang kedalam daerah pabean, impor, ekspor, gudang pabean dan kawasan bebas, transit, pengolahan, pemasukan sementara, pelanggaran, prosedur khusus (barang penumpang, kiriman pos), dan ketentuan asal barang. Saudara preserta Diklat. Untuk melengkapi materi konvensi ini disarankan agar Saudara melihat publikasi Konvensi Internasional tentang Penyederhanaan dan Harmonisasi Prosedur Pabean; dan Panduan Aneks Umum yang dikeluarkan oleh WCO. b) Harmonized Commodity Description and Coding System (Harmonized System) Harmonized System atau system klasifikasi barang adalah instrument yang digunakan untuk mengklasifikasi barang. Sistem klasifikasi barang merupakan cara penggolongan barang yang dibuat secara sistematis dengan tujuan untuk DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 33 mempermudah pentarifan, transaksi perdagangan, pengangkutan dan statistik. Dalam rangka upaya untuk memperlancar perdagangan internasional diperlukan adanya suatu system klasifikasi barang yang seragam. Saudara para peserta Diklat. Pada saat ini sistem pengklasifikasian barang di Indonesia didasarkan pada Harmonized System yang dituangkan dalam bentuk suatu daftar tarif yang dikenal dengan sebutan Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI). BTBMI yang saat ini digunakan, sesuai dengan kesepakatan anggota negara ASEAN, didasarkan pada Asean Harmonized Tarif Nomenclature (AHTN). Pemberlakuan struktur klasifikasi AHTN tersebut berkaitan dengan telah ditandatanganinya Protocol Governing the Implementation of the Asean Harmonized Nomenclature oleh para Menteri Keuangan negara-negara Asean pada 7th Asean Finance Ministers Meeting yang diselenggarakan di Manila pada tanggal 7 dan 8 Agustus 2003. AHTN adalah sistem klasifikasi barang yang diterapkan secara seragam pada negara anggota Asean. Salah satu kewajiban negara anggota Asean adalah harus menerapkan AHTN sampai dengan tingkat 8 digit untuk tarif semua transaksi perdagangan. Dalam pelaksanaannya Indonesia menambahkan 2 digit terakhir untuk keperluan statistik. Dengan demikian struktur tarif klasifikasi berdasarkan AHTN yang digunakan di Indonesia mempunyai komposisi 10 digit. Untuk mempermudah pelaksanaannya dilapangan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menerbitkan Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI) versi 2007. Buku Tarif Bea Masuk Indonesia versi 2007 terdiri dari 21 Bagian, 97 Bab yaitu Bab 1 s/d bab 98. Namun Bab 77 masih dibiarkan kosong yang disiapkan untuk keperluan masa mendatang jika diperlukan. Dengan demikian jumlah Bab menjadi 97 Bab, dan jumlah pos tarif adalah 8.744 pos tarif 10 digit. DIKLAT FUNGSIONAL PFPD c) 34 Convention on Temporary Admission (Istanbul Convention) Saudara para peserta Diklat. Dalam prinsip kepabeanan apabila suatu barang memasuki daerah pabean suatu negara kemudian keluar kembali, atas barang tersebut tidak dipungut bea masuk dan pajak dalam rangka impor. Hal itu disebut sebagai impor sementara. Walaupun demikian atas pemasukan/pengeluaran barang dimaksud tetap harus memenuhi formalitas pabean. Pada tahun 1961 CCC telah menyetujui suatu konvensi yang disebut Customs Convention on the ATA Carnet for the Temporary Admission of Goods. Tujuannya adalah untuk mengurangi hambatan pabean. Sehubungan dengan perkembangan lalu lintas barang antar negara, isi konvensi tersebut direvisi. Kesepakatan mengenai temporary admission tersebut diselenggarakan di Istanbul pada tanggal 26 Juni 1990 yang mulai berlaku tanggal 27 November 1993. Hasil konvensi tersebut dikenal dengan sebutan Istanbul Convention. Istanbul Convention bertujuan untuk penyederhanaan dan harmonisasi prosedur impor sementara. Saudara para peserta diklat. Beberapa hal yang perlu diketahui berkaitan dengan impor sementara antara lain sebagai berikut. ATA Carnet/CPD Carnet ATA Carnet/CPD Carnet adalah dokumen kepabeanan internasional atas barang impor sementara dengan mendapat jaminan melalui system jaminan internasional, atas bea masuk dan pajak. Biasanya ATA/CPD Carnet berlaku selama satu tahun. Klaim pembayaran bea masuk akan dilakukan dalam hal : - Barang tidak di reekspor setelah satu tahun. - Carnet tidak dilegalisir oleh pabean negara asal maupun negara tujuan. - General list (barang yang diberitahukan) tidak benar. Akronim ATA adalah kombinasi bahasa Prancis dan Inggris “Admission Temporaire/Temporary Admission”. Sedangkan CPD DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 35 adalah “Carnet de Passage on Douane”. Biasanya ATA Carnet diperlukan atas barang berupa: commercial sample, professional equipment, barang pameran. Sedangkan CPD Carnet digunakan atas alat transportasi. ATA Carnet diterbitkan dan diotorisasi oleh National Guaranteeing Associations (semacam KADIN di negara yang bersangkutan) yang merupakan perizinan sementara atas pergerakan barang, tanpa memerlukan surat jaminan maupun formalitas pabean yang berlaku di suatu negara. Orang yang ingin menggunakan carnet mengajukan permohonan kepada NGA (National Guaranteeing Associations) di negaranya dan menyerahkan jaminan (misalnya di USA penyerahan jaminan 40% dari nilai barang). ATA Carnet telah digunakan oleh lebih dari 70 negara. Negara yang ingin bergabung harus mendaftar di IBCC (International Bureau of Chamber of Commerce) sebagai bagian dari ICC (International Club of Commerce). Indonesia berencana akan bergabung dalam IBCC. Gambar 6 ATA Carnet Passport DIKLAT FUNGSIONAL PFPD Keterangan: 36 ATA Carnet Passport digunakan untuk penyelesaian pengajuan dokumen impor sementara. Pada umumnya carnet terdiri dari dua carik (voucher) masingmasing disampaikan pada saat masuk, dan lainnya pada saat keluar. Saudara, apa keuntungan ATA Carnet tersebut? ATA Carnet mempunyai keuntungan-keuntungan sebagai berikut: - Mengurangi cost, meniadakan pembayaran bea masuk dan pajak, serta jaminan setempat; - Penyederhanaan prosedur pabean baik di Negara asal maupun negara tujuan (single document). Pada prinsipnya ATA Carnet dapat digunakan terhadap semua barang, kecuali atas barang konsumsi, barang habis dipakai (disposable items) dan barang kiriman pos. Triptiek Saudara, ada satu lagi jenis dokumen yang digunakan untuk impor sementara yaitu triptiek. Namun dokumen ini tidak dikenal dalam Istanbul Convention. Triptiek berasal dari kata triptych yang artinya tiga lipatan (tri=three, ptych=fold). Namun istilah ini lebih banyak digunakan dalam karya seni, seperti lukisan yang dapat dilipat. Dibidang pabean, dokumen triptiek tersebut adalah dokumen kepabeanan sejenis dengan ATA Carnet/CPD Carnet. Bedanya adalah triptiek digunakan berdasarkan perjanjian antara dua negara (bilateral). Dalam hal ini Indonesia belum melakukan perjanjian seperti itu. d) SAFE SAFE (Framework of Standards to Secure and Facilitate Global Trade) adalah suatu instrumen internasional yang mengandung standar-standar yang ditetapkan oleh WCO yang bertujuan untuk DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 37 mengamankan dan memfasilitasi perdagangan internasional, serta menunjang pelaksanaan program reformasi dan modernisasi administrasi pabean negara anggota. Hingga awal tahun 2009 tercatat 155 negara anggota WCO (dari 174 negara anggota) yang telah menyampaikan LoI (Letter of Intent) untuk menerapkan SAFE tersebut. Dalam hubungan ini Indonesia telah menandatangani LoI SAFE pada tanggal 16 September 2005. Pada prinsipnya SAFE berisi standar-standar internasional yang merupakan pedoman bagi institusi kepabeanan maupun masyarakat usaha untuk meningkatkan keamanan rantai perdagangan dan memfasilitasi perdagangan internasional, serta merekomendasikan tindakan-tindakan yang kemampuan otoritas perdagangan ilegal perlu diambil untuk meningkatkan penegak hukum dalam menghentikan dengan pengamanan dalam kaitannya perdagangan internasional. Instrumen internasional tersebut mengandung 17 standar yang dikelompokan dalam 2 pilar pokok yaitu Customs to Customs Network Arrangement dan Customs to Business Partnership. Customs to customs pillar, adalah standar untuk meningkatkan security and facilitation of the international trade supply chain, yaitu: - Integrated supply chain management, prosedur pengawasan pabean yang terintegrasi sebagaimana digariskan dalam WCO Customs Guidelines. - Cargo inspection authority. - Modern technology in inspection equipment. - Risk management system. - High-risk cargo or container. - Advance electronic information. - Targeting and communication. - Performance measures. - Security assessment. - Employee integrity. DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 38 Outbound security inspections. Customs to business pillar, adalah hubungan dengan sektor swasta yang merupakan standar untuk meningkatkan safety and security of the international trade supply chain, yaitu: - Partnership. - Security (best practices). - Authorization. - Technology. - Communication. - Facilitation. Dalam rangka pelaksanaan program peningkatan kapasitas (capacity building program) pada penerapan SAFE di negara anggota, WCO menerapkan Columbus Programme, yang terdiri dari 3 fase: - Fase need assessment yang melibatkan WDMT (WCO Diagnostic Mission Team) untuk mengukur sejauh mana tingkat implementasi SAFE negara anggota. - Fase implementasi rencana aksi berdasarkan rekomendasi dari WDMT. - Monitoring program yang bertujuan untuk meng-update perkembangan program implementasi SAFE negara anggota. WCO Framework tersebut didasari pada 4 elemen dasar pokok penerapan, yaitu: - Penerapan advance electronic cargo information; - Penggunaan risk management; - Penggunaan non intrusive inspection (scanning); - Pemberian fasilitasi terhadap pelaku bisnis yang telah memenuhi standar (legitimate trade). Berdasarkan elemen pokok tersebut unsur yang dievaluasi mengarah pada penilaian terhadap rencana strategis, logistik, manajemen SDM, peraturan dan kebijakan hukum, pengawasan dan DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 39 penindakan, hubungan dengan pihak luar/stakeholder, audit internal dan integritas, serta teknologi informasi dan komunikasi. e) Arusha Declaration Deklarasi Arusha (The Revised Arusha Declaration) adalah deklarasi dari CCC/WCO mengenai good governance dan integrity pada institusi kepabeanan. Deklarasi ini ditujukan untuk mendorong tata kelola yang baik, dan membebaskan institusi kepabeanan dari prilaku koruptif. Deklarasi Arusha diadakan di Arusha, Tanzania pada tanggal 7 Juli 1993 dan kemudian direvisi pada bulan Juni 2003. Saudara para peserta diklat. Seperti kita ketahui bahwa institusi kepabeanan di seluruh dunia mengemban tugas yang penting bagi kepentingan nasional, seperti mengumpulkan penerimaan negara, perlindungan masyarakat, fasilitasi perdagangan, dan perlindungan atas keamanan nasional (protection of national security). Perilaku koruptif dapat menurunkan customs capacity terhadap pencapaian tujuan tersebut diatas. Program integritas kepabeanan (customs integrity programme) dimaksud dilakukan dengan menerapkan (key factors) hal-hal sebagai berikut. i. Leadership and commitment. Pada tingkat pimpinan harus mempunyai komitmen untuk melawan korupsi, dan harus terus dipertahankan dalam jangka panjang. ii. Regulatory framework. Peraturan perundang-undangan pabean hendaknya selaras dan sederhana formalitas sehingga mempermudah kepabeanan. Prosedur proses hendaknya penyelesaian mengadopsi kesepakatan-kesepakatan konvensi internasional dan standarstandar internasional. DIKLAT FUNGSIONAL PFPD iii. 40 Transparency and procedure. Ketentuan perundang-undangan dan prosedur pabean hendaknya dipublikasikan serta mudah diakses. iv. Automation. Komputerisasi fungsi-fungsi kepabeanan dapat meningkatkan efisiensi, lebih efektif, dan dapat mengurangi kesempatan korupsi. v. Reform and modernization. Administrasi pabean harus melakukan reformasi dan modernisasi sistem dan prosedur, untuk menghindari kemungkinan penyalahgunaan kewenangan. vi. Audit and investigation. Pencegahan dan pengawasan perilaku koruptif dapat dilakukan dengan mengimplementasikan monitoring and control mechanism, internal check programme, internal & external auditing, investigation and prosecution regime. vii. Code of conduct Unsur penting dalam program integritas adalah pelaksanaan kode etik secara komprehensif viii. Human resource management. Implementasi kebijakan manajemen SDM memainkan peranan penting dalam upaya memerangi korupsi. Hal-hal yang terbukti bermanfaat dalam mengawasi dan mengurangi korupsi antara lain: gaji dan remunerasi yang memadai, rekrutmen pegawai dengan standar integritas yang tinggi, mekanisme promosi, training. ix. Morale and organization culture. Korupsi sering terjadi di dalam organisasi dimana semangat korps-nya rendah. Demikian juga aparat pabean tidak memiliki kebanggaan atas reputasi institusi kepabeanan. Aparat pabean biasanya mempunyai integritas tinggi pada saat semangatnya tinggi, dimana pengelolaan SDM dirasa lebih fair, dan terbuka kesempatan untuk meningkatkan karier. DIKLAT FUNGSIONAL PFPD x. 41 Relationship with the private sector. Administrasi pabean harus menjaga keterbukaan, transparansi, dan membina hubungan yang produktif dengan sektor swasta. Administrasi pabean dihimbau untuk mengimplementasikan integrity action plan berdasarkan prinsip-prinsip tersebut diatas. Pemerintah dan sektor swasta serta anggota komunitas internasional mendukung institusi kepabeanan dalam memerangi perilaku koruptif. 2. Perjanjian Regional Saudara peserta Diklat. Perjanjian regional merupakan kesepakatan yang dibuat oleh negaranegara dalam suatu kawasan tertentu. Beberapa perjanjian regional yang perlu diketahui berkaitan dengan prosedur kepabeanan Indonesia adalah sebagai berikut. i. AFTA AFTA (Asean Free Trade Area) merupakan hasil suatu kesepakatan negara-negara ASEAN untuk membentuk kawasan perdagangan bebas antar negara-negara ASEAN. ASEAN (Association of South East Asian Nations) adalah persatuan negara-negara Asia Tenggara. Pemimpin negara ASEAN yang terdiri dari Brunai Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filippina, Singapore, dan Thailand, pada tahun 1992 sepakat merealisasikan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN (ASEAN Free Trade Area AFTA). Pendirian Asean berdasarkan pada Article XXIV GATT/WTO yang mengakomodir keinginan negara-negara dalam suatu wilayah untuk membentuk suatu kesepakatan dagang regional, dimana suatu kelompok negara setuju untuk menghapus atau mengurangi hambatanhambatan impor antara satu negara dengan Negara yang lain. Berdasarkan Artivcle XXIV tersebut kelompok perdagangan regional dapat berbentuk uni pabean atau wilayah perdagangan bebas. DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 42 Pembentukan ASEAN Free Trade Area - AFTA tujuan utamanya adalah untuk: a. meningkatkan perdagangan intra ASEAN dengan cara mengurangi hambatan tarif dan non tarif, sehingga sektor-sektor manufaktur ASEAN akan lebih efisien dan lebih kompetitive; b. untuk meningkatkan investasi di negara-negara anggota ASEAN; c. dengan pasar yang lebih luas, investasi langsung dari luar akan masuk dalam kawasan regional. Hal ini akan merangsang pertumbuhan industri di kawasan. Pada mulanya ada 6 negara anggota AFTA, yaitu Brunai Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filippina, Singapore, dan Thailand. Kemudian negara anggotanya bertambah, dan sekarang ada 10 negara anggota AFTA termasuk 4 negara baru yaitu Vietnam (tahun 1995), Laos dan Myanmar (tahun 1997), serta Kamboja (tahun 1999). Untuk mencapai AFTA, negara-negara ASEAN sepakat untuk menyusun skedul penurunan tarif Bea Masuk terhadap barang-barang yang diimpor dari negara anggota. Skedul penurunan tersebut dikenal dengan sebutan CEPT for AFTA (Common Effective Prefential Tariff) yaitu skema yang berisi pemberian konsesi tarif yang efektif dan sama untuk pasar ASEAN terhadap produk-produk yang sama yang dihasilkan oleh negara ASEAN. Konsepnya adalah penurunan tarif dan hambatan non tarif dalam kurun waktu 15 tahun yang dimulai dari 1 Januari 1993. Namun pada tahun 1994 negara-negara anggota sepakat untuk mempercepat realisasi dari AFTA dari 15 tahun menjadi 10 tahun. Dalam rangka ASEAN PTA’s tersebut telah disusun program penurunan tarif. Pemerintah konsisten dalam melaksanakan program tersebut. Program penurunan tarif kemudian juga telah dipercepat realisasinya, yaitu sebagai berikut. a. Fast Track Program - Tarif diatas 20% diturunkan menjadi 0-5% dalam waktu 7 tahun (dari 1 Januari 2000) DIKLAT FUNGSIONAL PFPD - 43 Tarif dibawah 20 % akan diturunkan menjadi 0-5% dalam waktu 5 tahun (mulai Januari 1998) Dalam program ini ada 15 kelompok produk, antara lain: vegetable oil, chemical, fertilizer, rubber products, pulp and paper, cement, textile, plastic, produk kulit, elektronik. b. Normal Track Program - Tarif diatas 20% diturunkan dalam 2 tahap 1. pertama, menjadi 20% dalam 5 tahun (mulai 1 Januari 1998) dan 2. dari 20% menjadi 0-5% dalam 5 tahun (mulai 1 Januari 2003) - Tarif 20% dan dibawahnya akan diturunkan menjadi 0-5% dalam waktu 7 tahun (sejak 1 Januari 2000) Program penurunan tarif tersebut diatas adalah program penurunan tarif secara umum. Disamping itu ada perlakuan penurunan tarif yang berbeda. Dalam skema CEPT (Common Effective Preferential Tariff Scheme) terdapat 5 kelompok barang yang mempunyai perlakuan penurunan tarif yang berbeda, yaitu: a. General Exclusion List (GE), yaitu daftar komoditi yang tidak akan dimasukkan kedalam skema CEPT karena alasan keamanan, sosial, budaya, atau keagamaan. b. Sensitive List, yaitu kelompok produk yang jadwal penurunan tarifnya akan dimulai pada tahun 2003 (sampai dengan tahun 2010) hingga menjadi 0-5%. c. Highly Sensitive List (HSL), yaitu kelompok produk-produk yang termasuk sensitive produk yang tarif akhirnya bukan 0-5%, tetapi bisa lebih besar dari 5% (contohnya beras, gula). d. Temporary Exclusion List (TEL), yaitu kelompok barang yang untuk sementara belum diturunkan tarif Bea Masuk-nya tetapi harus dimasukkan kedalam jadwal penurunan tarif Bea Masuk pada waktu yang telah ditentukan. (setiap tahun harus ada produk-produk dari TEL yang masuk dalam IL). Barang-barang tersebut terdiri dari 2 DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 44 jenis, yaitu TEL-industri dan TEL-UAP (Unprocessed Agricultural Product). e. Inclusion List (IL), yaitu kelompok barang yang telah dimasukkan dalam jadwal penurunan tarif Bea Masuk. Untuk mempercepat recovery ekonomi dan mempercepat pertumbuhan, negara-negara ASEAN setuju untuk mempercepat realisasi AFTA sebagai berikut. Untuk 6 negara ASEAN, dipercepat 1 tahun yaitu dari tahun 2003 menjadi 2002 dan minimum 90% dari total tarif lines menjadi 0-5% pada tahun 2000. Sedangkan untuk negara anggota baru, disepakati : Vietnam, tarif maksimal 0-5% tahun 2003 ; Laos dan Myanmar tahun 2005. Dalam rangka melaksanakan komitmen Indonesia untuk mewujudkan ASEAN Free Trade Area, pemerintah telah menetapkan penurunan tarif Bea Masuk Dalam Rangka Skema CEPT. Penetapan tarif Bea Masuk tersebut dikenakan atas beberapa komoditi barang yang diimpor dari negara-negara ASEAN. Besarnya tarif Bea Masuk dalam rangka CEPT tersebut lebih rendah dari tarif Bea Masuk yang berlaku umum sebagaimana tercantum dalam Buku Tarif Bea Masuk Indonesia. Tarif Bea Masuk tersebut hanya berlaku terhadap importasi barang yang telah dilengkapi dengan Surat Keterangan Asal (Form D). Namun Form D tidak diperlukan dalam hal : - Tarif Bea Masuk dalam rangka CEPT sama besar dengan tarif Bea Masuk yang berlaku umum. - Importasi barang yang nilai pabeannya tidak melebihi USD.200.00 Syarat lain untuk memperoleh preferensi tariff adalah bahwa produk-produk dalam skema CEPT yang akan diekspor/impor harus memenuhi ketentuan minimum 40% ASEAN Cumulative Content. Perhitungannya dilakukan dengan cara sebagai berikut : DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 45 Value ofbrqlorted Non·ASIAN Malerial Pu1rorProduce + Value of UndeiernUnod Ori&in Maierial, Pu1r or Produce X 100% ::; 60% FOB Price Contoh: Importir di Indonesia mengimpor barang “X” dari Malaysia. Barang “X” diproduksi di Malaysia dengan menggunakan bahan baku local content Malaysia 10% dan 30% berasal dari Thailand. Sedangkan sisanya (60%) berasal dari luar ASEAN. Atas produk Malaysia tersebut dapat diterbitkan Form D, dan diberikan preferensi tariff Asean PTA’s. Gambar 7 Bagan penggunaan form D ASEAN COUNTRIES INDONESIA FORM D Keterangan: Form D digunakan untuk mendapatkan preferensi tarif antar negara ASEAN. Saudara peserta diklat. Perjanjian kerjasama ekonomi dalam rangka perdagangan bebas telah diperluas antara negara Asean dengan negara-negara lainnya seperti Asean - China PTA’s, Asean - India PTA’s, Asean - Japan PTA’s, Asean - Korea PTA’s, dan sebagainya. Dalam rangka Normal Track Asean China Free Trade Area (AC – FTA), Indonesia telah ikut meratifikasi perjanjian tersebut dengan Keputusan Presiden RI No.48 Tahun 2004. Perjanjian tersebut dikenal dengan sebutan EHP (Early Harvest Package) Asean - China FTA. EHP (Early Harvest Package) Asean - China FTA adalah program penurunan tarif yang disepakati dimulai 1 Januari 2004 dan dalam tiga tahun tarif diturunkan secara bertahap sehingga pada tahun 2006 DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 46 menjadi 0 % untuk produk-produk tertentu dalam buku tarif bea masuk Indonesia / BTBMI 2004 Bab 01 sampai dengan Bab 08. ii. Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) APEC adalah forum kerja sama ekonomi Asia Pacific. APEC didirikan pada tahun 1989 di Camberra, beranggotakan 12 negara dan pada tahun 2000 telah berkembang menjadi 21 negara Indonesia merupakan salah satu dari 12 negara Founding Member Nations, yang membentuk APEC. Founding Member Nations terdiri dari: Australia, Indonesia, Kanada, Selandia Baru, Jepang, Korea, Malaysia, Brunei Darussalam, Filipina, Singapura, Thailand dan Amerika Serikat. Pendirian APEC ketergantungan ekonomi dilatarbelakangi di wilayah Asia oleh bertambahnya Pasifik. Faktor yang mendorong lahirnya APEC antara lain adalah adanya kekhawatiran akan gagalnya perundingan Putaran Uruguay, dimana dikhawatirkan akan menyebabkan meningkatnya proteksionisme dan munculnya kelompok-kelompok perdagangan, seperti Pasar Tunggal Eropa dan Pasar Bebas Amerika Utara (NAFTA ). Pembentukan organisasi ini dimulai sebagai forum dialog informal Selanjutnya APEC telah menjadi wadah regional utama untuk mendukung praktek perdagangan terbuka dan forum kerjasama ekonomi untuk memajukan dinamika ekonomi di kawasan Asia Pasifik. Pada awalnya APEC difokuskan pada pertukaran pandangan dan prinsip berbasis proyek, memajukan proses kerjasama ekonomi di Asia Pasifik dan untuk mempromosikan hasil yang positif kepada Uruguay Round dalam negosiasi GATT. Saat ini APEC telah berkembang menjadi forum yang memiliki tujuan yang lebih tinggi yaitu untuk membangun komunitas Asia Pasifik untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui kerjasama ekonomi dan perdagangan. Pada bulan November 1993 di Blake Island, Seattle, USA, para pemimpin negara anggota APEC bertemu untuk pertama kalinya secara informal. DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 47 Tujuannya adalah sebagai berikut. a. Mewujudkan keterbukaan ekonomi dan partnership dikawasan Asia Pasifik. b. Kerjasama untuk mengantisipasi tantangan perubahan c. Pertukaran barang, jasa dan investasi d. Pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi e. Peningkatan kualitas hidup serta tingkat pendidikan dan f. Peningkatkan kualitas lingkungan hidup Pada pertemuan tahunan di Bogor (tahun 1994) negara-negara anggota memperjelas visi dan menyusun langkah-langkah sebagai suatu tindakan nyata, yaitu visi untuk mewujudkan suatu perdagangan bebas dan terbuka di kawasan Asia Pasifik. Disepakati bahwa negara yang sudah pada tingkat industrialisasi (negara maju) akan mencapai sasaran perdagangan dan investasi yang bebas dan terbuka paling lambat pada tahun 2010, dan wilayah yang tingkat ekonominya sedang berkembang paling lambat tahun 2020. Deklarasi Bogor dikenal sebagai Declaration of Common Resolve (Deklarasi Tekad Bersama). Tiga pilar kegiatan APEC disepakati tahun 1995 di Osaka-Jepang yaitu : liberalisasi perdagangan, investasi fasilitasi bisnis dan kerjasama ekonomi dan teknik. Prinsip ini menjadi kerangka dasar yang melandasi kerjasama APEC. Kemudian, bertempat di Manila pada tahun 1996 dilahirkan suatu program kerja yang konkrit yang dikenal dengan Rencana Aksi Manila untuk APEC (Manila Action Plan for APEC/MAPA) Setiap tahun negara-negara anggota bertemu untuk menyusun langkah-langkah nyata dalam rangka mewujudkan perdagangan bebas di kawasan Asia Pasifik. Prinsip dasar APEC yang penting adalah nondiskriminasi dan fleksibilitas yang berarti negara-negara anggota APEC dapat melakukan program dan jadwal reformasi yang sesuai dengan keadaan negara masing-masing untuk menuju target deklarasi Bogor, dan tanpa melakukan diskriminasi kepada negara lain (diluar APEC). DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 48 Gambar 8 Kesepakatan APEC APEC DEKLARASI BOGOR MANILA ACTION PLAN Keterangan: Dalam rangka menyusun suatu program kerja yang konkrit, negara-negara anggota memperjelas visi dan menyusun langkahlangkah sebagai suatu tindakan nyata melaui kesepakatan yang dihasilkannya. Forum kerja sama APEC memang bukan organisasi formal. APEC adalah wadah kerja sama ekonomi regional, sampai saat ini masih berbentuk forum konsultasi dan belum merupakan forum negosiasi. APEC adalah suatu forum yang sejak awal dibangun atas dasar kesukarelaan, suatu tekad bersama untuk mencapai tujuan yang sama. Oleh karena itu hasil-hasilnya tidak mengikat para anggotanya. Contoh: Perjanjian preferensi tariff dengan Australia. Pemerintah Indonesia dan pemerintah Australia saling menukarkan komoditi yang akan diberikan preferensi tariff. 3. Perjanjian Bilateral Saudara peserta Diklat. Perjanjian bilateral merupakan kesepakatan yang dibuat antar dua negara. Perjanjain bilateral mengikat dua pihak negara yang melakukan kesepakatan. Perjanjian bilateral mengenai tarif dilakukan dengan negaranegara tertentu seperti Cina, Jepang, India dsb. Beberapa perjanjian DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 49 regional yang perlu diketahui berkaitan dengan prosedur kepabeanan Indonesia adalah sebagai berikut. a. EHP (Early Harvest Package) Bilateral Indonesia – China PTA’s EHP Bilateral Indonesia – China adalah program penurunan tarif yang disepakati dimulai pada tanggal 1 Januari 2004, dan dalam tiga tahun diturunkan secara bertahap sehingga pada tahun 2006 menjadi 0 %. Ketentuan EHP Bilateral tersebut dilaksanakan sebagai berikut. 1. Diberlakukan berdasarkan asas timbal balik. 2. Hanya berlaku terhadap impor barang yang dilengkapi dengan SKA (Surat Keterangan Asal) atau Form E, yang telah ditandatangani oleh pejabat berwenang. 3. SKA tidak diperlukan jika tarif bea masuk tersebut lebih besar atau sama dengan tarif bea masuk yang berlaku umum. 4. Importir wajib mencantumkan kode fasilitas Preferensi Tarif dan nomor referensi Form E pada dokumen impor. 5. SKA lembar asli dan lembar ke-3 wajib disampaikan oleh importir kepada kantor pabean di pelabuhan pemasukan pada saat pengajuan dokumen impor. Surat Keterangan Asal (Certificate of Origin) ini penting untuk membuktikan suatu produk berasal dari negara yang bersangkutan. Biasanya CoO ini ditandatangani oleh pejabat institusi yang berwenang (misalnya: Depatemen Perdagangan) di negara pengekspor. Gambar 9 Bagan penggunaan Form E CHINA FORM E INDONESIA DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 50 Keterangan: Form E digunakan untuk mendapatkan preferensi tarif antara negara ASEAN dengan Negara China. b. AK - FTA ( ASEAN-KOREA Free Trade Area ) Saudara para peserta Diklat. Dalam rangka kerja sama ekonomi antar negara Asean dengan Pemerintah Republik Korea, pemerintah Indonesia telah meratifikasi “Framework Agreement” dan “Agreement on Trade in Goods”, yaitu perjanjian perdagangan barang antar negara anggota Asean dan pemerintah Republik Korea, masing-masing dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 dan Nomor 12 Tahun 2007. Perjanjian tersebut menetapkan besar tarif bea masuk atas impor barang dari Korea berdasarkan asas timbal balik. Barang yang diimpor dari Korea jika memenuhi persyaratan diberikan preferensi tarif, dan sebaliknya. Untuk mendapatkan menyampaikan preferensi Surat Keterangan tarif, pihak importir Asal (Form AK) yang harus telah ditandatangani oleh Pejabat yang berwenang di Korea. Importir juga wajib mencantumkan kode fasilitas preferensi tarif dan nomor referensi SKA pada Pemberitahuan Impor Barang (PIB). SKA lembar asli dan lembar ke-3 harus disampaikan kepada Kantor Pabean pelabuhan pemasukan pada saat pengajuan PIB. Dalam hal tarif bea masuk preferensi lebih rendah atau sama dengan tarif bea masuk yang berlaku umum, maka form AK tidak diperlukan. Contoh: Tarif preferensi suatu komoditi dalam rangka AK-FTA adalah 5%. Dalam BTBMI tarif umum (MFN) sebesar 5%. Dengan demikian CoO tidak perlu dilampirkan pada PIB. DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 51 Gambar 10 Bagan penggunaan Form AK KOREA INDONESIA FORM AK Keterangan: Form AK digunakan untuk mendapatkan preferensi tarif antara negara ASEAN dengan negara Korea. c. Indonesia – Japan Economic Partnership Agreement (IJ – EPA) Saudara peserta Diklat. Framework Agreement dalam rangka persetujuan antara pemerintah Republik Indonesia dan Jepang mengenai suatu kemitraan ekonomi, diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2008. Dalam rangka persetujuan mengenai suatu kemitraan ekonomi antara Indonesia dan Jepang, telah ditetapkan suatu skema penetapan tarif yang disebut USDFS (User Specific Duty Free Scheme). USDFS adalah suatu skema penetapan tarif bea masuk yang diberikan khusus kepada user dalam rangka persetujuan antara Republik Indonesia dan Jepang mengenai suatu kemitraan ekonomi. Pihak pengguna fasilitas (user) merupakan suatu badan usaha yang berbadan hukum di Indonesia yang akan mendapat fasilitas USDFS. Barang-barang yang mendapat fasilitas USDFS ditetapkan bea masuknya sebesar 0%. Untuk mendapatkan fasilitas dimaksud user terlebih dahulu harus memperoleh Surat Keterangan Verifikasi Industri – USDFS (formulir SK VI – USDFS) .yang diterbitkan oleh Surveyor yang ditunjuk oleh Menteri Perindustrian. Prosedurnya adalah sebagai berikut: - Orang yang akan mendapat fasilitas USDFS mengajukan permohonan untuk ditetapkan sebagai user. - Permohonan memuat rencana impor barang selama setahun. DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 52 - Surveyor melakukan verifikasi persyaratan. - Suryeyor menerbitkan SK.VI – USDFS. - Surat Keterangan SK.VI - USDFS ditandasahkan/disetujui Menteri Perindustrian. Selanjutnya untuk mendapatkan tarif preferensi bea masuk atas barang yang akan diimpor, user mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai, dilampiri dengan SK.VI – USDFS. Dalam jangka waktu 5 hari Dirjen Bea dan Cukai atas nama Menteri Keuangan memberikan keputusan tentang penggunaan tarif bea masuk dalam rangka USDFS. Pada waktu pengajuan pemberitahuan pabean, PIB dilampiri dengan: - Surat Keputusan Menteri Keuangan; - Lembar asli SKA (Form JIEPA) yang diterbitkan oleh instansi berwenang di Jepang; - Mencantumkan kode fasilitas preferensi tarif dan nomor referensi form JIEPA pada PIB. Dalam hal jumlah, jenis atau spesifikasi barang yang diimpor tidak sesuai dengan yang tercantum dalam Surat Keputusan, maka terhadap perbedaan tersebut dipungut bea masuk berdasarkan tarif yang berlaku umum (MFN). Namun jika perbedaan barang tersebut merupakan jenis barang yang termasuk dalam skema IJ – EPA, atas perbedaan tersebut dipungut bea masuk berdasarkan tarif IJ – EPA. Saudara para peserta Diklat. Pemberian fasilitas dimaksud penggunaannya harus sesuai dengan tujuan semula, yaitu untuk kegiatan produksi oleh user yang bersangkutan. Apabila terjadi penyalahgunaan, maka importir wajib membayar bea masuk berdasarkan tarif yang berlaku umum (MFN). DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 53 Gambar 11 Bagan penggunaan Form JIEPA JAPAN INDONESIA FORM JIEPA Keterangan: Form JIEPA digunakan untuk mendapatkan preferensi tarif antara negara Indonesia dengan Jepang. d. MOC Indonesia – Northeren Territory of Australia Saudara para peserta diklat. Perjanjian bilateral antara dua negara tidak hanya berkaitan dengan perjanjian tarif bea masuk. Perjanjian juga dapat meliputi hal-hal lain seperti kemudahan pelayanan kepabeanan maupun kerja sama lainnya. Indonesia telah menandatangani MOC (Memorandum of Cooperation) dengan pemerintah Northeren Territory of Australia tentang kerjasama pengembangan ekonomi, pada tanggal 22 Desember 2006. Indonesia dalam hal ini Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan The Departement of the Chief Minister of the Northeren Territory of Australia sebelumnya juga telah melakukan kerja sama sejak 8 Juli 2001. Kerja sama tersebut pada intinya merupakan upaya untuk meningkatkan mendukung pelayanan kerjasama dibidang dibidang kepabeanan dalam rangka yang saling perdagangan menguntungkan. Kesepakatan tersebut berisi kemudahan kepabeanan, yaitu terhadap barang impor dari Northeren Territory of Australia yang masuk ke dalam daerah pabean Indonesia selain Pulau Jawa dan Sumatera, dilakukan pemeriksaan pendahuluan di Darwin, Australia. Dalam prosedur kepabeanan di Darwin, pemilik barang mengajukan permohonan ke pihak pabean Indonesia yang berada di sana, dilampiri dokumen invoice, packing list dan dokumen pelindung DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 54 lainnya. Permohonan memuat uraian jumlah, jenis dan identitas barang, klasifikasi HS dan nilai pabean, serta pemenuhan perizinan atas barang larangan dan pembatasan. Berdasarkan hasil pemeriksaan, pihak pabean akan menerbitkan Customs Approval (Surat Keterangan) bahwa atas barang yang akan diekspor tersebut telah dilakukan pemeriksaan pendahuluan. Pada proses pengeluaran barang di Indonesia, importir mengajukan PIB dilampiri dengan Customs Approval dan dokumen pelengkap pabean lainnya. Pihak Bea dan Cukai akan melakukan penelitian dokumen, dan kemudian memberikan persetujuan release barang. Gambar 12 Kesepakatan Indonesia-Australia AUSTRALIA CUSTOMS APPROVAL INDONESIA Keterangan: Terhadap barang impor dari Northeren Territory of Australia yang masuk ke dalam daerah pabean Indonesia dilakukan pemeriksaan pendahuluan di Darwin, Australia. Saudara para peserta Diklat. Perjanjian bilateral dalam rangka kerja sama ekonomi seperti ini akan terus dikembangkan oleh pemerintah. Misalnya kerja sama bilateral Indonesia – India, Indonesia – Australia, dan seterusnya. Dengan adanya kerjasama ekonomi tersebut diharapkan terjadi percepatan pertumbuhan ekonomi kedua negara. DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 55 4. Implementasi perjanjian internasional dalam kepabeanan Indonesia. Saudara para peserta diklat. Kebijakan yang diambil pemerintah berkaitan dengan perdagangan antar negara harus memperhatikan beberapa aspek, baik dalam negeri maupun luar negeri, seperti konvensi atau kesepakatan-kesepakatan internasional. Mengingat kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah dapat mempengaruhi hubungan perdagangan yang lebih luas, kebijakan harus dilandasi dengan perundang-undangan yang ada, baik ketentuan yang menyangkut perundang-undangan nasional, maupun ketentuan lain yang bersifat internasional, seperti perjanjian multilateral (GATT), regional (Asean PTA’s), maupun bilateral (Indonesia – China PTA’s), dan sebagainya. Apabila dalam pengambilan keputusan tidak memperhatikan undang-undang nasional, akan berakibat terhambatnya kebijakan dalam pelaksanaannya. Demikian juga jika mengabaikan kesepakatan- kesepakatan yang bersifat internasional, dapat menimbulkan konsekuensi pengucilan, pembalasan bahkan penuntutan internasional. Contoh: kasus impor dalam kebijakan mobil nasional/mobil Timor. Undang-undang nomor 17 tahun 2006 jo. Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan dalam merumuskan suatu ketentuan juga tetap memperhatikan konvensi dan kesepakatan-kesepakatan internasional. Hal ini penting agar dalam implementasinya tidak menemui hambatan. Ketentuan-ketentuan yang bersifat universal, baik yang merupakan kesepakatan-kesepakatan, kelaziman dalam pergaulan internasional, perjanjian bersama yang merupakan tekad (contoh: APEC) dan sebagainya, tetap harus diperhatikan dan menjadi masukan dalam proses pengambilan kebijakan. Sebagai contoh Indonesia telah meratifikasi perjanjian WTO dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agrement Establishing the Word Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia). UU No 7 tahun 1994 merupakan bentuk perwujudan dari pemerintah dalam mengimplementasikan ketentuanketentuan GATT/WTO. Dengan demikian pemerintah Indonesia wajib DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 56 mematuhi aturan-aturan sebagaimana diatur dalam GATT/WTO dalam melaksanakan perdagangan internasional. Saudara peserta diklat. Untuk lebih memahami implementasi perjanjian-perjanjian internasional tersebut diatas, berikut ini disampaikan hambatan-hambatan dalam perdagangan internasional, penelitian dokumen pabean berkaitan dengan perdagangan internasional, serta beberapa contoh kasus, sebagai berikut. a). Hambatan Perdagangan (tariff dan non tariff barrier) Dalam hubungan dagang antara suatu negara dengan negara lain di dunia ini, tidak dikehendaki adanya halangan atau hambatan dalam interaksi jual beli. Negara negara di dunia sebagai mana tercermin dalam kesepakatan-kesepakatan internasional (misalnya GATT) berkeinginan terwujudnya perdagangan bebas, khususnya terhadap adanya peraturan suatu negara yang menghambat perdagangan dengan cara pelarangan impor, pembatasan impor dan pemenuhan izin-izin impor yang tujuannya untuk menghambat masuknya barang impor dari luar negeri. Trend perdagangan internasional dalam era globalisasi sekarang ini menghendaki agar sedapat mungkin suatu negara dapat mengganti hambatan non-tarif dengan hambatan tarif. Kebijakan non tarif adalah upaya yang dilakukan pemerintah melalui penetapan peraturan larangan dan pembatasan terhadap barang impor maupun ekspor dalam jangka waktu tertentu, untuk melindungi industri dalam negeri dan konsumen. Saudara peserta diklat. Berikut ini disampaikan beberapa hal yang perlu Saudara ketahui mengenai kebijakan tarif dan non tarif (Modul Kebijakan Tarif, 2005, Tim Penyusun Modul Pusdiklat Bea dan Cukai). Sebagaimana konvensi-konvensi internasional, kebijaksanaan umum dibidang tarif mengarah kepada penurunan tingkat tarif yang ada dengan tujuan; - meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasaran Internasional, DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 57 - melindungi konsumen dalam negeri, dan - mengurangi hambatan dalam perdagangan internasional dalam rangka mendukung terciptanya perdagangan bebas. Namun dalam kondisi tertentu dan pada pemerintah dapat juga mengambil kebijakan waktu tertentu non–tarif, dengan pertimbangan sebagai berikut : 1. Mencegah masuknya barang-barang berbahaya baik terhadap keamanan, budaya, kesehatan maupun lingkungan hidup. 2. Adanya praktek perdagangan internasional yang tidak sehat (unfair trade) adanya kelesuan pasar internasional yang mengakibatkan membanjirnya barang impor yang murah yang apabila masuk ke pasar domestik akan mematikan industri sejenis di dalam negeri. 3. Makin berkurangnya industri nasional maupun daya serap tenaga kerja, mengakibatkan makin besarnya unemployment. Suatu negara melakukan tindakan non tariff barrier dengan pertimbangan apabila hanya dilakukan hambatan berupa penetapan tarif yang tinggi, barang impor tetap masuk dan mempengaruhi kondisi di dalam negeri. Oleh karena itu importasi atas komoditi tertentu benarbenar dihambat pemasukannya ke dalam negeri. Hal ini karena pemerintah perlu mengontrol pemasukan komoditi tertentu ke dalam negeri. Sebagai contoh dalam masa panen padi di dalam negeri, pemerintah mengambil kebijakan larangan impor beras. Hal ini sifatnya temporer, sehingga di luar masa panen padi impor beras diperbolehkan kembali. Hal ini mengingat kebutuhan beras di dalam negeri sangat tinggi, sehingga harus dipenuhi sebagiannya dari impor beras. Namun tidak semua komoditi dihambat dengan kebijakan nontarif. Beberapa jenis barang memang harus dilarang impornya tanpa batas waktu. Contohnya pemasukan senjata api, buku-buku yang berbau porno, narkotika dan obat-obatan terlarang lainnya, barangbarang kuno yang bernilai kebudayaan, dan sebagainya. Hal ini juga berlaku secara universal, artinya semua negara juga melakukan tindakan seperti itu untuk barang-barang tertentu. DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 58 Beberapa bentuk hambatan non-tarif adalah sebagai berikut : 1. Larangan Impor (Import Prohibition), yaitu bentuk hambatan langsung dimana larangan ini merupakan bentuk yang paling ketat dari segala hambatan impor dengan melakukan larangan impor untuk barang tertentu. 2. Ijin Impor (Import License), yaitu hambatan impor melalui pemberian ijin impor barang tertentu terhadap importir tertentu. 3. Kuota, yaitu hambatan kuantitatif yang membatasi barang impor secara khusus dengan spesifikasi jumlah unit atau nilai total tertentu per periode waktu. 4. State Trading Practices, yaitu perdagangan atau kegiatan impor yang hanya boleh dilakukan oleh pemerintah atau monopoli. 5. Kontrol devisa (exchange control), yaitu hambatan administrasi atau transaksi yang melibatkan mata uang asing. Kontrol devisa dikenakan pada pembayaran impor dimana semua transaksi impor harus dengan ijin bank sentral terutama untuk membeli mata uang asing untuk pembayaran impor barang. 6. Penerapan syarat-syarat impor tertentu, misalnya consular formalities, standar mutu, sertifikasi impor dan bahkan yang nontrade seperti lingkungan hidup, buruh, politik, dan lain-lain. Pada prinsipnya pengambilan kebijakan non tarif dilakukan oleh suatu negara apabila kebijakan lain dalam bentuk hambatan tarif tidak bisa atau tidak mungkin dilakukan. Pemerintah mempertimbangkan apabila dilakukan dengan kebijakan tarif, maka hasilnya tidak akan efektif. Barangkali penetapan tarif bea masuk yang tinggi (misalnya: tarif bea masuk 170 %) terhadap impor minuman mengandung etil alkohol, dapat mempengaruhi konsumen untuk tidak bermabuk-mabukan. Tetapi hal tersebut tidak bisa dilakukan terhadap impor narkotika misalnya. Demikian juga terhadap kebijakan larangan impor barang bekas, mengandung maksud dan tujuan yang berbeda, yaitu supaya barangbarang tertentu tidak diimpor. Pemberian izin impor barang bekas, sampah, dan barang-barang yang di luar negeri sulit membuangnya, DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 59 akan mengakibatkan Indonesia menjadi tempat buangan barang bekas, seperti mobil bekas, pakaian bekas,dan sebagainya. Ada kalanya kebijakan non tarif ini dalam beberapa hal juga dilakukan oleh suatu negara sebagai tindakan balasan terhadap negara lain yang dianggap memperlakukan barang impor dari negara tersebut secara tidak adil. Tindakan ini diambil dengan maksud untuk mempersulit importasinya, dengan cara antara lain perlu dilengkapi dengan izin-izin khusus, pemeriksaan karantina yang ketat, sertifikat kesehatan atau sertifikat mutu dengan kriteria yang sulit dan sebagainya. Bahkan dengan adanya kecenderungan penurunan tarif bea masuk sesuai kesepakatan antar negara (misalnya perjanjian dalam GATT, ASEAN, APEC) untuk menuju ke perdagangan bebas, kebijakan non tarif cenderung digunakan oleh negara-negara untuk melindungi industri dalam negerinya, termasuk produk-produk pertanian. Hal ini terjadi oleh karena kebijakan tarif tidak bisa dilaksanakan karena terikat dengan perjanjian internasional, sehingga untuk menaikkan tarif bea masuk atas suatu komoditi menjadi tidak dapat dilakukan. b). Penelitian dokumen berkaitan dengan perjanjian internasional Saudara para peserta Diklat. Sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang Kepabeanan bahwa barang yang dimasukkan ke dalam daerah pabean diperlakukan sebagai barang impor dan terutang bea masuk. Penyelesaian formalitas pabean atas barang yang diimpor untuk dipakai adalah dengan menyampaikan dokumen pabean (PIB) dan membayar bea masuk. Untuk menyiapkan dokumen pabean diperlukan dokumen pelengkap pabean. Dokumen pelengkap pabean ini merupakan kesatuan dari dokumen pabean. Hal ini berkaitan dengan pemenuhan persyaratan impor dalam hal barang tersebut memerlukan izin-izin atau rekomendasi dari instansi terkait, atau untuk memperoleh treatment khusus. Berikut ini disampaikan kasus-kasus penyelesaian pemenuhan persyaratan impor. DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 60 c). Kasus-kasus 1. Preferensi tarif Dalam PIB diberitahukan jenis dan jumlah barang: 400 cartons Various Rubber Products = 14.400 pcs. Origin: Malaysia. Pos tarif BTBMI atas barang tersebut: 4016.99.9000 BM: 10%, PPN: 10%. Importasinya mendapatkan preferensi tarif bea masuk berdasarkan preferensi tarif Asean PTA’s, sehingga BM menjadi 5%. Hasil penelitian atas berkas PIB dan dokumen pelengkapnya kedapatan dokumen pelengkap pabean telah dilampirkan termasuk surat izin karantina. Namun Surat Keterangan Asal (SKA/Form E) belum dilampirkan. Persyaratan untuk mendapatkan tarif preferensi adalah menyerahkan CoO. Oleh karena itu importir diminta menyerahkan CoO yang diterbitkan oleh institusi terkait di luar negeri. Apabila dokumen yang diminta telah disampaikan, PFPD akan meneliti keabsahan dokumen dan persyaratan impor lainnya; dan selanjutnya akan menerbitkan SPPB. 2. Bea masuk anti dumping Dalam PIB diberitahukan 20 collies tin plate, origin Australia. Nilai barang CIF AUD 10.000,- HS 7210.11.0000 BM 15%, PPN 10% Hasil penelitian atas berkas PIB dan dokumen pelengkapnya kedapatan dokumen pelengkap pabean telah dilampirkan termasuk bukti bayar (SSPCP). Barang tersebut terkena Bea Masuk Anti Dumping sebesar 28%. Namun SSPCP BMAD belum dilampirkan. Oleh karena itu importir diminta membayar BMAD dan pajak impor lainnya, dan menyerahkan SSPCP terkait. Apabila dokumen yang diminta telah disampaikan, PFPD akan meneliti keabsahan dokumen dan persyaratan impor lainnya; dan selanjutnya akan menerbitkan SPPB. DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 61 3. Impor sementara (ATA Carnet) Dalam PIB diberitahukan 10 unit mobil sedan dengan berbagai merek dan type, origin Japan. Mobil tersebut akan dipamerkan di Jakarta selama satu bulan, dan setelah selesai pameran akan diekspor kembali ke negara asalnya. Pada pengajuan PIB harus dilampirkan dokumen pelengkap pabean seperti invoice, packing list, B/L; dan Surat Keputusan Pemberian Izin Impor Sementara dari DJBC. Atas impor sementara tersebut juga harus diajukan jaminan sebesar bea masuk dan pungutan impor lainnya. Jaminan akan dikembalikan jika barang tersebut telah diekspor kembali. 4. Larangan pembatasan Dalam PIB diberitahukan jenis dan jumlah barang: 1 set Dual Flow Dyeing Machine Model: AK-SL250, Made in China. Jumlah barang: 1 pallet, 1 set, 3,420 Kgs. Hasil penelitian atas berkas PIB dan dokumen pelengkapnya kedapatan dokumen pelengkap pabean telah dilampirkan. Berdasarkan contoh barang yang diajukan kedapatan barang bekas pakai. Sesuai ketentuan Departemen Perdagangan impor barang bekas dilarang. Jika dalam PIB tidak diberitahukan sebagai barang bekas, barang tersebut menjadi milik negara. Namun jika diberitahukan sebagai barang bekas pakai, pihak importir diminta menyerahkan izin terkait dari instansi yang berwenang. Saudara para peserta Diklat. Demikianlah beberapa contoh kasus pemenuhan persyaratan impor dalam proses penyelesaian dokumen impor. Lebih lanjut mengenai tatacara penelitian dokumen dapat Saudara pelajari pada Modul Teknis Pabean Lanjutan pada Diklat yang sama. DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 62 b. Latihan 2 1) Salah satu hasil konvensi WTO adalah PSI (Pre Shipment Inspection). Apa tujuan dari PSI dan apakah Indonesia melakukan pelaksanaan PSI atas barang-barang impor? 2) Jika atas suatu komoditi tertentu dikenakan ketentuan larangan dan pembatasan, apa yang harus dilakukan oleh orang yang akan mengajukan pemberitahuan pabean impor atau ekspor dalam rangka penyelesaian kewajiban pabeannya. 3) Salah satu hasil konvensi WCO adalah Kyoto Convention. Jelaskan tujuan dan isi dari konvensi tersebut, dan bagaimana implementasinya di Indonesia. 4) Jika seorang turis asing membawa mobilnya ke Indonesia dan berencana akan menggunakannya selama ia di Indonesia, dan selanjutnya akan di bawa kembali ke negaranya. Jelaskan prosedur penyelesaian kepabeanannya di Indonesia dalam hal turis tersebut menyampaikan ATA Carnet Passport. 5) Malaysia memproduksi barang yang bahan bakunya 20 % berasal dari Thailand dan 60 % berasal dari Australia. Apakah atas produk yang dihasilkan Malaysia tersebut dapat diberikan preferensi tarif dalam rangka Asean PTA’s. Jelaskan tatacara perhitungan local content dimaksud. Jelaskan tatacara mendapatkan fasilitas tersebut; dan dokumen apa yang harus disampaikan kepada pabean untuk penyelesaian dokumen impornya. c. Rangkuman 1) Konvensi Pre Shipment Inspection bertujuan untuk mengamankan keuangan negara dan menanggulangi kekurangan infrastruktur administrasi. Indonesia tidak berkepentingan dengan agreement tersebut dan tidak menggunakan PSI dalam tatalaksana kepabeanannya. Penggunaan PSI dalam prosedur kepabeanan di Indonesia hanya terbatas sebagai dokumen pelengkap pabean atas komoditi tertentu. DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 63 Penggunaan PSI tersebut tidak mengurangi kewenangan pabean dalam melakukan pemeriksaan pabean. 2) Dalam konvensi Import Licencing Procedures, ketentuan mengenai barang-barang yang dilarang, diatur tataniaga impornya maupun yang diawasi impornya dikeluarkan oleh Departemen Perdagangan atas rekomendasi departemen/instansi terkait. Dokumen perizinan tersebut merupakan dokumen pelengkap pabean yang prosedur perizinannya terpisah dari prosedur pabean. 3) Berkaitan dengan Istanbul Convention, dalam prinsip kepabeanan apabila suatu barang memasuki daerah pabean suatu negara kemudian ke luar kembali, atas barang tersebut tidak dipungut bea masuk dan pajak dalam rangka impor. Hal itu disebut sebagai impor sementara. Walaupun demikian atas pemasukan/pengeluaran barang dimaksud tetap harus memenuhi formalitas pabean. 4) ATA Carnet diterbitkan dan diotorisasi oleh National Guaranteeing Associations (semacam KADIN di negara yang bersangkutan) yang merupakan perizinan sementara atas pergerakan barang, tanpa memerlukan surat jaminan maupun formalitas pabean yang berlaku di suatu negara. 5) Kyoto convention adalah konvensi tentang Penyederhanaan dan Harmonisasi Prosedur Pabean. Konvensi ini merupakan instrument harmonisasi customs technique yang meliputi segala aspek hukum kepabeanan. 6) Perjanjian regional kerjasama ekonomi dalam rangka perdagangan bebas telah diperluas antara negara Asean dengan negara-negara lainnya seperti Asean - China PTA’s, Asean - Japan PTA’s, Asean - Korea PTA’s. Kesepakatan preferensi tarif tersebut diikuti dengan perjanjian bilateral antara Indonesia – China, Indonesia – Korea, dan Indonesia – Jepang. Dalam pelaksanaannya digunakan form CoO. DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 64 d. Test Formatif 2 1. Agreement on Rules of Origin digunakan dalam: a. Tindakan anti dumping; b. Safeguard; c. Preferensi tarif; d. Jawaban diatas benar semua. 2. Tepung terigu merupakan salah satu komoditi impor yang harus diperiksa di luar negeri oleh pihak Surveyor. Jika barang tersebut sudah dilakukan pemeriksaan PSI maka ... a. Bea dan Cukai tidak boleh melakukan pemeriksaan fisik; b. Bea dan Cukai boleh melakukan pemeriksaan fisik; c. Pemeriksaan Bea dan Cukai dilaksanakan bersama dengan surveyor; d. Pemeriksaan dilakukan bersama Deperdag. 3. Jika suatu komoditi hasil produksi dalam negeri akan dilindungi maka atas impor barang sejenis dapat diberlakukan ketentuan: a. Larangan impor b. Pembatasan c. Tataniaga d. Persyaratan izin impor. 4. Valuation Agreement menetapkan suatu sistem penetapan nilai barang yang netral, adil dan seragam untuk kepentingan pabean. Tujuan GVA menghapus ciri protektif dalam penetapan nilai pabean, antara lain: a. Metode penetapan sewenang-wenang; b. Penetapan yang terlalu tinggi; c. Penetapan nilai fiktif; d. Semua jawaban tersebut benar. 5. Agreement on Rules of Origin digunakan dalam: a. Preferensi tarif; b. Tindakan anti dumping; DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 65 c. Safeguard; d. Semua jawaban diatas benar. 6. Komite yang mengawasi pelaksanaan ketentuan Rules of Origin adalah: a. Committee on RoO di WTO; b. Committee on RoO di WCO; c. Technical Committee on RoO di WCO; d. Jawaban a dan c benar. 7. GSP dibentuk dalam rangka agreement pada lembaga: a. UNCTAD b. WCO c. WTO d. APEC 8. Konvensi mengenai perlindungan hak atas kekayaan industri adalah: a. WIPO b. TRIP’s c. Bern Convention d. Jawaban diatas benar semua. 9. Sesuai konvensi mengenai Agreement on Anti Dumping, tindakan anti dumping berlaku: a. 1 tahun. b. 5 tahun. c. 10 tahun. d. Tidak terbatas. 10. Kyoto Convention berisi Annex Umum dan Annex Khusus. Annex Umum antara lain meliputi: a. Definisi, audit, jaminan, teknologi informasi; b. Kedatangan barang impor, impor, ekspor, kawasan bebas. c. Definisi, impor, ekspor, jaminan. d. Audit , TI, Kawasan Bebas (Free Trade Zone) DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 66 11. BTBMI yang digunakan sesuai kesepakatan anggota negara Asean berdasarkan pada: a. HS b. AHTN c. Klasifikasi Tarif Bea Masuk d. BTN 12. Customs Convention on the ATA Carnet for the Temporary Admission of Goods disebut sebagai: a. Kyoto Convention; b. Istanbul Convention; c. Uruguay Convention; d. Geneve Convention. 13. Negara yang ingin bergabung dalam ATA Carnet Agreement harus mendaftar ke: a. IBCC. b. ICC. c. NGA d. KADIN. 14. AFTA adalah kawasan perdagangan bebas antar negara-negara di: a. Asia. b. Asean. c. Pacific. d. Asia – Pacific. 15. Barang impor yang berasal dari Korea jika ingin mendapatkan preferensi tarif bea masuk, harus mengajukan form: a. Form A. b. Form C. c. Form D. d. Form AK. DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 67 e. Umpan Balik dan Tindak Lanjut Cocokkan hasil jawaban dengan kunci jawaban yang terdapat di modul ini. Hitung jawaban Saudara dengan benar. Kemudian gunakan rumus untuk mengetahui tingkat pemahaman Saudara terhadap materi Kepabeanan Internasional. TP = Jumlah jawaban yang benar X 100% Jumlah keseluruhan soal Apabila tingkat pemahaman Saudara dalam memahami materi yang sudah dipelajari mencapai : 91 % s.d. 100 % : Amat baik 81 % s.d. 90,99 % : Baik 71 % s.d. 80,99 % : Cukup 61 % s.d. 70,99 % : Kurang Bila tingkat pemahaman belum mencapai 81 % ke atas (kategori ”Baik”), maka Saudara disarankan mengulang materi. DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 68 PENUTUP Saudara para peserta Diklat. Saudara telah mempelajari seluruh kegiatan belajar yang meliputi KB-1 tentang Organisasi dan Lembaga Kepabeanan Internasional; dan KB-2 tentang Kesepakatan dan Perjanjian Internasional, serta implementasinya dalam kepabeanan Indonesia. Sebelum Saudara menyudahi mata pelajaran ini disarankan Saudara mengerjakan test sumatif berikut ini. Dengan selesainya pembelajaran modul ini diharapkan Saudara akan lebih mudah dalam mempelajari modul-modul berikutnya dalam Diklat PFPD. Semoga sukses. DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 69 TEST SUMATIF I. Lingkarilah jawaban yang Saudara anggap benar dalam pertanyaan dibawah ini. 1. Maksud dan tujuan pembentukan organisasi perdagangan/kepabeanan internasional adalah: a. Untuk mengurangi hambatan perdagangan antar Negara. b. Melindungi kepentingan dalam negeri. c. Meningkatkan fungsi budgeter. d. Meningkatkan fungsi regularent. 2. WTO lahir dari perundingan multilateral dalam kerangka ... a. GATT tahun 1994 b. CCC tahun 1994. c. GATT tahun 1947 d. CCC tahun 1947 3. Schedule XXI – Indonesia antara lain meliputi: a. Mengubah hambatan non tarif disektor pertanian menjadi hambatan tarif. b. tarif maksimal 5% pada tahun 2020. c. Jawaban a dan b benar. d. Jawaban diatas salah semua. 4. Indonesia masuk menjadi anggota GATT melalui prosedur ... a. Sponsorship pada tahun 1950. b. Contracting Party pada tahun 1994. DIKLAT FUNGSIONAL PFPD c. Sponsorship pada tahun 1994. d. Jawaban a dan b benar. 5. Perjanjian WTO yang memuat ketentuan MFN antara lain: a. Intellectual Property Right; b. Agreement on RoO; c. Pre Shipment Inspection; d. Jawaban diatas benar semua. 6. WCO adalah organisasi kepabeanan dunia yang mengatur dan menerapkan perjanjian multilateral dibidang: a. Kepabeanan. b. Perdagangan dan kepabeanan. c. Perdagangan internasional; d. Jawaban a dan c benar. 7. CCC mengadakan pertemuan pertama kali di: a. Brussel pada tahun 1953. b. Uruguay pada tahun 1947. c. Geneve pada tahun 1947. d. Geneve pada tahun 1950. 8. Indonesia menjadi anggota WCO pada tahun: a. 1957 b. 1994 c. 1953 d. 1950 9. Revised Kyoto Convention membahas ... a. Pokok-pokok standar prosedur pabean. b. Standards to Secure and Facilitated Global Trade. c. Harmonized Commodity Description and Coding System. d. Temporary Admission. 70 DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 71 10. Indonesia mengadopsi convensi Pre Shipment Inspection atas produk: a. Tepung terigu; b. Produk-produk baja; c. HP, laptop; d. Semua jawaban diatas salah. 11. Barang-barang tersebut dibawah ini hanya boleh diimpor oleh importir terdaftar dengan mendapat izin dari Deperdag, sebagai berikut: a. Petasan, bahan peledak, narkotika, barang pornographi, HP. b. Gula, beras, tekstil, HP. c. Barang-barang bekas, narkotika, HP. d. Petasan, HP, laptop. 12. Fall Back adalah ... a. Penetapan kembali metode-metode penetapan nilai pabean secara lebih fleksibel. b. Pemberian restitusi atas barang yang direekspor. c. Perhitungan kembali Nilai Pabean. d. Kompensasi atas kelebihan dan kekurangan pembayaran bea masuk. 13. Untuk membuktikan suatu komoditi berasal dari suatu negara, diterbitkan ... a. CoO oleh negara produsen. b. CoO oleh negara pemasok. c. Form D oleh negara tujuan. d. Form C oleh negara tujuan. 14. Pada prinsipnya GSP diberikan secara ... a. Reciprocal; b. Non reciprocal; c. Bilateral; d. Multilateral. DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 72 15. Dalam rangka memenuhi ketentuan aturan kepabeanan yang harmonis, Revised Kyoto Convention telah memasukan konsep modern yang penting, antara lain: a. Aplikasi teknologi baru; b. Implementasi filosofi baru tentang pengawasan pabean; c. Jawaban a dan b benar; d. Jawaban a dan b salah. 16. Bagi negara yang sudah melakukan persetujuan penggunaan ATA Carnet, penggunaan ATA Carnet di pelabuhan pemasukan dengan cara ... a. Pengajuan PIB dan jaminan; b. Pengajuan PIB tanpa jaminan; c. Tidak perlu mengajukan PIB; d. Tidak perlu mengajukan PIB maupun jaminan 17. GATT berubah menjadi WTO pada perundingan : a. Uruguay Round b. Geneve Round c. Tokyo Round d. Bogor Round 18. Untuk mendapatkan tarif preferensi atas barang-barang impor dari Jepang, pada PIB dilampirkan: a. CoO/Form IJEPA b. SK Fasilitas pembebasan Bea Masuk. c. CoO/Form D d. SK Menteri Keuangan dan Form IJEPA. 19. Kemudahan pelayanan pabean atas impor barang dari Northeren Territory of Australia (Darwin) diberlakukan pada pengajuan PIB di: a. Jawa dan Sumatera; b. Jawa, Bali dan Madura; c. Luar Jawa dan Sumatera; DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 73 d. Kantor Pabean di seluruh Indonesia. 20. Untuk mendapatkan CoO dalam rangka Asean PTA’s produksi barang yang bersangkutan harus memenuhi ketentuan local content ... a. 20% b. 40% c. 50% d. 60% 21. Untuk mendapatkan preferensi tarif atas barang-barang yang berasal dari China, pada pengajuan PIB disertai CoO form ... a. IJEPA; b. ICHINA c. Form D d. Form E 22. Beberapa bentuk hambatan non tarif adalah: a. State Trading Practice b. CoO c. Exchange Control. d. Jawaban a dan c benar. 23. Kebijakan non tarif dapat dilakukan dalam hal: a. Mencegah masuknya barang berbahaya. b. Adanya unfair trade. c. Menurunnya industri nasional yang mengakibatkan unemployment. d. Jawaban diatas benar semua. 24. Declaration of Common Resolve (Deklarasi Tekad Bersama) diselenggarakan di:. a. Geneve b. Tokyo c. Bogor DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 74 d. Camberra. 25. Barang-barang yang mendapat fasilitas USDFS suatu perjanjian preferensi tariff Indonesia – Jepang ditetapkan bea masuknya sebesar : a. 0% b. 0% - 5% c. 5% d. 0% - 2,5% II. Lingkarilah jawaban B jika benar atau S jika salah dalam pernyataan dibawah ini. 1. (B – S) GSP sejalan dengan prinsip-prinsip MFN. 2. (B – S) Pemberian subsidi untuk penelitian industry dapat dikenakan tindakan hukum countervailing measures. 3. (B – S) Triptiek diatur dalam ATA Carnet Convention. 4. (B – S) Dalam BTBMI Bab VII tidak ada isinya. 5. (B – S) General Exclusion List (GE) , yaitu daftar komoditi yang tidak akan dimasukkan kedalam skema CEPT karena alasan keamanan, sosial, budaya, atau keagamaan. 6. (B – S) Jika tarif preferensi suatu komoditi dalam rangka AK-FTA adalah 5%. Dalam BTBMI tariff umum (MFN) sebesar 5%. CoO tidak perlu dilampirkan pada PIB. 7. (B – S) State Trading kegiatan impor Practices yang pemerintah/ monopoli adalah hanya perdagangan boleh dilakukan atau oleh DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 8. (B – S) 75 Terhadap barang impor dari Northeren Territory of Australia yang masuk ke dalam daerah pabean Indonesia selain Pulau Jawa dan Sumatera, diberikan preferensi tariff. 9. (B – S) Import prohibition adalah hambatan impor melalui pemberian ijin impor barang tertentu terhadap importir tertentu. 10. (B – S) Di Indonesia penyelesaian barang impor sementara dengan menggunakan ATA Carnet tetap dipersyaratkan pengajuan PIB dan jaminan. DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 76 KUNCI JAWABAN 1. Test Formatif a. Jawaban test formatif 1 1. b 6. d 11. a 2. d 7. d 12. a 3. a 8. a 13. a 4. d 9. a 14. d 5. a 10. c 15. a b.Jawaban test formatif 2 1. d 6. a 11. b 2. b 7. c 12. b 3. d 8. a 13. a 4. d 9. b 14. b 5. d 10. a 15. d 1. a 11. b 21. d 2. a 12. a 22. d 3. a 13. a 23. d 4. a 14. b 24. c 5. d 15. c 25. a 6. a 16. d 7. a 17. a 8. a 18. d 9. a 19. c 10. d 20. b 2. Test Sumatif a. Jawaban test sumatif A DIKLAT FUNGSIONAL PFPD b. Jawaban test sumatif B 1) s 2) s 3) s 4) b 5) b 6) b 7) b 8) s 9) s 10) b 77 DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 78 DAFTAR PUSTAKA 1. Peraturan Perundang-undangan. Undang-undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan . Undang-undang Republik Indonesia No. 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang- undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. Departemen Keuangan, Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 144/PMK.04/2007 tentang Pengeluaran Barang Impor Untuk Dipakai Departemen Keuangan, Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 75/PMK.011/2007 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dalam Rangka ASEAN-KOREA Free Trade Area (AK-FTA) Departemen Keuangan, Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 95/PMK.011/2008 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk Dalam Rangka Persetujuan Antara Republik Indonesia dan Jepang Mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi. Departemen Keuangan, Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 96/PMK.011/2008 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk Dengan Skema User Specific Duty Free Scheme (USDFS) Dalam Rangka Persetujuan Antara Republik Indonesia dan Jepang Mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi. Departemen Keuangan, Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 24/PMK.01/2007 tentang Tatalaksana Impor Barang Dari Northeren Territory of Australia ke Daerah Pabean Indonesia selain Pulau Jawa dan Sumatera. 2. Non peraturan perundang-undangan. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. 1999. WTO Menuju Perdagangan Masa Depan. DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 79 Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. 1998. Perjanjian ASEAN Dibidang Kepabeanan. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. 1998. Pengantar The Harmonized Commodity Description and Coding System. Abdurachman, A. Didi. 1994. Sekilas perihal yang bertalian dengan organisasi ekonomi perdagangan Internasional, Pusdiklat Niaga Departemen Perdagangan. Kartadjoemena, H.S.; 1995. Gatt & WTO, Sistem dan Lembaga Internasional dibidang Perdagangan. UI-Press. World Trade Organization, WTO; 1995, Trading into the Future, Information and Media Relation Division. World Customs Organization, WCO. 1999. Konvensi Internasional tentang Penyederhanaan dan Harmonisasi Prosedur Pabean. Tim Penyusun Modul Pusdiklat Bea dan Cukai, 2005, Modul Kebijakan Tarif. 3. Publikasi online World Customs Organization, WCO. 2005. Framework of Standards to Secure and Facilitate Global Trade, diakses dari www.google.com pada 12 Juni 2009 jam 11.30. World Customs Organization, WCO. 2009. The Reviced Arusha Declaration, diakses dari www.google.com, pada 16 Juni 2009, jam 12.50. World Customs Organization – Wikipedia, the free encyclopedia, diakses dari www.google.com, pada 18 Juni 2009 jam 11.30. DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 80 Lampiran I: CoO Form D 1. Goods consigned from (E Reference No . KL 2008/2/10806 2. 3. xporter’s business name, address country) ASEAN COMMON EFFECTIVE PREFERENTIAL TARIFF/ASEAN INDUSTRIAL COOPERATION SCHEME 4. Goods CERTIFICATE OF ORIGIN consigned (Consignee’s name, address, (Combined Declaration and Certificate) country) FORM D ___________ ___________ Issued In (Country) See Notes Overlep 5. Means of Transport and 6. route (as far as known) For official use Parential Treatment Given Under ASEAN COMMON Effective Preferential Tariff Scheme Departure date Preferential Treatment Given Under ASEAN Vessel’s name/Aircraft etc. Industrial Cooperation Scheme Port of discharge Preferential Treatment Not Given (Please state reason/s) ________________________ Signature of authorized signatory of The Importing Country 5. Item 6. Marks 7. Number and type 8. Origin 9. Cross weight 10. Number and Number and of packages, criterion (see or other date of invoices numbers description of goods notes overleaf) quantity and on (including quantity packages where appropriate value (FOB) DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 81 and HS number of the importing Country). : 12. Certification 11. Declaration by the exporter It is hereby certified on the basis of control carried out, The undersigned hereby declares that the Declaration by the exporter is correct. that the above details and statement correct : that all the goods were produced in (Country) And that the comply with the origin requirements specified for these goods in the ASEAN Free Trade Area Preferential Tariff for the goods exported to (Importing Country) Place and date, signature of authorized signatory ____________________________________________ Place and date, signature of authorized signatory DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 82 Lampiran II: CoO Form E 7. Goods consigned from (Exporter’s Reference No . E083501C00290035 business name, address country) ASEAN – CHINA FREE TRADE AREA 8. PREFERENTIAL TARIFF Goods consigned (Consignee’s name, (Combined Declaration and Certificate) address, country) FORM E Issued In (Country) Se Notes Overlep 9. Means of Transport and route (as far as 10. known) For official use Parential Treatment Given Under ASEAN-CHINA Departure date Free Trade Area Prefrential Tariff Vessel’s name/Aircraft etc. Preferential Treatment Not Given (Please state reason/s) Port of discharge Signature of authorized signatory of The Importing Country 5. Item 6. Marks 7. Number and type of 8. Origin 9. Cross 10. Number packages, description of goods criterion weight or and date of numbers (including quantity where (see notes other invoices on appropriate and HS number of overleaf) quantity and Number and packages the importing Country). value (FOB) DIKLAT FUNGSIONAL PFPD 83 11. Declaration by the exporter 12. Certification The undersigned hereby declares that the It is hereby certified on the basis of control above details and statement correct : that all carried out, that the Declaration by the the goods were produced in exporter is correct. CHINA (Country) And that the comply with the origin requirements specified for these goods in the ASEAN – CHINA Free Trade Area Preferential Tariff for the goods exported to Place and date, signature of authorized (Importing Country) Place and date, signature of authorized signatory signatory