BAB II TINJAUAN PUSTAKA Setelah masalah penelitian terbentuk, dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan penelitian. Teori tersebut bertujuan untuk menjadi dasar dari kegiatan penelitian yang dilakukan yaitu meliputi restoran, store atmosphere, minat beli ulang, serta hubungan antara store atmosphere dengan minat beli ulang, dan hasil penelitian terdahulu mengenai topik ini. 2.1. Restoran Menurut Suarthana (2006: 23) restoran adalah tempat usaha yang komersial yang ruang lingkup kegiatannya menyediakan pelayanan makanan dan minuman untuk umum di tempat usahanya. SK Menteri Pariwisata dan Komunikasi No.KM73/PW 105/MPPT-85 menjelaskan bahwa restoran adalah suatu jenis usaha dibidang jasa pangan yang bertempat sebagian atau seluruh bangunan yang permanen dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyajian, dan penjualan makanan dan minuman untuk umum. Sementara itu Suyono (2004: 1) mengemukakan bahwa restoran adalah tempat yang berfungsi untuk menyegarkan kembali kondisi seseorang dengan menyediakan kemudahan makan dan minum. Sedangkan menurut Atmodjo (2005: 7) restoran dalah suatu tempat atau bangunan yang diorganisasikan secara komersial yang menyelenggarakan 9 pelayanan dengan baik kepada semua tamunya baik berupa makan maupun minum. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan restoran adalah bentuk usaha yang menawarkan produk berupa minuman dan makanan siap saji dengan berbagai peralatan dan perlengkapan sebagai alat penunjang untuk menikmati makanan dan minuman di tempat yang telah disediakan. Selain itu tujuan restoran yakni untuk menyegarkan kembali kondisi seseorang dengan memberikan kemudahan makanan dan minuman kepada para tamunya berdasarkan peraturan dan persyaratan yang berlaku. 2.1.1 Tipe – Tipe Restoran Ada beberapa Tipe restoran yang dikemukakan oleh berbagai para ahli. menurut Atmodjo (2005: 8) tipe-tipe restoran adalah: 1. Cofee shop atau Brasserie adalah suatu restoran yang pada umumnya berhubungan dengan hotel, suatu tempat dimana tamu biasa mendapatkan makan pagi, makan siang dan makan malam secara cepat dengan harga yang relatif murah, kadang-kadang penyajiannya dilakukan dengan cara prasmanan. 2. Cafeteria atau café adalah suatu restoran kecil yang mengutamakan penjualan cake (kue-kue), sandwich (roti isi), kopi dan teh. 3. Canteen adalah restoran yang berhubungan dengan kantor, pabrik atau sekolah. 10 4. Dinning room terdapat di hotel kecil (motel), dinning room pada dasarnya disediakan untuk para tamu yang tinggal di hotel itu, namun juga terbuka bagi para tamu dari luar. 5. Iin tavern adalah restoran dengan harga murah yang dikelola oleh perorangan di tepi kota. 6. Pizzeria adalah suatu restoran yang khusus menjual Pizza, kadang-kadang juga berupa spaghetti serta makanan khas Italia yang lain. 7. Speciality restaurant adalah restoran yang suasana dan dekorasi seluruhnya disesuaikan dengan tipe khas makanan yang disajikan atau temanya. Restoran-restoran semacam ini menyediakan masakan Cina, Jepang, India, Italia dan sebagainya. Pelayanannya sedikit banyak berdasarkan tata cara negara tempat asal makanan spesial tersebut 8. Family type restaurant adalah satu restoran sederhana yang menghidangkan makanan dan minuman dengan harga yang tidak mahal, terutama disediakan untuk tamu-tamu keluarga maupun rombongan. 9. Continental restaurant adalah suatu jenis restoran yang menitik beratkan hidangan continental pilihan dengan pelayanan elaboret atau megah, suasana santai, susunannya agak sulit disediakan untuk tamu yang ingin makan secara santai. 10. Carvery adalah restoran yang dimana tamu dapat mengiris sendiri hidangan pangan sebanyak yang mereka inginkan dengan harga hidangan yang sudah ditetapkan. 11 11. Discoteqhue Adalah restoran yang pada dasarnya adalah tempat dansa sambil menikmati alunan musik kadang-kadang juga menghadirkan liveband. 12. Fish and chip shop yaitu restoran yang banyak terdapat di Inggris, dimana kita dapat membeli macam-macam jenis keripik dan ikan goreng, biasanya berupa ikan, dibungkus dalam kertas dan dibawa pergi. Jadi makanannya tidak dinikmati ditempat itu. 13. Grill room atau rotisserie merupakan restoran yang menyediakan berbagai macam daging panggang. Pada umumnya antara restoran dengan dapur hanya dibatasi dengan sekat dinding kaca sehingga para tamu dapat memilih sendiri potongan daging yang dikehendaki dan melihat sendiri proses memasaknya. 2.2 Store Atmosphere Atmosfer termasuk salah satu strategi pemasaran yang dapat mempengaruhi perilaku konsumen. Hal tersebut didukung oleh penelitian Heung dan Gu (2012) yang mengungkapkan bahwa atmosfer restoran memiliki pengaruh signifikan terhadap kepuasan dan minat beli ulang konsumen. Suasana toko bisa menstimuli panca indera pengunjungnya dengan baik sehingga konsumen bersedia melakukan transaksi, menurut Sopiah dan Syihabudin (2008: 18). Kotler (1973) dalam Ariffin (2011: 35) menyatakan bahwa suasana (atmosphere) memiliki berbagai elemen termasuk pencahayaan, tata letak, musik, warna, dan suhu yang dapat merangsang persepsi dan emosi konsumen serta mempengaruhi 12 perilaku mereka. Berikut ini adalah beberapa pendapat para ahli mengenai definisi store atmosphere, diantaranya yakni: Menurut Ma’ruf (2005: 201) store atmosphere adalah salah satu ritel marketing mix dalam gerai yang berperan penting dalam memikat pembeli, membuat mereka nyaman dan memilih barang belanjaan, serta mengingatkan mereka produk apa yang ingin dimiliki baik untuk keperluan pribadi hingga keperluan rumah tangga. Levy dan Weitz (2007: 434) mengemukakan bahwa store atmosphere adalah kombinasi dari karakteristik fisik toko seperti arsitektur,layout, simbolsimbol dan penataan, pewarnaan, pencahayaan, suhu ruangan, wewangian, yang secara bersamaan membentuk sebuah image di benak konsumen. Selain itu Gilbert (2003: 129) berpendapat bahwa atmosfer toko merupakan kombinasi dari pesan fisik yang telah direncanakan, atmosfer toko dapat digambarkan sebagai perubahan terhadap perancangan lingkungan pembelian yang menghasilkan efek emosional khusus yang dapat menyebabkan konsumen melakukan tindakan pembelian. Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa store atmosphere merupakan kombinasi dari karakteristik fisik toko yang dapat menghasilkan efek emosional khusus serta dapat menyebakan konsumen mengingat apa yang dibutuhkan pembeli dimana hasil akhir yang diinginkan peritel adalah konsumen melakukan tindakan pembelian. Yalin dan Kocamaz (2003) dalam penelitian Gillani (2012: 324) menyatakan bahwa Saat ini para peritel tidak hanya berfokus pada produk yang 13 mereka produksi saja. Tetapi juga telah berfokus pada seluruh aspek, Diantara semua aspek, store atmosphere telah menjadi salah satu hal yang vital di dalam toko ritel. Saat ini para peritel telah menyadari pentingnya suasana toko yang dapat meningkatkan pengalaman pembelian dan membuat pelanggan merasa lebih puas. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Sopiah dan Syhabudhin (2008: 19) mengungkapakan bahwa jika konsumen memiliki persepsi yang baik akan yang interior toko , ia akan senang dan betah berlama-lama di dalam toko. Kotler (1973) dalam Grewal et al, (2002) berpendapat bahwa sebuah toko ritel yang menawarkan suasana yang unik dapat mempengaruhi keputusan pembelian konsumen. selain itu atmospherics yang baik juga dapat menimbulkan pelanggan kurang menyadari menunggu dengan adanya hiburan. 2.2.1 Elemen – Elemen Store Atmosphere Berman dan Evan (2007: 545), mengemukakan bahwa store atmosphere mempunyai beberapa elemen yang keseluruhannya berpengaruh pada suasana toko yang ingin diciptakan. Elemen-elemen tersebut ada 4 yakni: 1. Exterior Exterior adalah bagian yang paling utama yang terlihat di sebuah toko, untuk itu sebaiknya bagian ini dibuat agar terlihat menarik. Bagian depan toko bertujuan untuk identifikasi atau tanda pengenalan untuk itu sebaiknya berikan lambang-lambang agar dapat menarik perhatian pengunjung. 14 2. General interior (Interior point of interest display) General interior mempunyai dua tujuan, yaitu memberikan informasi kepada konsumen dan menambah store atmosphere, elemen ini diharapkan dapat meningkatkan penjualan dan laba toko. General interior terdiri dari: theme setting display dan wall decoration. 3. Store layout Dalam store layout ini terdiri dari penyediaan ruangan penjualan, baik ruangan untuk para pegawai maupun ruangan bagi pelanggan seperti toilet dan ruang tunggu. Selain itu dalam store layout juga mengatur arus lalu lintas di dalam toko. 4. interior display. Yang termasuk dalam interior display yakni: warna, tata cahaya, suhu ruangan, kebersihan serta kesesuaian musik latar. Penelitian Han et al (2011), mengemukakan bahwa selain elemen-elemen diatas, elemen-elemen store atmosphere dapat dilihat dengan menggunakan 5 unsur store atmosphere. Unsur tersebut antara lain, display dan layout, musik, kebersihan, pencahayaan, musik serta faktor peserta lainnya. Berikut ini penjelasan mengenai ke 5 unsur tersebut. 1. Display dan Layout Turley dan Milliman (2000) dalam penelitian Han et al (2011: 11). Mengemukakan bahwa yang termasuk dalam display dan layout yakni perlengkapan, pengelompokan barang, arus lalu lintas di dalam toko, lokasi antar 15 departemen, jarak antar lantai hingga jarak antar departemen. Sopiah dan Syihabudhin (2008: 149) mengemukakan bahwa toko kecil yang tertata rapi dan menarik akan lebih mengundang pembeli dibandingkan toko yang ditata biasa saja Penggunaan display dan layout toko menjadi pertimbangan ketika peritel berharap dapat mempengaruhi perilaku konsumen secara positif. Menurut kotler (1973-1974), penataan produk dan pemilihan produk yang akan di pajang serta pengaturan lainnya, dapat membantu untuk menyorot produk tertentu dan membuat suasana hati serta pesan positif yang akan mempengaruhi perilaku konsumen. Hal ini dapat memberikan perhatian konsumen pada barang-barang yang ditampilkan Cahan dan Robinson (1984). Penataan dan tata leta toko berkontribusi seperempat dari penjualan ritel untuk toko (Mills et al, 1995). Selain itu, banyak konsumen ingin berbelanja di toko yang memungkinkan mereka untuk dapat bergerak dengan mudah (Titus & Everet, 1995). Tujuan penataan toko memiliki beberapa kegunaan seperti, meningkatkan kesempatan konsumen untuk melakukan pilihan dengan bijak, memungkinkan konsumen untuk mengelilingi toko secara menyeluruh, mengelompokkan produk, mengurutkan produk sesuai kebutuhan, mempermudah kontrol persediaan, dan mempercantik penampilan toko. 2. Musik Musik adalah salah satu cara non verbal yang paling efisien dan efektif untuk menghasilkan suasana hati yang positif dalam berkomunikasi dengan konsumen. Musik adalah bunyi yang diatur menjadi pola yang dapat menyenangkan telinga kita atau mengkomunikasikan perasaan atau suasana hati. 16 Musik mempunyai ritme, melodi, dan harmoni yang memberikan kedalaman dan memungkinkan penggunaan beberapa instrumen atau bunyi-bunyian.(Oxford Ensiklopedi Pelajar, 2005) Alpert et al, (1986-1988) dalam Han et al, (2011) menegaskan bahwa irama musik yang menyenangkan dapat membuat suasana hati bahagia, sementara musik yang sedih dapat menciptakan minat beli lebih tinggi terhadap irama produk. Genre, ritme, atau volume musik sebagian besar dimanipulasi oleh pengecer untuk menarik pelanggan ke toko-toko mereka (Milliman, 1982). Musik yang diputar secara tidak langsung merangsang konsumen dalam menyikapi hal tersebut, konsumen bisa saja menyukai lagu yang diputar ataupun sebaliknya. Lagu yang disukai oleh konsumen dapat menahan konsumen untuk tetap berada di toko tersebut begitu pula pada lagu yang tidak disukai oleh konsumen dapat membuat konsumen untuk segera keluar dari toko tersebut. Menggunakan musik yang tepat di toko mampu merangsang pikiran konsumen sesuai dengan respon emosional konsumen Ruchi et al, (2010). Musik yang tepat berarti memutar musik yang tepat pada waktu yang tepat untuk menciptakan efek positif minat pembelian Ruchi et al, (2010). Menurut Bruner (1990) emosi pelanggan dapat dikontrol dengan baik dengan musik. Musik yang disukai oleh konsumen mampu mengurangi efek negatif terhadap pelayanan yang menunggu karena musik yang disukai konsumen dapat mengalihkan konsumen dalam arti lamanya waktu tungggu menjadi lebih pendek (Hui et al, 1997). 17 Menurut Hargreaves (1986) dalam Abeles mengatakan bahwa terdapat tiga tahap respon terhadap musik yang dapat diidentifikasi, yaitu: a. Respon emosional terhadap musik Respon emosional adalah mood atau emosi yang dirasakan ketika mendengar musik. Respon emosional merupakan respon yang paling sedikit terjadi internalisasi terhadap musik yang didengar. Pada respon emosional ini pendengar telah memberikan partisipasi aktif terhadap musik yang didengar. b. Respon berdasarkan preferensi musik Respon berdasarkan preferensi musik adalah tindakan memilih, menghargai, atau memberikan prioritas terhadap satu jenis musik dibandingkan jenis musik lainnya. c. Respon berdasarkan selera musik Selera musik merupakan komitmen jangka panjang seseorang terhadap preferensi musiknya, yang ditandai dengan perilaku seperti adanya kebiasaan membeli rekaman-rekaman baik dalam bentuk kaset, compact disc, dan sebagainya. 3. Pencahayaan Menurut Wiley dan Sons (1968) dalam jurnal Nobert Lechner, cahaya adalah sebagian dari spektrum elektromagnetik yang sensitif bagi penglihatan mata manusia. Ruchi et al (2010), mengemukakan bahwa pencahayaan digunakan untuk menyoroti produk tertentu dan menciptakan suatu suasana. Pencahayaan langsung mempengaruhi persepsi konsumen terhadap citra toko dan suasana hati 18 konsumen untuk berbelanja di toko. Tata cahaya dapat memberikan dampak langsung maupun tidak langsung untuk konsumen, cahaya terbagi menjadi dua bagian yakni cahaya langsung yang terpancar dari sinar matahari, serta cahaya tidak langsung, yakni cahaya buatan misalnya cahaya lampu. Menurut James dan Mehrabian (1976) dalam penelitian Han et al, (2011), pencahayaan merupakan faktor utama dari suasana toko yang memiliki dampak lebih besar pada perilaku konsumen. Menurut Vaccaro et al, (2008), tingkat yang terang pencahayaan dianggap sebagai isu penting di atmosfer ritel karena meningkatkan persepsi pelanggan yang positif. Ketika toko terlihat terang, pelanggan lebih cenderung mengamati dan menyentuh produk di toko (Vaccaro et al, 2008). Banyak orang percaya bahwa lampu terang memungkinkan mereka untuk melihat produk dengan jelas dan juga beberapa percaya bahwa dapat meningkatkan suatu atmosphere toko (Ruchi et al, 2010). Ruang yang memperhatikan tingkat kontras akan membangkitkan dan memunculkan mood atau suasana dan emosi tertentu. Vaccaro et al (2008) menyatakan bahwa membuat sorotan cahaya pada area tertentu pada barang dagangan akan membantu dalam menangkap dan menarik perhatian pelanggan sementara daerah gelap juga berguna untuk pengecer untuk menyembunyikan kesalahan mereka (misalnya, tempat yang berantakan). Selanjutnya, konsumen cenderung lebih aktif dalam meminta informasi detail produk di bawah kondisi pencahayaan yang lebih cerah daripada kondisi redup (Areni dan Kim, 1994). Phillips dalam bukunya yang berjudul lighting manual fifth edition mengemukakan bahwa dalam pada perencanaan 19 pencahayaan interior, salah satu yang harus diperhatikan adalah kenyamanan visual dimana teknik penggunaan pencahayaan tersebut dapat menunjang kegiatan manusia dengan memberikan kenyamanan tanpa silau. 4. Kebersihan Menurut Akinyele (2010), kebersihan dapat meningkatkan suasana toko. Kebersihan toko akan menciptakan kesan positif di kalangan konsumen dan membuat mereka tinggal lebih lama dan lebih memilih untuk kembali ke toko di masa yang akan datang. Konsumen cenderung tidak menyukai toko yang memiliki tingkat kebersihan yang sangat tidak terjaga. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Carpenter dan Moore (2006) yang menunjukkan bahwa kebersihan adalah yang paling penting dalam atmosfer toko dimana hal ini dapat mempengaruhi pelanggan untuk berbelanja ataupun dikunjungi lagi. Nilai rata-rata kebersihan dalam studi Gajanayake et al, (2007) adalah 3.770 yang menempati peringkat kedua dalam atmosfer. Dengan demikian, Gajanayake et al, (2007) membuktikan bahwa kebersihan supermarket secara signifikan mempengaruhi minat beli ulang konsumen di Kota Kolombo. Gajanayake et al. (2007) juga menggambarkan kebersihan seperti penampilan toko mempengaruhi citra toko dan menciptakan perasaan positif atau negatif di kalangan konsumen terhadap toko. Menurut Cousin et al (2002, 48) menyatakan bahwa ada beberapa indikator kebersihan dan higienitas, hal tersebut terdiri atas faktor staff grooming, kebersihan pakaian seragam karyawan, daftar menu yang bersih dan rapi, suhu penyajian makanan dan minuman, serta kebersihan area keseluruhan. 20 5. Faktor Peserta Berdasarkan analisis Fournier (1998) dalam penelitian Han et al, (2011), hubungan antara pelanggan dan penjual tidak bisa dijelaskan kecuali pelanggan memperjelas kebutuhan mereka kepada penjual. Pelanggan akan membentuk ekspektasi yang berbeda terhadap penjual berdasarkan store atmosphere. Dalam berbagai jenis toko ritel, setiap penjual menyediakan tujuan yang berbeda dan bertanggung jawab terhadap sasaran pelanggan mereka. Harris, dan Baron (2001). Faktor situasional yang berpengaruh signifikan terhadap pengalaman pelanggan adalah karyawan menurut Bell et al, (1991). Penampilan, sikap dan perilaku karyawan akan mempengaruhi ekspektasi pelanggan terhadap toko (Winsted, 2000). Pelanggan merasa puas ketika karyawan mampu memberikan pengalaman layanan yang luar biasa kepada mereka (Jones et al, 2002). Kualitas pelayanan yang diberikan oleh karyawan sangat mempengaruhi persepsi pelanggan (Brady dan Cronin, 2001). Oleh karena itu, kualitas pelayanan dianggap sebagai penilaian kognitif utama dari kinerja pelayanan. Menurut Jarvenpaa dan Todd (1997), Zeithaml dan Bitzer (2000), kualitas pelayanan yang disediakan oleh penjual adalah salah satu penentu utama keberhasilan peritel ( Han et al. 2011). Menurut Cousin et al, (2002: 53), salah satu produk ditentukan oleh faktor pelayanan di dalam restoran. faktor ini terdiri atas jenis pelayanan yang disediakan, fasilitas reservasi atau pemesanan tempat duduk, ketersediaan pembayaran dengan kartu kredit, tersedianya pilihan ukuran porsi, akses terhadap informasi kesehatan dan tersedianya kursi untuk balita (highchairs). 21 2.3 Minat Beli Ulang Kinnear dan Taylor (2003) menyatakan bahwa minat beli ulang merupakan minat pembelian yang didasarkan atas pengalaman yang telah dilakukan dimasa lalu. Menurut Baker et al (2002) dalam Gajanayake (2007: 1138) ada beberapa indikator dalam minat beli ulang yakni, konsumen bersedia tinggal lebih lama di dalam toko, bersedia untuk membeli kembali, bersedia untuk membeli lebih banyak lagi di masa yang akan datang, dan bersedia merekomendasikan toko yang telah dikunjungi kepada orang lain. Mital dalam Sutantio (2004: 253) mengatakan bahwa salah satu indikasi sukses tidaknya suatu produk adalah besarnya minat membeli ulang konsumen terhadap produk yang bersangkutan. Sementara itu menurut Cronin et al. dalam Johanna (2006) minat beli ulang pada dasarnya adalah perilaku pelanggan dimana pelanggan merespon positif terhadap kulitas pelayanan suatu perusahaan dan berniat melakukan kunjungan kembali atau mengkonsumsi kembali produk perusahaan tersebut. Peneliti lainnya juga menyatakan bahwa kepuasan pelanggan akan mempengaruhi intensi perilaku untuk membeli jasa dari penyedia jasa yang sama Woodside et al, (1989). Sementara itu Fornell (1992) dalam Kuntjara (2005) menyatakan bahwa konsumen atau pelanggan yang puas akan melakukan kunjungan ulang pada waktu yang akan datang dan memberitahukan kepada orang lain atas jasa yang dirasakannya. Model lain dikemukakan oleh Bentler dan Spencer dalam Heru (1999) yaitu adanya perilaku masa lampau yang dapat mempengaruhi minat secara langsung dan perilaku mengkonsumsi ulang pada waktu yang akan datang. 22 Penelitian lain yang dilakukan oleh Howard dan Sheth (dalam Heru 1999) memperlihatkan adanya variabel tanggapan (response variable) yaitu keputusan untuk membeli, dimana konsumen yang puas akan melakukan konsumsi ulang pada waktu yang akan datang dan memberitahukan orang lain atas kinerja produk atau jasa yang dirasakannya. Oliver et al, (1993) mengatakan bahwa dalam banyak penelitian yang mengenai kepuasan konsumen atau pelangan memperlihatkan adanya membahas hubungan yang positif antara kepuasan dan pembelian ulang, dimana apabila konsumen memperoleh kepuasan akan pelayanan dan jasa yang dikonsumsi maka akan cenderung untuk melakukan konsumsi ulang. 2.4 Hipotesis Penelitian Sugiyono (2012: 93) mengemukakan bahwa hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Adapun hipotesa yang akan digunakan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: Ho: Tidak ada pengaruh yang positif dan signifikan antara store atmosphere terhadap minat beli ulang di Restoran Nasi Bancakan. Ha: Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara store atmosphere terhadap minat beli ulang di Restoran Nasi Bancakan. 2.5 Hubungan Antara Store Atmosphere dan Minat Beli Ulang Hubungan antar konsep ini menyatukan teori yang berisi hubungan antara store atmosphere dengan minat beli ulang konsumen. Dengan adanya persaingan 23 yang semakin meningkat, perusahaan harus memberikan suatu daya tarik tersendiri untuk dapat memikat konsumen, salah satunya adalah dengan membuat sebuah konsep suasana (atmosphere) yang menarik. Dalam hal ini, suasana adalah sebagai karakteristik yang digunakan untuk mengembangkan serta mendatangkan konsumen. Suara, pencahayaan, bau, kebersihan, serta tambahan aksesoris lainnya akan membentuk persepsi konsumen. Semua komponen itu diduga mampu mempengaruhi persepsi konsumen terhadap suatu produk dan meningkatkan minat beli ulang terhadap sebuah produk. Store atmosphere akan memberikan kesan kepada konsumen sebelum masuk dan sesudah mengunjungi toko . Sementara itu, dalam konsep minat beli ulang, pada dasarnya adalah perilaku pelanggan dimana pelanggan merespon positif terhadap kulitas pelayanan suatu perusahaan dan berniat melakukan kunjungan kembali atau mengkonsumsi kembali produk perusahaan tersebut. Peneliti lainnya juga menyatakan bahwa kepuasan pelanggan akan mempengaruhi intensi perilaku untuk membeli jasa dari penyedia jasa yang sama (Woodside et al. 1989) dalam Johanna (2006). Sementara itu Fornell (1992) menyatakan bahwa konsumen atau pelanggan yang puas akan melakukan kunjungan ulang pada waktu yang akan datang dan memberitahukan kepada orang lain atas jasa yang dirasakannya. Dari kedua konsep tersebut, dapat dipahami bahwa adanya hubungan konsep pengaruh store atmosphere dan minat beli ulang konsumen. selain itu, menurut Levy dan Weitz (2007:491) store atmosphere memiliki tujuan yakni untuk menarik perhatian orang untuk berkunjung, memudahkan konsumen untuk 24 menemukan barang yang dibutuhkan, mempertahankan mereka untuk berlamalama berada di dalam toko, memotivasi mereka untuk membuat perencanaan secara mendadak, mempengaruhi mereka untuk melakukan keputusan pembelian, dan memberikan kepuasan dalam berbelanja. Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa store atmosphere yang dilaksanakan dengan baik akan memberikan pengaruh positif terhadap minat beli ulang konsumen. Penjelasan hubungan kedua variabel tersebut dapat dilihat dari model kerangka pemikiran sebagai berikut: Gambar 2.1 Model Kerangka Pemikiran STORE ATMOSPHERE MINAT BELI ULANG KONSUMEN 2.6 Penelitian Terhadulu Penelitian terdahulu merupakan penelitian yang pernah dilakukan. Dalam penelitian terdahulu ini diuraikan secara sistematis mengenai hasil yang didapat dari penelitian terdahulu yang tentunya berhubungan dengan penelitian. Selain hasil tentunya penting untuk mengetahui objek yang diambil serta alat analisis yang digunakan pada penelitian terdahulu sehingga dapat dijadikan referensi untuk penelitian ini. Adapun beberapa penelitian terdahulu yang dijadikan telaah pustaka adalah sebagai berikut : 25 Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Nama No Peneliti dan tahun 1 Choong Rong Han, Kuang Sher Li, Low Bee Yen, Yap Su Fei (2011) 2 Ridmi Gajanayake , Sashini Gajanayake , Surangi (2007) 3 Kuntjara (2007) Judul Penelitian Investigate the influence of store atmosphere on customer patronage intention towards clothing stores in Malaysia The impact of selected visual merchandisin g techniques on patronage intentions in supermarkets Analisis faktor-faktor yang mempengaru hi minat beli ulang konsumen Alat Analisis Regresi linier berganda Untuk mengetahui pengaruh store atmosphere terhadap minat beli ulang di toko pakaian di malaysia Untuk mengetahui unsur yang paling kuat di dalam visual merchandise terhadap minat beli SEM Untuk (Structural mengetahui Equation pengaruh Model) beberapa variabel yang dapat meningkatkan minta beli ulang konsumen sebagai cara mempertahanka n pelanggan Regressio n and anova analize 26 Tujuan penelitian Hasil Penelitian Store atmosphere yang mempengaruhi minat beli ulang konsumen adalah: - Faktor peserta - Kebersihan - Pencahayaan - Musik - Display dan Layout Store layout, colour, product display, music, lighting dan cleanliness berpengaruh positif terhadap minat beli di supermarket di kota Colombo. Kualitas pelayanan, reputasi perusahaan dan atribut produk berpengaruh positif terhadap minat beli ulang konsumen 4 Myra Johanna P. (2006) Analisis faktor-faktor yang mempengaru hi minat beli ulang SEM (Structural Equation Model) 27 Untuk menganalisis faktor-faktor yang diperlukan guna mempertahanka n minat beli ulang konsumen Hasil penelitian ini menunjukan bahwa minat beli ulang konsumen dapat dipertahankan melalui brand preference dan perceived value