Konsep diri

advertisement
Konsep diri dapat didefinisikan secara umum sebagai keyakinan, pandangan atau penilaian
seseorang terhadap dirinya. Menurut Rogers konsep diri merupakan konseptual yang
terorganisasi dan konsisten yang terdiri dari persepsi-persepsi tentang sifat-sifat dari ’diri subjek’
atau ’diri objek’ dan persepsi-persepsi tentang hubungan-hubungan antar ’diri subjek’ diri objek’
dengan orang lain dan dengan berbagai aspek kehidupan beserta nilai-nilai yang melekat pada
persepsi-perseepsi
ini
(Lindzey
&
Hall,
1993;201).
Jika manusia mempersepsikan dirinya, bereaksi terhadap dirinya, memberi arti dan penilaian
serta membentuk abstraksi pada dirinya sendiri, hal ini menunjukan suatu kesadaran diri dan
kemampuan untuk keluar dari dirinya untuk melihat dirinya sebaimana ia lakukan terhadap
objek-objek lain. Diri yang dilihat, dihayati, dialami ini disebut sebagai konsep diri (Fitts, dalam
Agustiani,
2006:139).
Menurut Hurlock (1978:237), pemahaman atau gambaran seseorang mengenai dirinya dapat
dilihat dari dua aspek, yaitu aspek fisik dan aspek psikologis. Gambaran fisik diri menurut
Hurlock, terjadi dari konsep yang dimiliki individu tentang penampilannya, kesesuaian dengan
seksnya, arti penting tubuhnya dalam hubungan dengan perilakunya, dan gengsi yang diberikan
tubuhnya di mata orang lain. Sedangkan gambaran psikis diri atau psikologis terdiri dari konsep
individu tentang kemampuan dan ketidakmampuannya, harga dirinya dan hubungannya dengan
orang
lain.
Menurut Hurlock (1978:238), konsep diri yang positif akan berkembang jika seseorang
mengembangkan sifat-sifat yang berkaitan dengan ‘good self esteem’, ‘good self confidence’,
dan kemampuan melihat diri secara realistik. Sifat-sifat ini memungkinkan seseorang untuk
berhubungan dengan orang lain secara akurat dan mengarah pada penyesuaian diri yang baik.
Seseorang dengan konsep diri yang positif akan terlihat optimis, penuh percaya diri dan selalu
bersikap
positip
terhadap
segala
sesuatu.
Sebaliknya konsep diri yang negatif menurut Hurlock (1978:238) akan muncul jika seseorang
mengembangkan perasaan rendah diri, merasa ragu, kurang pasti serta kurang percaya diri.
Seseorang dikatakan mempunyai konsep diri negatif jika ia meyakini dan memandang bahwa
dirinya lemah, tidak berdaya, tidak dapat berbuat apa-apa, tidak kompeten, gagal, malang, tidak
menarik,
tidak
disukai
dan
tidak
memiliki
daya
tarik
terhadap
hidup.
Jadi konsep diri merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya secara menyeluruh. Konsep diri
penting dalam mengarahkan interaksi seseorang dengan lingkungannya mempengaruhi
pembentukan konsep diri orang tersebut.
Pembentukan Konsep Diri
Konsep diri tidak dibawa sejak lahir tetapi secara bertahap sedikit demi sedikit timbul sejalan
dengan berkembangnya kemampuan persepsi individu. Konsep diri manusia terbentuk melalui
proses belajar sejak masa pertumbuhan seseorang dari kecil hingga dewasa. Bayi yang baru lahir
tidak memiliki konsep diri karena mereka tidak dapat membedakan antara dirinya dengan
lingkungannya. Menurut Allport (dalam Skripsi Darmayekti, 2006:21) bayi yang baru lahir tidak
mengetahuui
tentang
dirinya.
Rahmat (2000: 100), menjelaskan bahwa konsep diri bukan hanya sekedar gambaran deskriptif,
tapi juga penilaian diri anda tentang diri anda. Jadi konsep diri meliputi apa yang anda pikirkan
dan apa yang anda rasakan tentang diri anda. Adanya proses perkembangan konsep diri
menunjukan bahwa konsep diri seseorang tidak langsung dan menetap, tetapi merupakan suatu
keadaan yang mempunyai proses pembentukan dan masih dapat berubah.
Faktor-faktor Pembentukan Konsep Diri
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan dan perkembangan konsep diri,
antara
lain:
a.
Usia
Konsep diri terbentuk seiring dengan bertambahnya usia, dimana perbedaan ini lebih banyak
berhubungan dengan tugas-tugas perkembangan. Pada masa kanak-kanak, konsep diri seseorang
menyangkut hal-hal disekitar diri dan keluarganya. Pada masa remaja, konsep diri sangat
dipengaruhi
oleh
teman
sebaya
dan
orang
yang
dipujanya.
Sedangkan remaja yang kematangannya terlambat, yang diperlakukan seperti anak-anak, merasa
tidak dipahami sehingga cenderung berperilaku kurang dapat menyesuaikan diri. Sedangkan
masa dewasa konsep dirinya sangat dipengaruhi oleh status sosial dan pekerjaan, dan pada usia
tua konsep dirinya lebih banyak dipengaruhi oleh keadaan fisik, perubahan mental maupun sosial
(Syaiful,
2008).
b.
Inteligensi
Inteligensi mempengaruhi penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungannya, orang lain dan
dirinya sendiri. Semakin tinggi taraf intreligensinya semakain baik penyesuaian dirinya dan lebih
mampu bereaksi terhadap rangsangan lingkungan atau orang lain dengan cara yang dapat
diterima. Hal ini jelas akan meningkatkan konsep dirinya, demikian pula sebaliknya (Syaiful,
2008).
c.
Pendidikan
Seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi akan meningkatkan prestisenya. Jika
prestisenya meningkat maka konsep dirinya akan berubah (Syaiful, 2008).
d.
Status
Sosial
Ekonomi
Status sosial seseorang mempengaruhi bagaimana penerimaan orang lain terhadap dirinya.
Penerimaan lingkungan dapat mempengaruhi konsep diri seseorang. Penerimaan lingkungan
terhadap seseorang cenderung didasarkan pada status sosial ekonominya. Maka dapat dikatakan
individu yang status sosialnya tinggi akan mempunyai konsep diri yang lebih positif
dibandingkan
individu
yang
status
sosialnya
rendah.
Hal ini didukung oleh penelitian Rosenberg terhadap anak-anak dari ekonomi sosial tinggi
menunjukkan bahwa mereka memiliki konsep diri yang tinggi dibandingkan dengan anak-anak
yang berasal dari status ekonomi rendah. Hasilnya adalah 51 % anak dari ekonomi tinggi
mempunyai konsep diri yang tinggi. Dan hanya 38 % anak dari tingkat ekonomi rendah memiliki
tingkat
konsep
diri
yang
tinggi
(dalam
Skripsi
Darmayekti,
2006:21).
e.
Hubungan
Keluarga
Seseorang yang mempunyai hubungan yang erat dengan seorang anggota keluarga akan
mengidentifikasikan diri dengan orang lain dan ingin mengembangkan pola kepribadian yang
sama. Bila tokoh ini sesama jenis, maka akan tergolong untuk mengembangkan konsep diri yang
layak
untuk
jenis
seksnya.
f.
Orang
Lain
Kita mengenal diri kita dengan mengenal orang lain terlebih dahulu. Bagaimana anda mengenal
diri saya, akan membentuk konsep diri saya. Sullivan (dalam Rakhmat, 2005:101) menjelaskan
bahwa individu diterima orang lain, dihormati dan disenangi karena keadaan dirinya, individu
akan
cenderung
bersikap
menghormati
dan
menerima
dirinya.
Sebaliknya, bila orang lain selalu meremehkan dirinya, menyalahkan dan menolaknya, ia akan
cenderung tidak akan menyenangi dirinya. Miyamoto dan Dornbusch (dalam Rakhmat,
2005:101) mencoba mengkorelasikan penilaian orang lain terhadap dirinya sendiri dengan skala
lima angka dari yang palin jelek sampai yang paling baik. Yang dinilai adalah kecerdasan,
kepercayaan diri, daya tarik fisik, dan kesukaan orang lain terhadap dirinya.
Dengan skala yang sama mereka juga menilai orang lain. Ternyata, orang-orang yang dinilai
baik oleh orang lain, cenderung memberikan skor yang tinggi juga dalam menilai dirinya.
Artinya, harga diri sesuai dengan penilaian orang lain terhadap dirinya.
g.
Kelompok
Rujukan
(Reference
Group)
Yaitu kelompok yang secara emosional mengikat individu, dan berpengaruh terhadap
perkembangan konsep dirinya. Menurut Brooks dan Emmert (dalam Rakhmat, 2005:105), ciri
orang yang memiliki konsep diri negatif ialah peka terhadap kritik, responsif sekali terhadap
pujian, mempunyai sikap hiperkritis, cenderung merasa tidak disenagi orang lain, merasa tidak
diperhatikan,
Sebaliknya,
dan
orang
bersikap
yang memilikii
pesimis
konsep diri
terhadap
positif ditandai
kompetisi.
dengan lima
hal:
1)
Kemampuan
mengatasi
masalah.
2)
Merasa
setara
dengan
orang
lain.
3)
Menerima
pujian
tanpa
rasa
malu.
4) Menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang
tidak
seluruhnya
disetujui
masyarakat.
5) Mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian
yang
tidak
disenanginya
dan
berusaha
mengubahnya.
Hamachek (dalam Rahmat, 2000: 106) menyebutkan 11 karakteristik orang yang mempunyai
konsep
diri
positif:
1. Meyakini betul nilai-nilai dan prinsip-psinsip tertentu serta bersedia mempertahankannya,
walaupun menghadapi pendapat kelompok yang kuat. Tapi ia juga merasa dirinya cukup tangguh
untuk mengubah prinsip-prinsip itu bila pengalaman dan bukti-bukti baru menunjukkan ia salah.
2. Mampu bertindak berdasarkan penelitian yang baik tanpa merasa bersalah yang berlebihlebihan, atau menyesali tindakannya jika orang lain tidak menyetujui tindakannya.
3. Tidak menghabiskan waktu yang tidak perlu untuk mencemaskan apa yang akan terjadi besok,
apa yang telah terjadi waktu yang lalu, dan apa yang sedang terjadi waktu sekarang.
4. Memiliki keyakinan pada kemampuannya untuk mengatasi persoalan, bahkan ketika ia
menghadapi
kagagalan
atau
kemunduran.
5. Merasa sama dengan orang lain, sebagai manusia tidak tinggi atau rendah, walaupun terdapat
perbedaan dalam kemampuan tertentu, latar belakang keluarga, atau sikap orang lain
terhadapnya.
6. Sanggup menerima dirinya sebagai orang yang penting dan bernilai bagi orang lain, paling
tidak
bagi
orang-orang
yang
ia
pilih
sebagai
sahabatnya.
7. Dapat menerima pujian tanpa berpura-pura rendah hati, dan menerima penghargaan tanpa
merasa
bersalah.
8.
Cenderung
menolak
usaha
orang
lain
untuk
mendominasinya.
9. Sanggup mengaku kepada orang lain bahwa ia mampu merasakan berbagai dorongan dan
keinginan, dari perasaan marah sampai cinta, dari sedih sampai bahagia, dari kekecewaan yang
mendalam
sampai
kepuasan
yang
mendalam
pula.
10. Mampu menikmati dirinya secara utuh dalam berbagai kegiatan yang meliputi pekerjaan,
permainan, ungkapan diri yang kreatif, persahabatan, atau sekedar mengisi waktu.
11. Peka pada kebutuhan orang lain, pada kebiasaan sosial yang telah diterima, dan terutama
sekali pada gagasan bahwa ia tidak bisa bersenang-senang dengan mengorbankan orang lain.
Download