Pembuatan Glikosa Cair Dari Tepung Tapioka,Tepung Jagung Dan

advertisement
Pembuatan Glukosa Cair dari Tepung Tapioka, Tepung Jagung dan Tepung
Ubi Jalar dengan Metode Hidrolisis Asam
Alexander Febriyanto, Diana Widiastuti, M.Sc, dan Drs. Husain Nashrianto, M.S
Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Pakuan Bogor
RINGKASAN
Glukosa cair dapat dibuat dari bahan baku yang memiliki kandungan pati yang
tinggi seperti tepung tapioka, tepung jagung dan tepung ubi jalar. Selama ini bahan baku
yang digunakan dalam pembuatan glukosa cair adalah tepung tapioka. Tepung jagung
dan tepung ubi jalar dapat digunakan sebagai bahan alternatif karena mempunyai
kandungan gizi yang hampir sama dengan tepung tapioka. Penelitian ini bertujuan untuk
menentukan sumber bahan baku alternatif sebagai pengganti tepung tapioka dalam
pembuatan glukosa cair. Sampel tepung tapioka, tepung jagung dan tepung ubi jalar
masing-masing ditimbang sebanyak 25 gram lalu ditambahkan air mendidih sebanyak 75
ml. Lalu ditambahkan 15 ml HCl 1 N dan dipanaskan pada suhu 1250C selama 60 menit
sambil dilakukan proses pengadukan. Kemudian dinetralkan dengan Na2CO3 hingga pH
±7. Glukosa cair yang dihasilkan kemudian dianalisis karakteristik fisik, kimia,
karakteristik mikrobiologi, cemaran logam dan kandungan nutrisinya. Berdasarkan hasil
penelitian dapat disimpulkan bahwa glukosa cair dapat dibuat dari bahan baku tepung
tapioka, tepung jagung dan tepung ubi jalar dengan metode hidrolisis asam karena setelah
dibandingkan terhadap SNI 01-2978-1992 dengan parameter bau, rasa, warna, kadar air,
kadar abu, kadar glukosa, kadar pati, cemaran logam dan cemaran mikrobiologi
didapatkan hasil yang sesuai dengan persyaratan. Hasil analisis glukosa cair dari tepung
jagung yaitu kadar glukosa 37,11%, derajat brix 59,50% dan jumlah rendemen sebesar
55,13%. Pada glukosa cair dari tepung ubi jalar didapatkan hasil kadar glukosa sebesar
30,46%, derajat brix 55,60% dan rendemen sebesar 52,67%. Bila hasil tersebut
dibandingkan dengan hasil pengujian glukosa cair dari tepung tapioka yaitu kadar
glukosa 40,69%, derajat brix 62,10% dan rendemen 58,52%, didapatkan perbedaan yang
tidak signifikan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tepung jagung dan tepung ubi jalar
dapat digunakan sebagai bahan baku alternatif pengganti tepung tapioka.
Kata kunci : tepung, hidrolisis asam, glukosa cair
sebagian besar masyarakat. Salah satu
cara untuk mengatasi masalah ini adalah
dengan mencari sumber alternatif lain
sebagai bahan pengganti gula seperti
sirup glukosa atau glukosa cair.
Menurut Howling (1979), sirup
glukosa atau glukosa cair dihasilkan dari
proses hidrolisis pati oleh enzim dan
hidrolisis asam, sehingga dihasilkan
senyawa D-glukosa, maltosa, dan
polimer D-glukosa. Jenis asam yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
PENDAHULUAN
Gula merupakan salah satu produk
pangan yang sangat penting dalam
kehidupan
masyarakat
Indonesia.
Kebutuhan gula nasional indonesia
mencapai 3.3 juta ton per tahun,
sementara produksi dalam negeri hanya
1.7 juta ton atau hanya 51.51% dari
kebutuhan nasional (Nur & Agus, 2011).
Namun belakangan ini harga jualnya
terus melambung tinggi sehingga
menimbulkan masalah ekonomi bagi
1
asam klorida karena memiliki daya
inversi yang baik.
Selama ini glukosa cair yang
beredar dipasaran dibuat dari hasil
pengolahan tepung tapioka. Tepung
jagung dan tepung ubi jalar merupakan
beberapa
contoh
yang
dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku
alternatif dalam pembuatan glukosa cair
karena kedua tepung tersebut memiliki
kandungan nutrisi yang hampir sama
dengan tepung tapioka. Penelitian ini
bertujuan untuk mencari bahan baku
alternatif terbaik sebagai pengganti
tepung tapioka.
glukosa. Bahan yang digunakan untuk
pengujian mikrobiologi adalah buffered
peptone water, media plate count agar,
media potato dextrose agar, pelarut
maximum recovery diluent, media lauryl
sulphate tryptose broth, brilliant green
lactose bile broth 2%, EC broth, eosin
methylene blue agar (Levine), media
MYP agar dan egg yolk emulsion 50%.
BAHAN DAN METODE
Pembuatan Glukosa Cair
Pembuatan glukosa cair dilakukan
dengan
metode
hidrolisis
asam
menggunakan asam klorida (HCl). Pati
yang berasal dari tepung akan dihidrolisis
dengan bantuan katalis HCl menjadi
glukosa.
Pertama-tama
ditimbang
masing-masing sampel tepung tapioka,
tepung jagung dan tepung ubi jalar
sebanyak 25 gram dalam piala gelas, lalu
ditambahkan air mendidih sebanyak 75
ml. Setelah itu ditambahkan HCl 1 N
sebanyak 15 ml kedalam setiap sampel
tepung. Kemudian larutan tepung
tersebut dipanaskan diatas penangas air
selama 60 menit dengan suhu 1250C
sambil dilakukan proses pengadukan.
Glukosa cair yang terbentuk dicek pHnya dan dinetralkan dengan penambahan
garam Na2CO3. Kemudian glukosa cair
didiamkan sebentar hingga dingin dan
selanjutnya dilakukan pengujian untuk
parameter kimia dan mikrobiologi.
METODE KERJA
Metode penelitian ini meliputi
beberapa pengerjaan yaitu pembuatan
glukosa cair dari berbagai macam tepung,
analisis parameter kimia dan analisis
parameter mikrobiologi.
Alat
Alat yang digunakan dalam
pembuatan glukosa cair adalah wadah
penampung
tepung,
piala
gelas,
pengaduk,
termometer,
stopwatch,
penangas air. Alat yang digunakan untuk
analisis parameter kimia meliputi neraca
analitik, cawan poselen, kotak timbang,
desikator, oven, tanur, tabung digest,
automatic digestor, kjeltec dengan
automatic titrator, erlenmeyer, pipet
volumetri, kertas saring, gelas ukur, labu
ukur, thimble, soxhlet, penampung
lemak, corong, pH meter kertas, syringe,
millipore 0.45μm, vial amber 2 ml,
ultrasonic, kolom karbohidrat 300 x 4
(id) mm, HPLC Waters Alliance dengan
Detektor
RID
(Refractive
Index
Detector). Alat yang digunakan untuk
analisa
mikrobiologi
adalah
ose,
pembakar bunsen, disposable petri dish,
micropipette, inkubator, autoklaf, tabung
reaksi bertutup ulir, laminar air flow,
penangas air, vortex, stomacher,
spreader, colony counter, lab bottle.
Bahan
Karakteristik Fisik Glukosa Cair
Parameter uji yang dilakukan
meliputi bau, rasa, warna dan jumlah
rendemen yang dihasilkan.
Bahan yang digunakan dalam
pembuatan glukosa cair adalah tepung
tapioka, tepung jagung, tepung ubi jalar,
air, HCl 1 N, Na2CO3. Bahan yang
digunakan untuk analisis parameter kimia
adalah petroleum eter, air suling, H2SO4
pekat, campuran selen, indikator BCGMM, H3BO3, HCl, NaOH, larutan lugol,
asetonitril, standar baku pembanding
Karakteristik Kimia Glukosa Cair
1. Analisis Kadar Air (SNI 01-28911992)
Kotak timbang dan
tutupnya
0
dikeringkan dalam oven 105 C selama 30
menit, kemudian didinginkan dalam
eksikator selama 25 – 30 menit dan
2
menimbang sekitar 1 – 2 gram sampel ke
dalam labu ukur 25 ml dan
melarutkannya dengan air suling.
Kemudian saring larutan dengan
menggunakan milipore 45µL ke dalam
vial, lalu inject ke dalam instrumen
HPLC. Kadar glukosa dapat diperoleh
dengan menggunakan rumus dibawah ini:
ditimbang bobot kosong. Ditimbang
dengan seksama 2 gram sampel yang
sudah dihomogenkan ke dalam kotak
timbang tersebut. Kotak timbang berisi
sampel kemudian dimasukkan ke dalam
oven 1050C dan dikeringkan selama 3
jam. Didinginkan di dalam eksikator
selama 25 – 30 menit. Setelah dingin
kotak timbang berisi sampel yang sudah
dikeringkan ditimbang. Kotak timbang
berisi sampel kemudian dikeringkan
kembali ke dalam oven 1050C selama 1
jam, didinginkan ke dalam eksikator
selama 25 – 30 menit dan ditimbang
kembali. Dilakukan sampai di peroleh
bobot tetap. Kadar air diperoleh dengan
menggunakan rumus :
Kadar air (%) = (a – b) x 100%
(a – c)
Kadar Glukosa =
a/b π‘₯ fp
bobot sampel (g)
4.
Analisis Kandungan Pati
(Kualitatif)
Pengujian kandungan pati secara
kualitatif dilakukan untuk mengetahui
ada atau tidaknya pati dalam contoh
sehingga hasil yang didapatkan hanyalah
positif atau negatif tanpa adanya besaran
kadar. Pengujian dilakukan dengan cara
mengambil 5 – 10 tetes sampel glukosa
cair yang telah dihasilkan dari bahan
baku tepung tapioka, tepung jagung dan
tepung ubi jalar. Masing-masing sampel
tersebut dimasukkan ke dalam tabung
reaksi, lalu ditambahkan sedikit air untuk
mempermudah
proses
pengamatan.
Kemudian ditambahkan 3 – 5 tetes
larutan lugol ke dalam tiap tabung reaksi,
amati perubahan warna yang terjadi. Bila
larutan sampel menghasilkan warna biru
tua atau ungu maka sampel tersebut
positif mengandung pati.
2.
Analisis Kadar Abu (SNI 01-28911992)
Cawan porselen dipijarkan dalam
tanur dengan suhu 5500C selama 1 jam,
kemudian didinginkan di dalam eksikator
selama 25 – 30 menit, lalu ditimbang
bobot kosong cawan porselen. Ditimbang
dengan seksama 2 gram sampel yang
sudah dihomogenkan ke dalam cawan
porselen. Cawan porselen berisi sampel
kemudian diarangkan diatas penangas
listrik dengan nyala kecil. Cawan
tersebut kemudian diabukan di dalam
tanur dengan suhu 5500C sampai abu
menjadi putih dan seluruh jelaga hilang
selama 4 – 8 jam. Didinginkan di dalam
eksikator selama 25 – 30 menit,
kemudian ditimbang bobot cawan + abu.
Dimasukkan lagi ke dalam tanur 5500C
selama 1 jam, kemudian didinginkan
dalam eksikator kemudian ditimbang
kembali. Dilakukan kembali sampai
diperoleh bobot tetap. Kadar abu
diperoleh dengan menggunakan rumus :
Kadar abu (%) = W1 – W2 x 100%
W
5.
Derajat Brix
Pengukuran derajat brix bertujuan
untuk mengetahui tingkat kemanisan dari
sampel glukosa cair. Semakin tinggi
derajat brix-nya maka semakin manis
glukosa cair tersebut. Alat yang
digunakan dalam analisis derajat brix
yaitu refraktometer. Pengujian ini
dilakukan dengan cara meneteskan
sampel glukosa cair pada prisma
refraktometer dan kemudian dibaca
skalanya. Hasil yang didapatkan dalam
satuan %.
3.
Analisis Kadar Glukosa (Waters,
2010)
Kadar glukosa dapat ditetapkan
dengan
metode
HPLC
(High
Performance Liquid Chromatography).
Pengujiannya dilakukan dengan cara
Karakteristik Mikrobiologi Glukosa
Cair
1. Angka Lempeng Total (FDA
BAM Chapter 3, 2001)
Mengacu pada FDA BAM Chapter
3 tahun 2001, metode Angka Lempeng
3
Total
(ALT)
berdasarkan
pada
pertumbuhan bakteri mesofil aerob
setelah contoh diinkubasikan dalam
pembenihan yang sesuai selama 72 jam
pada suhu 300C. Metode ini diawali
dengan penimbangan contoh sebanyak 25
gram yang dilarutkan dalam larutan
buffered peptone water, homogenkan dan
dibuat pengenceran 10-1 sampai 10-5
kedalam cawan petri steril, kemudian
cawan petri diisi dengan media plate
count agar, goyangkan petri hingga
contoh tercampur rata dan lakukan
blanko. Contoh diinkubasikan pada suhu
300C selama 72 jam, kemudian dihitung
Angka Lempeng Total (ALT) dalam 1
gram contoh dengan mengalikan jumlah
rata-rata koloni pada cawan petri dengan
faktor pengenceran yang digunakan.
cawan petri diisi dengan media potato
dextrose agar, goyangkan petri hingga
contoh tercampur secara merata. Setelah
pembenihan membeku, diinkubasikan
pada suhu 250C selama 5 hari (petri tidak
dibalik). Penghitungan koloni kapang dan
khamir dapat dilakukan mulai hari ketiga
sampai kelima. Cara penghitungan koloni
kapang dan khamir dibedakan oleh
morfologinya, koloni kapang yaitu yang
memiliki miselium sedangkan khamir
yaitu koloni yang berwarna putih tanpa
mempunyai miselium. Hasil dinyatakan
sebagai jumlah kapang dan khamir per
satuan gram contoh.
Kandungan Cemaran Logam Glukosa
Cair
Analisis Cemaran Logam Pb, Cu, Zn,
As (AOAC, 2005)
Penentuan kadar cemaran logam
timbal, tembaga seng dan arsen (Pb, Cu,
Zn, As) mengacu pada metode AOAC
tahun 2005. Pengujian dilakukan dengan
menggunakan instrumen ICP (Inductively
Coupled Plasma). Ditimbang 1 gram
contoh ke dalam tabung destruksi
(vessel). Ditambahkan 5 ml HNO3(p),
tutup tabung destruksi dan dimasukkan
ke dalam microwave digestion. Setelah
proses destruksi selesai, tunggu sejenak
hingga dingin kemudian hasil destruksi
tersebut dimasukkan ke dalam labu ukur.
Setelah itu larutan contoh disaring
dengan kertas saring dan ditampung
dalam tube. Larutan contoh kemudian
diukur
dengan
instrumen
ICP
(Inductively Coupled Plasma). Kadar
cemaran logam Pb, Cu, Zn, As dapat
diperoleh dengan rumus dibawah ini :
Kadar Cemaran Logam =
2.
Coliform dan Escherichia coli
(FDA BAM Chapter 4, 2002)
Penentuan
cemaran
bakteri
Eschericia coli mengacu pada metode
FDA BAM Chapter 4 tahun 2002,
berdasarkan pada pembentukan gas pada
tabung durham, yang diikuti dengan uji
biokimia dan selanjutnya dirujuk pada
tabel APM (Angka Paling Mungkin).
Metode ini diawali dengan penimbangan
contoh sebanyak 25 gram yang dilarutkan
dalam larutan buffered peptone water,
kemudian dilakukan pengenceran 10-1, 102,
dan 10-3 dalam media lauryl sulfate
tryptose broth dan diinkubasikan selama
48 jam pada suhu 350C, apabila terdapat
gelembung gas, maka sampel tersebut
positif untuk presumptive test coliform,
dan kemudian dilanjutkan confirmed test
untuk coliform dan Escherichia coli.
3.
Kapang dan Khamir (FDA BAM
Chapter 18, 2001)
Pertumbuhan kapang dan khamir
dalam sebuah media potato dextrose agar
diinkubasikan selama 5 hari pada suhu
250C berdasarkan FDA BAM Chapter 18
tahun 2001. Metode ini diawali dengan
penimbangan contoh sebanyak 25 gram
yang dilarutkan dalam larutan buffered
peptone water, homogenkan dan dibuat
pengenceran 10-1 sampai 10-3 kedalam
cawan petri steril secara duplo, kemudian
(𝐼𝑛𝑑.𝑠𝑝𝑙− π‘Ž)
π‘₯ 𝐹𝑝 π‘₯ 𝑉
𝑏
π‘Šπ‘ π‘π‘™ π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘’ 𝑉𝑠𝑝𝑙
Kandungan Nutrisi Glukosa Cair
1. Analisis Kadar Protein (SNI 012891-1992)
Ditimbang dengan seksama 0,5
gram contoh, dimasukkan ke dalam
tabung digesti. Ditambahkan 2 gram
campuran selen dan 25 ml H2SO4 pekat.
Dipasangkan pada digestor sampai
4
mendidih dan larutan menjadi jernih
kehijau-hijauan selama 2 jam. Dibiarkan
sampai dingin, kemudian dipasangkan
tabung digesti pada alat kjeltec.
Disiapkan erlenmeyer penampung hasil
destilasi. Dinyalakan alat yang sudah
terprogram. Setelah selesai bilas ujung
pendingin dengan air suling. Dititar
dengan larutan HCl 0,1 N. Dikerjakan
penetapan blanko. Kadar protein
diperoleh dengan menggunakan rumus :
oven selama 60 menit dan pendinginan
dalam eksikator selama 30 menit dan
ditimbang sampai diperoleh bobot tetap
(W3). Kadar lemak diperoleh dengan
menggunakan rumus dibawah ini :
Kadar Lemak (%) = W3–W2 x 100%
W1
3. Analisis
Kadar
(AOAC, 2005)
Karbohidrat
Kandungan karbohidrat dihitung
secara by difference antara jumlah
kandungan air, protein, lemak dan abu
dengan 100. Kadar karbohidrat diperoleh
dengan menggunakan rumus dibawah ini:
Kadar Protein (%) =
(V1 – V2) x N x 0.014 x Fk x 100%
W
Keterangan :
Fk
= Faktor konversi 6.25
Kadar Karbohidrat (%) = 100– (%Protein
+ %Lemak + %Abu + %Air)
2. Analisis Kadar Lemak (SNI 012891-1992)
4. Kandungan Energi
Ditimbang dengan seksama 0.5 –
1 gram sampel ke dalam piala gelas 250
ml. Ditambahkan ± 20 ml air dan 30 ml
HCl 25% serta batu didih. Ditutup piala
gelas dengan kaca arloji dan didihkan
selama 15 menit. Disaring dalam keadaan
panas dan dicuci dengan air panas hingga
bebas asam (diuji dengan kertas lakmus).
Dikeringkan kertas saring berikut isinya
pada suhu 100 – 1050C. Dimasukkan ke
dalam selongsong kertas yang dialasi
dengan kapas. Dipasangkan contoh
dalam selongsong ke dalam thimble.
Dipasangkan pada alat penyangga
thimble di dalam alat soxtec lalu
dinaikkan. Dimasukkan penampumg
lemak yang sudah diketahui bobotnya
dan sudah diisi ± 50 ml pelarut heksana,
dibawah penyangga thimble. Dinaikkan
penampung lemak sampai benar-benar
tidak ada yang bocor. Diekstrak selama
20 menit, diteruskan dengan pembilasan
selama 45 menit. Disulingkan pelarut dan
dikeringkan dengan mengalirkan udara
panas selama ± 20 menit. Dimatikan
pemanas dan turunkan penampung lemak
kemudian dikeluarkan dari alat soxtec.
Dikeringkan penampung lemak dalam
oven pada suhu 1050C ± 10C selama 30
menit, dinginkan di dalam eksikator
selama 25 – 30 menit kemudian
ditimbang. Diulangi pengeringan dalam
Kandungan energi dari glukosa cair
dihitung berdasarkan kadar protein, kadar
lemak dan kadar karbohidrat yang
didapatkan dari hasil analisis. Kandungan
energi
dapat
dihitung
dengan
menggunakan rumus dibawah ini :
Energi (kkal/100g) = (9 x kadar lemak) +
(4 x kadar protein) + (4 x kadar
karbohidrat)
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Karakteristik Fisik Glukosa Cair
Karakteristik fisik glukosa cair
terdiri dari pengujian bau, rasa, warna
dan kekentalan. Hasil pengamatan dapat
dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik Fisik Glukosa Cair
Glukosa Cair
Tepung
Tapioka
Tepung
Jagung
Tepung
Ubi
Jalar
Rasa
Tidak
berbau
Manis
Tidak
berbau
Manis
Tidak
berbau
Manis
Warna
Jernih
Jernih
Jernih
Rendemen
58,52%
55,13%
52,67%
Parameter
Bau
SNI
Glukosa
Cair
01-29781992
Tidak
berbau
Manis
Tidak
Berwarna
-
Setelah dibandingkan dengan
standar acuan SNI 01-2978-1992 semua
parameter pengujian fisik memenuhi
persyaratan.
5
Rendemen yang dihasilkan dapat
dilihat pada tabel 1.
glukosa cair terlalu banyak penambahan
Na2CO3 pada saat penetralan produk
yang akan menimbulkan kenaikkan kadar
abu karena Na2CO3 akan bereaksi dengan
HCl dan akan membentuk mineral NaCl,
mineral tersebut tidak akan hilang pada
saat pemanasan dan akan tertinggal
sebagai
kadar
abu. Selain itu,
penambahan Na2CO3 berlebihan juga
dapat mengganggu rasa dari glukosa cair
yang dihasilkan karena reaksi yang
terjadi akan menghasilkan NaCl dalam
jumlah yang banyak.
2. Karakteristik Kimia Glukosa Cair
Karakteristik kimia glukosa cair
terdiri dari pengujian kadar air, kadar
abu, kadar glukosa dan kadar pati
kualitatif. Hasil pengujian dapat dilihat
pada tabel 2.
Tabel 2. Karakteristik Kimia Glukosa Cair
Kadar Glukosa Cair
Tepung Tepung Tepung
Parameter Tapioka
Ubi
Jagung
Jalar
(%)
(%)
(%)
Air
16,27
15,91
13.83
Abu
0
0,75
1.97
Glukosa 40,69
37,11
30.46
Pati
62,10
59,50
55,60
Brix
SNI
01-29781992
(%)
2.3 Kadar Glukosa
maks 20
maks 1
min 30
-
Hasil analisa kadar glukosa dalam
glukosa cair pada ketiga bahan baku
tepung dibandingkan terhadap SNI 012978-1992 yang mensyaratkan batas
minimum kadar glukosa dalam glukosa
cair sebesar 30% maka ketiga jenis
glukosa cair tersebut sudah memenuhi
persyaratan karena hasilnya diatas 30 %.
Kadar glukosa dijadikan acuan utama
dalam menentukan kualitas suatu glukosa
cair. Dari ketiga jenis glukosa cair ini,
glukosa cair dengan bahan baku tepung
tapioka yang memiliki kadar glukosa
tertinggi. Oleh karena itu dapat
dinyatakan bahwa glukosa cair dari
bahan baku tepung tapioka merupakan
produk dengan kualitas terbaik.
2.1 Kadar Air
Dari hasil analisis kadar air
glukosa cair dari ketiga bahan baku
tepung dibandingkan dengan SNI 012978-1992 ketiga jenis glukosa tersebut
memenuhi syarat. Tetapi glukosa cair
yang terbaik berdasarkan hasil kadar
airnya yaitu glukosa cair yang berasal
dari tepung ubi jalar. Semakin rendah
kadar airnya maka kualitas glukosa cair
tersebut semakin baik karena nilai
viskositasnya tinggi sehingga glukosa
cair akan semakin kental, selain itu kadar
air yang rendah akan mengurangi bahaya
pertumbuhan mikroba.
2.4 Kadar Pati Kualitatif
Berdasarkan hasil analisis pati
secara kualitatif yang telah dilakukan
terhadap glukosa cair berbahan baku
tepung tapioka, tepung jagung dan
tepung ubi jalar didapatkan hasilnya yaitu
negatif. Hal ini ditandai dengan tidak
adanya perubahan warna pada sampel
glukosa cair saat ditetesi larutan lugol.
Maka dari itu dapat dinyatakan bahwa
semua pati dari 3 jenis bahan baku
tepung
telah
dihidrolisis
dengan
sempurna. Sampel akan menunjukan
hasil positif apabila masih ada pati yang
belum terhidrolisis. Hal ini dapat diamati
dari perubahan warna yang terjadi,
apabila terbentuk warna biru tua atau
ungu maka sampel glukosa cair tersebut
positif mengandung pati.
2.2 Kadar Abu
Hasil analisa kadar abu glukosa
cair dari ketiga bahan baku tepung
dibandingkan terhadap SNI 01-29781992 maka dapat dinyatakan bahwa
kadar abu glukosa cair dari bahan baku
tepung ubi jalar tidak memenuhi syarat.
Dan apabila glukosa cair dari bahan baku
tepung tapioka yang dijadikan standar
pembanding terhadap kedua jenis bahan
baku tepung lainnya maka glukosa dari
bahan baku tepung jagung yang lebih
baik dibandingkan glukosa dari bahan
baku tepung ubi jalar. Kadar abu tepung
ubi jalar tidak memenuhi syarat
disebabkan karena pada saat pembuatan
6
kebersihan dalam proses pembuatan
produk pangan dan kesesuaiannya
dengan standar SNI. Berdasarkan SNI
01-2978-1992 untuk produk glukosa cair,
parameter pengujian yang diharuskan
adalah Angka Lempeng Total (ALT),
Coliform, Escherichia coli, Kapang dan
Khamir. Berdasarkan data pada tabel 3,
dapat diamati bahwa semua parameter uji
sesuai dengan standar acuan SNI 012978-1992.
2.5 Derajat Brix
Derajat brix adalah penentuan
bobot jenis dan konsentrasi gula dalam
sirup berdasarkan penelitian Balling
(1843).
Derajat
brix
merupakan
banyaknya gula dalam gram yang larut
dalam 100g sirup. Jadi dapat dinyatakan
bahwa derajat brix menentukan tingkat
kemanisan dari glukosa cair. Semakin
tinggi derajat brix-nya maka semakin
manis juga glukosa cair yang dihasilkan.
Bila diamati dari hasil analisis yang telah
didapatkan, glukosa cair dari tepung
jagung memiliki tingkat kemanisan yang
lebih baik dibandingkan glukosa cair dari
tepung ubi jalar karena persentase brixnya lebih besar yaitu 59,50%.
4. Kandungan
Cemaran
Logam
Glukosa Cair
Kandungan
cemaran
logam
glukosa cair terdiri dari pengujian Timbal
(Pb), Tembaga (Cu), Seng (Zn), Arsen
(As). Hasil pengujian cemaran logam
dapat dilihat pada tabel 4.
3. Karakteristik Mikrobiologi
Glukosa Cair
Karakteristik mikrobiologi glukosa
cair terdiri dari pengujian Angka
Lempeng Total (ALT), Coliform,
Escherichia coli, Kapang dan Khamir.
Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel3.
Tabel 4. Kandungan Cemaran Logam
Glukosa Cair
Glukosa Cair
Glukosa Cair
Parameter
Satuan
Tepung Tepung
Tapioka Jagung
Tepung
Ubi
Jalar
01-2978-
Tapioka
Jagung
Ubi Jalar
1992
(mg/kg)
(mg/kg)
(mg/kg)
(mg/kg)
Pb
Negatif
Negatif
Negatif
maks 1
Negatif
Negatif
Negatif
maks 10
Zn
Negatif
Negatif
Negatif
maks 25
01-2978-
As
Negatif
Negatif
Negatif
maks 0,5
1992
1,2 x
1,4 x
maks 5 x
101
101
102
APM/g
<3
<3
<3
maks 20
E.coli
APM/g
<3
<3
<3
<3
Kapang
kol/g
< 10
< 10
< 10
maks 50
Khamir
kol/g
< 10
< 10
< 10
maks 50
Coliform
Tepung
Cu
101
kol/g
Tepung
SNI
1,7 x
ALT
Tepung
Parameter
Tabel 3. Karakteristik Mikrobiologi
Glukosa Cair
SNI
Dari hasil pengujian cemaran
logam (Pb, Cu, Zn, As) yang telah
dilakukan terhadap sampel glukosa cair
dari bahan baku tepung tapioka, tepung
jagung dan tepung ubi jalar didapatkan
hasilnya yaitu negatif atau tidak
terdeteksi untuk semua parameter sesuai
dengan data pada tabel 9. Hasil tersebut
dinyatakan negatif karena hasilnya
berada dibawah LOD (Limit Of
Detection). LOD dari cemaran logam Pb,
Cu, Zn, As secara berurutan yaitu sebesar
0,009 ppm ; 0,04 ppm ; 0,07 ppm ; 0,008
ppm. Bila hasil analisa glukosa cair
(sesuai tabel 9) dibandingkan terhadap
SNI 01-2978-1992 dapat dilihat bahwa
semua produk yang dihasilkan sesuai
dengan persyaratan.
Keberadaan cemaran logam ini
akan mempengaruhi kualitas dari glukosa
cair yang dihasilkan. Apabila glukosa
Analisis mikrobiologi merupakan
salah satu analisis yang penting dalam
industri pangan, selain digunakan sebagai
indikator kebersihan makanan sebelum
makanan
tersebut
layak
untuk
dikonsumsi oleh konsumen, analisis
mikrobiologi juga dapat digunakan untuk
menduga daya simpan suatu makanan.
Pengujian karakteristik mikrobiologi
merupakan pengujian yang sangat
penting untuk mengetahui tingkat
7
cair tersebut mengandung cemaran logam
dan kadarnya melebihi standar yang telah
ditetapkan maka dapat disimpulkan
bahwa glukosa cair tersebut tidak layak
dikonsumsi. Hal ini dikarenakan cemaran
logam tersebut merupakan zat yang
karsinogenik dan dapat menimbulkan
kanker bila dikonsumsi dalam jangka
panjang.
diamati kadar karbohidrat dari setiap
glukosa cair yang terbentuk dapat
dikatakan bahwa glukosa cair ini
merupakan sumber energi yang baik
karena mengandung kadar karbohidrat
yang cukup tinggi.
Energi dalam produk pangan dapat
dihitung dengan rumus (9 x kadar lemak)
+(4 x kadar protein) + (4 x kadar
karbohidrat). Hasil perhitungan dapat
dinyatakan dalam satuan kilo kalori atau
kkal per 100 gram sampel. Kandungan
energi dari glukosa cair berbahan baku
tepung tapioka, tepung jagung, dan
tepung ubi jalar tidak ada perbedaan yang
signifikan.
5. Kandungan Nutrisi Glukosa Cair
Kandungan nutrisi glukosa cair
terdiri dari parameter kadar lemak, kadar
protein, kadar karbohidrat dan kandungan
energi. Hasil pengujian dapat dilihat pada
tabel 5.
Tabel 5. Kandungan Nutrisi Glukosa Cair
Glukosa Cair
Parameter
Lemak
Protein
Karbohidrat
Energi
Satuan Tepung Tepung
Tapioka Jagung
%
%
%
kkal/
10g
0
0
83,73
0,13
0,22
82,99
334
333
KESIMPULAN DAN SARAN
Tepung
Ubi
Jalar
0,52
2,84
80,84
Kesimpulan
Glukosa cair dapat dibuat dari
bahan baku tepung tapioka, tepung
jagung dan tepung ubi jalar dengan
metode hidrolisis asam karena setelah
dibandingkan terhadap SNI 01-29781992 dengan parameter bau, rasa, warna,
kadar air, kadar abu, kadar glukosa, kadar
pati, cemaran logam dan cemaran
mikrobiologi didapatkan hasil yang
sesuai dengan persyaratan.
Hasil analisis glukosa cair dari
tepung jagung yaitu kadar glukosa
37,11%, derajat brix 59,50% dan jumlah
rendemen sebesar 55,13%. Pada glukosa
cair dari tepung ubi jalar didapatkan hasil
kadar glukosa sebesar 30,46%, derajat
brix 55,60% dan rendemen sebesar
52,67%. Bila hasil tersebut dibandingkan
dengan hasil pengujian glukosa cair dari
tepung tapioka yaitu kadar glukosa
40,69%, derajat brix 62,10% dan
rendemen 58,52%, didapatkan perbedaan
yang tidak signifikan. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa tepung jagung dan
tepung ubi jalar dapat digunakan sebagai
bahan baku alternatif pengganti tepung
tapioka.
339
Kadar lemak yang didapatkan
sangat kecil kadarnya bahkan dari bahan
baku tepung tapioka tidak mengandung
lemak sama sekali. Hal ini mungkin
disebabkan karena kadar lemak yang
terdapat pada bahan baku juga memang
sedikit. Lemak mempunyai sifat yang
tidak larut dalam air, sehingga bila suatu
produk mengandung kadar lemak yang
tinggi maka produk tersebut akan sulit
larut dalam air. Hal ini berbanding
terbalik dengan sifat dari glukosa cair
yang sangat mudah larut dalam air. Maka
dari itu wajar bila kandungan lemak
dalam glukosa cair kadarnya sangat kecil.
Kadar protein yang terkandung
dalam bahan baku tepung tapioka, tepung
jagung maupun tepung ubi jalar memang
kecil bila dilihat pada literatur yang ada.
Rata-rata kadar protein dari ketiga tepung
tersebut sekitar 0,5% – 4%. Pada proses
pembuatan glukosa cair hanya proses
hidrolisis yang terjadi sehingga tidak ada
kemungkinan untuk naiknya kadar
protein pada produk akhir.
Kadar karbohidrat yang tertinggi
adalah berasal glukosa cair yang
berbahan baku tepung tapioka. Bila
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut terhadap metode pembuatan
glukosa cair ini terutama pada proses
hidrolisis. Suhu, lama pemanasan dan
8
konsentrasi asam yang digunakan harus
lebih dioptimalkan supaya proses
hidrolisis bisa berlangsung dengan
sempurna.
Junk dan Pancoast. 1973. Handbook of
sugar. The AVI publishing
company,
Inc.
Westport,
connecticut.
Lutfika, Ervin. 2006. Evaluasi Mutu Gizi
Dan Indeks Glikemik Produk
Olahan
Panggang
Berbahan
Dasar Tepung Ubi Jalar (Ipomoea
batatas
L.)
Klon
Unggul
BB00105.10. Skripsi. Fakultas
Teknologi
Pertanian.
Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Muchtadi,
Tien
dan
Fitriyono
Agustaningwarno. 2010. Teknologi
Proses
Pengolahan
Pangan.
Alfabeta. Bogor.
Pangki, Sukarsih Andi. 2009. Brownies
Kukus dari Ubi Jalar. HomeEC
(Jurnal
Teknologi
Kerumah
tanggaan) Vol. 8, No. 1. Bandung.
Syarief, Rizal Dan Anies Irawati, 1988.
Pengetahuan
Bahan
Untuk
Industri Pertanian. Mediyatama
Sarana Prakasa. Jakarta.
Tjokroadikoesoemo, P.S. 1986. HFS dan
Industri Ubi Kayu Lainnya. hlm
160. PT Gramedia. Jakarta.
Waters Coporation. 2010. Instruction
Manual of High Performance
Karbohidrat Column. USA.
Wilbraham, A.C. dan M.S. Matta.1992.
Kimia Organik dan Hayati.
Terjemahan. Institut Teknologi
Bandung. Bandung.
Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan
Gizi. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Winarno, F.G dan T.S. Rahayau. 1994.
Bahan Makanan Tambahan Untuk
Makanan
dan
Kontaminan.
Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
DAFTAR PUSTAKA
Alikonis, J.J. 1979. Candy Technology.
The AVI Publish Company, Inc.
Westport, Conecticut.
AOAC. 2005. Official Methods of
Analysis of The Association of
Official Analytical Chemistry.
AOAC Int, Washington D.C.
Astawan,
Made.
2009.
Panduan
Karbohidrat Terlengkap. Dian
Rakyat. Jakarta.
Belitz, HD, Grosch, W, dan Schieberle,P.
2008. Food Chemistry 4th revised
and extended ed. Springer.
Munchen, Germany.
Bernard, W.M. 1989. Chocolate, Cocoa
and Confectionery Science and
Technology 3rd ed. The AVI Publ.
New York.
Budiyah. 2005. Pemanfaatan Pati Dan
Protein Jagung (Corn Gluten
Meal) Pembuatan Mie Jagung
Instan. Departemen Teknologi
Pertanian dan Gizi Fakultas
Teknologi
Pertanian.
Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Fennema, Owen R. 1996. Food
Chemistry
Third
Edition.
University of Wisconsin-Madison.
Madison, Wisconsin, USA.
Herschdoerfer, S.M. 1972. Quality
Control in Food Industry Vol 3.
Academic Press. London and New
York.
Hyvonen, L., & Koivistoinen, P. 1982.
"Fructose in Food Systems". di
dalam Birch, G.G. & Parker, K.J.
Nutritive Sweeteners. London &
New Jersey: Applied Science
Publishers. hlm. 133–144. London.
Jackson, E.B. 1995. Sugar Confectionery
Manufacture. Blackie Academic
and Profesional. London.
Joseph, G. 2002. Manfaat Serat Makanan
Bagi Kesehatan Kita. Makalah
Falsafah
Sains.
Program
Pascasarjana IPB. Bogor
9
Download