Pengaruh intelegensi dan kematangan sosial terhadap kualitas pelayanan jasa kesehatan. (studi kasus pada RSUD Karangasem) Oleh : I WAYAN WARTIKA 1114011002 VA JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Memasuki era global maka rumah sakit sebagai salah satu dari sistem pelayanan kesehatan masyarakat, dituntut untuk terus-menerus meningkatkan kualitas pelayanannya, mengingat semakin pesat dan majunya perkembangan IPTEK bidang kesehatan, semakin kompleksnya permasalahan kesehatan serta semakin membaiknya tingkat pendidikan dan sosial ekonomi sebagian besar masyarakat yang berakibat semakin meningkatnya tuntutan akan pelayanan kesehatan yang lebih baik. Menurut Levit (1987) pasien secara individual menuntut agar diperlukan secara individual dan menjadi sangat memilih. Oleh karena itu salah satu syarat agar rumah sakit menjadi sukses dalam persaingan di masa yang akan datang harus berusaha mencapai tujuan dengan menciptakan dan mempertahankan pelanggan. Untuk mempertahankan pelanggan, penyedia jasa harus menguasai lima unsure, yaitu: cepat, tepat, ramah, rapid an nyaman. Kelima unsur itu merupakan syarat utama yang perlu dimiliki oleh para perawat rumah sakit, agar terjadi jalinan yang baik antara pasien dan perawat sehingga pasien puas dengan jasa pelayanan kesehatan yang diterima. Dalam melaksanakan tugas pelayanan, perawat dituntut untuk memiliki kepribadian yang prima, di samping penampilan fisik juga diperlukan adanya kemampuan intelegensi, kematangan sosial dan kekerabatan yang sangat baik, agar lebih memudah akan menanggulangi pasien nantinya. Menurut Mangkunegara (2000 : 67 ) pegawai yang memiliki kemampuan intelegensi di atas rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya, akan lebih mudah dalam melakukan kinerjanya. Pelayanan keperawatan merupakan ujung tombak dari pelayanan kesehatan, dimana para perawat dapat memberikan image pada pelayanan rumah sakit. Baik buruknya suatu pelayanan kesehatan, akan dinilai oleh konsumen berdasarkan kesan pertama terhadap mutu pelayanan keperawatannya. Oleh karena itu, penyelenggaraan pelayanan kesehatan perlu mengoptimalkan peran perawatnya. Data di atas menunjukkan bahwa RSUD Karangasem merupakan satu – satunya rumah sakit yang ada di Kabupaten Karangasem, yang menjadi pusat rujukan bagi semua sarana pelayanan kesehatan lain yang ada di Kabupaten Karangasem. Sebagai lembaga yang sarat dengan aktivitas dan beban biaya yang tinggi, Rumah Sakit Umum Daerah Karangasem dituntut untuk mampu memberikan pelayanan yang dapat memuaskan customer. Sehingga diperlukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang professional dalam pengelolaannya. Penyelenggaraan rumah sakit diarahkan pada empat puas, yaitu: puas penderita, puas karyawan, puas rumah sakit, dan puas pemilik dengan selalu meningkatkan mutu. Keadaan tersebut mengharuskan setiap rumah sakit baik milik pemerintah maupun swasta dikelola secara ekonomis dan professional tanpa harus meninggalkan fungsi sosialnya, sehingga mampu survive dan bersaing pada era globalisasi sekarang dan masa yang akan datang. Berkaitan dengan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengkaji secara mendalam, mengapa fenomena itu terjadi dan bagaimana mengatasinya dalam rangka mencapai tujuan yakni menghasilkan jasa pelayanan medis dan non medis yang setinggi-tingginya, terukur dengan biaya yang efisien sehingga pasien dan keluarganya merasa puas atas pelayanan yang mereka terima. 1.2 Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut. 1. Apakah ada pengaruh tingkat intelegensi perawat dan dokter terhadap kualitas pelayanan yang diberikan kepada pasien dirumah sakit RSUD Karangasem ? 2. Apakah ada pengaruh kematangan sosial perawat terhadap kualitas pelayanan jasa kesehatan yang diterima pasien ? 1.3 Tujuan Penelitian Mengacu pada rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1. Pengaruh intelegensi perawat dan dokter terhadap kualitas pelayanan yang diberikan kepada pasien dirumah sakit RSUD Karangasem. 2. Pengaruh kematangan sosial perawat, dokter terhadap kualitas pelayanan jasa kesehatan yang diterima pasien. 1.4 Manfaat Hasil Penelitian Bila tujuan peneliti tercapai, maka diharapkan dapat : 1. Memperkaya kajian empiris, tentang teori manajemen sumberdaya manusia, terutama tentang teori intelegensi, kematangan sosial dikaitkan dengan kualitas pelayanan kesehatan yang diterima pasien. 2. Sebagai masukan bagi pihak pengelola RSUD Karangasem, khususnya bagian rawat inap bahwa factor fisik dan psikis perawat sangat menentukan bagi tercapainya kualitas pelayanan jasa kesehatan. 3. Menjadi refrensi bagi peneliti lain yang berminat pada kajian yang sama. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Tiori 2.1.1 Kualitas Pelayanan Kesehatan Menurut Azwar (1994 :57) kualitas pelayanan kesehatan bersifat multi dimensional, yaitu kualitas menurut pemakai pelayanan kesehatan (pasien dan keluarganya) dan menurut penyelenggara pelayanan kesehatan (pihak rumah sakit dan dokter serta petugas lainnya) serta menurut penyandang dana yang membiayai pelayanan kesehatan. Dimensi yang disebutkan dan dijelaskan sebagai berikut: A. Segi Pemakai Jasa Pelayanan Dari segi ini kualitas pelayanan berhubungan erat dengan ketanggapan dan kemampuan petugas rumah sakit dalam memenuhi kebutuhan pasien dan komunikasi antara pasien dengan petugas termasuk di dalamnya sifat ramah, rendah hati dan kesungguhan. B. Segi rumah sakit sendiri Dari segi ini derajat kualitas pelayanan terkait pada pemakaian yang sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Selain itu terkait otonomi profesi dokter dan perawat serta profesi kesehatan lainnya yang ada di rumah sakit. C. Segi pembiayaan Dari segi ini kualitas terkait pada s3egi-segi efesiensi pemakaian sumber dana serta kewajaran pembiayaan kesehatan. Kualitas pelayanan rumah sakit adalah produk akhir dari interaksi dan ketergantungan yang rumit antara berbagai komponen rumah sakit sebagai suatu sistem. Menurut Danabedian (1988 : 15 ) aspek-aspek pelayanan rumah sakit yang berhubungan dengan kualitas pelayanan digolongkan menjadi struktur, proses dan keluaran. Aspek struktur meliputi sarana fisik, perlengkapan, peralatan, organisasi dan manajemen, keuangan, sumberdaya manusia dan sumberdaya lainnya yang ada kaitannya dengan rumah sakit. Aspek proses adalah semuakegiatan dokter, perawat, dan tenaga professional lainnya serta petugas administrasi dalam interaksinya dengan pasien, yang meliputi apa dan bagaimana kegiatan professional dan tenaga administratif itu dilaksanakan. Dalam proses ini mencakup beberapa yang perlu dilaksanakan oleh pihak rumah sakit, yaitu sebagai berikut : 1. Penilaian tentang pasien 2. Penegakan diagnosis 3. Rencana pengobatan 4. Indikasi tindakan 5. Prosedur asuhan keperawatan 6. Prosedur tindakan pengobatan 7. Penanganan yang dilakukan Aspek keluaran merupakan hasil dari tindakan dokter, perawat, dan tenaga professional lainnya serta pelayanan bagian administrasi terhadap pasien dalam arti perubahan derajat kesehatan dan kepuasannya, baik positif maupun sebaliknya, karena keluaran dapat berupa hal-hal yang tidak diinginkan seperti penyulit dan kejadian lainnya yang tidak diharapkan. Keluaran dapat dirasakan oleh pasien dalam jangka pendek maupun jangka panjang misalnya, status kesehatan pasien dan kemampuan fungsionalnya. Keluaran itu dapat dijadikan petunjuk efektif tidaknya proses pelayanan dokter, perawat dan profesi kesehatan lainnya dalam melaksanakan tugas yang berkaitan dengan tanggung jawab profesinya. Secara operasional kualitas pelayanan bisa diketahui dengan melakukan pertanyaan, apakah pelayanan yang diberikan berbeda dengan yang diharapkan ? apakah pelayanan yang didapatkan sama dengan pelayanan yang diharapkan, lebih baik atau lebih buruk yang diharapkan ? parasuraman at al. (1985 : 52) mengemukakan bahwwa adda dua factor yang utama mempengaruhi kualitas pelayanan, yaitu expected service dan perieved service. Apabila jasa yang diterima atau yang dirasakan sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika kualitas pelayanan yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya, jika kualitas pelayanan yang diterima lebih rendah daripada yang diharapkan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan buruk. Jadi, baik dan buruknya kualitas pelayanan tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten. 2.1.2 Dimensi Kualitas Pelayanan Kesehatan Dimensi kualitas pelayanan dapat digunakan sebagai kerangka perencanaan strategi dan analisis. Parasurama at al. (1985 :70) mengemukakan bahwa ada banyak pakar yang mencoba meneliti secara khusus terhadap beberapa jenis jasa yang kemudian mengidentifiikkasi 10 dimensi dari kualitas pelayanan yaitu : 1. Keandalan (reliabilitas) 2. Daya tanggap (responsiveness) 3. Kemampuan (competent) 4. Kemudahan untuk dihubungi (acces) 5. Keramahan (courtesy) 6. Komunikasi (communication) 7. Jujur, kepercayaan (credibility) 8. Keamanan (security) berhasil 9. Penuh pengertian (understanding) 10. Jelas dan bisa dibuktikan (tangibles) Perkembangan selanjutnya pasuraman dalam Tjiptono (1996 : 60) menyatakan bahwa dari 10 dimensi itu dapat dirangkum menjadi 5 dimensi pokok, yaitu : 1. Tangibles, meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi. 2. Keandalan, yakni kemampuan memberikanpelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan. 3. Daya tanggap, yaitu keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap. 4. Jaminan mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko atau keraguan-keraguan. 5. Empati meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan memahami kebutuhan para pelanggan. Penyedian pelayanan jasa dalam hal ini rumah sakit dapatberpedoman pada lima dimensi pokok kualitas pelayanan tersebut, dan dapat dijabarkan dalam spesifikasi manajemen pelayanan rumah sakit. Penjabaran selanjutnya dapat dijadikan pedoman untuk penyampaian jasa pelayanan kepada para pasien. 2.1.3 Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Pelayanan Keberhasilan pelayanan kesehatan suatu rumah sakit dinilai dari keberhasilan asuhan keperawatannya, yang menurut Gillies (1989 :35) adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktek keperawatan yang langsung diberikan kepada pasien pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan, dengan menggunakan metodologi, proses keperawatan, berpedoman pada standar keperawatan dalam lingkup wewenang serta tanggung jawab keperawatan. Gambaran kondisi kualitas tenaga keperawatan dipengaruhi oleh tingkat pendidikkan, kemampuan, keterampilan dan penampilan perawat itu sendiri. Sementara kualitas pelayanan jasa lebih banyak ditentukan oleh kepribadian perawat. Hamalik 1993 :34) mengemukakan bahwa kepribadian meliputi aspek fisik dan psikis seseorang yang diintegrasikan dalam suatu tingkah laku yang unik, terintegrasi dan terorganisasi. Adapun factor fisik meliputi penampilan fisik yang tampak, sedangkan factor psikis meliputi kemampuan intlektual, dan kemampuan sosial. Intelegensi yang memadai dan tinggi pada diri seseorang erat kaitannya dengan kemungkinan berhasil bagi seseorang, baik dalam pekerjaan maupun dalam kegiatan belajar. 2.1.4 Intelegensi Intelegensi lebih dipahami sebagai sesuatu yang bersifat abstrak dari pada suatu bentuk riil. Namun demikian adanya perbedaan individu dalam kecepatan serta kesempurnaan menghadapi berbagai masalah, semakin memperkuat pendapat bahwa intelegensi itu sebenarnya memang ada, meski pada masing-masing orang kapasitasnya tidak sama. Winkel (1991) mengemukakan pendapat beberapa ahli mengenai pengertian inteligensi, yaitu sebagai berikut. 1. Terman: inteligensi adalah kemampuan untuk berpikir abstrak. 2. Thorndike: inteligensi adalah kemampuan untuk menghubungkan reaksi tertentu dengan perangsang tertentu pula, misalnya orang mengatakan “meja” bila melihat sebuah benda berkaki empat dan mempunyai permukaan yang datar. 3. Thurstone: inteligensi merupakan kombinasi dari beberapa kemampuan dasar (primary abilities). Kemampuan-kemampuan dasar itu disebut “faktor-faktor utama” dan berjumlah tujuh, yaitu: faktor bilangan, ingatan, penggunaan bahasa, kelancaran kata-kata, pemecahan masalah, kecepatan dan ketepatan dalam mengamati, dan pengamatan ruang. Adanya variasi dan corak inteligensi diakibatkan oleh adanya variasi dari perpaduan di antara faktorfaktor itu. 4. Guilford: inteligensi merupakan kombinasi perpaduan dari banyak faktor khusus (operasi, isi, dan produk). Dimensi operasi intelektual terdiri dari lima faktor, isi (materi operasi intelektual) terdiri dari empat faktor, dan produk (hasil operasi intelektual) terdiri dari enam faktor, sehingga terdapat 120 kemampuan intelektual yang spesifik (faktor khusus). 5. Wechsler: inteligensi adalah kemampuan berpikir secara rasional dan berhubungan dengan lingkungan secara efektif. 6. Binet: inteligensi adalah kemampuan untuk menetapkan, mempertahankan, dan mengadakan penyesuaian dalam rangka mencapai suatu tujuan, dan kemampuan bersikap kritis terhadap diri sendiri. Selanjutnya, Heidenrich (Soemanto, 1990) mengemukakan bahwa inteligensi menyangkut kemampuan untuk belajar dan menggunakan apa yang telah dipelajari dalam usaha penyesuaian terhadap situasi-situasi yang kurang dikenal atau dalam pemecahan masalah-masalah. Manusia yang belajar sering menghadapi situasi-situasi baru serta permasalahan. Hal itu memerlukan kemampuan individu yang belajar untuk menyesuaikan diri serta memecahkan setiap masalah yang dihadapinya. Berdasarkan uraian di atas, maka inteligensi dapat diartikan sebagai suatu kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mencapai suatu tujuan. Kemampuan tersebut meliputi kecakapan berpikir dan bertindak dengan memanfaatkan semua potensi yang ada pada diri manusia. Akal merupakan potensi yang dominan digunakan dalam hal kecakapan berpikir. Dalam hal kecakapan bertindak, di samping bertindak, di samping akal masih banyak potensi lain yang cukup berperan, antara lain: penginderaan, perasaan, keinginan, dan kemauan. Kecakapan berpikir seseorang akan mengacu pada kecerdasan kognitifnya, sedangkan kecakapan bertindak, terutama dalam berinteraksi dengan lingkungannya, akan mengacu pada kecerdasan emosionalnya. 2.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Intelegensi Hingga sekarang sudah banyak beberapa kajian dalam hal intelegensi atau tingkat IQ seseorang. Menurut Kohstan, intelegensi dapat dikembangkan, namun hanya sebatas segi kualitasnya, yaitu pengembangan akan terjadi sampai pola pada batas kemampuan saja, terbatas pada segi peningkatan mutu intelegensi, dan cara cara berpikir secara metodis. Intelegensi orang satu dengan yang lain cenderng berbeda-beda. Hal ini karena beberapa faktor yang mempengaruhinya. Dalam buku Psikologi Pendidikan oleh H. Jaali pada tahun 2007, faktor yang mempengaruhi intelegensi antara lain sebagai berikut: 1. Faktor Bawaan Dimana faktor ini ditentukan oleh sifat yang dibawa sejak lahir. Batas kesanggupan atau kecakapan seseorang dalam memecahkan masalah, antara lain ditentukan oleh faktor bawaan. Oleh karena itu, di dalam satu kelas dapat dijumpai anak yang bodoh, agak pintar. Dan pintar sekali, meskipun mereka menerima pelajaran dan pelatihan yang sama. 2. Faktor Minat dan Pembawaan yang Khas Dimana minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan atau motif yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar,sehingga apa yang diminati oleh manusia dapat memberikan dorongan untuk berbuat lebih giat dan lebih baik. 3. Faktor Pembentukan Dimana pembentukan adalah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelegensi. Di sini dapat dibedakan antara pembentukan yang direncanakan, seperti dilakukan di sekolah atau pembentukan yang tidak direncanakan, misalnya pengaruh alam sekitarnya. 4. Faktor Kematangan Dimana tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Setiap organ manusia baik fisik mauapun psikis, dapat dikatakan telah matang, jika ia telah tumbuh atau berkembang hingga mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing. Oleh karena itu, tidak diherankan bila anak anak belum mampu mengerjakan atau memecahkan soal soal matematika di kelas empat sekolah dasar, karena soal soal itu masih terlampau sukar bagi anak. Organ tubuhnya dan f ungsi jiwanya masih belum matang untuk menyelesaikan soal tersebut dan kematangan berhubungan erat dengan faktor umur. 5. Faktor Kebebasan Hal ini berarti manusia dapat memilih metode tertentu dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Di samping kebebasan memilih metode, juga bebas dalam memilih masalah yang sesuai dengan kebutuhannya. Kelima faktor diatas saling mempengaruhi dan saling terkait satu dengan yang lainnya. Jadi, untuk menentukan kecerdasan seseorang, tidak dapat hanya berpedoman atau berpatokan kepada salah satu faktor saja. 2.1.5 Pengertian Kematangan Sosial Kematangan sosial adalah kemampuan untuk berfungsi secara tanggung jawab yang tepat dan pemahaman tentang aturan-aturan sosial dan norma-norma di dalam budaya tertentu dan kemampuan untuk menggunakan pengetahuan secara tepat. Keterampilan perawatan diri, interaksi sosial yang sehat, dan penghargaan untuk perasaan orang lain adalah beberapa indikator kematangan sosial dalam kelompok usia tertentu. Kematangan sosial adalah apa yang memungkinkan kita untuk berfungsi sebagai orang dewasa yang sehat. Kematangan sosial adalah istilah yang umum dengan mengacu pada perilaku yang sesuai dengan standar dan harapan dari orang dewasa dengan mengacu pada perilaku yang sesuai dengan umur individu (Doll, 1965). Dengan demikian, pematangan sosial memungkinkan persepsi yang lebih rinci dari lingkungan sosial yang membantu remaja untuk mempengaruhi kondisi sosial dan mengembangkan pola perilaku sosial yang stabil. Jika seseorang lambat untuk mengadopsi pola-pola perilaku sosial, ia dinilai sebagai yang terbelakang dalam pembangunan sosial. Jadi, perlu bagi remaja untuk memperoleh lebih matang pola perilaku untuk diterima oleh masyarakat dan menjadi matang secara sosial. Suatu penelitian menemukan bahwa murid yang dipilih lebih sering berpartisipasi dalam keterampilan sosial daripada murid yang sedikit tidak diperhatikan (Bretsch, 1952). Raj, M. (1996). mendefinisikan kematangan sosial adalah tingkat keterampilan sosial dan kesadaran bahwa individu telah relative mencapai terhadap khususnya norma-norma terkait dengan kelompok usia. Ini adalah ukuran dari pembangunan kompetensi individu dengan memperhatikan untuk interpersonal, perilaku hubungan kesesuaian masalah, sosial pemecahan dan penghakiman. sosial jatuh tempo meliputi pencapaian di beberapa domain, termasuk independen berfungsi, efektif interpersonal yang komunikasi, interaksi dan yakni tanggung jawab berkontribusi baik kesejahteraan masyarakat. Kematangan sosial adalah dimilikinya kemampuan perilaku sebagai kinerja yang menunjukkan kemampuan berpartisipasi dalam lingkungan yang ditunjukan dengan antara lain mampu menunjukkan sikap bekerja sama dalam kelompok, berani menampilkan diri sesuai dengan minatnya, dapat menunjukan sikap berbagi, dapat besikap sesuai norma dengan lingkungan ada, mampu bersikap simpati dan empati, dapat bersikap ramah, tidak egois, suka meniru perilaku positif lingkungannya, serta dapat memberi kasih sayang pada orang yang dekat (Prihaningsih, 2006). Dengan kematangan sosial yang dimiliki akan mempermudah individu untuk berorientasi dan bersosialisasi pada dunia luar yaitu lingkungan masyarakat. Selain itu juga akan mempermudah dalam melakukan hubungan sosial secara mandiri, maksudnya seseorang tidak akan berkembang menjadi individu yang tergantung pada lingkungan sosialnya. Kematangan sosial seseorang tampak pada perilakunya. Perilaku tersebut menunjukan kemampuan individu dalam mengurus dirinya sendiri dan partisipasinya dalam aktivitas-aktivitas yang mengarah pada kemandirian sebagaimana layaknya orang dewasa. Kematangan sosial adalah hal yang berkaitan dengan kesiapan anak untuk terjun dalam kehidupan sosial dengan orang lain yang bisa diamati dalam bentuk keterampilan yang dikuasai dan dikembangkan sehingga akan membantu kematangan sosial kelak (Doll dalam Habibi, 2003). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kematangan sosial adalah Kematangan sosial adalah dimilikinya kemampuan perilaku sebagai kinerja yang menunjukkan kemampuan berpartisipasi dalam lingkungan yang ditunjukan dengan antara lain mampu menunjukkan sikap bekerja sama dalam kelompok, berani menampilkan diri sesuai dengan minatnya, dapat menunjukan sikap berbagi, dapat besikap sesuai norma dengan lingkungan ada, mampu bersikap simpati dan empati, dapat bersikap ramah, tidak egois, suka meniru perilaku positif lingkungannya, serta dapat memberi kasih sayang pada orang yang dekat. 2.1.6 Apek-aspek Kematangan Sosial Ada beberapa aspek yang berperan terhadap kesiapan seorang anak untuk memasuki bangku sekolah seperti yang dikemukakan oleh Doll (1965) yaitu kematangan sosial mencakup beberapa aspek : 1. Menolong diri sendiri (self-help). 2. Mengarahkan pada diri sendiri (self-direction), seperti mengatur pengeluaran uang dan dapat mengatur waktu. 3. Gerak (locomotion), adanya aktifitas yang timbul dari kognisi yang dapat menambah pengalaman belajar individu. 4. Pekerjaan (occuption), mampu menggunakan alat-alat yang ada untuk membantunya dalam aktifitas-aktifitasnya. 5. Sosialisasi (sosialization), seperti ikut dalam keanggotaan keorganisasian atau berkumpul bersama teman-teman yang ada dalam lingkungannya. 6. Komunikasi (communication), seperti berbicara dengan orangorang yang ada DAFTAR REFRENSI Nyenyon. 2012. Kematangan sosial. http://www.nyenyon.com/2013/02/kematangan-sosial.html ( di akses pada 28 oktober 2013) Masbied. 2013. Pengertian intelegensi menurut para ahli. http://www.masbied.com/2013/02/02/pengertian-intelegensi-menurut-para-ahli (di akses pada 19 oktober 2013) Faktor yang mempengaruhi intelegensi. http://www.psikologizone.com/faktor-yang-mempengaruhi-intelegensi. (di akses pada 19 oktober 2013)