Hubungan Antara Konsep Diri dengan Intensi Kedisiplinan Siswa

advertisement
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah suatu hal yang saat ini menjadi kebutuhan utama bagi seorang
individu, dan pendidikan dapat diperoleh dari mana saja antara lain keluarga dan sekolah.
Seiring perkembangan zaman, orang tua cenderung menyerahkan seluruh pendidikan
putra-putrinya kepada sekolah dengan harapan sang anak dapat menjadi seorang yang
berguna kelak di kemudian hari.Sekolah sebagai salah satu institusi pendidikan yang
bertujuan membentuk individu, namun selain tujuan itu ada tujuan lain yang dimiliki oleh
sekolah yakni membentuk siswanya menjadi manusia yang disiplin dan bertanggung
jawab. Untuk mencapai tujuan itu maka setiap sekolah sebagai suatu institusi pendidikan
pasti memiliki aturan yang harus ditaati siswanya dan tata tertib yang ada di setiap
sekolah biasanya membuat hak serta larangan-larangan tertentu yang terkadang membuat
siswa merasa tertekan dan ingin memberontak.
Disiplin merupakan kesadaran diri yang muncul dari batin terdalam untuk
mengikuti dan menaati peraturan-peraturan, nilai-nilai dan hukum yang berlaku dalam
satu lingkungan tertentu. Kesadaran itu antara lain, kalau dirinya berdisiplin baik, maka
akan memberi dampak yang baik bagi keberhasilan dirinya pada masa depannya (Tu’u,
2004). Dalam konteks organisasi dan manajemen pandidikan, istilah disiplin lazim
diartikan sebagai salah satu cara pengawasan atas gerak organisasi, dengan jalan
membangun ketaatan terhadap peraturan-peraturan, prosedur dan praktek-paraktek yang
sudah biasa dilakukan (GDM dalam Rawambaku, 2006).
Hurlock (1999) disiplin merupakan suatu sikap moral siswa yang terbentuk
melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai–nilai ketaatan,
kepatuhan, keteraturan dan ketertiban berdasarkan acuan nilai moral. Siswa yang
memiliki disiplin akan menunjukkan ketaatan, dan keteraturan terhadap perannya sebagai
seorang pelajar yaitu belajar secara terarah dan teratur. Dengan demikian siswa yang
berdisiplin akan lebih mampu mengarahkan dan mengendalikan perilakunya. Disiplin
memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia terutama siswa dalam
hal belajar. Disiplin akan memudahkan siswa dalam belajar secara terarah dan teratur.
Disiplin sekolah adalah usaha sekolah untuk memelihara perilaku siswa agar tidak
menyimpang dan dapat mendorong siswa untuk berperilaku sesuai dengan norma,
peraturan dan tata tertib yang berlaku di sekolah. Menurut Wikipedia (1993) bahwa
disiplin sekolah “refers tostudents complying with a code of behavior often known as the
school rules”. Dengan aturan sekolah (school rule) tersebut, seperti aturan tentang
standar berpakaian (standardsof clothing), ketepatan waktu, perilaku sosial dan etika
belajar/kerja.
Alax Nitisemito (dalam Rawambaku 2006), mengatakan bahwa disiplin adalah
suatu sikap, tingkah laku dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan dari perusahaan
baik tertulis maupun tidak. N.A. Ametembun (dalam Rawambaku 2006), mengatakan
disiplin adalah “suatu keadaan tertib dimana orang-orang yang bergabung dalam suatu
organisasi tunduk pada peraturan-peraturan yang telah ada dengan senang hati.”
Masalah kedisiplinan siswa menjadi sangat berarti bagi kemajuan sekolah
(Nursisto, 2002). Di sekolah yang tertib akan selalu menciptakan proses pembelajaran
yang baik. Sebaliknya, pada sekolah yang tidak tertib kondisinya akan jauh berbeda.
Pelanggaran-pelanggaran yang terjadi sudah dianggap barang biasa dan untuk
memperbaiki keadaan yang demikian tidaklah mudah. Hal ini diperlukan kerja keras dari
berbagai pihak untuk mengubahnya, sehingga berbagai jenis pelanggaran terhadap
disiplin dan tata tertib sekolah tersebut perlu dicegah dan ditangkal.
Menanamkan kedisiplinan siswa merupakan tugas tenaga pengajar (guru). Untuk
menanamkan kedisiplinan siswa ini harus dimulai dari dalam diri siswa sendiri, barulah
siswa dapat mendisiplinkan orang lain sehingga akan tercipta ketenangan, ketentraman,
dan keharmonisan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Darmodihardjo (1980) yang
mengatakan bahwa seorang guru tidak akan efektif mengajar apabila guru sendiri tidak
mengetahui apa yang menjadi keinginan siswa, dan seorang siswa tidak akan hidup
dengan norma Pancasila bila guru tidak meyakini dan menghayatinya.
Konsep diri adalah pandangan seseorang tentang evaluasi dirinya sendiri.
Konsep diri merupakan potret diri secara mental, yang dapat berubah, yakni bagaimana
seseorang melihat, menilai dan menyikapi dirinya sendiri. Konsep diri tumbuh dari
interaksi sosial dalam lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan individu.
Konsep diri memiliki dimensi yaitu pengetahuan tentang diri sendiri, pengharapan
terhadap diri dan penilaian terhadap diri sendiri. Konsep diri menjadi bagian penting dari
kepribadian seseorang dalam bersikap dan berperilaku. Bila dalam diri seseorang dapat
menerima dirinya apa adanya dengan segala kekuatan dan kelemahannya serta memiliki
pengetahuan dan wawasan yang luas, berarti menunjukkan bahwa ia memiliki konsep
diri yang positif (Fitts, 1971).
Individu dalam kehidupannya mengalami beberapa fase perkembangan. Setiap
fase perkembangan tentu saja berbeda pengalaman dan dituntut adanya perubahan
perilaku pada individu agar dapat berperan dan diterima oleh masyarakat. Fase
perkembangan
meliputi masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa dan usia lanjut,
dengan adanya batasan usia di setiap masanya.
Masa remaja merupakan periode
peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Apa yang dialami sebelumnya akan
mempengaruhi masa yang akan datang. Bila beralih dari masa kanak-kanak ke masa
remaja, harus meninggalkan sesuatu yang bersifat kekanak-kanakkan dan mengubah
pola perilaku dan sikap baru untuk menggantikan pola perilaku dan sikap yang lama.
Dengan beralihnya masa maka terjadi perubahan seperti perubahan fisik, pola emosi,
sosial, minat, moral dan perkembangan kepribadian. Pada masa remaja terjadi pula
penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial yang cenderung disukai remaja seperti
berkelompok. Pada penyesuaian ini remaja akan mencari identitas dirinya tentang
siapakah dirinya dan bagaimana peranannya dalam masyarakat.
Brooks (Rakhmat, 1991) menyatakan bahwa konsep diri adalah suatu pandangan
dan perasaan seseorang tentang dirinya serta persepsi tentang dirinya, ini dapat bersifat
psikis maupun sosial. Sejalan dengan pendapat tersebut dikemukakan oleh Cawangas
(Pudjijogyanti, 1988) bahwa konsep diri merupakan seluruh pandangan individu akan
dimensi
fisiknya,
karakteristik
kepribadiannya,
motivasinya,
kelemahannya,
kepandaiannya dan kegagalannya. Konsep diri itu seseorang akan diupayakan mencapai
keinginan yang optimal serta untuk merealisasikan hidupnya. Dapat dikatakan bahwa
konsep diri juga merupakan kerangka kerja untuk mengorganisasikan pengalamanpengalaman yang diperoleh seseorang. Setiap individu memiliki konsep diri, baik itu
konsep diri yang positif maupun yang negatif, hanya derajat atau
kadarnya yang
berbeda-beda. Kenyataan tidak ada individu yang sepenuhnya memiliki konsep diri
positif atau negatif. Tetapi karena konsep diri memegang peranan penting dalam
menentukan dan mengarahkan seluruh perilaku individu, maka sedapat mungkin individu
bersangkutan harus mempunyai konsep diri yang positif / baik (Rakhmat, 1991).
Setiap siswa mempunyai konsep diri yang unik dan istimewa karena setiap
manusia diciptakan dengan katakter, kepribadian, dan konsep diri yang berbeda-benda.
Konsep diri siswa sangat dipengaruhi olehlingkungan sekolah, lingkungan keluarga, dan
lingkungan masyarakat. Lingkungan yang dominan mempengaruhi konsep diri siswa
SMP adalah keluarga dan sekolah,. Hal ini didukung oleh Devus (2007) yang
menyatakan bahwa konsep diri siswa dipengaruhi oleh lingkungan keluarga tertutama
pengasuhan ibu. Selain lingkungan keluarga, konsep diri juga dipengaruhi oleh
lingkungan sekolah. Hal ini diukur dengan peresentasi terbesar siswa menghabisakan
waktu dalam hidupnya setelah didalam keluarga , adalah di dalam sekolah. Lingkungan
sekolah ini meliputi guru, kepala sekolah, teman sebaya, teman sekolah, kondisi saat
pelajaran, mata pelajaran, dan saat istirahat.
Konsep diri tumbuh dan berkembang dalam interaksi sosial maka perubahan dan
modifikasinya pun terjadi dalam proses interaksi sosial yang berlangsung sepanjang
hidup seseorang. Penerimaan kelompok sebaya sangat mempengaruhi sikap-sikap dan
perilaku remaja. Penerimaan kelompok sebaya itu sendiri merupakan persepsi tentang
diterima atau dipilihnya individu tersebut menjadi anggota dalam suatu kelompok
tertentu (Hurlock, 1997). Seorang remaja yang diterima disekolahnya baik karena faktor
fisik yang baik, kemampuan pikir yang cerdas maupun sikap yang ramah dan rendah hati,
akan merasa bahagia dan memiliki konsep diri yang positif (Mappiare, 1982). Hal ini
didukung oleh Burn (1993) bahwa proses belajar dan pengalaman terutama yang
berhubungan dengan dirinya baik yang berupa kegagalan dan kesuksesan dapat
membentuk konsep diri. Remaja yang mengalami kesuksesan akan menampilkan konsep
diri yang positif. Sedangkan remaja yang mengalami kegagalan akan membentuk konsep
diri yang negatif.
Konsep diri positif dapat diketahui dengan adanya evaluasi diri dan penerimaan
diri yang positif disertai adanya self esteem yang tinggi. Sebaliknya konsep diri negatif
dapat diketahui dengan adanya evaluasi diri yang negatif, rasa benci terhadap diri sendiri,
inferior, kurang bisa menerima diri sendiri dan merasa kurang berharga (Burn). Hal ini
menimbulkan perubahan sikap, perilaku dan penilaian diri yang berpengaruh pada
pembentukan konsep diri. Adapun pengertian dari konsep diri adalah pandangan
seseorang mengenai dirinya meliputi kondisi fisik, sosial dan psikologiknya (Brooks,
dalam Rakhmat; 1996).
Lanny Setiyawati (2000) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa ada
hubungan positif yang sangat signifikan antara konsep diri dengan intensi kedisiplinan
siswa (ry = 0,406; p = 0,00 p < 0,01). Hal ini berarti, semakin tinggi konsep diri, maka
akan semakin tinggi pula intensi kedisiplinan di sekolah. Variasi skor variabel intensi
kedisiplinan siswa yang dapat dijelaskan oleh variabel konsep diri sebesar 16,5% (ry =
0,165).
Ardi Prabangkoro (2008) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa ada
hubungan negatif antara konsep diri dengan intensi kedisiplinan siswa Berdasarkan hasil
analisis product moment diperoleh nilai koefisien korelasi (r) sebesar -0,410; p = 0,000 (p
< 0,01). Artinya ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara konsep diri dengan
intensi kedisiplinan siswa. Artinya semakin tinggi konsep diri maka semakin rendah
intensi kedisiplinan siswa, begitu pula sebaliknya semakin rendah konsep diri maka
semakin tinggi intensi kedisiplinan siswa. Variabel konsep diri dengan intensi
kedisiplinan siswa sebesar 16,8%.
Mengaju pada hasil pada penelitian Lanny Satyawati dan Ardi Prabangkoro dapat
dikatakan bahwa penelitian yang bertolak belakang apakah konsep diri mungkin
berpengaruh pada intensi kedisiplinan siswa karena siswa yang melanggar kedisiplinan
yang berlaku di sekolah. Dari penelitian tersebut peneliti ingin meneliti lebih lanjut lagi
apakah penelitian sependapat dengan penelitian Lanny Setiyawati (2000) dan apakah
penelitian sependapat dengan Ardi Prabangkoro (2008).
Berdasarkan latar belakang tersebut,Penelitian tertarik mengadakan penelitian
mengenai Hubungan Antara Konsep Diri Dengan Intensi Kedisiplinan Siswa Kelas VIII
D SMP Negeri 2 Salatiga Semester Gasal Tahun Pelajaran 2012/2013.
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi rumusan masalah
penelitian adalah:
Apakah ada hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan intensi
kedisiplinan siswa
pelajaran 2012/2013?
kelas
VIII SMP negeri 2 salatiga semester gasal tahun
1.3Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui signifikasi hubungan
antara konsep diri dengan intensi kedisiplinan siswa kelas VIII di SMP negeri 2
salatiga semester gasal tahun pelajaran 2012/2013.
1.4Manfaat Penelitian
1. Manfaat secara teoritis
Manfaat teoritik dari konsep diri adalah apabila dari hasil penelitian ini di
temukan hasil ada hubungan positif yang signifikan antara konsep diri dengan
intensi kedisiplian siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Salatiga Semester Gasal
Tahun pelajaran 2012/2013 maka penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Lanny Setiayawati (2000). Bila hasilnya tidak ada hubungan
negatif yang signifikan antara konsep diri dengan intensi kedisiplian siswa
kelas VIII SMP Negeri 2 Salatiga Semester Gasal Tahun Pelajaran 2012/2013
maka penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ardi
Prabangkoro (2008). Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan di
bidang bimbingan dan konseling agar lebih memperhatikan kedisiplinan siswa
kelas VIII SMP negeri 2 salatiga semester gasal tahun pelajaran 2012/2013.
2. Manfaat secara praktis
Penelitian ini secara praktis memberikan manfaat bagi beberapa pihak
yaitu:
a. Bagi Penulis
Penulis mendapatkan pengetahuan seberapa besar hubungan antara
konsep diri dengan intensi kedisiplinan siswa.
b. Bagi Guru
Untuk mengetahui tingkat intensi kedisiplinan siswa.
c. Bagi Sekolah
Untuk mengetahui cara meningkatkan intensi kedisiplinan siswa.
d. Bagi Pembaca
Bagi pembaca akan menambah penegtahuan mereka tentang hubungan
antara konsep diri dengan intensi kedisiplinan siswa.
1.5 Sistimatika Penulisan
Untuk memperoleh pembahasan yang sistematis, penulis menyusun tulisan ini ke
dalam beberapa bab antara lain:
Bab 1. Memaparkan tentang Pendahuluan. Pada bab ini berisi tentang Latar Belakang
Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penenlitian, serta
Sistematika Penelitian.
Bab 2. Memaparkan tentang Landasan Teori. Pada bab ini berisi tentang Pengertian
Konsep Diri, Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Konsep Diri, Aspek-Aspek
dalam Konsep diri, Kondisi-Kondisi dalam Mempengaruhi Konsep Diri,
Pengertian Intensi, Pembentukan Intensi, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Intensi, Pengertian Disiplin Sekolah, Perlunya Disiplin Sekolah, Tujuan Disiplin
Sekolah, Fungsi Disiplin Sekolah, Faktor-Faktor Mempengaruhi Sikap kurang
disiplin sekolah dan Aspek-Aspek Disiplin Sekolah, Intensi Kedisiplinan,
Hubungan Antara Konsep Diri dengan Intensi Kedisiplinan Siswa.
Bab 3. Memaparkan tentang Metode Penelitian. Pada bab ini berisi tentang
Jenis
Penelitian, Variabel Penelitian, Populasi dan Sampel, Definisi Operasional,
Penyusunan Instrumen Penelitian, Uji Coba Instrumen, Pengukuran Konsep Diri
dan Pengukuran Intensi Kedisiplinan Siswa, Pengukuran Konsep Diri, Lokasi dan
Waktu Penelitian Teknik Analisis Data.
Bab 4. Memaparkan tentang Hasil Penelitian dan Pembahasan. Pada bab ini
berisi
tentang Gambaran Objek Penenlitian, Deskripsi Variabel, analisis data, uji
hipotesis dan pembahasan.
Bab 5. Memaparkan tentang Penutup. Pada bab ini berisi tentang Kesimpulan dan Saran
berdasarkan Hasil Penelitian.
Download