BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Kesenian

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masalah
Kesenian merupakan salah satu unsur budaya universal yang menjadi
cerminan dari peradaban manusia dan merupakan sesuatu yang dapat
mempengaruhi perjalanan hidup manusia serta berkembang terus-menerus sejalan
dengan evolusi cara manusia untuk tetap hidup. Kesenian dan kebudayaan dapat
mengalami perubahan dan transformasi dari masa ke masa. Semakin
meningkatnya apresiasi seni dan budaya telah menunjukkan bahwa seni dan
budaya merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia.
Faktor tersebut diiringi dengan kesadaran diri, imajinasi dan keinginan bebas
setiap manusia untuk memutuskan sesuatu, sehingga melahirkan cara pandang
terhadap suatu hal. Cara pandang tersebutlah yang akan menjadi akar setiap
perasaan, pemikiran serta perilaku setiap manusia.
Berkesenian adalah suatu ekpresi proses kebudayaan manusia yang pada
dasarnya memiliki dua dimensi, yaitu dimensi budaya (pemerdekaan diri) dan
dimensi fungsional (kegunaan, efisiensi, teknis dan komersial). Manusia ingin
menikmati dan membagikan pengalaman estesis dalam kehidupannya sehingga
berkesenian menjadi penting dalam hidup.
Berkesenian merupakan salah satu bagian dari kehidupan manusia. Pada
proses pengembangannya, kesenian juga mendapat tempat seperti bidang-bidang
kehidupan lainnya. Contohnya komunitas kesenian seperti sanggar seni dan
2
sanggar teater yang dijadikan wadah oleh sekumpulan orang untuk berkegiatan
seni seperti seni tari, seni lukis, drama atau seni peran dan lain sebagainya.
Saat melakukan berbagai kegiatan dalam berkesenian setiap individu tidak
terlepas dari berbagai masalah yang akan muncul. Dari hasil wawancara peneliti
kepada empat orang anggota dari sanggar sri gemilang dan tiga orang anggota dari
sanggar latah tuah permasalahan yang sering mereka hadapi pada umumnya sama,
yaitu terkadang mereka sulit untuk menentukan materi-materi pementasan yang
mana hal tersebut harus disesuaikan dengan tema kegiatannya. Kemudian sulitnya
mengatur dan menyesuaikan jadwal untuk melakukan latihan, hal ini terjadi
karena mayoritas setiap individu tidak memiliki keterikatan waktu terhadap
keanggotaannya didalam sanggar atau komunitas. Kemudian pada beberapa
individu yang lain terkadang mereka sulit untuk membangkitkan kepercayaan diri,
semangat dan motivasi yang menurun pada saat pementasan serta disisi lain
terbatasnya sarana alat penunjang dalam pementasan. Hal-hal inilah yang akan
menghambat kinerja mereka dalam melakukan aktivitas-aktivitas berkesenian
karena dalam menciptakan suatu produk kesenian tidak hanya membutuhkan
kreativitas saja, tetapi juga diperlukan kemampuan, kepercayaan diri, semangat
dan kerja keras yang besar agar hasil yang dicapai dapat maksimal.
Permasalahan yang dialami anggota sanggar ini tidak terbatas pada
lingkungan komunitas saja, pada saat berinteraksi dengan kehidupannya sehariharipun tidak jarang mereka juga dapat menghadapi suatu permasalahan, mulai
dari permasalahan yang sederhana sampai dengan permasalahan yang kompleks.
Permasalahannya pun didasarkan pada karakteristik mereka masing-masing
3
karena mereka memiliki tingkat usia, tingkat pendidikan dan pekerjaan yang
berbeda atau dengan kata lain, ketika mereka berada diluar lingkungan komuntitas
kesenian mereka ada yang menjalani profesi sebagai staf atau karyawan kantor,
sebagai mahasiswa hingga yang statusnya sebagai pelajar sekolah.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti pada tanggal 19
Desember 2012 terhadap lima orang anggota sanggar yang memiliki pekerjaan
sebagai staf atau karyawan kantor, sebagai mahasiswa dan sebagai pelajar
didapatkan bahwa permasalahan yang hadapi ketika diluar komunitas dapat
berupa menumpuknya pekerjaan-pekerjaan kantor, tugas-tugas kampus dan tugastugas sekolah sehingga ada kalanya mereka mengalami stres dalam menghadapi
hal tersebut dan hal ini tentunya akan menjadi beban, serta akan menghambat
kinerja maksimal mereka didalam komunitas kesenian.
Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang dialami individu tersebut
maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam menghadapi dan menyelesaikan
masalah, individu khususnya anggota sanggar kesenian cenderung kurang
memaksimalkan kemampuannya dalam menyelesaikan permasalahan, baik
masalah yang berhubungan dengan kegiatan di dalam komunitasnya maupun
masalah pribadi yang sering dihadapi. Mereka cenderung menunda menyelesaikan
masalah dan kurang berhati-hati dalam mengambil keputusan bahkan mereka
menganggap bahwa yang terpenting adalah masalah tersebut dapat diselesaikan
dengan cepat. Bahkan ada kalanya mereka membiarkan masalah tersebut sampai
pada akhirnya masalah tersebut dapat mereka lupakan, karena yang pertama kali
mereka lakukan ketika ada masalah adalah berusaha menghibur diri sendiri.
4
Perilaku yang tidak sesuai yang dilakukan oleh individu biasanya didorong oleh
keinginan
mencari
jalan
pintas
dalam
menyelesaikan
sesuatu
tanpa
mendefinisikan secara cermat akibatnya. Oleh karena itu, dalam menghadapi
permalsalahan, individu akan menggunakan mekanisme coping yang mengarah
pada suatu proses dimana individu mencoba untuk mengelola jarak yang ada
antara tuntunan-tuntunan (baik itu tuntunan yang berasal dari diri individu
maupun tuntunan yang berasal dari lingkungan) dengan sumber-sumber daya
yang mereka gunakan dalam menghadapi situasi penuh stres (Smet, 1994).
Safaria (2007) juga menjelaskan bahwa permasalahan yang dihadapi
individu tidak jarang dapat menimbulkan beban fikiran pada individu itu sendiri
dan biasanya hal tersebut muncul disebabkan karena adanya kebutuhan yang tidak
terpenuhi. Hal seperti ini akan memberikan dampak negatif pada kondisi fisik dan
psikis seseorang. Rice (dalam Safaria, 2007) mengatakan bahwa dampak negatif
tersebut dapat berupa gejala fisiologis, emosional, kognitif, hubungan
interpersonal dan organisasional. Dampak negatif yang dirasakan ini juga dapat
berbeda-beda setiap individu tergantung pada kadar tinggi rendahnya stres
seseorang. Contohnya adalah ketika seseorang dihadapkan pada suatu masalah,
kondisi emosinya cenderung tidak stabil, mudah marah, cemas, panik dan keadaan
fisik yang menurun. Besar kecil atau berat ringannya suatu permasalahan tergantung
dari bagaimana keterampilan individu dalam menyikapi suatu permasalahan dan
keterampilan dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
Untuk mengatasi hal demikian, individu diharapkan memiliki cara yang
tepat dan benar, sehingga dapat mengurangi bahkan menghilangkan stres yang
5
dirasakan karena dampak negatif yang muncul tersebut tentu dapat menghambat
aktivitas yang dilakukan individu dalam kehidupannya sehari-hari.
Menurut Folkman (dalam Noerma, 2010) strategi coping didefinisikan secara
terperinci sebagai bentuk usaha kognitif atau perilaku seseorang untuk mengatur
tuntutan internal dan eksternal yang timbul dari hubungan individu dengan
lingkungan. Usaha untuk mengatur tuntutan tersebut meliputi usaha menurunkan,
meminimalkan dan juga menahan. Folkman (dalam Noerma, 2010) juga
mengemukakan bahwa melalui coping dapat diketahui bagaimana individu
beradaptasi dengan stres dan bagaimana cara individu tersebut mengendalikan dirinya
sendiri. Perilaku coping yang dilakukan oleh individu tidak muncul begitu saja atau
tiba-tiba namun coping terbentuk melalui proses yang panjang.
Lebih lanjut Lazarus & Folkman (dalam Amelia, 2010) menyebutkan
bahwa coping merupakan salah satu cara yang harus dilakukan individu agar
dapat tetap bertahan dalam menjalankan aktivitas yang dilakukannya sehari-hari.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan individu untuk menguasai, mentoleransi,
mengurangi atau meminimalisasikan dampak kejadian yang menimbulkan stres
tersebut itulah yang diistilahkan sebagai strategi coping. Faktor untuk menentukan
strategi apa yang digunakan sangat tergantung pada seberapa besar masalah yang
dialami individu dan bagaimana strategi tersebut dapat mempengaruhi individu
untuk mengatasi masalah (Taylor, dalam Amelia, 2010).
Pada pembahasan lainnya mengenai coping, Pergament (dalam Zalfa,
2009) mengungkapkan beberapa hal yang menjadi sumber coping. Sumber coping
ini meliputi hal-hal yang memiliki pengaruh terhadap pemilihan seseorang atas
strategi coping tertentu. Hal-hal tersebut antara lain materi (seperti makanan dan
6
uang), fisik (seperti vitalitas dan kesehatan), psikologis (seperti kemampuan
problem solving), sosial (seperti kemampuan interpersonal, dukungan sistem
sosial) dan spiritual (seperti perasaan kedekatan dengan Tuhan). Sumber coping
ini merupakan faktor yang dapat mengubah pengalaman stres dan dampaknya
pada individu.
Rice (dalam Melly, 2008) menjelaskan bahwa sumber coping ini akan
menentukan cara seseorang melakukan coping. Salah satu strategi coping yang
memiliki dampak yang paling kuat pada hasil coping adalah pemecahan masalah
(problem solving). Pemecahan masalah mengacu pada penurunan tuntutan dari
situasi yang stres atau mengunakan sumber daya yang ada untuk mengatasinya
(Sarafino, dalam Melly, 2008). Rice juga menambahkan jika seorang individu
dapat menyelesaikan masalah dengan mudah, maka stres yang dirasakan akan
rendah.
Sementara itu Lazarus dan Folkman (1984) menyebutkan bahwa coping
adalah upaya perubahan kognitif dan perilaku secara konstan untuk mengelola
tekanan eksternal dan internal yang dianggap melebihi batas kemampuan
individu. Adapun fungsi coping tersebut adalah menjelaskan perbedaan
kepercayaan antara coping secara langsung melalui tindakan dan coping yang
meregulasi respon emosi
pada individu. Salah satu strategi coping menurut
Folkman dan Lazarus adalah problem focused coping.
Lazarus dan Folkman menyatakan bahwa problem focused coping
merupakan strategi yang digunakan dalam menyelesaikan masalah, seperti
mendefinisikan suatu masalah, menghasilkan solusi alternatif, mempertimbangkan
7
alternatif secara efisien, memilih alternatif dan bertindak, strategi problem focused
coping beroreintasi pada penyelesaian masalah (1984).
Lebih spesifik lagi Smet (dalam repository.gunadarma.ac.id 27 April 2009)
menyebutkan bahwa seseorang cenderung menggunakan pendekatan problem focused
coping ketika mereka percaya bahwa sumber stres atau situasi dapat diubah. Smet
juga mengatakan bahwa problem focused coping adalah usaha untuk mengurangi
stressor, dengan mempelajari cara-cara atau keterampilan yang baru, individu akan
cenderung mengunakan strategi ini jika dirinya yakin akan dapat mengubah situasi
tersebut (dalam Mastuti, 2010).
Ketika berbicara mengenai penyelesaian suatu masalah, salah satu aspek
yang berkaitan dengan hal tersebut adalah kreativitas, karena kreativitas dapat
mengkombinasi dan mengorganisasikan kembali semua data atau kategori untuk
menghasilkan ide baru atau pemecahan masalah (Koestler dkk., dalam Melly,
2008).
Kreativitas diperlukan pada setiap bidang kehidupan. kreativitas
diperlukan untuk mendesain sesuatu, meningkatkan kualitas hidup, mengkreasi
perubahan, dan menyelesaikan masalah. Begitu pula bagi anggota sanggar
kesenian, kreativitas yang tinggi diperlukan tidak hanya untuk memaksimalkan
hasil kreativitas mereka, tetapi juga diperlukan untuk mengatasi masalah-masalah
yang mereka hadapi. Sementara itu, hampir setiap bidang kehidupan manusia
memerlukan kemampuan pemecahan masalah. Bahkan, kesuksesan dalam
kehidupan sangat ditentukan oleh kemampuannya dalam memecahkan masalah
baik dalam skala besar maupun kecil. Dalam konteks ini, kreativitas menjadi
prasyarat bagi individu untuk memecahkan masalah.
8
Hal ini sejalan dengan pendapat Hayes, Henle dan Perkins yang
menggambarkan proses kreativitas sebagai perilaku pemecahan masalah yang
dikarakteristikkan dengan kemampuan kognitif yang spesifik dimana dapat
memfasilitasi dalam penyimpulan suatu respon yang baru dan menarik (dalam
Melly, 2008).
Kreativitas sendiri didefinisikan berbeda-beda oleh para pakar berdasarkan
sudut pandang masing-masing. Perbedaan dalam sudut pandang ini menghasilkan
berbagai definisi kreativitas dengan penekanan yang berbada-beda.
Menurut Guilford & Torrance (dalam Melly, 2008) karakteristik tersebut
di identifikasikan sebagai kelancaran, keluwesan, orisinalitas dan kemampuan
untuk mengelaborasi. Hal ini sesuai dengan definisi yang disebutkan oleh
Munandar (1999) dimana kreativitas adalah kemampuan yang mencerminkan
kelancaran, keluwesan (fleksibilitas) dan orisinalitas dalam berfikir serta
kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya, memperinci)
suatu gagasan.
Lebih lanjut Munandar (1992) menekankan bahwa kreativitas sebagai
keseluruhan kepribadian merupakan hasil interaksi dengan lingkungannya.
Lingkungan
yang
berkembangnya
merupakan
kreativitas,
tempat
tetapi
ada
individu
juga
itu
yang
dapat
justru
mendukung
menghambat
berkembangnya kreativitas individu. Kreativitas yang ada pada individu itu
digunakan untuk menghadapi berbagai permasalahan yang ada ketika berinteraksi
dengan lingkungannya dan mencari berbagai alternatif pemecahannya sehingga
dapat tercapai penyesuaian diri secara kuat.
9
Hubungan antara kreativitas dan penyelesaian suatu masalah menarik
untuk dikaji. Selama ini penyelesaian masalah atau pemecahan masalah sering
dipandang sebagai keterampilan yang bersifat mekanistis, sistematis, dan abstrak.
Namun, seiring berkembangnya teori-teori belajar kognitif, pemecahan masalah
lebih dipandang sebagai aktivitas mental yang kompleks yang memuat berbagai
keterampilan kognitif.
Kreativitas sangat penting bagi individu terutama di era globalisasi seperti
saat ini, karena yang dibutuhkan bukan hanya sumber daya manusia dengan
inteligensi yang tinggi tetapi juga dengan kreativitas. Individu yang kreatif
biasanya tidak dapat diam, selalu menginginkan perubahan-perubahan ke arah
kehidupan yang lebih baik, mampu merubah bentuk suatu ancaman menjadi
tantangan dan dari tantangan menjadi peluang. Daya kreativitas dapat
membangkitkan semangat, dan percaya diri untuk menghadapi masa depan yang
lebih baik bagi kehidupan berbangsa dan bernegara (Munandar, 1999).
Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti merasa tertarik untuk mengetahui
lebih lanjut apakah kreativitas memiliki hubungan dengan problem focused
coping pada diri individu dalam memecahkan masalah yang dihadapinya.
Populasi yang dipilih dalam penelitian ini adalah individu-individu yang berada
dalam komunitas kesenian, yaitu sanggar-sanggar kesenian yang terdapat di kota
Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir.
10
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas dan lebih untuk
menspesifikasikan arah penelitian maka penulis merasa sangat perlu memberikan
batasan ruang lingkup permasalahan, yaitu apakah ada hubungan antara
kreativitas dengan problem focused coping pada individu yang berkecimpung
dalam komunitas kesenian.
C. Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada
hubungan antara kreativitas dengan problem focused coping pada individu yang
berkecimpung dalam komunitas kesenian.
D. Keaslian Penelitian
Keaslian penelitian ini didasarkan pada beberapa penelitian terdahulu yang
mempunyai karakteristik yang relatif sama dalam hal tema kajian, yakni tentang
kreativitas dan problem focus coping, meskipun berbeda dalam hal kriteria subjek,
dan jumlah subjek yang digunakan. Penelitian yang dilakukan mengenai
hubungan antara kreativitas dengan problem focused coping pada anggota sanggar
kesenian dan teater.
Penelitian terkait dengan kreativitas yang pernah dilakukan antara lain
mengenai hubungan antara kreativitas dengan kewirausahaan pada mahasiswa
fakultas psikologi UIN Suska Riau (Mahrunnisa, 2011). Penelitian tersebut
11
menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara kreativitas dengan kewirausahaan
pada mahasiswa fakultas psikologi UIN Suska Riau.
Sementara itu menurut Winardi (dalam Mahrunnisa, 2011) kreativitas
adalah kemampuan untuk mengembangkan ide baru dan menemukan cara baru
untuk memandang masalah serta peluang. Hal ini terkait dengan kemampuan
untuk menerapkan solusi kreatif terhadap masalah dan peluang sehingga para
entrepreuneur dalam hal ini akan memiliki keberhasilan melalui kegiatan berfikir
dan melaksanakan hal baru atau lama dengan cara baru.
Selanjutnya penelitian mengenai problem focused coping dilakukan oleh
Nova Pebriansah Mastuti (2010) yang berjudul hubungan efikasi diri dengan
problem focused coping dalam menyusun skripsi pada mahasiswa psikologi,
menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara efikasi diri dengan
problem focused coping dalam menyusun skripsi pada mahasiswa psikologi.
Berdasarkan uraian dari beberapa hasil penelitian di atas maka dapat
disimpulkan bahwa meskipun memiliki persamaan dengan salah satu variabel
penelitian namun menunjukan perbedaan dari segi kasus penelitian, karakteristik
subjek penelitian, tempat penelitian dan variabel bebas ataupun terikat yang
digunakan. Oleh karena itu penulis yakin bahwa belum pernah dilakukan
penelitian sebelumnya tentang hubungan antara kreativitas dengan problem
focused coping pada anggota sanggar kesenian dan teater.
12
E. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penulisan pada penelitian ini terdiri dari manfaat teoritis dan
manfaat praktis. Berikut ini adalah penjelasan dari kedua manfaat tersebut.
1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis yang bisa di ambil dengan adanya penelitian ini
adalah :
a. Memperkaya literatur di bidang psikologi, khususnya mengenai
hubungan kreativitas dengan problem focused coping.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkuat teori yang telah ada
tentang kreativitas dalam kaitannya dengan problem focused coping.
c. Memungkinkan munculnya penelitian-penelitian lain yang juga serupa
dengan tema kreativitas.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis yang bisa di ambil dengan adanya penelitian ini
adalah :
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang
positif terhadap proses pemecahan masalah dengan menggunakan
pendekatan problem focused coping pada setiap anggota sanggar
kesenian dan teater.
b. Hasil penelitian ini juga diharapkan juga dapat digunakan sebagai
dasar rekomendasi untuk perencanaan program intervensi terhadap
stres, yaitu dengan mengoptimalkan kemampuan kreativitas.
Download