efek partisipasi pelanggan, nilai-nilai perusahaan dan - E

advertisement
EFEK PARTISIPASI PELANGGAN, NILAI-NILAI
PERUSAHAAN DAN NILAI-NILAI KOLABORASI TERHAAP
NILAI CO-CREATION DENGAN DIMODERASI SALES
PERSON
Dra. R.A Marlien, M.M
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Stikubank Semarang
Email: [email protected]
Abstrak
Industri asuransi jiwa berperan dalam memobilitas dan meningkatkan akumulasi dana masyarakat,
melalui tabungan dan dana investasi. Selain itu mengatur, mengalokasikan mengelola risiko dengan
menjaga tingkat likuiditas dalam menghadapi ketidakpastian.Konsep dasar dalam penelitian ini
berangkat dari konsep relationship marketing dan services marketing. Konsep kolaborasi merupakan
perluasan dari konsep di atas. Penelitian ini bertujuan membangun kolaborasi sebagai anteseden
nilai co-creation dengan sales person sebagai moderasi dalam hubungan antara partisipasi
pelanggan, nilai-nilai perusahaan dan nilai-nilai kolaborasi.Seperangkat proposisi-proposisi yang
dibangun menarik untuk dikembangkan lebih lanjut dengan investigasi secara empiris melalui uji
hipotesis.
Keywords: Partisipasi pelanggan, Nilai-nilai Perusahaan, Nilai-nilai Kolaborasi, Co-Creation
1.
Latar Belakang
Perkembangan
dan
kemajuan
teknologi informasi telah membawa
perubahan konsep pemasaran yang semula
menjual dan melayani dengan sedikit
melibatkan pelanggan atau peran pelanggan
pasif. Sekarang menjadi konsep pemasaran
yang
lebih
dialogis,
transparan,
mendengarkan,
menyesuaikan
dan
melibatkan pelanggan aktif berinteraksi.
Fenomena tersebut menjadikan lingkungan
pemasaran lebih kompleks, terbuka dan
menantang. Perusahaan dituntut untuk lebih
efektif melakukan inovasi berkelanjutan
menangkap, menciptakan nilai dengan
menggunakan
sumber
daya,
posisi
perusahaan
guna
mempertahankan
keunggulan kompetitif.
Seminar
and call for
paper
Kebutuhan pelanggan yang terus
berubah dengan berkembangnya teknologi
menyebabkan
ongkos
pengembangan
produk semakin mahal. Perusahaan harus
melakukan inovasi tidak hanya dengan
mengembangkan produk baru, tetapi
menciptakan paradigma baru. Paradigma
yang dimaksud adalah kerjasama antar
perusahaan, pesaing dan konsumen menjadi
suatu kemitraan.
Partisipasi aktif pelanggan dan pengguna
akhir dapat melalui teknologi internet, media
web dan sosial yang memungkinkan
kerjasama tersebut dapat dilakukan.
Tujuannya tidak lain untuk mengurangi
biaya, berbagi risiko, pengetahuan dan
teknologi .
Konsep pemasaran yang melibatkan
perusahaan, pesaing dan konsumen aktif
2015
Strategic Agility: Thrive in Turbulent Environment
(Research and Practices)
Hotel Grasia, Semarang 7 Oktober 2015
MADIC 2015
dalam menghasilkan produk dan jasa1
dinamakan pemasaran kolaboratif.
Melibatkan
konsumen
dalam
penciptaan produk memungkinkan mereka
mengekspresikan pikiran, ketrampilan dan
kapabilitasnya untuk berkolaborasi dengan
perusahaan. Kolaborasi tersebut akan
menghasilkan nilai cipta-bersama (cocreation)2 yang unik menjadikan keunggulan
tersendiri bagi perusahaan.
Co-creation memberikan ruang pada
pelanggan dan pengguna akhir terlibat aktif
dalam disain, pengembangan produk dan
layanan, sehingga produk yang dihasilkan
merupakan perwujudan dari kepribadian
personal, pengalaman konsumen dan
perusahaan. Pada kegiatan ini pelanggan
berusaha untuk menggunakan pengaruh ideide inovasi mereka pada sistem bisnis.
Pengaruh tersebut pada tahap-tahap tertentu
yaitu aktifitas disain,
proses atau sisi
layanan (Prahalad dan Ramaswany 2004a;
Chesbrough, 2007; Dervojeda, Verzijl, dan
Nagtegaal
2014).
Oleh
karenanya
perusahaan dimungkinkan untuk mencipta
nilai unik sesuai dengan pengalaman
individu pelanggan.
Hal ini yang
membedakan perusahaan dengan yang lain,
dan nilai ini sulit ditiru. Akibat dari
perubahan paradigma perusahaan yang
semakin terbuka, maka mereka harus
mendefinisikan ulang janji-nilai (value
proposition) dan cara penyampaiannya pada
pelanggan.
Dari beberapa penelitian empiris dan
studi kasus bahwa teknologi informasi
melalui
media
web
dan
sosial
memungkinkan strategi eksplorasi yang
menghasilkan pengembangan produk dan
layanan baru dengan melibatkan pelanggan.
Kerjasama tersebut dilakukan dengan tujuan
1
Istilah Produk dan Jasa selanjutnya digunakan kata
produk
2
Istilah pencipta-bersama selanjutnya digunakan
kata co-creation
Seminar
and call for
paper
mengurangi risiko, biaya, menjaring berbagi
ide kreatif, berbagi pengetahuan dan
teknologi. (Chesbrough, 2003; Prahalad &
Ramaswany, 2004a; Chesbrough, 2007;
Ophof, 2013a; Filieri, 2013).
Keberhasilan kerjasama perusahaan
dengan pelanggan telah dibuktikan oleh
sepatu Nike, industri penerbangan, industri
perhotelan, pesanan tiket kereta api,
wikipedia dan masih banyak lagi. Wikipedia
merupakan kumpulan ribuan penulis yang
berkolaborasi di dunia maya menuliskan,
mengedit, menyempurnakan informasi untuk
mewujudkan ensiklopedia terlengkap di
muka bumi ini.
Sementara
beberapa
peneliti
mengkritik tentang pengembangan produk
dengan melibatkan pelanggan dan pengguna
akhir. Pelanggan yang terlibat dalam
pengembangan produk kurang memiliki
pengetahuan teknis yang memadai dan
kurang memahami artikulasi kebutuhan
mereka dalam memproduksi produk inovasi
(Christensen, 1997; Leonard dan Rayport,
1997; Bogers, 2010).
Akan tetapi, tidak semua perusahaan
mampu memanfaatkan secara optimal
keunggulan teknologi informasi. Mereka
masih mempertahankan sistem konvensional
yang kurang responsif, seperti perusahaan
asuransi jiwa di Indonesia.
Menurut
laporan
OJK
(2013),
Indonesia adalah negara dengan jumlah
penduduk terbesar sekitar 244 juta jiwa
dimana kontribusi pemegang polis asuransi
jiwa hanya 3% dari jumlah penduduk.
Bandingkan dengan negara tetangga
Malaysia dengan jumlah penduduk sekitar
30 juta jiwa dimana kontribusi pemegang
polis asuransi jiwa 32,91% dari jumlah
penduduk (LIMRA, 2010). Hal tersebut
menggambarkan bahwa peluang pasar
asuransi jiwa di Indonesia masih sangat
besar, tetapi perusahaan belum dapat
menggarapnya secara optimal.
2015
Strategic Agility: Thrive in Turbulent Environment
(Research and Practices)
Hotel Grasia, Semarang 7 Oktober 2015
MADIC 2015
Produk asuransi jiwa kurang diminati
oleh masyarakat di Indonesia disebabkan
oleh banyak hal seperti penelitian yang
dilakukan Rochma, (2007), dimana tingkat
pendapatan masyarakat yang tidak tinggi
menyebabkan asuransi belum menjadi
prioritas utama. Penyebab lain, kurangnya
edukasi oleh perusahaan asuransi sehingga
pelanggan kurang mendapat informasi yang
tepat. Menurut penelitian yang dilakukan
oleh Khair (2014), citra perusahaan yang
kurang baik menyebabkan kurangnya tingkat
kepercayaan masyarakat terhadap asuransi.
Keterlibatan
pelanggan
dalam
menentukan apa yang diinginkan dan
dibutuhkan
terhadap
dana
yang
diinvestasikan untuk masa yang akan datang
juga masih rendah. Menurut Sunarto (2000)
kurangnya interaksi perusahaan dengan
pemegang polis setelah terjadi transaksi dan
sistem yang digunakan masih konvensional
yang menyebabkan rendahnya minat untuk
berinvestasi di asuransi jiwa.
Nilai investasi pada jaminan sosial dan
nilai berjaga-jaga dalam asuransi jiwa
dianggap tidak terlalu penting oleh
masyarakat.
Hal
tersebut
mungkin
disebabkan karena terbatasnya pengetahuan,
kurangnya informasi tentang arti pentingnya
asuransi untuk berjaga-jaga atau risiko apa
yang akan terjadi pada masa yang akan
datang. Selain itu keterbatasan dana, dan
sistem yang kurang terbuka karena masih
menggunakan pendekatan konvensional
(Sunarto, 2000; MarkPlus Insight, 2012).
Produk asuransi yang ditawarkan
sebagian besar sudah menjadi ketetapan dari
perusahaan (given), sehingga pelanggan
tidak
memiliki
kesempatan
untuk
menentukan produk yang sesuai kebutuhan,
kemampuan dan penempatan uang yang
diinvestasikan.
Perusahaan membutuhkan mediator
atau agen/tenaga penjual (salesperson)
untuk
menyampaikan
dan
menginformasikan pengetahuan tentang
Seminar
and call for
paper
produk
kepada
pelanggan.
Peran
agen/tenaga penjual bagi perusahaan
asuransi jiwa sangat penting dalam
mengedukasi,
memperkenalkan,
memengaruhi dan membujuk pelanggan
untuk membeli produk asuransi jiwa.
Keterhubungan
pelanggan
dan
perusahaan asuransi jiwa melalui tenaga
penjual/agen menjadi cukup unik karena
para agen tidak hanya menjual dan
memasarkan, tetapi dituntut menjadi
pencipta nilai (value creator). Sebagai
pencipta nilai, seorang tenaga penjual
dituntut memiliki kemampuan komunikasi,
kompetensi, ketrampilan (skill), kerja keras,
dan kerja cerdas (Sujan, Weitz, dan Kumar,
1994).
Menurut temuan Baker (1999),
kinerja tenaga penjual memiliki peran yang
penting karena akan berdampak pada
penciptaan
keunggulan-bersaing
(competitive-advantage) melalui pencapaian
tujuan perusahaan, yaitu (1) peningkatkan
volume
penjualan,
(2)
peningkatan
profitabilitas dan (3) peningkatan kepuasan
pelanggan. Selain itu mereka juga berperan
sebagai seorang konsultan keuangan dalam
rencana investasi keuangan bagi pelanggan
(Salipante, 2002a; Maglio dan Spohrer,
2008).
Penelitian yang dilakukan Zultowski
(2012) menemukan tentang
kurangnya
tingkat kepercayaan pelanggan terhadap
agen/tenaga penjual polis asuransi. Hal ini
disebabkan
karena
mereka
lebih
mengutamakan kepentingan sendiri dan
komisi, sehingga pelanggan di Amerika
lebih menyukai bertransaksi melalui daring
(online). Berbeda dengan hasil penelitian
oleh Rochma (2007) di Indonesia, peran
agen/tenaga penjual masih sangat tinggi
sekitar 83% dari total penjualan polis. Hal
tersebut disebabkan karena karakteristik
masyarakat Indonesia yang masih tergolong
pasif dan gagap teknologi.
2015
Strategic Agility: Thrive in Turbulent Environment
(Research and Practices)
Hotel Grasia, Semarang 7 Oktober 2015
MADIC 2015
Perubahan paradigma di atas belum
terjadi pada industri asuransi jiwa di
Indonesia. Studi ini menarik karena cocreation belum banyak diteliti oleh peneliti
sebelumnya. Tenaga penjual sebagai peubah
moderasi dalam penelitian ini karena peran
yang unik sebagai mediator perusahaan dan
pelanggan, yang memotivasi, mengedukasi
bahkan sebagai konsultan keuangan bagi
pelanggan.
2. Landasan Teori
2.1
Partisipasi Pelanggan
Pemasaran jasa merupakan konsep
pemasaran
yang
berorientasi
pada
keterhubungan penyedia jasa dan pengguna.
Interaksi tersebut adalah keterlibatan aktif
antara pelanggan, karyawan perusahaan
yang kadang kala bersifat singkat atau waktu
yang panjang dan berkelanjutan. Intensitas
keterlibatan pelanggan dengan karyawan
dalam bertransaksi menjadi kunci dalam
konsep pemasaran jasa. Keterlibatan
pelanggan
dapat
dimaknai
sebagai
partisipasi pelanggan dalam berinteraksi
antara pelanggan dengan karyawan.
Partisipasi pelanggan tersebut dapat berupa
penyampaian layanan yang superior, layanan
produksi baik secara fisik maupun berbagi
sumberdaya atau kompetensi ( Dabholkar
1990, Schneider and Bowen 1995,
Lengnick-Hall 1996).
Perkembangan teknologi informasi
memungkinkan pelanggan berpatisipasi aktif
dalam proses pemasaran. Perusahaan harus
lebih terbuka dalam informasi dan sumber
daya, untuk hal tersebut
perusahaan
berkolaborasi dengan pelanggan untuk
menciptakan nilai-nilai yang memenuhi
kebutuhan individu dan dinamis (Prahalad &
Ramasmamy, 2000). Partisipasi melibatkan
tindakan sukarela dari konsumen untuk
memastikan bahwa layanan ini tidak hanya
disampaikan dengan cara yang memenuhi
kebutuhan mereka (co-production) tetapi
Seminar
and call for
paper
juga untuk meningkatkan kualitas dan
manfaat dari proses.
Pada
indutri
jasa,
pelanggan
diperlukan untuk menyediakan sumber daya
produksi dalam bentuk informasi atau usaha
sebelum
transaksi
layanan
dapat
disampaikan. Seperti dalam jasa keuangan
dalam hal ini adalah jasa asuransi jiwa,
keterlibatan pelanggan dalam memberikan
informasi kepada penasehat keuangan
profesional dan bersama-sama membuat
keputusan tentang investasi yang disepakati.
Sementara pelanggan bukan anggota
organisasi atau karyawan parsial. Hal ini
mencerminkan peran aktif pelanggan yang
meliputi berbagi informasi saat proses
transaksi dan bukan hanya hadir dengan
layanan karyawan selama pertemuan
layanan (service-encounter).
Perusahaan sebagai provider layanan
yang menawarkan nilai-nilai perusahaan
(value-proposition) yang tercermin pada
produk yang dihasilkan, harus sesuai dengan
nilai-nilai yang dirasakan pelanggan sesuai
dengan
manfaat
dan
pengorbanan
(take/benefit and give/sacrifice) (Graf &
Maas, 2008). Penelitian kualitatif yang
dilakukan oleh Zeithaml (1988); Woodall
(2003); Kotler & Keller (2012) meliputi
manfaat, pengorbanan, rasional, persepsi
atribut produk yang diawarkan. Para peneliti
menemukan konsep persepsi nilai-pelanggan
merupakan strategi perusahaan untuk
menentukan kebutuhan dan keinginan sesuai
harapan pelanggan. Dalam lingkungan jasa
pengaruh keterlibatan pelanggan, perusahaan
dan karyawan dalam menyampaikan produk
menjadi tantangan penyedia jasa untuk
memahami nilai-yang-dirasakan pelanggan.
Hasil penelitian Chang & Wang Shin-Wai,
(2011) menunjukan pengaruh yang lemah
terhadap nilai-yang-dirasakan pelanggan
dalam perilaku beli/belanja daring.
Partisipasi pelanggan pada perusahaan
mulai dari tahapan disain, proses dan atau
penyampaian
pada
pelanggan
akan
2015
Strategic Agility: Thrive in Turbulent Environment
(Research and Practices)
Hotel Grasia, Semarang 7 Oktober 2015
MADIC 2015
menghasilkan co-creation yang tinggi, hal
ini menimbulkan efek sinergi. Hasil cocreation ini akan berbeda bila dibandingkan
dengan kerja secara terpisah atau parsial
dengan memanfaatkan integrasi sumberdaya,
berbagi kompetensi dan pengetahuan secara
berkesinambungan (Heinola 2012, Gronroos
2011a, Vargo et al., dan 2008a). Penelitian
tersebut dikuatkan oleh Prahalad dan
Ramasmamy (2004), Thomke dan von
Hippel (2002) yang mengatakan partisipasi
pelanggan yang dilakukan dapat melalui
kegiatan inovasi produk, inovasi-proses, dan
interaktivitas. Namun menurut Hsiuju, Yen,
Gwinner, & Su (2004), Kotabe & Scott
(1995) bahwa tidak semua partisipasi
pelanggan dengan perusahaan dapat berjalan
dengan sukses. Kegagalan dalam kerjasama
menimbulkan efek negatif pada inovasi
pengembangan produk karena perbedaan
sumberdaya dan keterbukaan informasi.
2.2 PENCIPTAAN-NILAI-BERSAMA (COCREATION)
Menurut Gronroos (2011), pelanggan
adalah co-creator atau pencipta nilai, karena
pelanggan baru dapat merasakan manfaatnya
jika mereka telah melakukan pembelian dan
menggunakannya.
Pemasok
adalah
fasilitator nilai karena sumber/fasilitas
masukan ke proses diproduksi oleh
pemasok/perusahaan.
Penciptaan nilai-pelanggan (customer
value creation/CVC) bertitik tolak pada
transformasi visi dan misi dalam strategi
pengembangan perusahaan, ke dalam bentuk
pelayanan pada
pelanggan yang akan
berdampak pada kinerja perusahaan
(meningkatkan reputasi, brand, perilaku
pelanggan). Penciptaan nilai pelanggan
meliputi janji-nilai perusahaan (value
proposition) yang akan diberikan kepada
pelanggan, menentukan nilai yang akan
didapatkan perusahaan dari pelanggannya
dan mengelola pertukaran nilai tersebut serta
mengoptimalkan nilai yang diinginkan pada
Seminar
and call for
paper
segmen pelanggan secara terus-menerus
(Hendra 2009).
Dalam
prespektif
pemasaran,
hubungan pertukaran yaitu melibatkan
proses, ketrampilan, komitmen dan jasa
yang ditawarkan serta nilai yang diciptakan
bersama pelanggan. Penciptaan nilai dapat
diciptakan
melalui
interaksi
antara
perusahaan dan pelanggan, pemegang
saham, pegawai, pemasok, distributor, dan
masyarakat. Dalam perusahaan asuransi
keterlibatan pelanggan dalam menciptakan
nilai berperan dalam menentukan prosedur
klaim, mengelola alokasi dana, dan
mengelola risiko serta layanan lain yang
terkait dengan produk asuransi.
Nilai yang diciptakan bersama akan
menghasilkan produk sesuai
pribadi,
pengalaman
yang
unik
pelanggan,
pendapatan berkelanjutan bagi perusahaan,
dan meningkatkan kinerja pasar perusahaan
(loyalitas, hubungan jangka panjang, kata
positif dari gethok-tular) (Prahalad dan
Ramasmamy 2000a). Pandangan Vargo dan
Lusch (2008), tentang co-creation adalah
pengetahuan dan keterampilan yang
merupakan inti dari layanan.
Logika
layanan dominan (service-dominant logic)
atau S-D logic adalah kerangka dasar nilai
co-creation
yang menggeser fokus
mendasari penciptaan nilai mulai dari luaran
perusahaan dan nilai pertukaran (value inexchange) (Vargo, Maglio, dan Akaka
2008). Nilai yang diterima pelanggan adalah
selisih antara total jumlah nilai bagi
pelanggan dan total jumlah biaya pelanggan
(Kotler, 2002).
Studi tentang nilai-pelanggan merujuk
pada temuan Wooddruff, (1997); Vargo
dan Lusch (2004); Smith dan Colgate
(2007). Penciptaan nilai-pelanggan sering
disebut sebagai kegiatan sisi perusahaan, hal
ini
menunjukan
bahwa
manajemen
pelanggan berbasis nilai dianggap isu
strategis (Rajagopal, 2006; Berghman,
Matthyssens, danVandenbempt, 2006b;
2015
Strategic Agility: Thrive in Turbulent Environment
(Research and Practices)
Hotel Grasia, Semarang 7 Oktober 2015
MADIC 2015
Kothari dan Lackner, 2006; Prahalad dan
Ramaswany, 2004).
Meskipun
nilai-pelanggan
sudah
diterapkan oleh banyak perusahaan lebih
dari 2 (dua) dekade yang lalu, kenyataannya
menurut Wooddruff, (1997); Smith dan
Colgate (2007), masih banyak perusahaan
belum dapat mewujudkan nilai-pelanggan
dalam
aktivitas
pemasaran
secara
menyeluruh bahkan banyak menemui
kegagalan. Hasil temuan menunjukkan
bahwa penyebab kegagalan mereka adalah
(1). Perusahaan tidak memahami akan teori
dan konsep nilai-pelanggan. (2). Perusahaan
tidak memahami bagaimana mewujudkan
nilai atas produk mereka sesuai dengan
keinginan pelanggan.
Nilai
adalah
sebuah
konsep
multidimensi dengan berbagai makna. Nilai
dapat merujuk peringkat, arti penting,
materi, atau nilai moneter, kekuasaan atau
kegunaan (Sanders dan Simons, 2009). Nilai
juga mengacu pada penilaian seseorang
tentang apa yang penting dalam hidup. Dari
prespektif bisnis, rantai- nilai mengacu pada
semua fungsi kegiatan organisasi dalam
rangka menciptakan atau menambah nilai
produk atau jasa.
Didorong oleh tuntutan pelanggan
dan persaingan global banyak organisasi
mencari cara-cara baru untuk mencapai dan
mempertahankan
keunggulan-kompetitif.
Perusahaan
melakukan
orientasi
ke
pelanggan
dengan
menyampaikan
keunggulan nilai sebagai salah satu
keunggulan-kompetitif dan dimungkinkan
menciptakan nilai superior pelanggan
(superior
customer
value)
(GuenzidanTroillo, 2007). Menawarkan nilai
superior kepada pelanggan adalah penting
untuk menciptakan dan mempertahankan
hubungan pelanggan-pemasok dalam jangka
panjang. Penciptaan nilai (value creation)
dan berbagi nilai dapat dianggap sebagai
alasan menjalin hubungan pelangganpemasok secara kolaboratif.
Seminar
and call for
paper
Menurut temuan Ulaga (2003),
hubungan kolaboratif di pasar bisnis sangat
penting bagi pelanggan dan pemasok.
Pelanggan harus memutuskan apakah akan
berinvestasi dalam hubungan dengan
pemasok baru, atau mempertahankan dan
mengembangkan nilai hubungan atau
melakukan divestasi dari hubungan dengan
nilai yang rendah. Dimensi dalam
penciptaan nilai dalam hubungan bisnis
adalah kualitas produk, dukungan layanan,
penyampaian, penyedia layanan (provider),
time to market, interaksi personal, harga dan
proses harga.
Studi yang dilakukan Bititci et al.,
(2004a), sebuah organisasi dalam memenuhi
harapan pelanggan harus menciptakan
kekayaan bagi pemegang saham, dan bagi
kedua belah pihak. Oleh karena itu,
penciptaan nilai dalam organisasi kolaboratif
harus menjadi situasi win-win-win proses
untuk semua pihak yang bersangkutan. Para
mitra masing-masing harus mendapatkan
keuntungan
dari
kolaborasi
dengan
meningkatkan
nilai
internal
kepada
pemegang saham mereka serta memberikan
nilai yang lebih baik (eksternal) sampai
pelanggan akhir.
Sentrik penciptaan nilai perusahaan
dimulai dengan mengakui bahwa peran
pelanggan dalam sistem industri telah
berubah dari terisolasi menjadi terhubung,
dari menyadari untuk memberitahu, dari
pasif menjadi aktif
( Prahalad dan
Ramasmamy,
2004).
Dampak
keterhubungan, informasi, dan pelanggan
aktif terwujud dalam banyak hal. Akses
informasi
ke
sejumlah
informasi
menyebabkan
pelanggan
mendapatkan
pengetahuan lebih banyak dalam membuat
keputusan yang lebih baik. Bagi perusahaan
yang biasanya membatasi arus informasi
kepada pelanggan, pergeseran radikal ini
menyebabkan daring
jutaan pelanggan
secara kolektif menantang transparansi
informasi.
2015
Strategic Agility: Thrive in Turbulent Environment
(Research and Practices)
Hotel Grasia, Semarang 7 Oktober 2015
MADIC 2015
Mengingat pandangan Wooddruff
(1996), produk bukan apa yang manajer
harus pahami, melainkan apa yang
pelanggan inginkan untuk mencapainya.
Sejalan dengan penelitian Parasuraman et
al., (1985), menunjukkan bahwa ada
sejumlah celah atau kesenjangan antara
harapan pelanggan dan persepsi manajemen.
Studi yang dilakukan Rajagopal (2006);
Bolton dan Drew (1991); Zeithaml (1988),
bahwa perbedaan nilai-yang-dirasakan atau
kesenjangan nilai terjadi antara apa yang
produsen tawarkan dan dengan apa
pelanggan benar-benar rasakan. Pelanggan
akan merasa jika penilaian pasca pembelian
melebihi
apa
yang
diharapkan.
Keterlibatan
pelanggan
dalam
berbagai kegiatan penciptaan nilai melalui
produk yang dibuat, meliputi proses
produksi, distribusi produk dan menciptakan
layanan (Etgar, 2009).
2.3. PEMASARAN-KETERHUBUNGAN
(RELATIONSHIP MARKETING)
Masalah utama
yang dihadapi
perusahaan-perusahaan saat ini adalah
bagaimana
menarik pelanggan dan
mempertahankanya agar perusahaan tersebut
dapat bertahan dan berkembang serta
memiliki keunggulan melebihi pesaing.
Untuk mengatasi masalah tersebut maka
perusahaan harus melakukan kegiatan
pemasaran
guna
mempertahankan
kelangsungan
hidupnya.
Kegiatan
pemasaran yang harus dilakukan tidak lagi
menggunakan
car-cara
konvensional.
Paradigma pemasaran sekarang sudah
bergeser tidak hanya menciptakan transaksi
untuk mencapai keberhasilan pemasaran.
Perusahaan juga harus menjalin dan
memelihara hubungan dengan pelanggan
dalam waktu yang panjang. Paradigma
tersebut disebut pemasaran-keterhubungan
(relationship marketing). Dasar pemikiran
konsep ini adalah membina hubungan yang
lebih dekat dengan menciptakan komunikasi
Seminar
and call for
paper
dua arah dengan mengelola suatu hubungan
yang
saling
menguntungkan
antara
pemangku kepentingan.
Menurut Sheth & Parvatiyar (2000),
pemasaran-keterhubungan adalah proses
berkesinambungan untuk terlibat dalam
berbagai aktivitas serta program kooperatif
dan
kolaboratif
dengan
pelanggan.
Tujuannya
untuk
menciptakan
atau
meningkatkan nilai ekonomi bersama
dengan biaya yang lebih rendah. Pengertian
lainnya yang dikemukakan Gummeson
(2002), pemasaran-keterhubungan adalah
pemasaran yang didasarkan pada pertukaran
sosial atau hubungan antar jaringan atau
daring. Daring tersebut dapat melibatkan
konsumen, produsen, pemasok (suppliers),
perantara (wholeseller, retailer/distributor)
dan pemangku kepentingan lainnya.
Menurut Zeithaml dan Bitner (2003),
tujuan utama dari pemasaran-keterhubungan
adalah
untuk
membangun
dan
mempertahankan pelanggan yang setia,
menguntungkan bagi perusahaan, dan pada
waktu yang sama meminimumkan waktu
dan usaha yang dikeluarkan untuk
mempertahankan pelanggan.
Konsep
pemasaran-keterhubungan
lebih menekankan pada hubungan jangka
panjang dan pertukaran yang saling
memuaskan. Hubungan jangka panjang
didapat melalui memelihara hubungan
dengan pelanggan, cara ini lebih efektif
ketimbang biaya untuk merekrut pelanggan,
(Baker, 2006).
Definisi pemasaran menurut American
Marketing Association (AMA) 2007,
pemasaran adalah aktivitas, mengatur
lembaga, dan proses untuk menciptakan,
berkomunikasi, memberikan, dan bertukar
penawaran yang memiliki nilai pelanggan,
klien, mitra, dan masyarakat pada umumnya.
Mencermati beberapa definisi diatas maka
pemasaran-keterhubungan merupakan proses
dalam
mengidentifikasi,
membangun,
mempertahankan, memelihara hubungan
2015
Strategic Agility: Thrive in Turbulent Environment
(Research and Practices)
Hotel Grasia, Semarang 7 Oktober 2015
MADIC 2015
jangka panjang, menciptakan komunikasi,
pertukaran dua arah dengan mengelola
suatu hubungan yang saling menguntungkan
baik intra-relationship maupun interrelationships.
Dari
definisi
pemasaranketerhubungan tersebut dapat disimpulkan
bahwa konsep pemasaran-keterhubungan
didasarkan pada: (1) konsep pertukaran
(exchange) yang melibatkan banyak
pemangku-kepentingan (stakeholders); (2)
pertukaran relasional (relational exchange)
yang berkaitan dengan perilaku pelaku
(individu/organisasi) dalam berinteraksi baik
konsumen akhir maupun pelaku organisasi;
(3) hubungan yang saling menguntungkan;
(4) berorientasi pada terciptanya hubungan
harmonis
dengan
semua
pemangku
kepentingan; (5) orientasi jalinan relasional
dalam jangka panjang (lifetime value
relationship).
Munculnya pemasaran-keterhubungan
sebagai redefinisi konsep pemasaran yang
dipicu oleh terjadinya pergeseran paradigma
orientasi
pasar
dari
transaksional
(transactional) menjadi relasional (relationship)
pada tahun 2000. Pada tahun tersebut
munculnya teori pemasaran-keterhubungan:
a. Pandangan berbasis sumberdaya antar
perusahaan
(resource-based
view
of
interfirm). b. pemasaran-keterhubungan antar
perusahaan berdasarkan teori pertukaran
sosial dan jejaring (interfirm relationships
marketing based on social exchange and
network theories). c.Teori mikro hubungan
antar pribadi (micro-theory of interpersonal
relationships: evolutionary psycology and
socialogy).
Menurut Palmatier (2008), pendekatan
berbasis-sumberdaya (resource-based view)
merupakan keterpaduan berbagai perspektif
teoritis pertukaran antar-perusahaan (interfirm)
dengan
menunjukkan
dampak
pemasaran- keterhubungan pada kinerja yang
dipengaruhi oleh ikatan relasional (relational
bonds) (misalnya, kepercayaan, komitmen),
Seminar
and call for
paper
serta
investasi
(misalnya,
pelatihan,
komunikasi)
yang
meningkatkan
keberhasilan atau efektivitas aset relasional.
Pendekatan tersebut mengungkapkan bahwa
perusahaan yang unggul dapat melakukan
kerjasama antar perusahaan dan/atau
pelanggan. Kerjasama yang dilakukan untuk
merintangi halangan masuk (barriers to
entry) dan/atau halangan keluar (barriers to
exit) serta mampu memiliki keunggulan
bersaing.
2.4. Asuransi Jiwa
Menurut Salim (2005), asuransi adalah
suatu kesediaan (oleh individu atau badan
hukum) untuk menetapkan kerugiankerugian kecil yang sudah pasti di masa
sekarang sebagai pengganti
kerugiankerugian besar yang belum pasti di masa
datang. Kerugian kecil yang sudah pasti
adalah dalam bentuk cicilan pembayaran
atau pembayaran sekaligus premi kepada
perusahaan asuransi, sedangkan pengganti
atau kompensasi kerugian adalah dalam
bentuk pembayaran klaim pertanggungan
oleh perusahaan asuransi.
Industri asuransi jiwa berperan untuk
(1) memobilisasi dan meningkatkan
akumulasi
dana
masyarakat,
melalui tabungan (saving) dan dana investasi
(investment fund), (2) mengatur dan
mengalokasikan dana masyarakat, (3)
mengatur dan mengelola risiko masyarakat,
(4) menjaga tingkat likuiditas keuangan
dalam
menghadapi
ketidakpastian
(uncertainty) (Wachtel 2001; Scholtens dan
Wensveen 2003; Morton 1999).
Di
Indonesia
asuransi
dapat
digolongkan sebagai berikut : (1). Asuransi
kerugian (asuransi umum), yaitu asuransi
pada hak milik, kebakaran. (2). Asuransi
varia
(marine
insurance,
asuransi
kecelakaan, asuransi mobil dan pencurian).
(3). Asuransi jiwa (life insurance), yaitu
yang menyangkut kematian, sakit, cacat
(Perasuransian Indonesia, 2009).
2015
Strategic Agility: Thrive in Turbulent Environment
(Research and Practices)
Hotel Grasia, Semarang 7 Oktober 2015
MADIC 2015
Asuransi jiwa memberikan santunan
kematian bagi pihak pewaris yang ditunjuk
oleh tertanggung selaku nasabah bila si
tertanggung wafat. Asuransi kesehatan
menawarkan polis jaminan kesehatan bagi
individu atau kelompok, yang mencakup
biaya medis saat tertanggung menderita sakit
atau cedera. Selain itu baik asuransi jiwa
maupun asuransi kesehatan menawarkan
polis jaminan santunan tetap secara rutin
bagi tertanggung. Jaminan ini akan diberikan
selaku nasabah yang mengalami cacat baik
sementara atau permanen akibat kecelakaan,
baik kecelakaan kerja atau kecelakaan
lainnya.
Jumlah perusahaan asuransi yang
terdaftar di Indonesia, dari data yang
diperoleh dari Bapepam-LK (September,
2010) sebagai berikut:
Menurut Haiss dan Sumegi (2008),
perkembangan industri asuransi jiwa dalam
kegiatan perekonomian nasional, akan
meningkatkan peranan lembaga keuangan
untuk memberikan proteksi keuangan
kepada
masyarakat
dan
mendorong
tumbuhnya sektor produktif melalui
akumulasi dana investasi di pasar modal.
Peran dan kontribusi asuransi jiwa sebagai
salah
satu
lembaga
keuangan
merupakan financial dan risk
intermediary antara masyarakat sebagai
pemegang polis (policy holders) dan pelaku
bisnis di pasar modal dan pasar uang. Peran
tersebut terkait dengan kemampuan asuransi
jiwa dalam memberikan proteksi terhadap
risiko ekonomis masyarakat dan sekaligus
menjadi lembaga yang mengakumulasikan
dana masyarakat untuk berbagai kegiatan
produktif melalui pasar uang dan pasar
modal, dengan kegiatan investasi (Heiss dan
Sumegi, 2008).
Menurut
Salim
(2005),
sektor
perasuransian sebagai bagian dari sektor jasa
keuangan Indonesia memiliki peran strategis
dalam penciptaan kestabilan perekonomian
Seminar
and call for
paper
Indonesia melalui aspek pengelolaan risiko.
Perekonomian
Indonesia
sebagaimana
perekonomian lainnya tidak dapat lepas dari
ketidakpastian atau risiko. Apabila tidak
dikendalikan dampak dari terjadinya risiko
tersebut dapat membuat perekonomian
menjadi tidak stabil, terguncang, bahkan di
tingkat
mikro
dapat
menyebabkan
kehancuran bagi pelaku ekonomi.
Melalui sektor perasuransian, para
pelaku ekonomi dapat memindahkan
sebagian atau seluruh kerugian yang
dideritanya, sehingga walau terjadi suatu
peristiwa yang menimbulkan kerugian,
aktivitas ekonomi sehari-hari tetap dapat
terus dilanjutkan sebagaimana biasa
(Morton, 1999).
Untuk keseluruhan industri asuransi
Indonesia, tingkat pertumbuhan aset
mencapai 36% per tahun, dengan total aset
mencapai US$ 33,9 miliar atau setara
dengan Rp 319 Triliun (Tahun 2010 kurs
US$ 1 = Rp 9.404). Angka pertumbuhan
yang tinggi tersebut menunjukkan potensi
pasar perasuransian domestik yang masih
amat
besar.
Pertumbuhan
industri
perasuransian diyakini akan terus tumbuh
positif di Indonesia dengan jumlah populasi
240 juta jiwa, yang merupakan jumlah
populasi terbesar di Asia Tenggara ini.
Dari kondisi di atas, potensi pasar
domestik yang masih sangat besar, di mana
sampai saat ini baru 15% masyarakat
Indonesia yang sudah memanfaatkan
asuransi. Dengan kata lain, masih terdapat
sekitar 85% potensi pasar yang belum
tersentuh. Kedua, pertumbuhan kelas
menengah Indonesia yang mengalami
peningkatan yang signifikan yang akan
berpengaruh pada kebutuhan asuransi.
Jumlah masyarakat kelas menengah dari 37
persen pada 2004 menjadi 56,7 persen dari
total penduduk di Indonesia pada 2013
(www.antaranews.com).
Sebagian besar aset perusahaan
asuransi ditanamkan dalam bentuk investasi.
2015
Strategic Agility: Thrive in Turbulent Environment
(Research and Practices)
Hotel Grasia, Semarang 7 Oktober 2015
MADIC 2015
Investasi tersebut pada umumnya dalam
bentuk surat-surat berharga seperti deposito
berjangka, portofolio saham, obligasi,
reksadana dan penyertaan saham (gambar
2.4). Sisa aset lain di luar investasi dapat
dalam bentuk kas dan bank, piutang, aset
tetap, biaya dibayar dimuka, dan aset pajak
tangguhan. Investasi menjadi bagian dari
aset perusahaan asuransi yang penting.
Investasi
yang
dilakukan
nantinya
perusahaan
dapat
mengembangkan
pendapatan premi yang diperolehnya
menjadi
aset
yang
terus
tumbuh,
menyisihkan sebagian untuk membayar
klaim dan sebagian lagi untuk cadangan,
serta membayar kegiatan operasionalnya.
2.5. HUBUNGAN ANTAR KONSEP-KONSEP
a. Kaitan Antara Partisipasi Pelanggan Dengan
nilai Co-Creation
Partisipasi pelanggan yang bertujuan
untuk menciptakan co-creation melalui
integrasi sumberdaya dan penerapan
kompetensi di kedua pihak yang mampu
menghasilkan efek sinergis terhadap
customer behaviour outcomes (CBO). Hal
tersebut dikuatkan oleh penelitian yang
dilakukan Heinola (2012), Gronroos
(2011a), Vargo et al., dan (2008a) yang
mengatakan bahwa kerjasama perusahaan
dan pelanggan akan menghasilkan cocreation yang tinggi bila dibandingkan
dengan kerja secara terpisah dengan
memanfaatkan integrasi sumberdaya dan
penerapan kompetensi dan pengetahuan.
Co-creation yang merupakan hasil
partisipasi pelanggan dengan perusahaan
dalam penciptaan nilai meliputi berbagi
informasi, membuat saran, terlibat dalam
pengambilan
keputusan
dan
proses
penyampaian pada pelanggan (Bendapudi
dan Leone 2003; Dong dan Zou 2008;
Bolton dan Saxena-Iyer 2009a; Chan, Yim,
dan Lam 2010; Schütz 2011; Heinola 2012;
Ho, 2013).
Seminar
and call for
paper
Kerjasama antar organisasi dan
pelanggan yang dibangun atas dasar saling
memahami
perbedaan
sumberdaya,
kemampuan
dan
kompetensi
akan
menguatkan sinergi antar organisasi, dan
antar organisasi-individu yang terlibat dalam
kerjasama tersebut. Perbedaan tersebut akan
menimbulkan efek sinergi bagi perusahaan
yang saling bekerjasama, dan karena seluruh
pihak yang bekerjasama dapat berbagi dalam
ekuitas dan aktivitas, hal itu dapat
menghindari duplikasi kepemilikan ekuitas
dan aktivitas. Berbagi penggunaan asset,
aktivitas, kemampuan dan kompetensi
tersebut
memiliki
konsekuensi
meminimalisasi risiko, penghematan biaya,
dan
secara
total
akan
cenderung
mendapatkan hasil yang lebih besar dan
akan mencipta keunggulan- bersaing baru
yang tidak dimiliki sebelumnya.
Platform kolaborasi dengan mitra,
bahkan pesaing memiliki nilai strategis yang
penting bagi perusahaan dalam jaringan
dunia bisnis yang semakin dinamis untuk
menciptakan
dan
mempertahankan
keunggulan kompetif. Kolaborasi yang
dilakukan dapat melalui kegiatan inovasi
produk, inovasi-proses, dan interaktivitas
(Prahalad dan Ramasmamy 2004; Thomke
dan von Hippel 2002).
Berdasarkan uraian di atas dapat
dirumuskan proposisi berikut :
Proposisi 1 : Semakin tinggi Partisipasi
Pelanggan, semakin tinggi nilai cocreation.
b. Kaitan
antara Nilai
dengan nilai Co-creation
Perusahaan
Menurut Graf dan Maas (2008)
perusahaan sebagai pusat penyedia layanan
artinya nilai yang ditawarkan perusahaan
terhadap produk yang dihasilkan, harus
sesuai
dengan
nilai-yang-dirasakan
pelanggan yang sesuai dengan manfaat dan
pengorbanannya. Sebuah customer value
proposition adalah sebuah janji eksplisit
2015
Strategic Agility: Thrive in Turbulent Environment
(Research and Practices)
Hotel Grasia, Semarang 7 Oktober 2015
MADIC 2015
yang dibuat oleh perusahaan kepada
pelanggan bahwa ia akan memberikan
sejumlah penciptaan nilai yang bermanfaat
(Buttle, 2009). Dengan kata lain, customer
value proposition adalah pernyataan tertulis
memfokuskan semua kegiatan pasar
organisasi ke elemen-elemen penting
customer yang membuat perbedaan yang
signifikan dalam proses pengambilan
keputusan customer, untuk memilih dan /
atau membeli penawaran organisasi atas
pesaing (Fifield 2007 : 443).
Penelitian kualitatif yang dilakukan
oleh
Zeithaml (1988); Woodall (2003);
Kotler & Keller (2012) meliputi manfaat,
pengorbanan, rasional, persepsi atribut
produk yang diawarkan. Para peneliti
menemukan konsep nilai-nilai perusahaan
merupakan strategi perusahaan untuk
menentukan kebutuhan dan keinginan sesuai
harapan pelanggan.
Berdasarkan uraian di atas dapat
dirumuskan proposisi berikut :
Proposisi 2 : Semakin tinggi Nilai-nilai
Perusahaan, semakin tinggi nilai cocreation.
c. Kaitan antara Nilai Kolaborasi dengan
Co-Creation
Kolaborasi untuk menghasilkan visi
bersama, membangun kesepakatan mengenai
suatu isu atau masalah, menciptakan solusi
untuk masalah tersebut, dan mengedepankan
nilai-nilai bersama untuk menghasilkan
keputusan yang menguntungkan semua
pihak (Simatupang dan Sridharan, 2004).
Jadi kolaborasi adalah proses interaktif yang
melibatkan dua atau lebih peserta yang
bekerja sama untuk mendapatkan hasil yang
tidak bisa diselesaikan secara mandiri.
Studi oleh Anderson dan Narus (1990)
mengukur kualitas kolaborasi
antar
organisasi pabrikan dan penyalur dengan
menggunakan indikator kepuasan antar
pihak yang bekerjasama dan umur aliansi.
Seminar
and call for
paper
Artinya semakin puas dan semakin panjang
usia kerjasama merupakan cerminan
semakin baiknya sinergi kerjasama tersebut.
Sementara Covey (2000) menegaskan
bahwa unsur penting dalam menghasilkan
kerjasama adalah keterlibatan emosional
yang tinggi antar pihak yang bekerjasama.
Untuk mewujudkan hasil yang ingin dicapai
dengan berlandaskan pada upaya proaktif
dengan memahami rekan kerjasama dan
bukan ingin dipahami, membuka luas untuk
mendapatkan alternatif-alternatif terbaik
dalam kerjasama dan berprinsip pada pola
fikir saling menguntungkan (win-win).
Kerjasama yang kuat antar organisasi
Anderson dan Narus (1990), Muthusamy
(2007), Craig (2005), Sawler (2005), artinya
semua pihak yakin bahwa dengan kerjasama
akan menghasilkan sesuatu yang lebih
besar/baik, dan tidak berupaya untuk
melakukan tindakan-tindakan oportunis
yang akan merusak kerjasama tersebut.
Berdasarkan uraian di atas dapat
dirumuskan proposisi berikut :
Proposisi 3 : Semakin
tinggi
Nilai
Kolaborasi, semakin tinggi nilai cocreation.
d. Kaitan antara Kapabilitas Salesperson dengan
Co-Creation.
Kehadiran
tenaga
penjual
(Salesperson) dalam sistem pelayanan yang
dilakukan sebagai integrator sumberdaya
dan fasilitator nilai antara perusahaan dan
pelanggan melalui proses penciptaan nilai
dan nilai penyampaian sangat memegang
peranan penting (Maglio dan Spohrer, 2008;
Spohrer, 2008; Vargo et al., 2008a). Peranan
tersebut terutama dalam mempromosikan,
mengenalkan, dan menyakinkan pelanggan
pada produk,
dan
janji-janji
nilai
perusahaan. Kemampuan tenaga penjualan
dalam memengaruhi persepsi pelanggan dan
penciptaan nilai
akan berdampak
meningkatkan kinerja perusahaan baik
2015
Strategic Agility: Thrive in Turbulent Environment
(Research and Practices)
Hotel Grasia, Semarang 7 Oktober 2015
MADIC 2015
secara finansial maupun non finansial
(Salipante, 2002).
Peran tenaga
penjualan dalam
menyampaikan produk jasa seperti asuransi
keterlibatan
tenaga
penjual
dengan
pelanggan sangat tinggi. Keberhasilan
tenaga penjual menyakinkan pelanggan
untuk memutuskan membeli produk, sangat
tergantung
pada
proses
keterlibatan
penyampaian informasi antara tenaga
penjual dengan pelanggan. Keberhasilan
tenaga penjual dalam menutup sebuah
penjualan harus memiliki keterlibatan dan
kepercayaan dengan pelanggan. Tenaga
penjual pada perusahaan jasa merupakan
value creator, karena sifat dari produk
dengan manfaat yang sulit dideskripsikan
secara jelas. Sebagian besar pelanggan
masih sangat awam terhadap produk-produk
asuransi jiwa, banyak informasi yang tidak
dipahami oleh pelanggan terutama tentang
hak dan kewajiban pelanggan. Selain itu
jasa asuransi adalah unik, karena manfaat
tidak langsung dirasakan, pelanggan akan
mendapatkan
manfaat produk tersebut
dalam jangka waktu yang cukup lama atau
jika terjadi peristiwa atau petaka.
Kolaborasi sinergi antar tenaga
penjualan dan pelanggan dalam co-creation
sangat menentukan keberhasilan dalam
menentukan keputusan membeli produk
asuransi. Tenaga penjual sebagai agen
perusahaan berupaya menyampaikan janjijanji nilai perusahaan pada pelanggan. Oleh
karena itu perusahaan perlu memberdayakan
kemampuan
tenaga
penjual
dalam
meningkatkan
komitmen,
kompetensi
(knowledge, skill), kepuasan, dan kinerja
tenaga penjual agar dapat berdampak
langsung terhadap kinerja organisasi (Evans,
Gremler, Schlacter, dan Wolfe 1995;
Salipante, 2002).
Kemampuan tenaga penjual dalam
memberi pemahaman tentang produk
menjadi kekuatan tersendiri, di mana
seorang tenaga penjual harus memiliki
Seminar
and call for
paper
kecerdasan, pengetahuan yang luas (produk,
nilai-nilai perusahaan) dan pengalaman yang
baik untuk dapat memberi pemahaman dan
kepercayaan pada pelanggan. Hal tersebut
sejalan dengan penelitian Yamoah (2013),
Sujan et al., (1994), yang menunjukan
bahwa kapabilitas sales person dapat
meningkatkan pengetahuan pelanggan yang
akhirnya dapat meningkat penjualan.
Selain harus memiliki kompetensi dan
motivasi tenaga penjual juga harus memiliki
kapabilitas yang tinggi yaitu kemampuan
merencanakan, menentukan target pelanggan
dan berkomunikasi. Fungsi lain tenaga
penjualan di industri asuransi selain sebagai
mediator perusahaan dan pelanggan, yang
tidak kalah pentingnya yaitu sebagai
konsultan keuangan dalam merencanakan
investasi bagi pelanggan.
Tenaga penjualan sebagai value
creator dan integrator antara perusahaan
dan pelanggan, maka ia harus memiliki
kompetensi, kapabiltas, motivasi dan
komunikasi yang tinggi agar dapat
membujuk dan meyakinkan pelanggan
terhadap produk yang ditawarkan.
Berdasarkan uraian di atas dapat
dirumuskan proposisi sebagai berikut :
Proposisi 4a : Kapabilitas tenaga
penjualan
memoderasi
Partisipasi
Pelanggan terhadap Co-Creation
Proposisi 4b : Kapabilitas tenaga
penjualan
memoderasi
Nilai-nilai
Perusahaan terhadap Co-Creation
Proposisi 4c : Kapabilitas tenaga
penjualan memoderasi Nilai Kolaborasi
terhadap Co-Creation
3. Metodologi Penelitian
Model penelitian ini dibangun
berdasarkan dari proposisi-proposisi di atas,
yang diharapkan
dapat
menjelaskan
variabel-variabel yang mempengaruhi cocreation.
2015
Strategic Agility: Thrive in Turbulent Environment
(Research and Practices)
Hotel Grasia, Semarang 7 Oktober 2015
MADIC 2015
membangun kerangka kerja yang lebih
komprehensip.
Sales Person
Customer
Partisipasi
P1
P4a
REFERENSI
P4b
Nilai-Nilai
Perusahaan
Nilai-nilai
Kolaborasi
P2
Co-Creation
Value
P4c
P3
Gambar 1. Model Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah
nasabah asuransi jiwa di kota Semarang.
Analisis dilakukan dengan menggunakan
model persamaan struktural (SEM).
4. Simpulan
Penelitian cipta nilai bersama atau cocreation pada konteks perusahaan asuransi
jiwa dengan variabel partisipasi pelanggan,
nilai-nilai perusahaan dan nilai-nilai
kolaborasi dengan sales person sebagai
variabel moderator. Peran sales person
sebagai moderator mengingat mereka
mediator perusahaan dengan nasabah.
Kekuatan sales person memengaruhi
nasabah dalam pengambilan keputusan
untuk membeli produk asuransi tergantung
pada kapabilitas yang dimiliki.
Kontribusi penelitian ini terletak
pada konteks nilai-nilai kolaborasi pada
cipta nilai bersama (co-creation) yang masih
jarang dilakukan oleh pengambil keputusan
dalam menciptakan/disain produk asuransi
yang melibatkan pelanggan. Penelitian ke
depan dapat dioperasionalkan dengan
mengubah proposisi menjadi hipotesis
dengan diuji secara empiris guna
Seminar
and call for
paper
Anglin, A. K., Stolman, J. J., & Gentry, J. W.
(1990). (1990),”The congruence of
manager
perception of salesperson
performance
and
knowledge-Based
measures of adaptive selling”. Journal of
Personal Selling & Sales Management, 10,
81–90.
Any, A. A. M. (2011). Customer Participantion In
Value Creation In Internet-Based selfService Technology (ISST) Environment
(Dissertation). University Of Nottingham,
Netherlands.
Baker, M. J. (2006). Marketing Theory. A Student
Text. Thomson Learning. Retrieved from
http://www.thomsonlearning.co.uk
Baker, T. (1999). Benchmark of Succesful
Salesforce
Performance. Canadian
Journal Of Administartive Sciences, 95–
104.
Bendapudi, N., & Leone, R. P. (2003).
Psychological Implications of Customer
Participation in Co-Production. Journal of
Marketing, 67(1), 14–28.
Berghman, L., Matthyssens, P., & Vandenbempt,
K. (2006). Building Competences For New
Customers
Value
Creation :
An
Exploratory Study. Industrial Marketing
Management, 35(8), 961–973.
Bititci, U. S., Martinez, V., Albores, P., & Parung,
J. (2004). Creating and Managing Value in
Collaborative Networks. International
Journal of Physical Distribution and
Logistics Management, 34(3-4), 251–268.
Bitner, M. J., Brown, S. ., & Meuter, M. . (2000).
Technology
Infusion
In
Service
2015
Strategic Agility: Thrive in Turbulent Environment
(Research and Practices)
Hotel Grasia, Semarang 7 Oktober 2015
MADIC 2015
Encounters. Journal of the Academy of
Chesbrough, H. W. (2003a). The Era of Open
Innovation. MIT Sloan Management Review,
Marketing Science, 28(1), 138–149.
44(3), 35–41.
Bogers, M. (2010). Users as Innovators: A
Review, Critique,and Future Research
Chesbrough, H. W. (2007a). Why Companies
Directions. Journal of Management,
Should Have Open Business Model. MIT
36(4),
857–875.
Sloan Management Review, 48(2), 22–28.
http://doi.org/10.1177/01492063093539
Christensen, C. M. (1997a). The Innovators
44
Dilemma: When New Technologies Cause
Bolton, R. N., & Drew, J. H. (1991). A Multi-Stage
Great Firms to Fail,. Harvard Business
Model of Customers’ Assessments of Service
School Press, Boston, MA.
Quality and Value. Journal Of Consumer
C.K. Prahalad, & Ramasmamy, V. (2004b). CoResearch, 17(4), 375–384.
Creation unique value with customers.
Bolton, R. N., & Lemon, K. N. (1999). A Dynamic Model
Strategy & Leadership, 32(3), 4–9.
Of Customers Sage Of Services: Usage As An
Cronin, Jr, J. J., Brady, M. K., & Hult, G. T. .
Antecedent And Consequence Of Satisfaction.
(2000). Assessing The Effects Of Quality,
Journal of Marketing Research, 36(2), 171–186.
Value, And Customer Satisfaction On
Bolton, R., & Saxena-Iyer, S. (2009a). Interactive
Consumer Behavioural Intentions In
Services: A Framework, Synthesis and Research
Service
Environments.
Journal
of
Directions. Jurnal Of Interactif Marketing, 23,
Retailing, 76(2), 193–217.
91–104.
Dervojeda, Kristina, Verzijl, D., & Nagtegaal, F.
Brunink, L. A. (2013). Co-Creation: Customer
(2014). Co-Creation Design As A New Way
Integration in Social Media Based Product and
Of Value Creation (Design For Innvation
Service Development. University of Twente,
No.
190/PP/ENT/CIP/12/C/N03C01).
Faculty of Management and Governance, 1–19.
European union: European Commision.
Bulent, M., & Barker, T. (2005). Re-examining field
sales unit performance: Insights from the
resource-based view and dynamic capabilities
perspective. European Journal Of Marketing,
39(7), 885–909.
Chang, S. S., & Wang Shin-Wai. (2011). The
Moderating Effect Of Customer Perceive Value
On Line Shopping Behaviour. Emerald Group
Publishing Limited, 35(3), 333–359.
Chan, K. W., Yim, C. K. (Bennett), & Lam, S. S. .
(2010a). Is Customer Participation in Value
Creation a Double-Edged Sword ? Evidence from
Professional Financial Services Accross Cultures.
Journal Of Marketing Theory and Practice, 74,
48–64.
Seminar
and call for
paper
Dong E, & Zou S. (2008). The Effects of
Customer Participation in Co-Created
Service Recovery. Journal of The Academy
of MArketing Science, 36, 123–137.
Eckert, J. A. (2006). Adaptive Selling Behavior:
Adding Depth and Specificity to the
Range of Adaptive output. MID-American
Journal Of Business, 21(1), 31–39.
Etgar, M. (2009, December). Ways Of Enging
Consumers In Co-Production. Retrieved
from
http://timreview.ca/article/307#sthash.X
YLom8UO.dpuf
Evans, K. R., Gremler, D. D., Schlacter, J. L., &
Wolfe, W. G. (1995). The Impact of
Salesperson
Socialization
On
Organizational Commitment, Satisfaction,
2015
Strategic Agility: Thrive in Turbulent Environment
(Research and Practices)
Hotel Grasia, Semarang 7 Oktober 2015
MADIC 2015
And Performance In A Professional
Grenville, & Howard, J. A. (2007). Developing IssueService
Organization.
Journal
Of
Selling Effectiveness over Time: Issue Selling as
Professional Services Maketing, 11(2),
Resourcing. Organization Science, 18(4), 560–
139–155.
745.
Fang, E., Palmatier, R. W., & Evans, K. R. (2004).
Gronroos, C. (1994). Quo Vadis Marketing? Toward A
Goal-Setting Paradoxes?
Trade-Offs
Relationship Marketing Paradigm. Jounal Of
Between Working Hard and Working
Marketing Management, 10(5), 1–13.
Smart:The United States Versus China.
Gronroos, C. (2011a). Service As Business Logic:
Journal of The Academy of MArketing
Implications For Value Creation And
Science, 32, 188–202.
Marketing. Emerald Group Publishing
Ferdinand, A. (2014). Metode Penelitian
Limited, 22.
Manajemen. Pedoman Penelitian untuk
Gronroos, C. (2011b). Value Co-Creation In
Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi Ilmu
Service Logic: A Critical Analysis.
Manajemen (Kelima). Badan Penerbit
Marketing Theory September 2011 Vol. 11
Universitas Diponegoro.
No. 3 279-301, 11(3), 279–301.
Filieri, R. (2013). Consumer Co-creation And
Guenzi, P., & Troillo, G. (2007). The Joint
New Product Development: A Case Study
Contribution Of Marketing And Sales To
In The Food Industry. Marketing
The Creation Of Superior Customer Value.
Intelligence & Planning, 31(1), 40–53.
Journal Of Business Research, 60, 98–107.
http://doi.org/10.1108/02634501311292
911
Franke, G. R., & Park, J.-E. (2006). Salesperson
Adaptive Selling Behavior and Customer
Orientation: A Meta-Analysis. Journal
Marketing Research, XLIII, 693–702.
Geiger, S., & Turley, D. (2005). Personal Selling
as
a
Knowledge-Based
Activity:
Communities of Practice in the sales
force. Irish Journal Of Management,
26(1), 61–70.
Goetzinger, I., & Widdows, . (2006). “ECustomers” Third Party Complaining And
Complimenting Behaviour. International
Journal of Service Industry Management,
17(2), 193–206.
Graf, A., & Maas, peter. (2008). Customer Value
from a Customer Perspective : A
Comprehensive
Review.
http://link.springer.com/journal/11301,
58(1),
1–20.
http://doi.org/10.1007/s11301-008-00328
Seminar
and call for
paper
Haiss, P., & Sumegi, K. (2008, October 20).
Development and Economic Effects Of
the Insurance Sector In CEE And Mature
European Economies
A
Theoretical and Empirical Analysis.
Conference of the ECB-CFS Research
Network on “The Market for Retail
Financial
Services:
Development,
Integration, and Economic Effects.”
Heinola, E. (2012). Value Co-Creation In Service
Relationships : A Study Of customer And
Service Provider Role Responsibilities In
KIBS. Departement Of Marketing Aalto
University Of School Of Economics,
Finland.
Hendra. (2009). Implementasi Aplikasi Customer
Relationship Management (CRM) Pada
Sistem Informasi Perhotelan. Universitas
Bina Nusantara, Jakarta.
Ho, H. W. (2013). Customer Value Creation And
Delivery In B2B Contex : An Intelligent-
2015
Strategic Agility: Thrive in Turbulent Environment
(Research and Practices)
Hotel Grasia, Semarang 7 Oktober 2015
MADIC 2015
Agent System Approach. Business And
Economics Journal, 1–8.
Hooley, G., Piercy, N. F., & Nicoulaud, B.
(2012a).
Marketing
Strategy
&
Competitive Positioning (fifth). Prentice
Hall.
Retrieved
from
www.pearsoned.co.uk
Hsiuju, Yen, R., Gwinner, K. P., & Su, W. (2004).
The Impact of Customer Participation and
Service Expectation on Locus Attributions
Following Service Failure. International
Journal of Service Industry Management,
15, 7–26.
Indriantoro, N., & Supomo, B. (1999).
Metodelogi Penelitian Bisnis. Untuk
Akuntansi & Manajemen (pertama). BPFE
Yogyakarta.
Keiningham, Timothy L., & Vavra, T. G. (2001).
The Customer Delight Principle: Exceeding
Customers’ Expectations for Bottom- Line
Success. New York: McGraw-Hill.
Khair, H. (2014). Atribut Kinerja Pelayanan
Dalam Mempengaruhi Masyarakat Kota
Medan Memilih Perusahaan Asuransi.
JURNAL MANAJEMEN & BISNIS, 14(1),
98–109.
Kotabe, M., & Scott, S. K. (1995). The Role Of
Strategic Alliances In High-Technology
New Product Development. Strategic
Management Journal, 16, 621–636.
Kothari, A., & Lackner, J. (2006). A Value Based
Approach To Management. Emerald
Group Publishing Limited, 21(4), 243–249.
Kotler, P. (2002). Manajemen Pemasaran.
Jakarta: PT Prenhallindo.
Kotler, P., & Keller, K. L. (2012). Marketing
Management (Global). England: Pearson
Education.
Kotler, P., Kertajaya, H., & Setiawan, I. (2010).
Marketing 3.0. Jakarta, Indonesia:
Penerbit Erlangga.
Lee, J.-N., & Kim, Y.-G. (1999). Effect Of
Partnership Quality on IS Outsourcing
Success: Conceptual Framework And
Empirical
Validation.
Journal
of
Management Information Systems, 14(4),
29–61.
Leonard, & and Rayport, J.F. (1997). , “Spark
Innovation Through Empathic Design”,.
Harvard Business Review, 75(6), 102–113.
Liang, C., J., Wang, J. W., & Farquhar, J. .
(2009). The Influence Of Customer
Perceptions on Financial Performance In
Financial Services. International Journal
of Bank Marketing, 27(2), 129–149.
Marshall, E. M. (1995). Transforming The Way
We Work: The Power Of The
Collaborative Workplace. New York :
American Management Association,
©1995.
Massey, G. R., & Dawes, P. L. (2007). Personal
characteristics, trust, conflict,
and
effectiveness in marketing/sales working
relationships. European Journal
Of
Marketing, 41(9/10), 1117–1145.
Moller, K. (2006). Role of Competences in
Creating Customer Value: A ValueCreation Logic Approach. Elsevier, 35(8),
913–924.
Moller, K., & Torronen, P. (2003a). Business
Suppliers’
Value
Creation
Potential:Empirical Analysis.
Oliver, R. L. (1980). A Cognitive Model Of The
Antecedence And Consequences Of
Customer Satisfaction Decisions. Journal
Marketing Research, 17, 460–469.
Ophof, S. (2013a). Motives For Customers To
Engage In Co_creation Activities.
Presented at the 2nd IBA Bachelor Thesis
Seminar
and call for
paper
2015
Strategic Agility: Thrive in Turbulent Environment
(Research and Practices)
Hotel Grasia, Semarang 7 Oktober 2015
MADIC 2015
Conference, Netherland: University Of
Twente.
Perasuransian Indonesia. (2009). Badan
Pengawas Pasar Modal Dan Lembaga
Keuangan.
Peterson, R. T., & Yang, Z. (2004). Customer
Perceived Value, Satisfaction, And
Loyalty : The Role Of Switching Costs.
Psychology & Marketing, 21(10), 799–
822.
Prahalad, C. ., & Ramasmamy, V. (2000a). CoOpting Customer Competence. Harvard
Business Review, R000108, 79–87.
Prahalad, C. ., & Ramasmamy, V. (2004a). CoCreation Experiences: The Next Practice
In Value Creation. Journal Of Inteaktive
Marketing,
18(3),
5–14.
http://doi.org/10.1002/dir/20015
Prahalad, C. ., & Ramasmamy, V. (2004b). CoCreation Experinces: The Next Practice In
Vaalue Creation. Journal Of Inteaktive
Marketing,
18(3),
5–14.
http://doi.org/10.1002/dir.20015
Prahalad, C. ., & Ramaswany, V. (2004a). CoCreating unique Value With Customer.
Emerald Group Publishing Limited, 32(3),
4–9.
Rajagopal. (2006). Measuring Customer Value
Gaps: An Empirical Study in Mexican
Retail Markets. Economic Issues, 11(1),
19–40.
Rochma, M. (2007). Pelanggan Industri Asuransi
Jiwa Di Indonesia. Economic Review, 210.
Salim, A. (2005). Asuransi Dan manajemen
Risiko.
Jakarta,
Indonesia:
PT.
Rajagrafindo Persada.
Salipante, P. (2002a). Effective Selling Skills In
Life Insurance Sales : The Implication On
Sales Performance, Recruiting, And
Seminar
and call for
paper
Retention Of Producers. Case Western
Reserve University.
Sanders, L., & Simons, G. (2009, December). A
Social Vision For Value Co-Creation In
Design.
Retrieved
from
http://timreview.ca/article/310#sthash.E
4rmO6zj.dpuf
Sandhu, H. S. (2011). Customers’s Perception
Towards Service Quality Of Life Insurance
Corporation Of India: A Factor Analytic
Approach. International Journal Of
Business And Social Science, 2(18), 219–
231.
Sawhney, M., Verona, G., & Prandelli, E. (2005).
Collaboration To Create : The Internet As
Platform For Customer Engagement In
Producy Innovation. Journal Of Interactive
Marketing, 19(4), 1–15.
Schütz, S. (2011). Value Co-Creation in Seller Reseller Relationships (Tesis). Laurea
University of Applied Science.
Sheth, J. N., & Parvatiyar, A. (2000). Evolving
Relationship Marketing into a Discipline.
Emory University, 1–24.
Simatupang, T. M., & Sridharan, R. (2004).
Benchmarking
Supply
Chain
Collaboration: An Empirical Study. An
International Journal 11(5), 1–18.
Skarzauskaite, M. (2013). Measuing And
Managing Value Co-Creation Process:
Overview Of Existing Theoritical Models.
Social Technologies, 3(1), 115–129.
Smith, J. B., & Colgate, M. (2007b). Customer
Value Creation : A Practical Framework.
Journal of Marketing Theory &
Practice;Winter, 15(1), 7–23.
Sujan, H., Weitz, B. A., & Kumar, N. (1994).
Learning Orientation, Working Smart and
Effective Selling. Journal Of Marketing,
58, 39–52.
2015
Strategic Agility: Thrive in Turbulent Environment
(Research and Practices)
Hotel Grasia, Semarang 7 Oktober 2015
MADIC 2015
Sujan, H., Weitz, B. A., & Sujan, M. (1988).
Increasing Sales Productivity By Getting
Salespeople To Work Smarter. Journal Of
Personal Selling & Sales Management.
Logic Perspective. European Management
Journal, 26, 145–152.
Verhoef, P. C., & Lemon, K. N. (2013).
Successfull
Customer
Value
Management : Key Lessons And Emerging
Trends. European Management Journal,
31, 1–15.
Sunarto, Ismail, M., & Yuniarinto, A. (2000).
Analisi Perilaku Pemegang Polis Dalam
Pengambilan Keputusan Pembelian Jasa
Asuransi Jiwa Bersama Bumi Putera 1912.
Wagner, S. M., Eggert, A., & Lindemann, E. (2010).
Universitas Brawijaya, 1–19.
Creating And Appropriating Value In
Teas, R. K., Wacker, J. G., & Hughes, R. E. (1979).
Collaborative Relationships. Journal Of Business
A Path Analysis of Causes and
Research, 63, 840–848.
Consequences
of
Salespeople’s
Windisch, K. (2011a). Co-Creation and Ethics of
Perceptions of Role Clarity, Journal Of
Stakeholder Engagement for Value Creation.
Markerting Research, 355–366.
Arhus School of Business, Arhus University.
Terho, H., Mertanen, L. K., Bellenger, D., &
Wirtz, J., & Mattila, A. S. (2001). Exploring The Role Of
Johnston, W. (2013). Salesperson Goal
Alternative Perceived Performance Measures
Orientations and the Selling Performance
And Needs- Congruency In The Consumer
Relationship: The Critical Role of
Satisfaction Process. Journal of Consumer
Mediation and Moderation. Journal
Psychology, 11(3), 181–192.
Business Management, 6(2), 70–90.
Tsiotsou, R. H., & Wirtz, J. (2012). Handbook of
Developments in Consumer Behaviour.
Cheltenham, UK • Northampton, MA,
USA.
Ulaga, W. (2003). Capturing Value Creation In
Business Relationships : A Customer
Perspective.
Industrial
Marketing
Management, 32(8), 677–693.
Vargo, S. L., & Lusch, R. F. (2004). The Four
Service Marketing Myths : Remnant Of A
Goods-Based, Manufacturing Model.
Journal Of Service Research, 6(4), 324–
335.
Vargo, S. L., & Lusch, R. F. (2008). ServiceDominant
Logic:
Continuing
The
Evolution. Journal Of The Academic
Marketing Science, 36, 1–10.
Vargo, S. L., Maglio, P. P., & Akaka, M. A.
(2008a). On Value And Value CoCreation : Service Systems And Service
Seminar
and call for
paper
Woodall, T. (2003). Conceptualising “Value for
the Customer” : An Attributional,
Structural and Dispositional Analysis.
Academy of Marketing Science Review,
12.
Retrieved
from
http://www.amsreview.org/articles/woo
dall12-2003.pdf
Wood, D., & Gray, B. (1991). Toward
Comprehensive Theory Of Collaboration.
Journal Of Applied Behavioural Scince,
27(2), 139–162.
Wooddruff R.B. (1996). Know Your Customer :
New Approaches to Customer Value and
Satisfaction.
Wooddruff R.B. (1997). Customer Value : The
Next Source of Competitive Advantage.
Journal of Academy of MArketing
Science, 25(2), 139–153.
Yamoah, E. E. (2013). Factor Affecting The
Performance Of Sales Personal Of
Insurance Companies In Ghana. Kuwait
2015
Strategic Agility: Thrive in Turbulent Environment
(Research and Practices)
Hotel Grasia, Semarang 7 Oktober 2015
MADIC 2015
Chapter Of Arabian Journal Of Busness
And Management Review, 2(12), 73–79.
Zeithaml, V. (1988). Customer Perceptions Of
Pricec, Quality and Value : A Means-End
Model and Sythesis of Evidence. Journal
Marketing, 52, 2–22.
Zeithaml, V. A., Berry, L. L., & Parasuraman, A.
(1996). The Behavioural Consequences Of
Service Quality. Jounal Of Marketing,
60(2), 31–46.
Zultowski, W. H. (2012). In Search Of The
Indutry’s Holy Grail: Penetrating The
Middle Market (Actuaries Risk Is
Opportunity) (p. 15). Research +
Consulting, LLC.
Seminar
and call for
paper
2015
Strategic Agility: Thrive in Turbulent Environment
(Research and Practices)
Hotel Grasia, Semarang 7 Oktober 2015
MADIC 2015
Seminar
and call for
paper
2015
Strategic Agility: Thrive in Turbulent Environment
(Research and Practices)
Hotel Grasia, Semarang 7 Oktober 2015
MADIC 2015
Download