BUDAYA INTELEGENSI I EKONOMI PERBEDAAN INDIVIDU IMPLIKASI DALAM PEMBELAJARAN INTELEGENS I Inteligensi mempengaruhi penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungannya, orang lain dan dirinya sendiri. Semakin tinggi taraf intreligensinya semakain baik penyesuaian dirinya dan lebih mampu bereaksi terhadap rangsangan lingkungan atau orang lain dengan cara yang dapat diterima. Hal ini jelas akan meningkatkan konsep dirinya, demikian pula sebaliknya .Seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi akan meningkatkan prestisenya. Jika prestisenya meningkat maka konsep dirinya akan berubah (Syaiful, 2008). Status sosial seseorang mempengaruhi bagaimana penerimaan orang lain terhadap dirinya. Penerimaan lingkungan dapat mempengaruhi konsep diri seseorang. Penerimaan lingkungan terhadap seseorang cenderung didasarkan pada status sosial ekonominya. Maka dapat dikatakan individu yang status sosialnya tinggi akan mempunyai konsep diri yang lebih positif dibandingkan individu yang status sosialnya rendah. Hal ini didukung oleh penelitian Rosenberg terhadap anak-anak dari ekonomi sosial tinggi menunjukkan bahwa mereka memiliki konsep diri yang tinggi dibandingkan dengan anak-anak yang berasal dari status ekonomi rendah. Hasilnya adalah 51 % anak dari ekonomi tinggi mempunyai konsep diri yang tinggi. Dan hanya 38 % anak dari tingkat ekonomi rendah memiliki tingkat konsep diri yang tinggi (dalam Skripsi Darmayekti, 2006:21). INTELEGENSI IMPLIKASI DALAM OTAK Kata inteligensi adalah kata yang berasal dari bahasa latin yaitu “ inteligensia “. Sedangkan kata “ inteligensia “ itu sendiri berasal dari kata inter dan lego, inter yang berarti diantara, sedangkan lego berarti memilih. Sehingga inteligensi pada mulanya mempunyai pengertian kemampuan untuk memilih suatu penalaran terhadap fakta atau kebenaran. Untuk memperjelas pengertian inteligensi, maka penulis memaparkan beberapa definisi inteligensi yang di kemukakan oleh beberapa ahli phisikologi maupun pendidik diantaranya : Menurut para ilmuwan, dewasa ini manusia menggunakan 10 persen dari kemampuan otaknya. Dari 10 persen itu sebagian besar hanya mengoptimalkan belahan otak kiri (Stanford Research Institute). Pada dasarnya setiap orang dapat menjadi jenius. Idealnya memang harus dipersiapkan sejak kecil dengan mengaktifkan fungsi otak untuk mengembangkan kecerdasan-kecerdasan yang menunjang proses pembelajaran. Usia remaja juga dapat memberdayakan otak secara optimal, untuk itu kita harus mengetahui terlebih dahulu cara kerja otak tersebut. (Sidiarto L. 2008) Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi inteligensi sehingga mengakibatkan adanya perbedaan inteligensi seseorang dengan yang lainnya yaitu : 1) Pembawaan : pembawaan ditentukan oleh sifat dan ciri-ciri yang dibawa sejak lahir. Batas kesanggupan kita yakni dapat dan tidaknya memecahkan suatu soal atau masalah, pertama-tama ditentukan oleh pembawaan kita. Orang itu ada yang pintar dan ada pula yang bodoh, meskipun sama-sama menerima latihan dan pelajaran yang sama, tetapi perbedaan-perbedaan itu masih tetap ada. 2) Kematangan : Setiap organ di dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan, setiap organ ( fisik maupun psikis ) dapat dikatakan telah matang jika ia telah mencapai kesanggupan untuk menjalankan fungsinya masingmasing. 3) Pembentukan : yaitu segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan inteligensi. 4) Minat dan pembawaan yang khas, minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai kecerdasan otak, diketahui bahwa kecerdasan otak yang bersumber di sistem limbik justru memberikan kontribusi jauh lebih besar dibandingkan dengan kecerdasan yang bersumber dari neokorteks. Terdapat dua kecerdasan yang bersumber selain dari neo kortex yaitu pada emosional di sistem limbik dan spiritual di God spot (temporal). Kontribusi kecerdasan emosional dan spiritual terhadap keberhasilan karir atau hidup seseorang diperkirakan sekitar 80 %, sedangkan sisanya merupakan kontribusi dari kecerdasan rasional. Dari 80 % kontribusi tersebut ternyata spiritual mendominasi sekitar 60 % dan sisanya merupakan kontribusi emosional . Potensi kecerdasan sebagai inti Inteligensi merupakan pusat kreativitas dan inovasi yang dihasilkan oleh suatu fungsi organ otak pada manusia (Cattel,1971 dalam Pasiak 2008). atau manusia dapat beraktifitas bermanfaat yang merupakan kegiatan kreatif dan inovatif berdasar derajat inteligensi yang dimotori oleh otak yang sehat. Beberapa Pengertian Intelegensi menurut Para Ahli dalam Dalyono. 2007) •Intelegnsi sebagai kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan atau belajar dari pengalaman. Dimana manusia hidup dan berinteraksi didalam lingkungannya yang kompleks untuk itu ia memerlukan kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan. •Garrett (1946: 372) mengemukakan Intelegensi itu setidak-tidaknya mencakup kemampuan kemampuan yang diperlukan untuk pemecahan masalah-masalah yang memerlukan pengertian serta mengunakan symbol-simbol. Karena manusia hidup senantiasa menghadapi permasalahan, setiap permasalahan harus dipecahkan agar manusia manusia memperoleh keseimbangan (homeostasis) dalam hidup. •Bischor, 1954 mengemukakan Intelegensi ialah kemampuan untuk memecahkan segala jenis masalah. Defenisi intelegensi yang dikemukakan bischor ini memuat perbedaan dengan defenisi menurut gareet yaitu intelegensi dalam asti khusus sementara bischor dalam artian yang lebih luwes namun bersifat operasional dan fungsional bagi kehidupan manusia. Haidentich 1970 mengemukakan” Intelegensi menyangkut kemampuan untuk belajar dan menggunakan apa yang telah dipelajari dalam usaha penyesuaian terhadap situasi-situasi yang kurang dikenal atau dalam pemecahan masalah-masalah. Dimana manusia yang belajar sering menghadapi situasi-situasi baru serta Sedangkan menurut Jean Piaget, “intelligence atau inteligensi diartikan sama dengan kecerdasan, yaitu seluruh kemampuan berpikir dan bertindak secara adaptif, termasuk kemampuan mental yang kompleks seperti berpikir, mempertimbangkan, menganalisis, mensiotesis, mengevaluasi dan menyelesaikan persoalan-persoalan” Pendapat ini mempertegas bahwa inteligensi adalah seluruh kemungkinan koordinasi yang memberi struktur kepada tingkah laku suatu organisme sebagai adaptasi mental terhadap situasi baru. Dalam arti sempit inteligensi sering kali diartikan sebagai inteligensi perasional, Wechler, “merumuskan inteligensi sebagai keseluruhan kemampuan individu untuk berpikir dan bertindak secara terarah serta kemampuan mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif”. Dari pendapat ini bahwa hal-hal yang mempengaruhi perkembangan intelek itu antara lain : 1) bertambahnya informasi yang disimpan (di dalam otak) seseorang sehingga ia mampu berpikir reflektif, 2) banyaknya pengalaman dan latihan-latihan untuk memecahkan suatu masalah, sehingga seseorang dapat berpikir proporsional, 3) adanya kebebasan berpikir menimbulkan keberanian seseorang dalam menyusun hipotesis-hipotesis yang radikal, kebebasan menjajaki masalah secara keseluruhan dan menunjang keberanian anak dalam memecahkan suatu masalah dan menarik kesimpulan yang baru dan benar. Menurut dasar-dasar teori Piaget, “ perkembangan inteligensi yaitu : 1) fungsi inteligensi termasuk proses adaptasi yang bersifat biologis, 2) bertambahnya usia menyebabkan berkembangnya struktur inteligensi baru, sehingga pengaruh pula terhadap terjadinya perubahan kualitatif” Ekonomi Holistik atau humanisme memandang bahwa perilaku itu bertujuan, yang berarti aspek-aspek intrinsik (niat, motif, tekad) dari dalam diri individu merupakan faktor penentu untuk melahirkan suatu perilaku, meskipun tanpa ada stimulus yang datang dari lingkungan. Holistik atau humanisme menjelaskan mekanisme perilaku individu dalam konteks what (apa), how (bagaimana), dan why (mengapa). What (apa) menunjukkan kepada tujuan (goals/incentives/purpose) apa yang hendak dicapai dengan perilaku itu. How (bagaimana) menunjukkan kepada jenis dan bentuk cara mencapai tujuan (goals/incentives/pupose), yakni perilakunya itu sendiri. Sedangkan why (mengapa) menunjukkan kepada motivasi yang menggerakan terjadinya dan berlangsungnya perilaku (how), baik bersumber dari diri individu itu sendiri (motivasi instrinsk) maupun yang bersumber dari luar individu (motivasi ekstrinsik). Perilaku individu diawali dari adanya kebutuhan. Setiap individu, demi mempertahankan kelangsungan dan meningkatkan kualitas hidupnya, akan merasakan adanya kekurangan-kekurangan atau kebutuhankebutuhan tertentu dalam dirinya Kebutuhan-kebutuhan tersebut selanjutnya menjadi dorongan (motivasi) yang merupakan kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu aktivitas, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik). Dalam pandangan holistik, disebutkan bahwa dalam rangka memenuhi kebutuhan dalam dirinya, setiap aktivitas yang dilakukan individu akan mengarah pada tujuan tertentu. Dalam hal ini, terdapat dua kemungkinan, tercapai atau tidak tercapai tujuan tersebut. Jika tercapai tentunya individu merasa puas dan memperoleh keseimbangan diri (homeostatis). Namun sebaliknya, jika tujuan tersebut tidak tercapai dan kebutuhannya tidak terpenuhi maka dia akan kecewa atau dalam psikologi disebut frustrasi. Reaksi individu terhadap frustrasi akan beragam bentuk perilakunya, bergantung kepada akal sehatnya (reasoning, inteligensi). Jika akal sehatnya berani mengahadapi kenyataan maka dia akan lebih dapat menyesuaikan diri secara sehat dan rasional (well adjustment). Namun, jika akal sehatnya tidak berfungsi sebagaimana mestinya, perilakunya lebih dikendalikan oleh sifat emosinalnya, maka dia akan mengalami penyesuaian diri yang keliru (maladjusment). III. Budaya mendefinisikan arti kebudayaan di mana kebudayaan merupakan suatu sistem pengetahuan, gagasan dan ide yang dimiliki oleh suatu kelompok masyarakat yang berfungsi sebagai landasan pijak dan pedoman bagi masyarakat itu dalam bersikap dan berperilaku dalam lingkungan alam dan sosial di tempat mereka berada (Sairin , 2002). Sebagai sistem pengetahuan dan gagasan, kebudayaan yang dimiliki suatu masyarakat merupakan kekuatan yang tidak tampak (invisble power), yang mampu menggiring dan mengarahkan manusia pendukung kebudayaan itu untuk bersikap dan berperilaku sesuai dengan pengetahuan dan gagasan yang menjadi milik masyarakat tersebut, baik di bidang ekonomi, sosial, politik, kesenian dan sebagainya. Pada dasarnya pendidikan tidak akan pernah bisa dilepaskan dari ruang lingkup kebudayaan. Kebudayaan merupakan hasil perolehan manusia selama menjalin interaksi kehidupan baik dengan lingkungan fisik maupun non fisik. Hasil perolehan tersebut berguna untuk meningkatkan kualitas hidup manusia Proses hubungan antar manusia dengan lingkungan luarnya telah mengkisahkan suatu rangkaian pembelajaran secara alamiah. Pada akhirnya proses tersebut mampu melahirkan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia. Disini kebudayaan dapat disimpulkan sebagai hasil pembelajaran manusia dengan alam. Alam telah mendidik manusia melalui situasi tertentu yang memicu akal budi manusia untuk mengelola keadaan menjadi sesuatu yang berguna bagi kehidupannya. Kebudayaan sebenarnya adalah istilah sosiologis untuk tingkah-laku yang bisa dipelajari. Dengan demikian tingkah laku manusia bukanlah diturunkan seperti tingkah-laku binatang tetapi yang harus dipelajari kembali berulangulang dari orang dewasa dalam suatu generasi. Di sini kita lihat betapa pentingnya peranan pendidikan dalam pembentukan kepribadian manusia. Kepribadian juga ditentukan oleh bawah sadar manusia. Bersama-sama dengan ego, beserta ide, keduanya merupakan energi yang ada di dalam diri pribadi seseorang. Energi tersebut perlu dicarikan keseimbangan dengan kondisi yang ada serta dorongan super-ego diarahkan oleh nilainilai budaya.Dengan kata lain di dalam pengembangan ide, ego, dan superego dari kepribadian seseorang berarti mencari keseimbangan antara energi di dalam diri pribadi dengan pola-pola kebudayaan yang ada.