BAB I ILUSTRASI KASUS Identitas Pasien : Nama : An. MOP Jenis kelamin : Laki- laki Usia : 1 tahun 5 bulan Alamat : Cempaka Putih timur, Jakarta Caretaker : Ibu Kebangsaan : Indonesia Agama : Islam Admisi IGD : 31 Maret 2014 Tanggal Periksa : 4 april 2014 Anamnesis (alloanamnesis) : ibu dan ayah pasien Keluhan Utama Pasien mengeluh BAB cair sejak 3 hari SMRS Riwayat Penyakit Sekarang 24 hari sebelum masuk rumah sakit, pukul 20.00 WIB pasien mengeluh demam, tidak terlalu tinggi (ibu pasien tidak mengukur suhu), batuk, pilek, diare disangkal. Saat itu juga ibu pasien memberikan vitamin. Demam seketika itu langsung turun. 23 hari sebelum masuk rumah sakit, pada pagi hari pasien mengeluh ruam-ruam merah diseluruh tubuhnya, bintik-bintik merah lebih banyak didaerah pipi, perut dan punggung. Saat itu tidak ada demam, batuk, pilek, mata merah, dan diare. Bintik-bintik tidak terasa gatal. BAK normal seperti biasa. Pasien dibawa ke Puskesmas dan diberi obat antivirus (acyclovir). 21 hari sebelum masuk rumah sakit, bintik-bintik di tubuh hilang. 19 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh batuk-batuk, pilek, dahak tidak dapat keluar, disertai dengan badan yang demam dan tidak terlalu tinggi. Pasien dibawa kembali ke puskesmas dan diberi obat ambroxol, puyer, dan penurun panas. Keseesokan harinya, gejala batuk, pilek dan demam membaik. 17 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh mata merah disertai dengan belekan, badan kembali demam yang tidak tinggi. Batuk, pilek disangkal. BAB dan BAK masih seperti normal. Makan dan minum tidak berkurang. Pasien dibawa ke puskesmas dan diberi obat tetes mata. 2 hari kemudian gejala membaik dan demam pun turun. 12 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh demam, dengan suhu yang tidak tinggi, disertai batuk-batuk (dahak tidak bisa keluar), dan pilek. Disetiap makan pasien serasa seperti ingin memuntahkan. BAB pasien agak lembek, disertai dengan adanya “kecepirit” yang berlangsung hingga 5-6x/ hari. Warna dari “kecepirit” hitam kekuningan,kurang lebih sebanyak ½ sendok teh,dengan bau yang tidak enak. Pasien diberi obat oralit sachet oleh ibu pasien. Keesokan harinya gejala pun membaik. 10 hari sebelum masuk rumah sakit muncul ruam-ruam merah disekujur tubuhnya ketika pagi hari. Tidak ada gatal. Batuk, pilek,demam, mata merah disangkal. Pasien diberikan jamu oleh nenek pasien. BAB sudah tidak lembek tetapi berwarna kuning kehitaman. Sampai keesokan harinya gejala masih tidak membaik. Pasien tidak dibawa ke puskesmas lagi dikarenakan ibu pasien tidak menemukan ada tanda-tanda demam dan batuk pilek. 3 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh demam tinggi pada siang hari. Mata merah, batuk, pilek, disangkal. Pasien diberi obat panadol oleh ibu pasien. Demam turun kemudian naik kembali. Pasien pun mengeluh BAB cair dengan konsistensi air yang lebih banyak daripada ampas,berwarna kuning. Pasien menjadi lemas, sering ingin tidur dan sering merasa haus. Pada malam harinya ketika akan BAB pasien selalu menangis dahulu. BAB yang dikeluarkan masih dalam bentuk cair. Frekuensi ganti popok lebih sering dari biasanya sekitar 4-5 xper hari. Pada pukul 22.00 pasien langsung dibawa oleh orang tua pasien ke Rumah Sakit Islam. Dilakukan cek darah, dan hasilnya dikatakan baik dan tidak ada kelainan. Pasien diberi obat lacto B, sanmol, dan zinc kid. Hanya obat zinc kid yang tidak ditebus, dikarenakan tidak ada biaya. 1 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien masih mengeluh demam tinggi, BAB cair masih lebih dari 7 x sehari, tidak ada batuk pilek. Ruam-ruam merah ditubuh pasien terlihat lebih mengecil dengan penyebaran yang masih banyak. Pasien terlihat lebih lemas,dan lebih rewel dari biasanya. Mata dan pipi pasien terlihat lebih cekung. 6 jam sebelum masuk rumah sakit, pasien dibawa ke rumah sakit islam kembali, pasien didiagnosis dehidrasi ringan. Dikarenakan tidak ada kamar di rumah sakit islam, pasien pun dirujuk ke rumah sakit ridwan, dan karena alasan yang sama pula ( tidak ada tempat) maka pasienpun dirujuk ke rumah sakit cipto mangunkusumo Di RSCM, Pasien diberi cairan renalit melalui NGT sebanyak 4 botol, dikarenakan diagnosis yang diterima dari RSI adalah dehidrasi ringan sedang. Ketika satu botol cairan infus habis, pasien mulai mengalami kejang. Pasien diberi oksigen dengan bagging pump. Keesokan harinya pada pukul 10.00 pagi, pasien mulai sadar, pasien diberi oksigen mask, kemudian diberi inhalasi, lalu diberi oksigen melalui selang. Pada hari itu, pasien mulai mengalami BAB cair yang berwarna hijau, berlendir dan lengket,berbau , dan terdapat warna merah samar. Riwayat penyakit dahulu Riwayat sakit serupa sebelumnya disangkal. Asma disangkal. Penyakit jantung bawaan disangkal. Riwayat penyakit keluarga Tidak ada riwayat alergi, diabetes melitus, hipertensi dan kelainan bawaan di keluarga pasien. Kakak pasien juga pernah mengalami kejang demam, dan meninggal di usia 2 tahun. Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Lingkungan Keluarga ibu pasien saat ini berumur 30 tahun, dan sehari-harinya adalah ibu rumah tangga. Ayah pasien saat ini berumur 32 tahun dan bekerja sebagai staf gudang di harmoni. Riwayat konsanguitas tidak ada. Lingkungan rumah pasien dikatakan bersih, dan jauh dari tempat sampah. Saat ini sumber air pada keluarga pasien adalah sumur. Tetangga pasien juga ada yang mengalami penyakit campak, dan sudah membaik hingga sekarang. Riwayat kehamilan Selama hamil ibu pasien mengalami keputihan, banyak, tidak bau, putih. Diberi obat nystatin. Riwayat kelahiran Pasien lahir prematur 32 minggu di RS tarakan dengan normal dikarenakan cairan ketuban pecah dini. Berat lahir 2250 gram, panjang badan 46 cm. Pasien langsung menangis, tidak biru dan tidak pucat. Pasien masuk inkubator dan disinar selama sehari. Riwayat nutrisi Pasien diberi ASI dari bayi hingga sekarang. Frekuensi pemberian ASI cukup sering yaitu per 3 jam dalam sehari. Pasien tidak diberi susu formula dikarenakan pasien sering mencret bila minum susu formula. Pasien mulai diberi bubur susu Cerelac sejak usia 3 bulan. Usia 1 tahun pasien mulai diberi bubur tim sebanyak satu mangkok kecil sebanyak 3 kali sehari. Komposisi bubur tim yang sering ibu pasien beri seperti nasi satu centong, 1 telor mentah, ½ wortel ( 4 ruas jari), ati 2 ruas jari, bayam 10 lembar. Ketika ibu pasien tidak memasak bubur tim sendiri, ibu pasien pun sering membeli bubur tim bubuk di pedagang kaki lima di dekat rumahnya. Tidak bermerk. Pasien sering mengkonsumsi buah jeruk, 1 buah jeruk per hari. Buah pepaya hanya diberikan ketika pasien sulit BAB. Pasien alergi pada buah pisang. Pasien juga kadang diberi sosis siap makan, dan gorengan ubi. Riwayat imunisasi Pasien sudah imunisasi lengkap sesuai program puskesmas, kecuali Hep B 0. Riwayat MMR tidak ada. Riwayat tumbuh kembang Pasien sudah dapat duduk, tetapi belum merangkak. Pasien saat ini sudah dapat jalan dengan cara di tuntun sejak usia 1 tahun. Pasien babling sejak usia 1 tahun. Saat ini berat badan pasien belum naik sejak sakit campak. Pemeriksaan fisik tanggal 4 april 2014 Hasil Pemeriksaan Antropometrik Berat badan (BB)= 8 kg Tinggi badan (TB) = 77 cm Lingkar kepala = 43 cm Status nutrisi BB/ Usia = z-score -2< z < -3SD TB/ Usia = z-score 0 ~ -2 SD BB/ TB = z-score -2< z < -3SD LK/ Usia = z-score <-3SD Kesimpulan: gizi kurang, mikrosefali Kesadaran Compos Mentis Keadaan umum Tampak sakit sedang, tidak ada pucat dan sianosis Tekanan darah 80/60 mmHg Frekuensi nadi 100 menit, reguler, isi cukup Frekuensi napas 35 x/ menit, reguler, abdominotorakal Suhu 37,8oC Kepala Normosefal, tidak ada deformitas, fontanel belum menutup, rambut kecoklatan, tumbuh jarang, tidak mudah dicabut Telinga Low set ear (-) Mata Konjungtiva anemis -/- , sklera ikterik -/-, mata cekung -/- pupil isokor 3 mm/3 mm, RCL +/+, RCTL +/+, edema -/-, bercak bitot (-) Leher Trakea di tengah, KGB tidak membesar I= tidak ada venektasi, pergerakan dada simetris statis dan Paru dinamis P= ekspansi baik Pr= Batas paru normal, sonor/sonor A= Vesikular +/+, ronkhi basah halus +/+, wheezing -/Jantung Batas jantung normal, suara I-II normal, murmur (-), gallop (-) Abdomen Pott belly, hati dan limpa tidak teraba, shifting dullness (-), bising usus (+) normal, turgor baik. Genital Dalam batas normal Anus Tidak ada kemerahan Extremitas Akral hangat, CRT <2 detik, edema -/-, refleks fisiologis normal, simian crease (-), hiperekstensibilitas (-) Terdapat bintik bintik kemerahan Kulit Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan laboratorium Nama test hasil Nilai rujukan Hemoglobin 10.1 g/dl 10.5-14.0 Hematokrit 28.3 % 32.0-42.0 leukosit 13.6 ribu/uL 6.0-14.0 Trombosit 175 ribu/uL 150.0-400.0 MCV/VER 72.0 fL 72.0-88.0 MCH/HER 25.7 pg 24.0-30.0 MCHC/KHER 35.7 g/dL 32.0-36.0 Hitung jenis Basofil 2% 0.5-1.0 Eosinofil 0% 1-4 Neutrofil batang 8% 1-3 Neutrofil segmen 62% 55-70 Limfosit 19% 20-40 Monosit 9 2-8 Gula Darah Sewaktu 276 mg/dL 0-200 SGPT (ALT) 76 u/L 0-27 Kretinin darah 0.564 mg/dL 0.6-1.2 Ureum darah 22.6 mg/dL 0-49 Natrium (Na) darah 128 mEq/L 132-147 Kalium (K) darah 3.9 mEq/L 3.3-5.4 Klorida (Cl) darah 103mEq/L 94/111 Elektrolit (Na,K,Cl) APTT APTT 86.4 detik APTT kontrol 35.2 detik 31.0-47.0 Protrombin Time Protrombin Time (PT) 19.8 detik Protrombin time (PT) control 11.4 detik 9.8-12.6 Analisis Gas Darah pada tanggal 1 april 2014 PH 7.520 7.350-7.450 pCO2 19.7 35.00-45.00 pO2 187.6 75.00-100.00 O2 saturation 99.5 95-98 Base Excess -4.3 (2.50)-2.50 Standard Base Excess -6.8 Standard HCO3 20.9 22-24 HCO3 16.2 21.00-25.00 Total CO2 16.8 21.00-27.00 2. Analisis Tinja Makroskopik Jenis pemeriksaan hasil Nilai rujukan warna hijau kuning konsistensi cair lembek lendir positif negatif darah negatif negatif pus negatif negatif Mikroskopik Leukosit 4-5 /LPB Eritrosit 3-4 /LPB Telur cacing negatif Amoeba Tidak ditemukan negatif Pencernaan Lemak negatif negatif Serat tumbuhan negatif negatif Serat otot negatif negatif Darah samar tinja Positif Negatif Pengecatan Gram Mikroorganisme Ditemukan basil gram negatif Jamur Negatif Diagnosis kerja : Kolitis kemungkinan karena antibiotic associated diarrhea Bakteria over growth Anjuran pengobatan : metronidazole Diagnosis kerja Dehidrasi akut berat Encepalopati metabolik Failure to thrive Manajemen dan tatalaksana Makanan cair 4 x 250 ml/ NGT KaEN IIIB 800 cc / 24 jam Cefotaxim 3 x 500 mg IV Paracetamol 3 x 120 mg Zinc 1 x 20 mg Prognosis : Quo ad vitam: dubia ad Bonam Quo ad functionam: Dubia ad bonam Quo ad sanationam: Dubia ad bonam BAB II TINJAUAN PUSTAKA Asuhan Nutrisi dan Tumbuh Kembang Asuhan nutrisi dan tumbuh kembang ditujukan agar setiap anak baik berobat jalan maupun rawat dapat dipenuhi kebutuhan zat gizinya secara optimal, atau upaya pemenuhan kebutuhan zat gizi dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya. Untuk melaksanakan asuhan nutrisi dilakukan dengan 5 kegiatan yang terdiri dari : 1. Diagnosis masalah nutrisi Diagnosis masalh nutrisi pada pasien ialah pengkajian terhadap bagaimana status gizi dan riwayat nutrisi, serta status nutrient terterntu pada anak. Masalah nutrisi tersebut berkaitan dengan masalah lain seperti masalah pencernaan, masalah ekskresi nutrient atau masalah metabolisme. Masalah dapat berbentuk tingkat awal yakni tingkat kekurangan zat gizi, berlanjut jadi deplesi atau dapat di dalam tingkatan yang lebih tinggi lagi seperti defisiensi. Sebaliknya, masalah pada nutrisi juga dapat terbentuk sebagai masalah nutrisi berlebih, dari tingkat awal berupa kelebihan hingga toksisitas. Pengkajian status nutrisi meliputi 4 cara pengkajian yaitu pemeriksaan fisik, analisa diet, pemeriksaan antropometri dan pemeriksaan laboratorium. Penilaian meliputi penentuan status gizi, masalah yang berhubungan dengan proses pemberian makanan dan diagnosis klinis pasien. Anamnesis meliputi asupan makan, pola makan, toleransi makan, perkembangan oromotor, motorik halus dan motorik kasar, perubahan berat badan, faktor sosial, budaya dan agama serta kondisi klinis yang mempengaruhi asupan. Penimbangan berat badan dan pengukuran panjang/tinggi badan dilakukan dengan cara yang benar dan menggunakan timbangan yang telah ditera secara berkala. Pemeriksaan fisik terhadap keadaan umum dan tanda spesifik khususnya defisiensi mikronutrien harus dilakukan. Dalam sehari-hari umumnya status gizi dilakukan pada klinis dengan pemeriksaan klinis dan antropometris. Penentuan status gizi dilakukan berdasarkan penentuan proporsi berat badan (BB) menurut panjang badan (PB) atau tinggi badan (TB) (BB/PB atau BB/TB). Grafik pertumbuhan yang digunakan sebagai acuan ialah grafik WHO 2006 untuk anak kurang dari 5 tahun dan grafik CDC 2000 untuk anak lebih dari 5 tahun. Grafik WHO 2006 digunakan untuk usia 0-5 tahun karena mempunyai keunggulan metodologi dibandingkan CDC2000. Subyek penelitian pada WHO 2006 dari 5 benua dan mempunyai lingkungan yang mendukung untuk pertumbuhan optimal. Untuk usia diatas 5 tahun hingga 18 tahun digunakan grafik CDC 2000 dengan pertimbangan grafik WHO 2007 tidak memiliki grafik BB.TB dan data dari WHO 2007 merupakan smoothing NCHS 1981. Penetuan status gizi cut off Z score WHO 2006 untuk usian 0-5 tahu dan peresentase berat badan udeal sesuai kriteria Waterowuntuk anak usia diatas 5 tahun. Status gizi lebih (overweight)/obesitas) ditentukan berdasarkan indeks massa tubuh (IMT) Pada pengukuran didapatkan (>+1 SD ) atau BB/TB>110%, dapat digunakan grafik IMT disesuaikan dengan usia dan jenis kelamin untuk menentukan adanya obesitas. Untuk anak <2 tahun, menggunakan grafik IMT WHO 2006 yang kategori overweightnya adalah: Z score > + 2, obesitas > +3. Pada anak usia 2-18 tahun menggunakan grafik IMT CDC 2000. Untuk grafik CDC 2000, batas yang digunakan untuk overweight ialah diatas P85 hingga P95, sedangkan untuk obesitas ialah lebih dari P95 pada grafik CDC 2000. 2. Menentukan kebutuhan zat gizi Dalam asuhan nutrisi, menentukan kebutuhan nutrisi adalah kebutuhan terhadap masingmasing zat gizi yang perlu dipenuhi agar dapat encakup 3 macam kebutuhan yaitu a. Untuk kebutuhan penggantian (replacement) zat gizi yang kekurangan (deplesi atau defisiensi) b. Untuk kebutuhan rumat ( maintenance) c. Untuk kebutuhan tambahann karea kehilangan dan tambahan untuke pemulihan jaringan atau organ yang sedang sakit Daam praktek klinis, kebutuhan kalori dapat ditentukan berdasarkan : I. Kondisi sakit kritis (critical illness) : Kebutuhan energi = REE atau BMR x faktor aktivitas x faktor stress Kebutuhan nutrisi pada anak sakit kritis, dibedakan berdasarkan kondisi stress yang disebut sebagai dukungan metabolic dan non-stres yang disebut sebagai dukungan nutrisi. Selama perioode stress metabolikk ini dijaga supaya pemberiwn nutrisi tidak overfeeding, yang dapat meningkatkanb kebutuhan metabolisme di paru dan hati yang mengakibatkan meningkatnya angka kematian. Komplikasi overfeeding menyebabkan produksi berlebih pada CO2 yang meningkatkan ventilasi, edema paru, serta gagal napas, hiperglikemia yang meningkatkan kejadian infeksi, lipogenesis karena peningkatan produksi insulin, imunosupresi, dan komplikasi hati. II. Kondisi tidak sakit kritis (non critical illness) 1. Gizi baik/kurang: Kebutuhan kalori ditentukan berdasarkan berat badan ideal dikalikan RDA menurut usia tinggi (height age). Usia-tinggi ialah usia bila tinggi badan anak tersebut merupakan P50 pada grafik. Kebutuhan nutrien ter¬tentu secara khusus dihitung pada kondisi klinis ter¬tentu. Berat badan ideal ditentukan pada TB/PB dimana pada TB tersebut terdapat nilai median atau P50 nya. a. Tatalaksana Gizi Buruk menurut WHO, atau b. Berdasarkan perhitungan target BB-ideal: BB-ideal x RDA menurut usia-tinggi Pemberian kalori awal sebesar 50-75% dari target untuk menghindari sindrom refeeding. 2. Obesitas: Target pemberian kalori adalah: BB-ideal x RDA menurut usia tinggi Pemberian kalori dikurangi secara bertahap sampai tercapai target. Dalam hal ini berat badan ideal yang digunakan adalah berat badan menurut tinggi badan pada P50 pertumbuhan. Pada Obesitas penatalaksanaan tidak akan berhasil tanpa disertai dengan peningkatan aktifitas fisik dan perubahan perilaku. 3. Penentuan cara pemberian Cara pemberian makan yang utama ialah melalui enteral atau oral. Kontra indikasi pemberia makanan lewat saluran cerna ialah obstruksi saluran cerna, pendarahan saluran cerna, atau ada penurunan fungsi saluran cerna. Nasogastric tube merupakan jalur pemberian makanan secara nteral yang dapat dilakukan dalam jangka waktu pendek, begitu pula dengan nasoduodenal atau nasojejunal. Sedangkan untuk jangka panjang dapat dilakukan dengan gastronomi atau jejunostomi. Nutrisi parenteral jangka pendek (kurang dari 14 hari), akses perifer dapat digunakan, sedangkan untuk jangka panjang lebih baik menggunakan akses sentral. Pemberian nutrisi parenteral baru dipertimbangkan jika nutrisi enteral tidak memungkinkan. 4. Penentuan jenis makanan Pada pemberian makan melalui oral bentuk makanan disesuaikan dengan usia dan kemampuan oromotor pasien, misalnya 0-6 bulan ASI dan/formula, 6 bulan-1 tahun ASI dan/atau formula di-tambah makanan pendamping, 1-2 tahun makanan keluarga ditambah ASI dan/atau susu sapi segar, dan di atas 2 tahun makanan keluarga. Jenis sediaan makanan untuk enteral disesuaikan dengan fungsi gastrointestinal dan dapat dibagi dalam beberapa jenis, yaitu: • Polimerik, yang terbuat dari makronutrien intak yang ditujukan untuk fungsi gastrointestinal yang normal, terbagi menjadi formula standar dan formula makanan padat kalori • Oligomerik (elemental), biasanya terbuat dari glukosa polimer, protein terhidrolisat, trigliserida rantai sedang (MCT, medium chain triglyceride) • Modular, terbuat dari makronutrien tunggal Pada pemberian parenteral, pemberian jenis preparat sesuai dengan usia, perhitungan kebutuhan dan jalur akses vena. Untuk neonatus dan bayi beberapa asam amino seperti sistein, taurin, tirosin, histidin merupakan asam amino yang secara khusus/kondisional menjadi esensial, sehingga dibutuhkan sediaan protein yang bisa berbeda antara bayi dan anak. Pemilihan formula yang digunakan sebagai nutrisi enteral pada pasien bayi dan anak tergantung pada faktor psien ( umur, masalah za gizi yang terkait, kebutuhan nutrisi da fungsi gastrointestinal) serta faktor formula (osmolalitas, renal salut load /RSL, kpekatan serta kekentalan kalori, komposisi zat gizi : jenis serta jumlah karbohidrat, protein dan lemk, ketersediaan produk serta harganya). Formula enteral pediatric dibagi berdasarkan usia anak, yakni, bayi premature, anak usia 1-10 tahun, dan anak usia diatas 10 tahun. Kalori lebih banyak didapatkan pada formula enteral untuk anak diatas usai 10 tahun dibandingkan dengan formula yang untuk bayi. Namun, lebih banyak mengandung protein, natrium, kalium, klorida, dan magnesium lebih rendah dibandingkan susu untuk orang dewasa. Sebaliknya, kadar zat besi, seng, kalium dan fosfort lebih tinggi. Maka dari itu, tidak nleh memberikan formulaso enteral untuk dewasa kepada anak dibawah 10 tahun, sebab pada anak dibawah usia 10 tahun ginjalnya masih meiliki keterbasatasan untuk mengekskresi nutrient, elektrolit dan metablit yang tidak bisa dimetaolisme (RSL) yang akan menyebabkan dehidrasi. Formula susu dewasa ini dapat diberikan pada anak usia diatas 10 tahun 5. Pemantauan dan Evaluasi Dalam hal ini penilaian mencakup respon jangka pendek dan jangka panjang. Respon jangka pendek ialah daya terima makanan atau obat, toleransi di saluran cerna, efek samping di saluran cerna. Jangka panjang ialah, menilai penyembuhan penyakit dan tumbuh kembang anak. Adapula komplikasi dari pemberian nutrisi enteral yang secara garis besar dapat dikategorikan menjadi tiga; gastrointestinal, mekanis, dan metabolic. Mual, muntah, diare, konstipasi, dan malarbsorpsi merupakan contoh dari komplikasi gastrointestinal. Sedangkan pada mekanis ialah aspirasi, malposisi, atau sumbatan pada NGT. Lalu, pada komplikasi metabolik ialah apabila terdapat hipo/natremi, hipo/hiperkalemi, dehidrasi, dan hiopglikemi. Adapula komplikasi yang berkaitan dengan pemberian nutrisi parenteral. Mekanis, yang berkaitan dengan pemasangan kateter dapat berupa pneumothorax, hemothorax, sepsis terjadi pada 6-20% kasus pemberian nutrisi parenteral. Komponen metabolik yang sering terkena pada pemberian nutrisi parenteral ialah kolestasis pada bayi yang mendapatkan nutrisi parenteral >2 minggu. Refeeding syndrome, merupakan suatu komplikasi metabolik dari dukungan nutrisi pada opasien malnutrisi berat. Ditandai oleh hipofosfatemia, hipokalemia, hipomagnesemia. Refeeding syndrome terjadi dikarenakan adanya perubahan sumber utama pembakaran energi, yang tadinya dari lemak saat kelaparan lalu tergantikan dengan karbohidrat, sehingga terjadi peningkatan insulin dan perpindahan elektrolit yang dibutuhkan untuk metabolisme intraseluler. Gejala klinis meliputi : • Aritmia • Gagaljantung • Gagal napas akut • Koma • Paralisis • Nefropati • Disfungsi hati Maka dari itu pada pasien dengan malnutrisi berat harus diberikan nutrisi secara bertahap. Dapat dimulai dari 25-75% dari REE. Setelah itu asupan kalori ditingkatkan 10-20% per hari atau selama 4-7 hari hingga mencapai target asupan kalori. Failure To Thrive Suatu keadaanyang ditandai dengan kenaikan berat badan (BB) yang tidak sesuai dengan seharusnya, tidak naik ( flat growth) atau bahkan turun dibandingkan pengukuran sebelumnya, yang hal ini diketahui melalui grafik pertumbuhan. Dalam hal ini yang dinilai hanyalah berat badan terhada umur pada minimal 2 periode pengukuran, sedangkan tinggi badan dan lingkar kepala yang juga merupakan parameter pertumbuhan mungkin masih normal. Gejala ini ditegakkan melalui perpindahan posisi berat badan terhadap umur yang melewati lebih dari 2 persentil utama atau 2 standar deviasi ke bawah jika di plot pada grafik BB menurut umur. FTT juga belum tentu gizi kurang atau gizi buruk. FTT bukanlah suatu diagnosis melainkan gejala yang harus dicari penyebabnya. a. Diagnosis Anamnesis Hal yang perlu dicari untuk menegakkan gejala FTT adalah Asupan kalori yang tidak mencukupi : Nafsu makan yang kurang Anemia misalnya defisiensi Fe Masalah psikososial seperti apatis Kelainan sistem saraf pusat (SSP) misalnya hidrosefalus, tumor Infeksi kronik misalnya infeksi saluran kemih, sindrom imunodefisiensi yang didapat Gangguan gastrointestinal seperti nyeri akibat esofagus refluks, gangguan pada proses makanan Cerebral palsy/kelainan SSP misalnya hipotonia, hipertonia Anomali kraniofasial misalnya stresia koana, bibir dan sumbing langitan, micrognathia, glossoptosis Sesak napas misalnya penyakit jantung bawaan, penyakit paru Kelemahan otot menyeluruh misalnya miopati Fistula trakeoesofageal Sindrom kongenital misalnya fetal alcohol syndrom Paralisis palatum molle Unavailability of food Teknin pemberian makan yang tidak tepat Jumlah makan yang tidak cukup Makanan yang tidak sesuai usia Withholding of food misalnya abuse, neglect, psikososial Muntah Kelainan SSP misalnya peningkatan tekanan intrakranial Obstruksi saluran cerna misalnya stenosis pilorus, malrotasi Refluks gastroesofageal Obat-obatan misalnya pemberian sirup ipecak secara sengaja Absorpsi zat gizi yang tidak mencukupi Malabsorpsi Atresiabilier/sirosis Cystic fibrosis Defisiensi enzim Intoleransi makanan, misalnya intoleransi lakstosa Defisiensi imunologik, misalnya enteropati sensitif protein Inflammatory bowel disease Diare Gastroentritis refluks Infeksi parasit Starvation diarrhea Diare akibat refeeding Pengeluaran energi berlebihan Peningkatan metabolisme/peningkatan penggunaan kalori Infeksi kronik/rekuren misalnya infeksi saluran kemih, tuberkulosis Insufisiesi pernapasan kronik misalnya displasia, bronkopulmoner Penyakit jantung bawaan/penyakit jantung yang didapat Keganasan Anemia kronik Toksin misalnya timah Obat obatan misalnya levotiroksin Penyakit edokrin misalnya hipertiroidism, hiperaldosteronisme Gangguan pengguaan kalori Penyakit metabolik misalnya aminoacidopathies, kelainan metabolisme karbohidrat bawaan Asidosis tubular ginjal Hipoksemia kronik misalnya penyakit jantung sianotik Pemeriksaan fisis Pemeriksaan antropometri (minimal dilakukan di dua periode terutama dalam 3 tahun pertama kehidupan) didapatkan penuunan persentil berat badan terhadap umur yang melewati lebih dari 2 persentil mayor (3rd, 5th, 25th, 50th, 75th, 90th, 95th, 97th Mencari penyakit yang mungkin mendasari, misalnya penyakit jantung, paru, endokrin, neurologis, dan lain-lain. Bila ditemukan masalah pertambahan tinggi badan yang dominan, pikirkan kelainan tulang dan endokrin seperti hiperplasia adrenal kongenital, hipotiroid. Pada keadaan ini perlu dilakukan pengukuran arm span, lower segment (LS), upper segment (US), rasio US/LS Bila ditemukan masalah pertambahan lingkar kepala, pikirkan kelainan neurologis Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan laboratorium Darah perifer lengkap, laju endap darah, urinalisis (pH, osmolalitas, elemen seluler, glukosa, dan keton), kultur urin, tinja untuk melihat parasit dan amlabsorpsi, ureum dan kreatinin serum, analisi gas darah, elektrolit termasuk kalsium dan fosfor, tes fungsi hati termasuk protein total dan albumin. Pemeriksaan ekokardiografi bila dicurigai kelainan jantung Foto rontgen dan uji mantoux bila dicurigai kelainan paru Pemeriksaan usia tulang dan bone survey bila dicurigai kelainan endokrin atau tulang Pemeriksaan CT scan kepala bila dicurigai kelainan neurologis. Tata Laksana Syarat utama pada tata laksana FTT adalah mengenali penyebab dan memperbaiki secara tepat. Dua prinsip tata laksana pada semua anak FTT adalah diet tinggi kalori untuk catch-up growth dan pemantauan jangka panjang untuk melihat adanya gejala sisa. Intervensi pemberian makanan untuk bayi dan balita FTT Hitung kebutuhan kalori serta protein menggunakan prinsip BB ideal menurut PB atau TB saat ini dikalikan RDA kalori/ protein sesuai dengan height age ( PB saat ini dengan ideal usia berapa?) I. Evaluasi pemberian ASI pada bayi Perbaiki manajemen laktasi Pastikan jumlah asupan serta jadwal pemberian ASI disesuaikan dengan kebutuhan bayi ( on demand). Frekuensi pemberian berkisar antara 8-12 kali dalam 24 jam dengan lama pemberian minimal 10 menit disetiap payudara untuk memastikan asupan hind-milk Atasi maslah ibu misalnya kelelahan, stress, rasa lapar Berkurangnya produk susu dapat diatasi dengan antara lain: o Menggunakan pompa ASI untuk meningkatkan produksi o Menggunakan obat-obatan misalnya metoklopramid I. Pemberian ASI pada batita (1-3 tahun) Kebutuhan ASI pada batita kurang lebih 1/3 dari total kebutuhan kalori dalam sehari Pastikan pemberian makanan cukup Hindari “ngempeng”, bila berlanjut dan mendominasi asupan makanan maka hentikan pemberian ASI dan tingkatkan asupan susu formula atau MP-ASI II. Bottle Feeding Berikan susu formula yang tepat: starting up untuk yang berusia dibawah 6 bulan dan follow-on (formula lanjutan) untuk usia 6-36 bulan Pastikan cara pelarutan dilakukan dengan benar Jika perlu dapat diberikan formula khusus yang tinggi kalori misalnya formula prematur, after discharge formula, formula tinggi kalori, formula elemental, dll III. Pemberian makanan pada balita 3 kali makan dan 2 kali snack per gizi Susu sebanyak 480-960 ml per hari Stop pemberian jus, punch, soda sampai berat badan normal Hentikan pemberian makan secara paksa Perhatikan lingkungan tempat memberikan makana BAB III PEMBAHASAN Pasien datang dikarenakan BAB cair dengan frekuensi 5x dalam sehari, volume tidak diketahui, komposisi air dan ampas, tidak ada darah, lendir. Dari anamnesis diketahui bahwa pasien mengalami BAB cair dan demam tinggi sejak 2 hari SMRS. Dalam hal ini, diare perlu dibedakan penyebab yang mendasari sebagai panduan untuk menentukan tata laksana yang akan diberikan. Pada etiologi diare, alergi pun dapat menyebabkan diare pada anak. Dalam kasus ini, diketahui anak tidak memiliki alergi pada makanan apapun. Antibiotik juga merupakan salah satu pencetus diare pada anak. Pada kasus ini, pasien memang sering mengkonsumsi obat antibiotik setiap pasien demam atau mengeluh gejala batuk pilek yang diberikan oleh puskesmas, tetapi ketika pemakaian obat ini dihentikan, pasien tetep mengeluh diare yang tidak kunjung membaik. Infeksi penyebab diare dibedakan berdasarkan kuman patogen yang menghinggapinya. Virus dan bakteri adalah penyebab diare yang sering didapatkan pada anak-anak. Pasien pada kasus ini, mengeluh diare dengan konsistensi cair dan sedikit ampas disertai demam yang tinggi. Dipikirkan hal ini kemungkinan disebabkan oleh virus, dikarenakan demam yang mendadak tinggi dan tidak mereda dengan pemberian obat penurun panas. Setelah pasien dirawat di RSCM, BAB cair yang semula berwarna kuning, berubah menjadi berwarna hijau, berlendir dan lengket, berbau tidak sedap, dan terdapat darah samar didalamnya. Dari hal ini dipikirkan bahwa penyebab diare yang berdarah adalah disentri yang diakibatkan oleh bakteri shigella. Dibutuhkan kultur tinja sebagai pemeriksaan penunjang. Diare dengan frekuensi lebih dari 7x sehari membuat pasien menjadi sangat lemas, lebih haus dari biasanya, dikatakan oleh orang tua mata dan pipi pasien tampak lebih cekung daripada biasanya, dan dalam hal ini dipikirkan pasien mengalami gejala dehidrasi ringan. Pasien mendapat terapi zinc 1 x 20 mg untuk memperbaiki mukosa usus. Pasien pun mengeluh demam dengan ruam-ruam merah disekujur tubuhnya. Ruam-ruam muncul setelah 2 hari setelah demam. Ibu pasien tidak tahu munculnya mulai dari mana. Saat ini ruam –ruam mulai menghilang dan demam mulai membaik dengan pemberian paracetamol. Untuk demam dengan ruam ada diagnosis banding diantaranya campak, rubella, eksantema subitum, DBD, demam skarlet dan infeksi virus lain. Dilihat dari mulainya timbulnya ruam, rubella, eksantema subitum, bisa disingkirkan. Gejala lain seperti konjungtivitis, koryza, batuk yang tidak ditemukan pada pasien ini, dapat menyingkirkan kemungkinan campak. Tidak adanya kelainan pada lidah, maupun tenggorokan, menyingkirkan kemungkinan demam skarlet. Pada pola demamnya tidak sesuai dengan DBD,sehingga hal ini dapat disebabkan oleh infeksi virus lain seperti chikungunya dan enterovirus. Pada pasien ini tidak ada pegal pegal diseluruh tubuh sehingga kemungkinan chikungunya dapat disingkirkan. Kemudian adanya diare, lebih menguatkan kearah infeksi enterovirus. Dalam hal ini, terdapat infeksi virus dan bakteri pada sistem gastrointestinal pasien. Tatalaksana pada pasien dengan disentri ini adalah dengan pemberian nutrisi yang adekuat yaitu MC 4 x 250 ml/NGT, pemberian cairan rumatan KaEN IIIB 800cc/24 jam, atasi infeksi dengan cefotaxim 3 x 500 IV, atasi demam dengan paracetamol 3 x 120 mg. Pasien lahir dengan masa gestasi 32 minggu. Berat lahir 2250, dan panjang badan 46 cm. Karen pasien diketahui lahir dengan usia prematur, maka dibutuhkan perhitungan mencari usia koreksi dengan rumus Usia Koreksi = Usia kronologis – (40 – usia gestasi) yaitu Usia koreksi = 1 tahun 5 bulan – (40- 32 minggu) = 17 bulan – 2 bulan = 15 bulan pada saat ini. Berat badan pasien saat lahir bila diplot pada kurva WHO terletak tepat diujung garis persentil 3. Dan berat badan pasien pada sebulan sebelum masuk RSCM menurut usia koreksi adalah 14 bulan dengan berat 9,8kg terletak diatas persentil 10. Dan sebulan kemudian ketika masuk RSCM dengan berat 8 kg terletak di bawah persentil 3. Dari plot tersebut diketahui terjadi pelintasan dua persentil yang merupakan gejala dari failure to thrive. Pada gejala ini, tatalaksana pada failur to thrive adalah diet tinggi kalori untuk catchup growth dan pemantauan jangka panjang untuk melihat adanya gejala sisa. Hitung kebutuhan kalori serta protein menggunakan prinsip BB ideal menurut PB atau TB saat ini dikalikan RDA kalori/ protein sesuai dengan height age ( PB saat ini dengan ideal usia berapa?). BB ideal menurut TB saat ini adalah 10kg. Kalori yang dibutuhkan adalah 10 x 100-110 = 1000-1100 kalori protein setiap harinya. Dan sesuai dengan tatalaksana pada failure to thrive yaitu melakukan intervensi pada pemberian makanan pada balita dengan FTT. Evaluasi pemberian ASI pada bayi Perbaiki manajemen laktasi Pastikan jumlah asupan serta jadwal pemberian ASI disesuaikan dengan kebutuhan bayi ( on demand). Frekuensi pemberian berkisar antara 8-12 kali dalam 24 jam dengan lama pemberian minimal 10 menit disetiap payudara untuk memastikan asupan hind-milk Atasi maslah ibu misalnya kelelahan, stress, rasa lapar Berkurangnya produk susu dapat diatasi dengan antara lain: o Menggunakan pompa ASI untuk meningkatkan produksi o Menggunakan obat-obatan misalnya metoklopramid Pemberian ASI pada batita (1-3 tahun) Kebutuhan ASI pada batita kurang lebih 1/3 dari total kebutuhan kalori dalam sehari Pastikan pemberian makanan cukup Hindari “ngempeng”, bila berlanjut dan mendominasi asupan makanan maka hentikan pemberian ASI dan tingkatkan asupan susu formula atau MP-ASI Bottle Feeding Berikan susu formula yang tepat: starting up untuk yang berusia dibawah 6 bulan dan follow-on (formula lanjutan) untuk usia 6-36 bulan Pastikan cara pelarutan dilakukan dengan benar Jika perlu dapat diberikan formula khusus yang tinggi kalori misalnya formula prematur, after discharge formula, formula tinggi kalori, formula elemental, dll Pemberian makanan pada balita 3 kali makan dan 2 kali snack per gizi Susu sebanyak 480-960 ml per hari Stop pemberian jus, punch, soda sampai berat badan normal Hentikan pemberian makan secara paksa Perhatikan lingkungan tempat memberikan makanan. Dalam asuhan nutrisi pada pediatrik, juga perlu diperhatikan kebutuhan nutrisi dan gizi pasien dengan mencakup 5 hal yang penting yaitu diagnosis masalah nutrisi, menentukan kebutuhan nutrisi, memilih alternatif tentang cara pemberian nutrisi, memilih alternatif bentuk sediaan gizi, dan evaluasi atau pengkajian respons. Pada pasien ini, diagnosis pada masalah nutrisi adalah failure to thrive dengan diagnosis status gizi kurang yang ditegakkan dengan kurva pertumbuhan menurut berat badan dibandingkan dengan tinggi badan termasuk di antara -2SD dan -3SD dimana adalah termasuk status gizi kurang. Sedangkan untuk menentukan kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan (10 kg menurut tinggi badan 77cm) dikalikan RDA (100) = 100kkal atau 1000 cc yang dibutuhkan setiap harinya. Makanan yang diberikan berupa susu cair melalui NGT dikarenakan pasien sulit dan rewel untuk menerima susu, untuk menghindari terjadinya aspirasi, maka diberikan melalui NGT. Pada pemberian makanan ini disesuaikan dengan kebiasaan waktu yang orang tua pasien berikan makanan setiap harinya agar tidak terjadi perubahan pola makan. DAFTAR PUSTAKA Sjarif DR, Nasar SS, Devaera Y, Tanjung C. Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia: Asuhan Nutrisi Pediatrik. Unit Kerja Koordinasi Nutrisi dan Penyakit Metabolik. IDAI. 2011 Sjarif DR, Lestari ED, Mexitalia M, Nasar SS. Buku Ajar Nutrisi Pediatrik Dan Penyakit Metabolik. Balai Penerbit IDAI. 2011 Berhman R.E., Kligman R.M., Jenson H.B. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia : W.B. Saunders Co Ismail R, Sanusi R, Northrup R. Buku Ajar Diare. Pendidikan Medik Pemberantasan Diare. 1999 Tim Adaptasi Indonesia.Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit.Jakarta: WHO Indonesia bersama Departemen Kesehatan Indonesia. 2009. PRESENTASI KASUS NUTRISI PEDIATRIK FAILURE TO THRIVE Kelompok B1 INDWIANA ARIFI Narasumber : dr.Damayanti Rusli Syarif, SpA (K) DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA APRIL 2014