KARAKTERISTIK MIKROBIOLOGIS BAKSO SAPI YANG DIAWETKAN DENGAN ANTIMIKROBA DARI Lactobacillusplantarum 1A5 SELAMA PENYIMPANAN SUHU DINGIN SKRIPSI PUSPITA CAHYA WULANDARI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN PUSPITA CAHYA WULANDARI. D14051315. 2009. Karakteristik Mikrobiologis Bakso Sapi yang Diawetkan dengan Antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 selama Penyimpanan Suhu Dingin. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Irma Isnafia Arief, SPt., M.Si. Pembimbing Anggota : Ir. Hj. Komariah. M.Si Bakso merupakan salah satu produk olahan daging yang paling digemari oleh masyarakat Indonesia. Produk makanan olahan berbahan dasar daging belum sepenuhnya aman untuk dikonsumsi jika disimpan terlalu lama, karena produk olahan tersebut merupakan produk pangan yang beresiko tinggi terhadap kerusakan yang disebabkan oleh mikroorganisme, fisik, kimia atau kombinasi diantaranya. Kerusakan pangan tersebut dapat mengakibatkan bahan tersebut tidak tahan disimpan lama sehingga menjadi cepat busuk dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Diperlukan suatu cara untuk mengurangi jumlah cemaran mikroorganisme yang dapat merusak kualitas bakso. Salah satunya adalah dengan metode pengawetan secara alami yaitu penambahan antimikroba, yang diisolasi dari bakteri asam laktat (BAL). Jenis BAL yang digunakan dalam penelitian ini adalah Lactobacillus plantarum dengan kode 1A5 hasil isolasi dari daging sapi yang telah mengalami postmortem selama 9 jam dan telah terbukti mempunyai aktivitas penghambatan yang paling baik terhadap bakteri gram positif dan gram negatif dan dibuktikan dengan zona bening terbesar (Permanasari, 2008). Antimikroba yang digunakan berupa filtrat yang dipisahkan melalui filtrasi secara aseptik dengan membran 0,22 µm yang disebut Supernatan Bebas Sel (SBS). Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui aktivitas antimikroba yang disimpan pada suhu dingin terhadap bakteri uji yaitu total plate count (TPC) atau total mikroba, Escherichia coli , Staphylococcus aureus dan Salmonella spp. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah penyaringan kultur Lactobacillus plantarum 1A5 umur 20 jam dalam media MRSB (de Man Ragosa Sharp Broth) yang diperkaya dengan YE (Yeast Ekstrak) 3% untuk mendapatkan supernatan bebas sel. Tahap kedua yaitu pengawetan bakso dengan antimikroba yang direndam selama 30 menit pada lama simpan 0, 5 dan 10. Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan dua faktor perlakuan yaitu faktor pertama kualitas mikrobiologis bakso sapi kontrol dengan bakso yang diawetkan dengan antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 dan faktor kedua lama penyimpanan 0, 5, dan 10 hari pada suhu dingin mengunakan 3 kali ulangan. Uji tukey digunakan untuk membandingkan antara bakso kontrol dengan bakso yang diawetkan dengan antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama simpan dan penambahan antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 mempengaruhi total mikroba pada bakso sapi yang diawetkan dengan antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5. Hasil penelitian juga menunjukkan terdapat interaksi antara lama simpan dengan penambahan antimikroba dari Lactobacillus plantarum terhadap populasi E. coli maupun S. aureus. Antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 mampu menghambat populasi E. coli dan S. aureus sampai penyimpanan 10 hari. Bakso kontrol maupun bakso yang diawetkan dengan antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 tidak menunjukkan adanya populasi Salmonella spp. Antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 dapat mengawetkan bakso sapi sampai 10 hari penyimpanan pada suhu dingin. Kata-kata kunci: bakso, bakteri asam laktat, substrat antimikroba, lama simpan ii ABSTRACT Characteristic microbiologys meatball added antimicrobial from Lactobacillus plantarum 1A5 in refrigerator storage. Wulandari, P.C., I. I. Arief, and Komariah. Many techniques have been applied to reduce or eliminate microbial growth and so preserve the beef product. It could use antimicrobial substrates isolated from lactic acid bacteria (LAB) that could inhibit growth of microorganisms in beef. This research was aimed to investigate the effects of antimicrobial on the Characteristic microbiologys meatball added antimicrobial from Lactobacillus plantarum 1A5 in refrigerator storage. The research used completely randomized design pattern 2 x 3. The first factor was added of antimicrobial on the meatball and the second factor was storage time 0, 5 and 10 days in the refrigerator. The result showed that concentration of antimicrobial from Lactobacillus plantarum 1A5 were significant reduce quantity of total plate count, Escherichia coli and Staphylococcus aureus for 10 day storage time. Keywords: meatball, lactic acid bacteria, antimicrobial substrate, storage times. KARAKTERISTIK MIKROBIOLOGIS BAKSO SAPI YANG DIAWETKAN DENGAN ANTIMIKROBA DARI Lactobacillus plantarum 1A5 SELAMA PENYIMPANAN SUHU DINGIN PUSPITA CAHYA WULANDARI D14051315 Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 KARAKTERISTIK MIKROBIOLOGIS BAKSO SAPI YANG DIAWETKAN DENGAN ANTIMIKROBA DARI Lactobacillus plantarum 1A5 SELAMA PENYIMPANAN SUHU DINGIN Oleh PUSPITA CAHYA WULANDARI D14051315 Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 24 Agustus 2009 Pembimbing Utama Pembimbing Anggota Irma Isnafia Arief, S.Pt., MSi Ir. Hj. Komariah. MSi Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor Ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Luki Abdullah, M.ScAgr Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.AgrSc RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 12 Februari 1987 di Pamekasan. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Muhammad Wardi dan Ibu Murwatinah. Pendidikan penulis diawali dengan pendidikan dasar yang diselesaikan pada tahun 1999 di SDN Ngumpak dalem III, Bojonegoro. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2002 di SLTPN 1 Pamekasan dan pendidikan lanjutan tingkat atas diselesaikan pada tahun 2005 di SMAN 1 Pamekasan. Penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan tahun 2006 diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti pendidikan, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Pendidikan Agama Islam semester ganjil dan semester genap pada tahun ajaran 2007/2008, asisten praktikum mata kuliah Teknologi Pengolahan Daging 2008/2009. Selama kuliah penulis pernah mendapatkan beasiswa dari Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) IPB. Penulis aktif bergabung dalam keanggotaan FAMM AL-AN’AAM (Forum Aktifitas Mahasiswa Muslim Al-An’aam) periode 2007/2008 dan 2008/2009, Majelis Syuro’ Al-an’aam (MSA) FAMM AL-AN’AAM periode 2009/2010. Penulis juga pernah aktif bergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Peternakan periode 2007/2008. penulis pernah terlibat dalam panitia Masa Perkenalan Fakultas (MPF) sebagai divisi MEDIS pada tahun 2007 dan sebagai Pemandu Anak Kandang (PAK) pada tahun 2008 dan 2009. KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb. Bismillahirrahmannirrahim, penulis panjatkan rasa syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir penelitian dan skripsi dengan judul Karakteristik Mikrobiologis Bakso Sapi yang Diawetkan dengan Antimikroba Lactobacillus plantarum 1A5 selama Penyimpanan Suhu Dingin. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah SAW beserta keluarga, para sahabat dan umatnya yang senantiasa istiqomah hingga akhir zaman. Daging memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap pertumbuhan mikroorganisme sehingga rentan terhadap kerusakan karena daging memenuhi persyaratan untuk perkembangan mikroorganisme yaitu kandungan gizi pada daging hampir sempurna. Oleh karena itu, diperlukan suatu penanganan khusus untuk mengurangi jumlah cemaran mikroorganisme perusak yang dapat menghilangkan kandungan gizi di dalam daging maupun produk olahan daging. Salah satu upaya tersebut adalah dengan metode pengawetan secara alami yaitu penambahan antimikroba, yang diisolasi dari bakteri asam laktat (BAL). Bakso yang merupakan salah satu produk olahan daging tanpa pengawet hanya dapat bertahan tidak lebih dari lima hari pada suhu dingin (4-7 hari). Oleh karena itu, adanya penambahan substrat antimikroba diharapkan mampu memperpanjang umur simpan dari bakso. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai aktivitas mikrobiologi bakso sapi yang diawetkan dengan antimikroba Lactobacillus plantarum 1A5 yang disimpan pada suhu dingin selama 0, 5 dan 10 hari. Selain itu, dapat memberikan informasi kepada masyarakat bahwa terdapat pengawet alami yang dapat digunakan untuk memperpanjang lama simpan bakso. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi Penulis khususnya dan pembaca umumnya, Amien. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Bogor, September 2009 Penulis DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN.......................................................................................... i ABSTRACT............................................................................................. iii LEMBAR PERNYATAAN..................................................................... iv LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................... v RIWAYAT HIDUP ................................................................................. vi KATA PENGANTAR ............................................................................. vii DAFTAR ISI............................................................................................ viii DAFTAR TABEL.................................................................................... x DAFTAR GAMBAR............................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN............................................................................ xii PENDAHULUAN ................................................................................... 1 Latar Belakang............................................................................. Tujuan .......................................................................................... 1 2 TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... Bakso .......................................................................................... Bahan Utama Pembuatan Bakso ....................................... Daging ............................................................................... Garam ................................................................................ Bawang Putih..................................................................... Sodium Tripolifosfat.......................................................... Es dan air es ....................................................................... Mikroorganisme Daging .............................................................. Faktor Penyebab Pertumbuhan Mikroorganisme pada Daging................................................................................ pH............................................................................. Suhu ......................................................................... Bakteri Patogen yang mengkontaminasi Produk Daging dan Olahannya .................................................................................... Staphylococcus aureus....................................................... Escherichia coli ................................................................. Salmonella spp................................................................... Bakteri Asam Laktat (BAL) ........................................................ Lactobacillus plantarum 1A5............................................. Antimikroba ....................................................................... Asam Organik .................................................................... Hidrogen Peroksida............................................................ 3 3 3 3 3 4 4 4 4 5 6 6 7 7 8 8 9 10 11 11 11 Halaman Bakteriosin ......................................................................... 12 METODE................................................................................................. 13 Lokasi dan Waktu ........................................................................ Materi........................................................................................... Rancangan.................................................................................... Analisis Data...................................................................... Prosedur ....................................................................................... Penyegaran Bakteri Asam Laktat ...................................... Produksi Antimikroba dari Lactobacillus plantarum ........ Pembuatan Bakso............................................................... Pengawetan bakso dengan Antimikroba dari Lactobacillus Plantarum 1A5............................................ Analisis Mikrobiologi ........................................................ Nilai pH................................................................... Analisis kuantitatif Total Plate Count (TPC) ......... Analisis Kuantitatif Total Staphylococcus aureus . Analisis kuantitatif Total Escherichia coli ............. Analisis konfirmasi Salmonella spp .................................. Prapengayaan .......................................................... Pengayaan ............................................................... Isolasi dan Identifikasi ............................................ 13 13 14 15 15 15 15 16 16 18 18 18 18 19 19 18 18 20 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 21 Kualitas Mikrobiologis Daging Sapi Segar .................................. Kualitas Mikrobiologis pada Bakso ............................................. Nilai pH Bakso Perlakuan.................................................. Jumlah Total Mikroba (TPC) Bakso yang Disimpan pada Suhu Dingin............................................................... Jumlah Escherichia coli (E. coli) Bakso yang Disimpan pada Suhu Dingin............................................................... Jumlah Staphylococcus aureus (S. aureus) Bakso yang Disimpan pada Suhu Dingin .............................................. Kualitas Salmonella spp pada Bakso yang Disimpan pada Suhu Dingin ....................................................................... 22 23 23 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 34 Kesimpulan .................................................................................. Saran ............................................................................................ 34 34 UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................... 35 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 36 LAMPIRAN............................................................................................. 40 25 27 29 31 ix DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Batas Maksimum Cemaran Mikroba pada Daging (cfu/g)................... 5 2. Hasil Uji Salmonella spp pada Media Agar TSIA dan LIA ................. 20 3. Pengujian Mikrobiologis Daging Sapi Segar ....................................... 21 4. Nilai pH Bakso yang Direndam dengan Antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5...................................................................................... 23 5. Pengaruh Pemberian Antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 dan Lama Simpan terhadap Populasi Total Mikroba ........................... 25 6. Pengaruh Pemberian Antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 dan Lama Simpan terhadap Populasi E. coli ........................................ 27 7. Pengaruh Pemberian Antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 dan Lama Simpan terhadap Populasi S. aureus.................................... 29 8. Pengaruh Pemberian Antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 dan Lama Simpan terhadap kualitas Salmonella .................................. 32 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Bentuk Bakteri S. aureus ................................................................... 7 2. Bentuk Bakteri E. coli........................................................................ 8 3. Tahapan Penelitian............................................................................. 17 4. Nilai pH pada Bakso dengan Lama Simpan 0, 5 dan 10 Hari ........... 24 5. Total mikroba pada Bakso dengan Lama Simpan 0, 5 dan 10 Hari .. 26 6. Populasi E. coli pada Bakso dengan Lama Simpan 0, 5 dan 10 Hari.. 28 7. Populasi S. aureus pada Bakso dengan Lama Simpan 0, 5 dan 10 Hari .................................................................................................... 30 DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1. Halaman Analisis Ragam Terhadap Jumlah Total Mikroba pada Daging Sapi yang disimpan pada Suhu Dingin ..................................................... 41 2. Uji Tukey Total Mikroba Terhadap Bakso Perlakuan ...................... 41 3. Uji Tukey Total Mikroba terhadap Lama Simpan............................. 41 4. Analisis Ragam Terhadap Jumlah E. coli pada Bakso yang Disimpan pada Suhu Dingin.............................................................................. 41 5. Uji Tukey E. coli Terhadap Antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 dengan Lama Simpan pada Suhu Dingin ................. 42 Analisis Ragam terhadap Jumlah S. aureus pada Bakso yang Disimpan pada Suhu Dingin .............................................................. 42 Uji Tukey S. aureus terhadap Antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 dengan Lama Simpan pada Suhu Dingin ................. 42 Analisis Ragam terhadap nilai pH pada Bakso yang disimpan pada Suhu Dingin ....................................................................................... 42 9. Uji Tukey nilai pH terhadap Bakso Perlakuan ................................. 43 10. Proses Pembuatan Bakso................................................................... 43 11. Proses Pembuatan Antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 . 43 12. Pengujian pH Bakso ........................................................................... 43 13. Proses Perendaman Bakso dalam Antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 ................................................................................... 43 14. Total Mikroba pada Bakso dengan Lama Simpan 0, 5, 10 Hari ........ 43 15. Jumlah Escherichia coli pada Bakso dengan Lama Simpan 0, 5, 10. 43 16. Jumlah Staphylococcus aureus pada Bakso dengan Lama Simpan 0, 5, 10 Hari........................................................................................ 45 6. 7. 8. PENDAHULUAN Latar Belakang Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam memenuhi kebutuhan gizi. Daging adalah salah satu sumber protein yang memiliki sejumlah asam amino esensial dan memiliki nilai biologis dan kecernaan yang baik. Disamping keunggulan sebagai sumber protein yang baik, daging memiliki kekurangan dari segi ketahanan terhadap lingkungan. Daging memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap pertumbuhan mikroorganisme sehingga rentan terhadap kerusakan karena daging memenuhi persyaratan untuk perkembangan mikroorganisme, terutama mikroorganisme perusak atau pembusuk karena : (1) mempunyai kadar air yang tinggi (68-75%), (2) kaya akan zat yang mengandung nitrogen dengan kompleksitasnya yang berbeda, (3) mengandung sejumlah karbohidrat yang difermentasikan, (4) kaya akan mineral dan kelengkapan faktor untuk pertumbuhan mikroorganisme, (5) mempunyai pH yang menguntungkan bagi sejumlah mikroorganisme (5,3–6,5) (Soeparno, 1998). Adanya mikroorganisme patogen yang tumbuh tersebut dapat menimbulkan penyakit yang mengkonsumsinya atau dikenal dengan foodborne diseases. Sifat daging yang mudah rusak tersebut menyebabkan daya simpannya pada suhu ruang relatif singkat. Masyarakat mulai sadar bahwa mengkonsumsi pangan fungsional bermanfaat bagi kesehatan. Tuntutan penyediaan daging dan produk daging yang berkualitas semakin mengalami peningkatan. Daging dapat diolah dengan berbagai cara. Salah satu produk olahan daging adalah bakso. Bakso adalah produk makanan berbentuk bulatan atau lain yang diperoleh dari campuran daging dengan kadar daging tidak kurang dari 50% (SNI, 1995). Modifikasi dan inovasi dalam pembuatan bakso telah banyak dilakukan oleh para produsen. Produk makanan olahan berbahan dasar daging belum sepenuhnya aman untuk dikonsumsi jika disimpan terlalu lama, karena produk olahan tersebut merupakan produk pangan yang beresiko tinggi terhadap kerusakan yang disebabkan oleh mikroorganisme, fisik, kimia atau kombinasi diantaranya. Kerusakan pangan tersebut dapat mengakibatkan bahan tersebut tidak tahan disimpan lama sehingga cepat busuk dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Diperlukan suatu penanganan khusus untuk mengurangi jumlah cemaran mikroorganisme yang dapat mengurangi kualitas bakso. Salah satu upaya tersebut adalah metode pengawetan secara alami dengan penambahan antimikroba, yang diisolasi dari bakteri asam laktat (BAL). Menurut Surono (2004) bakteri ini dapat menghambat kerja mikroorganisme perusak karena menghasilkan produk metabolit yang bersifat antimikroba antara lain diasetil, hidrogen peroksida, asamasam organik dan bakteriosin. Salah satu genus BAL yang potensial dalam memproduksi antimikroba adalah Lactobacillus spp. seperti Lactobacillus fermentum bersifat heterofermentatif sedangkan Lactobacillus plantarum bersifat homofermentatif. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kualitas mikrobiologis bakso tanpa pengawet dengan bakso yang diawetkan antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 yang diisolasi dari daging sapi terhadap yang disimpan pada suhu dingin dengan lama penyimpanan yang berbeda. 2 TINJAUAN PUSTAKA Bakso Bakso didefinisikan sebagai produk makanan berbentuk bulatan atau lain yang diperoleh dari campuran daging ternak (kadar daging tidak kurang dari 50%) dengan atau tanpa bahan makanan tambahan yang diizinkan (SNI,1995). Bakso ditemukan pertama kali di daerah Cina pada 3000 SM. Bahan-bahan bakso terdiri dari bahan utama dan bahan tambahan (Sunarlim, 1992). Bahan Pembuatan Bakso Bahan utama dari produk bakso ini adalah daging, sedangkan bahan tambahan yang digunakan adalah bahan pengisi, garam, es atau air es, STPP bumbubumbu seperti bawang putih serta bahan penyedap (Sunarlim,1992). Daging. Daging adalah semua jaringan hewan termasuk jaringan ikat, epitel, jaringan saraf, pembuluh darah, dan lemak, termasuk di dalamnya hati, ginjal, paru-paru, jantung, limpa, dan pankreas. Protein daging mempunyai kualitas yang bagus, yaitu mudah dicerna oleh saluran pencernaan manusia. Daging juga merupakan sumber vitamin B kompleks yaitu tiamin, riboflavin, niasin, biotin, vitamin B6 dan B12, asam pantotenat, dan folacin. Selain mutu proteinnya tinggi, pada daging terdapat pula kandungan asam amino esensial yang lengkap dan seimbang. Keunggulan lain, protein daging adalah lebih mudah dicerna apabila dibandingkan dengan protein yang berasal dari nabati (Astawan, 2008). Daging sangat memenuhi persyaratan untuk perkembangan mikroorganisme, termasuk mikroorganisme perusak atau pembusuk. Kandungan gizi daging membuat bahan pangan ini mudah sekali busuk, sehingga lamanya masa simpan produk daging menjadi kendala yang sangat besar bagi penjual produk daging dalam memasarkan produk ini. Hal ini disebabkan oleh (1) kadar air yang tinggi (kira-kira 68-75%), (2) kaya akan zat yang mengandung nitrogen dengan kompleksitas yang berbeda, (3) mengandung sejumlah karbohidrat yang dapat difermentasikan, (4) kaya akan mineral dan kelengkapan untuk pertumbuhan mikroorganisme (Soeparno, 1998). Garam. Garam dapur berfungsi untuk meningkatkan cita rasa bakso, sebagai pelarut protein miosin sehingga dapat menstabilkan emulsi daging, sebagai pengawet karena mempunyai sifat mencegah pertumbuhan mikroba sehingga dapat memperlambat kebusukan dan meningkatkan daya mengikat air (Pearson dan Tauber, 1984). Menurut Buckle et al., (1987) pemakaian garam dapat mempengaruhi rasa dari produk dan berguna sebagai bahan pengawet. Bawang Putih. Bawang putih merupakan rempah-rempah yang memiliki sifat antimikroba terbaik terhadap E. coli, Aerobacter aerogenes, Staphylococcus aureus dan Shigella sonnei. Bawang putih mengandung minyak atsiri yang bersifat antibakteri dan antiseptik. Kandungan allicin dan allin berkaitan dengan antikolesterol (Setiawan et al., 1999). Disamping itu, bawang putih dapat mengurangi jumlah koliform, bakteri dan total bakteri. Bawang putih (Allium sativum) menghasilkan 0,2 % minyak atsiri yang mengandung dialil sulfida, dialil trisulfida, alil propel disulfide, allin dan alisin. Hitokoro et al., (1990) menunjukkan bahwa konsentrasi bubuk bawang putih 10 % dapat menurunkan laju pertumbuhan Aspergilus flavus sedangkan ekstrak bawang putih segar pada konsentrasi 0,5% dapat menghambat Salmonella sp dan E. coli. Sodium Tripolifosfat (STPP). Penggunaan polifosfat dalam industri pengolahan daging telah menjadi bagian yang sangat penting sejak 20 tahun terakhir. Pada produk olahan daging, penambahan polifosfat dalam bentuk kering rata-rata sekitar 0,3%. Tujuan utama penambahan fosfat yaitu untuk mengurangi kehilangan lemak dan air selama pemasakan, pengalengan, atau penggorengan (Wilson et al., 1981). Es dan Air Es. Fungsi air es adalah untuk meningkatkan keempukan dan jus (sari minyak) daging, menggantikan sebagian air yang hilang selama proses pembuatan, melarutkan protein yang mudah larut dalam air, untuk melarutkan protein larut garam, berperan sebagai fase kontinyu dari emulsi daging, menjaga temperatur produk serta mempermudah penetrasi bumbu pada saat curing (Soeparno, 1998). Mikrobiologi pada Daging Sapi Daging mudah sekali mengalami kerusakan secara mikrobiologis karena kandungan gizi dan kadar airnya yang tinggi, serta banyak mengandung vitamin dan mineral. Bakteri yang sering dijumpai pada daging yaitu dari strain Pseudomonas, Moraxella, Acinetobacter, Lactobacillus, Brochothrix thermospacta (sebelumnya dikenal dengan Microbacterium thermosphactum) dan beberapa famili dari Enterobactericeae. Bakteri dapat tumbuh tidak hanya pada permukaan daging 4 tetapi tumbuh juga pada bagian dalam daging melalui (1) penetrasi ke dalam membran mukosa saluran respirasi dan pencernaan, (2) bakteri yang berasal dari usus yang terjadi selama pemotongan maupun sesudahnya, (3) bakteri yang terbawa oleh luka selama pemotongan dan (4) bakteri yang berasal dari permukaan dan kemudian berpenetrasi ke dalam jaringan otot lebih dalam (Gill, 1982). Sumber kontaminasi mikroorganisme pada daging segar dapat berasal dari pisau pemotong, bagian yang tersembunyi dari daging, saluran pencernaan, tangan manusia, wadah, penanganan dan penyimpanan. Jaringan hewan sehat umumnya bebas dari bakteri pada saat dipotong, tetapi pada saat diperiksa, daging segar pada tingkat penjual umumnya selalu ditemukan berbagai jenis dan jumlah mikroorganisme cukup tinggi (Jay, 2005). Daging konsumsi tidak sepenuhnya terbebas dari mikroorganisme. Dewan Standarisasi Nasional menentukan batasan maksimum cemaran mikroorganisme dalam daging untuk menjaga keamanan pangan. Batas maksimum cemaran mikroba pada daging menurut SNI No. 01-63662000 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Batas Maksimum Cemaran Mikroba pada Daging (cfu/g) No Jenis cemaran mikroba 1. Total bakteri 1X104 1X104 2. Escherischia coli* 5X101 5X101 3. 5. Staphylococcus aureus Clostridium sp. Salmonella sp.* * 1X101 0 Negatif 1X101 0 Negatif 6. Coliform 1X102 1X102 7. Enterococci Campylobacter sp. Listeria sp. 1X102 0 0 1X102 0 0 4. 8. 9. Keterangan: Batas maksimum cemaran mikroba Daging tanpa Daging segar/beku tulang (*) dalam satuan MPN/gram (**) dalam satuan kualitatif Faktor-faktor Penyebab Pertumbuhan Mikroorganisme pada Daging Daging mudah sekali mengalami kerusakan secara mikrobiologis karena kandungan gizi dan kadar airnya yang tinggi, serta banyak mengandung vitamin 5 dan mineral. Faktor yang paling mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme di dalam daging adalah nilai pH dan suhu. Nilai pH. Daging memiliki pH ultimat (5,4-5,8) yang kurang menguntungkan bagi pertumbuhan sebagian besar bakteri. Sebagian besar bakteri tumbuh optimal pada pH kira-kira 7,0. Pertumbuhan mikroba akan berkurang pada pH 5,2 atau lebih rendah dan pada pH daging ultimat yang tinggi, pertumbuhan mikroba meningkat. Nilai pH daging pada saat masih hidup sekitar 6,8-7,2 (Forrest et al.,1975) sedangkan menurut Buckle et al. (1987) berkisar antara 7,2-7,4. Nilai pH postmortem akan ditentukan oleh jumlah asam laktat yang dihasilkan dari glikogen selama proses glikolisis anaerob yaitu sekitar 5,1-6,2. Hal ini disebabkan hewan lelah, kelaparan atau takut pada hewan sebelum dipotong. Hampir semua bakteri tumbuh secara optimal pada pH sekitar 7 dan tidak akan tumbuh di bawah pH 4 atau di atas pH 9. Nilai pH tidak langsung turun begitu saja tetapi menurun secara bertahap yaitu pada satu jam pertama setelah ternak dipotong dan semakin menurun lagi setelah tercapainya rigormortis (Forrest et al.,1975). Suhu. Suhu merupakan faktor yang paling utama dalam pertumbuhan mikroba. Semakin tinggi suhu maka semakin besar tingkat pertumbuhan. Banyak mikroorganisme daging yang akan tumbuh pada suhu di bawah 0°C sampai di atas 65°C tetapi untuk mikroorganisme tertentu, pertumbuhan yang baik terjadi pada suhu tertentu yang terbatas kisarannya. Mikroorganisme pembusuk pada daging di bagi menjadi tiga kategori yaitu psikrofilik yang mempunyai suhu optimum antara -2°C dan 7°C, mesofilik antara 10°C dan 40°C serta thermofilik dari 43°C hingga 66°C. Perbedaan tersebut tidaklah mutlak, tetapi seperti halnya bakteri gram negatif bentuk batang (biasanya dimasukkan dalam kategori mesofilik) dapat tumbuh pada suhu 1,5°C. Flora pembusuk daging didominasi oleh pseudomonas pada suhu dingi dalam kondisi aerob sedangkan pada kondisi anaerob didominasi oleh bakteri Lactobasillus. Bakteri tersebut pada awalnya menyerang glukosa dan semakin lama menyerang asam amino yang dimiliki oleh daging (Soeparno, 1998). Suhu di bawah 5ºC dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak atau pembusuk dan mencegah hampir semua mikroorganisme patogen. Suhu 5ºC dianggap sebagai suhu kritis selama penanganan dan penyimpanan daging. Selama penyimpanan di refrigerator, bakteri psikrotrofik yang ditemukan adalah Pseudomonas, Achromobacter 6 Micrococcus, Lactobacillus, Streptococcus, Leuconostoc, Pediococcus, Flavobacterium dan Proteus (Soeparno, 1998). Bakteri Patogen yang Mengkontaminasi Daging dan Produk Olahannya Staphylococcus aureus. S. aureus adalah bakteri Gram positif, tidak bergerak ditemukan satu-satu maupun berpasangan, berantai pendek atau bergerombol, tidak membentuk spora, tidak berkapsul, dan dinding selnya mengandung komponen utama yaitu peptidoglikan. S. aureus pada perbenihan agar darah menunjukkan koloni bakteri berbentuk bulat, berwarna putih agak kekuningan dengan permukaan cembung. Hasil pewarnaan Gram sel bakteri bersifat Gram positif dan berbentuk bulat, serta menunjukkan reaksi positif pada uji katalase dan koagulase dan memfermentasi manitol (Ernest, 1996). Metabolisme dapat dilakukan secara aerob dan anaerob. Infeksi yang disebabkan S. aureus digolongkan sebagai penyakit menular pada umumnya atau menyebar (jarang). Staphylococcus adalah sel yang berbentuk bola dengan garis tengah sekitar 1µm dan tersusun dalam kelompok tak beraturan. S. aureus menghasilkan koagulase, suatu protein mirip enzim yang dapat menggumpalkan plasma yang telah diberi oksalat atau sitrat dengan bantuan suatu faktor yang terdapat dalam banyak serum (Ernest, 1996). Bakteri ini memfermentasi glukosa dan manitol menghasilkan asam pada kondisi anaerobik, akan tetapi sangat lambat dalam pertumbuhannya. Bakteri ini sering ditemukan pada makanan yang mengandung protein misalnya sosis, telur dan daging. Keberadaan bakteri ini pada daging dan produk daging menandakan terjadinya kontaminasi oleh pekerja, tempat pemotongan dan ternak asal sehingga bakteri ini dijadikan indikator sanitasi proses produksi (Fardiaz, 1989). Bentuk bulat bakteri S. aureus dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Bentuk Bakteri S. aureus (sumber: Ernest, 1996) 7 Toksin yang dihasilkan S. aureus umumnya tahan pemanasan dan sekali terbentuk dalam makanan akan sulit untuk dihilangkan (Hariyadi, 2000). S. aureus dapat ditemukan di kulit dan hidung manusia (hidung biasanya dianggap tempat utama berkembangnya kolonisasinya), dan ada kalanya dapat menyebabkan infeksi dan sakit parah (Ernest, 1996). Escherichia coli. E. coli termasuk ke dalam bakteri Gram negatif, anaerobik fakultatif dan tidak berspora. Pertumbuhan optimal E. coli pada suhu 37°C. Bakteri ini tumbuh dengan menggunakan respirasi aerobik maupun anaerobik. Bakteri ini juga mempunyai flagella yang terdapat peritrichous. Bakteri ini berbentuk batang termasuk ke dalam famili Enterobactericeae dengan panjang 2,0-6,0 μm, sering terdapat dalam bentuk tunggal atau berpasangan, bersifat motil atau non motil. Nilai pH medium optimum pertumbuhan yaitu 7,0-7,5 (Fardiaz, 1992). Menurut Surono (2004), E. coli 0157:H7, suatu Gram negatif berbentuk batang, mengakibatkan keracunan makanan. Peradangan pada usus besar dapat mengakibatkan diare yang disertai darah dan sakit pada pinggang. Mengakibatkan gagal ginjal permanen akibat pembekuan darah dalam ginjal, bahkan kerusakan otak akibat pendarahan internal. Bentuk batang bakteri E. coli dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Bentuk Bakteri E. coli (sumber: Ernest, 1996) Salmonella spp. Salmonella spp merupakan bakteri yang menjadi indikator keamanan pangan (food safety) karena keberadaannya dalam bahan pangan dapat menyebabkan penyakit pada manusia. Menurut Del-Potillo (2000), bakteri ini merupakan salah satu bakteri yang paling umum menyebabkan penyakit keracunan makanan di negara maju dan negara berkembang. Salmonella suatu bakteri gram negatif berbentuk batang melekat dan menyerang sel usus. Infeksi usus oleh 8 Salmonella berakibat demam tifus enteric. Bakteri ini masuk ke dalam aliran darah melalui usus dan dialirkan ke seluruh tubuh. Salmonella merupakan kelompok bakteri patogen yang sering ditemukan pada produk pangan. Berdasarkan tingkat bahaya dan penyebarannya, Salmonella berada pada kelompok bahaya sedang, dengan cepat dan juga kelompok sangat berbahaya. Pemanasan merupakan cara yang paling banyak dilakukan untuk membunuh Salmonella. Alternatif lainnya adalah dengan mengatur pH, menambahkan bahan-bahan kimia, penyimpanan pada suhu rendah dan radiasi. Pemanasan yang direkomendasikan untuk membunuh Salmonella spp. umumnya dilakukan selama 12 menit pada suhu 66°C atau selama 78-83 menit pada suhu 60°C (Fardiaz, 1992). Bakteri Asam Laktat Bakteri asam laktat (BAL) merupakan jenis bakteri yang mampu menghasilkan asam laktat, hidrogen peroksida, antimikroba dan hasil metabolisme lain yang berpengaruh positif bagi produktivitas ternak. Secara umum, BAL didefinisikan sebagai suatu kelompok bakteri Gram positif, tidak menghasilkan spora, berbentuk bulat atau batang yang memproduksi asam laktat sebagai produk akhir metabolik utama selama fermentasi karbohidrat. Bakteri asam laktat terdapat beberapa genus antara lain Streptococcus (termasuk Lactococcus), Leuconostoc, Pediococcus, Lactobacillus (Okviati et al., 2008). Menurut Osmana (2009) bakteri asam laktat secara khusus digunakan untuk memfermentasi susu, daging dan produk sayuran. Bakteri asam laktat dapat memproduksi dan melakukan sekresi berupa senyawa penghambat selain asam laktat dan asam asetat, seperti hidrogen peroksida, bakteriosin, antibiotik, dan reuterin yang kurang dikenal atau belum terungkap kemampuannya sebagai senyawa penghambat (Rahmadi, 2009). Bakteri asam laktat dibagi menjadi dua kelompok (a) homofermentatif yaitu bakteri yang menghasilkan asam laktat selama fermentasi gula dan (b) heterofermentatif yaitu bakteri yang menghasilkan sejumlah karbon dioksida, etil alkohol, asam asetat dan gliserol bersamaan dengan sejumlah besar asam laktat (Fardiaz,1992). Bakteri asam laktat termasuk mikroorganisme yang aman jika ditambahkan dalam pangan karena sifatnya tidak toksik dan tidak menghasilkan toksin, maka 9 disebut food grade microorganism atau dikenal sebagai mikroorganisme yang Generally Recognized As Safe (GRAS) yaitu mikroorganisme yang tidak beresiko terhadap kesehatan, bahkan beberapa jenis bakteri tersebut berguna bagi kesehatan. Bakteri asam laktat bermanfaat untuk peningkatan kualitas higiene dan keamanan pangan melalui penghambatan secara alami terhadap flora berbahaya yang bersifat patogen. Bakteri asam laktat dapat berfungsi sebagai pengawet makanan karena mampu memproduksi asam organik, menurunkan pH lingkungannya dan mengeksresikan senyawa yang mampu menghambat mikroorganisme patogen seperti H2O2, diasetil, CO2, asetaldehida, d-isomer asam asam amino dan bakteriosin (Kusmiati, 2002). Beberapa riset berhasil membuktikan bahwa strain probiotik mampu menghambat bakteri penyebab diare seperti Salmonella, Escherichia coli (Surono, 2004). Bakteri asam laktat terdapat di dalam bahan pangan secara alamiah yaitu pada susu, daging segar dan sayur-sayuran dalam jumlah yang kecil (Jenie dan Rini,1995). Bakteri asam laktat mampu membentuk asam laktat dari penggunaan karbohidrat dan menyebabkan rendahnya nilai pH yaitu 5,9-4,6 (Hugas dan Monfort, 1997). Lactobacillus plantarum 1A5 L. plantarum termasuk bakteri dalam filum Firmicutes, ordo Lactobacillales, famili Lactobacillaceae, dan genus Lactobacillus. Lactobacillus dicirikan dengan bentuk batang, umumnya dalam rantai–rantai pendek. Lactobacillus merupakan bakteri Gram positif, tidak menghasilkan spora, anaerob fakultatif, koloninya dalam media agar berukuran 2-5 mm, konfeks, opak atau sedikit transparan dan tak berpigmen. Genus ini tumbuh baik pada suhu 30 – 40oC (Holt et al., 1994). Bakteriosin merupakan senyawa polipeptida atau protein yang bersifat bakterisidal yang dihasilkan oleh kultur bakteri, terutama L. plantarum (Lindgren dan Dobrogosz, 1990). Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan, isolat BAL 1A5 tergolong dalam Gram-positif yang mempunyai bentuk batang dengan susunan tunggal atau rantai. Isolat BAL 1A5 merupakan isolat bakteri asam laktat kelima dari daging sapi yang berasal dari pasar Anyar Bogor dengan umur 9 jam postmortem pada suhu ruang. Permanasari (2008) melakukan penghambatan asam organik dari isolat BAL 1A5 terhadap ketiga bakteri uji, yaitu Staphylococcus aureus, Salmonella 10 thypimurium dan Escherichia coli. Isolat BAL 1A5 mempunyai penghambatan (zona bening) yang paling baik dari substrat antimikroba 12 isolat bakteri dan memiliki nilai total asam tertitrasi cukup tinggi yang berbanding lurus terhadap pH. Bakteri ini sering digunakan dalam fermentasi susu, sayuran dan daging khususnya sosis. L. plantarum tampaknya yang paling banyak berperan dalam fermentasi, ini mungkin karena suhu fermentasi yang digunakan lebih tinggi dibanding bakteri fermentasi yang lainnya. Selain itu, fermentasi dari L. plantarum merupakan homofermentatif sehingga tidak menghasilkan gas (Buckle et al., 1987). Bakteri asam laktat menghasilkan komponen antimikroba yaitu asam organik, hidrogen peroksida, diasetil, bakteriosin dan asam laktat (Savadogo, 2006). Antimikroba. Antimikroba adalah suatu komponen yang bersifat dapat menghambat pertumbuhan bakteri atau kapang (bakteristatik atau fungistatik) atau membunuh bakteri atau kapang (bakterisidal atau fungisidal). Komponen antimikroba yang terdapat dalam makanan dapat melalui beberapa cara yaitu (1) terdapat secara alamiah di dalam bahan pangan, (2) sengaja ditambahkan ke dalam makanan tersebut, (3) terbentuk selama pengolahan atau jasad renik yang tumbuh selama fermentasi makanan (Fardiaz, 1992). Davidson dan Branen (1993) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi substrat antimikroba dalam menghambat pertumbuhan bakteri adalah (1) konsentrasi zat pengawet, (2) waktu penyimpanan, (3) suhu lingkungan, (4) sifat-sifat mikroba (jenis, umur, konsentrasi serta keadaan mikroba), (5) sifat-sifat fisik dan kimia makanan termasuk kadar air, pH, dan jenis senyawa didalamnya. Asam Organik. Asam ini dapat menyebabkan penurunan nilai pH yang menyebabkan mikroba terhambat pertumbuhannya (Fardiaz,1992). Jenie (1996) juga menyatakan bahwa akumulasi produk akhir asam yang rendah dapat menghasilkan penghambatan yang luas terhadap bakteri Gram positif maupun Gram negatif. Efek penghambatan dari asam organik terutama berhubungan dengan jumlah asam yang tidak terdiosiasi yang dapat berdifusi ke dalam membran sel, asam tersebut membelah menjadi proton dan anion mempengaruhi pH didalamnya (Rini, 1995). Hidrogen Peroksida. Hidrogen peroksida merupakan senyawa yang tidak berwarna, berbentuk cairan seperti sirup dan memiliki bau yang menusuk. Senyawa ini 11 terdekomposisi menjadi air dan oksigen dan pada suhu ruang dekomposisi H2O2 berjalan lambat. Hidrogen peroksida ini merupakan oksidator, bleaching agent dan antibakteri. Suhu yang semakin meningkat maka keefisienan hidrogen peroksida menghancurkan bakteri akan meningkat dan kecepatan terdekomposisinya juga meningkat. Bakteri yang paling sensitif terhadap senyawa ini adalah bakteri Gram negatif terutama koliform (Branen et al., 1990). Bakteriosin. Adetunji (2007) menyatakan bahwa bakteri asam laktat dan sifat fisiknya termasuk ke dalam kelompok Gram positif yang memproduksi berbagai macam kandungan yang memilki sifat antimikroba salah satunya adalah bakteriosin. Bakteriosin secara umum merupakan ekstraseluler yang dilepaskan oleh peptida atau protein yang menunjukkan aktivitas bateriosidalnya melawan patogen. Kusmiati, (2002) menyatakan bahwa bakteriosin merupakan senyawa protein yang dieksresikan oleh bakteri yang bersifat menghambat pertumbuhan bakteri lain terutama yang memiliki kekerabatan erat secara filogenik. Senyawa ini mudah terdegradasi oleh enzim proteolitik dalam pencernaan manusia dan hewan. Bakteriosin yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat mudah diterima sebagai bahan tambahan dalam makanan baik oleh ahli kesehatan maupun oleh konsumen karena bakteri ini secara alami berperan dalam proses fermentasi makanan. Bakteriosin yang menjadi bakterisidal untuk patogenik Gram positif dan bakteria perusak yang sangat penting pada makanan. Akan tetapi hanya sedikit yang telah diuji pada sistem makanan. Beberapa studi menyatakan bahwa satu strain bakteriosin yang telah diinokulasi dengan patogenik atau bakteria perusak akan menghasilkan bakteriosin yang dapat mengontrol pertumbuhan dari bakteria perusak dan yang patogen itu sendiri. Bakteriosin ini sangat efektif dipakai untuk mengontrol bakteri patogen dan perusak pada produk makanan yang dingin dan makanan dalam kantung vakum yang diharapkan agar mempunyai daya simpan yang lama (Balia, 2009). 12 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di bagian IPT Ruminansia Besar Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan, dan Laboratorium Mikrobiologi, Pusat Antar Universitas (PAU) pada bulan Oktober sampai November 2008. Materi Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging sapi segar bagian gandik (paha belakang) yang diperoleh dari Unit Pemotongan Ternak Daging (UPTD) Kota Bogor. Kultur yang digunakan adalah Lactobacillus plantarum 1A5 yang telah dilakukan API TEST (Arief, 2009 unpublished). Media yang digunakan dalam pengujian mikroorganisme pada daging segar adalah deMan ragosa sharp broth (MRSB), buffer peptone water (BPW), plate count agar (PCA), eosyin methylen blue agar (EMBA), vogel johnson agar (VJA), kalium telurit 1%, yeast ekstrak (YE) 3 % dan aquadest steril. Alat-alat yang digunakan adalah cawan petri, pipet 10 ml, mikro pipet 1 ml, tik, tabung reaksi, pH meter, autoclave, bunsen, alumunium foil, oven, tabung ependorf, kantong plastik HDPE tahan panas, inkubator, kapas, tabung scott, alat sentrifugasi Hettich Zentrifugen 6000 rpm, water press, planimeter, serta refrigerator. Rancangan Penelitian ini menggunakan metode rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial dengan tiga kali ulangan. RAL pola faktorial terdiri dari 2 perlakuan yang terdiri dari perlakuan pertama adalah perbandingan bakso yang diberi perlakuan antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 dengan bakso kontrol dan faktor kedua yaitu lama penyimpanan pada 0, 5 dan 10 hari. Menurut Steel dan Torrie (1995) model matematika yang digunakan adalah Yijk = µ + α i + β j + (αβ) ij + ε ijk Keterangan: Yijk = respon pengaruh lama penyimpanan terhadap antimikroba µ = nilai tengah populasi αi = pengaruh penambahan substrat antimikroba ke-i (faktor 1) penambahan substrat βj = pengaruh lama penyimpanan ke-k (faktor 2) (αβ) ij = pengaruh interaksi faktor 1 dan 2 εijk = galat percobaan pengaruh perlakuan pertama ke-i dan ulangan ke-k i = lama penyimpanan (0,5 dan10 hari) k = ulangan (1, 2 dan 3) Analisis Data Data yang dihasilkan pada penelitian ini dianalisis dengan menggunakan General Linier Model (GLM) pada program minitab 14. Jika data yang dihasilkan berbeda nyata P<0,05 maka dilakukan uji Tukey untuk membandingkan bakso kontrol dengan bakso yang direndam antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 dengan menggunakan program minitab 14. Prosedur Tahapan kerja penelitian ini terdiri atas penyegaran bakteri asam laktat, produksi antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5, pembuatan bakso, pengawetan bakso dengan antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5. Penyegaran Bakteri Asam Laktat Bakteri asam laktat yang mampu menghasilkan substrat antimikroba yang memiliki daya penghambatan satu terhadap bakteri patogen terbaik yaitu Lactobacillus plantarum berdasarkan hasil penelitian Permanasari (2008) dengan kode isolat IA5 sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam 9 ml MRSB yang diperkaya YE 3%, dihomogenisasi dan diinkubasi selama 24 jam. Produksi Antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 Bakteri asam laktat yang sudah disegarkan dihomogenisasi kemudian diambil sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam 9 ml MRSB yang diperkaya YE, dihomogenisasi dan diinkubasi selama 20 jam. Setelah 20 jam, bakteri asam laktat Lactobacillus plantarum 1A5 dimasukkan ke dalam tabung ependorf, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 6000 rpm selama 20 menit. Setelah itu, supernatan (bagian atas yang terpisah, hasil dari sentrifugasi) tersebut disaring dengan penyaring millipore 0,22 µm ke dalam wadah tabung scott steril. Antimikroba yang sudah disaring dinamakan supernatan bebas sel (SBS). 14 Pembuatan Bakso Daging segar 400 gram dipotong-potong kemudian digiling dalam food proccessor bersama garam 3,2%, STPP 0,5%, dan ½ bagian es batu. Bumbu-bumbu seperti merica dan bawang putih 1%, tepung tapioka 2%, dan sisa ½ bagian es ditambahkan ke dalam adonan. Adonan kembali digiling sampai tercampur rata dan adonan menjadi legit. Adonan tersebut lalu dibentuk bulat-bulat dan dimasukkan ke dalam air hangat. Setelah mulai mengambang, bakso direbus sampai matang (kirakira 10-15 menit). Sebagian bakso diambil sebagai kontrol dan sebagian dikenakan perlakuan pengawetan dengan antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5. Pengawetan Bakso dengan Antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 Bakso dimasukkan ke dalam plastik tahan panas yang telah disterilkan sebelumnya lalu ditambahkan antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 yang telah didapat dari hasil ekstraksi dengan perbandingan bakso dan penambahan antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 adalah 1: 1. Kemudian plastik ditutup dan dibiarkan selama 30 menit. Bakso dipisahkan untuk masing-masing disimpan selama 0, 5 dan 10 hari dengan 3 ulangan untuk dilakukan analisis kuantitatif bakteri (E. coli, staphylococcus aureus, dan TPC) dan analisis pendugaan bakteri Salmonella spp. Prosedur pembuatan bakso dengan penambahan antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 dapat dilihat pada Gambar 3. 15 Daging sapi Dipotong-potong Garam, STPP, ½ es batu Penggilingan dengan food processor Penggilingan kembali Merica, bawang putih, tepung tapioka, dan sisa ½ bagian es Adonan Pembentukan Bakso matang Bakso kontrol Bakso direndam antimikroba IA5 dengan perbandingan 1:1 Penyimpanan pada refrigerator dengan suhu 4-7°C Pengamatan pada 0, 5 dan 10 hari Gambar 3. Alur Proses Pembuatan Bakso dengan Penambahan Antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 16 Analisis Mikrobiologi Nilai pH (AOAC, 1995). Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Hanna. Caranya adalah pH meter dikalibrasi dengan larutan standar (ber-pH 4 dan 7), kemudian sampel bakso sebanyak 5 gram dihancurkan dan dilarutkan ke dalam 45 ml akuades lalu elektroda pH meter dimasukan ke dalam larutan bakso dan dilihat nilai pHnya. Analisis Kuantitatif Total Plate Count (TPC) (APHA, 1992). Pengukuran TPC dilakukan dengan cara 10 g bakso dimasukkan bersama larutan pengencer (BPW) sebanyak 90 ml dihancurkan sampai menjadi homogen sebagai pengenceran pertama. Sebanyak 1 ml dari larutan pengencer pertama yang sudah homogen dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 9 ml larutan pengencer sehingga terbentuk pengenceran 10-2 kemudian larutan tersebut dikocok sampai homogen. Pengenceran ini dilakukan sampai pengenceran 10-7. Setelah pengenceran, dilakukan pemupukan dengan cara mengambil sebanyak 1 ml pengencer dari masing-masing tabung pengenceran (berdasarkan 3 pengenceran terakhir yaitu 10-5, 10-6, dan 10-7) dipindahkan ke dalam cawan petri steril secara duplo. Media agar Plate Count Agar (PCA) ditambahkan ke dalam cawan Petri tersebut. Pemupukan dilakukan dengan metode tuang sebanyak ±20 ml dan dihomogenkan membentuk angka 8. Cawan petri (agar yang sudah membeku) diinkubasi dengan posisi terbalik dalam inkubator bersuhu 370C selama 24 jam. Analisis Kuantitatif Staphylococcus aureus (Fardiaz, 1993). Pengukuran S. aureus dilakukan dengan cara bakso 10 g dimasukkan ke dalam plastik steril yang telah berisi larutan pengencer (BPW) sebanyak 90 ml kemudian dihancurkan sampai larutan menjadi homogen sebagai pengenceran pertama. Sebanyak 1 ml dari larutan pengencer pertama yang sudah homogen dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 9 ml larutan pengencer sehingga terbentuk pengenceran 10-2 kemudian larutan tersebut dikocok sampai homogen. Pengenceran dilakukan sampai 10-5. Setelah pengenceran, dilakukan pemupukan dengan cara mengambil sebanyak 1 ml pengencer dari masing-masing tabung pengenceran (berdasarkan 3 pengenceran terakhir yaitu 10-3, 10-4, dan 10-5) dipindahkan ke dalam cawan Petri steril secara duplo. Media agar vogel johnson agar (VJA) yang ditambah dengan kalium telurit 1% dimasukkan ke 17 dalam cawan petri tersebut. Pemupukan ini dilakukan dengan metode tuang sebanyak ±20 ml dan dihomogenkan membentuk angka 8. Cawan petri (agar yang sudah membeku) diinkubasi dengan posisi terbalik dalam inkubator bersuhu 37°C selama 24 jam. Koloni S. aureus berwarna hitam dikelilingi kuning. Analisis Kuantitatif Escherichia coli (APHA, 1992). Pengukuran E. coli dilakukan cara 10 g bakso dimasukkan ke dalam plastik yang telah steril berisi larutan pengencer (BPW) sebanyak 90 ml. Kemudian bakso dihancurkan sampai larutan menjadi homogen sebagai pengenceran pertama. Sebanyak 1 ml dari larutan pengencer pertama yang sudah homogen dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 9 ml larutan pengencer sehingga terbentuk pengenceran 10-2 kemudian larutan tersebut dikocok sampai homogen. pengenceran dilakukan sampai 10-5. Setelah pengenceran, dilakukan pemupukan dengan cara mengambil sebanyak 1 ml pengencer dari masing-masing tabung pengenceran (berdasarkan 3 pengenceran terakhir yaitu 10-3, 10-4, dan 10-5) dipindahkan ke dalam cawan petri steril secara duplo. Media agar eosyn methylen blue agar (EMBA) ditambahkan ke dalam cawan petri tersebut. Pemupukan ini dilakukan dengan metode tuang sebanyak ±20 ml dan dihomogenkan membentuk angka 8. Cawan petri (agar yang sudah membeku) diinkubasi dengan posisi terbalik dalam inkubator bersuhu 37°C selama 24 jam. Koloni E. coli berwarna kehijauan jika diletakkan di bawah sinar matahari atau sinar lampu. Analisis Konfirmasi Salmonella spp (BAM, 2007) Prinsip analisis Salmonella spp adalah dengan menumbuhkannya pada media selektif dengan pra pengayaan (pre enrichment), dan pengayaan (enrichment) yang dilanjutkan dengan isolasi dan identifikasi. Pra-pengayaan. Sampel ditimbang sebanyak 25 gram atau ukur sebanyak 25 ml sampel secara aseptis kemudian dimasukkan ke dalam wadah steril. 225 ml larutan LB (Lactose Broth) ke dalam kantong steril yang berisi sampel, dihomogenkan dengan stomacher selama 1 menit sampai dengan 2 menit. Suspensi dipindahkan ke dalam labu erlemeyer atau wadah steril. Diinkubasikan pada temperatur 35°C selama 24 jam±2 jam. Pengayaan. Biakan pra-pengayaan diaduk perlahan kemudian diambil dan dipindahkan berturut-turut ke dalam media 10 ml SCB kemudian diinkubasi pada temperatur 35°C selama 24 jam. 18 Isolasi dan identifikasi. Suspensi diambil dengan jarum ose dari masing-masing media pengayaan yang telah diinkubasikan dan diinokulasikan pada media BSA. Diinkubasikan pada temperatur 35°C selama 24 jam±2 jam. Kemudian koloni diamati, pada media BSA koloni Salmonella terlihat keabu-abuan atau kehitaman, kadang metalik, media di sekitar koloni berwarna coklat dan semakin lama waktu inkubasi akan berubah menjadi hitam. Identifikasi dilakukan dengan mengambil koloni yang diduga sebagai Salmonella dari ketiga media tersebut dan diinokulasikan koloni ke TSIA dan LIA dengan cara menusuk ke dalam bagian tegak agar miring, selanjutnya digores pada permukaan agar miring. Diinkubasikan pada temperatur 35°C selama 24 jam±2 jam. Koloni spesifik Salmonella diamati dengan merujuk pada hasil reaksi seperti tercantum pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil Uji Salmonella spp pada Media Agar TSIA dan LIA Media Agar Miring Dasar Agar H2S Gas TSIA Alkalin/K (merah) Asam/A (kuning) Positif (hitam) Negatif positif LIA Alkalin/K (ungu) Alkalin/K (ungu) Positif (hitam) Negatif positif Keterangan: LB : Lactose Broth SCB : Selenite Cystine Broth TSIA : Triple Sugar Iron Agar LIA : Lysine Iron Agar BSA : Bismut Sulfit Agar 20 HASIL DAN PEMBAHASAN Bakso merupakan produk olahan yang berasal dari daging yang umum dijumpai di pasar tradisional maupun swalayan di Indonesia. Bakso adalah bahan pangan yang bersifat cepat rusak salah satunya disebabkan oleh mikroorganisme. Mikroorganisme yang berpengaruh terhadap kerusakan pangan olahan daging adalah Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Salmonella. Pengujian terhadap aktivitas mikrobiologi pada daging segar, total populasi mikroba, populasi bakteri S. aureus, populasi bakteri E. coli dan kualitas Salmonella spp bertujuan untuk mengetahui aktivitas mikrobiologis pada bakso sapi yang diberi perlakuan. Kualitas Mikrobiologis Daging Sapi Segar Indikator kontaminasi awal pada daging sapi segar diantaranya dapat dilihat dari jumlah Total Plate Count (TPC) atau total mikroba, S. aureus dan E. coli karena ketiga bakteri tersebut terdapat secara alami pada daging sapi segar dan dapat menimbulkan penyakit apabila keberadaannya melebihi batas normal untuk dikonsumsi. Populasi awal total mikroba, E. coli dan S. aureus dalam daging sapi segar dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Kualitas Mikrobiologis Daging Segar (log cfu/g) Peubah TPC Nilai 5 E. coli 3 S. aureus 6,89 Salmonella spp negatif Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa populasi TPC, S. aureus dan E. coli melebihi jumlah cemaran mikroba maksimum pada daging sapi segar menurut SNI NO 01-6366-2000 yaitu 4 log cfu/g untuk Total Plate Count, 1,69 log cfu/g untuk E. coli, 1 log cfu/g untuk S. aureus dan negatif untuk Salmonella spp. Hal tersebut menandakan bahwa daging sudah terkontaminasi pada awal pemotongan ataupun pada saat penjualan. Daging segar yang diuji tidak mengandung Salmonella spp. Daging merupakan media yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme sehingga dalam waktu yang singkat akan mudah menjadi rusak (Soeparno, 1998). Mikroorganisme yang kontak dengan daging dan bila kondisi lingkungan seperti suhu dan kadar air memungkinkan, maka pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme akan terjadi. Daging yang tercemar bakteri patogen akan berbahaya bila dikonsumsi karena akan menimbulkan penyakit (Supardi dan Sukamto, 1999). Awal kontaminasi pada daging berasal dari mikroorganisme yang memasuki peredaran darah pada saat penyembelihan, jika alatalat yang digunakan untuk pengeluaran darah tidak steril. Beberapa saat setelah penyembelihan darah masih bersirkulasi. Kontaminasi berikutnya dapat terjadi pada saat persiapan daging seperti proses pembelahan karkas, pendinginan, pembekuan, penyegaran daging beku, pemotongan karkas atau daging, pembuatan produk daging proses, preservasi, pengepakan, penyimpanan dan distribusi. Besarnya populasi E. coli menandakan bahwa pada saat pemotongan, para pekerja di Rumah Potong Hewan (RPH) kota Bogor tidak menerapkan sanitasi yang baik karena E. coli merupakan bakteri yang digunakan sebagai indikator sanitasi. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan penggunaan air yang tidak mengalir pada saat pemotongan, untuk membersihkan daging dan tidak adanya pemisahan yang jelas antara tempat jeroan dengan daging yang sudah dipotong sehingga daging terkontaminasi dari bakteri yang berasal dari jeroan. Populasi yang besar dari S. aureus menandakan bahwa adanya kontaminasi dari pekerja dan peralatan yang digunakan untuk pemotongan. Staphylococcus adalah bakteri Gram positif, berbentuk kokus, non motil, dan mampu memfermentasi manitol, menghasilkan koagulase, dan mampu menghasilkan enterotoksin dan HeatStable Endonuklease. Pencegahan kejadian keracunan makanan oleh enterotoksin ini harus dilakukan sejak dari awal rantai proses yaitu sejak dari peternakan hingga siap saji. Tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan sanitasi dan higiene dalam menghasilkan produk. Pemeriksaan antemortem harus dilakukan setelah sampai di RPH, untuk mengetahui ternak sehat dan sakit, dan dilakukan tindakan yang perlu untuk menjamin bahan baku aman dan sehat untuk proses selanjutnya. Proses penyembelihan, seluruh peralatan sejak karkas digantung sampai dikemas harus benar-benar bersih, hal ini harus dapat dievaluasi dan dikoreksi sehingga peluang pencemaran melalui peralatan dapat dihindarkan. Bahan pendukung proses seperti air, es, bahan pengemas atau pembungkus, dan lain-lainnya juga harus di kontrol (Nugroho, 2008). 22 Pekerja di RPH kota Bogor tidak menerapkan sanitasi, yang terbukti dengan perlengkapan yang kurang dipersiapkan oleh pekerja seperti pakaian yang tertutup, sepatu bot, sarung tangan serta masker. Peralatan yang digunakan seperti pisau tidak dibersihkan dengan alkohol sebelumnya dan setelah pemakaian hanya dibersihkan dengan air yang digunakan untuk membersihkan jeroan sehingga terjadi kontaminasi silang pada daging (Nugroho, 2008). Kualitas Mikrobiologis pada Bakso Nilai pH Bakso Perlakuan Nilai pH yang rendah dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Semakin besar penurunan pH maka nilai penghambatannya terhadap mikroorganisme akan semakin besar. Pada Tabel 4 diperlihatkan nilai pH bakso perlakuan. Tabel 4. Nilai pH Bakso dengan Penambahan Antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 Perlakuan 0 Lama Simpan (Hari) 5 10 Rataan Kontrol 6.03±0,26 6,49±0,06 6,66±0,32 6,58±0,12a Penambahan antimikroba 5,03±0,02 5,32±0,05 5,30±0,15 5,22±0,16b Rataan 5,54±0,14 5,90±0,55 5,98±0,23 Keterangan: Huruf superskrip yang beda pada baris atau kolom yang sama memiliki perbedaan yang nyata (P<0,05). Berdasarkan Tabel 4. dapat diketahui bahwa pengawetan menggunakan antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 dapat menurunkan nilai pH pada bakso sebesar 1,36 (P<0,05). Lama penyimpanan bakso pada suhu dingin tidak berpengaruh terhadap nilai pH bakso perlakuan. Tetapi penambahan antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 berpengaruh menurunkan nilai pH bakso perlakuan yaitu sebesar 5,22. Rendahnya nilai pH dari antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 yaitu sebesar 4,20 disebabkan oleh adanya kandungan asam organik yang terdapat dalam antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5. Asam organik merupakan salah satu hasil metabolit bakteri asam laktat yang bersifat antimikroba. Pembentukan asam organik terjadi melalui proses fermentasi glukosa yang terdiri 23 dari dua tahap yaitu (1) pemecahan rantai karbon dari glukosa dan pelepasan paling sedikit dua pasang karbon atom hidrogen, menghasilkan senyawa karbon lainnya yang lebih teroksidasi dibandingkan glukosa. Senyawa yang teroksidasi tersebut direduksi kembali oleh atom hidrogen yang dilepaskan dalam tahap pertama sehingga membentuk asam piruvat; (2) tahap kedua, asam piruvat bertindak sebagai penerima hidrogen, sehingga asam piruvat yang direduksi oleh NADH2 menghasilkan asam laktat dan senyawa lain seperti asam asetat, CO2 dan etanol (Fardiaz, 1992). Selain itu, Menurut Kusmiati (2002) glukosa merupakan gula yang disukai oleh bakteri sebagai sumber karbon. Glukosa dan manosa merupakan monosakarida sedangkan maltosa merupakan disakarida. Bakteri asam laktat umumnya akan memecah glukosa untuk menghasilkan asam laktat. Hal ini menyebabkan pH media menjadi rendah yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain. Gambar 4. Nilai pH pada Bakso dengan Lama Simpan 0, 5 dan 10 Hari Berdasarkan Gambar 4. nilai pH pada bakso yang direndam menggunakan antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 akan menurunkan nilai pH pada produk bakso. Asam organik akan banyak dihasilkan oleh bakteri asam laktat homofermentatif dibandingkan dengan bakteri asam laktat heterofermentatif. Penurunan nilai pH tidak dipengaruhi oleh lama penyimpanan karena lama penyimpanan tidak dapat meningkatkan kandungan asam organik dalam antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5. Menurut Hugas dan Monfort (1997), bakteri asam laktat mampu membentuk asam laktat dari penggunaan karbohidrat dan menyebabkan rendahnya nilai pH yaitu 5,9-4,6. Menurut Fardiaz (1992), makanan yang mempunyai pH rendah relatif lebih tahan selama penyimpanan dibandingkan dengan makanan yang mempunyai pH netral atau mendekati netral. Kombinasi 24 antara senyawa antimikroba dan pH antimikroba yang asam dapat memperkuat aktivitas antimikroba yang terdapat pada antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5. Efek penambahan antimikroba karena adanya pengaruh kombinasi antara asam, enzime proteolitik dan beberapa komponen aktivitas antimikrobial lainnya, dengan produksi asam menjadi faktor yang penting dalam menghambat bakteri patogen (Sahlin, 2009). Bakso yang direndam dengan antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 mempunyai pH yang lebih rendah yaitu 5,22 bila dibandingkan dengan bakso kontrol yang tidak direndam dengan antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5. Diduga pH yang rendah menyebabkan zat antimikroba dalam antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 lebih aktif dalam menghambat pertumbuhan bakteri. Jumlah Total Mikroba (TPC) Bakso yang Disimpan pada Suhu Dingin Kontaminasi dapat terjadi saat penyembelihan ternak hingga daging dikonsumsi. Sumber kontaminasi dapat berasal dari tanah disekitarnya, kulit (kotoran pada kulit), isi saluran pencernaan, air, alat-alat yang dipergunakan selama proses mempersiapkan karkas, kotoran, udara dan pekerja. Mikroorganisme yang berasal dari para pekerja antara lain Salmonella, Bacillus, Staphylococcus aureus, Escherichia coli (Soeparno, 1998). Total mikroba menggambarkan total mikroba yang terdiri dari berbagai jenis mikroba. Hasil yang didapatkan untuk total mikroba bakso selama penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Pengaruh Pemberian Antimikroba dan Lama Simpan pada Bakso terhadap Populasi Total Mikroba (log cfu/g). Perlakuan Lama Penyimpanan (hari) 0 5 10 Rataan Kontrol 5,78±1,03 7,85±0,66 8,50±0,74 7,38±1,42a Penambahan Antimikroba 5,22±0,24 5,42±0,97 7,29±0,76 5,98±1,14b Rataan 5,50±0,40a 6,64±0,86a 7,90±0,43b Keterangan: Huruf superskrip yang beda pada baris atau kolom yang sama memiliki perbedaan yang nyata (P<0,05). Pemberian antimikroba maupun lama simpan mempengaruhi populasi total mikroba (P<0,05) namun tidak terdapat interaksi antara keduanya. Pemberian antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 dapat menurunkan populasi total 25 mikroba sebesar 1,4 log cfu/g. Hal ini disebabkan bakteri asam laktat mengandung komponen Antimikroba yaitu asam organik, hidrogen peroksida, diasetil, bakteriosin dan asam laktat (Savadogo, 2006). Menurut Rostini (2007) sifat yang terpenting dari bakteri asam laktat adalah kemampuannya untuk merombak senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga dihasilkan asam laktat. Dalam jumlah yang besar bakteriosin yang diisolasi dari bakteri asam laktat berpotensi membunuh dan menghambat pertumbuhan patogen (Savadogo, 2006). Menurut Surono (2004), antimikroba bersifat dapat menghambat pertumbuhan bakteri atau kapang (bakteristatik atau fungistatik) atau membunuh bakteri atau kapang (bakterisidal atau fungisidal). Gambar 5. Total Mikroba pada Bakso dengan Lama Simpan 0, 5 dan 10 Hari Total mikroba dipengaruhi juga oleh lamanya penyimpanan. Lama simpan menambah populasi total mikroba. Semakin lama penyimpanan maka populasi total mikroba semakin banyak. Lama simpan 10 hari menambah populasi total mikroba sebesar 2,40 log cfu/g dari populasi awal. Populasi total mikroba pada lama simpan 10 hari sudah melebihi batas populasi yang telah ditetapkan SNI 01-3818-1995 yaitu 1X105 koloni/g. Besarnya populasi total mikroba selama penyimpanan karena bakteri yang tumbuh tergolong bakteri psikrofilik (bakteri yang tumbuh pada suhu 5-150C) (Surono, 2004). Soeparno (1998) menyebutkan bahwa bakteri psikrofilik yang ditemukan pada Achromobacter, penyimpanan Micrococcus, di suhu refrigerator Lactobacillus, adalah Pseudomonas, Streptococcus, Leuconostoc, Pediococcus, Flavobacterium dan Proteus . 26 Jumlah Escherichia coli (E. coli) Bakso yang Disimpan pada Suhu Dingin E. coli merupakan bakteri yang digunakan sebagai indikator sanitasi. Terdapatnya E. coli merupakan salah satu indikator penerapan sanitasi yang buruk. Hasil yang didapatkan untuk pengujian Escherichia coli dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Pengaruh Pemberian Antimikroba dan Lama Simpan pada Bakso terhadap Populasi E. coli (log cfu/g). Lama Simpan (Hari) Perlakuan 0 5 10 Kontrol 3,00±0,00a 5,89±0,78b 6,13±0,98b Penambahan antimikroba 3,00±0,00a 3,00±0,00a 3,54±0,93a Keterangan: Huruf superskrip yang beda pada baris atau kolom yang sama memiliki perbedaan yang nyata (P<0,05). Tabel 6. menjelaskan terdapat interaksi antara penambahan antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 dengan lama simpan (P<0,05) terhadap populasi E. coli. Penambahan antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 dapat menghambat pertumbuhan bakteri E. coli sampai pada penyimpanan hari ke-10. Populasi E. coli pada lama simpan 10 hari masih termasuk ke dalam standar E. coli pada SNI 01-3818-1995 yaitu 1x103 koloni/g. Bakteri E. coli termasuk dalam kelompok bakteri Gram negatif yang relatif lebih kompleks dengan tiga lapisan dinding sel (McKane and Kandel, 1985). Pada umumnya bakteri Gram negatif seperti E. coli dan Salmonella typhimurium lebih tahan terhadap aktivitas antimikroba dibandingkan dengan bakteri Gram positif. Hali ini disebabkan perbedaan struktur dinding sel bakteri. Susunan komponen dinding sel bakteri Gram positif umumnya lebih sederhana dibandingkan dengan dinding sel bakteri Gram negatif sehingga lebih mudah ditembus senyawa antimikroba (Rahayu, 2000). Berdasarkan penelitian Ibrahim (2009), pengaruh antimikroba dari Lactobacillus spesies terhadap E. coli yaitu dapat menurunkan jumlah E. coli. Jumlah E. coli pada bakso kontrol selama 0 penyimpanan yaitu 3,60 log cfu/g, dan meningkat selama penyimpanan. 27 Gambar 6. Populasi E. coli pada Bakso dengan Lama Simpan 0, 5 dan 10 Hari Jumlah E. coli tidak dipengaruhi oleh lama penyimpanan. Lama simpan dipengaruhi oleh suhu dan kecepatan udara di dalam refrigerator. Beberapa strain E. coli dapat tumbuh pada suhu kurang dari 10°C dan E. coli termasuk bakteri anaerob fakultatif (dapat hidup dengan atau tanpa oksigen) sehingga pertumbuhannya tidak dipengaruhi oleh suhu maupun kecepatan udara di dalam refrigerator. Menurunnya jumlah E. coli pada bakso dengan penambahan antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 yaitu sebesar 3,54 log cfu/g pada penyimpanan H-10. Jika dibandingkan dengan kontrol, jumlah E. coli yang meningkat yaitu sebesar 6,13 log cfu/g. Hal ini membuktikan bahwa senyawa antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 mampu menghambat bakteri Gram negatif seperti E. coli. Hal ini sesuai dengan Abdelbasset (2008) yang menyatakan bahwa bakteriosin yang diproduksi dari bakteri asam laktat menunjukkan aktivitas antimikrobial yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram negatif E. coli. Selain bakteriosin, penghambatan pertumbuhan E. coli diperkirakan karena senyawa antimikroba mengandung H2O2. Senyawa H2O2 dihasilkan oleh enzim NADH oksidase dan superoksida dismutase, dimana oksigen berperan sebagai elektron akseptor eksternal. Efek bakterisidal senyawa ini adalah karena terjadinya oksidasi pada sel bakteri, yaitu gugus sulfidril dari protein sel sehingga mendenaturasi sejumlah enzim dan terjadinya peroksidasi dan lipid membran meningkatkan permeabilitas membran. H2O2 kemungkinan juga menjadi pelopor pembentukan bacteriosidal radikal bebas seperti superoksida (O2) dan hidroksil (OH) radikal yang dapat merusak DNA. Hal ini didukung oleh penghambatan yang dilakukan oleh lactobacillus dan lactococcus dalam menghambat E. coli, Pseudomonas sp. Dan berbagai mikroorganisme psikotropik yang terdapat dalam makanan (Yang, 2001). 28 Strompfova (2005) menyatakan bahwa penurunan jumlah E. coli disebabkan oleh asam laktat yang diproduksi oleh bakteri asam laktat Lactobacillus spp. Jumlah Staphylococcus aureus (S. aureus) Bakso yang Disimpan pada Suhu Dingin S. aureus merupakan bakteri indikator sebagai tanda adanya kontaminasi dari pekerja maupun alat yang digunakan. Menurut Poernomo (1995), S. aureus merupakan batasan antara bakteri indikator dan patogen yang tidak jelas. Bakteri tersebut dapat digolongkan sebagai bakteri patogen atau sebagai indikator dari penanganan makanan yang tidak higienis dan enterotoksinnya dapat dideteksi langsung di makanan. Bakteri ini dapat menyebabkan intoksikasi jika tumbuh dan berkembang biak dalam makanan. Bakteri ini menyebabkan bermacam-macam infeksi seperti bisul, meningtis, mastitis pada manusia dan hewan. Jenis makanan yang paling digemari bakteri ini adalah daging. Hasil yang didapatkan untuk pengujian S. aureus dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Pengaruh Pemberian Antimikroba dan Lama Simpan pada Bakso terhadap Populasi S. aureus Bakso (log cfu/g) Perlakuan Lama Penyimpanan (hari) 0 5 10 a b Kontrol 3,15±0,25 8,74±0,61 7,16±2,14b Penambahan antimikroba 3,00±0.00a 3,00± 0.00a 3,93±0,86a Keterangan: Huruf superskrip yang beda pada baris atau kolom yang sama memiliki perbedaan yang nyata (P<0,05). Berdasarkan Tabel 7 terdapat interaksi antara pemberian antimikroba dengan lama simpan (P<0,05) terhadap populasi S. aureus. Penambahan antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 dapat menghambat pertumbuhan S. aureus sampai pada hari ke-10. Berdasarkan penelitian Rahmadi (2005) diketahui bahwa dari 12 hari pengamatan yang dilakukan, bakteri patogen S. aureus memiliki pola pertumbuhan sedikit kemudian terus meningkat baik secara linier ataupun logaritmik sejalan dengan lama waktu penyimpanan, sehingga pada suatu ketika mencapai angka 100 cfu/mL (log=2) yang merupakan ambang batas penerimaan patogen ini. Kontrol menunjukkan, pada hari ke 8 (H-8), sampel sudah tidak layak lagi di konsumsi, sedangkan dengan penambahan bakteri asam laktat, aktivitas pertumbuhan S. aureus pada sampel perlakuan mampu ditekan tidak lebih dari 2 satuan log. Hal ini 29 sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan terhadap bakso yang direndam dengan antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 dapat menurunkan jumlah bakteri S. aureus sebesar 5,74 log cfu/g pada hari ke 5 (H-5), dan menurunkan 3,22 log cfu/g bakteri S. aureus pada hari ke 10 (H-10). Populasi S. aureus pada daging segar dan bakso 0 hari telah melebihi populasi yang ditetapkan dalam SNI 01-3818-1995 yaitu 1x101 untuk batas maksimum daging segar, 1x102 koloni/g untuk batas maksimum populasi S. aureus pada bakso, maka populasi S. aureus pada bakso yang diuji telah melebihi ambang batas maksimum. S. aureus merupakan bakteri yang selalu ada di mana-mana seperti udara, debu, air, susu, makanan dan peralatan makan, lingkungan, tubuh manusia dan hewan seperti kulit, rambut/bulu, bahkan di dalam saluran pernafasan pada individu sehat bakteri ini dapat ditemukan. Penyakit muncul apabila mengkonsumsi makanan yang mengandung racun yang dihasilkan (enterotoksin) bakteri (Nugroho, 2008). S. aureus merupakan bakteri penyebab keracunan yang memproduksi enterotoksin. Menurut Hariyadi (2002) enterotoksin yang dihasilkan S. aureus umumnya tahan pemanasan dan sekali terbentuk dalam makanan akan sulit untuk dihilangkan. S. aureus merupakan patogen indikator sanitasi tangan pekerja, sehingga penting untuk mengetahui keamanan mikrobiologis dari bakso. S. aureus merupakan bakteri Gram positif dengan satu lapisan tebal peptidoglikan pada dinding selnya (Fardiaz, 1992). S. aureus hanya terdiri dari beberapa lapis peptidoglikan tanpa adanya tiga polimer pembungkus yang terletak diluar lapisan peptidoglikan yaitu lipoprotein, selaput luar dan lipopolisakarida seperti yang dimiliki oleh E. coli karena S. aureus hanya memiliki lapisan peptidoglikan maka selnya akan mudah terdenaturasi (Hermawan, 2007). Gambar 7. Populasi S. aureus pada Bakso dengan Lama Simpan 0, 5 dan 10 Hari 30 S. aureus merupakan bakteri Gram positif (Fardiaz, 1992) dengan satu lapisan tebal peptidoglikan pada dinding selnya. Substansi antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 yang dapat menghambat pertumbuhan S. aureus adalah asam organik dan bakteriosin yang disertai dengan penurunan pH. Mekanisme penghambatan yang berhubungan dengan penurunan pH menunjukkan bahwa bentuk asam tak terdisosiasi semakin efektif. Mekanisme penghambatan bakteri oleh asamasam organik berhubungan dengan keseimbangan asam-basa, penambahan proton dan produksi energi oleh sel. Penambahan proton akibat dari bentuk tidak terdisosiasi dari asam organik. Apabila pH diturunkan (asam) maka proton yang terdapat dalam jumlah tinggi dalam medium akan masuk ke dalam sel sitoplasma. Proton ini harus dikeluarkan untuk mencegah terjadinya pengasaman dan denaturasi komponenkomponen sel. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya perbedaan konsentrasi antara medium dengan sel sitoplasma sehingga untuk menghilangkan proton dari sel sitoplasma diperlukan energi. Semakin rendah pH maka semakin dibutuhkan energi dalam jumlah tinggi untuk menghilangkan proton tersebut dan lama-kelamaan sel bakteri akan mengalami kematian. Menurut Schnell et al., (1988) sintesis bakteriosin oleh sel galur produsen terjadi selama pertumbuhan fase eksponensial, biasanya mengikuti pola klasik sintesis protein. Beberapa bakteriosin disintesis dalam bentuk lengkap secara langsung melalui jalur ribosom. Sedangkan antibiotik disintesis secara ribosomal sebagai prepeptida kemudian mengalami modifikasi. Mekanisme penyerangan bakteriosin pada bakteri indikator dikarenakan oleh bakteriosin terikat pada reseptor spesifik. Efek hambat selanjutnya disebabkan oleh terjadinya perubahan permeabilitas dan integritas membran sehingga sel menjadi tidak mampu membelah diri karena keluarnya beberapa material sesuler atau sel mengalami lisis. Menurut Holo (2001), plantarisin W merupakan bakteriosin yang terdapat dalam Lactobacillus plantarum 1A5 dengan senyawa polipeptida yang menghambat sebagian besar bakteri Gram positif. Kualitatif Salmonella spp pada Bakso yang Disimpan pada Suhu Dingin Salmonella merupakan bakteri Gram negatif. Bakteri dari genus Salmonella merupakan bakteri penyebab infeksi dan bila tertelan atau masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan gejala yang disebut Salmonellosis. Salmonellae merupakan salah 31 satu bakteri yang paling patogen disebarluaskan melalui makanan (Poernomo, 1995). Hasil yang didapatkan untuk pengujian Salmonella dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Pengaruh Pemberian Antimikroba dan Lama Simpan terhadap kualitas Salmonella (log cfu/g). TSIA No Kode LIA LB SCB BSA Hasil 1. DS + + + Atas bawah gas Merah Merah - H2S - Atas Ungu Bawah Ungu Gas - H2S - 2 K0 + + + Kuning Kuning + - Ungu Ungu - - Negatif Negatif 3 P0 + + - Kuning Kuning + - Kuning Kuning - - Negatif 4 K5 + + + Merah Merah - - Ungu Ungu - - Negatif 5 P5 + + - Merah Kuning + - Ungu Kuning - - Negatif 6 K 10 + + + Merah Merah + - Ungu Ungu - - N egatif 7 P 10 + + - Merah Kuning - - Ungu Kuning - - Negatif Keterangan : D.S : Daging Segar P 10 : Perlakuan 10 hari K0 : Kontrol 0 hari LB : Lactose Broth P0 : Perlakuan 0 hari SCB : Selenite Cystine Broth K5 : Kontrol 5 hari TSIA: Triple Sugar Iron Agar P5 : Perlakuan 5 hari LIA : Lysine Iron Agar K 10 : Kontrol 10 hari BSA : Bismut Sulfit Agar Berdasarkan Tabel 8 diketahui bahwa bakso yang diproduksi tidak mengandung Salmonella spp. Hal ini membuktikan bahwa sejak awal tidak ada kontaminasi Salmonella spp dan tidak adanya kontaminasi selama penyimpanan berlangsung. Populasi Salmonella yang terdapat pada bakso sesuai dengan syarat mutu pada SNI 01-3818-1995 bahwa untuk cemaran Salmonella spp harus bernilai negatif. Salmonella spp dapat dihambat pada nilai pH lebih rendah dari 4.4 untuk asam laktat dan 5.4 untuk asam asetat (Fardiaz, 1992). Media LB pada semua sampel yang di uji menunjukkan kekeruhan (positif), hal ini disebabkan karena salmonella tidak memfermentasi laktosa sedangkan bakteri lain umumnya memfermentasi laktosa menghasilkan gas dan asam (Difco laboratories, 1998). Tahap pengkayaan selektif biasanya menggunakan media TTB (tetrathionate broth), RV (rappaport vassilidis) dan SCB (selenite cystine broth), media tersebut secara selektif memperkaya jumlah Salmonella yang berasal dari sampel. Media TTB mengandung senyawa selektif yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri selain Salmonella seperti natrium tiosulfat dan tetrationat (tetrationat terbentuk di dalam media akibat penambahan iodin dan kalium iodida). Organisme yang mengandung enzim tetrationat reduktase seperti Salmonella akan 32 tumbuh (Difco Laboratories). Pada media SCB menunjukkan hasil yang positif yang berupa kekeruhan yaitu berwarna merah bata. Tahap selanjutnya, digunakan tiga media spesifik untuk isolasi salmonella yaitu haktoen enteric agar (HEA), xylose lysine desoxycholate agar (XLDA) dan bismuth sulfit agar (BSA). Koloni tipikal pada media HEA berwarna biru kehijauan, dengan atau tanpa warna hitam ditengahnya, beberapa akan tampak sebagai koloni yang besar, berwarna hitam mengkilap ditengahnya atau tampak sebagai koloni yang hampir semuanya berwarna hitam. Koloni tipikal pada XLDA berwarna merah muda dengan atau tanpa warna hitam ditengahnya atau tampak sebagai koloni yang hampir semuanya berwarna hitam. Koloni tipikal pada BSA berwarna coklat, abu-abu atau hitam, terkadang berwarna kilau metalik (BAM, 2007). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengujian pada media BSA yang menunjukkan kekeruhan adalah sampel bakso kontrol sedangkan pada bakso yang diawetkan dengan antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 menunjukkan hasil yang negatif. Konfirmasi biokimia pada TSIA ditandai dengan terbentuknya warna merah pada bagian atas karena adanya reaksi basa yang dideteksi dengan adanya indikator fenol red, warna kuning dan hitam pada bagian dasar akibat reaksi asam dan terbentuknya H2S serta adanya gas pada agar. Terbentuknya H2S ditandai dengan warna hitam karena kandungan natrium tiosulfat pada agar direduksi oleh H2S yang kemudian bereaksi dengan garam besi menghasilkan warna hitam (Difco laboratories). Tabel 8 menunjukkan hasil H2S yang negatif baik sampel bakso kontrol maupun bakso yang diawetkan dengan antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5. Konfirmasi biokimia pada LIA ditandai dengan adanya koloni warna hitam pada agar miring serta media agar yang pada awalnya berwarna ungu tidak berubah warna (Difco laboratories). Pada media agar LIA, bakso kontrol maupun bakso yang diawetkan dengan antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 tidak menunjukkan hasil yang positif. 33 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 mempengaruhi kualitas mikrobiologis bakso selama penyimpanan suhu dingin. Total mikroba yang terdapat dalam bakso dapat dihambat selama penyimpanan. Total E. coli dapat dihambat hingga penyimpanan suhu dingin 10 hari. Pemberian senyawa antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 dalam bakso dapat menghambat pertumbuhan S. aureus sampai 10 hari penyimpanan. Bakso yang diuji tidak mengandung Salmonella. Dengan demikian, senyawa antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 dapat mengawetkan bakso daging sapi sampai 10 hari penyimpanan pada suhu dingin. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai lama penyimpanan yang lebih panjang. Serta, perlu dilakukan penelitian untuk mencari media pertumbuhan kultur yang lebih ekonomis agar dapat diaplikasikan kepada masyarakat. UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi kekasih Allah, Muhammad SAW, beserta para keluarga, sahabat serta para pengikutnya sampai akhir zaman. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Irma Isnafia Arief, S.Pt., M.Si dan Ir. Hj. Komariah. M.Si yang telah membimbing, mengarahkan, meluangkan waktu serta membantu penulis, mulai saat penyusunan proposal, tahap penulisan skripsi dan ujian akhir sarjana. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Iman Rahayu, HS, MS sebagai pembimbing akademik yang senantiasa memberikan bimbingan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Zakiah Wulandari, STP., M.Si sebagai dosen penguji seminar, Tuti Suryati, S.Pt., M.Si dan Dr. Ir. Suryahadi, M.Si yang telah menguji, mengkritik, dan memberikan sumbangan pemikiran serta masukan dalam penulisan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua kedua orang tua Ayahanda Muhammad wardi dan Ibunda Murwatinah, saudaraku tercinta Intan, Fajar, Dana dan Harits yang senantiasa memberikan semangat moril maupun materiil serta cinta dan kasih sayang yang tulus, mengajarkan, mendidik dan mendo’akan yang terbaik untuk keberhasilan penulis. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada pihak LARUBA dan Dudi Firmansyah yang telah memberikan bantuan selama penelitian, teman satu penelitian (Anisa, Astiani, Retno, Lianti Mala, Ruben Paulus, Theo Mahiseta, Lamria M, Tantri, Fitri N) yang telah memberikan bantuan selama penelitian, para murabbi yang selalu memberikan semangat ruhiyah, IPTP dan INTP 41, 42, 43 dan 44, teman-teman di Famm Al-An’aam dan BEM-D 2007-2008, keluarga Wisma bateng 76 atas segala dukungan, semangat, perhatian dan nasehat yang selalu diberikan. Terakhir, penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Bogor, Agustus 2009 Penulis DAFTAR PUSTAKA Abdelbasset, Mechai dan Kirane Djamila. 2008. Antimicrobial activity of autochthonous lactic acid bacteria isolated from Algerian traditional fermented milk “Raïb”. African J. of Biotechnology. 7 (16): 2908-2914. Adetunji, V.O.1 dan G.O Adegoke. 2007. Bacteriocin and cellulose production by lactic acid bacteria isolated from West African soft cheese. African J. of Biotechnology. 6 (22): 2616-2619. APHA (American Public Health Association). 1992. Standard Method for the Examination of Dairy Products. 16th Edition. Porth City Press, Washington D.C. Association of Official Analytical Chemist (AOAC). 1995. Official Methods of Analysis, Association of Official Analytical Chemist Inc., Virginia, USA. Astawan, M. 2008. Mengapa kita perlu makan daging? www.kompas.com [17 Juni 2008]. Balia, R.L. 2009. Penggunaan biopreservatif mikroorganisme pada produk makanan asal ternak suatu alternative. http://www.pdf4free.com. [20 juli 2009]. BAM (Bacteriaiological Analitical Manual). Online. 2001. http://www.cfsan.fda. gov/-ebom. Branen, A. L., P. M. Davidson, dan S. Salminen. 1990. Food Additives. Marcel Dekker, Inc., New York. Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet dan M. Wotton. 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan: H. Purnomo dan Adiono. UI Press, Jakarta. Badan Standarisasi Nasional. 2000. Standar Nasional Indonesia 01-0366-2000. Batas Mikroba dan Batas Maksimum Residu dalam Bahan Makanan Asal Ternak Hewan. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta. Davidson, P. M. dan A. L. Branen. 1993. Antimicrobial in Food. 2nd Edition. Resised and Expanded. Marcel Dekker Inc., New York. Dell-Portillo, F. G. 2000. Molekular and Cellular Biology of Salmonella Patogénesis. Di dalam: Cary, J. W., Linz, J. E. dan bhatanagar, D. 2000. Microbial Foodborne Disease: Mechanism of pathogenesis and Toxin Synthesis. Cancaster: Techonomic Publishing Company, Inc. Dewan Standardisasi Nasional.1995. SNI 01-3775-1995. Bakso Daging. Standar Nasional Indonesia, Jakarta. Ernest, J. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 20. EGC, Jakarta. Fardiaz, S. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Mikrobiologi Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Forrest, J. C., E. D. Aberle, H. B. Hedrick, M. D. Judge, dan R. A. Merkel. 1975. Principles of Meat Science. Freeman, London. Fuller, R. 1992. Probiotics The Scientifics Basis. Chapman dan hall, London. Gill, C. O. 1982. Microbial Interaction with Meats. Dalam: Brown, M.H. (ed.), Meat Microbiology. Applied Science Publisher, London and New York. Hariyadi, r.d. 2002. Keracunan pangan tak hanya sebabkan diare. Harian Kompas 15 Desember: hlm. 32. Harsojo, Lydia Andini S. dan Nancy Rosita Trimey T. 2005. Dekontaminan bakteri patogen pada daging dan jeroan kambing dengan irradiáis gamma. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, hlm. 1027-1031 Hermawan, A. 2007. Pengaruh pemberian ekstrak daun sirih (Piper Betle L. terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dengan metode difusi disk. Artikel Ilmiah. Fakultas kedokteran Hewan. Universitas Airlangga, Surabaya. Hitokoro, H., S. Morozomi, T. Wauke,S. Sakai dan H. Murata. 1990. Inhibitory effect of spices on growth and toxin production of toxigenic fungi. J. Microbial. 39 (4) : 818-888. Holo, H., Zoran, J., Mark Daeschel., Stevan, S., dan Ingolf, F. N. 2001. Plantaricin W from Lactobacillus plantarum belongs to a new family of two-peptide lantibiotics. J. Microbiology 147: 643-651. Holt, J. G., N. R. Krieg, P. H. A. Sneath, J. T. Staley dan S. T. Williams. 1994. Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology. 9th ed. Williams and Wilkins, Maryland. Hugas, M. dan J. M. Monfort. 1997. Bacterial starter cultures for meat fermentation. Food Chemist. (59) 4:547-554. Ibrahim, S. M. and Salha G. Desouky. 2009. Effect of antimicrobial metabolites produced by lactic acid bacteria (Lab) on quality aspects of frozen tilapia (Oreochromis niloticus) fillets. J. Sci. 1 (1): 40-45. Jay, J. M. 2005. Modern Food Microbiology. 3rd Ed. Van Nostrand Reinhold, New York. Jenie, B. S. L. 1996. Peranan bakteri asam laktat sebagai pengawet hayati makanan. J. Sci. 1(2):60-73. Jenie, B. S. L. dan S. E. Rini. 1995. Aktifitas antimikroba dari beberapa spesies Lactobacillus terhadap mikroba patogen dan perusak makanan. J. Sci. 6 (2) : 46-51. Kusmiati dan A. Malik. 2002. Aktivitas bakteriosin dari bakteri Leuconostoc mesenteroides pbac1 pada berbagai media. http://Journal.ui.ac.id. [18 juli 2009]. Lawrie, R. A. 1995. Ilmu Daging. Terjemahan: Parakassi, A. dan Y. Amwila. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Lindgren, S. E. dan W. J. Dobrogosz. 1990. Antagonistic activities of lactic acid and bacteria. Dalam : Food and Food Fermentation. Microbiology Reviews 87 : 148-164. 37 McKane, L. dan J. Kandel. 1985. Microbiology: Essential and Application. McGrawHill Book Company, New York. Muchtadi, T. R. dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat antar Universitas, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Nugroho, W. S. 2008. Aspek kesehatan masyarakat veteriner Staphylococcus, bakteri jahat yang sering disepelekan. http://weesnugroho.staff.ugm.ac.id. [20 juli 2009]. Ockerman, H. W. 1983. Chemistry of Meat Tissue. 10 th Edit. Department of animal Science. The Ohio State University and The Ohio Agricultural Research and Development Center, Ohio. Okviati, L., D. P. Nugroho dan N. Utaminingtyas. 2008. Potensi bakteri asam laktat yang diisolasi sebagai perlindungan terhadap kanker usus. http://bioindustri.blogspot.com/2008/05/bakteri-asam-laktat-yang diisolasidari_21.html [17 Juni 2008]. Osmana⁄ao⁄lu, O dan Y. Beyatli. 2009. The Use of bacteriocins produced by lactic acid bacteria in food biopreservation. J. Türk Mikrobiyol Cem Derg (32): 295306. Permanasari, R. 2008. Karakteristik substrat antimikroba bakteri asam laktat hasil isolasi dari daging sapi dan aktivitas antagonistiknya terhadap bakteri patogen. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pearson, A.M. dan F. M. Tauber. 1984. Processed meat. The AVI Publishing Co, Inc, Westport, Connecticut. Poernomo,H. 1990. Kajian bakso daging, bakso urat dan bakso aci di daerah Bogor Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rahayu, W. P. 2000. Aktivitas antimikroba bumbu masakan tradisional hasil olahan industri terhadap bakteri patogen dan perusak. J. Sci. 11 (2): 42. Rahmadi, A. 2005. Aplikasi bakteri asam laktat untuk meningkatkan keamanan mikrobiologis terhadap Staphylococcus aureus pada proses olah minimal buah apel malang (malus sylvestris mill). Skripsi. Fakultas Pertanian, universitas Mulawarman, Samarinda. Rini, E. S. 1995. Aktivitas antimikroba dari Lactobacillus terhadap bakteri patogen dan perusak ikan rucah. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rostini, I. 2007. Peranan bakteri asam laktat (Lactobacillus plantarum) terhadap masa simpan filet nila merah pada suhu rendah. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran, Jatinangor. Sahlin, P. 1999. Fermentation as a Method of Food Processing production of organic acids, pH-development and microbial growth in fermenting cereals. Thesis. Lund Institute of Technology. Lund University, Sweden. 38 Savadogo, A., A. T. Quattara Cheik, H. N. Bassole Imael dan S. A. Traore. 2006. Bacteriosins and lactic acid bacteria – a minireview. J. Biotechnology. 5 (9), 678-683. Schnell, N. K. D. Entian, U. Schneider, F. Gots, H. Zahner, R. Kellner, and G. Jung. 1998. Prepeptida sequence of epidermin, a ribosomally synthesized antibiotic with four sulphide-ring nature London. 333: 276-278. Setiawan C, Moeis X, Iskwara H. 1999. Tanaman Obat Keluarga. Jakarta: PT Intisari Mediatama, Jakarta. Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Sunarlim,R. 1992. Karakteristik mutu bakso daging sapi dan pengaruh penambahan natrium klorida dan natrium tipolofosfat terhadap perbaikan mutu. Disertasi. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Supardi, I dan Sukamto. 1999. Mikrobiologi dalam pengolahan dan keamanan pangan, Penerbit Alumni Bandung, Bandung. Strompfova, V., M. Macinakova., S. Gacarcikova, dan Z. Jonecova. 2005. New probiotic strain Lactobacillus fermentum AD1 and its effect in Japanese quail. J. Vet. Med. (9): 415-420. Surono, I. 2004. Probiotik, Susu Fermentasi dan Kesehatan. PT Tri Cipta Karya, Jakarta. Wilson, N. R. P., E. J. Dyett, R. B. Hughes, and C. R. V. Jones. 1981. Meat and Meat Products, San Fransisco. Yang, Zhennai. 2001. Antimicrobial compounds and extracellular polysaccharides produced by lactic acid bacteria: Structures and properties. Dissertation. Faculty of Agriculture and Forestry of the University of Helsinki, Helsinki. 39 LAMPIRAN Lampiran 1. Analisis Ragam terhadap Jumlah Total Mikroba pada Daging Sapi yang Disimpan pada Suhu Dingin Sumber Keragaman db JK KT FHit P Antimikroba 1 8,8391 8,8391 14,66 0,002** Lama Simpan 2 17,1599 8,5799 14,23 0,001** Antimikroba*Lama Simpan 2 2,6847 2,6847 2,23 0,151tn **) nyata pada taraf uji 5% tn ) tidak nyata pada taraf uji 5% Lampiran 2. Uji Lanjut Tukey Total Mikroba terhadap Bakso Perlakuan Perlakuan N Rataan Grup Homogen Kontrol 9 6,88 A Antimikroba 9 5,55 B Lampiran 3. Uji Tukey Total Mikroba terhadap Lama Simpan Lama simpan N Rataan Grup Homogen 10 6 7,33 A 5 6 6,16 AB 0 6 5,16 B Lampiran 4. Analisis Ragam terhadap Jumlah E. coli pada Bakso yang disimpan pada Suhu Dingin Sumber Keragaman db JK KT antimikroba 1 15,0463 15,0463 36,97 0,000** Lama Simpan 2 11,2047 5,6020 13,77 0,001** antimikroba*Lama Simpan 2 7,5874 9,32 0,004** 7,5874 F Hit P **) nyata pada taraf uji 5% tn ) tidak nyata pada taraf uji 5% 41 Lampiran 5. Uji Tukey E. coli terhadap Antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 dengan Lama Simpan pada Suhu Dingin Perlakuan Lama Simpan Rataan Grup Homogen Kontrol Kontrol Antimikroba Kontrol Antimikroba Antimikroba 5 10 10 0 0 5 5,67 5,67 3,33 3,00 3,00 3,00 A A B B B B Lampiran 6. Analisis Ragam terhadap Jumlah S. aureus pada Bakso yang disimpan pada Suhu Dingin Sumber Keragaman db JK KT F Hit P Antimikroba 1 41,586 41,586 43,26 0,000** Lama Simpan 2 28,090 14,045 14,61 0,001** Antimikroba*Lama Simpan 2 23,541 23,541 12,24 0,001** **) nyata pada taraf uji 5% tn ) tidak nyata pada taraf uji 5% Lampiran 7. Uji Tukey S. aureus terhadap Antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 dengan Lama Simpan pada Suhu Dingin Perlakuan Lama Simpan Rataan Grup Homogen Kontrol Kontrol Antimikroba Kontrol Antimikroba Antimikroba 5 10 10 0 0 5 8,33 6,67 3,67 3,00 3,00 3,00 A A B B B B Lampiran 8. Analisis Ragam terhadap nilai pH pada Bakso yang disimpan pada Suhu Dingin Sumber Keragaman db JK KT F Hit P Antimikroba 1 5,3138 5,3138 169,37 0,000** Lama Simpan 2 0,3252 0,1626 5,18 0,024tn 0,3209 0,3209 5,11 0,025tn Antimikroba*Lama Simpan 2 **) nyata pada taraf uji 5% tn ) tidak nyata pada taraf uji 5% 42 Lampiran 9. Uji Tukey nilai pH terhadap Bakso Perlakuan Perlakuan N Rataan Grup Homogen Kontrol 9 6,00 A Antimikroba 9 5,00 B Lampiran 10. Proses Pembuatan Bakso Lampiran 11. Proses Pembuatan Antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 Lampiran 12. Pengujian pH pada Bakso 43 Lampiran 13. Proses Perendaman dalam Antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 Lampiran 14. Total Mikroba Bakso dengan Lama Simpan 0, 5, 10 Hari Kontrol 0 hari Kontrol 10 Hari Penambahan Antimikroba 0 hari Kontrol 5 hari Penambahan Antimikroba 5 Hari Penambahan Antimikroba 10 hari Lampiran 15. Jumlah Escherichia coli pada Bakso dengan Lama Simpan 0. 5, 10 Hari Kontrol 0 Hari Kontrol 10 Hari Penambahan Antimikroba 0 Hari Kontrol 5 hari Penambahan antimikroba 5 hari Penambahan antimikroba 10 Hari 44 Lampiran 16. Jumlah Staphylococcus aureus dengan Lama Simpan 0, 5, 10 hari Kontrol 0 Hari Kontrol 10 Hari Penambahan antimikroba 0 hari Kontrol 5 Hari Penambahan antimikroba 5 Hari Penambahan antimikroba 10 Hari 45