PENGARUH KONSUMSI MINYAK IKAN TUNA TERHADAP KOMPOSISI FOSFOLIPID OTAK TIKUS WISTAR (Ratus norvegicus) Hardoko1> ABSTRACT The effect of consumption of tuna fish oil on the phospholipids composition in the rat brain were investigated. This treatment compare with tuna fish oils concentrated, coconut oils, and palm oils rations. The result showed that types of phospholipid in the rat brain were phosphatidyl choline (PC), phosphatidyl ethanolamine (PE), phosphatidyl inosito (Pl)l, phosphatidyl serin (PS), and phosphatidyc acid (PA), composition in the rat brain were not affected by types of oil in the diet. But the phospholipids content dominated by phosphatidyl etanolamine and phosphatidyl choline, while PI, PS, and PA were lowered, respectively. Keywords : Oil, Phospholipid, Phosphatidyl PENDAHULUAN Otak merupakan organ tubuh yang unik, rumit dan paling berspesialisasi. Namun secara prinsip otak hanya tersusun dari dua jenis sel yakni neuron dan neuroglial (glial), meskipun banyak terdapat jenis neuron dan glial. Neuroglia1 bertindak sebagai penyangga dan pelindung neuron, sedangkan neuron sangat berspesialisasi untuk menyalurkan atau menghantarkan impuls syaraf dan semua fungsi-fungsi khusus yang berhubungan dengan system syaraf seperti berpikir, mengontrol aktivitas otot, dan regulasi kerja kelenjar (Dhoperwarkar, 1983). Secara komposisional ternyata otak besertajaringan syarafnya mengandung sekitar 60% lipid yang secara kuantitatif merupakan konsentrasi lipid terbesar kedua setelah jaringan adipose (Bourre era/., 1992; Crawford, 1992; Jumpsen dan Clandinin, 1995). Sebagai komponen struktural, lipid merupakan bagian integral dari struktur sel dan fungsi membran otak dan jaringan syarafnya. Dilaporkan pula bahwa lipid otak tersusun dari kolesteerol dan fosfolipid yang kaya akan asam lemak tidak jenuh terutama asam dokosaheksaenoat Dosen Faperik Unibraw dan Teknologi Pangan UPH Jurnal llmu dan Teknologi Pangan, Vol. 3, No. 1, April 2005 97 (DHA, C22:6n-3) dan asam arakidonat (AA, C20:4n-6). Diantara kedua asam lemak tersebut yang dominan adlah DHA (Coonor ef a/., 1992). Melihat fosfolipid merupakan komponen utama penyusunan lipid otak yang berperan dalam fungsi membran, maka timbul pertanyaan apakah jenis dan jumlah atau komposisi fosfolipid otak dipengaruhi oleh jenis minyak yang dikonsumsi? Hal ini terkait dengan kenyataan bahwa setiap jenis minyak mempunyai komposisi asam lemak yang berbeda-beda. Misalnya, minyak ikan tuna kaya akan asam lemak tidak jenuh rantai panjang n-3 khususnya DHA, sedangkan minyak sawit kaya asam lemak n-6 linoleat dan minyak kelapa tidak mengandung asam lemak n-3 serta hanya sedikit mengandung asam lemak n-6 linoleat (Hardoko, 2000). Oleh karena itu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh minyak ikan tuna yang dikonsumsi terhadap fosfolipid otak dibandingkan dengan konsentrat minyak ikan tuna, minyak kelapa sawit dan minyak kelapa. METODOLOGI Bahan dan Alat Bahan yang digunakan meliputi bahan utama yang diuji, bahan untuk ransum, dan bahan-bahan kimia untuk analisis, sedangkan alat yang digunakan meliputi tikus percobaan dan alat pemeliharaannya, peralatan bedah, dan peralatan untuk preparasi sample, dan peralatan untuk analisis. a. Minyak yang Diuji Bahan utama yang diuji dalam penelitian ini meliputi minyak ikan tuna, konsentrat minyak ikan tuna, minyak sawit, dan minyak kelapa. Minyak ikan tuna (precook oil) diperoleh daii P.T. Aneka Tuna Indonesia, sedangkan konsentrat minyak ikan dibuat di Laboratorium Biokimia dan Kimia PAU Pangan dan Gizi IPB, menggunakan metode Haagsma ef al. (1982) yang sudah dimodifikasi oleh Elisabeth (1992). Adapun minyak sawit dan minyak kelapanya diperoleh di pasar swalayan Darmaga Bogor, masing masing dengan merk dagang Bimoli dan Vetco. Khusus untuk minyak ikan tuna, sebelum digunakan terlebih dahulu dilakukan proses pemucatan (bleaching) dengan bentonit 25% sehingga diperoleh minyak yang bersih berwarna merah kekuningan. b. Tikus Percobaan dan Ransumnya Tikus percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih (Ratus norvegicus) jenis Wistar LMR dewasa yang telah berumur 100 hari (Jantan dan betina) yang diperoleh dari Laboratorium Hewan Percobaan Puslitbang Gizi, Badan Litbangkes Bogor. 98 Jurnal llmu dan Teknologi Pangan, Vol. 3, No. /, April 2005 Ransum yang digunakan disesuaikan dengan kebutuhan nutrisi tikus (Tabel 1) dan komposisinya disesuaikan dengan ransum standar tikus yang dikeluarkan oleh American Institut Nutrition (1976) dan Baker (1980). Komposisi vitamin (mix) dan mineral (mix) yang digunakan tertera pada Tabel 2 dan Tabel 3. Tabel 1. Komposisi Ransum Tikus Percobaan Bahan-bahan Protein / Kasein Minyak (MK/MS/MIT/KMI) Vitamin (mix) Mineral (mix) Choline Chloride Selulosa Pati Jagung, untuk menjadikan Berat (%) 20.00 5.00 1.00 4.00 0.20 5.00 100.00 Sumber: Budiyanto era/. (1993) Ransum dibuat berbentuk curai (tepung), dengan cara mencampurkan bahan-bahannya sampai homogen, dan selanjutnya disimpan dalam lemari es suhu 0 - 4°C sebelum digunakan. Ransum yang mengandung minyak ikan tuna atau konsentrat minyak ikan dibuat setiap hari, sedangkan ransum yang mengandung minyak sawit atau minyak kelapa dibuat setiap 2 hari sekali. Tabel 2. Komposisi Vitamin Mix pada Ransum Tikus Bahan Thiamin-HCI Riboflavin Piridoksin-HCI Asam Nikotinat DL-Kalsium Pantotenat Asam Folat d-biotin Vitamin B12 Inositol Vitamin A-palmitat Ergoklasiferol Menadion DL-tokoferol asetat Sumber: Philbrick ef al. ug/g 6.00 6.00 7.00 30.00 32.00 2.00 0.20 0.10 100.00 8.00 2.50 0.50 0.02 (1987) Jurnal llmu dan Teknologi Pangan, Vol. 3, No. 1, April 2005 99 Tabel 2. Komposisi Mineral Mix pada Tikus Percobaan Bahan-bahan CaHPO,.2H,0 KH ,PO, Nah^PO. NaCI Ca-laktat Fe-sitrat MgSO. ZnCO, MnSO,.5H,0 CuSO„.5H,0 Kl Total Jumlah (g) 14.56 25.72 9.35 4.66 35.09 3.18 7.17 0.11 0.12 0.03 0.01 100.00 Metode Penelitian a. Rancangan percobaan Pehakuan yang dibuat dalam percobaan ini adalah pemberian ransum pakan yang mengandung minyak kelapa (MK), minyak sawit (MS), minyak ikan tuna (MIT), dan Konsentrat minyak ikan tuna (KMI) dengan komposisi ransum seperti Tabel 1. Berdasar perlakuan tersebut maka dibuat rancangan percobaan acak lengkap (RAL) dengan model persamaannya, menurut Steel dan Torrie (1991), sbb: Yij = u + Bij + cij Masing-masing perlakuan digunakan 6 ekor induk tikus yang telah berumur 100 hari dan sebelumnya diadaptasikan dengan ransum uji selama 5 hari. Setelah masa adaptasi induk-induk tikus dikawinkan secara serentak dengan perbandingan 3 betina : 1 pejantan dan diberi ransum sesuai dengan perlakuannya. Setelah tikus bunting, dikandangkan secara individu dan diberi ransum perlakuan serta air minum secara ad libitum. Selanjutnya selama periode menyusui (setelah melahirkan), anak-anak tikus tetap dipelihara bersama-sama dengan induknya. Pada hari ke-21 anak tikus disapih dan dikelompok-kelompokkan menurut masing-masing perlakuan dan dipelihara terus hingga akhir percobaan (anak usia 72 hari). Setelah disapih sampai akhir percobaan anak-anak tikus diberi air minum dan ransum uji secara ad libitum. 100 Jurnal llmu dan Teknologi Pangan, Vol. 3, No. 1, April 2005 b. Pengambilan Otak Tikus Pengambilan sampel otak anak tikus dilakukan pada umur 72 hah. Mulamula tikus dibius ringan dengan khioroform sampai pingsan, dan kemudian pada bagian atas kepala dibedah dengan cara membuka kulit dan tempurung kepalanya hingga otak dapat diambil dengan utuh. Otak segera ditimbang dan dibawa ke laboratorium untuk di ekstraksi lipidanya. c. Ekstraksi Lipid Otak Ekstraksi lipid otak tikus dilakukan dengan menggunakan metode Folch ef al. (1957). Secara singkat, sekitar 0.5g otak, dihancurkan dan dihomogenisasikan dengan 20 ml larutan kloroform : metanol (2:1, v/v). Homogenat didiamkan beberapa menit, kemudian disaring dengan kertas saring bebas lemak. Filtrat dikumpulkan dan supematan dihomogenisasikan lagi dengan larutan kloroformmetanol, kemudian disaring lagi dan filtratnya dikumpulkan dengan filtrat yang sebelumnya. Filtrat ditambahkan NaCI 0.05N sebanyak 0.2 volumenya, dikocok selama beberapa menit dan didiamkan hingga terbentuk dua lapisan. Fase atas dibuang dan fase bawahnya ditambahkan lagi NaCI 0.05N dan dilakukan seperti tahap sebelumnya. Selanjutnya fase bawahnya dikeringkan dengan rotavapor, sehingga diperoleh lipida kasar yang kadarnya ditentukan secara gravimetri. d. Analisis Komposisi Fosfolipid Otak Tikus Analisis fosfolipid dalam lipid otak tikus dilakukan berdasarkan metode Takamura dan Kito (1986). Dalam hal ini komposisi fosfolipid dilakukan dengan menggunakan HPLC merk Shimadzu tipe SCL-6A, dengan kolom lichrospher Si 100-5 yang mempunyai panjang 25 cm dan diameter internal 4.6 cm (HiChrom). Detektor yang digunakan adalah UV-Vis Shimadzu SPD-6AV, sedangkan penyuntikan sampel dilakukan menggunakan penyuntikan otomatis SIL-6A. Eluen yang digunakan merupakan campuran 25 mM buffer Kaliumfosfat pH 7, 2-propanol, heksan, etanol absolut, dan asam asetat glasial dengan perbandingan 62 : 490 : 367 : 100 : 0.6. Sebelum eluen digunakan disaring menggunakan saringan millipore 0.45 urn. Sampel dan standar yang akan disuntikkan, dilarutkan dalam campuran 2-propanol, heksan, air bebas ion (54: 40 : 6). Kecepatan aliran melalui kolom yang digunakan adalah 0.5 ml/menit selama 40 menit pertama dan 1.5 ml/menit sampai komponen terakhir keluar dari kolom (sekitar 1 jam). Identifikasi komponen dilakukan dengan membandingkan luas area standar dan luas area sampel. Jurnal llmu dan Teknologi Pangan, Vol. 3, No. /, April 2005 101 HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Fosfoiipid dalam Lipid Otak Tikus Fosfoiipid yang terdapat dalam otak adalah merupakan bagian integral dan dominan pada lipid struktural penyususn jaringan otak. Dalam otak tikus dewasa, sekitar 25% dari berat keringnya terdiri dari fosfoiipid (Jumpsen dan Clandinin, 1995). Fosfoiipid ini terutama berfungsi sebagai unsure atau komponen structural membran dan tidak pemah disimpan dalam jumlah banyak (Lehninger, 1982). Fosfoiipid ini juga merupakan komponen utama dalam lipid myelin system syaraf dan menyusun sekitar 43-44% dari total lipid myelin (Jumpsen dan Clandinin, 1995). Sehubungan dengan itu maka fosfoiipid dalam otak diduga akan ikut berperan penting dalam system impuls syaraf yang merupakan fungsi utama otak, termaksuk fungsi kemampuan belajar. Hasil pengamatan terhadap kadar beberapa jenis fosfoiipid utama seperti fosfatidil kolin (PC), fosfatidil etanolamin (PE), fosfatidil inositol (PI), fosfatidil serin (PS), dan asam fosfatidat (PA) dalam lipid otak anak tikus umur 72 hari yang diberi ransum minyak keiapa (MK), minyak sawit (MS), minyak ikan tuna (MIT), dan konsentrat minyak ikan tuna (KMI) tertera Tabel 4 yang divisualisasikan pada Gambar 1. Tabel 4. Kandungan Jenis Fosfoiipid dalam Lipid Otak dari Tikus yang Diberi Ransum dengan Jenis Minyak yang Berbeda Fosfoiipid otak dari tikus yang diberi ransum MIT MK KMI MS Fosfatidil etanoalmin (PE) 304.2±14.2 297.9±33.8 300.7±4.2 302.7±16.3 Asam fosfatidat (PA) 2.8±1.4 3.9±0.9 3.3±0.6 3.0±0.8 Fosfatidil inositol (PI) 41.9±5.8 50.5±8.5 42.3±18.2 48.3±26.2 Fosfatidil serin (PS) 26.9±2.5 24.9±1.8 29.5±12.4 26.6±3.8 Fosfatidil kholin (PC) 132.3±16.8 139.2±31.7 130.6±10.8 139.9±21.8 <eterangan : MK = minyak keiapa MS = minyak sawit MIT = miyak ikan tuna KMI = konsentrat minyak ikan tuna Jenis-jenis Fosfoiipid 102 Jurnal llmu dan Teknologi Pangan, Vol. 3, No. I April 2005 320.00 H E, •! 280.00 240.00 200.00 1 160.00 £ 120.00 « 80.00 2 40.00 0.00 PE PC PI PS Jenis Fosfolipid • MK BMS OMIT PA DKMI Gambar 1. Histogram Fosfolipid dalam Lipid Otak dari Tikus yang Diberi Ransum dengan Jenis Minyak Berbeda-beda Kadar masing-masing jenis fosfolipid (PC, PE, PI, PS, PA) dalam otak tikus yang mendapat ransum MK, MS, MIT, dan KMI, ternyata tidak menunjukkkan perbedaan yang nyata (p<0.01). Hal ini menunjukkkan bahwa jenis minyak yang dikonsumsi tidak berpengaruh terhadap kadar PC, PE, PI, PS, dan PA dalam jaringan otak, atau dengan kata lain tidak mengubah proporsi fosfolipid dalam otak. Tidak terpengaruhnya kadar fosfolipid otak oleh jenis minyak yang dikonsumsi, juga dilaporkan oleh Lamptey dan Walker (1976) yang menggunakan minyak safflower dan minyak kedelai, kemudian Lamptey dan Walker (1978) yang menggunakan minyak jagung dan minyak kelapa, srta Yamaoka ef a/. (1988) yang menggunakan minyak jagung dan minyak ikan sardin. Hal ini barangkali berhubungan dengan proporsi lipid structural yang bersifat tetap dan sifat dari fosfolipid yang tidak pernah disimpan dalam jumlah banyak (Lehninger, 1982). Dengan demikian kadar fosfolipid dalam otak bukanlah merupakan factor yang penting dalam pertumbuhan otak dan kemampuan belajar anak tikus. Adapun factor yang diduga berperanan penting dalam kemampuan belajar adalah komposisi asam lemak yang terdapat didalam fosfolipid otak atau jaringan syarafnya, karena menurut Gurr (1986) komposisi asam lemak dalam Jurnal llmu dan Teknologi Pangan, Vol. 3, No. 1, April 2005 103 fosfolipidlah yang menentukan sifat-sifat membran dalam menghantarkan impuls syaraf. Pada Gambar 1 juga memperlihatkan bahwa kadar fosfolipid dalam otak anak tikus berumur 72 hari didominasi oleh PE dan PC, sedangkan PI dan PS, serta PA berada dalam jumlah yang lebih kecil. Keadaan ini mirip dengan laporan Lamptey dan Walker (1976 dan 1978), Vrbaski (1983), dan Jumpsen dan Clandinin (!995), bahwa fosfolipid otak tikus dewasa didominasi oleh PE dan PC. Pada periode lahir sampai menyusui diominasi oleh PC, sedang setelah tikus dewasa fosfolipidnya didominasi oleh PE dan PC. Fosfolipid yang ditemukan dalam otak tersebut diduga mengandung asamasam lemak dari jenis minyak yang dikonsumsi dan dibentuk melalui jalur metabolisme tertentu dalam tubuh. Menurut Jumpsen dan Clandinin (1995), jalur metabolisme fosfolipid dalam otak mirip dengan yang terdapat dalam organ sistemik. Adanya system metabolisme atau kemampuan mensintesis fosfolipid di dalam tubuh hewan, menunjukkan bahwa fosfolipid bukanlah senyawa essensial bagi tubuh dan memperkuat dugaan bahwa fosfolipid bukanlah factor kritis dalam pertumbuhan otak. KESIMPULAN Kadar fosfolipid yang terdapat dalam otak tikus tidak dipengaruhi oleh jenis minyak yang dikonsumsi sejak masa gestasi, laktasi sampai dewasa. Kadar fosfolipid otak tikus didominasi oleh fosfatidil kolin dan diikuti oleh fosfatidil etanolamin, sedangkan fosfatidil inositol, fosfatidil serin, dan asam fosfatidat secara berurutan berada dalam jumlah yang lebih kecil. DAFTAR PUSTAKA Baker, H. J., J.R. Lindsey, S.H. Weisbroth. 1980. The Laboratory Rat. Academic Press Inc. London. Bourre, J.M., O. Dumont, G. Pascal, dan G. Durand. 1992. Dietary A-linolenic Acid at 1.3 g/kg Maitain Maximal DHA Concentration in Brain, Heart, and Liver of Adult Rats. J. Nutr. 123 :1313-1319. Budiyanto, S., M. Ito, Y. Hido, F. Morimatsu, dan Y. Furukawa. 1993. Dietary Fatty Acids Ethyl Ester and Lechitin-Cholesterol Acethyl Transferase Activity in Rats. J. Clin. Biochem. Nutr. 14 :183-193. 104 Jurnal llmu dan Teknologi Pangan, Vol. 3, No. I, April 2005 Clandinin, M.T., J.E. Chapell andT. Heim. 1980. Fatty acids accretion in fetal and neotnatal liver : implications for fatty acid requirements. Early Human Development, 5 : 7-14. Connor, W.E., M.D.M. Neuringer, and S. Reisbick. 1992. Essential Fatty Acids: The Importance of n-3 Fatty Acids in Retina and Brain. Nutrition Reviews, Vol. 50 (4): 21-29. Crawford, M.A. 1992. The Role of Dietary Fatty Acids in Biology: Their Place in the Evolution of Human Brain. Nutrition Reviews, Vol. 50 (4): 3-11. Dhopeswarkar, G.A. 1983. Nutrition and Brain Development. Plenum Press., New York and London. Elisabeth, J. 1992. Isolasi Asam Lemak Omega-3 Dari Minyak Hasil Limbah Industri Pengolahan Ikan Tuna. Thesis Program Pascasarjana IPB. Bogor. Folch, J., M. Lees, dan G.H. Sloane-Stanley. 1957. A Simple Method for the Isolation and Purification of Total Lipidfrom Animal Tissue. J. Biol. Chemistry 226:497-509. Gurr, M.I. 1986. Role of Fats in Food and Nutrition. Elsevier Applied Science Publisher. London. Haagsma, N., C M . Van Gent, J.B. Luten, R.W. De Jong and E. Van Dororn. 1982. Preparation of n-3 fatty acid concentration from cod liver oil. J. Am.Oil Chem. Soc, 59 : 3-7. Hardoko. 2000. Identifikasi asam-asam lemak pada minyak ikan hasil samping pengalengan ikan tuna (Tuna Precooked oil). Natural Jurnal, F-MIPA, Unibraw. Malang. Jumpsen, J. dan M.T. Clandinin. 1995. Brain Development: Relationship and Lipid Metabolism. AOCS Press, lllionis. Lamptey, M.S. dan B.L. Walker. 1976. A possible essensial role for dietary linoleic acid in the development of the young rat. J. Nutr. 106 : 86-93. Lamptey, M.S. dan B.L. Walker. 1978. Learning behavior and brain lipid composition in rats subjected to essential fatty acid deficiency during gestation, lactation and growth. J. Nutr., 108 : 358-367. Jurnal llmu dan Teknologi Pangan, Vol. 3, No. I, April 2005 105 Lehninger, A.L. 1982. Dasar-dasar Biokimia (terjemahan: M. Thenawijaya. 1992). Erlangga. Jakarta. Philbrick, D.J., V.G. Makadivappa, R.G. Ackman, dan B.J. Halub. 1987. Ingestion of Fish Oil or Derived n-3 Fatty Acid Concentrate Acid Composition of Individual Phospholipids of Rat Brain, Sciatic Nerve and Retina. J. Nutr. 117:1663-1670. Tokamura, H. and M. Kito. 1986. Analisis fosfolipid. Didalam : Narita H. (Ed). Membran lipid dan plasma lipoprotein. Vol. I. Tokyo-Kogahu, Jepang. 106 Jurnal llmu dan Teknologi Pangan, Vol. 3, No. 1, April 2005