IDIOM DAN PENGGUNAAN PARTIKEL DALAM

advertisement
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba)
Vol. 2 2015
IDIOM DAN PENGGUNAAN PARTIKEL DALAM
BAHASA JEPANG
Dini Maulia, Ike Revita, dan Lady Diana Yusri
Jurusan Sastra Jepang
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas
Abstrak
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian merupakan data
kepustakaan yang diambil dari cerpen berbahasa Jepang yang berjudul
Hana, Toshishun karya Akutagawa Ryunosuke. Terdapat 42 (empat
puluh dua) data secara keseluruhan yang digunakan dalam analisis.
Setelah dilakukan analisis data, maka ditemukan 5 (lima) jenis partikel
yang digunakan dalam sumber data sebagai unsur pembentuk idiom
dalam bahasa Jepang. Adapun partikel tersebut, yaitu: partikel o, ni,
ga, no, dan mo.Kesimpulan yang didapat dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa, penggunaan partikel sebagai salah satu unsur
pembentuk idiom tetap mengikuti kaidah-kaidah idiom itu sendiri baik
secara struktur maupun fungsi. Penerjemahan secara idiomatis sebuah
idiom, juga masih berhubungan dengan penggunaan partikel yang
dipilih sebagai unsur pembentuk. Hal ini menunjukkan bahwa
sekalipun berada di dalam sebuah idiom, penggunaan partikel tetap
menjadi jati dirinya sendiri yang terikat secara baku terhadap sistem
tata bahasa Jepang.
Kata Kunci: Idiom, Partikel, Bahasa Jepang
Pendahuluan
Idiom dalam bahasa Jepang disebut dengan istilah kanyouku. Kridalaksana
(2008:90) meguraikan bahwa idiom adalah konstruksi dari unsur-unsur yang
saling memilih, masing-masing anggota mempunyai makna yang ada hanya
karena bersama yang lain. Melalui ungkapan tersebut dapat ditarik kesimpulan
bahwa unsur-unsur idiom hanya dapat menghasilkan makna apabila
keseluruhannya terikat dan tidak diterjemahkan secara tersendiri.
Dalam bahasa Indonesia, kita mengenal wujud idiom dengan gabungan
antar dua kata, misalnya: kaki tangan. Idiom kaki tangan apabila diterjemahkan
artinya secara leksikal akan menghasilkan makna yang berbeda dibandingkan
realisasi makna ketika menjadi sebuah idiom. Secara leksikal, kaki tangan berarti
bagian dari anggota tubuh kaki dan tangan, sedangkan secara idiom berarti anak
buah. Beberapa idiom memiliki makna leksikal yang jelas seperti contoh kaki
tangan, namun terdapat pula idiom yang makna leksikalnya tidak dapat berterima
secara logis. Misalnya pada idiom mata keranjang , idiom ini apabila diartikan
secara leksikal tidak berterima. Seperti yang diketahui, bahwa keranjang
merupakan benda mati yang tidak mungkin memiliki mata. Tetapi secara idiom,
maknanya menjadi berterima dan diartikan dengan sifat genit.
|1
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba)
Vol. 2 2015
Apabila dalam bahasa Indonesia wujud idiom hadir dengan gabungan dua
kata, maka berbeda halnya dengan idiom yang terdapat dalam bahasa Jepang.
Idiom dalam sistem bahasa Jepang terbentuk dari unsur kata dan partikel. Berikut
dapat dilihat melalui contoh berikut:
(1) 足が出る
Ashi ga deru
„Melebihi anggaran‟
Idiom pada contoh (1) di atas terbentuk dari 2 (dua) buah unsur kata, yaitu ashi
yang berarti „kaki‟ dan deru yang berarti „keluar‟, dan 1 (satu) unsur patikel yaitu,
partikel ga. Apabila diartikan secara konseptual, maka ashi ga deru berarti „kaki
keluar‟, namun ketika hadir dalam wujud idiom maka makna yang dihasilkan
menjadi „melebihi anggaran‟.
(2) 骨を折る
Hone o oru
„Bekerja keras‟
Bentuk idiom bahasa Jepang dapat dilihat juga pada contoh (2) di atas.
Melalui contoh dapat dilihat idiom tersebut terbentuk dari unsur-unsur kata hone
„tulang‟ dan oru „melipat‟, dan unsur partikel o. Apabila dipandang secra makna
konseptual menghasilkan makna „melipat tulang‟, tetapi secara idiom bermakna
„bekerja keras‟. Contoh (1) dan (2) di atas menunjukkan bahwa idiom bahasa
Jepang terbentuk dari unsur kata dan unsur partikel. Hanya saja kedua contoh di
atas menggunakan partikel yang berbeda, yaitu partikel (digunakan pada contoh
(1)) dan partikel o (digunakan pada contoh (2)) . Penggunaan partikel yang
berbeda antara (1) dan (2) dapat diasumsikan bahawa tidak hanya 1 (satu) jenis
partikel yang digunakan dalam membentuk idiom bahasa Jepang, dan dapat
disimpulkan bahwa unsur partikel ikut berperan penting dalam menghasilkan
makna idiom bahasa Jepang secara tidak langsung.
Kridalaksana menjelaskan bahwa kata adalah satuan bahasa yang dapat
berdiri sendiri (2008:110), sedangkan partikel adalah kata yang biasanya tidak
dapat diderivasikan atau diinfleksikan, yang mengandung makna gramatikal
(2008:174). Dari pengertian kata dan partikel di atas menunjukkan bahwa unsur
kata merupakan unsur yang bebas dan memiliki makna tersendiri, sedangkan
unsur partikel merupakan unsur terikat yang hanya dapat menghasilkan makna
apabila bergabung dengan unsur kata.. Partikel dalam istilah bahasa Jepang
disebut dengan joushi. Definisi joshi yang terdapat dalam Koujien (2009)
diuraikan sebagai berikut:
品詞の一つ。常に他の語のあとに付いて使われる語のうち、
活用しない語。前の語が他の語とどのような関係にあるかを
示したり、語句と語句を接続したり、文が表す内容に一定の
性質を付加したりする働きがある。
hinshi no hitotsu. tsune ni hoka no ago no ato ni tsuite
tsukawarerugo no uchi, katsuyoo shinai go. mae no go ga hoka no
go to dono yoona kankei ni aru ka o shimeshitari, goku to goku wo
setsuzoku shitari,bun ga arawasu naiyoo ni ittei no seishitsu o fuka
shitari suruhataraki ga aru.
|2
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba)
Vol. 2 2015
„Salah satu kelas kata. Di antara kata-kata yang digunakan.
Umumnya melekat dibelakang kata lain dan tidak memiliki
perubahan. Berfungsi Menunjukan bagaimana hubungan kata yang
di depan dengan kata lain, menghubungkan frasa dengan frasa dan
menambahkan makna yang diungkapkan kalimat‟.
Dari definisi di atas dapat diketahui bahwa partikel hadir dalam struktur
bahasa Jepang berfungsi sebagai salah satu unsur penyambung kata dalam frase
ataupun kalimat. Partikel itu sendiri tidak memiliki makna apabila berdiri sendiri,
namun ketika partikel bersatu dengan kata yang lain maka partikel dapat
berkesinambungan dengan unsur kata dan membentuk makna, baik itu makna
gramatikal maupun makna idiom. Hal tersebut menjadi suatu permasalahan yang
menarik untuk diteliti, karena partikel sendiri hadir tanpa makna ketika berdiri
sendiri dan kemudian dalam fungsinya dapat membantu unsur kata membentuk
makna idiom dalam bahasa Jepang. Seperti kesimpulan awal yang diungkapkan
sebelumnya, bahwa banyaknya jenis partikel yang digunakan sebagai unsur
pembentu bahasa Jepang mengasumsikan bahwa partikel-partikel tersebut
berperan secara tidak langsung dalam membangun makna idiom.
Adapun yang menjadi alasan penulis untuk mengakaji lebih dalam
mengenai kajian partikel ini dilatarbelakangi oleh penelitian sebelumnya yang
telah penulis lakukan dengan judul penelitian “Penggunaan Partikel dalam
Kalimat Kausatif Bahasa Jepang”
(Maulia, dkk:2013). Kesimpulan dari
penelitian tersebut menunjukkan bahwa penguasaan penggunaan partikel dalam
kalimat kausatif dapat memudahkan untuk memaknai konstruksi kausatif yang
berpolisemi. Hasil penelitian tersebut telah menjadi bahan ajar yang bermanfaat
untuk memudahkan pembelajaran bahasa Jepang, khususnya mengenai kalimat
kausatif. Adapun penelitian yang telah dilakukan tersebut membutuhkan
penelitian lanjutan untuk menyempurkan penelitian mengenai partikel bahasa
Jepang. Hal tersebut dikarenakan penguasaan partikel yang masih cukup sulit bagi
pembelajar bahasa Jepang di Indonesia. Selain itu, pembahasan yang pernah
dilakukan selama ini terkait mengenai idiom bahasa Jepang sendiri biasanya
hanya ditelaah dari segi penggunaan idiom dalam sebuah tuturan, belum ada yang
mengungkapkan bagaimana idiom bahasa Jepang tersebut dipandang dari salah
satu unsur pembentuknya, yaitu partikel.
Perumusan Masalah
Berdasarkan hal yang telah diuraikan sebelumnya, adapun permasalahan
yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:
1. Partikel apa saja yang digunakan sebagai salah satu unsur pembentuk
idiom bahasa Jepang.
2. Bagaimana sebuah idiom mempengaruhi pembentukan makna idiomatis
sebuah idiom.
Tinjauan Pustaka
Idiom dalam bahasa Jepang dikenal dengan istilah kanyouku. Adapun
pengertian kanyouku tersebut didefinisikan oleh Miyaji (1984:328) sebagai
berikut:
|3
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba)
Vol. 2 2015
慣用句と言う用語は一般に広く使われているけれども、その
概念がはっきりしているわけではない。ただ単語の二つ以上
の連結対であって、その結ぶ付き比較的硬く全体で決まって
意味を持つ言葉だと言う程度のところが一般的な共通理解に
なっているだろう。
Kanyouku toiu yougo wa ippan ni hiroku tsukawareteiru
keredomo, sono gainen ga hakkiri shiteiru wake dde wa nai. Tada
tango no futatsu ijyou norenketsutai deate, sono musubutsuki
hikakutekikataku zentai de kimatte imi o motsu kotoba da to iu
teido no tokoro ga ippanteki na kyoutsuu rikai ni natteiru darou.
„istilah idiom adalah istilah yang digunakan secara luas dan umum,
tetapi tidak memiliki konsep yang jelas. Hanya merupakan bentuk
gabungan dua kata atau lebih yang memiliki hubungan yang erat
dan menjadi satu kesatuan, derajat kata-katanya mempunyai suatu
pengertian yang ditetapkan secara keseluruhan dan mempunyai
suatu pengertian umum.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa idiom dalam bahasa Jepang memiliki
konsep yang tidak baku. Kejelasan bentuk idiom tersebut hanya dapat diketahui
melalui kesatuan antara unsur-unsur dalam idiom itu sendiri. Selain itu,
Matsumura (1971:150) menambahkan posisi idiom dalam kalimat sebgai berikut:
二つ文や句はそこの用いられる単語の意味と文法的関係か
ら全体に意味が理解できろものが、特に特定の単語動詞に
決まった組み合わせの敬語あって、それ全体で全く事ばる
特別の意味を表すことがある。このような表現を慣用句と
言う。
Futatsu bun yak u wa soko no mochirareru tango no imi to
bunpouteki kankei kara zentai ni imi ga rikai dekiru mono ga,
toku ni tokutei no tangodoushi ni kimatta kamiawase no keigo ate,
sore zentai de mattaku kotobaru tokubetsu no imi o arawasu koto
ga aru. Kono youna hyougn o kanyouku to iu.
„Dalam kalimat atau klausa biasanya arti kata yang terangkai di
dalamnya dan hubungan gramatikalnya dapat dipahami secara
keseluruhan, tetapi jika ada ungkapan yang terdiri dari gabungan
beberapa kata yang pembentukannya telah ditentukan sehingga
menimbulkan arti baru atau khusus dari keseluruhan kalimat
tersebut , maka ungkapan yang seperti itu disebut idiom.
Uraian pendapat Matsumura sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Miyaji.
Matsumura mengatakan bahwa unsur-unsur pembentuk idiom merupakan bagian
utama dalam menentukan apakah sebuah tuturan merupakan idiom atau bukan.
Kedua teori yang di atas sama-sama menekankan mengenai unsur pembentuk
idiom. Oleh karena itu, teori-teori tersebut dipilih penulis menjadi pisau bedah
dalam penelitian yang akan dilaksanakan nanti.
|4
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba)
Vol. 2 2015
Pembahasan
Setelah dilakukan analisis, ditemukan 5 (lima) jenis partikel yang
digunakan dalam sumber data dalam membentuk idiom. Partikel tesebut
ditemukan berbeda sesuai dengan kelas kata pembentuk idiom tersebut. Adapun
kelima partikel tersebut yaitu:
1. Partikel o
Partikel o dalam bahasa Jepang termasuk ke dalam jenis kakujoshi, yaitu partikel
yang dipakai setelah nomina untuk menghubungkan kelas kata nomina dengan
kata yang lainnya. Terdapat 26 data idiom yang menggunakan partikel o sebagai
unsur pembentuk idiom. Keseluruhan data menunjukkan bahwa partikel o ini
menghubungkan kelas kata nomina dan verba dalam membentuk sebuah idiom.
Berikut dapat dilihat melalui beberapa perwakilan analisis data.
1.1 Menununjukkan keadaan perasaan manusia yang berhubungan dengan
emosi
(1) 忽ち心を躍らすばかり暖かな日の色に染まっている蜜柑が凡そ五つ六
つ,..
(Ryounosuke, 1985 : 119)
Tachimachi o kokoro o odorasu bakari atatakatta kana me no iro ni
somatteiru mikan ga oyoso so itsutsu muttsu,..
„Hati selalu gembira seperti kira-kira 5 atau 6 jeruk yang warnanya seperti
hari yang hangat,..‟
Idiom kokoro o odorasu yang terdapat dalam data (1) menunjukkan
penggunaan partikel o sebagai salah satu unsur pembentuknya. Penggunaan
partikel o tersebut untuk menghubungkan kata kokoro „hati‟ yang berkelas kata
nomina dengan kata odorasu „menari‟ yang berkelas kata verba. Secara semantis
menunjukkan, bahwa idiom kokoro o odorasu menjelaskan keadaan yang dialami
oleh subjek. Makna „bergembira‟ menunjukkan suatu keadaan yang berhubungan
dengan perasaan melalui penggunaan partikel o pada data tersebut. Apabila
dibandingkan secara fungsi, partikel o dikatakan juga dapat digunakan untuk
diikuti verba bermakna menunjukkan emosi pada manusia (Seiichi dan Michio,
2002:353). Hal ini tentunya dapat dikatakan sejalan dengan fungsi o sebagai unsur
pembentuk dalam idiom kokoro o odorasu yang artinya secara idiomatis
menunjukkan emosi manusia, yaitu rasa „gembira‟.
1.2 Menunjukkan keadaan psikologis seseorang
(2) 閻魔大王はまゆをひそめて、しばらく思案にくれていましたが、、、
(Ryounosuke, 1985 : 157)
Enma daiou wa mayu o hisomete, shibaraku shian ni kureteimashita ga,..
„Raja besar setan cemas, sementara bingung..‟
Idiom mayu o hisomete terdapat dalam data (2) menunjukkan penggunaan
partikel o sebagai salah satu unsur pembentuknya. Penggunaan partikel o tersebut
untuk menghubungkan kata mayu yang berkelas kata nomina dengan kata
hisomete yang berkelas kata verba. Apabila ditinjau dari penggunaan idiom
tersebut dalam kalimat menunjukkan bahwa, idiom mayu o hisomete menjelaskan
keadaan yang dialami oleh subjek. Makna „cemas‟ menunjukkan suatu keadaan
yang berhubungan dengan keadaan psikologis seseorang melalui penggunaan
|5
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba)
Vol. 2 2015
partikel o pada data tersebut. Apabila dibandingkan secara fungsi, partikel o
dikatakan juga dapat digunakan untuk diikuti verba bermakna menunjukkan
keadaan psikologis pada manusia (Seiichi dan Michio, 2002:353). Hal ini
tentunya dapat dikatakan sejalan dengan fungsi o sebagai unsur pembentuk dalam
idiom mayu o hisomete yang artinya secara idiomatis menunjukkan keadaan
psikologis manusia, yaitu „cemas‟.
1.3 Menunjukkan keadaan suatu hal
(3) この罪人はどうしても、ものを言う気色がございませんと、口を揃えて言上
しました。
(Ryounosuke, 1985 : 156)
Kono zainin wa doushite mo, mono o iu keshiki ga gozaimasen to, kuchi o
soroete gonjyoushimashita.
„Bagaimana pun orang bersalah ini, tidak ada minat untuk berkata apa-apa,
dan dengan serentak mengucapkan terimakasih.‟
Pada data (3), idiom kuchi o soroete menggunakan partikel o untuk
menyambungkan kelas kata nomina dan verba, yaitu antara kata kuchi dan
soroete. Secara keseluruhan penggunaan idiom dalam kalimat menunjukkan
bahwa idiom kuchi o soroete menunjukkan keadaan suatu hal yaitu berarti
idiomatis „serentak‟.
1.4 Menunjukkan aksi/perbuatan yang memiliki tujuan
(4) もし一言でも口を利いたら、お前は到低仙人にはなれないものだと覚悟
をしろ。
(Ryounosuke, 1985 : 150)
Moshi hitogoto de mo kuchi o kiitara, omae wa moutei sennin ni hanarenai
mono da to kakugo shiro.
„Kamu harus tahu, jika kamu berucap walau hanya satu kata, tidak mungkin
kamu bisa menjadi sennin (pertapa).‟
Idiom pada data (4) menunjukkan partikel o sebagai unsur pembentuknya
yang menghubungkan nomina kuchi dan verba kiita . Secara idiomatis, idiom
kuchi o kiita berarti „berucap‟. Apabila dihubungkan dengan fungsi o yang
dikemukakan oleh Seiichi dan Michio (2002:350), yang menyatakan bahwa
partikel o menunjukkan makna adanya sebuah aksi/kegiatan dilakukan dengan
tujuan tertentu. Dimana ini menunjukkan aksi atas pencapaian suatu tujuan. Hal
ini tentunya sejalan dengan arti idiomatis dari idiom kuchi o kiita yang berarti
„berucap‟, dimana apabila ditinjau makna penerjemahannya menunjukkan suatu
aksi ataupun keadaan yang dilakukan untuk pencapaian suatu tujuan.
2.Partikel mo
Partikel mo sebagai pembentuk idiom, hanya digunakan pada 1 (satu) buah
data yang terdapat dalam suber data penelitian. Berikut analisis data.
(5) 殆息もつけない程咳きこまなければならなかった。
(Ryounosuke, 1985 : 118)
Hotondo iki mo tsukenai hodo sekikomanakereba naranakatta.
„Hampir tidak bisa berisitirahat karena harus batuk.‟
Data (5) menunjukkan penggunaan partikel mo dalam pembentukan idiom
iki mo tsukenai. Penggunaan partikel mo pada data menghubungkan antara kelas
|6
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba)
Vol. 2 2015
kata nomina dan verba, yaitu kata iki dan tsukenai. Penggunaan partikel mo
menunjukkan suatu keadaan yang dikhususkan (Ogawa, 2001:10). Idiom iki
motsukenai, apabila diterjemahkan memiliki makna idiom „tidak dapat/bisa
beristirahat‟. Apabila ditinjau kembali secara semantis, arti idiom tersebut
merujuk pada suatu keadaan. Dalam data, secara keseluruhan penggunaan idiom
ki mo tsukenai, merujuk pada penekanan keadaan yang menjadi akibat terjadinya
sesuatu. Dapat dihubungkan bahwa pemilihan partikel mo dalam pembentukan
idiom ditujukan untuk menonjolkan suatu penekanan terhadap suatu keadaan.
3.Partikel ni
Terdapat 8 (delapan) buah data yang menggunakan partikel ni sebagai
pembentuk unsur idiom dalam sumber data. Berikut analisis perwakilan data.
3.1 Menunjukkan makna suatu keadaan statis baik yang memiliki arah,
sasaran, tujuan maupun yang tidak memiliki
(6) そのうえへ平吉の遠慮するような調子がいよいよまた気に入らない。
(Ryounosuke, 1985 : 60)
Sono ue e heikichi no enryosuru youna choushi ga iyoiyo mata ki ni iranai.
„Apalagi Heikichi meperlihatkan tabiat yang sungkan, akhirnya itulah yang
membuat saya menjadi tidak puas.‟
Data (6) menggunakan idiom ki ni iranai dalam kalimat. Idiom ini
menggunakan partikel ni sebagai penghubung nomina ki dan verba bernegasi
iranai. Secara fungsi, dapat dilihat bahwa penggunaan partikel ni pada data (6)
sebagai unsur pembentuk idiom, menunjukkan fungsi yang sama dengan data (6).
Dimana partikel ni pada data (6), partikel ni digunakan untuk menghasilkan
makna yang statis, seperti arah, tujuan atau sasaran, yang dapat dihubungkan
dengan makna keadaan „tidak puas‟ yang merupakan penerjemahan secara
idiomatis ki ni iranai. Idiom ini tidak merujuk kepada suatu kegiatan yang
mengandung aktifitas ataupun pergerakan.
(7) ぼんやり空を眺めながら、途方に暮れて立っていました。
(Ryounosuke, 1985 : 144)
Bonyari sora o nagame nagara, tohou ni kurete tatteimashita.
„Sedang termenung memandang langit, berdiri karena bingung.‟
Dalam data (7) menunjukkan bahwa idiom tohou ni kurete menggunakan partikel
ni untuk menghubungkan nomina tohou „tujuan‟ dan verba kurete „memberi‟.
Apabila secara keseluruhan, idiom ini diartikan „bingung‟. Secara fungsi dalam
kalimat, partikel ni dapat menunjukkan suatu tujuan atau arah (Ogawa:2001). Hal
ini sejalan dengan penggunaan fungsi partikel ni secara struktur dalam
pembentukan idiom, dimana ni merujuk pada tujuan yang diekspresikan melalui
nomina tohou „tujuan‟.
Walaupun dalam penerjemahan idiomatis, tidak dapat dihubungkan
bagaimana ni dapat menghasilkan makna yang menyatakan suatu keadaan, tapi
dapat dihubungkan bahwa ni tidak merujuk dalam sebuah proses yang
menunjukkan adanya suatu aktifitas, melainkan suatu keadaan statis. Bila
dihubungkan secara logis, terdapatnya keterkaitan antara sebuat tujuan, sasaran,
ataupun arah yang bersifat statis yang merupakan penciri dari partikel ni.
|7
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba)
Vol. 2 2015
3.2 Menunjukkan sebuah aktifitas yang di dalamnya tidak ada pergerakan,
tetapi memiliki sasaran
(8) いう姿が目にはいった時、良平は年下の二人といっしょに、もう五、六間
逃げだしていた。
(Ryounosuke, 1998 : 166)
Iu sugata ga me ni haitta toki, ryouhei wa toshishita no futari to isshoni,
mou go, rokuken nigedashiteita.
„Dengan kata lain ketika melihat, Ryouhei bersama dengan 2 orang dibawah
usianya dan 5 lainnya, 6 diantaranya melarikan diri.
Data (8) menggunakan idiom me ni haitta dalam kalimat, dimana partikel ni
sebagai penghubung nomina me dan verba haitta. Apabila diartikan idiom ini
memiliki arti „melihat‟, mengandung aktivitas dalam penerjemahannya. Hanya
saja apabila dihubungkan dengan fungsi ni yang bersifat statis seperti arah, tujuan,
dan sasran. Maka, dapat dihubungkan bahwa makna kata „melihat‟ juga
membutuhkan sasaran. Walaupun terdapat aktivitas di dalam arti idiomatis me ni
haitta, tetapi aktifitas yang ditunjukkan bukan merupakan pergerakan. Hal ini juga
dapat dihubungkan kepada fungsi partikel ni itu sendiri.
4.Partikel ga
Terdapat 5 (lima) buah data yang menggunakan partikel ga sebagai unsur
pembentuk idiom. Berikut dipaparkan perwakiltan beberapa data untuk analisis.
4.1 Menunjukkan keadaan yang statis atau sifat dari sebuah subjek
(9) 「白――ですか?白というのは不思議ですね。おじさんはどこも黒いじ
ゃありませんか?」白は胸がいっぱいになりました。
(Ryounosuke, 1998 : 210)
“Shiro desuka? Shiro to iu no wa fushigi desune. Ojisan wa doko mo kuroi
jya arimasenka?”, Shiro wa mune ga ippai ni narimashita.
„”Apakah Shiro? Kalau itu adalah Shiro aneh ya. Bagian manapun
bukankah
pamannya hitam?” Perasaan Shiro meluap.‟
Secara struktur, partikel ga yang digunakan dalam idiom mune ga ippai
pada data (9) terletak di antara nomina mune dan nomina ippai. Secara fungsi hal
ini dapat terjadi karena partikel ga dapat menunjukkan suatu hal yang kontras
(Seiichi dan Michio, 2002:118). Apabila diartikan secara keseluruhan, idiom
mune ga ippai, memiliki arti perasaan yang meluap. Apabila terjemahan idiom
tersebut ditelaah kembali secara semantic, dan dihubungkan kembali dengan
fungsi partikel ga secara struktur merujuk pada hal yang kontras, maka dapat
dihubungkan adanya fungsi partikel tersebut dalam menghasilkan makna secara
idiomatis. Dalam data, idiom tersebut digunakan sebagai prediket dalam kalimat,
dan menunjukkan kekontrasan sifat dari subjek tersebut. Hal ini sejalan dengan
fungsi ga dalam kalimat. Dimana dalam data ingin menunjukkan kekontrasan
keadaan suatu subjek dengan pelekatan partikel ga diantara nomina mune dan
ippai.
|8
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba)
Vol. 2 2015
4.2 Menunjukkan makna yang ketransitifannya lebih rendah
(10)
ふと鼻がいつになく、むず痒いの気がついた。
(Ryounosuke, 1985 : 34)
Futo hana ga itsu ni naku, muzu kayui no ki ga tsuita.
„Tiba-tiba hidung menjadi aneh, menjadi perhatian bagian yang gatal.‟
Dalam data sebelumnya, kita menemukan idiom ki o tsukete yang memiliki
arti berhati-hati. Apabila dibandingkan dengan idiom ki ga tsuita yang juga
terdapat pada penggunaan idiom dalam sumber data yang sama, menunjukkan
bahwa hampir terdapat persamaan di antara kedua idiom tersebut. Hanya saja,
pada partikel o verba yang digunakan adalah tsukeru, yang dalam bahasa Jepang
merupakan verba transitif, sedangkan pada data (10), partikel ga digunakan untuk
tsuku, yang merupakan verba intransitif. Dalam bahasa Jepang, verba tsukeru dan
tsuku merupakan verba berpasangan jidoushi „intransitif‟ dan tadoushi „transitif‟.
Ketika hadir dalam kalimat, maka verba berpasangan ini akan secara otomatis
menggunakan pembeda partikel antara o dan ga (Ogawa, 2001:22).
Hal ini ternyata juga berlaku dalam pembentukan partikel. Pada data (10),
partikel ga mengikuti verba intransitive tsukita, sehingga makna idiom yang
dihasilkan pun bermakna intransitive yaitu „menjadi perhatian‟, makna ini
memiliki ketransitifan yang rendah dibandingkan idiom ki o tsuketa pada data
kalimat sebelumnya yang memiliki arti „berhati-hati‟.
5.Partikel no
Secara fungsi, partikel no digunakan untuk menyambung nomina dengan
nomina dalam sebuah kalimat. Hanya ditemukan dua buah data yang
menggunakan partikel no sebagai unsur pembentuk partikel. Berikut dapat dilihat
dari analisis data.
(11)
お前は若い者に似合わず、感心に物のわかる男だ。
(Ryounosuke, 1985 : 147)
Omae wa wakai mono ni awazu, kanshin ni mono no wakaru otoko da.
„Kamu tidak seperti anak muda yang lainnya, kamu laki-laki yang mengerti
hal-hal dengan baik.‟
Idiom mono no wakaru yang terdapat dalam data (11) menunjukkan
penggunaan partikel no sebagai unsur pembentuk partikel. Pada dasarnya, idiom
dalam data tersebut terdiri dari 3 (tiga) unsur, yaitu mono, wakaru dan partikel o.
apabila ditinjau secara struktur partikel no tidak berterima terletak diantara
nomina dan verba, tetapi apabila dilihat secara keseluruhan merujuk pada data,
maka kata wakaru sebenarnya membentuk frasa nomina, dan membentuk frasa
wakaru mono. Disuni terlihat bahwa dalam bahasa Jepang idiom sendiri dapat
diubah bentuk partikelnya sesuai dengan kehadiran kata-kata di sekitarnya dan
melebur dengan kata lain yang bukan menjadi bagian dari idiom.
Hal ini menjadi ciri khas yang unik dalam keberadaan idiom dalam bahasa
Jepang itu sendiri. Hal tersebut juga membuktikan, bahwa walaupun dalam
menghasilkan makna, sebuah idiom dapat memiliki makna yang sangat jauh dari
makna semantic pembentuk katanya, namun secara penggunaan partikel, tetap
saja merunut kepada kaidah bahasa Jepang itu sendiri. Dapat dikatakan
penggunaan partike no disini menyambung antara nomina mono dan frasa wakaru
otoko. Secara fungsi, partikel no dalam idiom ini berfungsi untuk menjelaskan,
|9
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba)
Vol. 2 2015
dimana nomina di belakangnya merupakan penjelas dari nomina sebelumnya. Ini
sangat sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Ogawa (2000).
(12)
そうしてそこから、ある得たいの知れない朗らかな心もちが沸き上
がってくれるのを意識した。
(Ryounosuke, 1985 : 109)
Soushite soko kara, aru etai no shirenai hogarakana kokoro mochi ga waki
agate kureru no o ishikishita.
„Kemudian dari sana, sadar ada seseorang yang tidak dikenal yang hatinya
sedang riang gembira.‟
Data (12) meunjukkan penggunaan idiom etai no shirenai. Dalam idiom
itu digunakan partikel no sebagai penghubung kata etai dan shirenai. Apabila
secara struktur, partikel no dalam idiom tersebut tidak berterima keadaannya,
karena secara struktur partikel no merupakan partikel penghubung nomina dengan
nomina. Namun, apabila dilihat data secara keseluruhan diketahui ternyata
partikel no tersebut menyambung antara nomina etai dan frasa nomina shirenai
kokoromochi. Sehingga secara struktur penghubung keduanya harus
menggunakan partikel no. secara semantis, fungsi partikel no disini merupakan
penjelas, dimana dalam data menunjukkan frasa nomina yang terletak di belakang
merupakan penjelas bagi nomina di depannya.
Penutup
Setelah dilakukan analisis, beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari
hubungan antara idiom dan penggunaan partikel dalam bahasa Jepang,
diantaranya:
1. Bahwa penggunaan partikel, baik itu di dalam idiom tetap mengikuti
kaidah penggunaan idiom yang berlaku secara struktur.
2. Penggunaan partikel dapat berubah dan melebur mengikuti struktur
kalimat dimana suatu idiom digunakan. Artinya bentuk idiom tidak
memiliki aturan yang tetap untuk memilih partikel sebagai unsur
pembentuknya, melainkan mengikuti struktur kalimat dimana idiom
tersebut digunakan.
3. Terdapat hubungan antara arti yang dihasilkan oleh sebuah idiom, bila
ditinjau dari penggunaan partikelnya. Dimana, arti tersebut memiliki
hubungan yang erat dengan fungsi partikel yang digunakan dalam
menghasilkan makna.
4. Terdapat 5 (lima) buah partikel dalam sumber data yang dijadikan unsur
pembentuk partikel. Masing-masing partikel tersebut membentuk idiom
sesuai dengan fungsi partikel tersebut . Adapun partikel tersebut, yaitu:
a. Partikel o, partikel ini menghubungkan unsur nomina dan verba dalam
membentuk sebuah idiom. Terdapat 4 (empat) jenis makna yang dapat
dihasilkan partikel o dalam membentuk sebuah idiom, yaitu:
(1)Menununjukkan keadaan perasaan manusia yang behubungan dengan
emosi, (2) Menunjukkan keadaan psikologis seseorang, (3) Menunjukkan
keadaan suatu hal, dan (4) Menunjukkan aksi/perbuatan yang memiliki
tujuan
b. Partikel mo, partikel ini menggabungkan nomina dan verba dalam
membentuk idiom. Dimana idiom yang menggunakan partikel mo ini
digunakan oleh penuturnya untuk menonjolkan suatu keadaan yang
| 10
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba)
Vol. 2 2015
maknanya diungkapkan melalui sebuah idiom. Hal tersebut sejalan
dengan fungsi partikel mo, yang berfungsi untuk menonjolkan nomina
yang ditunjuk melalui penggunaan partikel mo.
c. Partikel ni, digunakan untuk menghubungkan nomina dan verba dalam
membentuk sebuah idiom. Terdapat 2 (dua) jenis makna yang dapat
dihasilkan secara idiomatis melalui idiom yang dibentuk oleh partikel ni
ini, yaitu: (1) menunjukkan makna suatu keadaan statis baik yang
memiliki arah, sasaran, tujuan maupun yang tidak memiliki, dan (2)
menunjukkan sebuah aktifitas yang di dalamnya tidak ada pergerakan,
tetapi memiliki sasaran. Hal ini sejalan dengan fungsi partikel ni, yang
digunakan untuk keadaan statis yang memiliki arah, tujuan dan sasaran.
d. Partikel ga, digunakan untuk menghubungkan nomina dan nomina, serta
nomina dan verba dalam membentuk sebuah idiom. Idiom yang
menggunakan partikel ga sebagai unsur pembentuknya, menghasilkan 2
(jenis) makna secara idiomatis, yaitu: (1) menunjukkan keadaan yang
statis atau sifat dari sebuah subjek, dan (2) menunjukkan makna yang
ketransitifannya lebih rendah, ditandai dengan kehadiran verba
berpasangan jidoushi „intransitif‟.
e. Partikel no, digunakan untuk menghubungkan nomina dengan (frasa)
nomina dalam membentuk sebuah idiom. Makna idiomatis yang
dihasilkan oleh idiom dengan unsur pembentuk partikel no, menunjukkan
makna yang menjelaskan suatu keadaan. Hal ini sejalan dengan fungsi
partikel no itu sendiri.
| 11
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba)
Vol. 2 2015
Daftar Pustaka
Catry, Edwin L dan Okawa, Eve N. 2004. The Super Anchor Japanese-English
Dictionary Second Edition. Tokyo: Gakken.
Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Ishii, Souji. 1998. Kokugo Gakushuu Jiten. Tokyo: Nihon Hyoujun.
Kridalaksana, Harimurti. 1982. Fungsi Bahasa dan Sikap Bahasa. Ende Flores:
Nusa Indah.
____________________. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Matsumura, Akira. 1971. Nihon no Bunpou Daijiten. Tokyo: Meiji Shonin.
Maulia, Dini, dkk. 2013. Penggunaan Partikel dalam Kalimat Kausatif Bahasa
Jepang. Diterbitkan dalam Jurnal STBA Agus Salim vol.I 2014. Bukit
Tinggi:STBA Agus Salim.
Miyaji Yutaka. 1982. Kanyouku no Imi to Youho. Tokyo: Meiji Shonin.
Muneo, Inoue. 1992. Reikai Kanyouku Jiten. Tokyo: Sootakusha.
Muraishi, Syouzo. 1991. Kumon no Gakushu Kokugo no Jiten. Tokyo: Kumon
Shuppon.
Nida, Eugene A. 1965. Morphology: The Descriptive Analysis of Words. The
Univers
Oya, Masashi. 1992. Shin Kotoba ni Kimari. Tokyo: Gankoo Ikutosho.
Ogawa, Iwao. Dkk. 2000. Minna no Nihongo I. Japan: 3A Corporation
_______________. 2001. Minna no Nihongo II. Japan. 3A Corporation.
Ryonosuke, Akutagawa. 1985. Torokko, Hana. Tokyo: kondansha.
Seiichi, Makino dam Michio Tsutsui. 2002. A Dictionary of Basic Japanese
Grammar. Japan: The Japan Times.
Sudaryanto. 1988. Metode dan Aneka Pengumpulan Data. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
_________. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta:
Duta Wacana University Press.
Suzuki, Takao. 1973. Kotoba to Bunka. Japan: Kabushiki kaisha.
Verhaar. J.W.M. 2010. Azas-azas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gajah Mada.
Yusri, Lady Diana (2010). “Studi tingkat pemahaman partikel dalam kalimat
bahasa Jepang pada mahasiswa Jurusan Sastra Jepang Universitas
Andalas”. Artikel. Padang: Universitas Andalas.
| 12
Download