Aliansi Rakyat Tolak Kapal Isap di Sungailiat-Bangka Setelah Perairan Penganak dan Laut Ketap dikepung oleh sekitar 35 kapal isap. Sapertinya kandungan timah tidak sebanyak dulu lagi di kawasan ini. Maklum, timah sebagai sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui ini lama-kelamaan akan tidak potensial setelah ditambang dalam jangka waktu tertentu. Apalagi penambangan yang dilakukan dengan “keroyokan” kapal isap hingga sekitar 35 unit. Apa yang tersisa dari penganak? Laut yang mudah keruh karena debu yang terperangkap di kolom perairan pantai, ceceran solar yang mengambang dipermukaan perairan dan kehancuran terumbu karang yang tertutup lumpur sisa penambangan. Lalu bagaimana dengan kondisi masyarakat di Penganak? Cobalah datang kesana maka anda akan percaya dengan apa yang kami paparkan. Hampir tak ada perubahan berarti. Rumah-rumah penduduk yang relatif standar, tingkat pendidikan masyarakat pun tak jauh berbeda. Yang terjadi malah perubahan budaya masyarakat yang lebih konsumtif dengan uang yang mereka dapatkan dari hasil menambang di laut. Padahal milyaran uang yang mengalir dari hasil tambang kapal isap di daerah ini setiap harinya. Penambangan memang hanya menguntungkan segelintir orang. Setelah aktivitas penambangan timah lepas pantai selesai, apa yang tersisa? Kerusakan laut yang membutuhkan puluhan tahun untuk memulihkannya hingga kerusakan permanen yang tak dapat pulih kembali. Lalu siapa yang akan menanggungnya? Masyarakat dan anak cucu kita yang tinggal di daerah ini. Kini rencananya akan masuk 17 unit Kapal Isap Produksi, dan ada 9 unit kapal isap yang telah beroperasi di sepanjang perairan Sungailiat dari kawasan Pantai Matras hingga Pantai Pesona. Kabarnya, akan ada 5 unit kapal isap lagi yang akan beroperasi di perairan Rebo. Sungguh sangat menyedihkan. Padahal jelas-jelas, kawasan perairan dari pantai Matras hingga Pantai Pesona merupakan kawasan wisata bahari yang menjadi kebanggaan Pulau Bangka. Terdapat deretan pantai indah di lokasi ini yang menjadi andalan sektor wisata bahari daerah ini seperti Pantai Matras, Pantai Tanjung Kelayang, Pantai Teluk Limau, Pantai Parai Beach Hotel, Pantai Batu Bedaun, Pantai Batavia Resort, Pantai Teluk Uber dan Pantai Tanjung Pesona Indah. Selain itu, yang paling penting terdapat ratusan nelayan yang juga menggantungkan hidup mereka dari kekayaan laut di daerah ini. Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Bangka dari tahun 2006 hingga sekarang menebar terumbu karang buatan di kawasan pantai ini. Selain itu, telah ditebar banyak rumpon baik dari DKP maupun warga masyarakat untuk meningkatkan produktivitas perairan. Di pantai rebo terdapat sekitar 300-an nelayan yang terdiri nelayan dari Desa Rebo, Kenanga, Parit Padang bahkan ada pengepul ikan dari Batu Belubang Bangka Tengah dan dari Aik Nyato, Simpang Teritip, Bangka Barat. Nelayan disini lengkap, mulai dari nelayan bagan (sekitar 60 unit bagan), nelayan pancing, nelayan jaring dan nelayan bubu. Dan rata-rata minimal total hasil tangkapan nelayan Rp 50 juta per hari. Ini berarti, minimal uang yang mengalir dari hasil tangkapan nelayan dipantai Rebo Rp 18,25 milliar per tahun. Ini semua karena di depan perairan Rebo terhampar sebaran karang yang sangat banyak dan luas. Sungguh ironis, jika kondisi rataan karang ini akan mati tertutup lumpur seperti daerah Penganak Jebus Bangka Barat. Sungguh menyedihkan. Seharusnya, prinsip pembangunan adalah ekologi berkelanjutan. Lalu, bagaimana nasib ekologi laut setelah penambangan timah dilakukan? Laut rusak, karang tertutup lumpur dan ikan-ikan telah pergi menjauh. Bagaimana keberlanjutan ekologi setelah itu? Karenanya, kami mengajak. Bagi mereka yang peduli nasib laut di Pulau Bangka khususnya di perairan Sungailiat, Bagi yang peduli dengan nasib masa depan mereka dan anak cucu mereka sendiri. Yang lahir dan kemungkinan besar meninggal di Pulau Bangka yang kita cintai ini. Mari bersama menyatukan langkah untuk menolak penambangan timah kapal isap yang hanya menguntungkan perusahaan penambang namun masyarakat kita yang hanya menanggung derita. Kami mendesak PT Timah Tbk untuk menghentikan aktivitas penambangan di kawasan wisata bahari dan sebaran karang dari pantai Matras hingga pantai Rebo Sungailiat. Sesungguhnya, kebaikan yang kita rasakan saat ini karena warisan kebaikan kakek-nenek kita dulu. Dan kebaikan yang kita lakukan saat ini akan menjadi warisan kebaikan yang akan dirasakan oleh anak-cucu kita nanti. Saatnya kita peduli masa depan laut Bangka! Maka dengan hal tersebut di atas, kami yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Tolak Kapal Isap menyatakan sikap tegas: 1. 2. 3. Meminta PT Timah Tbk untuk mencabut Izin Operasi Kapal Isap Produksi milik seluruh mitra PT TImah yang telah beroperasi di pesisir pantai wilayah perairan pantai Matras. Parai, Tanjung Pesona dan pantai Rebo. Mengingat kawasan tersebut merupakan kawasan pariwisata yang menopang spirit Visit Babel Archipelago serta kawasan tangkap (fishing ground) bagi kehidupan nelayan. Menyerukan kepada stakeholders untuk melakukan sinergisitas dalam upaya pengelolaan dan pemantauan aktivitas tambang lepas pantai, guna keberlangsungan ekologis terutama fungsi SDA di laut Menggugah seluruh komponen masyarakat Bangka Belitung baik eksekutif, legislatif, penegak hukum, NGO, akademisi, praktisi, tokoh masyarakat/agama/pemuda serta sektor swasta untuk senantiasa peduli terhadap lingkungan hidup sebagai wujud dan komitmen bersama untuk keberlangsungan warisan generasi mendatang. Pangkalpinang, 22 Desember 2010 Kaum Nelayan (Matras,Kualo, jalan Laut, Aik Anyut, Rebo dan Kenanga Sungailiat), Mahasiswa UBB dan Pelaku Pariwisata (Matras, Parai, Batavia, Tanjung Pesona,) Jurnalis Environtment Care, Akademisi-Tim Ekspedisi Terumbu Karang UBB, Tukik Babel, Simpul Walhi Babel ,PHRI,Club Diving serta Club Mancing.