ANALISIS N-TOTAL DENGAN CARA DESTILASI KJELDAHL (Laporan Praktikum Dasar-Dasar Pemisahan Analitik) Oleh Dynda Meuthia Tiffany 1113023017 PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2013 Judul Percobaan : Analisis N-Total dengan cara Destilasi Kjeldahl Tanggal Percobaan : 1 Desember 2013 Tempat Percobaan : Laboratorium Pembelajaran Kimia Nama : Dynda Meuthia TIffany NPM : 1113023017 Fakultas : KIP Jurusan : P.MIPA Program Studi : P.Kimia Kelompok : IV (Empat) Bandarlampung, 1 Desember 2013 Menyetujui Asisten NPM I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Metode Kjeldahl merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam amino, protein dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah pembebasan dengan alkali kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan ditetapkan secara titrasi. Metode ini telah banyak mengalami modifikasi. Metode ini cocok digunakan secara semimikro, sebab hanya memerlukan jumlah sampel dan pereaksi yang sedikit dan waktu analisa yang pendek. Metode ini kurang akurat bila diperlukan pada senyawa yang mengandung atom nitrogen yang terikat secara langsung ke oksigen atau nitrogen. Analisa protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu proses destruksi, proses destilasi dan tahap titrasi. Berdasarkan hal tersebut untuk lebih memahami metode kjeldahlmaka percobaan ini dilakukan. 1.2 Tujuan Percobaan Adapun tujuan dari percobaan ini agar mahasiswa dapat menentukan kandungan protein dalam susu dengan cara semi-mikro- Kjeldahl. II.TINJAUAN PUSTAKA Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti “yang paling utama”) adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Protein berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup dan virus. Kebanyakan protein merupakan enzim atau subunit enzim. Jenis protein lain berperan dalam fungsi struktural atau mekanis, seperti misalnya protein yang membentuk batang dan sendi sitoskeleton. Protein terlibat dalam sistem kekebalan (imun) sebagai antibodi, sistem kendali dalam bentuk hormon, sebagai komponen penyimpanan (dalam biji) dan juga dalam transportasi hara. Sebagai salah satu sumber gizi, protein berperan sebagai sumber asam amino bagi organisme yang tidak mampu membentuk asam amino tersebut (heterotrof). Protein merupakan salah satu dari biomolekul raksasa, selain polisakarida, lipid, dan polinukleotida, yang merupakan penyusun utama makhluk hidup. Selain itu, protein merupakan salah satu molekul yang paling banyak diteliti dalam biokimia. Protein ditemukan oleh Jöns Jakob Berzelius pada tahun 1838. Biosintesis protein alami sama dengan ekspresi genetik. Kode genetik yang dibawa DNA ditranskripsi menjadi RNA, yang berperan sebagai cetakan bagi translasi yang dilakukan ribosom. Sampai tahap ini, protein masih “mentah”, hanya tersusun dari asam amino proteinogenik. Melalui mekanisme pascatranslasi, terbentuklah protein yang memiliki fungsi penuh secara biologi. Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena zat ini berfungsi sebagai sumber energi dalam tubuh serta sebagai zat pembangun dn pengatur. Protein adalah polimer dari asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung unsur-umsur C, H, O, N, P, S, dan terkadang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Winarno, 1992). Protein merupakan salah satu unsure makro yang terdapat pada bahan pangan selain lemak dan karbohidrat. Fungsi utama protein dalam tubuh adalah sebagai zat pembentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang sudah ada agar tidak mudah rusak. Protein sendiri mempunyai banyak sekali fungsi di tubuh kita. Pada dasarnya protein menunjang keberadaan setiap sel tubuh, proses kekebalan tubuh. Setiap orang dewasa harus sedikitnya mengonsumsi 1 g protein per kg berat tubuhnya. Kebutuhan akan protein bertambah pada perempuan yang mengandung dan atletatlet. Kekurangan Protein bisa berakibat fatal: III. ·Kerontokan rambut (Rambut terdiri dari 97-100% dari Protein Keratin) IV. ·Yang paling buruk ada yang disebut dengan Kwasiorkor, penyakit kekurangan protein. Biasanya pada anak-anak kecil yang menderitanya, dapat dilihat dari yang namanya busung lapar, yang disebabkan oleh filtrasi air di dalam pembuluh darah sehingga menimbulkan odem.Simptom yang lain dapat dikenali adalah: 4.1 hipotonus 4.2 gangguan pertumbuhan 4.3 hati lemak 4.4 ·Kekurangan yang terus menerus menyebabkan marasmus dan berkibat kematian. Kadar protein yang ditentukan berdasarkan cara Kjeldahl disebut sebagai kadar protein kasar (crude protein) karena terikut senyawaan N bukan protein, misalnya urea, asam nukleat, ammonia, nitrat, nitrit, asam amino, amida, purin, dan pirimidin. Protein akan mengalami kekeruhan terbesar pada saat mencapai pH isoelektris yaitu pH dimana protein memiliki muatan positif dan negatif yang sama, pada saat inilah protein berubah wujud menjadi padatan dan kehilangan daya kelarutannya. Metode Kjeldahl Analisis protein dalam bahan pangan dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode kuantitatif dan kualitatif. Kadar protein yang ditentukan berdasarkan cara Kjeldahl disebut sebagai kadar protein kasar (crude protein) karena terikut senyawaan N bukan protein. Prinsip kerja dari metode Kjeldahl adalah protein dan komponen organic dalam sampel didestruksi dengan menggunakan asam sulfat dan katalis. Hasil destruksi dinetralkan dengan menggunakan larutan alkali dan melalui destilasi. Destilat ditampung dalam larutan asam borat. Selanjutnya ion- ion borat yang terbentuk dititrasi dengan menggunakan larutan HCl. Metode Kjeldahl merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam amino, protein dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah pembebasan dengan alkali kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan ditetapkan secara titrasi. Metode ini telah banyak mengalami modifikasi. Metode ini cocok digunakan secara semimikro, sebab hanya memerlukan jumlah sampel dan pereaksi yang sedikit dan waktu analisa yang pendek. Cara Kjeldahl digunakan untuk menganalisis kadar protein kasar dalam bahan makanan secara tidak langsung, karena yang dianalisis dengan cara ini adalah kadar nitrogennya. Dengan mengalikan hasil analisis tersebut dengan angka konversi 6,25, diperoleh nilai protein dalam bahan makanan itu. Untuk beras, kedelai, dan gandum angka konversi berturut-turut sebagai berikut: 5,95, 5,71, dan 5,83. Angka 6,25 berasal dari angka konversi serum albumin yang biasanya mengandung 16% nitrogen. Prinsip cara analisis Kjeldahl adalah sebagai berikut: mula-mula bahan didestruksi dengan asam sulfat pekat menggunakan katalis selenium oksiklorida atau butiran Zn. Amonia yang terjadi ditampung dan dititrasi dengan bantuan indikator. Cara Kjeldahl pada umumnya dapat dibedakan atas dua cara, yaitu cara makro dan semimakro. Cara makro Kjeldahl digunakan untuk contoh yang sukar dihomogenisasi dan besar contoh 1-3 g, sedang semimikro Kjeldahl dirancang untuk contoh ukuran kecil yaitu kurang dari 300 mg dari bahan yang homogen. Cara analisis tersebut akan berhasil baik dengan asumsi nitrogen dalam bentuk ikatan N-N dan N-O dalam sampel tidak terdapat dalam jumlah yang besar. Kekurangan cara analisis ini ialah bahwa purina, pirimidina, vitamin-vitamin, asam amino besar, kreatina, dan kreatinina ikut teranalisis dan terukur sebagai nitrogen protein. Walaupun demikian, cara ini kini masih digunakan dan dianggap cukup teliti untuk pengukuran kadar protein dalam bahan makanan. Analisa protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu proses destruksi, proses destilasi dan tahap titrasi. 1. Tahap destruksi Pada tahapan ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon, hidrogen teroksidasi menjadi CO, CO2 dan H2O. Sedangkan nitrogennya (N) akan berubah menjadi (NH4)2SO4. Untuk mempercepat proses destruksi sering ditambahkan katalisator berupa campuran Na2SO4 dan HgO (20:1). Gunning menganjurkan menggunakan K2SO4 atau CuSO4. Dengan penambahan katalisator tersebut titk didih asam sulfat akan dipertinggi sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Selain katalisator yang telah disebutkan tadi, kadang-kadang juga diberikan Selenium. Selenium dapat mempercepat proses oksidasi karena zat tersebut selain menaikkan titik didih juga mudah mengadakan perubahan dari valensi tinggi ke valensi rendah atau sebaliknya. 2. Tahap destilasi Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Agar supaya selama destilasi tidak terjadi superheating ataupun pemercikan cairan atau timbulnya gelembung gas yang besar maka dapat ditambahkan logam zink (Zn). Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh asam khlorida atau asam borat 4 % dalam jumlah yang berlebihan. Agar supaya kontak antara asam dan ammonia lebih baik maka diusahakan ujung tabung destilasi tercelup sedalam mungkin dalam asam. Untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebihan maka diberi indikator misalnya BCG + MR atau PP. 3. Tahap titrasi Apabila penampung destilat digunakan asam khlorida maka sisa asam khorida yang bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan NaOH standar (0,1 N). Akhir titrasi ditandai dengan tepat perubahan warna larutan menjadi merah muda dan tidak hilang selama 30 detik bila menggunakan indikator PP. %N = × N. NaOH × 14,008 × 100% Apabila penampung destilasi digunakan asam borat maka banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan asam khlorida 0,1 N dengan indikator (BCG + MR). Akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari biru menjadi merah muda. %N = × N.HCl × 14,008 × 100 % Setelah diperoleh %N, selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan suatu faktor. Besarnya faktor perkalian N menjadi protein ini tergantung pada persentase N yang menyusun protein dalam suatu bahan. Metode Lowry Ada beberapa metode yang biasa digunakan dalam rangka penentuan konsentrasi preotein, yaitu metode Biuret, Lowry, dan lain sebagainya. Masing-masing metode mempunyai kekurangan dan kelebihan. Pemilihan metode yang terbaik dan tepat untuk suatu pengukuran bergantung pada beberapa faktor seperti misalnya, banyaknya material atau sampel yang tersedia, waktu yang tersedia untuk melakukan pengukuran, alat spektrofotometri yang tersedia (VIS atau UV). Reagen pendeteksi gugus-gugus fenolik seperti reagen folin dan ciocalteu telah digunakan dalam penentuan konsentrasi protein oleh Lowry (1951) yang kemudian dikenal dengan metode Lowry. Dalam bentuk yang paling sederhana reagen folin ciocalteu apat mendeteksi residu tirosin (dalam protein) karena kandungan fenolik dalam residu tersebut mampu mereduksi fosfotungsat dan fosfomolibdat, yang merupakan konstituen utama reagen folin ciocalteu, menjadi tungsten dan molibdenum yang berwarna biru. Hasil reduksi ini menunjukkan puncak absorbsi yang lebar pada daerah merah. Sensitifitas dari metode folin ciocalteu ini mengalami perbaikan yang cukup signifikan apabila digabung dengan ion-ion Cu. Larutan Lowry ada dua macam yaitu larutan A yang terdiri dari fosfotungstatfosfomolibdad (1:1) dan larutan Lowry B yang terdiri dari Na-carbonat 2% dalam NaOH 0,1 N, kupri sulfat dan Na-K-tartat 2%. Cara penentuannya seperti berikut: 1 ml larutan protein ditambah 5 ml Lowry B, digojong dan dibiarkan selama 10 menit. Kemudian ditambah 0,5 ml Lowry A digojong dan dibiarkan 20 menit. Selanjutnya diamati OD-nya. Dalam metode ini terlibat 2 reaksi. Awalnya, kompleks Cu(II)-protein akan terbentuk sebagaimana metode biuret, yang dalam suasana alkalis Cu(II) akan tereduksi menjadi Cu(I). Ion Cu+ kemudian akan mereduksi reagen FolinCiocalteu, kompleks phosphomolibdat phosphotungstat (phosphomolybdotungstate), menghasilkan heteropoly molybdenum blue akibat reaksi oksidasi gugus aromatik (rantai samping asam amino) terkatalis Cu, yang memberikan warna biru intensif yang dapat dideteksi secara kolorimetri. Metode Lowry mengkombinasikan pereaksi biuret dengan pereaksi lain (FolinCiocalteauphenol) yang bereaksi dengan residu tyrosine dan tryptophan dalam protein. Reaksi ini menghasilkan warna kebiruan yang bisa dibaca di antara 500 – 750 nm, tergantung sensitivitas yang dibutuhkan. Akan muncul puncak kecil di sekitar 500 nm yang dapat digunakan untuk menentukan protein dengan konsentrasi tinggi dan sebuah puncak besar disekitar 750 nm yang dapat digunakan untuk menentukan kadar protein dengan konsentrasi rendah. Berawal dari pemanfaatan alat spektrofotometer yaitu untuk mengukur jumlah penyerapan zat suatu senyawa. Penyerapan cahaya pada senyawa larutan tersebut, dalam spektrofotometri dapat digunakan sebagai dasar atau pedoman dalam penentuan konsentrasi larutan atau senyawa secara kuantitatif. Dalam pratikum ini penggunaan KMnO4 bertujuan untuk memudahkan dalam pengenalan dan latihan awal spektrofotometri. Kekuatan warna biru terutama bergantung pada kandungan residu tryptophan dan tyrosine-nya. Keuntungan metode Lowry adalah lebih sensitif (100 kali) daripada metode Biuret Beberapa zat yang bisa mengganggu penetapan kadar protein dengan metode Lowry ini, diantaranya buffer, asam nuklet, gula atau karbohidrat, deterjen, gliserol, Tricine, EDTA, Tris, senyawa-senyawa kalium, sulfhidril, disulfida, fenolat, asam urat, guanin, xanthine, magnesium, dan kalsium. Interferensi agenagen ini dapat diminimalkan dengan menghilangkan interferens tersebut. Sangat dianjurkan untuk menggunakan blanko untuk mengkoreksi absorbansi. Interferensi yang disebabkan oleh deterjen, sukrosa dan EDTA dapat dieliminasi dengan penambahan SDS atau melakukan preparasi sampel dengan pengendapan protein. V. METODOLOGI PERCOBAAN 5.1 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam percobaan ini yaitu : Labu takar 100 ml, labu kjeldahl, buret pyrex, labu destilasi, kaki tida, kawat kasa, bunsen dan batu didih. Bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu : 10 ml protein susu, aquades, H2SO4, CuSO4, larutan NaOH-Na2S2O3, butiran zink, indkator metil merah/metil biru dan HCl. 5.2 Prosedur Percobaan 1. Ambil 10 ml susu atau larutan protein dan memasukkan ke dalam labu takar 100 ml serta mengencerkan dengan aquades sampai tanda batas. 2. Ambil 10 ml dari larutan dan memasukkan ke dalam labu kjeldahl 500ml dan menambahkan 10 ml H2SO4(93-83% bebas N). Menambahkan 5 gram CuSO4. 3. Didihkan sampai jernih dan lanjutkan pendidihan 30 enit lagi. Setelah dingin mencuci dinding labu kjeldahl dengan aquades dan mendidihkan lagi selama 30 menit. 4. Setelah dingin menambahkan 140 ml aquades dan 35 ml larutan NaOHNa2S2O3 (lihat pembuatan reagensia) dan beberapa butiran zink atau batu didih. 5. Melakukan destilasi ; destilasi ditampung dalam erlenmeyer 100 ml yang berisi25ml larutan jenuh asam borat dan beberapa tetes indikator merah/metil biru(lihat pembuatan reagensia). 6. Titrasi larutan yang diperoleh dengan 0,002 N HCl 7. Hitung total N atau % protein dalam sampel VI. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 4.1. HASIL PENGAMATAN a. HCl 0,1 N ( blanko = 0,2 ml ) Sampel Wsampel V HCl Tepung Kedelai Biscuit Bayi Susu Bubuk Tepung Beras 51 51,4 50,2 51,2 b. HCl 0,2 N ( blanko = 0,1 ml ) Sampel Wsampel Tepung Kedelai Biscuit Bayi Susu Bubuk Tepung Beras ‘ 1,2 Kadar N ( %) 2,75 Kadar Protein ( %) 15,68 5,7 4,5 0,6 14,99 11,99 1,09 85,44 76,54 6,51 V HCl Kadar Protein ( %) 37,2 5,6145 22,85 12,6973 50,3 11,8 Kadar N ( %) 6,516 51,2 52,4 51,2 1,9 6,8 4 0,985 3,582 2,134 4.2 PEMBAHASAN Protein merupakan salah satu unsure makro yang terdapat pada bahan pangan selain lemak dan karbohidrat. Protein merupakan sumber asam amino yang mengandung unsure- unsure C, H, O dan N dalam ikatan kimianya. Molekul protein juga mengandung fosfor, belerang dan ada beberapa jenis protein yang mengandung tembaga ( Winarno, 1984 ). Protein sangat mudah mengalami perubahan fisis maupun aktivitas biologis yang disebabkan oleh kandungan protein berupa polipeptida dengan BM ( berat molekul ) yang beragam. Fungsi utama protein dalam tubuh adalah sebagai zat pembentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang sudah ada agar tidak mudah rusak. Protein dapat juga digunakan sebagai bahan bakar apabila keperluan energi tubuh tidak dapat terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak. Protein juga berperan dalam pengaturan proses dalam tubuh ( secara langsung maupun tidak langsung ). Dengan cara mengatur zat-zat pengatur proses dalam tubuh, protein dapat mengatur keseimbangan cairan dalam jarngan dan pembuluh darah, yaitu dengan cara menimbulkan tekanan osmotik koloid. Tekanan osmotic tersebut dapat menarik cairan jaringan kedalam pembuluh darah. Selain itu, sifat amfoter protein yang dapat bereaksi dengan asam dan basa, dapat mengatur keseimbangan asam basa dalam tubuh. Protein dapat mengalami perubahan- perubahan yang disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut: 1. Dapat terdenaturasi yang disebabkan oleh perlakuan pemanasan. Pada umumnya protein akan terdenaturasi karena adanya kondisi ekstrim. 2. Dapat terkoagulasi atau membentuk endapan yang disebabkan oleh adanya perlakuan pengasaman. 3. Dapat mengalami dekomposisi atau pemecahan oleh enzim- enzim proteolitik. 4. Dapat bereaksi dengan gula reduksi. Reaksi tersebut akan menimbulkan terbentuknya warna cokelat. Analisis protein dalam bahan pangan dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode kuantitatif dan kualitatif. Analisis protein secara kualitatif adalah analisis yang bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya protein dalam suatu bahan pangan. Analisis kualitatif dapat dilakukan dengan reaksi Xantoprotein, reaksi Hopkins-Cole, reaksi Millon, reaksi Nitroprusida dan reaksi Sakaguchi. Sedangkan analisis protein secara kuantitatif adalah analisis yang bertujuan untuk mengetahui kadar protein dalam suatu bahan pangan. Analisi kuantitatif protein dapat dilakukan dengan metode Kjeldahl, metode titrasi formol, metode Lowry, metode spektrofotometri visible (Biuret) dan metode spektrofotometri UV. Pada praktikum kali ini akan dilakukan penentuan kadar protein dalam bahan pangan dengan menggunakan metode Kjeldahl. Analisis protein ini dapat menentukan tingkat kualitas protein apabila dipandang dari sudut gizi serta menelaah protein yang merupakan salah satu bahan kimia secara biokimia, fisiologis, reologis dan enzimatis. Prinsip kerja dari metode Kjeldahl adalah protein dan komponen organic dalam sampel didestruksi dengan menggunakan asam sulfat dan katalis. Hasil destruksi dinetralkan dengan menggunakan larutan alkali dan melalui destilasi. Destilat ditampung dalam larutan asam borat. Selanjutnya ion- ion borat yang terbentuk dititrasi dengan menggunakan larutan HCl. Pada praktikum ini, sampel yang digunakan adalah tepung beras, susu bubuk, biscuit dan tepung kedelai. Langkah pertama yang harus dilakukan oleh praktikan adalah memasukkan sampel sebanyak 0,05 gram kedalam labu kjeldahl. Kemudian kedalam labu, ditambahkan 0,04 gram HgO, 0,9 gram K2SO4. Penambahan K2SO4 berfungsi sebagai katalisator yang dapat meningkatkan titik didih. 1 gram K2SO4 dapat meningkatkan titik didih hingga 30 C (Sudarmadji dkk., 1996). Peningkatan titik didih akan mengefektifkan reaksi antara asam sulfat dengan sampel ( destruksi berjalan efektif ). Hal tersebut disebabkan oleh lamanya waktu yang dibutuhkan oleh asam sulfat untuk menguap ( semakin tinggi titik didih, maka waktu yang dibutuhkan asam sulfat untuk menguap akan semakin lama ). Setelah itu, ditambahkan lagi H2SO4 sebanyak 4 ml dalam ruang asam yang kemudian dilanjutkan dengan mendestruksi sampel selama 4 jam hingga warnanya berubah menjadi hijau bening. Destruksi sampel bertujuan untuk mempercepat reaksi dan hidrolisis protein menjadi unsure C, H, O, N, S dan P. HgO + H2SO4 ↔ HgSO4 + H2 Hg2SO4 + 2 H2SO4 ↔ 2 HgSO4 + 2 H2O + SO2 Proses destruksi akan menghasilkan karbondioksida ( CO2 ), air ( H2O ) dan ammonium sulfat (( NH4)2SO4). (CHON) + On + H2SO4 → CO2 + H2O + (NH4)2SO4 Sampel yang sudah didestruksi, akan didinginkan yang kemudian akan dilanjutkan dengan proses destilasi. Sebelumnya, sampel ditambahkan dengan akuades agar endapan dapat larut. Destilasi merupakan suatu proses memisahkan cairan maupun larutan yang berdasarkan pada perbedaan titik didih. Tujuan dari proses destilasi adalah memisahkan zat yang akan dianalisa dengan cara memecah ammonium sulfat menjadi ammonia ( NH3 ). Pemecahan tersebut melibatkan peran NaOH 60% yang ditambahkan kedalam sampel sebanyak 10 ml. Penambahan NaOH bertujuan untuk mempercepat pelepasan ammonia dengan cara menciptakan suasana basa ( reaksi tidak dapat berlangsung dalam kondisi asam ). ( NH4)2SO4 + 2NaOH → 2NH3 + Na2SO4 + 2H2O NH3 dihasilkan dalam destilat berupa gas. Gas NH3 tersebut ditangkap oleh asam borat. Asam borat yang ditambahkan kedalam destilat sebanyak 15 ml yang kemudian dilanjutkan dengan penambahan 2 tetes indicator metal merah biru. 4NH3 + 2H3BO3 → 2(NH4)2BO3 +H2 Setelah penambahan indicator, dilakukan uji lakmus terhadap sampel yang kemudian dilajutkan dengan titrasi HCl hingga warnanya berubah menjadi biru. Pada praktikum kali ini, normalitas HCl yang digunakan adalah 0,1 N dan 0,2 N. Setelah melakukan titrasi, dapat diketahui kadar proteinnya yang tertuang dalam bentuk persen kadar nitrogen. Berikut adalah rumus kadar nitrogen : % Kadar Nitrogen = x 100% Dimana : Ar Nitrogen = 14,007 Be HCl =1 Selanjutnya, dari persen kadar nitrogen dapat diketahui kadar proteinnya dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: % Kadar Protein = % Kadar Nitrogen x Fk Berikut adalah hasil perhitungan kadar protein yang didapat dari praktikum: a. HCl 0,1 N Sampel Tepung Kedelai Biscuit Bayi Susu Bubuk Tepung Beras Wsampel 51 V HCl 1,2 Kadar N ( %) 2,75 51,4 50,2 51,2 5,7 4,5 0,6 14,99 11,99 1,09 b. HCl 0,2 N Sampel Wsampel V HCl Kadar N ( %) Tepung 50,3 11,8 6,516 Kedelai Biscuit Bayi 51,2 1,9 0,985 Susu Bubuk 52,4 6,8 3,582 Tepung Beras 51,2 4 2,134 Apabila data tersebut diaplikasikan kedalam rumus perhitungan, maka didapatkan kadar proteinnya sebagai berikut: Sampel HCl 0,1 N HCl 0,2 N Tepung 15,68 37,2 Kedelai Biscuit Bayi 85,44 5,6145 Susu Bubuk 76,54 22,85 Tepung Beras 6,51 12,6973 Penggunaan normalitas asam klorida yang berbeda bertujuan untuk membandingkan normalitas mana yang menghasilkan kadar protein yang sesuai dengan literature. Apabila membandingkan antara kedua kadar protein tersebut, didapatkan hasil yang rentang perbedaannya sangat jauh. Menurut literature, kadar protein dalam susu bubuk adalah 25,9 % sedangkan menurut hasil praktikum adalah 76,54 % dan 22,85 %. Hasil analisa kadar protein menggunakan asam klorida 0,2 N memberikan hasil yang sedikit mendekati kadar literature. Besarnya kadar protein pada susu bubuk ( HCl 0,1 N ) kemungkinan disebabkan oleh ikut teranalisisnya komponen- komponen lain seperti purina, pirimidina, asam amino besar, kreatina dan vitamin- vitamin sebagai nitrogen protein. Kadar protein pada biscuit bayi menurut literature adalah 26,03 %. Sedangkan menurut hasil praktikum adalah 85,44% dan 5,6145%. Apabila membandingkan ketiganya, didapatkan bahwa hasil praktikum berbeda jauh nilainya dibandingkan dengan literature. Kemungkinan perbedaan tersebut disebabkan oleh kelemahan metode Kjeldahl yang memiliki ketelitian rendah. Kadar protein pada tepung beras menurut literature adalah 7%. Sedangkan menurut hasil praktikum adalah 6,51% dan 12,6973%. Apabila membandingkan kadar protein literature dengan hasil praktikum, didapatkan bahwa kadar protein yang mendekati adalah penggunaan analisa kadar protein menggunakan asam klorida 0,1 N. Besarnya nilai kadar protein larutan asam klorida 0,2 disebabkan oleh adanya komponen- komponen lain yang ikut teranalisis sebagai nitrogen protein. Kadar protein pada tepung kedelai menurut literature adalah 35,9%. Sedangkan menurut hasil praktikum adalah 15,68% dan 37,2%. Hasil analisa kadar protein menggunakan asam klorida 0,2 N memberikan hasil yang sedikit mendekati kadar literature. Besarnya kadar protein pada susu bubuk ( HCl 0,1 N ) kemungkinan disebabkan oleh ikut teranalisisnya komponen- komponen lain sebagai nitrogen protein. VII. KESIMPULAN Adapun kesimpulan yang di peroleh dari percobaan ini yaitu : 1. Prinsip Metode kjedahl yaitu protein dan komponen organik dalam sampel akan didestruksi dan hasil destruksi akan dinetralkan melalui proses destilasi. 2. Analisa protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu proses destruksi, proses destilasi dan tahap titrasi. 3. Pada tahap destruksi, selenium dapat diberikan untuk mempercepat proses oksidasi karena zat tersebut selain menaikkan titik didih juga mudah mengadakan perubahan dari valensi tinggi ke valensi rendah atau sebaliknya. 4. Kandungan nitrogen kemudian dapat dihitung sebagai berikut: %N = ml NaOH blanko – ml NaOH sampel × N. NaOH × 14,008 × 100% Gram bahan x 1000 5. Besarnya faktor perkalian N menjadi protein ini tergantung pada persentase N yang menyusun protein dalam suatu bahan. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2012. Isi Kandungan Gizi Bakso-Komposisi Bahan Makanan. http://www.organisasi.org/1970/01/isi-kandungan-gizi-bakso-komposisi-nutrisibahan-makanan.html (online). Diakses pada tanggal 30 Oktober 2013 Kurniawan, Gigih. 2013. Protein Analysis Kjeldahl Metodh. http://chemistryinorganic.blogspot.com/2013/03/Protein-Kjeldahl.html (online). Diakses pada tanggal 31 Oktober 2013 Wahyudi, Imam. 2013. Laporan Praktikum Analisa Kadar Protein. http://wahyudi93.blogspot.com/2013/05/laporan-praktikum-analisa-kadarprotein.html (online). Diakses pada tanggal 31 Oktober 2013 Anonym. 2013. Protein. http://id.wikipedia.org/wiki/Protein (diunduh pada tanggal 2 November 2013 pkl 08.28 WIB) Sari, Indah. 2013. Penentuan Kadar Protein secara Lowry. http://indhpsari.blogspot.com/2013/06/penentuan-kadar-protein-secara-lowry.html (diunduh pada tanggal 2 November 2013 pkl 09.07 WIB) Riani. 2013. Penentuan Kadar Protein dengan Metode Kjeldahl. http://rianitusaya.blogspot.com/2012/10/protein-metode-kjeldahl.html (diunduh pada tanggal 2 November pkl 09.33 WIB)