EFEK PARTISIPASI PELANGGAN, NILAI-NILAI PERUSAHAAN DAN NILAI-NILAI KOLABORASI TERHAAP NILAI CO-CREATION DENGAN DIMODERASI SALES PERSON Dra. R.A Marlien, M.M Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Stikubank Semarang Email: [email protected] Abstrak Industri asuransi jiwa berperan dalam memobilitas dan meningkatkan akumulasi dana masyarakat, melalui tabungan dan dana investasi. Selain itu mengatur, mengalokasikan mengelola risiko dengan menjaga tingkat likuiditas dalam menghadapi ketidakpastian.Konsep dasar dalam penelitian ini berangkat dari konsep relationship marketing dan services marketing. Konsep kolaborasi merupakan perluasan dari konsep di atas. Penelitian ini bertujuan membangun kolaborasi sebagai anteseden nilai co-creation dengan sales person sebagai moderasi dalam hubungan antara partisipasi pelanggan, nilai-nilai perusahaan dan nilai-nilai kolaborasi.Seperangkat proposisi-proposisi yang dibangun menarik untuk dikembangkan lebih lanjut dengan investigasi secara empiris melalui uji hipotesis. Keywords: Partisipasi pelanggan, Nilai-nilai Perusahaan, Nilai-nilai Kolaborasi, Co-Creation 1. Latar Belakang Perkembangan dan kemajuan teknologi informasi telah membawa perubahan konsep pemasaran yang semula menjual dan melayani dengan sedikit melibatkan pelanggan atau peran pelanggan pasif. Sekarang menjadi konsep pemasaran yang lebih dialogis, transparan, mendengarkan, menyesuaikan dan melibatkan pelanggan aktif berinteraksi. Fenomena tersebut menjadikan lingkungan pemasaran lebih kompleks, terbuka dan menantang. Perusahaan dituntut untuk lebih efektif melakukan inovasi berkelanjutan menangkap, menciptakan nilai dengan menggunakan sumber daya, posisi perusahaan guna mempertahankan keunggulan kompetitif. Seminar and call for paper Kebutuhan pelanggan yang terus berubah dengan berkembangnya teknologi menyebabkan ongkos pengembangan produk semakin mahal. Perusahaan harus melakukan inovasi tidak hanya dengan mengembangkan produk baru, tetapi menciptakan paradigma baru. Paradigma yang dimaksud adalah kerjasama antar perusahaan, pesaing dan konsumen menjadi suatu kemitraan. Partisipasi aktif pelanggan dan pengguna akhir dapat melalui teknologi internet, media web dan sosial yang memungkinkan kerjasama tersebut dapat dilakukan. Tujuannya tidak lain untuk mengurangi biaya, berbagi risiko, pengetahuan dan teknologi . Konsep pemasaran yang melibatkan perusahaan, pesaing dan konsumen aktif 2015 Strategic Agility: Thrive in Turbulent Environment (Research and Practices) Hotel Grasia, Semarang 7 Oktober 2015 MADIC 2015 dalam menghasilkan produk dan jasa1 dinamakan pemasaran kolaboratif. Melibatkan konsumen dalam penciptaan produk memungkinkan mereka mengekspresikan pikiran, ketrampilan dan kapabilitasnya untuk berkolaborasi dengan perusahaan. Kolaborasi tersebut akan menghasilkan nilai cipta-bersama (cocreation)2 yang unik menjadikan keunggulan tersendiri bagi perusahaan. Co-creation memberikan ruang pada pelanggan dan pengguna akhir terlibat aktif dalam disain, pengembangan produk dan layanan, sehingga produk yang dihasilkan merupakan perwujudan dari kepribadian personal, pengalaman konsumen dan perusahaan. Pada kegiatan ini pelanggan berusaha untuk menggunakan pengaruh ideide inovasi mereka pada sistem bisnis. Pengaruh tersebut pada tahap-tahap tertentu yaitu aktifitas disain, proses atau sisi layanan (Prahalad dan Ramaswany 2004a; Chesbrough, 2007; Dervojeda, Verzijl, dan Nagtegaal 2014). Oleh karenanya perusahaan dimungkinkan untuk mencipta nilai unik sesuai dengan pengalaman individu pelanggan. Hal ini yang membedakan perusahaan dengan yang lain, dan nilai ini sulit ditiru. Akibat dari perubahan paradigma perusahaan yang semakin terbuka, maka mereka harus mendefinisikan ulang janji-nilai (value proposition) dan cara penyampaiannya pada pelanggan. Dari beberapa penelitian empiris dan studi kasus bahwa teknologi informasi melalui media web dan sosial memungkinkan strategi eksplorasi yang menghasilkan pengembangan produk dan layanan baru dengan melibatkan pelanggan. Kerjasama tersebut dilakukan dengan tujuan 1 Istilah Produk dan Jasa selanjutnya digunakan kata produk 2 Istilah pencipta-bersama selanjutnya digunakan kata co-creation Seminar and call for paper mengurangi risiko, biaya, menjaring berbagi ide kreatif, berbagi pengetahuan dan teknologi. (Chesbrough, 2003; Prahalad & Ramaswany, 2004a; Chesbrough, 2007; Ophof, 2013a; Filieri, 2013). Keberhasilan kerjasama perusahaan dengan pelanggan telah dibuktikan oleh sepatu Nike, industri penerbangan, industri perhotelan, pesanan tiket kereta api, wikipedia dan masih banyak lagi. Wikipedia merupakan kumpulan ribuan penulis yang berkolaborasi di dunia maya menuliskan, mengedit, menyempurnakan informasi untuk mewujudkan ensiklopedia terlengkap di muka bumi ini. Sementara beberapa peneliti mengkritik tentang pengembangan produk dengan melibatkan pelanggan dan pengguna akhir. Pelanggan yang terlibat dalam pengembangan produk kurang memiliki pengetahuan teknis yang memadai dan kurang memahami artikulasi kebutuhan mereka dalam memproduksi produk inovasi (Christensen, 1997; Leonard dan Rayport, 1997; Bogers, 2010). Akan tetapi, tidak semua perusahaan mampu memanfaatkan secara optimal keunggulan teknologi informasi. Mereka masih mempertahankan sistem konvensional yang kurang responsif, seperti perusahaan asuransi jiwa di Indonesia. Menurut laporan OJK (2013), Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk terbesar sekitar 244 juta jiwa dimana kontribusi pemegang polis asuransi jiwa hanya 3% dari jumlah penduduk. Bandingkan dengan negara tetangga Malaysia dengan jumlah penduduk sekitar 30 juta jiwa dimana kontribusi pemegang polis asuransi jiwa 32,91% dari jumlah penduduk (LIMRA, 2010). Hal tersebut menggambarkan bahwa peluang pasar asuransi jiwa di Indonesia masih sangat besar, tetapi perusahaan belum dapat menggarapnya secara optimal. 2015 Strategic Agility: Thrive in Turbulent Environment (Research and Practices) Hotel Grasia, Semarang 7 Oktober 2015 MADIC 2015 Produk asuransi jiwa kurang diminati oleh masyarakat di Indonesia disebabkan oleh banyak hal seperti penelitian yang dilakukan Rochma, (2007), dimana tingkat pendapatan masyarakat yang tidak tinggi menyebabkan asuransi belum menjadi prioritas utama. Penyebab lain, kurangnya edukasi oleh perusahaan asuransi sehingga pelanggan kurang mendapat informasi yang tepat. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Khair (2014), citra perusahaan yang kurang baik menyebabkan kurangnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap asuransi. Keterlibatan pelanggan dalam menentukan apa yang diinginkan dan dibutuhkan terhadap dana yang diinvestasikan untuk masa yang akan datang juga masih rendah. Menurut Sunarto (2000) kurangnya interaksi perusahaan dengan pemegang polis setelah terjadi transaksi dan sistem yang digunakan masih konvensional yang menyebabkan rendahnya minat untuk berinvestasi di asuransi jiwa. Nilai investasi pada jaminan sosial dan nilai berjaga-jaga dalam asuransi jiwa dianggap tidak terlalu penting oleh masyarakat. Hal tersebut mungkin disebabkan karena terbatasnya pengetahuan, kurangnya informasi tentang arti pentingnya asuransi untuk berjaga-jaga atau risiko apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Selain itu keterbatasan dana, dan sistem yang kurang terbuka karena masih menggunakan pendekatan konvensional (Sunarto, 2000; MarkPlus Insight, 2012). Produk asuransi yang ditawarkan sebagian besar sudah menjadi ketetapan dari perusahaan (given), sehingga pelanggan tidak memiliki kesempatan untuk menentukan produk yang sesuai kebutuhan, kemampuan dan penempatan uang yang diinvestasikan. Perusahaan membutuhkan mediator atau agen/tenaga penjual (salesperson) untuk menyampaikan dan menginformasikan pengetahuan tentang Seminar and call for paper produk kepada pelanggan. Peran agen/tenaga penjual bagi perusahaan asuransi jiwa sangat penting dalam mengedukasi, memperkenalkan, memengaruhi dan membujuk pelanggan untuk membeli produk asuransi jiwa. Keterhubungan pelanggan dan perusahaan asuransi jiwa melalui tenaga penjual/agen menjadi cukup unik karena para agen tidak hanya menjual dan memasarkan, tetapi dituntut menjadi pencipta nilai (value creator). Sebagai pencipta nilai, seorang tenaga penjual dituntut memiliki kemampuan komunikasi, kompetensi, ketrampilan (skill), kerja keras, dan kerja cerdas (Sujan, Weitz, dan Kumar, 1994). Menurut temuan Baker (1999), kinerja tenaga penjual memiliki peran yang penting karena akan berdampak pada penciptaan keunggulan-bersaing (competitive-advantage) melalui pencapaian tujuan perusahaan, yaitu (1) peningkatkan volume penjualan, (2) peningkatan profitabilitas dan (3) peningkatan kepuasan pelanggan. Selain itu mereka juga berperan sebagai seorang konsultan keuangan dalam rencana investasi keuangan bagi pelanggan (Salipante, 2002a; Maglio dan Spohrer, 2008). Penelitian yang dilakukan Zultowski (2012) menemukan tentang kurangnya tingkat kepercayaan pelanggan terhadap agen/tenaga penjual polis asuransi. Hal ini disebabkan karena mereka lebih mengutamakan kepentingan sendiri dan komisi, sehingga pelanggan di Amerika lebih menyukai bertransaksi melalui daring (online). Berbeda dengan hasil penelitian oleh Rochma (2007) di Indonesia, peran agen/tenaga penjual masih sangat tinggi sekitar 83% dari total penjualan polis. Hal tersebut disebabkan karena karakteristik masyarakat Indonesia yang masih tergolong pasif dan gagap teknologi. 2015 Strategic Agility: Thrive in Turbulent Environment (Research and Practices) Hotel Grasia, Semarang 7 Oktober 2015 MADIC 2015 Perubahan paradigma di atas belum terjadi pada industri asuransi jiwa di Indonesia. Studi ini menarik karena cocreation belum banyak diteliti oleh peneliti sebelumnya. Tenaga penjual sebagai peubah moderasi dalam penelitian ini karena peran yang unik sebagai mediator perusahaan dan pelanggan, yang memotivasi, mengedukasi bahkan sebagai konsultan keuangan bagi pelanggan. 2. Landasan Teori 2.1 Partisipasi Pelanggan Pemasaran jasa merupakan konsep pemasaran yang berorientasi pada keterhubungan penyedia jasa dan pengguna. Interaksi tersebut adalah keterlibatan aktif antara pelanggan, karyawan perusahaan yang kadang kala bersifat singkat atau waktu yang panjang dan berkelanjutan. Intensitas keterlibatan pelanggan dengan karyawan dalam bertransaksi menjadi kunci dalam konsep pemasaran jasa. Keterlibatan pelanggan dapat dimaknai sebagai partisipasi pelanggan dalam berinteraksi antara pelanggan dengan karyawan. Partisipasi pelanggan tersebut dapat berupa penyampaian layanan yang superior, layanan produksi baik secara fisik maupun berbagi sumberdaya atau kompetensi ( Dabholkar 1990, Schneider and Bowen 1995, Lengnick-Hall 1996). Perkembangan teknologi informasi memungkinkan pelanggan berpatisipasi aktif dalam proses pemasaran. Perusahaan harus lebih terbuka dalam informasi dan sumber daya, untuk hal tersebut perusahaan berkolaborasi dengan pelanggan untuk menciptakan nilai-nilai yang memenuhi kebutuhan individu dan dinamis (Prahalad & Ramasmamy, 2000). Partisipasi melibatkan tindakan sukarela dari konsumen untuk memastikan bahwa layanan ini tidak hanya disampaikan dengan cara yang memenuhi kebutuhan mereka (co-production) tetapi Seminar and call for paper juga untuk meningkatkan kualitas dan manfaat dari proses. Pada indutri jasa, pelanggan diperlukan untuk menyediakan sumber daya produksi dalam bentuk informasi atau usaha sebelum transaksi layanan dapat disampaikan. Seperti dalam jasa keuangan dalam hal ini adalah jasa asuransi jiwa, keterlibatan pelanggan dalam memberikan informasi kepada penasehat keuangan profesional dan bersama-sama membuat keputusan tentang investasi yang disepakati. Sementara pelanggan bukan anggota organisasi atau karyawan parsial. Hal ini mencerminkan peran aktif pelanggan yang meliputi berbagi informasi saat proses transaksi dan bukan hanya hadir dengan layanan karyawan selama pertemuan layanan (service-encounter). Perusahaan sebagai provider layanan yang menawarkan nilai-nilai perusahaan (value-proposition) yang tercermin pada produk yang dihasilkan, harus sesuai dengan nilai-nilai yang dirasakan pelanggan sesuai dengan manfaat dan pengorbanan (take/benefit and give/sacrifice) (Graf & Maas, 2008). Penelitian kualitatif yang dilakukan oleh Zeithaml (1988); Woodall (2003); Kotler & Keller (2012) meliputi manfaat, pengorbanan, rasional, persepsi atribut produk yang diawarkan. Para peneliti menemukan konsep persepsi nilai-pelanggan merupakan strategi perusahaan untuk menentukan kebutuhan dan keinginan sesuai harapan pelanggan. Dalam lingkungan jasa pengaruh keterlibatan pelanggan, perusahaan dan karyawan dalam menyampaikan produk menjadi tantangan penyedia jasa untuk memahami nilai-yang-dirasakan pelanggan. Hasil penelitian Chang & Wang Shin-Wai, (2011) menunjukan pengaruh yang lemah terhadap nilai-yang-dirasakan pelanggan dalam perilaku beli/belanja daring. Partisipasi pelanggan pada perusahaan mulai dari tahapan disain, proses dan atau penyampaian pada pelanggan akan 2015 Strategic Agility: Thrive in Turbulent Environment (Research and Practices) Hotel Grasia, Semarang 7 Oktober 2015 MADIC 2015 menghasilkan co-creation yang tinggi, hal ini menimbulkan efek sinergi. Hasil cocreation ini akan berbeda bila dibandingkan dengan kerja secara terpisah atau parsial dengan memanfaatkan integrasi sumberdaya, berbagi kompetensi dan pengetahuan secara berkesinambungan (Heinola 2012, Gronroos 2011a, Vargo et al., dan 2008a). Penelitian tersebut dikuatkan oleh Prahalad dan Ramasmamy (2004), Thomke dan von Hippel (2002) yang mengatakan partisipasi pelanggan yang dilakukan dapat melalui kegiatan inovasi produk, inovasi-proses, dan interaktivitas. Namun menurut Hsiuju, Yen, Gwinner, & Su (2004), Kotabe & Scott (1995) bahwa tidak semua partisipasi pelanggan dengan perusahaan dapat berjalan dengan sukses. Kegagalan dalam kerjasama menimbulkan efek negatif pada inovasi pengembangan produk karena perbedaan sumberdaya dan keterbukaan informasi. 2.2 PENCIPTAAN-NILAI-BERSAMA (COCREATION) Menurut Gronroos (2011), pelanggan adalah co-creator atau pencipta nilai, karena pelanggan baru dapat merasakan manfaatnya jika mereka telah melakukan pembelian dan menggunakannya. Pemasok adalah fasilitator nilai karena sumber/fasilitas masukan ke proses diproduksi oleh pemasok/perusahaan. Penciptaan nilai-pelanggan (customer value creation/CVC) bertitik tolak pada transformasi visi dan misi dalam strategi pengembangan perusahaan, ke dalam bentuk pelayanan pada pelanggan yang akan berdampak pada kinerja perusahaan (meningkatkan reputasi, brand, perilaku pelanggan). Penciptaan nilai pelanggan meliputi janji-nilai perusahaan (value proposition) yang akan diberikan kepada pelanggan, menentukan nilai yang akan didapatkan perusahaan dari pelanggannya dan mengelola pertukaran nilai tersebut serta mengoptimalkan nilai yang diinginkan pada Seminar and call for paper segmen pelanggan secara terus-menerus (Hendra 2009). Dalam prespektif pemasaran, hubungan pertukaran yaitu melibatkan proses, ketrampilan, komitmen dan jasa yang ditawarkan serta nilai yang diciptakan bersama pelanggan. Penciptaan nilai dapat diciptakan melalui interaksi antara perusahaan dan pelanggan, pemegang saham, pegawai, pemasok, distributor, dan masyarakat. Dalam perusahaan asuransi keterlibatan pelanggan dalam menciptakan nilai berperan dalam menentukan prosedur klaim, mengelola alokasi dana, dan mengelola risiko serta layanan lain yang terkait dengan produk asuransi. Nilai yang diciptakan bersama akan menghasilkan produk sesuai pribadi, pengalaman yang unik pelanggan, pendapatan berkelanjutan bagi perusahaan, dan meningkatkan kinerja pasar perusahaan (loyalitas, hubungan jangka panjang, kata positif dari gethok-tular) (Prahalad dan Ramasmamy 2000a). Pandangan Vargo dan Lusch (2008), tentang co-creation adalah pengetahuan dan keterampilan yang merupakan inti dari layanan. Logika layanan dominan (service-dominant logic) atau S-D logic adalah kerangka dasar nilai co-creation yang menggeser fokus mendasari penciptaan nilai mulai dari luaran perusahaan dan nilai pertukaran (value inexchange) (Vargo, Maglio, dan Akaka 2008). Nilai yang diterima pelanggan adalah selisih antara total jumlah nilai bagi pelanggan dan total jumlah biaya pelanggan (Kotler, 2002). Studi tentang nilai-pelanggan merujuk pada temuan Wooddruff, (1997); Vargo dan Lusch (2004); Smith dan Colgate (2007). Penciptaan nilai-pelanggan sering disebut sebagai kegiatan sisi perusahaan, hal ini menunjukan bahwa manajemen pelanggan berbasis nilai dianggap isu strategis (Rajagopal, 2006; Berghman, Matthyssens, danVandenbempt, 2006b; 2015 Strategic Agility: Thrive in Turbulent Environment (Research and Practices) Hotel Grasia, Semarang 7 Oktober 2015 MADIC 2015 Kothari dan Lackner, 2006; Prahalad dan Ramaswany, 2004). Meskipun nilai-pelanggan sudah diterapkan oleh banyak perusahaan lebih dari 2 (dua) dekade yang lalu, kenyataannya menurut Wooddruff, (1997); Smith dan Colgate (2007), masih banyak perusahaan belum dapat mewujudkan nilai-pelanggan dalam aktivitas pemasaran secara menyeluruh bahkan banyak menemui kegagalan. Hasil temuan menunjukkan bahwa penyebab kegagalan mereka adalah (1). Perusahaan tidak memahami akan teori dan konsep nilai-pelanggan. (2). Perusahaan tidak memahami bagaimana mewujudkan nilai atas produk mereka sesuai dengan keinginan pelanggan. Nilai adalah sebuah konsep multidimensi dengan berbagai makna. Nilai dapat merujuk peringkat, arti penting, materi, atau nilai moneter, kekuasaan atau kegunaan (Sanders dan Simons, 2009). Nilai juga mengacu pada penilaian seseorang tentang apa yang penting dalam hidup. Dari prespektif bisnis, rantai- nilai mengacu pada semua fungsi kegiatan organisasi dalam rangka menciptakan atau menambah nilai produk atau jasa. Didorong oleh tuntutan pelanggan dan persaingan global banyak organisasi mencari cara-cara baru untuk mencapai dan mempertahankan keunggulan-kompetitif. Perusahaan melakukan orientasi ke pelanggan dengan menyampaikan keunggulan nilai sebagai salah satu keunggulan-kompetitif dan dimungkinkan menciptakan nilai superior pelanggan (superior customer value) (GuenzidanTroillo, 2007). Menawarkan nilai superior kepada pelanggan adalah penting untuk menciptakan dan mempertahankan hubungan pelanggan-pemasok dalam jangka panjang. Penciptaan nilai (value creation) dan berbagi nilai dapat dianggap sebagai alasan menjalin hubungan pelangganpemasok secara kolaboratif. Seminar and call for paper Menurut temuan Ulaga (2003), hubungan kolaboratif di pasar bisnis sangat penting bagi pelanggan dan pemasok. Pelanggan harus memutuskan apakah akan berinvestasi dalam hubungan dengan pemasok baru, atau mempertahankan dan mengembangkan nilai hubungan atau melakukan divestasi dari hubungan dengan nilai yang rendah. Dimensi dalam penciptaan nilai dalam hubungan bisnis adalah kualitas produk, dukungan layanan, penyampaian, penyedia layanan (provider), time to market, interaksi personal, harga dan proses harga. Studi yang dilakukan Bititci et al., (2004a), sebuah organisasi dalam memenuhi harapan pelanggan harus menciptakan kekayaan bagi pemegang saham, dan bagi kedua belah pihak. Oleh karena itu, penciptaan nilai dalam organisasi kolaboratif harus menjadi situasi win-win-win proses untuk semua pihak yang bersangkutan. Para mitra masing-masing harus mendapatkan keuntungan dari kolaborasi dengan meningkatkan nilai internal kepada pemegang saham mereka serta memberikan nilai yang lebih baik (eksternal) sampai pelanggan akhir. Sentrik penciptaan nilai perusahaan dimulai dengan mengakui bahwa peran pelanggan dalam sistem industri telah berubah dari terisolasi menjadi terhubung, dari menyadari untuk memberitahu, dari pasif menjadi aktif ( Prahalad dan Ramasmamy, 2004). Dampak keterhubungan, informasi, dan pelanggan aktif terwujud dalam banyak hal. Akses informasi ke sejumlah informasi menyebabkan pelanggan mendapatkan pengetahuan lebih banyak dalam membuat keputusan yang lebih baik. Bagi perusahaan yang biasanya membatasi arus informasi kepada pelanggan, pergeseran radikal ini menyebabkan daring jutaan pelanggan secara kolektif menantang transparansi informasi. 2015 Strategic Agility: Thrive in Turbulent Environment (Research and Practices) Hotel Grasia, Semarang 7 Oktober 2015 MADIC 2015 Mengingat pandangan Wooddruff (1996), produk bukan apa yang manajer harus pahami, melainkan apa yang pelanggan inginkan untuk mencapainya. Sejalan dengan penelitian Parasuraman et al., (1985), menunjukkan bahwa ada sejumlah celah atau kesenjangan antara harapan pelanggan dan persepsi manajemen. Studi yang dilakukan Rajagopal (2006); Bolton dan Drew (1991); Zeithaml (1988), bahwa perbedaan nilai-yang-dirasakan atau kesenjangan nilai terjadi antara apa yang produsen tawarkan dan dengan apa pelanggan benar-benar rasakan. Pelanggan akan merasa jika penilaian pasca pembelian melebihi apa yang diharapkan. Keterlibatan pelanggan dalam berbagai kegiatan penciptaan nilai melalui produk yang dibuat, meliputi proses produksi, distribusi produk dan menciptakan layanan (Etgar, 2009). 2.3. PEMASARAN-KETERHUBUNGAN (RELATIONSHIP MARKETING) Masalah utama yang dihadapi perusahaan-perusahaan saat ini adalah bagaimana menarik pelanggan dan mempertahankanya agar perusahaan tersebut dapat bertahan dan berkembang serta memiliki keunggulan melebihi pesaing. Untuk mengatasi masalah tersebut maka perusahaan harus melakukan kegiatan pemasaran guna mempertahankan kelangsungan hidupnya. Kegiatan pemasaran yang harus dilakukan tidak lagi menggunakan car-cara konvensional. Paradigma pemasaran sekarang sudah bergeser tidak hanya menciptakan transaksi untuk mencapai keberhasilan pemasaran. Perusahaan juga harus menjalin dan memelihara hubungan dengan pelanggan dalam waktu yang panjang. Paradigma tersebut disebut pemasaran-keterhubungan (relationship marketing). Dasar pemikiran konsep ini adalah membina hubungan yang lebih dekat dengan menciptakan komunikasi Seminar and call for paper dua arah dengan mengelola suatu hubungan yang saling menguntungkan antara pemangku kepentingan. Menurut Sheth & Parvatiyar (2000), pemasaran-keterhubungan adalah proses berkesinambungan untuk terlibat dalam berbagai aktivitas serta program kooperatif dan kolaboratif dengan pelanggan. Tujuannya untuk menciptakan atau meningkatkan nilai ekonomi bersama dengan biaya yang lebih rendah. Pengertian lainnya yang dikemukakan Gummeson (2002), pemasaran-keterhubungan adalah pemasaran yang didasarkan pada pertukaran sosial atau hubungan antar jaringan atau daring. Daring tersebut dapat melibatkan konsumen, produsen, pemasok (suppliers), perantara (wholeseller, retailer/distributor) dan pemangku kepentingan lainnya. Menurut Zeithaml dan Bitner (2003), tujuan utama dari pemasaran-keterhubungan adalah untuk membangun dan mempertahankan pelanggan yang setia, menguntungkan bagi perusahaan, dan pada waktu yang sama meminimumkan waktu dan usaha yang dikeluarkan untuk mempertahankan pelanggan. Konsep pemasaran-keterhubungan lebih menekankan pada hubungan jangka panjang dan pertukaran yang saling memuaskan. Hubungan jangka panjang didapat melalui memelihara hubungan dengan pelanggan, cara ini lebih efektif ketimbang biaya untuk merekrut pelanggan, (Baker, 2006). Definisi pemasaran menurut American Marketing Association (AMA) 2007, pemasaran adalah aktivitas, mengatur lembaga, dan proses untuk menciptakan, berkomunikasi, memberikan, dan bertukar penawaran yang memiliki nilai pelanggan, klien, mitra, dan masyarakat pada umumnya. Mencermati beberapa definisi diatas maka pemasaran-keterhubungan merupakan proses dalam mengidentifikasi, membangun, mempertahankan, memelihara hubungan 2015 Strategic Agility: Thrive in Turbulent Environment (Research and Practices) Hotel Grasia, Semarang 7 Oktober 2015 MADIC 2015 jangka panjang, menciptakan komunikasi, pertukaran dua arah dengan mengelola suatu hubungan yang saling menguntungkan baik intra-relationship maupun interrelationships. Dari definisi pemasaranketerhubungan tersebut dapat disimpulkan bahwa konsep pemasaran-keterhubungan didasarkan pada: (1) konsep pertukaran (exchange) yang melibatkan banyak pemangku-kepentingan (stakeholders); (2) pertukaran relasional (relational exchange) yang berkaitan dengan perilaku pelaku (individu/organisasi) dalam berinteraksi baik konsumen akhir maupun pelaku organisasi; (3) hubungan yang saling menguntungkan; (4) berorientasi pada terciptanya hubungan harmonis dengan semua pemangku kepentingan; (5) orientasi jalinan relasional dalam jangka panjang (lifetime value relationship). Munculnya pemasaran-keterhubungan sebagai redefinisi konsep pemasaran yang dipicu oleh terjadinya pergeseran paradigma orientasi pasar dari transaksional (transactional) menjadi relasional (relationship) pada tahun 2000. Pada tahun tersebut munculnya teori pemasaran-keterhubungan: a. Pandangan berbasis sumberdaya antar perusahaan (resource-based view of interfirm). b. pemasaran-keterhubungan antar perusahaan berdasarkan teori pertukaran sosial dan jejaring (interfirm relationships marketing based on social exchange and network theories). c.Teori mikro hubungan antar pribadi (micro-theory of interpersonal relationships: evolutionary psycology and socialogy). Menurut Palmatier (2008), pendekatan berbasis-sumberdaya (resource-based view) merupakan keterpaduan berbagai perspektif teoritis pertukaran antar-perusahaan (interfirm) dengan menunjukkan dampak pemasaran- keterhubungan pada kinerja yang dipengaruhi oleh ikatan relasional (relational bonds) (misalnya, kepercayaan, komitmen), Seminar and call for paper serta investasi (misalnya, pelatihan, komunikasi) yang meningkatkan keberhasilan atau efektivitas aset relasional. Pendekatan tersebut mengungkapkan bahwa perusahaan yang unggul dapat melakukan kerjasama antar perusahaan dan/atau pelanggan. Kerjasama yang dilakukan untuk merintangi halangan masuk (barriers to entry) dan/atau halangan keluar (barriers to exit) serta mampu memiliki keunggulan bersaing. 2.4. Asuransi Jiwa Menurut Salim (2005), asuransi adalah suatu kesediaan (oleh individu atau badan hukum) untuk menetapkan kerugiankerugian kecil yang sudah pasti di masa sekarang sebagai pengganti kerugiankerugian besar yang belum pasti di masa datang. Kerugian kecil yang sudah pasti adalah dalam bentuk cicilan pembayaran atau pembayaran sekaligus premi kepada perusahaan asuransi, sedangkan pengganti atau kompensasi kerugian adalah dalam bentuk pembayaran klaim pertanggungan oleh perusahaan asuransi. Industri asuransi jiwa berperan untuk (1) memobilisasi dan meningkatkan akumulasi dana masyarakat, melalui tabungan (saving) dan dana investasi (investment fund), (2) mengatur dan mengalokasikan dana masyarakat, (3) mengatur dan mengelola risiko masyarakat, (4) menjaga tingkat likuiditas keuangan dalam menghadapi ketidakpastian (uncertainty) (Wachtel 2001; Scholtens dan Wensveen 2003; Morton 1999). Di Indonesia asuransi dapat digolongkan sebagai berikut : (1). Asuransi kerugian (asuransi umum), yaitu asuransi pada hak milik, kebakaran. (2). Asuransi varia (marine insurance, asuransi kecelakaan, asuransi mobil dan pencurian). (3). Asuransi jiwa (life insurance), yaitu yang menyangkut kematian, sakit, cacat (Perasuransian Indonesia, 2009). 2015 Strategic Agility: Thrive in Turbulent Environment (Research and Practices) Hotel Grasia, Semarang 7 Oktober 2015 MADIC 2015 Asuransi jiwa memberikan santunan kematian bagi pihak pewaris yang ditunjuk oleh tertanggung selaku nasabah bila si tertanggung wafat. Asuransi kesehatan menawarkan polis jaminan kesehatan bagi individu atau kelompok, yang mencakup biaya medis saat tertanggung menderita sakit atau cedera. Selain itu baik asuransi jiwa maupun asuransi kesehatan menawarkan polis jaminan santunan tetap secara rutin bagi tertanggung. Jaminan ini akan diberikan selaku nasabah yang mengalami cacat baik sementara atau permanen akibat kecelakaan, baik kecelakaan kerja atau kecelakaan lainnya. Jumlah perusahaan asuransi yang terdaftar di Indonesia, dari data yang diperoleh dari Bapepam-LK (September, 2010) sebagai berikut: Menurut Haiss dan Sumegi (2008), perkembangan industri asuransi jiwa dalam kegiatan perekonomian nasional, akan meningkatkan peranan lembaga keuangan untuk memberikan proteksi keuangan kepada masyarakat dan mendorong tumbuhnya sektor produktif melalui akumulasi dana investasi di pasar modal. Peran dan kontribusi asuransi jiwa sebagai salah satu lembaga keuangan merupakan financial dan risk intermediary antara masyarakat sebagai pemegang polis (policy holders) dan pelaku bisnis di pasar modal dan pasar uang. Peran tersebut terkait dengan kemampuan asuransi jiwa dalam memberikan proteksi terhadap risiko ekonomis masyarakat dan sekaligus menjadi lembaga yang mengakumulasikan dana masyarakat untuk berbagai kegiatan produktif melalui pasar uang dan pasar modal, dengan kegiatan investasi (Heiss dan Sumegi, 2008). Menurut Salim (2005), sektor perasuransian sebagai bagian dari sektor jasa keuangan Indonesia memiliki peran strategis dalam penciptaan kestabilan perekonomian Seminar and call for paper Indonesia melalui aspek pengelolaan risiko. Perekonomian Indonesia sebagaimana perekonomian lainnya tidak dapat lepas dari ketidakpastian atau risiko. Apabila tidak dikendalikan dampak dari terjadinya risiko tersebut dapat membuat perekonomian menjadi tidak stabil, terguncang, bahkan di tingkat mikro dapat menyebabkan kehancuran bagi pelaku ekonomi. Melalui sektor perasuransian, para pelaku ekonomi dapat memindahkan sebagian atau seluruh kerugian yang dideritanya, sehingga walau terjadi suatu peristiwa yang menimbulkan kerugian, aktivitas ekonomi sehari-hari tetap dapat terus dilanjutkan sebagaimana biasa (Morton, 1999). Untuk keseluruhan industri asuransi Indonesia, tingkat pertumbuhan aset mencapai 36% per tahun, dengan total aset mencapai US$ 33,9 miliar atau setara dengan Rp 319 Triliun (Tahun 2010 kurs US$ 1 = Rp 9.404). Angka pertumbuhan yang tinggi tersebut menunjukkan potensi pasar perasuransian domestik yang masih amat besar. Pertumbuhan industri perasuransian diyakini akan terus tumbuh positif di Indonesia dengan jumlah populasi 240 juta jiwa, yang merupakan jumlah populasi terbesar di Asia Tenggara ini. Dari kondisi di atas, potensi pasar domestik yang masih sangat besar, di mana sampai saat ini baru 15% masyarakat Indonesia yang sudah memanfaatkan asuransi. Dengan kata lain, masih terdapat sekitar 85% potensi pasar yang belum tersentuh. Kedua, pertumbuhan kelas menengah Indonesia yang mengalami peningkatan yang signifikan yang akan berpengaruh pada kebutuhan asuransi. Jumlah masyarakat kelas menengah dari 37 persen pada 2004 menjadi 56,7 persen dari total penduduk di Indonesia pada 2013 (www.antaranews.com). Sebagian besar aset perusahaan asuransi ditanamkan dalam bentuk investasi. 2015 Strategic Agility: Thrive in Turbulent Environment (Research and Practices) Hotel Grasia, Semarang 7 Oktober 2015 MADIC 2015 Investasi tersebut pada umumnya dalam bentuk surat-surat berharga seperti deposito berjangka, portofolio saham, obligasi, reksadana dan penyertaan saham (gambar 2.4). Sisa aset lain di luar investasi dapat dalam bentuk kas dan bank, piutang, aset tetap, biaya dibayar dimuka, dan aset pajak tangguhan. Investasi menjadi bagian dari aset perusahaan asuransi yang penting. Investasi yang dilakukan nantinya perusahaan dapat mengembangkan pendapatan premi yang diperolehnya menjadi aset yang terus tumbuh, menyisihkan sebagian untuk membayar klaim dan sebagian lagi untuk cadangan, serta membayar kegiatan operasionalnya. 2.5. HUBUNGAN ANTAR KONSEP-KONSEP a. Kaitan Antara Partisipasi Pelanggan Dengan nilai Co-Creation Partisipasi pelanggan yang bertujuan untuk menciptakan co-creation melalui integrasi sumberdaya dan penerapan kompetensi di kedua pihak yang mampu menghasilkan efek sinergis terhadap customer behaviour outcomes (CBO). Hal tersebut dikuatkan oleh penelitian yang dilakukan Heinola (2012), Gronroos (2011a), Vargo et al., dan (2008a) yang mengatakan bahwa kerjasama perusahaan dan pelanggan akan menghasilkan cocreation yang tinggi bila dibandingkan dengan kerja secara terpisah dengan memanfaatkan integrasi sumberdaya dan penerapan kompetensi dan pengetahuan. Co-creation yang merupakan hasil partisipasi pelanggan dengan perusahaan dalam penciptaan nilai meliputi berbagi informasi, membuat saran, terlibat dalam pengambilan keputusan dan proses penyampaian pada pelanggan (Bendapudi dan Leone 2003; Dong dan Zou 2008; Bolton dan Saxena-Iyer 2009a; Chan, Yim, dan Lam 2010; Schütz 2011; Heinola 2012; Ho, 2013). Seminar and call for paper Kerjasama antar organisasi dan pelanggan yang dibangun atas dasar saling memahami perbedaan sumberdaya, kemampuan dan kompetensi akan menguatkan sinergi antar organisasi, dan antar organisasi-individu yang terlibat dalam kerjasama tersebut. Perbedaan tersebut akan menimbulkan efek sinergi bagi perusahaan yang saling bekerjasama, dan karena seluruh pihak yang bekerjasama dapat berbagi dalam ekuitas dan aktivitas, hal itu dapat menghindari duplikasi kepemilikan ekuitas dan aktivitas. Berbagi penggunaan asset, aktivitas, kemampuan dan kompetensi tersebut memiliki konsekuensi meminimalisasi risiko, penghematan biaya, dan secara total akan cenderung mendapatkan hasil yang lebih besar dan akan mencipta keunggulan- bersaing baru yang tidak dimiliki sebelumnya. Platform kolaborasi dengan mitra, bahkan pesaing memiliki nilai strategis yang penting bagi perusahaan dalam jaringan dunia bisnis yang semakin dinamis untuk menciptakan dan mempertahankan keunggulan kompetif. Kolaborasi yang dilakukan dapat melalui kegiatan inovasi produk, inovasi-proses, dan interaktivitas (Prahalad dan Ramasmamy 2004; Thomke dan von Hippel 2002). Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan proposisi berikut : Proposisi 1 : Semakin tinggi Partisipasi Pelanggan, semakin tinggi nilai cocreation. b. Kaitan antara Nilai dengan nilai Co-creation Perusahaan Menurut Graf dan Maas (2008) perusahaan sebagai pusat penyedia layanan artinya nilai yang ditawarkan perusahaan terhadap produk yang dihasilkan, harus sesuai dengan nilai-yang-dirasakan pelanggan yang sesuai dengan manfaat dan pengorbanannya. Sebuah customer value proposition adalah sebuah janji eksplisit 2015 Strategic Agility: Thrive in Turbulent Environment (Research and Practices) Hotel Grasia, Semarang 7 Oktober 2015 MADIC 2015 yang dibuat oleh perusahaan kepada pelanggan bahwa ia akan memberikan sejumlah penciptaan nilai yang bermanfaat (Buttle, 2009). Dengan kata lain, customer value proposition adalah pernyataan tertulis memfokuskan semua kegiatan pasar organisasi ke elemen-elemen penting customer yang membuat perbedaan yang signifikan dalam proses pengambilan keputusan customer, untuk memilih dan / atau membeli penawaran organisasi atas pesaing (Fifield 2007 : 443). Penelitian kualitatif yang dilakukan oleh Zeithaml (1988); Woodall (2003); Kotler & Keller (2012) meliputi manfaat, pengorbanan, rasional, persepsi atribut produk yang diawarkan. Para peneliti menemukan konsep nilai-nilai perusahaan merupakan strategi perusahaan untuk menentukan kebutuhan dan keinginan sesuai harapan pelanggan. Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan proposisi berikut : Proposisi 2 : Semakin tinggi Nilai-nilai Perusahaan, semakin tinggi nilai cocreation. c. Kaitan antara Nilai Kolaborasi dengan Co-Creation Kolaborasi untuk menghasilkan visi bersama, membangun kesepakatan mengenai suatu isu atau masalah, menciptakan solusi untuk masalah tersebut, dan mengedepankan nilai-nilai bersama untuk menghasilkan keputusan yang menguntungkan semua pihak (Simatupang dan Sridharan, 2004). Jadi kolaborasi adalah proses interaktif yang melibatkan dua atau lebih peserta yang bekerja sama untuk mendapatkan hasil yang tidak bisa diselesaikan secara mandiri. Studi oleh Anderson dan Narus (1990) mengukur kualitas kolaborasi antar organisasi pabrikan dan penyalur dengan menggunakan indikator kepuasan antar pihak yang bekerjasama dan umur aliansi. Seminar and call for paper Artinya semakin puas dan semakin panjang usia kerjasama merupakan cerminan semakin baiknya sinergi kerjasama tersebut. Sementara Covey (2000) menegaskan bahwa unsur penting dalam menghasilkan kerjasama adalah keterlibatan emosional yang tinggi antar pihak yang bekerjasama. Untuk mewujudkan hasil yang ingin dicapai dengan berlandaskan pada upaya proaktif dengan memahami rekan kerjasama dan bukan ingin dipahami, membuka luas untuk mendapatkan alternatif-alternatif terbaik dalam kerjasama dan berprinsip pada pola fikir saling menguntungkan (win-win). Kerjasama yang kuat antar organisasi Anderson dan Narus (1990), Muthusamy (2007), Craig (2005), Sawler (2005), artinya semua pihak yakin bahwa dengan kerjasama akan menghasilkan sesuatu yang lebih besar/baik, dan tidak berupaya untuk melakukan tindakan-tindakan oportunis yang akan merusak kerjasama tersebut. Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan proposisi berikut : Proposisi 3 : Semakin tinggi Nilai Kolaborasi, semakin tinggi nilai cocreation. d. Kaitan antara Kapabilitas Salesperson dengan Co-Creation. Kehadiran tenaga penjual (Salesperson) dalam sistem pelayanan yang dilakukan sebagai integrator sumberdaya dan fasilitator nilai antara perusahaan dan pelanggan melalui proses penciptaan nilai dan nilai penyampaian sangat memegang peranan penting (Maglio dan Spohrer, 2008; Spohrer, 2008; Vargo et al., 2008a). Peranan tersebut terutama dalam mempromosikan, mengenalkan, dan menyakinkan pelanggan pada produk, dan janji-janji nilai perusahaan. Kemampuan tenaga penjualan dalam memengaruhi persepsi pelanggan dan penciptaan nilai akan berdampak meningkatkan kinerja perusahaan baik 2015 Strategic Agility: Thrive in Turbulent Environment (Research and Practices) Hotel Grasia, Semarang 7 Oktober 2015 MADIC 2015 secara finansial maupun non finansial (Salipante, 2002). Peran tenaga penjualan dalam menyampaikan produk jasa seperti asuransi keterlibatan tenaga penjual dengan pelanggan sangat tinggi. Keberhasilan tenaga penjual menyakinkan pelanggan untuk memutuskan membeli produk, sangat tergantung pada proses keterlibatan penyampaian informasi antara tenaga penjual dengan pelanggan. Keberhasilan tenaga penjual dalam menutup sebuah penjualan harus memiliki keterlibatan dan kepercayaan dengan pelanggan. Tenaga penjual pada perusahaan jasa merupakan value creator, karena sifat dari produk dengan manfaat yang sulit dideskripsikan secara jelas. Sebagian besar pelanggan masih sangat awam terhadap produk-produk asuransi jiwa, banyak informasi yang tidak dipahami oleh pelanggan terutama tentang hak dan kewajiban pelanggan. Selain itu jasa asuransi adalah unik, karena manfaat tidak langsung dirasakan, pelanggan akan mendapatkan manfaat produk tersebut dalam jangka waktu yang cukup lama atau jika terjadi peristiwa atau petaka. Kolaborasi sinergi antar tenaga penjualan dan pelanggan dalam co-creation sangat menentukan keberhasilan dalam menentukan keputusan membeli produk asuransi. Tenaga penjual sebagai agen perusahaan berupaya menyampaikan janjijanji nilai perusahaan pada pelanggan. Oleh karena itu perusahaan perlu memberdayakan kemampuan tenaga penjual dalam meningkatkan komitmen, kompetensi (knowledge, skill), kepuasan, dan kinerja tenaga penjual agar dapat berdampak langsung terhadap kinerja organisasi (Evans, Gremler, Schlacter, dan Wolfe 1995; Salipante, 2002). Kemampuan tenaga penjual dalam memberi pemahaman tentang produk menjadi kekuatan tersendiri, di mana seorang tenaga penjual harus memiliki Seminar and call for paper kecerdasan, pengetahuan yang luas (produk, nilai-nilai perusahaan) dan pengalaman yang baik untuk dapat memberi pemahaman dan kepercayaan pada pelanggan. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Yamoah (2013), Sujan et al., (1994), yang menunjukan bahwa kapabilitas sales person dapat meningkatkan pengetahuan pelanggan yang akhirnya dapat meningkat penjualan. Selain harus memiliki kompetensi dan motivasi tenaga penjual juga harus memiliki kapabilitas yang tinggi yaitu kemampuan merencanakan, menentukan target pelanggan dan berkomunikasi. Fungsi lain tenaga penjualan di industri asuransi selain sebagai mediator perusahaan dan pelanggan, yang tidak kalah pentingnya yaitu sebagai konsultan keuangan dalam merencanakan investasi bagi pelanggan. Tenaga penjualan sebagai value creator dan integrator antara perusahaan dan pelanggan, maka ia harus memiliki kompetensi, kapabiltas, motivasi dan komunikasi yang tinggi agar dapat membujuk dan meyakinkan pelanggan terhadap produk yang ditawarkan. Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan proposisi sebagai berikut : Proposisi 4a : Kapabilitas tenaga penjualan memoderasi Partisipasi Pelanggan terhadap Co-Creation Proposisi 4b : Kapabilitas tenaga penjualan memoderasi Nilai-nilai Perusahaan terhadap Co-Creation Proposisi 4c : Kapabilitas tenaga penjualan memoderasi Nilai Kolaborasi terhadap Co-Creation 3. Metodologi Penelitian Model penelitian ini dibangun berdasarkan dari proposisi-proposisi di atas, yang diharapkan dapat menjelaskan variabel-variabel yang mempengaruhi cocreation. 2015 Strategic Agility: Thrive in Turbulent Environment (Research and Practices) Hotel Grasia, Semarang 7 Oktober 2015 MADIC 2015 membangun kerangka kerja yang lebih komprehensip. Sales Person Customer Partisipasi P1 P4a REFERENSI P4b Nilai-Nilai Perusahaan Nilai-nilai Kolaborasi P2 Co-Creation Value P4c P3 Gambar 1. Model Penelitian Populasi pada penelitian ini adalah nasabah asuransi jiwa di kota Semarang. Analisis dilakukan dengan menggunakan model persamaan struktural (SEM). 4. Simpulan Penelitian cipta nilai bersama atau cocreation pada konteks perusahaan asuransi jiwa dengan variabel partisipasi pelanggan, nilai-nilai perusahaan dan nilai-nilai kolaborasi dengan sales person sebagai variabel moderator. Peran sales person sebagai moderator mengingat mereka mediator perusahaan dengan nasabah. Kekuatan sales person memengaruhi nasabah dalam pengambilan keputusan untuk membeli produk asuransi tergantung pada kapabilitas yang dimiliki. Kontribusi penelitian ini terletak pada konteks nilai-nilai kolaborasi pada cipta nilai bersama (co-creation) yang masih jarang dilakukan oleh pengambil keputusan dalam menciptakan/disain produk asuransi yang melibatkan pelanggan. Penelitian ke depan dapat dioperasionalkan dengan mengubah proposisi menjadi hipotesis dengan diuji secara empiris guna Seminar and call for paper Anglin, A. K., Stolman, J. J., & Gentry, J. W. (1990). (1990),”The congruence of manager perception of salesperson performance and knowledge-Based measures of adaptive selling”. Journal of Personal Selling & Sales Management, 10, 81–90. Any, A. A. M. (2011). Customer Participantion In Value Creation In Internet-Based selfService Technology (ISST) Environment (Dissertation). University Of Nottingham, Netherlands. Baker, M. J. (2006). Marketing Theory. A Student Text. Thomson Learning. Retrieved from http://www.thomsonlearning.co.uk Baker, T. (1999). Benchmark of Succesful Salesforce Performance. Canadian Journal Of Administartive Sciences, 95– 104. Bendapudi, N., & Leone, R. P. (2003). Psychological Implications of Customer Participation in Co-Production. Journal of Marketing, 67(1), 14–28. Berghman, L., Matthyssens, P., & Vandenbempt, K. (2006). Building Competences For New Customers Value Creation : An Exploratory Study. Industrial Marketing Management, 35(8), 961–973. Bititci, U. S., Martinez, V., Albores, P., & Parung, J. (2004). Creating and Managing Value in Collaborative Networks. International Journal of Physical Distribution and Logistics Management, 34(3-4), 251–268. Bitner, M. J., Brown, S. ., & Meuter, M. . (2000). Technology Infusion In Service 2015 Strategic Agility: Thrive in Turbulent Environment (Research and Practices) Hotel Grasia, Semarang 7 Oktober 2015 MADIC 2015 Encounters. Journal of the Academy of Chesbrough, H. W. (2003a). The Era of Open Innovation. MIT Sloan Management Review, Marketing Science, 28(1), 138–149. 44(3), 35–41. Bogers, M. (2010). Users as Innovators: A Review, Critique,and Future Research Chesbrough, H. W. (2007a). Why Companies Directions. Journal of Management, Should Have Open Business Model. MIT 36(4), 857–875. Sloan Management Review, 48(2), 22–28. http://doi.org/10.1177/01492063093539 Christensen, C. M. (1997a). The Innovators 44 Dilemma: When New Technologies Cause Bolton, R. N., & Drew, J. H. (1991). A Multi-Stage Great Firms to Fail,. Harvard Business Model of Customers’ Assessments of Service School Press, Boston, MA. Quality and Value. Journal Of Consumer C.K. Prahalad, & Ramasmamy, V. (2004b). CoResearch, 17(4), 375–384. Creation unique value with customers. Bolton, R. N., & Lemon, K. N. (1999). A Dynamic Model Strategy & Leadership, 32(3), 4–9. Of Customers Sage Of Services: Usage As An Cronin, Jr, J. J., Brady, M. K., & Hult, G. T. . Antecedent And Consequence Of Satisfaction. (2000). Assessing The Effects Of Quality, Journal of Marketing Research, 36(2), 171–186. Value, And Customer Satisfaction On Bolton, R., & Saxena-Iyer, S. (2009a). Interactive Consumer Behavioural Intentions In Services: A Framework, Synthesis and Research Service Environments. Journal of Directions. Jurnal Of Interactif Marketing, 23, Retailing, 76(2), 193–217. 91–104. Dervojeda, Kristina, Verzijl, D., & Nagtegaal, F. Brunink, L. A. (2013). Co-Creation: Customer (2014). Co-Creation Design As A New Way Integration in Social Media Based Product and Of Value Creation (Design For Innvation Service Development. University of Twente, No. 190/PP/ENT/CIP/12/C/N03C01). Faculty of Management and Governance, 1–19. European union: European Commision. Bulent, M., & Barker, T. (2005). Re-examining field sales unit performance: Insights from the resource-based view and dynamic capabilities perspective. European Journal Of Marketing, 39(7), 885–909. Chang, S. S., & Wang Shin-Wai. (2011). The Moderating Effect Of Customer Perceive Value On Line Shopping Behaviour. Emerald Group Publishing Limited, 35(3), 333–359. Chan, K. W., Yim, C. K. (Bennett), & Lam, S. S. . (2010a). Is Customer Participation in Value Creation a Double-Edged Sword ? Evidence from Professional Financial Services Accross Cultures. Journal Of Marketing Theory and Practice, 74, 48–64. Seminar and call for paper Dong E, & Zou S. (2008). The Effects of Customer Participation in Co-Created Service Recovery. Journal of The Academy of MArketing Science, 36, 123–137. Eckert, J. A. (2006). Adaptive Selling Behavior: Adding Depth and Specificity to the Range of Adaptive output. MID-American Journal Of Business, 21(1), 31–39. Etgar, M. (2009, December). Ways Of Enging Consumers In Co-Production. Retrieved from http://timreview.ca/article/307#sthash.X YLom8UO.dpuf Evans, K. R., Gremler, D. D., Schlacter, J. L., & Wolfe, W. G. (1995). The Impact of Salesperson Socialization On Organizational Commitment, Satisfaction, 2015 Strategic Agility: Thrive in Turbulent Environment (Research and Practices) Hotel Grasia, Semarang 7 Oktober 2015 MADIC 2015 And Performance In A Professional Grenville, & Howard, J. A. (2007). Developing IssueService Organization. Journal Of Selling Effectiveness over Time: Issue Selling as Professional Services Maketing, 11(2), Resourcing. Organization Science, 18(4), 560– 139–155. 745. Fang, E., Palmatier, R. W., & Evans, K. R. (2004). Gronroos, C. (1994). Quo Vadis Marketing? Toward A Goal-Setting Paradoxes? Trade-Offs Relationship Marketing Paradigm. Jounal Of Between Working Hard and Working Marketing Management, 10(5), 1–13. Smart:The United States Versus China. Gronroos, C. (2011a). Service As Business Logic: Journal of The Academy of MArketing Implications For Value Creation And Science, 32, 188–202. Marketing. Emerald Group Publishing Ferdinand, A. (2014). Metode Penelitian Limited, 22. Manajemen. Pedoman Penelitian untuk Gronroos, C. (2011b). Value Co-Creation In Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi Ilmu Service Logic: A Critical Analysis. Manajemen (Kelima). Badan Penerbit Marketing Theory September 2011 Vol. 11 Universitas Diponegoro. No. 3 279-301, 11(3), 279–301. Filieri, R. (2013). Consumer Co-creation And Guenzi, P., & Troillo, G. (2007). The Joint New Product Development: A Case Study Contribution Of Marketing And Sales To In The Food Industry. Marketing The Creation Of Superior Customer Value. Intelligence & Planning, 31(1), 40–53. Journal Of Business Research, 60, 98–107. http://doi.org/10.1108/02634501311292 911 Franke, G. R., & Park, J.-E. (2006). Salesperson Adaptive Selling Behavior and Customer Orientation: A Meta-Analysis. Journal Marketing Research, XLIII, 693–702. Geiger, S., & Turley, D. (2005). Personal Selling as a Knowledge-Based Activity: Communities of Practice in the sales force. Irish Journal Of Management, 26(1), 61–70. Goetzinger, I., & Widdows, . (2006). “ECustomers” Third Party Complaining And Complimenting Behaviour. International Journal of Service Industry Management, 17(2), 193–206. Graf, A., & Maas, peter. (2008). Customer Value from a Customer Perspective : A Comprehensive Review. http://link.springer.com/journal/11301, 58(1), 1–20. http://doi.org/10.1007/s11301-008-00328 Seminar and call for paper Haiss, P., & Sumegi, K. (2008, October 20). Development and Economic Effects Of the Insurance Sector In CEE And Mature European Economies A Theoretical and Empirical Analysis. Conference of the ECB-CFS Research Network on “The Market for Retail Financial Services: Development, Integration, and Economic Effects.” Heinola, E. (2012). Value Co-Creation In Service Relationships : A Study Of customer And Service Provider Role Responsibilities In KIBS. Departement Of Marketing Aalto University Of School Of Economics, Finland. Hendra. (2009). Implementasi Aplikasi Customer Relationship Management (CRM) Pada Sistem Informasi Perhotelan. Universitas Bina Nusantara, Jakarta. Ho, H. W. (2013). Customer Value Creation And Delivery In B2B Contex : An Intelligent- 2015 Strategic Agility: Thrive in Turbulent Environment (Research and Practices) Hotel Grasia, Semarang 7 Oktober 2015 MADIC 2015 Agent System Approach. Business And Economics Journal, 1–8. Hooley, G., Piercy, N. F., & Nicoulaud, B. (2012a). Marketing Strategy & Competitive Positioning (fifth). Prentice Hall. Retrieved from www.pearsoned.co.uk Hsiuju, Yen, R., Gwinner, K. P., & Su, W. (2004). The Impact of Customer Participation and Service Expectation on Locus Attributions Following Service Failure. International Journal of Service Industry Management, 15, 7–26. Indriantoro, N., & Supomo, B. (1999). Metodelogi Penelitian Bisnis. Untuk Akuntansi & Manajemen (pertama). BPFE Yogyakarta. Keiningham, Timothy L., & Vavra, T. G. (2001). The Customer Delight Principle: Exceeding Customers’ Expectations for Bottom- Line Success. New York: McGraw-Hill. Khair, H. (2014). Atribut Kinerja Pelayanan Dalam Mempengaruhi Masyarakat Kota Medan Memilih Perusahaan Asuransi. JURNAL MANAJEMEN & BISNIS, 14(1), 98–109. Kotabe, M., & Scott, S. K. (1995). The Role Of Strategic Alliances In High-Technology New Product Development. Strategic Management Journal, 16, 621–636. Kothari, A., & Lackner, J. (2006). A Value Based Approach To Management. Emerald Group Publishing Limited, 21(4), 243–249. Kotler, P. (2002). Manajemen Pemasaran. Jakarta: PT Prenhallindo. Kotler, P., & Keller, K. L. (2012). Marketing Management (Global). England: Pearson Education. Kotler, P., Kertajaya, H., & Setiawan, I. (2010). Marketing 3.0. Jakarta, Indonesia: Penerbit Erlangga. Lee, J.-N., & Kim, Y.-G. (1999). Effect Of Partnership Quality on IS Outsourcing Success: Conceptual Framework And Empirical Validation. Journal of Management Information Systems, 14(4), 29–61. Leonard, & and Rayport, J.F. (1997). , “Spark Innovation Through Empathic Design”,. Harvard Business Review, 75(6), 102–113. Liang, C., J., Wang, J. W., & Farquhar, J. . (2009). The Influence Of Customer Perceptions on Financial Performance In Financial Services. International Journal of Bank Marketing, 27(2), 129–149. Marshall, E. M. (1995). Transforming The Way We Work: The Power Of The Collaborative Workplace. New York : American Management Association, ©1995. Massey, G. R., & Dawes, P. L. (2007). Personal characteristics, trust, conflict, and effectiveness in marketing/sales working relationships. European Journal Of Marketing, 41(9/10), 1117–1145. Moller, K. (2006). Role of Competences in Creating Customer Value: A ValueCreation Logic Approach. Elsevier, 35(8), 913–924. Moller, K., & Torronen, P. (2003a). Business Suppliers’ Value Creation Potential:Empirical Analysis. Oliver, R. L. (1980). A Cognitive Model Of The Antecedence And Consequences Of Customer Satisfaction Decisions. Journal Marketing Research, 17, 460–469. Ophof, S. (2013a). Motives For Customers To Engage In Co_creation Activities. Presented at the 2nd IBA Bachelor Thesis Seminar and call for paper 2015 Strategic Agility: Thrive in Turbulent Environment (Research and Practices) Hotel Grasia, Semarang 7 Oktober 2015 MADIC 2015 Conference, Netherland: University Of Twente. Perasuransian Indonesia. (2009). Badan Pengawas Pasar Modal Dan Lembaga Keuangan. Peterson, R. T., & Yang, Z. (2004). Customer Perceived Value, Satisfaction, And Loyalty : The Role Of Switching Costs. Psychology & Marketing, 21(10), 799– 822. Prahalad, C. ., & Ramasmamy, V. (2000a). CoOpting Customer Competence. Harvard Business Review, R000108, 79–87. Prahalad, C. ., & Ramasmamy, V. (2004a). CoCreation Experiences: The Next Practice In Value Creation. Journal Of Inteaktive Marketing, 18(3), 5–14. http://doi.org/10.1002/dir/20015 Prahalad, C. ., & Ramasmamy, V. (2004b). CoCreation Experinces: The Next Practice In Vaalue Creation. Journal Of Inteaktive Marketing, 18(3), 5–14. http://doi.org/10.1002/dir.20015 Prahalad, C. ., & Ramaswany, V. (2004a). CoCreating unique Value With Customer. Emerald Group Publishing Limited, 32(3), 4–9. Rajagopal. (2006). Measuring Customer Value Gaps: An Empirical Study in Mexican Retail Markets. Economic Issues, 11(1), 19–40. Rochma, M. (2007). Pelanggan Industri Asuransi Jiwa Di Indonesia. Economic Review, 210. Salim, A. (2005). Asuransi Dan manajemen Risiko. Jakarta, Indonesia: PT. Rajagrafindo Persada. Salipante, P. (2002a). Effective Selling Skills In Life Insurance Sales : The Implication On Sales Performance, Recruiting, And Seminar and call for paper Retention Of Producers. Case Western Reserve University. Sanders, L., & Simons, G. (2009, December). A Social Vision For Value Co-Creation In Design. Retrieved from http://timreview.ca/article/310#sthash.E 4rmO6zj.dpuf Sandhu, H. S. (2011). Customers’s Perception Towards Service Quality Of Life Insurance Corporation Of India: A Factor Analytic Approach. International Journal Of Business And Social Science, 2(18), 219– 231. Sawhney, M., Verona, G., & Prandelli, E. (2005). Collaboration To Create : The Internet As Platform For Customer Engagement In Producy Innovation. Journal Of Interactive Marketing, 19(4), 1–15. Schütz, S. (2011). Value Co-Creation in Seller Reseller Relationships (Tesis). Laurea University of Applied Science. Sheth, J. N., & Parvatiyar, A. (2000). Evolving Relationship Marketing into a Discipline. Emory University, 1–24. Simatupang, T. M., & Sridharan, R. (2004). Benchmarking Supply Chain Collaboration: An Empirical Study. An International Journal 11(5), 1–18. Skarzauskaite, M. (2013). Measuing And Managing Value Co-Creation Process: Overview Of Existing Theoritical Models. Social Technologies, 3(1), 115–129. Smith, J. B., & Colgate, M. (2007b). Customer Value Creation : A Practical Framework. Journal of Marketing Theory & Practice;Winter, 15(1), 7–23. Sujan, H., Weitz, B. A., & Kumar, N. (1994). Learning Orientation, Working Smart and Effective Selling. Journal Of Marketing, 58, 39–52. 2015 Strategic Agility: Thrive in Turbulent Environment (Research and Practices) Hotel Grasia, Semarang 7 Oktober 2015 MADIC 2015 Sujan, H., Weitz, B. A., & Sujan, M. (1988). Increasing Sales Productivity By Getting Salespeople To Work Smarter. Journal Of Personal Selling & Sales Management. Logic Perspective. European Management Journal, 26, 145–152. Verhoef, P. C., & Lemon, K. N. (2013). Successfull Customer Value Management : Key Lessons And Emerging Trends. European Management Journal, 31, 1–15. Sunarto, Ismail, M., & Yuniarinto, A. (2000). Analisi Perilaku Pemegang Polis Dalam Pengambilan Keputusan Pembelian Jasa Asuransi Jiwa Bersama Bumi Putera 1912. Wagner, S. M., Eggert, A., & Lindemann, E. (2010). Universitas Brawijaya, 1–19. Creating And Appropriating Value In Teas, R. K., Wacker, J. G., & Hughes, R. E. (1979). Collaborative Relationships. Journal Of Business A Path Analysis of Causes and Research, 63, 840–848. Consequences of Salespeople’s Windisch, K. (2011a). Co-Creation and Ethics of Perceptions of Role Clarity, Journal Of Stakeholder Engagement for Value Creation. Markerting Research, 355–366. Arhus School of Business, Arhus University. Terho, H., Mertanen, L. K., Bellenger, D., & Wirtz, J., & Mattila, A. S. (2001). Exploring The Role Of Johnston, W. (2013). Salesperson Goal Alternative Perceived Performance Measures Orientations and the Selling Performance And Needs- Congruency In The Consumer Relationship: The Critical Role of Satisfaction Process. Journal of Consumer Mediation and Moderation. Journal Psychology, 11(3), 181–192. Business Management, 6(2), 70–90. Tsiotsou, R. H., & Wirtz, J. (2012). Handbook of Developments in Consumer Behaviour. Cheltenham, UK • Northampton, MA, USA. Ulaga, W. (2003). Capturing Value Creation In Business Relationships : A Customer Perspective. Industrial Marketing Management, 32(8), 677–693. Vargo, S. L., & Lusch, R. F. (2004). The Four Service Marketing Myths : Remnant Of A Goods-Based, Manufacturing Model. Journal Of Service Research, 6(4), 324– 335. Vargo, S. L., & Lusch, R. F. (2008). ServiceDominant Logic: Continuing The Evolution. Journal Of The Academic Marketing Science, 36, 1–10. Vargo, S. L., Maglio, P. P., & Akaka, M. A. (2008a). On Value And Value CoCreation : Service Systems And Service Seminar and call for paper Woodall, T. (2003). Conceptualising “Value for the Customer” : An Attributional, Structural and Dispositional Analysis. Academy of Marketing Science Review, 12. Retrieved from http://www.amsreview.org/articles/woo dall12-2003.pdf Wood, D., & Gray, B. (1991). Toward Comprehensive Theory Of Collaboration. Journal Of Applied Behavioural Scince, 27(2), 139–162. Wooddruff R.B. (1996). Know Your Customer : New Approaches to Customer Value and Satisfaction. Wooddruff R.B. (1997). Customer Value : The Next Source of Competitive Advantage. Journal of Academy of MArketing Science, 25(2), 139–153. Yamoah, E. E. (2013). Factor Affecting The Performance Of Sales Personal Of Insurance Companies In Ghana. Kuwait 2015 Strategic Agility: Thrive in Turbulent Environment (Research and Practices) Hotel Grasia, Semarang 7 Oktober 2015 MADIC 2015 Chapter Of Arabian Journal Of Busness And Management Review, 2(12), 73–79. Zeithaml, V. (1988). Customer Perceptions Of Pricec, Quality and Value : A Means-End Model and Sythesis of Evidence. Journal Marketing, 52, 2–22. Zeithaml, V. A., Berry, L. L., & Parasuraman, A. (1996). The Behavioural Consequences Of Service Quality. Jounal Of Marketing, 60(2), 31–46. Zultowski, W. H. (2012). In Search Of The Indutry’s Holy Grail: Penetrating The Middle Market (Actuaries Risk Is Opportunity) (p. 15). Research + Consulting, LLC. Seminar and call for paper 2015 Strategic Agility: Thrive in Turbulent Environment (Research and Practices) Hotel Grasia, Semarang 7 Oktober 2015 MADIC 2015 Seminar and call for paper 2015 Strategic Agility: Thrive in Turbulent Environment (Research and Practices) Hotel Grasia, Semarang 7 Oktober 2015 MADIC 2015