BAB 2 REWIEW SSK DAN PRIORITAS PEMBANGUNAN SANITASI

advertisement
BAB 2
REWIEW SSK DAN PRIORITAS PEMBANGUNAN SANITASI
2.1. Profil Kabupaten Belu
a. Kondisi Geografis
Kabupaten Belu adalah salah satu kabupaten dari lima kabupaten/kota di Propinsi
NTT, yang terletak di daratan Timor. Posisi geografis Kabupaten Belu dalam daratan Timor
Propinsi NTT adalah di bagian paling timur dan berbatasan langsung dengan Negara
Republik Demokratik Timor Leste (RDTL). Sedangkan dalam posisi astronomis, wilayah
Kabupaten Belu terletak antara koordinat 124º 38’ 33” BT– 125º 11’ 23” BT dan 08º 56’ 30” LS
– 09º 47’ 30” LS.
Kabupaten Belu secara geografis meliputi wilayah dengan-batas-batas sebagai berikut: :
• Sebelah utara
: berbatasan dengan Selat Ombai
• Sebelah selatan
: berbatasan dengan Kabupaten Malaka
• Sebelah timur
: berbatasan dengan wilayah RDTL
• Sebelah barat
: berbatasan dengan wilayah Kabupaten TTU
b. Kondisi Fisik
Kondisi fisik dasar wilayah Kabupaten Belu antara lain meliputi ;

Kondisi Air tanah (hidrologi)
Hidrologi terdiri atas ketersediaan air hujan, ketersediaan air sungai, ketersediaan mata air,
ketersediaan tampungan air.
 Ketersediaan Air Hujan
Air hujan juga biasa digunakan masyarakat Belu apabila kekurangan air, tetapi
penggunaan air hujan sekarang sudah jarang digunakan apalagi frekuensi hujan yang
turun juga sangat jarang sehingga penggunaan air hujan hanya di lakukan oleh
beberapa orang saja. Selain itu penggunaan air hujan juga sering digunakan untuk
menyiram tanaman dan lain-lain. Penggunaan air hujan hanya terdapat di desa-desa
terpencil yang kekurangan air sedangkan untuk di kota-kota besar tidak terdapat
penggunaan air hujan.
 Ketersediaan Air Sungai
Aliran sungai yang besar biasanya mengalir sepanjang tahun, tetapi ada juga sungai
yang kering pada musim kemarau. Hal ini terjadi karena fluktuasi curah hujan yang
sangat kontras antar bulan dan dipengaruhi juga oleh kondisi geologi serta morfologi
wilayah.Terdapat 8 sungai di wilayah Kabupaten Belu yaitu :
1. Kecamatan Tasifeto Barat :
a. Sungai Motabuik dengan panjang 41 Km;
b. Sungai Luradik dengan panjang 10 Km.
2. Kecamatan Tasifeto Timur :
a. Sungai Baukama dengan panjang 45 Km;
b. Sungai Baukoek dengan panjang 10 Km;
c. Sungai Motamoru dengan panjang 15 Km.
3. Kecamatan Lamaknen :
a. Sungai Weluli dengan panjang 18 Km;
b. Sungai Malibaka dengan panjang 50 Km.
4. Kecamatan Kota Atambua :
a. Sungai Talau dengan panjang 50 Km.
Sungai-sungai seperti yang disebutkan di atas ada yang sudah dan digunakan untuk
irigasi namun sebagian diantaranya masih bersifat irigasi non teknis.

Kondisi umum Iklim dan Curah Hujan
Secara Klimatologi daerah Kabupaten Belu berada pada temperatur rata-rata 24-34°C
beriklim tropis, umumnya berubah–ubah tiap setengah tahun berganti dari musim kemarau
dan musim penghujan dengan musim kemarau yang lebih dominan. Hal tersebut bisa
dilihat dari data hari hujan dan curah hujan yang rendah. Musim hujan yang sangat singkat
dimulai dari bulan Januari sampai dengan bulan Mei. Letak geografis yang lebih dekat
dengan Australia dibanding Asia, membuat Kabupaten Belu memiliki curah hujan yang
rendah. Adapun curah hujan rata-rata per kecamatan di Kabupaten Belu sebagai berikut:

<1000 mm/tahun meliputi wilayah Kecamatan Raimanuk, dan Kakuluk Mesak.

Antara 1000 – 1500 mm/tahun meliputi wilayah kecamatan Lamaknen dan Raihat.

Antara 2000 – 3000 mm/tahun meliputi wilayah kecamatan Kota Atambua, Tasifeto
Barat, sebagian wilayah kecamatan Kakuluk Mesak dan Kecamatan Tasifeto Timur.
Temperatur di Kabupaten Belu berkisar suhu rata-rata 27,6º dengan interval 21,5º 33,7º C. Temperatur terendah 21,5º yang terjadi pada bulan Agustus dengan temperatur
tertinggi 33,7º yang terjadi pada bulan Nopember.
c. Kondisi Topografi
Keadaan topografi Kabupaten Belu bervariasi antara ketinggian 0 sampai dengan
+1500 m.dpal (meter di atas permukaan air laut). Variasi ketinggian rendah (0-150 m.dpal)
mendominasi sebagian kecil wilayah di bagian utara. Sementara pada bagian tengah wilayah
ini terdiri dari area dengan dataran sedang (200-500 m.dpal). Dataran tinggi di Kabupaten Belu
ini hanya menempati kawasan pada bagian timur yang berbatasan langsung dengan RDTL.
Zona-zona dataran rendah di bagian selatan sebagian besar digunakan sebagai areal
pertanian dan kawasan cagar alam hutan mangrove. Bentuk topografi wilayah Kabupaten Belu
merupakan daerah datar berbukit-bukit hingga pegunungan dengan sungai-sungai yang
mengalir ke utara dan selatan mengikuti arah kemiringan lerengnya. Sungai–sungai yang ada
di Kabupaten Belu mengalir dari bagian selatan dan bermuara di Selat Ombai dan Laut Timor.
Keadaan topografi Kabupaten Belu dapat dikelompokan atas beberapa kelompok berdasarkan
ketinggian tempat di atas permukaan laut yaitu sebagai berikut:

Ketinggian 0-230 m.dpl seluas 98,349 Ha

Ketinggian 230-500 m.dpl seluas 95,958 Ha

Ketinggian 500-750 m.dpl seluas 30,710 Ha

Ketinggian 750-1000 m.dpl seluas 17,240 Ha

Ketinggian 1000-1600 m.dpl seluas 2,30 Ha
Pada umumnya kemiringan lahan wilayah Kabupaten Belu didominasi kemiringannya antara
0 – 15 %. Kemiringan lahan < 45 % yang termasuk kategori terjal sekitar 2.84 % dari luas
Kabupaten Belu berada pada Kecamatan Tasifeto Barat, Kecamatan Tasifeto Timur dan
sedikit di bagian Kecamatan Kakuluk Mesak. Keadaan kemiringan lahan wilayah Kabupaten
Belu akan dikelompokkan menjadi 5 kelas dengan masing-masing lokasi sebagai berikut:
 Daerah dengan kemiringan lereng 0-8 %, yang merupakan dataran landai, terdapat di
pesisir pantai selatan dan di bagian barat dan sekitar kecamatan Kota Atambua, Atambua
Selatan dan Atambua Barat.
 Daerah kemiringan lereng 8-15%, merupakan daerah datar yang terdapat pada
Kecamatan Tasifeto Barat.
 Daerah dengan kemiringan lereng 15-25%, yaitu daerah landai atau bergelombang yang
meliputi daerah lembah yang terletak diantara pegunungan, terdapat di Kecamatan
Raihat, Lasiolat, Lamaknen Selatan, dan bagian timur Kecamatan Tasifeto Barat.
 Daerah dengan kemiringan lereng 25-40%, yaitu daerah yang bergelombang dan berbukit
terdapat di bagian utara Kabupaten Belu terutama di Kecamatan Tasifeto Timur,
kemudian di bagian tengah kabupaten terdapat di Kecamatan Raimanuk.
 Daerah dengan kemiringan lereng di atas 40%, terdapat di bagian utara kecamatan
Tasifeto Barat, sebagian Kecamatan Nanaet Duabesi, dan sebagian kecil di Kecamatan
Kakuluk Mesak.
d. Kondisi Administratif
Secara administratif, Kabupaten Belu saat ini pasca mekarnya Kabupaten Malaka hanya yang
memiliki luas wilayah mencapai 1.284,94 km2, terbagi atas 12 kecamatan serta 81
Desa/Kelurahan (69 Desa dan 12 Kelurahan) dengan luas wilayah per kecamatan sebagai
berikut :

Kecamatan Kota Atambua terdiri dari 4 Kelurahan dengan luas wilayah 24,90 Km2;

Kecamatan Atambua Selatan terdiri dari 4 Kelurahan dengan luas wilayah 15,73 Km2;

Kecamatan Atambua Barat terdiri dari 4 Kelurahan dengan luas wilayah 15,55 Km2;

Kecamatan Kakuluk Mesak terdiri dari 6 Desa dengan luas wilayah 187,54 Km2;

Kecamatan Tasifeto Timur terdiri dari 12 Desa dengan luas wilayah 211,37 Km2;

Kecamatan Tasifeto Barat terdiri dari 8 Desa dengan luas wilayah 224,19 Km2;

Kecamatan Lasiolat terdiri dari 7 Desa dengan luas wilayah 64,48 Km2;

Kecamatan Raihat terdiri dari 6 Desa dengan luas wilayah 87,20 Km2;

Kecamatan Lamaknen terdiri dari 9 Desa dengan luas wilayah 105,90 Km2;

Kecamatan Lamaknen Selatan terdiri dari 8 Desa dengan luas wilayah 108,41 Km2;

Kecamatan Nanaet Duabesi terdiri dari 4 Desa dengan luas wilayah 60,25 Km2;

Kecamatan Raimanuk terdiri dari 9 Desa dengan luas wilayah 179,42 Km2;
Kecamatan dengan wilayah terluas adalah Kecamatan Tasifeto Barat dengan luas wilayah
224,19 km2 atau 17,45% dari luas wilayah Kabupaten Belu saat ini. Sedangkan yang terkecil
adalah Kecamatan Atambua Barat dengan luas wilayah 15,55 km2 atau 1,21% dari luas
wilayah Kabupaten Belu.
Untuk lebih jelas dapat dilihat pada peta 2.2
2.1.1. Kependudukan
Penduduk adalah orang atau sekelompok orang yang tinggal/berdomisili di suatu
tempat atau di wilayah tertentu. Adapun yang dimaksud dengan penduduk Kabupaten Belu
adalah orang atau kelompok orang yang tinggal menetap di wilayah Kabupaten Belu.
Berdasarkan publikasi dari Dokumen Buku Putih Sanitasi (BPS) Kabupaten Belu, menunjukkan
bahwa penduduk Kabupaten Belu pada akhir tahun 2012 berjumlah 193.478 jiwa atau 44.191
KK.
Untuk jelasnya tentang jumlah dan kepadatan penduduk Kabupaten Belu, dapat dilihat pada
tabel di bawah ini yang dirinci menurut Kecamatan.
Tabel 2.1. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Tahun 2012
No.
A
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Kecamatan
B
KOTA ATAMBUA
ATAMBUA SELATAN
ATAMBUA BARAT
KAKULUK MESAK
TASIFETO TIMUR
TASIFETO BARAT
LASIOLAT
RAIHAT
LAMAKNEN
LAMAKNEN SELATAN
NANAET DUBESI
RAIMANUK
Luas
Terbangun
(Ha)
C
Cari google
Total
Rata2
Sumber : Buku Putih Sanitasi Bab. 2
Penduduk Tahun 2012
Jumlah
Kepadatan
(Jiwa)
(Jiwa/Ha)
D
E
28.541
23.129
21.851
18.657
21693
22.767
6.292
12.206
11.461
7.646
4.209
15.026
1146
1470
1405
99
103
102
98
140
108
71
70
84
193.478
4.896
148
Keterangan
F
Perkotaan
Perkotaan
Perkotaan
Perdesaan
Perdesaan
Perdesaan
Perdesaan
Perdesaan
Perdesaan
Perdesaan
Perdesaan
Perdesaan
Dari uraian tabel diatas, diketahui bahwa kecamatan yang jumlah penduduknya tertinggi pada
tahun 2012 ada di Kecamatan Kota Atambua yaitu berjumlah 28.541 Jiwa atau 5.779 KK, dan
kecamatan yang jumlah penduduknya terendah ada pada Kecamatan Nanaet Dubesi yaitu
berjumlah 4.209 Jiwa atau 1027 KK. Kecamatan yang angka kepadatan penduduknya tertinggi
ada pada kecamatan Atambua Selatan yaitu 1.470 jiwa / Ha dan angka kepadatan penduduk
terendah ada pada kecamatan Nanaet Dubesi yaitu 70 jiwa/Ha.
Jumlah penduduk pada suatu wilayah atau tempat pasti berubah seiring berjalannya
waktu. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kelahiran, kematian dan migrasi. Dalam
upaya perencanaan peningkatan kesejahteraan masyarakat diperlukan data terkait jumlah
penduduk di masa yang akan datang. Proyeksi penduduk dalam penyusunan laporan ini
direncanakan untuk jangka waktu 5 tahun ke depan yaitu tahun 2014-2018.
Untuk mengetahui jumlah penduduk di masa mendatang, dapat diproyeksikan pada tabel
dibawah ini.
Tabel 2.2. Proyeksi Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Belu
No.
A
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
Jumlah
Penduduk
2012
B
C
KOTA ATAMBUA
28.541
ATAMBUA SELATAN
23.129
ATAMBUA BARAT
21.851
KAKULUK MESAK
18.657
TASIFETO TIMUR
21.693
TASIFETO BARAT
22.767
LASIOLAT
6.292
RAIHAT
12.206
LAMAKNEN
11.461
LAMAKNEN SELATAN
7.646
NANAET DUBESI
4.209
RAIMANUK
15.026
193.478
Sumber: Buku Putih Sanitasi Bab. 2.
Kecamatan
Pertumbuhan
Jumlah Penduduk (Jiwa)
2014
D
2015
2016
2017
2018
E
F
G
H
I
28.466
24.842
24.526
20.285
22.801
22.947
6.077
13.767
12.119
7.338
4.177
20.767
28.907
25.536
25.070
21.005
23.173
23.094
6.082
13.891
12.229
7.389
4.214
22.541
29.348
26.237
25.637
21.751
23.550
23.242
6.088
14.014
12.339
7.439
4.251
24.466
29.789
26.944
26.229
22.523
23.934
23.391
6.094
14.137
12.449
7.489
4.288
26.555
30.230
27.658
26.845
23.322
24.324
23.540
6.099
14.261
12.559
7.540
4.325
28.823
203.291
213.131
218.362
223.822
229.526
2.1.2. Area Beresiko
Area berisiko ditentukan berdasarkan tingkat resiko sanitasi yang dilakukan dengan
menggunakan data sekunder dan data primer, dengan berdasarkan hasil penilaian oleh SKPD
dan hasil studi EHRA.
Penentuan area berisiko berdasarkan data sekunder yaitu kegiatan menilai dan memetakan
tingkat risiko sebuah area (kelurahan/desa), berdasarkan data yang telah tersedia di SKPD
mengenai ketersediaan layanan fasilitas air bersih, sanitasi dan data umum, meliputi
Sambungan Rumah dan Hidran Umum (PDAM/BPAM/HIPPAM); jumlah jamban; nama
kelurahan, jumlah RT & RW, jumlah populasi, luas administratif, luas terbangun; Jumlah KK
miskin; serta bila data tersedia, luas genangan.
Penentuan area berisiko berdasarkan Penilaian SKPD diberikan berdasarkan pengamatan,
pengetahuan praktis dan keahlian profesi yang dimiliki individu anggota pokja kota/kabupaten.
Adapun penentuan area berisiko berdasarkan hasil studi EHRA adalah kegiatan menilai dan
memetakan tingkat resiko berdasarkan: kondisi sumber air; pencemaran karena air limbah
domestik; pengelolaan persampahan di tingkat rumah tangga; kondisi drainase; aspek perilaku
(cuci tangan pakai sabun, higiene jamban, penangan air minum, buang air besar
sembarangan).
Area ‘beresiko sangat tinggi’ adalah kelurahan/desa yang dianggap memiliki resiko kesehatan
lingkungan yang sangat tinggi karena buruknya kondisi sanitasi. Berdasarkan informasi yang
tersedia, kelurahan/desa memiliki potensi resiko terhadap kesehatan.
Proses penentuan area berisiko dimulai dengan analisis data sekunder, diikuti dengan
penilaian SKPD dan analisis berdasarkan hasil studi EHRA. Penentuan area berisiko
dilakukan bersama-sama seluruh anggota Pokja berdasarkan hasil dari ketiga data tersebut.
Untuk jelasnya tentang area beresiko sanitasi di Kabupaten Belu, dapat dilihat pada tabel dan
peta di bawah ini:
Tabel 2.3. Area Beresiko Sanitasi (Hasil agreeed skor area beresiko)
No.
1.
Desa/Kecamatan
Kelurahan Tenukiik
3.
4.
5.
6.
Kec. Atambua Selatan
Kelurahan Rinbesi
8.
9.
Sangat Tinggi Perkotaan
Sangat Tinggi Perkotaan
Tinggi
Perkotaan
Kelurahan Lidak
Kec. Atambua Barat
Kelurahan Berdao
Tinggi
Perkotaan
Kelurahan Tulamalae
Sangat Tinggi Perkotaan
Kelurahan Beirafu
Sangat Tinggi Perkotaan
Kec. Kakuluk Mesak
Desa Kenebibi
Desa Fatuketi
Kec.Tasifeto Timur
Desa Manleten
Desa Tulakadi
Desa Sadi
Desa Fatubaa
Desa Bauho
Desa Tialai
Desa Halimodok
Desa Silawan
Kec. Tasifeto Barat
Desa Naitimu
7.
Perkotaan/
Pedesaan
Kebutuhan Penanganan/
Penyebab Utama Resiko
Kec. Kota Atambua
Kelurahan Kota Atambua
2.
Tingkat Resiko
Desa Naekasa
Kec. Raihat
Desa Tohe
Kec. Lamaknen
Desa Fulur
Kec. Nanaet Dubesi
Desa Fohoeka
Sumber: BPS & Hasil review POKJA
Sangat Tinggi Perkotaan
Persampahan dan Air
Limbah
Persampahan dan Air
Limbah,
Persampahan dan Air
Limbah
Persampahan
Persampahan dan Air
Limbah
Persampahan dan Air
Limbah
Persampahan dan Air
Limbah
Tinggi
Pedesaan
Sangat Tinggi Pedesaan
PHBS
PHBS
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Sangat Tinggi
Tinggi
Sangat Tinggi
Tinggi
Pedesaan
Pedesaan
Pedesaan
Pedesaan
Pedesaan
Pedesaan
Pedesaan
Pedesaan
PHBS
PHBS
PHBS
PHBS
PHBS
PHBS
PHBS
PHBS
Sangat Tinggi
Pedesaan
Sangat Tinggi
Pedesaan
Air Limbah dan
Persampahan
PHBS
Tinggi
Pedesaan
PHBS
Tinggi
Pedesaan
PHBS
Tinggi
Pedesaan
PHBS
Dari tabel diatas diketahui bahwa Area Beresiko Sanitasi di Kabupaten Belu terdapat pada 9
Kecamatan yang terdiri dari 7 Kelurahan dan 15 Desa. Dari tabel diatas, juga diketahui bahwa
daerah yang menyandang status resiko sanitasi sangat tinggi terdapat pada 10
Desa/Kelurahan dan daerah yang menyandang status tingkat resiko sanitasi tinggi terdapat
pada 12 Desa/Kelurahan.
Selain tabel diatas, tentang area beresiko sanitasi di kabupaten Belu dapat dilihat pula pada
gambar/peta di bawah ini:
Peta 1.1. Area Beresiko Sanitasi
2.1.3. Keuangan Daerah
Jumlah total pendapatan dalam APBD Kabupaten Belu dari tahun ke tahun
terus meningkat. Pada tahun 2013 ini diperkirakan sejumlah Rp. 366.210.292.863,Untuk memproyeksikan besaran pendanaan sanitasi di Kabupaten Belu, dapat dilihat
pada tabel di bawah ini:
Tabel 2.4. Proyeksi Besaran Pendanaan Sanitasi
No
Uraian
2014
Proyeksi Besaran Pendanaan Sanitasi (Rp. Juta)
2015
2016
2017
2018
Jumlah
1
Perkiraan Belanja
Langsung
4.771.487.000,- 5.010.061.350,- 5.260.564.417,- 5.523.592.638,-
5.799.772.270,- 26.365.477.676,-
2
Perkiraan APBD
Murni untuk
Sanitasi
2.387.246.000,- 2.522.530.800,- 2.666.172.090,- 2.818.746.919,-
2.980.877.112,- 13.375.572.922,-
3
Perkiraan
11.051.262.500,Komitmen
2.000.000.000,- 2.100.000.000,- 2.205.000.000,- 2.315.250.000,- 2.431.012.500,Pendanaan Sanitasi
APBD Kab. Belu
Prosentase
Komitmen terhadap
Belanja Langsung
Sumber : Bab II SSK,
2.2. Air Limbah
Air limbah adalah sisa dari suatu hasil usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair.
Jenis limbah yang dihasilkan dari tempat asalnya beranekaragam, ada limbah yang dihasilkan
oleh pabrik/industri maupun jenis usaha/atau kegiatan seperti (tempe/tahu, cuci cetak foto,
perbengkelan, rumah makan) dan hasil aktivitas rumah tangga. Pada lingkungan wilayah
perkotaan, permasalahan penanganan limbah domestik maupun limbah industri (publik dan
usaha) masih belum optimal, karena keterbatasan sumberdaya, sarana dan prasarana
pendukung. Di wilayah kota Atambua saat ini, limbah cair yang perlu ditangani berada pada
kelurahan Rinbesi (belakang toko pelita), Kelurahan Beirafu (pasar baru dan sekitarnya),
Kelurahan Bardao (jembatan atau kali mangga dua) dan Kelurahan Tenukiik.
2.2.1. Permasalahan Air Limbah
Permasalahan Air Limbah diuraikan secara singkat dalam bentuk tabel, data secara
umum diambilkan dari data Buku Putih sanitasi (BPS) dan dengan laporan hasil studi-studi
utamanya EHRA untuk melengkapinya, dimana uraian permasalahan dibagi menjadi 2
kelompok yaitu dari sisi:
a) Sistim sanitasi (sesuai Diagram Sistim Sanitasi /DSS) dan
b)
Aspek lain disamping pengembangan sarana prasarana (seperti dari aspek Pendanaan,
Kelembagaan, Peraturan dan perundangan, serta Peran Masyarakat/ swasta dll).
Identifikasi dan klassifikasi terkait permasalahan ini dapat mengacu ke dokumen
Kebijakan dan Strategi Nasional.
Secara umum kesepakatan “Permasalahan Air Limbah” ini akan dikaitkan dengan “Sasaran”
yang akan dicapai (sub bab 2.5 dibawah) dan akan menjadi dasar penyiapan Prioritas
pembangunan air limbah (sub Tabel 2.5 :
Tabel 2.5. Permasalahan Air Limbah
A.
Sistem Air Limbah Permukiman:
1. Aspek Pengembangan
Sarana dan Prasarana;
User Interface
Keterangan:
Jumlah Penduduk Kabupaten Belu pada tahun 2012: 193.478 jiwa
atau 43.506 KK
Kesimpulan:
Berdasarkan hasil Study EHRA yang dilakukan di Kabupaten Belu
terhadap 1000 responden pada 4 cluster, dengan pertanyaan
“kemana tempat penyaluran akhir tinja?” maka diketahi bahwa:
-
66,7% respnden menjawab ke tangki septik
0,6% responden menjawab ke pipa sewer
10,2% responden menjawab cubluk/lubang tanah
0,6% responden menjawab langsung ke drainase
0,1% responden menjawab ke kolam/sawah
0,1% responden menjawab ke kekbun/tanah lapang, dan
21,7% responden menjawab tidak tahu.
Pengumpulan &
Penampungan / Pengolahan
awal
Pengangkutan / Pengaliran;
Pengolahan Akhir Terpusat
Daur Ulang / Pembuangan
Akhir
Perencanaan Teknis
B. Lain – Lain:
2. Aspek Pendanaan
Keterangan: Berdasarkan identifikasi melalui study EHRA;
Secara umum di Kabupaten Belu; Kepemilikan Tangki Septik
Suspek Aman sebesar 60% / 116.087 jiwa penduduk (26.104
KK)
Penyaluran akhir tinja dengan menggunakan tangki septik
yang tidak aman sebesar 40% / 77.391 jiwa penduduk
(17.402 KK)
Belum adanya IPAL Komunal, belum ada armada sedot tinja
serta IPLT yang belum berfungsi
Belum adanya sistem dan cakupan pelayanan yang terpusat
(off site)
Belum dilakukan
Belum ada data base terkait sanitasi
-
Anggaran sanitasi terbatas/sangat minim
Belum tertariknya sektor swasta untuk melakukan
Investasi
Belum optimalnya penggalian pendanaan dari masyarakat
3. Aspek Kelembagaan
4. Aspek Peraturan
Perundangan dan
Penengakan Hukum;
5. Aspek Peran serta
Masyarakat dan Dunia
Usaha / Swasta;
Belum adanya Lembaga Pemerintah/Perusahaan
daerah/swasta yang mengelola layanan ini serta tenaga
ahli/profesional yang mampu menangani layanan ini
belum adanya regulasi yang mengatur tentang layanan dan
pengelolaan air limbah domestik
- Minimnya sektor usaha/swasta yg berkecimpung penuh
dalam bidang pengelolaan limbah domestik
- Minimnya tingkat kesadaran masy. Terhadap kebersihan
lingkungan.
- Masyarakat tidak merasa bertanggung jawab terhadap
kebersihan lingkungan sekitar.
- Peningkatan pencemaran lingkungan dan polusi udara.
- Minimnya sarana pengolahan air limbah
6. Aspek Komunikasi PMJK - Masyarakat tidak merasa bertanggung jawab terhadap
kebersihan lingkungan sekitar.
- Peningkatan pencemaran lingkungan dan polusi udara.
- Minimnya sarana pengolahan air limbah.
- Kurangnya sosialisasi secara khusus baik teknis dan nonteknis terkait masalah pengelolaan limbah cair di
Kabupaten
2.2.2. Sasaran Pembangunan Air Limbah
Tabel 2.6. Tujuan dan Sasaran Air Limbah Domestik
Air Limbah Permukiman
Tujuan: Mengubah perilaku masyarakat untuk memiliki jamban sehat yang terhubung tangki septik
Sasaran :
1. Menurunnya pencemaran isi tangki septik dari 100% menjadi 56% pada tahun 2018
2. Meningkatkan prosentase jumlah kepemilikan tangki septik dari 66,7% menjadi 97,8% pada
akhir tahun 2018
3. Tersedianya IPAL medis di RSUD dan PUSKESMAS pada tahun 2018
4. Tersedianya saluran pembuangan air limbah (SPAL) untuk industri kecil menengah dan
pasar pada tahun 2018
Tujuan: Memastikan ketersediaan alokasi dana operasional sistem pengolahan air limbah
5.
Meningkatkan anggaran Anggaran Rutin APBD untuk pembangunan air limbah sebesar
1.5% pada tiap tahunnya
Bab III SSK
Tabel 2.7. Rencana Pengembangan Jangka Menengah Air Limbah Domestik Kabupaten Belu
Cakupan
Tahun
No.
Sistem
Layanan
Ket.
2014 2015 2016 2017 2018
Eksisting
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
(h)
(i)
A.
Sistem On-Site
1.
Individual (tangki
100%
septik)
2.
Komunal (MCK,
30%
32,5% 36,5% 42% 50%
60%
MCK++, tangki septik)
3.
Cubluk dan
50%
45%
40%
35% 25%
20%
sejenisnya
B.
Sistem Off-site
1.
Skala Kota
5%
10%
15%
20% 25%
40%
2.
Skala Kawasan
2%
2,5% 3,5% 5%
C.
BABS
52,8%
45,5% 34,3% 15% 7,5% 0%
D.
Lumpur Tinja ke
1%
3%
6%
8%
10%
IPLT (m3/bln)
E.
IPAL Industri
0,1%
0,1% 0,5% 0,7% 0,9% 1%
Sumber: Bab II SSK dan POKJA
2.2.3. Prioritas Pembangunan Air Limbah
.Tabel 2.8. Prioritas Program dan Kegiatan Air Limbah
No
Program
(1)
1.
2.
3.
4.
(2)
Arisan Jamban
Pembangunan MCK ++
Pembangunan Jamban Individual
IPAL Komunal / Septic Tank
Komunal
IPLT
IPAL Indusri Menengah dan
Pasar serta Tangki Penampung
Air Limbah untuk Industri Kecil
5.
6.
Sumber: Bab IV SSK dan POKJA
Penerima
Manfaat
25 %
(3)
2
3
4
4
3
4
Score (dan bobot)
Permasalahan Persepsi
Mendesak
Pokja
25 %
25 %
(4)
(5)
2
1
2
3
4
4
3
4
2
3
3
4
ProPoor
25 %
(6)
4
4
4
4
2
3
Score Urutan
Total Prioritas
(7)
2,3
3
4
3,8
(8)
3
1
1
2
2,5
3,5
2
2
2.3. Persampahan
Sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber aktivitas
manusia maupun proses alam yang belum memiliki nilai ekonomis.
Pengelolaan
sampah
adalah
pengumpulan,
pengangkutan,
pemrosesan,
pendaurulangan, atau pembuangan dari material sampah. Hal ini biasanya mengacu
pada material sampah yang dihasilkan dari kegiatan manusia, dan biasanya dikelola
untuk mengurangi dampaknya terhadap kesehatan, lingkungan, atau keindahan.
Pengelolaan sampah juga dilakukan untuk memulihkan sumber daya alam.
Praktik pengelolaan sampah berbeda-beda antara daerah perkotaan dengan daerah
pedesaan, berbeda juga antara daerah perumahan dengan daerah industri. Pengelolaan
sampah yang tidak berbahaya dari pemukiman dan institusi di area perkotaan biasanya
menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, sedangkan untuk sampah dari area
komersial dan industri biasanya ditangani oleh perusahaan pengolah sampah.
2.3.1. Permasalahan Persampahan
Masalah kebersihan di Kabupaten Belu pada beberapa tahun terakhir ini telah
mendapat perhatian Pemerintah. Kebersihan dan keindahan tidak bisa terlepas,
masing-masing saling berkaitan. Kebersihan jalan utama, kolektor dan tersedianya
Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPS) adalah wajib.
Dengan jumlah timbulan sampah secara keseluruhan yang berasal dari sumber
sampah di perkotaan Atambua Tahun 2012 adalah sebesar 886,69 m3/hari,
sedangkan yang terangkut 74,80 m3/hari maka saat ini pengelolaan persampahan
masih menjadi permasalahan utama di kota Atambua serta desa-desa sekitarnya.
Tabel 2.9. Permasalhan Persampahan
A. Sistem Persampahan:
1. Aspek Pengembangan Sarana
dan Prasarana;
User Interface
Secara umum di Kabupaten Belu kebanyakan belum
melakukan pengelolaan terhadap sampah, dari hasil
studi EHRA yang dilakukan 85% tidak melakukan
pengelolaan dan hanya 15% yang telah melakukan
pengelolaan terhadap sampah.
Gambar 3.7a. Grafik Pengelolaan Sampah Setempat
Sedangkan bila dikaitkan dengan pengelolaan sampah
rumah tangga, maka untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada grafik di bawah ini:
Gambar 3.7b. Grafik Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
Produksi sampah di Kabupaten Belu 2,5 liter/hari/orang
Timbulan sampah wilayah perkotaan per hari = 886,69 m3
Keterangan:
0,3% responden menjawab bahwa Dikumpulkan oleh kolektor
iformal yang mendaur ulang,
6,1% responden menjawab bahwa dikumpulkan dan dibuang
ke TPS,
62,2% responden mejawab dibakar,
-
1,0% responden menjawab dibuang ke dalam lubang dan
ditutup dengan tanah,
-
6,8% responden menjawab dibuang ke sungai, kali, laut /
danau,
-
1,2% responden menjawab dibiarkan sampai membusuk,
-
18,6% responden menjawab dibuang ke lahan kosong/
kebun/ hutan da dibiarkan membusuk, dan
-
0,6% responden masuk pada kategori jawaban lain-lain
Pengumpulan setempat
Pengelolaan sampah yang dilakukan masyarakat masih sangat
terbatas pada pengumpulan dari rumah tangga ke TPS terdekat.
Selanjutnya pengangkutan dari TPS menuju ke TPA dilakukan
oleh petugas Dinas PU dan Perumahan.
Penampungan Sementara (TPS);
Hingga saat ini, Kabupaten Belu memiliki 69 Tempat
Penampungan Sementara (TPS) dengan kapasitas 1m3, 7
buah container dengan kapasitas 6 m3 yang tersebar di 10
Kelurahan dan 2 Desa
Pengangkutan;
Ditinjau dari ketersediaan armada pendukung, kabupaten Belu
melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan memiliki alat
angkut berupa :
Dumpt Truck
Dump truck yang dimiliki oleh Dinas PU adalah sebanyak 3
Unit dengan kapasitas 7,4148 m3. Kinerja dari dump truck
adalah sampah yang sudah terkumpul dipindahkan ke dalam
bak truk, kemudian langsung diangkut menuju TPA. Biasanya
dump truck ini digunakan untuk sistem pengumpulan
individual maupun komunal yang langsung karena tidak
memerlukan proses pemindahan (Transfer Depo). Selain itu
dump truck selama ini dioperasikan sebagai kendaraan
penunjang di setiap rayon untuk mengangkut sampah
insidentil, terutama yang diluar TPS dan depo, seperti untuk
mengangkut sampah hasil penyapuan jalan, dan untuk
sampah pengerukan saluran, dan lainnya yang tidak
terkumpul dengan sistem container
Arm Roll.
Arm Roll Truk umumnya digunakan untuk pengangkutan
sampah di TPS yang dilengkapi dengan container. Sampah
yang terkumpul di TPS dikumpulkan dan dimasukkan
langsung ke container. Pemindahan sampah dari wadah
komunal ke kendaraan pengangkut sampah (container arm
roll) menggunakan sekop, cangkul, garpu, dan keranjang
sampah kemudian diangkut menuju TPA. Hal yang perlu
diperhatikan dalam penggunaan arm roll truck di TPS adalah
ketepatan waktu pengumpulan sampah, karena umumnya
pola pengumpulan dengan container di Kota Atambua
Kabupaten Belu adalah sistem container tetap.
Jumlah armada Arm Roll adalah sebanyak 2 Unit dengan
kapasitas per unit adalah 6,2883m3.
Motor Sampah.
Motor sampah merupakan jenis kendaraan pengangkut
sampah yang digunakan untuk mengangkut sampah dari TPS
yang terdekat. Motor sampah yang dimiliki oleh inas PU
Kabupaten Belu adalah sepeda motor 3 roda.
5 unit ………………… (500 kg)
(semi) Pengolahan Akhir Terpusat
Hingga saat ini belum ada pemilihan sampah. Masyarakat
berperan dalam pengelolaan sampah dengan mengurus dan
berkontribusi melalui pembayaran retribusi.
Tabel 3.20b.
No.
(1)
1
a.
b.
c.
2
a.
b.
c.
3
4
5
6
a.
b.
c.
7
a.
b.
c.
8
9
a.
b.
c.
10
a.
b.
c.11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
Daur Ulang / Tempat Pemrosesan Akhir;
Perencanaan;
Struktur & Besarnya Tarif Retribusi Pelayanan
Persampahan / Kebersihan
Sumber Sampah
(2)
Rumah Tinggal
Permanen
Semi Permanen
Darurat
Toko / Pertokoan, Kios :
Toko Besar / Pertokoan
Toko Besar
Kios
Industri
Kantor Swasta, Instansi Pemerintah
Grosir
Hotel, Wisma, Penginapan :
Hotel Besar
Hotel Sedang
Hotel Kecil, Wisma / Penginapan
Rumah Sewa :
Rumah Sewa permanen besar
Rumah Sewa permanen sedang / kecil
Rumah Sewa semi permanen / darurat
Perusahaan Kayu / Penggergajian Kayu
Bengkel :
Bengkel besar
Bengkel sedang
Bengkel kecil / tambahan
Restoran
/Rumah
makan/Depot
Makan/Warung :
Restoran / Rumah makan
Depot Makan / Warung
Warung Sederhana
Apotik Swasta
Rumah Sakit Pemerintah tipe C + Apotik
Rumah Sakit Pemerintah tipe D + Apotik
Rumah Sakit Swasta + Apotik
Meubel Kayu, Rotan, Bambu
Percetakan/Penerbitan, Sablon
Salon / Pangkas rambut
Tempat Penggilingan Padi / Jagung
Sekolah (SD/SMTP/SLTA)
Asrama-asrama
Pedagang/penjual tetap daging dan ikan di
pasar
Tarif
(3)
Rp. 15.000,-/bln
Rp. 10.000,-/bln
Rp. 5.000,-/bln
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
100.000,-/bln
60.000,-/bln
30.000,-/bln
30.000,-/bln
25.000,-/bln
50.000,-/bln
Rp. 80.000,-/bln
Rp. 50.000,-/bln
Rp. 30.000,-/bln
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
30.000,-/bln
20.000,-/bln
15.000,-/bln
100.000,-/bln
Rp. 50.000,-/bln
Rp. 30.000,-/bln
Rp. 15.000,-/bln
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
75.000,-/bln
50.000,-/bln
30.000,-/bln
30.000,-/bln
150.000,-/bln
75.000,-/bln
150.000,-/bln
30.000,-/bln
25.000,-/bln
20.000,-/bln
20.000,-/bln
25.000,-/bln
30.000,-/bln
20.000,-/bln
Pengelolaan sampah yang dilakukan oleh masyarakat terbatas
pada pengumpulan dan pengangkutan oleh masyarakat
lingkungan RT/RW setempat ke TPS terdekat dan selanjutnya
diangkut oleh petugas Dinas PU dan Perumahan menuju ke
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). TPA yang dimiliki kabupaten
belu 1 bh yan berlokasi di ………
a. Belum optimalnya TPA dikarenakan masih kurangnya sarana
dan prasarana pendukung TPA di Kabupaten Belu
b. permasalahan bidang persampahan yang dihadapi saat ini
adalah keterbatasan peralatan alat angkut yang dimiliki dan
jumlah personil yang kurang sehingga masyarakat banyak
yang belum menikmati layanan sampah.
B. Lain – Lain:
1. Aspek Kelembagaan
2. Aspek Pendanaan;
3.
4.
Aspek Peran serta Masyarakat dan
Dunia Usaha / Swasta;
Aspek Peraturan Perundangan dan
Penegakan hukum
Dinas masih berfungsi sebagai operator dan regulator
- pembiayaan pengelolaan persampahan yang didanai dari
APBD rata-rata masih berada dibawah 5 % dari total APBD
- Minimnya kesadaran masyarakat untuk membayar
tarif/retribusi persampahan
Belum ada sektor usaha/swasta yang berkecimpung penuh dalam
dunia pengelolaan persampahan
Belum adanya aturan tentang Kewajiban dan sanksi bagi
masyarakat untuk mengurangi sampah, menyediakan tempat
sampah di hunian rumah, dan membuang ke TPS
Belum adanya Kewajiban dan sanksi bagi kantor / unit usaha
di kawasan komersial / fasilitas social / fasilitas umum untuk
mengurangi sampah, menyediakan tempat sampah, dan
membuang ke TPS
2.3.2. Sasaran Pembangunan Persampahan
Tabel 2.10. Tujuan dan Sasaran Pengembangan Persampahan Domestik
Persampahan
Tujuan: Meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pengolahan sampah melalui 3R serta
pelayanan pengelolaan sampah
Sasaran:
1. Peningkatan pengelolaan sampah sejak di sumbernya dari 0% menjadi 35% pada tahun
2018
2. Menurunnya jumlah masyarakat yang melakukan pembakaran sampah menjadi 20%
pada tahun 2018
3. Peningkatan cakupan layanan sampah dari 12% menjadi 80% pada tahun 2018
4. Tersedianya 1 insinerator di RSUD dan insinerator mini di seluruh PUSKESMAS pada
tahun 2018.
5. Penambahan jumlah sarana TPS serta rehabilitasi TPS yang tidak memadai
Hal 20, bab III SSK
Tabel 2.11. Rencana Pengembangan Jangka Menengah Persampahan
No.
Sistem
(a)
A.
(b)
Penanganan Langsung
(direct)
Kawasan Komersial
Kawasan Permukiman Kota
1.
2.
Cakupan
Layanan
Eksisting
(c)
100%
Tahun
2014
2015
2016
2017
2018
(d)
100%
(e)
100%
(f)
100%
(g)
100%
(h)
100%
25%
75%
30%
76%
35%
77%
40%
78%
45%
79%
50%
80%
Ket.
(i)
B.
1.
2.
C.
Penanganan Tidak
Langsung (indirect)
Skala Kota
Skala Wilayah
Penanganan Berbasis
Masyarakat
Pengolahan dengan sistem
3R oleh masyarakat
perkotaan
Sumber: Bab II SSK
35%
36%
37%
38%
39%
40%
35%
0%
50%
39%
1%
52%
38%
2%
54%
37%
3%
56%
36%
4%
58%
35%
5%
60%
50%
52%
54%
56%
58%
60%
2.3.3. Prioritas Pembangunan Persampahan
No
Program
(1)
1
(2)
Pengadaan
Jembatan
Timbang
Penyuluhan dan
Kampanye
pengurangan
sampah dari
sumbernya.
Pengadaan Arm
Roll
Pengadaan
Container 3 Buah
Pengadaan Motor
Roda 3, 3 Unit
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Pengadaan Tong
Sampah
Drum
100 buah
Pelatihan 3R bagi
aparat pengelola
persampahan
Sumur Pantau
Review Mast
erplan
Persampahan
Skala
Studi Kelayakan
Pengelolaan
Limbah Padat
Medis
Score (dan bobot)
Penerima Permasalahan Persepsi
Manfaat
Mendesak
Pokja
%
%
%
(3)
(4)
(5)
ProPoor
%
(6)
Score
Total
Urutan
Prioritas
(7)
(8)
4
4
4
2
3,5
2
4
4
4
2
3,5
1
4
4
4
2
3,5
1
4
4
4
2
3,5
2
4
4
4
2
3,5
1
4
4
4
2
3,5
1
4
4
4
2
3,5
2
4
4
4
2
3,5
1
4
4
4
2
3,5
2
4
4
4
2
3,5
2
Tabel 2.12. Prioritas Implementasi Program dan Kegiatan Persampahan Domestik
Sumber: Bab IV SSK
2.4. Drainase
Drainase merupakan salah satu fasilitas dasar yang dirancang sebagai sistem guna
memenuhi kebutuhan masyarakat dan merupakan kompenen penting dalam perencanaan
khususnya infrastruktur perkotaan. Drainase juga diartikan sebagai usaha untuk
mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya dengan sanitasi, dimana drainase
merupakan salah satu cara pembuangan kelebihan air yang tidak diinginkan pada suatu
daerah, serta cara-cara penanggulangan akibat yang ditimbulkan oleh kelebihan air
tersebut. Drainase itu sendiri biasanya berinteraksi secara langsung dengan sistem
jaringan jalan dan sistem guna lahan, dimana sebagai satu kesatuan dari sistem aktivitas
social – ekonomi dalam suatu kawasan. Dari sudut pandang yang lain, drainase adalah
salah satu unsur dari prasarana umum yang dibutuhkan masyarakat kota dalam rangka
menuju kehidupan kota yang aman, nyaman, bersih, dan sehat.
2.4.1. Permasalahan Drainase
Dalam sistem pengelolaan jaringan drainase perkotaan dan pedesaan perlu perhatian
yang serius, sebab secara umum topografi wilayah Kabupaten Belu di dataran tinggi,
sehingga perlunya sistem yang bagus agar tidak terjadi luapan akibat bertemunya
beberapa saluran. Selain itu sistem pembagian wewenang penanganan drainase antar
bidang dalam SKPD Dinas PU dan Perumahan diharapkan dapat terintegrasisecara baik
sehingga pembangunan dan penataan drainase dapat terwujud secara baik.
Secara umum kondisi drainase lingkungan di Kabupaten Belu masih terbuka dan
sebagian kecil yang tertutup, tetapi untuk saluran sekundernya mulai tahun 2012 telah
dibangun dengan konstruksi tertutup melalui sumber dana Dana Alokasi Khusus. Kondisi
Drainase lingkungannya sebagian besar telah banyak mengalami penurunan kualitas
seperti terjadinya penyumbatan dan tidak berfungsinya manhole. Apabila terjadi
peningkatan intensitas curah hujan maka pada beberapa ruas jalan terjadi genangan air
yang cukup tinggi sehingga keadaan ini mengkhawatirkan penduduk dan pengguna jalan
serta juga banyak mengakibatkan kemacetan arus lalu lintas
Tabel 2.13. Permasalahan Drainase
A. Sistem Drainase:
Aspek pengembangan sarana &
prasarana
User Interface
bab 3 bps
Sistem drainase makro Kabupaten Belu pada umumnya
memanfaatkan sungai sebagai saluran pembuangan
akhir.Kabupaten Belu dilalui beberapa sungai besar yang
berfungsi sebagai saluran pembuangan akhir. Khususnya
wilayah Kota Atambua dan sekitarnya, dilalui oleh sungai
Talau yang menjadi muara akhir pembuangan drainase dari
beberapa sungai kecil (kali) lainnya. Cakupan pelayanan
sistem drainase di Kabupaten Belu meliputi saluran
drainase primer, saluran sekunder dan saluran tersier.
Saluran sekunder berfungsi untuk menampung
beberapa saluran pembuang tersier serta daerah
sekitarnya dimana air hujan dialirkan ke saluran
Primer/sungai. Saluran pada system jaringan existing,
dibuat dengan sistem tertutup sehingga dapat
difungsikan sebagai trotoar dengan konstruksi
permanen dan pada umumnya dalam kondisi
baik.Saluran ini menerima limpasan air hujan lokal dan
limbah perkotaan. Akan tetapi hampir seluruh saluran
tersier yang ada pada jalan-jalan lingkungan maupun
saluran tersier lingkungan dan perumahan dalam
kondisi tersumbat, atau mengalami penyumbatan
akibat endapan lumpur dan timbunan sampah serta
limbah cair yang tidak pernah dibersihkan tetapi
dibiarkan begitu saja menunggu limpasan banjir pada
musim penghujan untuk diteruskan ke saluran
sekunder yang selanjutnya akan bermuara ke saluran
primer/sungai atau kali-kali kecil.
Penampungan / Pengolahan awal:
kebiasaan dari masyarakat yang membuang sampah pada
saluran drainase yang dapat menyumbat aliran air dan
berdampak pada pengurangan kapasitas saluran
saluran drainase yang digunakan sebagai sarana buangan
limbah jamban (tinja) manusia/ hewan/ industri kecil,
khususnya pada daerah-daerah sepanjang sempadan
sungai.
Pengangkutan / Pengaliran;
Berdasarkan titik sampling studi Ehra tidak ditemukan titk
genangan
 Ditemukan bahwa di lokasi terdapat 26 titik rawan genangan air.
Sekitar 12 %
 Porsi belanja fisik sub sektor drainase masih 0,1 %
 Prosentase panjang saluran drainase yang berfungsi baik 42,5
%.
 Akses masyarakat terhadap sarana drainase masih 20%.
Data lain berdsarkan hasil EHRA
……… (Tahun ……)
Dokumen Perencanaan
B. Lain – Lain:
Sudah adanya Master Plan Drainase
1. Aspek Pendanaan
Secara umum anggaran pembangunan saluran drainase
bersumber pada APBD yang berkisar dibawah 5 % sehingga
perlu adanya inovasi sumber dana untuk pembangunan saluran
drainase kedepan
2. Aspek Kelembagaan
diperlukan peraturan daerah yang mengatur tentang
pembagian peran dalam penanganan drainase oleh unsur
Pemerintah Daerah, Swasta maupun Masyarakat
3. Aspek Peraturan Perundangan
dan Penengakan Hukum;
4. Aspek Peran serta Masyarakat
dan Dunia Usaha / Swasta;
Tidak ada
5. Aspek Komunikasi PMJK
Partisipasi dunia usaha dalam penyedia layanan
pengelolaan drainase yang ada di Kabupaten Belu sampai
dengan saat ini masih belum ada.
Upaya pelibatan laki-laki dan perempuan dalam
pembersihan saluran drainase lingkungan di Kabupaten
Belu dilakukan melalui kegiatan kerja bakti lingkungan
2.4.2. Sasaran Pembangunan Drainase
Pengembangan sub sektor drainase di Kabupaten Belu dalam jangka pendek-menengah
diarahkan pada upaya penanganan area-area yang sering mengalami genangan.
Sebagaimana yang termuat dalam Buku Putih Sanitasi, masih terdapat sekitar 42,5% dari
luas kab. Belu yang mengalami genangan dan perlu mendapat prioritas penanganan, Selain
itu, juga masih terdapat beberapa titik yang rawan terhadap genangan terutama pada saat
musim hujan, sehingga secara keseluruhan area-area di Kabupaten Belu yang memiliki
potensi terjadi genangan perlu ditangani. Dari Rp. 18.205.000.000,- pengalokasian anggaran
untuk drainase, sebesar 24,33% direncanakan bersumber dari dana APBD Kabupaten, yakni
pada tahap perencanaan pembangunan saluran drainase / gorong-gorong, dengan
penanggung jawab SKPD Dinas Pekerjaan Umum.
Tabel 2.14. Resume tujuan dan sasaran utama pembangunan drainase
Drainase
Tujuan : Tersedia dan terpeliharanya sarana drainase yang melibatkan masyarakat
dalam pemeliharaannya
Sasaran:
1. Tersedianya dokumen masterplan drainase dan dokumen perencanaan lainya
2. Tidak ada lagi drainase lingkungan yang berfungsi sebagai TPS serta
terprogramnya kegiatan swakelola dan pemeliharaan drainase oleh masyarakat
3. Peningkatan cakupan basis data genangan dari 12% menjadi 100% pada
tahun 2018
4. Meningkatnya prosentase panjang saluran drainase yang berfungsi baik dari
5.
42,5% menjadi 60,51% atau 44.165 jiwa pada akhir tahun 2018
Berkurangnya luas genangan sebesar 161,351 Ha pada tahun 2018,dilokasi
Kecamatan Atambua,Atambua Barat dan Atambua Selatan
Tabel 2.15. Rencana Pengembangan Jangka Menengah Drainase
No.
Sistem
(a)
A.
B.
C.
(b)
- Cakupan Layanan
Fungsi Drainase
Luas Genangan
D.
Penanganan berbasis
masyarakat
Cakupan
Layanan
Eksisting
(c)
42,5%
67%
50 Ha
Tahun
(d)
46%
67,5%
45 Ha
(e)
50,5%
68%
40 Ha
2000 m
1500 m
2500 m
2014
2015
2016
2017
2018
(f)
55%
69%
35
Ha
2500
m
(g)
59,5%
71%
30 Ha
(h)
60,51%
73%
25 Ha
2500
m
1500 m
Ket.
(i)
Sumber: Bab II SSK
2.4.3. Prioritas Pembangunan Drainase
Tabel 2.16. Prioritas Implementasi Program dan Kegiatan Drainase
No
Program
(1)
(2)
1.
Review Masterplan
Sistem Drainase
2.
Pembangunan
Saluran Drainase
Primer
3.
Rehabilitasi Saluran
Drainase Primer
4.
Pembangunan
Saluran Drainase
Sekunder
5.
Rehabilitasi Saluran
Drainase Sekunder
6.
Pembangunan
Saluran Drainase
Tersier
7.
Rehabilitasi Saluran
Drainase Tersier
8.
Pengerukan
sedimen
saluran drainase
9.
Penyusunan
Perda
drainase
Score (dan bobot)
Penerima Permasalahan Persepsi
Manfaat
Mendesak
Pokja
25%
25%
25%
(3)
(4)
(5)
ProPoor
25%
(6)
Score
Total
Urutan
Prioritas
(7)
(8)
4
4
4
4
4.00
1
4
4
4
2
3.50
1
3
4
4
3
3.50
1
2
2
3
2
2.25
1
3
3
3
2
2.75
1
2
3
3
4
3.00
1
2
2
3
3
2.50
2
2
2
3
2
2.25
2
2
2
2
1
1.75
3
Sumber: Bab IV SSK
2.5. PHBS terkait Sanitasi
PHBS adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran sehingga
anggota keluarga atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan
berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan di masyarakat. PHS juga adalah perilaku yang
berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang yang mempertahankan dan
meningkatkan kesehatannya.
Untuk meningkatkan pengetahuan, perubahan sikap dan perilaku serta kemandirian
perorangan, keluarga dan masyarakat dalam mengatasi maslah kesehatan agar dapat
hidup bersih dan sehat.
2.5.1. Permasalahan PHBS terkait Sanitasi
Tabel 2.17. Permasalahan mendesak PHBS terkait sanitasi
User Interface
Dari hasil studi EHRA yang dilaksanakan pada desa/kelurahan di Kabupaten
Belu yang menjadi perwakilan wilayah klaster diperoleh informasi bahwa 52,8%
dari responden yang diwawancarai masih melakukan praktek buang air besar
sembarangan (BABS).
Berdasarkan studi EHRA yang dilakukan di Kabupaten Belu ternyata perilaku
responden dalam CTPS pada 5+1 waktu penting masih sangat rendah yakni
hanya 6% yang melakukan kebiasaan tersebut.
Data berdasarkan
hasil Studi EHRA
2012:
Masih rendahnya kesadaran sebagian kecil masyarakat untuk berperilaku hidup
bersih dan sehat didukung dengan pola hidup masyarakat perkotaan yang
berdampak pada penurunan kualitas lingkungan tempat tinggal. Masih
banyaknya kasus penyakit berbasis lingkungan tersebut yang diakibatkan oleh
kondisi sanitasi yang kurang baik dan pola hidup masyarakat yang kurang
sehat, seperti yang ditunjukkan pada perilaku dibawah ini:
1. Buang Air Besar Sembarangan (BABS)
2. Buang sampah sembarangan
3. Masih rendahnya kesadaran pola cuci tangan pakai sabun (CTPS),
4. Kebersihan Jamban
5. Perilaku pada penyimpanan dan penanganan air.
Pendanaan
1. Minimnya pendanaan untuk PHBS sehingga belum bisa dilaksanakan
secara menyeluruh ke masyarakat .
2. Peluang pendanaan oleh pihak swasta perlu dioptimalkan dengan
menyusun rencana strategi pengembangan kesehatan lingkungan
masyarakat .
Komunikasi
1. Keberadaan posyandu menjadi peluang peningkatan pemahaman
masyarakat dalam melakukan pola hidup bersih dan sehat.
2. Peran media massa sebagai penyebar informasi pola hidup bersih dan
sehat harus dioptimalkan.
3. Peran tokoh agama dalam penyebaran informasi PHBS harus lebih di
tingkatkan.
4. Lemahnya kepedulian masyarakat dan pengambil kebijakan terhadap
program-program yang bersifat preventif dan promotif (pencegahan dan
promosi).
5. Kegiatan Promosi Kesehatan dan Sanitasi di Sekolah dilakukan melalui
penyebaran pamflet dan poster-poster kesehatan sekolah, selain itu adanya
lomba karya ilmiah sekolah di bidang sanitasi dan yang secara reguler juga
telah berjalan sebagai media promosi kesehatan di sekolah bagi para siswa
adalah melalui mata pelajaran sekolah yaitu Pendidikan Jasmani (Penjas).
Keterlibatan
1. Peran pihak swasta dalam rangka penerapan PHBS di lingkungan kerja
masing-masing harus dioptimalkan.
Pelaku Bisnis
2. Belum adanya dukungan dari perusahaan penghasil produk pembersih pada
penerapan PHBS di Kabupaten Belu.
Pemberdayaan
1. Kurang pahamnya masyarakat dalam melakukan PHBS mengakibatkan
masih tingginya penderita penyakit-penyakit akibat kondisi lingkungan yang
Masyarakat,
kurang sehat.
Aspek Jender dan
2.
Masyarakat membutuhkan informasi tentang pola hidup bersih dan sehat.
Kemiskinan
3. Belum memaksimalkan pengarusutamaan gender/kesetaraan gender dalam
perencanaan program.
4. Belum memaksimalkan penganggaran dan program yang pro poor.
Teknis
1. Puskesmas telah melaksanakan program PHBS di tingkat masyarakat
melalui posyandu dan juga bekerjasama dengan pihak sekolah terutama
Pelaksanaan
kepada siswa Sekolah Dasar.
PHBS
2. Dinas Kesehatan setiap tahun melaksanakan kegiatan evaluasi dan
penyuluhan tentang pola hidup bersih dan sehat.
3. Hanya sebagian kecil masyarakat di Kabupaten Belu yang memahami
pentingnya cuci tangan pakai sabun (Hasil Studi EHRA 2012).
4. Sosialisasi pola hidup bersih dan sehat serta cuci tangan pakai sabun perlu
ditingkatkan.
2.5.2. Sasaran PHBS terkait Sanitasi
Tanel 2.18. Tujuan dan Sasaran PHBS terkait Sanitasi
PHBS
Tujuan: Mengubah perilaku masyarakat untuk menerapkan pola hidup bersih dan sehat secara mandiri
agar mengurangi angka kesakitan berbasis lingkungan
Sasaran:
1. Meningkatkan praktik CTPS di masyarakat dari 4,5% menjadi 50% pada tahun 2018
2. Menurunnya angka BABs dari 52,88% menjadi bebas BABs di tahun 2018
3. Menurunnya angka kesakitan ISPA
Sumber; Bab III SSK
2.5.3. Prioritas PHBS terkait Sanitasi
Tabel 2.19. Prioritas Implementasi Program dan Kegiatan PHBS terkait Sanitasi
No
Program
(1)
(2)
Pemicuan dan Pendampingan
STBM
Road Show Penyuluhan tentang
PHBS (CTPS, stop BABS dan
Membuang sampah pada
tempatnya) di sekolah-sekolah,
Pondok Pesantren, Perkantoran,
Permukiman dan ditempat-tempat
umum
Penyuluhan dan kampanye Pola
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
meliputi CTPS, Stop BABS dan
Membuang sampah pada
tempatnya melalui siaran radio atau
TV lokal.
Lomba K3 (Kebersihan, Keindahan
dan Ketertiban)
Pembangunan sarana cuci tangan
pakai sabun (CTPS) di tempattempat umum (terminal, pasar, alunalun dan stasiun), dan TPM (Tempat
Pengelolaan Makanan)
1
2
3
4
5
Sumber: Bab IV SSK
Score (dan bobot)
Score
Penerima Permasalahan Persepsi ProManfaat
Mendesak
Pokja
Poor Total
%
%
%
%
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
Urutan
Prioritas
(8)
4
4
4
4
4.00
1
4
4
3
4
3.75
1
3
4
3
3
3.25
1
4
2
3
3
3.00
1
3
2
3
3
2.75
2
2.6. Review Kerangka Kerja Logis
Tabel 2.20. Kerangka Kerja Logis Air Limbah Domestik
Permasalahan Mendesak
1. Belum ada data base terkait
sanitasi
2. Kondisi Geografis wilayah
3. Belum adanya peraturan
mengenai sanitasi
4. Anggaran sanitasi
terbatas/sangat minim
5. Perilaku BABs masyarakat
masih tinggi, baik itu di
sungai, pekarangan, hutan,
jamban cemplung serta
sebagian besar jamban yg
tidak kedap (septik tank)
6. Sarana prasarana kurang,
serta rusak
7. Terbatasnya sumber air
bersih di perdesaan
8. Program sanitasi (air
limbah) belum menjadi
prioritas pembangunan
seperti sub sektor lain atau
infrastruktur
Tujuan
Sasaran
Mengubah perilaku
1. Penurunan
pencemaran buangan
masyarakat untuk
isi tangki septik dari
memiliki jamban sehat
100% menjadi 56%
yang terhubung tangki
2. Peningkatan jumlah
septik
kepemilikan tangki
septik dari 66,7%
menjadi 97,8%
3. Belum adanya IPAL
medis di RSUD dan
PUSKESMAS
sehingga terjadi
pencemaran
lingkungan
4. Belum adanya sistem
pengelolaan air
limbah untuk industri
kecil menengah dan
pasar yang
kebanyakan
menimbulkan
pencemaran
lingkungan
Strategi
- Mengikuti Program PPSP serta
melaksanakan program dan
kegiatan telah dibuat
- Membuat Perda tentang
standarisasi tangki septik yang
memenuhi syarat
- Sosialisasi di tingkat desa dan
kelurahan serta publikasi melalui
media massa dan radio tentang
penggunaan tangki septik yang
memenuhi syarat.
- Advokasi kepada pengambil
keputusan tentang penggunaan
tangki septik yang memenuhi
syarat
- Membuat arisan jamban dan
tangki septik di lingkungan
masyarakat.
- Penguatan kapasitas SDM untuk
sistem pengelolaan air limbah dari
SKPD terkait
- Penguatan kelembagaan dan
peningkatan kapasitas personil
pengelolaan air limbah domestik,
melalui fasilitasi pembentukan dan
penguatan kelembagaan
pengelola air limbah permukiman
di tingkat masyarakat maupun di
tingkat Pemda, peningkatan
koordinasi dan kerjasama antar
lembaga serta mendorong
a.
Program
Pembuatan
1.
Master Plan Air
Limbah (Skala
Kabupaten)
2.
3.
b.
Infrastruktur Air 1.
Limbah Sistem
Setempat dan 2.
Sistem
Komunal
3.
4.
5.
6.
c.
Infrastruktur
Limbah Cair
Medis Rumah
Sakit (Kota
1.
2.
Kegiatan
Review Masterplan
Sistem Air Limbah Skala
Kabupaten
Penyusunan Outline plan
Sistem Air Limbah Skala
Kabupaten
Pembuatan Studi
Kelayakan untuk urgensi
dan pengadaan sistem
Air Limbah
Melakukan Arisan
Jamban
Melakukan
Pembangunan MCK ++
Pengadan Jamban
Individual
Melakukan
Pembangunan IPAL
Komunal / Tangki Septik
Komunal
Pembangunan IPLT
SPAL dan Tangki
Penampung Air Limbah
untuk Industri Kecil
Menengah dan Pasa
Studi Kelayakan Sistem
Pengelolaan Limbah Cair
Medis Rumah Sakit
Preliminary Design
-
-
-
-
peningkatan kemauan politik
(political will) para pemangku
kepentingan untuk memberikan
prioritas yang lebih tinggi terhadap
pengelolaan air limbah domestik;
Menyiapkan data yang
mendukung urgensi adanya
pengelolaan air limbah di
Kabupaten Belu
Membuat Perda tentang retribusi
dan sanksi larangan pembuangan
limbah tinja selain ke tempat
pengolahan yang ditentukan.
Menjalin kemitraan antara
pengusaha sedot tinja yang sudah
ada dengan pihak pemodal.
Menyusun PERDA yang
mewajibkan pembangunan
minimal satu IPAL medis dalam
satu rumah sakit dan setiap
puskemas
Mengambil peluang alternatif
pendanaan non-APBD untuk
pengadaan IPAL medis.
Melakukan pelatihan dan
pendampingan untuk operasional
IPAL medis
Menyusun Perda yang berkaitan
dengan pengelolaan limbah
industri kecil menengah dan pasar
Sosialisasi dan pendampingan
untuk mengubah perilaku pegiat
industri kecil menengah serta
pedagang di pasar dalam
Atambua)
Sistem Pengelolaan
Limbah Cair Medis
Rumah Sakit
3. Studi AMDAL/ UKL UPL
Sistem Pengelolaan
Limbah Cair Medis
Rumah Sakit
4. Pembebasan
Lahan/Tanah
5. Perencanaan Detail
(DED) Sistem
Pengelolaan Limbah Cair
Medis Rumah Sakit
6. Sosialisasi Pembangunan
Sistem Pengelolaan
Limbah Cair Medis
Rumah Sakit
7. ). Pembentukan Unit
Pengelola Sistim
Pengolah Limbah Medis
Rumah Saki
8. Pelatihan Pengelolaan
Sistem Pengolah Limbah
Cair Medis Rumah Sakit
9. Pembangunan Sistem
Pengolah Limbah Cair
Medis Rumah Sakit
10. Supervisi Pembangunan
Sistem Pengolah Limbah
Cair Medis Rumah Sakit
11. Pembangunan Sistem
Perpipaan Dari Tiap Unit
Layanan Rumah Sakit ke
IPAL Medis
Memastikan
ketersediaan alokasi
dana operasional
sistem pengolahan air
limbah
Meningkatkan alokasi
anggaran dalam APBD,
Mencari sumber
pembiayaan APBN dan
APBD Prov
mengelola limbahnya.
- Membangun SPAL untuk industri
kecil menengah dan pasar
- Membuat MoU antara pihak
eksekutif, legislatif dan Pemda
Prov. Tentang pembentukan
kelembagaan yang menangani
pengelolaan Air Limbah
- Memastikan RKPD dari SKPD
atau lembaga terkait
menuangkan kegiatan-kegiatan
yang telah di susun dalam SSK
Kabupaten Belu.
- Menjaga komitmen pihak
swasta/LSM yang sudah
berpartisipasi selama ini
- Meningkatkan partisipasi swasta
melalui kegiatan CSR
12. Supervisi Pembangunan
Sistem Perpipaan Dari
Tiap Unit Layanan
Rumah Sakit ke IPAL
Medis
13. Operasi dan
Pemeliharaan Sistem
Pengolah Air Limbah
Terpusat termasuk
perpipaan
Tabel 2.21. Kerangka Kerja Logis Persampahan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Permasalahan Mendesak
Belum mempunyai TPA
dengan system sanitary
landfill.
Program sanitasi belum
menjadi prioritas
pembangunan seperti
infrastruktur
Belum ada peraturan
mengenai persampahan
Pembiayaan tentang
persampahan masih
terbatas
Perilaku masyarakat
terutama di wilayah pantura
masih belum optimal
Belum ada sektor
usaha/swasta yang
berkecimpung penuh dalam
dunia pengelolaan
persampahan
Tujuan
Meningkatkan
kesadaran
masyarakat dalam
pengolahan
sampah melalui 3R
serta pelayanan
pengelolaan
sampah
-
-
-
Sasaran
Peningkatan
pengelolaan
sampah sejak di
sumber dari 0%
menjadi 35%
Menurunnya
jumlah
masyarakat yang
melakukan
pembakaran
sampah menjadi
20%
Peningkatan
cakupan layanan
sampah dari 12%
menjadi 80%
Strategi
- Melakukan sosialiasi
a.
kepada masyarakat agar
mau berlangganan
layanan sampah.
- Peningkatan kapasitas
pelayanan sampah
- Melakukan sosialisasi dan
kampanye tentang bahaya
pembakaran sampah
kepada masyarakat Kab.
Belu
- Penyiapan sarana
pendukung pengolahan
sampah skala rumah
tangga
- Pendampingan
pengolahan sampah skala
rumah tangga
- Memberikan insentif
b.
kepada masyarakat yang
melakukan praktik 3R
- Menyusun PERDA yang
mewajibkan
pembangunan minimal
satu insenerator dalam
satu rumah sakit dan satu
insenerator mini untuk
setiap puskemas.
- Mengambil peluang
alternatif pendanaan
untuk pengadaan
Program
Pengembangan
Kebijakan dan
Kinerja
Pengelolaan
Persampahan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Pengelolaan
Sampah dari
Sumbernya.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Kegiatan
Reiew Masterplan persampahan
skala kabupaten
Penyusunan SOP Pengelolaan
Persampahan
Penyusunan Rencana Usaha
(Business Plan) Persampahan
Penyusunan Kebijakan Kerjasama
pengelolaan persampahan
Kerjasama pengelolaan
persampahan
Fasilitasi kerjasama dengan dunia
usaha/lembaga
Promosi penggunaan produk daur
ulang sampah
Pemantauan dan evaluasi
pelaksanaan pelayanan
persampahan skala kota
Penyuluhan tentang Persampahan
kpd masya. & kel. Masya.
Kampanye pengurangan sampah
dari sumbernya
Kampanye tatacara dan gerakan
pemilihan sampah dari sumbernya
Pengadaan Tempat Sampah
Terpilah untuk Rumah Tangga.
Pengadaan Tempat Sampah
terpilah ditempat umum/jalan
Pembentukan Pokmas baru
ditingkat RT/RW tentang
pengolahan sampah
-
-
Tersedianya 1
insinerator di
RSUD dan
insinerator mini di
seluruh
PUSKESMAS
pada tahun 2018.
Penambahan
jumlah sarana
TPS serta
rehabilitasi TPS
yang tidak
memadai
insinerator sampah medis.
- Melakukan pelatihan dan
pendampingan untuk
operasional insinerator.
- Menyusun PERDA yang
mewajibkan pembangunan
minimal satu insinerator
dalam satu rumah sakit
dan satu insinerator mini
untuk setiap puskemas.
- Mengambil peluang
alternatif pendanaan untuk
pengadaan insinerator
sampah medis.
- Melakukan pelatihan dan
pendampingan untuk
operasional insinerator.
- Merevitalisasi dan
c.
menambah jumlah TPS
- Melakukan sosialisasi
tentang manfaat dan
penggunaan TPS dengan
benar (tidak membakar
d.
sampah di dalam TPS)
e.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Pengelolaan
Sampah dari
Stasiun Antara
sampai TPA
Pembangunan
Tempat
Pemrosesan Akhir
(TPA)
Infrastruktur
Insinerator untuk
Rumah Sakit dan
PUSKESMAS.
1.
2.
1.
Pembentukan kader warga peduli
lingkungan di setiap kelurahan
Pelatihan 3R bagi aparat
pengelola persampahan
Pelatihan Pengolahan sampah 3R
bagi kader desa dan RT/RW
Pengadaan keranjang sampah
komposter (TAKAKURA)
Pengadaan Stimulan KSM
Komposting
Pengadaan Gerobak Sampah
berseka
Pengadaan Gerobak Sampah
bermotor bersekat
Pengadaan Mobil Pick Up Sampah
Pengadaan Insentif Bagi
Masyarakat yang Melakukan 3R
Pembangunan TPS
Pengadaan Alat angkut stasiun
Antara dan TPA
Tabel 2.22. Kerangka Kerja Logis Drainase
Permasalahan Mendesak
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Penurunan kinerja saluran
drainase karena kerusakan
dan sedimentasi.
Adanya masalah genangan
yang disebabkan penurunan
kapasitas penampang saluran
akibat sedimentasi dan
sampah.
Masih lemahnya koordinasi
dalam pembagian
kewenangan dalam
pengelolaan sarana dan
prasarana drainase antar
instansi yang terkait.
Kurangnya partisipasi
masyarakat terhadap
pengelolaan sarana dan
prasarana drainase.
Alokasi dana yang cukup
minim untuk pengelolaan
sarana dan prasarana
drainase
Belum adanya
Penyusunan Perda
Drainase
Tujuan
Sasaran
Tersedia dan
terpeliharanya sarana
drainase yang
melibatkan
masyarakat dalam
pemeliharaannya
-
-
 Belum adanya
kebijakan yang
terpadu antar
wilayah
kabupaten
untuk
Tersedianya alokasi
anggaran rutin untuk
perawatan drainase dari
APBD serta dukungan
pendanaan dari luar
APBD
Strategi
-
-
Tidak ada lagi drainase
lingkungan yang
berfungsi sebagai TPS
serta, terprogramnya
kegiatan swakelola dan
pemeliharaan drainase
oleh masyarakat
Peningkatan cakupan
basis data genangan dari
12% menjadi 100%
- Kurang terpeliharanya
drainase dan berkurangnya
tingkat genangan
Program
Mengusulkan alternatif
a.
pendanaan dari pusat
dengan mempersiapkan
sharing budget
Mengusulkan secara
tetap ke dalam RKA
APBD dari SKPD terkait
untuk pembiayaan
pemeliharaan drainase
Revitalisasi tupoksi di
b.
Dinas PU & Perumahan
untuk pemeliharaan
drainase yang
berbasiskan masyarakat
Melakukan Sosialisasi,
kampanye dan
pendampingan
mengenai pemeliharaan
drainase ke masyarakat
- Meningkatnya akses
layanan drainase bagi
masyarakat di
lingkungannya
-
Kegiatan
Pembuatan Master
Plan Drainase (Kec.
Kota Atambua, Kec.
Atambua Selatan
dan Kec. Atambua
Barat)
-
Pembangunan
Saluran dan GorongGorong Drainase
Primer, Drainase
Seknder, dan
Drainase Tersier/
lingkungan (Kota
Atambua, Tenukiik,
Manumutin,
Fatubenao,
Manuaman, Rinbesi,
Lidak, Fatukbot,
Berdao, Tulamalae,
Umanen, Beirafu)
Peningkatan sarana
dan prasarana
sistem
pembangunan
saluran drainase
-
-
-
-
-
Review Master Plan
Drainase
Penyusunan Data Base
Sistem Drainase
Kota/Kawasan
Pembangunan Saluran
Drainase Primer,
Sekunder dan Tersier/
lingkungan
Rehabilitasi Saluran
Drainase Primer,
Sekunder dan Tresier/
lingkungan
Pemeliharaan Saluran
Drainase Primer,
Sekunder, dan Tersier/
lingkungan
Pembangunan saluran
drainase induk/primer
Operasional dan
pemeliharaan saluran
drainase
pengendalian
kawasan
resapan di
daerah hulu
sungai.
 Belum adanya
peraturan untuk
pengendalikan
luas lahan
terbuka sebagai
daerah resapan
air.
Tabel 2.23. Kerangka Kerja Logis PHBS
Permasalahan Mendesak
Tujuan
Mengubah perilaku
1. Sebagian besar
masyarakat untuk
masyarakat belum
melakukan cuci tangan menerapkan pola hidup
pakai sabun terutama bersih dan sehat secara
mandiri agar mengurangi
pada 5 waktu penting.
angka kesakitan penyakit
2. Masih sangat
berbasis lingkungan
Sasaran
Strategi
Peningkatan praktik
CTPS di masyarakat
dari 4,5% menjadi
50% pada tahun 2018
- Sosialisasi/penyuluhan pada
masyarakat tentang pentingnya
CTPS
- Meningkatkan promosi CTPS
melalui media cetak, radio dan
televisi lokal
- Memasukkan peraturan
mengenai kewajiban kepada
setiap pengelola tempat umum
untuk menyediakan sarana
CTPS sebagai persyaratan
pengajuan izin atau
rekomendasi usaha.
rendahnya
pemahaman tentang
PHBS di masyarakat
perdesaan.
3. Masih tingginya angka
BABs di masyarakat
perdesaan
Program
a.
Kegiatan
Peningkatan
Kesadaran Masyarakat
untuk ber-PHBS
-
Sosialisasi/penyuluhan
pada masyarakat desa
dan masyarakat sekolah
(PAUD, TK, & SD)
tentang pentingnya
CTPS.
Pelatihan bagi guru UKS
Sekolah Dasar tentang
PHBS
- Memasukkan pendidikan
Penurunan angka
BABS dari 52,88%
menjadi bebas BABS
di tahun 2018
tentang CTPS ke dalam
kurikulum sekolah dasar
- Advokasi kepada pengambil
b.
keputusan tingkat kecamatan
dan desa tentang STBM
- Menambah sarana dan
prasarana air bersih untuk
mendukung peningkatan sarana
sanitasi (jamban sehat).
- Memasukkan pendidikan
tentang dampak buruk BABs ke
dalam kurikuluom sekolah
dasar.
Pengembangan
Lingkungan Sehat :
(desa Fatuketi,
Tulakadi, Bauho,
Halimodok, Naekasa,
Kenebibi, Silawan,
Sadi, Manleten,
Fatubaa, Tialai, Tohe,
Fulur, Fohoeka)
1. Melakukan Fokus Group
Diskusi (FGD) tentang
Lingkungan Sehat bagi
masyarakat pedesaan.
2. Melakukan
pemicuan
STBM (Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat).
3. Melakukan dampingan
kepada puskesmas untuk
pembentukan
desa/kelurahan binaan
bebas BABs
4. Kegiatan studi EHRA di
56 Desa dan Kelurahan
yang belum disurvei
dalam Buku Putih
Sanitasi 2013.
Menurunkan angka
kesakitan ISPA dan
malaria
- Melakukan program-program
kesehatan yang bersifat
preventif
- Kampanye publik mengenai
pencegahan penyakit ISPA dan
malaria.
c.
d.
e.
Penyediaan Sarana
Fisik untuk mendukung
PHBS
Peningkatan peran
serta masyarakat
dalam PHBS
Sanitasi Sekolah
-
-
Pembangunan Sarana
Air bersih dan Sanitasi
di lingkungan Sekolah
baik itu PAUD, TK, SD,
SMP
Pembangunan Jamban/
Toilet,
Pembangunan sarana
CTPS,
Penyediaan sarana
pembuangan sampah
(Tong sampah dan TPS
u/ Sekolah
Download