MAKALAH INTELIGENSI PSIKOLOGI KOGNITIF BAB I

advertisement
MAKALAH INTELIGENSI PSIKOLOGI KOGNITIF
BAB I
PENDAHULUAN
1. A. Latar Belakang
Psikologi kognitif adalah salah satu cabang dari ilmu psikologi yang khusus mempelajar tentang
kognisi. Kognisi sendiri adalah proses fikir/berpikir. Kognisi terdiri dari berbagai macam jenisnya.
Antara lain persepsi, ingatan, pengetahuan umum, pembentukan konsep, penalaran, pembuatan
keputusan, peecahan masalah, inteligensi, kreativitas, dan lain-lain.
Makalah ini akan menjelaskan secara khusus tentang salah satu aspek dari kognisi, yaitu inteligensi.
Inteligensi adalah salah satu kemampuan mental, pikiran atau intelektual manusia. Inteligensi
merupakan bagian dari proses-proses kognitif pada urutan yang lebih tinggi (higher order cognition).
Secara umum inteligensi sering disebut kecerdasan, sehingga orang yang memiliki inteligensi yang
tinggi sering disebut orang cerdas atau jenius.
Makalah ini akan menjelaskan tentang inteligensi sebagai kemampuan, bagaimanakah perilaku
inteligen itu, teori-teori inteligensi, indikator perilaku inteligen dalam pemrosesan informasi.
1. B.
Tujuan
A. Untuk mengetahu tentang inteligensi sebagai kemampuan
B. Untuk menjelaskan tentang perilaku inteligen
C. Untuk mengetahui macam-macam teori inteligensi
D. Untuk mengetahui indikator perilaku inteligen di dalam memproses informasi
1. C. Rumusan Masalah
A. Bagaimanakah penjelasan dari inteligensi sebagai kemampuan?
B. Apakah yang dimaksud perilaku inteligen?
C. Apa sajakah macam teori inteligensi?
D. Bagaimanakah penjelasan dari masing-masing teori inteligensi?
E. Apa sajakah indikator perilaku inteligen di dalam memproses informasi?
BAB II
ISI
Inteligensi adalah salah satu kemampuan mental, pikiran atau intelektual manusia. Inteligensi
merupakan bagian dari proses-proses kognitif pada urutan yang lebih tinggi (higher order cognition).
Secara umum inteligensi sering disebut kecerdasan, sehingga orang yang memiliki inteligensi yang
tinggi sering disebut orang cerdas atau jenius.
Para ahli belum ada kesatuan pendapat tentang definisi inteligensi. Menurut Solso (1988), Inteligensi
adalah kemampuan memperoleh dan menggali pengetahuan; menggunakan pengetahuan untuk
memahali konsep-konsep konkret dan abstrak, dan menghubungkan di antara objek-objek dan
gagasan-gagasan; menggunakan pengetahuan dengan cara-cara yang lebih berguna (in a meaningful
way) atau efektif.
Inteligensi sebagai Kemampuan
Nickerson, Perkins, dan Smith (dalam Solso, 1988) membuat daftar kemampuan yang mereka
percayai sebagai representasi dari inteligensi manusia. Sebagai berikut:

Kemampuan Mengklasifikasikan Pola-pola Objek
Orang dengan inteligensi normal mampu mengenali dan mengklasifikasikan stimulus-stimulus yang
tidak identik ke dalam satu kelas atau rumpun.

Kemampuan Beradaptasi (Kemampuan Belajar)
Kemampuan belajar dan memodifikasi perilaku agar dapat beradaptasi dengan lingkungan
merupakan hal yang penting bagi inteligensi manusia.

Kemampuan Menalar secara Deduktif
Orang yang inteligen mampu menarik kesimpulan tertentu berdasarkan premis-premis yang
mendahului.

Kemampuan Menalar secara Induktif
Penalaran Induktif meminta seseorang menarik kesimpulan di balik informasi yang diberikan atau
terbatas. Penalaran ini meminta seseorang untuk menemukan aturan-aturan atau prinsip-prinsip
tertentu berdasarkan contoh-contoh khusus.

Kemampuan Mengembangkan dan Menggunakan Konsep
Meliputi bagaimana seseorang membentuk suatu kesan-pemahaman mengenai cara-cara suatu
objek bekerja atau berfungsi, dan bagaimana menggunakan model itu untuk memahami dan
menginterpretasi kejadian-kejadian.

Kemampuan Memahami
Berkaitan dengan kemampuan melihat adanya hubungan atau relasi dalam suatu permasalahan, dan
kegunaan-kegunaan hubungan ini bagi pemecahan masalah itu. Keabsahan kemampuan memahami
ini merupakan bagian yang menonjol di dalam tugas-tugas pada tes inteligensi.
Karakteristik Perilaku Inteligen
Wechsler (1975), ada tiga karakteristik perilaku inteligen (intelligent behavior).
1)
Adanya kesadaran (condition of awareness).
Orang menyadari tindakan-tindakannya dan cara-cara yang ditempuh, hal ini berbeda dengan
perilaku instink dan reflek.
2) Perilaku inteligen selalu mempunyai tujuan atau diarahkan pada sasaran tertentu (goal
directed), bukan dilakukan secara acak (random).
3) Perilaku inteligen adalah rasional; kemampuan untuk berpikir logis dan konsisten, sehingga
dapat dipahami.
4) Perilaku inteligen harus memiliki nilai (makna) dan kegunaan, paling sedikit hal ini menurut
kesepakatan pendapat kelompok.
Sternberg (1985), melakukan penelitian kepada 200 objek penelitian dan kepada mereka diberikan
pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan beberapa karakteristik perilaku inteligen. Dan
hasilnya karakteristik perilaku inteligen dibedakan menjadi tiga dimensi, yaitu:

Dimensi 1. Kemampuan memecahkan masalah praktis
1. Cenderung melihat kesinambungan tujuan dan menyelesaikannya.
2. Mampu membedakan dengan baik antara jawaban yang benar dan yang salah.
3. Memiliki kemampuan memecahkan masalah dengan baik.
4. Memiliki kemampuan mengubah arah dan menggunakan prosedur yang lain.
5. Memiliki rasionalitas: kemampuan menalar secara jernih.
6. Mampu menerapkan pengetahuan untuk masalah-masalah khusus.
7. Memiliki kemampuan yang unik dalam memandang suatu maslah atau situasi dan
memecahkannya.
8. Memiliki pikiran yang logis.

Dimensi 2. Keseimbangan dan integrasi intelektual
1. Memiliki kemampuan untuk mengorganisasikan adanya kesamaan-kesamaan dan
perbedaan-perbedaan.
2. Membuat hubungan-hubungan dan perbedaan-perbedaan antara berbagai gagasan dan
segala hal.
3. Mendengarkan (memperhatikan) semua segi dari suatu issue.
4. Mampu memahami gagasan-gagasan yang abstrak dan memfokuskan pikirannya kepada
gagasan-gagasan itu.
5. Mampu melihat segala hal dan menemukan benang merahnya.
6. Cepa mengerti atau tanggap terhadap suatu persoalan.
7. Memiliki kemampuan untuk mengintegrasikan informasi.
8. Memiliki kemampuan untuk memahami situasi-situasi yang kompleks.

Dimensi 3. Inteligensi konstektual
1. Belajar, mengingat, dan memperoleh informasi dari kesalahan-kasalahan dan keberhasilankeberhasilan masa lalu.
2. Memiliki kemampuan untuk memahami dan menginterpretasikan lingkungannya.
3. Mengetahui apa yang harus dilakukan di dalam kehidupan ini.
Sternberg menyimpulkan bahwa sebenarnya orang-orang yang telah memiliki teori mengenai
perilaku-perilaku yang dianggap inteligen atau cerdas yang disebut informal theory of
intelligence(teori informal tentang inteligensi).

Teori-teori Intelegensia
Teori Faktor
Spearman mengembangkan teori dua faktor dalam kemempun mental manusia. Pertama adalah
faktir kemampuan umum yang disebut faktor “g”. Kemampuan menyelesaikan tugas atau masalag
secara umum, misalnya kemampuan mengerjakan soal-soal matematika. Kedua adalah kemampuan
khusus yang disebut faktor “s”; kemampuan menyelesaikan masalah atau tugas-tugas khusus,
misalnya mengerjakan sosl-soal perkalian atau penambahan dalam matematika.
Cettel (dalam Hakstian dan Cettel, 1978) mengembangkan teori triadik tentang struktur kemampuan
mental, yang meliputi: kapabilitas umum, kemampuan provincial, kemampuan agensi. Teori triadic
ini didukung oleh hasil penelitian Hakstian dan Cettel.
Teori Struktur Intelektual
Salah satu teori faktor yang cukup komplek dan terkenal adalah teori struktur intelektual yang
dikembangkan oleh Guilford (1967,1985). Menurut teori SOI (Structure of intellect) ini, inteligensi
didefinisikan sebagai suatu kumpulan yang sistematik mengenai kemampuan-kemampuan atau
fungsi-fungsi intelektual untuk memproses informasi yang beraneka macam di dalam berbagai
bentuk. Istilah kemampuan ini digunakan di dalam konteks perbedaan-perbedaan individu dan
fungsi-fungsi bagi perilaku individu.
Definisi inteligensi ini mengandung implikasi, bahwa masing-masing kemampuan dasar diidentifikasi
melalui konjungsi tiga variable atau facets. Tiap tiap kemampuan memiliki jenis keunikan tersendiri
di dalam aktivitas mental atau pikiran (operation), isi informasi (content), dan hasil informasi (
product).
Penjelasan mengenai ketiga dimensi dari inteligensi manusia menurut teori structural:
Operasi Mental (Proses Befikir)
1. Cognition (menyimpan informasi yang lama dan menemukan informasi yang baru).
2. Memory Retention (ingatan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari).
3. Memory Recording (ingatan yang segera).
4. Divergent Production (berfikir melebar atau banyak kemungkinan jawaban/ alternatif).
5. Convergent Production (berfikir memusat atau hanya satu kemungkinan jawaban/alternatif).
6. Evaluation (mengambil keputusan tentang apakah suatu itu baik, akurat, atau memadai).
Content (Isi yang Dipikirkan)
1. Visual (bentuk konkret atau gambaran).
2. Auditory.
3. Word Meaning (semantic).
4. Symbolic (informasi dalam bentuk lambang, kata-kata atau angka dan notasi musik).
5. Behavioral (interaksi non verbal yang diperoleh melalui penginderaan, ekspresi muka atau
suara).
Contoh : Sejak umur 3 tahun anakku sudah mampu membaca. 7 bulan kemudian semua
kata berbahasa Indonesia dapat dibacanya dengan baik. Layaknya anak di bangku sekolah dasar.
Karena jenis tulisan favoritnya adalah dongeng atau cerita anak, ditambahkannya mimik dan
intonasi untuk menggambarkan pembedaan tokoh. Lambat laun kerap muncul pertanyaan seputar
kata yang belum dipahaminya. Kadang dilemparkannya dengan emosi, misalnya: “Kenapa sih, anak
itu tidak mau meminjamkan mainannya? Ara aja mau kasih pinjam mainan ke teman-teman.”
Ilustrasi riil di atas menggambarkan tercapainya parameter konten menurut struktur kemampuan
intelektual menurut Guilford (1982); digambarkan sebagai kelompok (tipe) informasi, seperti:
berwujud, simbolik, semantik, menggambarkan perilaku dan merupakan interaksi nonverbal
individu. Singkat kata, model ‘Guilford’ menunjukkan halaman yang sebenarnya tidak baru dalam
pendidikan dan konsep keberbakatan. Sebuah rasionalisasi pengamatan keberbakatan dari berbagai
segi, yang dihantarkan lewat metode mendongeng atau bercerita bagi anak. Dari sini kita akan
beranjak pada peran vital pendidikan dalam menentukan tidak hanya keberlangsungan masyarakat,
namun juga mengukuhkan identitas individu dalam masyarakat.
Product (Hasil Berfikir)
1. Unit (item tunggal informasi).
2. Kelas (kelompok item yang memiliki sifat-sifat yang sama).
3. Relasi (keterkaitan antar informasi).
4. Sistem (kompleksitas bagian saling berhubungan).
5. Transformasi (perubahan, modifikasi, atau redefinisi informasi).
6. Implikasi (informasi yang merupakan saran dari informasi item lain).
Teori Kognitif
Stenberg (1985) menggunakan teori komponen berdasarkan alur proses-proses kognitif yang terlibat
di dalamnya. Teori komponen ini sering disebut teori pemrosesan informasi. Menurut teori
Stanberg, inteligensi dapat dianalisis kedalam lima komponen: metakomponen, komponen
performansi, komponen akuisisi, dan komponen transfer. Komponen-komponen ini merupakan
langkah –langkah yang harus ditempuh seseorang agar ia dapat memecahkan masalah.
Metakomponen adalah proses pengendalaian yang terletak pada urutan yang lebih tinggi yang
digunakan untuk melaksanakan rencana, memonitor, dan mengevaluasi kerja di dalam suatu tugas.
Metakomponen menunjuk pada pengetahuan yang dimiliki seseorang tentang bagaimana
memecahkan suatu masalah. Oleh karena metakomponen merupakan suatu dasar bagi begitu
banyak tugas-tugas intelektual yang beraneka ragam, Stanberg menganggap bahwa komponen ini
terkait dengan inteligensi umum manusia.
Metakomponen meliputi: 1) Mengenali (recognisi) bahwqa suatu permasalahan muncul. 2)
mengenali hanya pada hakekat masalah. 3) memilih seperangkat urutan yang lebih rendah atau
komponen bukan eksekusi bagi kinerja dalam suatu tugas. 4) memilih strategi untuk mengerjakan
tugas, mengkombinasikan komponen-komponen pada urutan lebih rendah. 5) memilih salah satu
atau lebih mengenai representasi mental tentang informasi. 6) memutuskan bagaimana
mengalokasikan sumber-sumber perhatian. 7) memonitor atau memantau jalur yang ditempuh
kinerja tugas, apa yang telah dilakukan, dan yang perlu dilakukan. 8) memahami umpan balik
internal dan eksternal berkaitan dengan kualitas kinerja dalam tugas. 9) Mengetahui bagaimana
tindakan atas umpan balik yang diterima itu dan berakhir. 10) mengimplementasikan tindakan
sebagai hasil dari umpan balik itu.
Komponen kinerja adalah proses-prose pada urutan lebih rendah yang digunakan untuk
melaksanakan berbagai strategi bagi kinerja dalam tugas. Tiga contoh komponen-komponen ini
adalah: 1) enconding terhadap suatu stimulus. 2) inferring (penarikan kesimpulan) mengenai
hubungan-hubungan antara dua stimulus yang serupa pada bagian-bagian tertentu dan berbeda
pada bagian-bagian lainnya. 3) applying (penerapan) kesimpulan itu terhadap situasi baru.
Komponen- komponen perolehan pengetahuan
Komponen- komponen perolehan pengetahuan adalah proses- proses yang terlibat dalam
mempelajari informasi baru dan penyimpanannya di dalam ingatan. Koponen ini meliputi :
1. Selective encoding (pemberin kode secara selektif), yaitu informasi baru yang relevan
diambil atau dipisahkan dari informasi baru yang tidak relevan.
2. Selective combination , yatiu informasi yang telah diberi kode secara selektif kemudian
dikombinasikan menurut cara- cara tertentu untuk memaksimalkan hubungan.
3. Selective comparison, yaitu apa yang telah dikombinasikan itu lalu dihubungkan dengan
informasi yang sudah tersimpan di dalam ingatan, untuk memaksimalkan hubungan struktur
pengetahuan yang sebelumnya sudah dibentuk.
Ketiga komponen itu saling berintekasi untuk mencapai pemecahan masalah atau tujuan lain, dan
dapat digambarkan interaksinya melalui empat cara yaitu:
1. Diaktifkan langsung oleh komponen lain
2. Diaktifkan secara tidak langsung oleh komponen lain melalui perantara komponen ketiga
3. Umpan balik langsung diberikan oleh komponen lain
4. Umpan balik tidak langsung diberikan kepada suatu komponen terhadap yang lain melalui
perantara komponen ketiga.
Menurut Stenberg diajukan enam sumber pertanyaan individu dalam memproses informasi
1. Komponen
2. Aturan kombinasi untuk komponen
3. Urutan proses komponen
4. Model proses komponen
5. Waktu komponen atau akurasi
6. Representasi mental pada tindakan komponen
Masih menurut pandangan kognitif Stenberg , 1985a kemampuan- kemampuan mental atau
inteligensi manusia meliputi :
1. Kemampuan verbal- pemahaman dan kelancaran verbal (bahasa)
2. Kemampuan kuantitatif- berhitung, komputasi, dan pemecahan masalah
3. Kemampuan belajar- pembentukan konsep, menggunakan pengetahuan dan transfer jarak
jauh
4. Kemampuan penalaran induktif- analogi dan generalisasi
5. Kemampuan penalaran deduktif- silogisme kategorik, silogisme linier, dan penalaran
kondusional
6. Kemampuan ruang (spatial ability)- orientasi ruang, hubungan- hubungan keruangan dan
visuaisasi ruang
Inteligensi menurut senberg ini tidak terlalu berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh Nickerson,
Perkins dan Smith, perbedaan yang paling penting adalah kemampuan kuantitatif dan kemampuan
ruang.
Teori inteligenesi majemuk (multiple intelligences)
Teori ini dikembangkan oleh Howard Gadner pada awal tahun 1980-an. Ia tidak puas dengan model
kecerdasan tunggal yang didasari oleh konsep IQ (intelligent quotient) yang secara traditional
dipegang teguh. Sebelum mengembangkan teorinya, Garner (2003) telah melakukan serangkaian
penelitian dan pengamatan tehadap orang- orang normal dan tidak normal. Berdasarkan hasil
penelitian tersebutlah dikembangkan teori inteligensi majemuk (multiple intelligences). Menurut
Gardner inteligensi didefinisikan sebagai kemampuan untuk menyelesaikan atau memecahkan
masalah dan menciptakan produk (karya). Dalam teorinya ia mengemukakan, paling sedikit tujuh
jenis inteligensi atau kecerdasan yang dimiliki manusia secara alami.
1. Inteligensi bahasa (verbal or linguistic intelligence)
Inteligensi bahasa adalah kemampuan memaanipulasi kata- kata di dalam bentu lisan dan tulisan,
misalnya membuat puisi.
1. Inteligensi matematika- logka (mathemaical- logical intelligence)
Kemampuan memanipulasi sistem- sistem angka dan konsep- konsep menurut logika, disamping
juga ilmu pengetahauan.
1. Inteligensi ruang (space intelligence)
Kemampuan untuk melihat dan memanipulasi pola- pola dan rancangna- rancangan.
1. Inteligensi gerak tubuh (bodily- kinesthetic intelligence)
Kemampuan untuk menggunakan tubuh dan gerak.
1. Inteligensi intrapersonal
Kemampuan untuk memahami perasaan- perasaan sendiri, refleksi pengetahuan batin dan
filosofinya.
1. Inteligensi interpersonal
Kemampuan memahami orang lain, pikiran maupun perasaan- perasaannya
Orang- orang yang sukses di dalam suatu bidang atau kehidupan memrlukan kombinasi kecerdasan.
Oleh karena setiap peran budaya ,e,erlukan beberapa inteligensi, maka penting untuk menganggap
setiap individu atau orang memiliki sekumpulan inteligensi, bukan memiliki inteligensi untuk
menyelesaikan masalah tunggal yang dapat diukur secara langsung melalui tes yang menggunakan
pensil dan kertas seperti yang sudah lazim di dalam tes- tes inteligensi.
Sebuah penelitian oleh Jone dan Day (1997) yang membedakan inteligensi akademik dan inteligesi
non akademik. Penellitian ini dimaksudkan untuk menguji apakah memang berbeda antara
inteligensi akademik dan inteligensi kognitif sosial. Inteligensi akademik meliputi kemampuan
pengetahuan sosial deklaratif dan prosedural, misalnya pengetahuan tantang apa saja yang terjadi
dan yang harus dilakukan, atau dikatakan di dalam situasi- situasi sosial yang sudah familiar secara
akademik. Sedangkan inteligensi non akademik meliputi inteligensi praktis, sosial, interpersonal dan
intrapersonal.
Penelitian tersebut menemukan bahwa pengetahuan sosial yang mengkristal (crystalized problem
solving) tidak dapat dibedakan dengan pemecahan- pemecahan masalah akademik (academic
problem solving). Hasil dari data yang diberikan dari guru bahwa penerapan ilmu pengetahuan
secara fleksibel merupakan aspek penting dari kompetensi sosial. Suatu kemmampuan manusia
utnuk menerapkan sengetahuan sosial secara fleksibel tehadap situasi- situasi sosial yang dijumpai.
Maka dapat disimpulkan bahwa adanya perberdaan adara inteligansi sosial san inteigensi akademik.
Hasil penelitian tersebut didukung oleh teori Gardneryang diantaranya dikemukakan adanya jenis
inteligensi intrapersonal dan inteligensi interpersonal. Kedua inteligensi ini dikembangkan lagi oleh
Goleman (1996) digabungkan atau dikembangkan menjadi satu jenis inteligensi yang disebut
inteligensi emosional (emotional intelligences). Inteligense yang dimaksud meiputi lima wilayah,
yaitu:
1. Kemmapuan mengenali emosi diri
2. Mengelola emosi
3. Memotivasi diri
4. Mengenali emosi orang lain
5. Membina hubungan
Berkaitan dengan inteliggensi emosional ini, Caruso, Mayer, dan Salovery (2002) telah melakukan
penelitian untuk menguji apakah inteligensi emosional termasuk dimensi kemampuan atau
kepribadian. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa inteligensi emosional merupakan bagian dari
kemampuan mental manusia (human mental ability) atau inteligensi, dan relatif terpisah dari sifatsifat kepribadian (personality traits).
Intelegensi dan Pemrosesan Informasi
Barangkali suatu cara yang lebih mudah untuk mengetahui atau memperkirakan apakah seseorang
memiliki intelegensi tinggi atau tidak, kita dapat mengamati secara langsung pada waktu orang itu
memproses informasi. Apakah perilaku orang itu menunjukkan indikator-indikator penting dari suatu
perilaku inteligen. Berdasarkan hasil-hasil penelitian mengenai kemampuan memproses informasi,
maka indikator-indikator penting itu paling sedikit adalah berkaitan dengan ingatan jangka pendek,
pengetahuan umum, penalaran dan pemecahan masalah, dan perilaku adaptasi (Schunn dan Reder,
2001; Solso, 1987).
Ingatan jangka pendek. Orang-orang yang memiliki inteligensi tinggi cenderung lebih cepat dan
akurat di dalam memproses informasi jika dibandingkan dengan mereka yang memiliki inteligensi
rendah. Hal ini berlaku pada proses menggali kembali atau me-recall pengetahuan dari ingatan.
Mereka yang memiliki inteligensi tinggi lebih efisien atau baik di dalam encoding informasi daripada
mereka yang memiliki intelegensi rendah.
Pengetahuan umum (general knowledge). Sejak awal pengembngan tes-tes inteligensi, pengetahuan
umum merupakan bagian penting dari inteligensi manusia. Kemampuan menyimpan informasi di
dalam ingatan dalam bentuk skemayang terorganisasikan dengan baik dan mengakses
kembaliinformasi itu secara efisien, merupakan karakteristik penting dari inteligensi.
Penalaran dan pemecahan masalah (reasoning and problem solving). Hampir semua orang sepakat
bahwa kemampuan penalaran dan pemecahan masalah merupakan komponen penting dari
inteligensi manusia. Pemisahan keduanya sebenarnya lebih ditujukan untuk keperluan analisis.
Penalaran dicirikan adanya usaha mengkombinasikan elemen0elemen informasi yang diketahui
untuk menghasilkan informasi baru. Informasi dapat datang dari eksternal (luar) misalnya buku,
televisi, surat kabar, dan orang lain, atau internal (dari dalam diri) yakni pengetahuan yang telah
disimpan di dalam ingatan.
Adaptasi (adaptiveness). Tingkat inteligensi seseorang juga dapat dilihat dari kemampuan
beradaptasi. Kemampuan beradaptasi merupakan suatu kemampuan yag sangat kompleks, karena di
dalamnya melibatkan sejumlah fungsi intelektual misalnya penalaran, ingatan kerja, dan belajar
keterampilan. Dalam hal ini, adaptasi didefinisikan sebagai kemampuan menyesuaikan strategi
(strategy adaptivity) dengan perubahan tuntutan tugas atau lingkungan (termasuk lingkungan baru).
Berkaitan dengan kemampuan adaptasi ini Schunn dan Reder (2001) mengadakan serangkaian
penelitian eksperimental terhadap sejumlah orang di laboratorium pelatihan di pusat angkatan
udara Brooks AS. Mereka diberi tugas memecahkan masalah yang menuntut perubahan strategi
seorang pilot ketika hendak melakukan pendaratan sebuah pesawat di landasan pacu. Berdasarkan
hasil-hasil penelitian ini kemudian mereka menyimpulkan bahwa beberapa faktor yang dapat
dijadikan sebagai prediktor yang baik bagi perilaku adaptasi adalah : (1) Keterampilan penalaran
induktif dan kemampuan belajar keterampilan. Keduanya dapat memprediksi apakah orang-orang
melakukan adaptasi atau tidak. (2) Kapasitas ingatan kerja (working memory), keterampilan
penalaran induktif, dan kemampuan belajar fakta, ketiganya dapat memprediksi seberapa banyak
mereka melakukan adaptasi. (3) Kemampuan belajar keterampilan dan kecepatan memproses
informasi, keduanya dapat memprediksi seberapa cepat mereka melakukan adaptasi.
Hasil-hasil penelitian eksperimen ini memperkuat pemikiran bahwa kemampuan beradaptasi
terutama menghadapi perubahan tuntutan tugas dan lingkungan yang baru merupakan indikator
sangat penting bagi perilaku inteligen. Makin tinggi intelegensi seseorang, makin cepat dan efektif di
dalam menentukan strategi beradaptasi dengan perubahan tugas dan lingkungan yang baru.
Peran Inteligensi bagi kehidupan manusia
Sejak 100 tahun yang lalu “inteligensi umum” (general intelligence) pertamakali diperkenalkan oleh
Spearman pada tahun 1904 sampai sekarang, inteligensi (IQ) masih dianggap relevan ketika orang
hendak membicarakan tentang kemampuan mental umum (GMA – General Mental Ability or
Cognitive ability). Inteligensi merupakan sesuatu yang sangat berguna untuk memahami manusia
secara utuh (Whole Person). Setelah berkembang psikologi modern – positive psychology – maka
sangat pentng bagi ahli-ahli psikologi memanhami psikologi umum. Untuk memelihara kreativitas
dan bentuk-bentuk optimal perkembangan psikologis manusia pada umumnya (Lubinski, 2004).
Selain itu, inteligensi umum juga berperan penting dalam pencapaian kualitas hidup atau kesehatan
dan kesuksesan seseorang di dalam dunia karir serta akademik.
Pandangan tersebut didasarkan pada hasil-hasil penelitian selama ini yang dihimpun oleh para
penulis dalam artikel-artikel edisi khusus (Journal of Prsonality and Social Psychology, Volume 86,
2004), guna memperingati satu abad (100 tahun) setelah Spearman memperkenalkan inteligensi
umum sebagai kemampuan kognitif manusia.
Secara umum hasil penelitian itu menunjukkan peran penting inteligensi umum (G-factor, seperti
yang diukur melalui tes-tes inteligensi umum) di dalam pencapaian karir, kinerja jabatan, kreativitas,
prestasi akademik, dan kualitas kesehatan seseorang. Misalnya, hasil-hasil penelitian yang dihimpun
oleh Schmidt dan Hunter (2004) menunjukkan bahwa inteligensi umum (GMA – General Mental
Ability) dapat memprediksi penacapaian jabatan dan kinerja sseseorang dalam dunia kerja.
Disamping itu, hasil-hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa, inteligensi umum (GMA)
berkorelasi lebih tinggi dengan kinerja jabatan daripada bakat atau kemampuan khusus.
Gambar dibawah menyajikan sebagian dari hasil penelitian tersebut.
hubungan antara kemampuan mental umum (GMA-inteligensi), pengetahuan jabatan, kinerja
jabatan, dan penilaian supervisor pada jabatan sipil dan militer
Juga, hasil-hasil dari penelitian yang dihimpun oleh Kunoel, Hezlett, dan Ones (2004) yang
menggunakan militer analogies test (MAT) menunjukkan bahwa inteligensi umum merupakan
prediktor yang handal bagi prestasi akademik, potensi karir, kreativitas, dan kinerja seseorang.
Dengan demikian, inteligensi sebagai kemampuan kognitif atau intelektual merupakan suatu yang
esensial bagi keberhasilan hidup manusia.
Selain itu, inteligensi juga berpengaruh terhadap kualitas kesehatan seseorang dan hidup pada
umumnya. Hasil-hasil penelitian yang dihimpun oleh Deary, dkk (2004) menunjukkan bahwa
inteligensi (yang diukur) ketika usia anak-anak dapat menjadi prediktor yang handal bagi kualitas
kesehatan mereka ketika pada usia tua dan kematian. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
anak-anak yang memiliki inteligensi (IQ) tinggi, ketika memasuki usia tua cenderung memiliki
kesehatan lebih baik dan berumur lebih panjang apabila dibandingkan dengan mereka yang memiliki
inteligensi rendah.
Inteligensi Sebagai Faktor Genetik atau Lingkungan
Pertanyaan mengenai apakah inteligensi merupakan kemampuan genetik (faktor keturunan) atau
faktor lingkungan, sampai saat ini masih dalam perdebatan. Kecenderungan hasil-hasil penelitian
genetik menunjukkan bahwa baik faktor genetik atau keturunan (herditas) maupun lingkungan
memberi andil terhadap inteligensi yang dimiliki seseorang. Meski demikian, faktor genetik memberi
andil yang lebih besar (berkisar antara 50%-80%) terhadap inteligensi seseorang daripada faktor
lingkungan. Didalam perspektif perkembangan, pengaruh terbesar dari lingkungan terhadap
inteligensi terjadi ketika masa anak-anak (childhood), kemudian mengalami penurunan setelah umur
mereka bertambah dewasa. Sebaliknya, makin bertambah dewasa usia anak maka faktor genetik
makin besar pengaruhnya terhadap inteligensi (Plomin & Spinath, 2004).
BAB III
KESIMPULAN
Di dalam perpektif pemrosesan informasi, inteligensi merupakan bagian dari proses-proses kognitif
yang lebih tinggi. Inteligensi adalah kemampuan intelektual manusia, dan dapat disebut sebagai
kemampuan memproses informasi, memahami informasi, menyimpannya sebagai pengetahuan
dalam bentuk yang terorganisasikan secara baik, kemudian mengakses informasi untuk merespon
suatu tugas.
Inteligensi manusia dapat meliputi kemampuan memahami, mengklasifikasikan objek-objek,
menalar secara logis baik deduktif maupun induktif, beradaptasi atau belajar, dan mengembangkan
konsep-konsep tentang sesuatu dan menggunakannya untuk menerangkan dan menginterpretasi
kejadian-kejadian di lingkungannya.
Teori inteligensi dapat dibedakan : teori faktor dan teori kognitif atau pemrosesan informasi.
Dewasa ini para ahli mulai memandang bahwa inteligensi manusia bukan bersifat tunggal seperti
pada IQ, tapi bermacam-macam dan berjumlah banyak, sehingga melahirkan teori-teori baru,
misalnya inteligensi majemuk, inteligensi sosial, dan inteligensi emosional.
Indikator perilaku inteligen antara lain adalah kecepatan memproses informasi dan mengakses
informasi yang tersimpan di dalam ingatan, menalar sesuatu dengan baik dan logis, serta
memecahkan masalah-masalah praktis.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang dihimpun para ahli, inteligensi umum (IQ) mempunyai peran
penting di dalam aspek kehidupan manusia, misalnya pencapaian karir, kinerja jabatan, prestasi
akademik, kreativitas, dan kualitas kesehatan.
Download