MODUL PERKULIAHAN Etika dan Filsafat Komunikasi Pokok Bahasan Komunikasi sebagai Ilmu Fakultas Program Studi Ilmu Komunikasi Public Relations Tatap Muka 03 Kode MK Disusun Oleh 85009 Dewi Sad Tanti, M.I.Kom. Abstract Kompetensi Dalam modul ini diuraikan tentang definisi mengenai ilmu komunikasi, manfaat dan kaitan dalam kehidupan sehari-hari . Setelah mengikuti kuliah ini diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan komunikasi sebagai sebuah ilmu, manfaat dan kaitannya dalam kehidupan sehari-hari Pengantar Communications is a hard term to define. Most definitions probably say more about the author than they do abot the nature of communications Terminologi komunikasi pada dasarnya berasal dari akar kata bahasa Latin yakni Communico yang artinya membagi, dan Communis yang berarti membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. Sebagai ilmu yang multi disiplin, maka definisi komunikasi telah banyak dibuat oleh para pakar dari berbagai disiplin ilmu. Menurut catatan Dance dan Larson dalam Miller (2005; 3) sampai tahun 1976 sudah ada lebih 126 definisi komunikasi. Pada dasarnya definisi-definisi tersebut tidak terlepas dari subtansi komunikasi. Jika ditelusuri lebih jauh, maka kajian-kajian komunikasi lebih banyak tercatat dalam studi politik, terutama dalam kaitannya dengan propaganda, pendapat umum dan retorika (public speaking). Definisi pertama komunikasi dibuat Aristoteles (385-322 s.m) dalam bukunya rethoric yakni ”siapa mengatakan apa kepada siapa”. Definisi itu mengilhami ahli ilmu politik Harold D. Lasswell tahun 1948 yang membuat definisi komunikasi dengan menanyakan ”siapa mengatakan apa, melalui apa, kepada siapa dan apa akibatnya”. Meski banyak yang keberatan apabila kedua konsep yang dikemukakan Aristoteles dan Lasswell dikatakan definisi, namun dalam kenyataannya pikiran kedua tokoh ini telah banyak digunakan dalam praktik-praktik komunikasi. Filsafat menjadikan komunikasi lebih mudah dipahami karena dapat menjelaskan komunikasi sebagai obyek (episteme), bagaimana mendapatkan pengetahuan tentang komunikasi (ontologi), dan untuk apa komunikasi digunakan (etik). Landasan Filosofis Ilmu Komunikasi Studi tentang komunikasi berkembang pesat sejak Perang Dunia I sejalan dengan kemajuan teknologi dan terbitnya buku-buku yang membahas komunikasi secara khusus. Perubahan sosial yang didorong oleh progresivitas dan pragmatisme di abad ke-20 juga mendorong beragam kajian yang melahirkan minat baru terhadap bidang komunikasi. Salah satu contoh dinamika politik yang menghasilkan kahian pesan-pesan publik dalam bentuk propaganda 2016 2 Etika dan Filsafat Komunikasi Dewi Sad Tanti, M.I.Kom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id dan opini publik. Contoh lain adalah bagaimana aplikasi komunikasi dalam bidang bisnis atau periklanan yang telah mendominasi beberapa waktu terakhir. Setelah Perang Dunia II, studi komunikasi berkembang banyak di Eropa dan Amerika Serikat dengan pendekatan yang berbeda. Penelitian di Amerika cenderung bersifat kuantitatif dan mengejar obyektifitas. Sedangkan di Eropa, dipengaruhi oleh aliran pemikiran historis, kultural, dan kritis. Namun secara keseluruhan, studi komunikasi di Amerika dan Eropa merupakan kajian tradisi ilmu Barat. Hal ini yang dibedakan oleh Kincaid (1987) dengan tradisi Timur yang memandang komunikasi secara berbeda (lihat matriks berikut): Matriks Perbedaan Filosofi Barat dan Timur Aspek Timur Barat 1. Orientasi Keseluruhan; kesatuan Bagian per bagian 2.Acuan Nilai Kolektivitas Individualitas 3.Bahasa Non verbal Verbal 4. Relationship Sederhana Kompleks: melibatkan peranan, status dan kekuasaan Ilmu Komunikasi tidak bisa dilepaskan dari tiga komponen filsafat ilmu, yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Perspektif ontologi memfokuskan pada pemahaman mengenai hakekat obyek kajian ilmu dan teori; sementara epistemologi menyangkut prosedur dan metode mendapatkan pengetahuan; dan aksiologi berkaitan dengan nilai kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia. Ketiga komponen ini merupakan pijakan ilmu komunikasi sejak disiplin ini menjadi bagian kajian ilmiah atau keilmuan (Suriasumantri, 1984: 34-35). Dalam tiga perspektif filasafat ilmu tersebut, komunikasi sebagai kajian ilmu dapat dipahami sebagai ilmu yang mempelajari tentang pesan antar manusia sebagai obyek telaah, hakekat dan bagaimana wujud pesan-pesan itu (ontologis). Secara epistemologis, dalam cara tertentu yang memenuhi unsur-unsur ilmiah, pesan-pesan antar menusia ini disusun hingga menjadi sebuah ilmu pengetahuan. Dan mengkaji beragam manfaat dan kegunaan ilmu bagi kehidupan manusia (aksiologis). 2016 3 Etika dan Filsafat Komunikasi Dewi Sad Tanti, M.I.Kom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Memahami Teori Komunikasi Komunikasi sebagai ilmu sosial, mencakup pengertian tentang bagaimana orang membuat, bertukar, dan menerjemahkan pesan. Memahami teori komunikasi bisa jadi merupakan salah satu bagian penting untuk memahami komunikasi sebagai aspek penting dan kompleks dalam kehidupan manusia. Teori Komunikasi dapat membantu mengamati hal-hal yang sebelumnya tidak diperhatikan. Namun demikian, memahami komunikasi adalah pekerjaan yang sulit, sebab banyak ratusan definisi komunikasi. Dalam penyelidikan komunikasi untuk memperoleh pengertian dan pengetahuan ada tiga tahap yang biasa dilakukan yakni: - Mengajukan pertanyaan (asking questions) yang mencakup pertanyaan mengenai definisi mengenai konsep, pemahaman fakta, dan nilai estetik, pragmatis dan etik. Semua itu diarahkan untuk memperoleh jawaban sistematis dan sesuai fakta. - Pengamatan (observation) sebagai menggunakan kerangka atau instrumen tertentu untuk memperoleh jawaban. - Merumuskan jawaban (constructing answers) yang mencakup upaya mendefinisikan: menggambarkan, menjelaskan dan memberikan penilaian atau kesimpulan. Pada tahap ini dikenal istilah penyusunan teori (Littlejohn dan Foss, 2008: 7). Belajar mengenai definisi dan teori sangat penting sebagai bagian dari upaya upaya memahami dan bertindak dalam tataran praksis. Berdasarkan pemahaman teori akan bisa mengidentifikasi pola-pola kejadian yang kita alami atau hadapi, sehingga bisa menentukan keputusan mengenai hal yang penting dan tidak. Littlejohn membagi tipe pendekatan penyelidikan ilmu komunikasi dalam tiga mazhab, yakni mazhab ilmiah (scientific scholarship), mazhab humanistik (humanistic scholarship) dan mazhab ilmu sosial (social scholarship) (Littlejohn dam Foss, 2008: 7). 1. Scientific Scholarship atau Mazhab ilmiah Mazhab ini yang identik dengan obyektifitas dan karenanya ada pula standardisasi. Implikasinya setiap kali studi ilmiah dilaksanakan, hasilnya akan tetap sama. Asumsi dasar tradisi scientific atau positivistik tentang realitas adalah tunggal, dalam artian bahwa fenomena alam dan tingkah laku manusia itu terikat oleh tertib hukum. Fokus kajian-kajian positivis adalah peristiwa sebab-akibat (Mulyana, 2001: 25). Dalam hal 2016 4 Etika dan Filsafat Komunikasi Dewi Sad Tanti, M.I.Kom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id ini, positivisme menyebutkan, hanya ada dua jalan untuk (1) verifikasi langsung melalui data pengindera (empirikal); dan (2) penemuan lewat logika (rasional). Pendekatan metodologi scientific antara lain empirisme, rasionalisme, behavioristik, behavioral, struktural, fungsionalisme, mekanistik, deterministik, reduksionis, dan sistemik. Para penggagas dan pengembang metode ini antara lain Paul F. Lazarsfeld, Bernard Berelson, Robert K. Merton, Wilbur Schramm, hingga Shannon dan Weaver. Beberapa tokoh itu terkenal dengan komunitasnya dikenal yang bernama Mazhab Chicago. Komponen-komponen pokok teori dan metodologi antara lain (1) metode penelitian kuantitatif, (2) sifat metode obyektif, (3) penalaran deduktif dan hipotetik. Beberapa model penelitian komunikasi dalam tradisi ini antara lain model mekanistis, model komunikasi Shannon dan Weaver, pendekatan behaviorisme, analisis isi klasikkuantitatif, dan lain-lain. 2. Humanistic Scholarship atau Mazhab humanistik Aliran ini yang diasosiasikan dengan subyektifitas, yang mengutamakan kreatifitas manusia. Tujuannya adalah bagaimana memperoleh pengertian dari kasus orang per orang. Asumsi dasar pendekatan humanistik mengenai realitas adalah jamak individual. Hal itu berarti bahwa realitas atau perilaku manusia tidak tunggal melainkan hanya bisa menjelaskan dirinya sendiri menurut unit tindakan yang bersangkutan. Fokus kajian pendekatan ini adalah tindakan-tindakan manusia sebagai ekspresi keputusan. Beberapa pendekatan metodologi yang digunakan antara lain interaksionisme simbolik, fenomenologi, etnometodologi, dramaturgi, hermeneutika, semiotika, teori feminisme, marxisme sartrian, teori kritis, pasca-strukturalisme, dekonstruktivisme, dan teori paska-kolonialis (Mulyana dalam Eriyanto, 2002: IV). Aliran pemahaman ini berasal dari sejumlah ilmuan, antara lain: Max Weber, Charles Horton Cooley, George Hebert Mead, William I. Thomas, Ervin Goffman, dan lain-lain. Komponen-komponen pokok teori dan metodologi post-positivis adalah (1) metode penelitian kualitatif, (2) sifat metode subyektif, (3) penalaran induktif dan interpretatif. Metode penelitian komunikasi yang tercakup dalam paham antara lain interaksionisme simbolik, analisis framing, analisis wacana, dan analisis semiotika. 3. Social Scholarship atau Mazhab ilmu sosial Mazhab ini melakukan pengamatan dan menerjemahkan pola-pola perilaku manusia, ilmuwan sosial menjadikan manusia sebagai obyek studinya. Pemahaman fakta tentang 2016 5 pola-pola perilaku Etika dan Filsafat Komunikasi Dewi Sad Tanti, M.I.Kom. itu harus tampil Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id seobyektif mungkin. Namun menerjemahkan fakta tentang subyek manusia bisa sangat rumit sebab manusia pada dirinya sendiri adalah makhluk yang aktif dan selalu mencari pengetahuan. Akhirnya isu filosofis yang mendasari ilmu sosial menjadi sangat penting untuk menjelaskan. Salah satu asumsi dasar yang ada dalam mazhab ini adalah kritisme yang melihat bahwa setiap realitas didominasi oleh status quo. Dalam artian tidak ada aspek kehidupan yang bebas dari kepentingan, termasuk ilmu pengetahuan. Kesemuanya berada dalam dominasi status quo. Aliran pemahaman kritis ini diinspirasi oleh pemikiran Karl Marx. Namun paham ini hanya sedikit berbicara tentang Marxisme (Sendjaja, 1994: 392-396). Faham kritisme merupakan merupakan pilar utama mazhab frankfurt. Selanjutnya ditindaklanjuti oleh Juergen Habermas dengan fokus kajian sistem tindakan komunikasi manusia atau teori tindakan komunikasi. Komponen penting dalam tradisi ini adalah (1) metode penelitian analisis sejarah sosial (social history analysis), (2) sifat kritis, (3) penalaran dialektika dan metatheoritical discourse. Tokoh aliran ini antara lain Max Horkheimer, Theodore Adorno, Hebert Markuz, dan Juergen Habermas. Metode penelitian dalam paham ini belum populer penggunaannya dalam penelitian komunikasi. Seperti dikemukakan oleh Habermas sendiri, diskusi tentang metode dan teori tindakan komunikasi adalah proses yang tidak pernah berakhir dan sama sekali belum sampai pada suatu konsensus (Habermas, 2004: vii). John Fiske (1990) menyebut ada dua mazhab utama yang tercermin dalam model komunikasi. Pertama mazhab proses yang melihat komunikasi sebagai transmisi pesan. Dalam mazhab ini mereka tertarik dengan bagaimana pengirim dan penerima mengkonstruksi pesan (encode) dan menerjemahkannya (decode), dan dengan bagaimana transmiter menggunakan saluran dan media komunikasi. Mazhab ini cenderung membahas kegagalan komunikasi dan melihat ke tahap-tahap dalam proses tersebut guna mengetahui di mana kegagalan tersebut terjadi. Mazhab kedua melihat komunikasi sebagai produksi dan pertukaran makna. Hal ini berkenaan dengan bagaimana pesan berinteraksi dengan orangorang dalam menghasilkan makna. Paradigma Teori Komunikasi Istilah paradigma sering dipertukarkan dengan perspektif. Menurut Anderson (dalam Mulyana, 2001: 9) paradigma adalah ideologi dan praktik suatu komunitas ilmuwan yang 2016 6 Etika dan Filsafat Komunikasi Dewi Sad Tanti, M.I.Kom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id menganut suatu pandangan yang sama atas realitas, memiliki seperangkat kriteria yang sama untuk menilai aktivitas penelitian, dan menggunakan metode serupa. Paradigma membawa matter(obyek), konsekuensi pada hal-hal antara lain: penciptaan subjek perumusan pertanyaan-pertanyaan, pilihan metode analisis/interpretasi, cakupan wilayah relevansi, dan pembentukan komunitas ilmuwan. 1. Paradigma Positivisme/Klasik Paradigma positivisme, sering disebut sebagai paradigma kuantitatif, tradisional, eksperimental, atau empiris. Paradigma ini berasal dari tradisi empiris yang dikembangkan para ahli seperti Comte, Mill, Durkheim, Newton, dan Locke (Miller, 2005: 36). Paradigma positivisme mendefinisikan komunikasi sebagai suatu proses linier atau proses sebab akibat, yang mencerminkan pengirim pesan (komunikator, encoder) untuk mengubah pengetahuan (sikap atau perilaku) penerima pesan (komunikan/decoder) yang pasif (Mulyana, 2000: 58) Paradigma ini secara bersifat realisme ontologi atau menemukan hukum kausalitas (sebab akibat). Sementara dari sisi epistemologi menganut dualisme yakni menggambarkan fakta sosial apa adanya tanpa keterlibatan niai-nilai subyektif peneliti. Dari sisi metodologi lebih dominan menggunakan pendekatan eksperimental. Hipotesis dirumuskan lebih awal dalam bentuk preposisi yang kemudian dihadapkan pada verifikasi di bawah situasi yang benar-benar terkontrol. Metode peneltian komunikasi yang tercakup dalam paham antara lain: model mekanistis, model komunikasi Shannon dan Weaver, pendekatan behaviorisme, analisis isi klasik-kuantitatif, dan lain-lain. 2. Paradigma Post-positivisme Asumsi dasar post-positivisme tentang realitas adalah jamak individual sebagai kritik atas positivisme. Hal itu berarti bahwa realitas (perilaku manusia) tindak tunggal melainkan hanya bisa menjelaskan dirinya sendiri menurut unit tindakan yang bersangkutan (Miller, 2005: 37). Aliran pemahanan ini berasal dari sejumlah ilmuan, antara lain: Max Weber, Charles Horton Cooley, George Hebert Mead, William I. Thomas, Ervin Goffman, dan lain-lain. Fokus kajian post-positivis adalah tindakantindakan (actions) manusia sebagai ekspresi dari sebuah keputusan. Metode penelitian komunikasi yang tercakup dalam paham antara lain interaksionisme simbolik. 3. Paradigma Kritikal 2016 7 Etika dan Filsafat Komunikasi Dewi Sad Tanti, M.I.Kom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Paradigma kritis melihat komunikasi dan proses yang terjadi di dalamnya dengan pandangan holistik. Menurut pandangan kritis, komunikasi tidak dapat dilepaskan dari kekuatan-kekuatan yang ada yang mempengaruhi berlangsungnya komunikasi (Miller, 2005: 67). Dalam paradigma ini upaya menghindari konteks sosial akan menghasilkan distorsi yang serius. Berbeda dengan penelitian positivistik yang umumnya atomistik, paradigma kritis justru bersifat holistik dan bergerak dalam struktur sosial ekonomi masyarakat. Dalam pandangan Sendjaja teori-teori tersebut jelas normatif dan bertindak untuk mencapai perubahan dalam berbagai kondisi yang mempengaruhi hidup manusia. Riset komunikasi yang berkembang bersamaan dengan asumsi pemikiran administratif adalah riset studi efek media massa. Ada kajian ekonomi politik media, analisis budaya atas teks, dan studi resepsi khalayak – studi ideologi dalam media yang pada akhirnya mengalami perkembangan yang pesat pada era 70-80-an. 4. Paradigma Konstruktivisme Gagasan paradigma ini melihat pengetahuan bukanlah sekadar gambaran dunia kenyataan, tetapi merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan subyek. Dalam arti, subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep dan struktur. Pada gilirannya struktur konsepsi membentuk pengetahuan bila konsepsi itu berlaku dalam berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang (Miller, 2005: 27). Realitas tidak menggambarkan diri individu namun harus disaring melalui cara pandang orang terhadap realitas tersebut. Aliran ini meyakini bahwa system kognitif individu berkembang kompleks. Individu yang cerdas secara kognitif dapat membuat banyak perbedaan dalam satu situasi disbanding orang yang secara kognitif lemah. Inilah yag disebut diferensiasi kognitif. Diferensiasi ini memengaruhi bagaimana pesan menjadi kompleks (Ardianto dan Q-Anees, 2007: 157-159). Beberapa metode yang kerap digunakan antara lain analisis framing, analisis wacana, dan analisis semiotika. Perspektif Teori Komunikasi Perspektif adalah adalah cara memandang atau melihat terhadap suatu gejala khusus (particular phenomenon). Istilah paradigma dan pendekatan kadang digunakan untuk 2016 8 Etika dan Filsafat Komunikasi Dewi Sad Tanti, M.I.Kom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id menyebut perspektif ketika memengaruhi pembentukan proses penelitian atau ketika seseorang ingin menciptakan teori. Mengutip Craig (1999), West dan Turner (2008: 57), menyebutkan perbincangan mengenai perspektif termasuk dalam bahasan metateori atau teori mengenai teori. Persoalan yang menjadi perhatian dalam penjelasan mengenai teori menyangkut apa yang harus diamati, bagaimana pengamatan dilakukan, dan teori apa yang bisa digunakan (Littlejohn, 1996: 32). West dan Turner (2008: 58) mengelompokkannya dalam tiga pendekatan dalam ranah komunikasi tradisional adalah cakupan hukum (covering law), aturan (rule theory), dan sistem. Pendekatan cakupan hukum dan pendekatan aturan mewakili posisi ektrem, sementara penedekatan sistem berada di tengah dua posisi ekstrem itu (Littlejohn, 1996: 26). Pendekatan cakupan hukum menekankan pada hubungan sebab akibat dalam komunikasi. Pendekatan aturan menekankan pengaruh kebebasan dan pilihan individual. Sedangkan sistem menekankan interaksi, interdependensi, dan koordinasi dari tingkah laku diantara individu. 1. Perspektif Cakupan Hukum Istilah ini pertama kali dikenalkan William Dray, dengan definisi penjelasan diperoleh dan hanya diperoleh dengan memasukkan apa yang akan dijelaskan dibawah hukum yang bersifat umum. Kerangka ini memberikan cauan bahwa teori-teori harus mengikuti format “jika-maka” dan harus berupa pernyataan universal dan tidak bervariasi (Littlejohn, 1996: 26). Pendekatan ini memberikan arahan kepada peneliti untuk mencari generalisasi yang bersifat hukum dan keseragaman dalam komunikasi antar manusia. Cakupan hukum menawarkan sebuah pilihan yang membentuk teori untuk memberi penjelasan lengkap mengenai sebuah fenomena. Hukum mengatur hubungan antar fenomena itu (West dan Turner, 2008: 59). 2. Perspektif Aturan. Pendekatan ini merupakan kerangka meteteori yang menyarankan bahwa teori-teori seharusnya mengikuti format yang melibatkan aturan pada konteks yang diberikan dan harus mengakui variasi situasi, budaya dan waktu (West dan Turner, 2008: 61). Ada tiga aturan yang biasa digunakan yakni (1) aturan kebiasaan, aturan yang ditentukan oleh seseorang yang memiliki otoritas dan tidak dapat dinegosiasikan, (2) aturan parametrik, aturan yang ditentukan oleh seseorang tapi masih bisa dinegosiasikan, dan (3) aturan taktis, aturan yang tidak tertulis yang digunakan untuk mencapai tujuan personal atau interpersonal (West dan Turner, 2008: 60-61). 2016 9 Etika dan Filsafat Komunikasi Dewi Sad Tanti, M.I.Kom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 3. Perspektif Sistem Kerangka metateori ini menyatakan bahwa teori-teori yang ada berada dalam kerangka logis dan berhubungan secara logis antar unsur sistem (Littlejohn, 1996: 26). Dalam perspektif ini teori harus mengikuti format yang memetakan unsur-unsur sistemik sebuah fenomena serta berpendapat bahwa orang memiliki kehendak bebas yang terkadang terikat oleh faktor-faktor sistemik. Beberapa elemen yang menjadi dasar pendekatan sistem yaitu keutuhan, saling ketergantungan, hirarki, batasan, umpan balik, dan ekuifinalitas. Pendekatan sistem menuntun para peneliti untuk mencari penjelasan yang holistik bagi perilaku komunikasi (West dan Turner, 2008: 61-63). Pencarian pemahaman mengenai sejarah perkembangan teori-teori komunikasi berarti upaya melakukan kajian ontologis ilmu komunikasi. Sementara penelusuran perkembangan metodologi ilmu komunikasi artinya melakukan kajian epistemologis dan memahami dimensi-dimensi moral dan etika ilmu komunikasi merupakan bagian kajian aksiologi ilmu komunikasi . Perkembangan teori-teori komunikasi dilatarbelakangi dengan keragaman gagasan tentang komunikasi dalam kehidupan. Bahkan dalam ilmu sosial, ada kecenderungan ideologi dan cara pandang epistemologis teori komunikasi yang ada. Littlejohn (2005) menyebut klasifikasi pembagian ini sebagai genre sementara Miller (2005) menyebutnya Conceptual Domains of Communication Theory. Menurut Littlejohn (2005), berdasarkan metode penjelasan serta cakupan objek pengamatannya, secara umum teori-teori komunikasi dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu teori-teori umum dan kontekstual. Teori-teori Umum (general theories) merupakan genre yang fokus bagaimana menjelaskan fenomena komunikasi; sementara teori-teori kontekstual (contextual theories), diklasifikasikan berdasarkan konteks dan tingkatan analisis. 2016 10 Etika dan Filsafat Komunikasi Dewi Sad Tanti, M.I.Kom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Struktural dan Fungsional Behavioral dan Kognitif UMUM Konvensional dan Interaksional Kritis dan Interpretif TEORI KOMUNIKASI Intrapribadi Antarpribadi KONTEKSTUAL Kelompok Organisasi Massa Penjelasannya sebagai berikut 1. Teori-Teori Struktural dan Fungsional Asumsi teori struktural fungsional adalah: masyarakat pada dasarnya merupakan suatu sistem yang terdiri dari bagian-bagian (sub-sistem) yang saling berhubungan satu sama lain. Teori struktural fungsional mula-mula tumbuh dari cara melihat masyarakat yang dianalogikan dengan organisme biologis. Masyarakat maupun organisme biologis sama-sama mengalami pertumbuhan. Tiap bagian yang tumbuh di dalam masyarakat memiliki fingsi dan tujuan tertentu. Pendekatan struktural fungsional dalam kaitannya dengan perilaku manusia, menolak gagasan-gagasan tentang jiwa, spirit, kemauan, pikiran, introspeksi, kesadaran, subjektivitas, dan sebagainya, karena konsep-konsep itu tidak dapat diamati secara objektif. Dengan kata lain, pendekatan ini terhadap manusia berusaha mengukur pengaruh struktur sosial terhadap identitas, respons dan perilaku manusia melalui peran (role), sosialisasi, dan keanggotaan kelompok mereka. Pendekatan ini jelas menekankan orientasi peran dalam arti bahwa teori itu memandang manusia pada dasarnya ditentukan secara sosial (socially-determined). 2016 11 Etika dan Filsafat Komunikasi Dewi Sad Tanti, M.I.Kom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 2. Teori Behavioral dan Kognitif Asumsi teori ini tentang hakikat dan cara menemukan pengetahuan juga sama dengan aliran strukturalis dan fungsional. Perbedaannya hanyalah terletak pada fokus pengamatan serta sejarahnya. Teori-teori strukturalis dan fungsional yang berkembang dari sosiologi dan ilmu-ilmu sosial lainnya cenderung memusatkan pengkajiannya pada hal-hal yang menyangkut struktur sosial dan budaya. Sementara teori-teori behavioral dan kognitif yang berkembang dari psikologi dan ilmu-ilmu pengetahuan pengamatannya pada behavioralis diri manusia lainnya, secara cenderung individual. Salah memusatkan satu konsep pemikirannya yang terkenal adalah tentang model S-R (stimulus-response) Teori-teori dalam perpektif ini mengutamakan analisis variabel. Analisis ini pada dasarnya merupakan upaya mengidentifikasikan variabel-variabel kognitif yang dianggap penting, serta mencari hubungan korelasi di antara variabel. Analisis ini juga menguraikan tentang cara-cara bagaimana variabel-variabel proses kognitif dan informasi menyebabkan atau menghasilkan tingkah laku tertentu. Komunikasi menurut pandangan teori ini dianggap sebagai manifestasi dari tingkah laku, proses berpikir, dan fungsi bio-neural dari individu. Oleh karenanya, variabelvariabel penentu yang memegang peranan penting terhadap sarana kognisi seseorang (termasuk bahasa) biasanya berada di luar kontrol dan kesadaran orang tersebut. 3. Teori Konvensional dan Interaksional Teori-teori ini berpandangan bahwa kehidupan sosial merupakan suatu proses interaksi yang membangun, memelihara serta mengubah kebiasaan-kebiasaan tertentu, termasuk dalam hal ini bahasa dan simbol-simbol. Komunikasi menurut teori ini, dianggap sebagai alat perekat masyarakat. Kelompok teori ini berkembang dari aliran pendekatan “interaksionisme simbolik” sosiologi dan filsafat bahasa ordiner. Bagi teori ini pengetahuan dapat ditemukan melalui metode interpretasi. Fokus pengamatan teori-teori ini tidak terhadap struktur tetapi tentang bagaimana bahasa dipergunakan untuk membangun struktur sosial, serta bagaimana bahasa dan simbol-simbol lainnya direproduksi, dipelihara serta diubah dalam penggunaannya. Makna menurut pandangan teori ini tidak merupakan suatu kesatuan objektif yang ditransfer melalui komunikasi, tetapi muncul dari dan diciptakan melalui interaksi. Makna pada dasarnya merupakan kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh melalui interaksi. Oleh karenanya makna dapat berubah dari waktu ke waktu, dari konteks ke konteks, serta dari satu kelompok sosial ke kelompok lainnya. 2016 12 Etika dan Filsafat Komunikasi Dewi Sad Tanti, M.I.Kom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 4. Teori -Teori Kritis dan Interpretif Gagasan teori-teori ini banyak berasal dari berbagai tradisi seperti sosiologi interpretif, pemikiran Max weber, phenomenology dan hermeneutics, Marxisme dan aliran “Frankfurt School”, serta berbagai pendekatan tekstual seperti teori-teori retorika, “biblical” dan kesusasteraan. Pendekatan kelompok teori ini terutama sekali populer di negara-negara Eropa. Secara umum kedua jenis teori ini mempunyai karakteristik umum. penekanan terhadap peran subjektivitas yang didasarkan pada pengalaman individual. Makna atau meaning merupakan konsep kunci dalam teori-teori ini. Pengalaman dipandang sebagai “meaning centered” atau dasar pemahaman makna. Dengan memahami makna dari suatu pengalaman, seseorang akan menjadi sadar akan kehidupan dirinya. Dalam hal ini bahasa menjadi konsep sentral karena bahasa dipandang sebagai kekuatan yang mengemudikan pengalaman manusia. Selain persamaan, kedua jenis teori ini mempunyai perbedaan, antara lain: pendekatan teori interpretif cenderung menghindarkan sifat-sifat preskriptif dan kepuitusan-keputusan absolut tentang fenomena yang diamati. Pengamatan (observations) menurut teori interpretif, hanyalah sesuatu yang bersifat tentatif dan relatif. Sementara teori-teori kritis (critical theories) lazimnya cenderung menggunakan keputusan-keputusan yang absolut, preskiptif dan juga politis sifatnya. Ada perspektif lain yakni teori yang sifatnya kontekstual Berdasarkan konteks atau tingkat analitisnya, teori-teori komunikasi secara umum dapat dibagi dalam lima konteks atau tingkatan, sebagai berikut: 1. Komunikasi intrapribadi. Proses komunikasi yang terjadi dalam diri seseorang. Teori-teori intrapribadi umumnya membahas mengenai proses pemahaman, ingatan, dan interpretasi terhadap simbol-simbol yang ditangkap melalui pancaindra. 2. Komunikasi antarpribadi. Komunikasi antar perorangan dan bersifat pribadi baik yang terjadi secara langsung ataupun tidak langsung. Kegiatan-kegiatan seperti percakapan tatap muka, percakapan melalui telepon, dll merupakan contoh komunikasi antar pribadi. Teori-teori komunikasi antar pribadi umumnya memfokuskan pengamatannya pada bentuk-bentuk dan sifat hubungan, percakapan, interaksi dan karakteristik komunikator. 2016 13 Etika dan Filsafat Komunikasi Dewi Sad Tanti, M.I.Kom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 3. Komunikasi kelompok. Memfokuskan pembahasan pada interaksi di antara orang-orang dalam kelompok-kelompok kecil. Teori komunikasi kelompok antara lain membahas tentang dinamika kelompok, efisiensi dan efektivitas penyampaian informasi dalam kelompok, pola dan bentuk interaksi, serta pembuatan keputusan. 4. Komunikasi organisasi. Menunjuk pada pola dan bentuk komunikasi yang terjadi dalam konteks dan jaringan organisasi. Komunikasi organisasi melibatkan bentuk-bentuk komunikasi formal dan informal, serta bentuk-bentuk komunikasi antar pribadi dan komunikasi kelompok. Pembahasan teori komunikasi organisasi antara lain menyangkut struktur dan fungsi organisasi, hubungan antar manusia, komunikasi dan proses pengorganisasian, serta kebudayaan organisasi. 5. Komunikasi massa. Komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang besar. Teori-teori komunikasi massa umumnya memfokuskan perhatiannya pada hal-hal yang menyangkut struktur media, hubungan media dan masyarakat, hubungan antara media dan khalayak, aspek-aspek budaya dari komunikasi massa, serta dampak atau hasil komunikasi massa terhadap individu. Pada dasarnya model komunikasi juga mempunyai sifat dan fungsi untuk menjelaskan suatu fenomena yang diamati. Terkadang ada beberapa model yang tampak bertentangan, misalnya model S-R (stimulus-respons) dan model interaksional. Kondisi i disebabkan karena adanya paradigma yang berbeda itu, sehingga ilmuwan sosial yang berpandangan objektif/positivistik menganggap bahwa ada keteraturan dalam perilaku manusia (manusia cenderung dianggap pasif), seperti perilaku alam, tidak jarang menggunakan model matematik, misalnya dalam bentuk hipotesis yang harus diuji melalui perhitungan statistik. Sedangkan di sisi lain ilmuwan sosial berpandangan subyektif/interpretif/ fenomenologis, yang menganggap bahwa manusia aktif, biasanya lebih banyak menggunakan model verbal. Akan tetapi, untuk menjelaskan fenomena komunikasi secara umum atau mendasar, kedua kubu tersebut sama-sama sering menggunakan model diagramatik, sebagai salah satu versi dari model simbolik. Hanya saja, penggunaan model diagramatik juga memang lebih lazim di kalangan ilmuwan positivis daripada dikalangan ilmuwan fenomenologis, seperti yang tampak pada model-model komunikasi yang bersifat linear. Penutup 2016 14 Etika dan Filsafat Komunikasi Dewi Sad Tanti, M.I.Kom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Fakta menunjukkan bahwa komunikasi bukan hanya hadir dalam konteks relasi antar manusia, namun setiap dinamika masyarakat dan teknologi dapat dipastikan akan membentuk pemahaman atas kajian komunikasi. Oleh karena itu, metode-metode dan model yang dikembangkan dalam ilmu komunikasi tidak sedikit yang meminjam perspektif dan teori di luar disiplin ilmu komunikasi. Ada pendekatan struktural-fungsional dari sosiologi, teori sistem dan informasi dari matematika, perspektif mekanistis dari fisika, hingga perspektif psikologis dari psikologi sosial. Melalui filsafat dapat diuji apakah komunikasi adalah sebenarnya ilmu pengetahuan karena epsitemologi, ontologi, dan etik adalah sebuah keniscayaan dalam bangunan ilmu pengetahuan. Kerangka metodologis pun dibutuhkan untuk menyimpulkan setiap fenomena dan nomena komunikasi. Perspektif etik dalam filsafat pun diperlukan untuk mengkaji komunikasi sebagai bidang keilmuan aplikatif agar bisa menjelaskan dinamika politik, sosial dan budaya masyarakat kontemporer. Daftar Pustaka Ardianto, Elvinaro dan Bambang Q-Anees. 2007. Filsafat Ilmu Komunikasi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media Eriyanto, 2002, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media. Kata Pengantar oleh Deddy Mulyana. Yogyakarta: LKiS. Habermas, Juergen. 2004. Krisis Legitimasi. Terjemahan Yudi Santoso. Yogyakarta: Penerbit Qalam. Littlejohn, Stephen W dan Foss, Karen A. 2008. Theories of Human Communications Ninth Edition. Belmont: Thomson Wadsworth. Kincaid, D. Lawrence. 1987. Communication Theory: Eastern and Western Perspectives. San Diego Academic. Littlejohn, Stephen W dan Foss, Karen A. 2008. Theories of Human Communications Ninth Edition. Belmont: Thomson Wadsworth. Miller, Katherine. 2005. Communication Theoris, Perspectives, Processes, and Context. Second Edition. Mulyana, Dedi. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif, Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: Remaja Rosdakarya. Sendjaja, Sasa Djuarsa. 1994. Materi Pokok Teori Komunikasi. Jakarta: Universitas Terbuka. Suriasumantri, Jujun S. 1987. Ilmu dalam Perspektif: Sebuah Kumpulan Karangan tentang Hakekat Ilmu. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. West, Richard and Turner, Lynn H. 2008. Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi. Buku 1. Jakarta: Salemba Humanika. 2016 15 Etika dan Filsafat Komunikasi Dewi Sad Tanti, M.I.Kom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id