BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Reward 1. Pengertian Reward Dalam kamus bahasa Inggris, reward diartikan sebagai ganjaran atau penghargaan (Echols,1992 dalam Rasimin, 2009). Pengertian reward secara umum biasa diartikan sebagai hadiah yang diberikan atau didapatkan dengan mudah, misalnya kuis. Pengertian pemberian reward dalam dunia kerja dimaksudkan sebagai sebuah penghargaan yang didapatkan melalui usaha keras karyawan melalui tanggungjawabnya, baik melaui kelompok maupun individu yang menghasilkan prestasi. Penghargaan atas prestasi diberikan dalam bentuk materi dan non materi yang masing-masing sebagai bentuk motivasi positif. Penghargaan merupakan sesuatu yang diberikan kepada seseorang karena sudah mendapatkan prestasi dengan yang dikehendaki. Penghargaan tidak selalu bisa dijadikan sebagai motivasi, karena penghargaan untuk suatu pekerjaan tertentu, mungkin tidak akan menarik bagi orang yang tidak senang dengan pekerjaan tersebut (Arikunto, 1990 dalam Rasimin, 2009). Penghargaan adalah kegiatan dimana organisasi menilai kontribusi karyawan dalam rangka untuk mendistribusikan penghargaan moneter dan non moneter cukup langsung dan tidak langsung dalam kemampuan organisasi untuk membayar berdasarkan peraturan hukum(Schuler, 1987 dalam Sari, 2011). Penghargaan adalah semua pendapatan yang berbentuk uang, barang langsung atau tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan atau jasa yang diberikan kepada perusahan (Hasibuan, 2007). Menurut Cholim (1992,dalam Sari, 2011) membagi reward atau penghargaan menjadi lima bagian, yaitu: ucapan, pujian lisan, pujian tertulis, piagam dan lainlain. Setiap perusahaan perlu memberikan perhatian khusus terhadap prestasi 6 7 yang diperoleh oleh karyawan dengan cara pemberian reward (hadiah, imbalan, dan penghargaan) dan motivasi untuk bekerja penuh semangat, memiliki tanggung jawab yang tinggi terhadap tugasnya, sehingga suatu perusahaan akan mudah dalam memenuhi tujuan yang direncanakan. Program penghargaan penting bagi organisasi karena mencerminkan upaya organisasi untuk mempertahankan sumber daya manusia sebagai komponen utama dan merupakan komponen biaya yang paling penting. Maka dapat disimpulkan bahwa rewardadalah suatu penghargaan yang diberikan kepada individu atas prestasi kerjanya, dimana penghargaan itu berupa material maupun non material yang diberikan kepada karyawan, dalam hal ini adalah perawat untuk meningkatkan prestasi kerja serta untuk meningkatkan kemampuannya dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai pemberi asuhan keperawatan kepada pasien. 2. Tujuan Pemberian Reward Tujuan utama setiap organisasi merancang sistem imbalan (reward) ialah untuk memotivasi karyawan dalam meningkatkan kinerjanya dan mempertahankan karyawan yang kompeten. Dengan merancang sistem imbalan yang baik akan memiliki dampak ganda bagi organisasi, karena disatu sisi imbalan akan berdampak pada biaya operasi, disisi lain akan mempengaruhi perilaku serta sikap kerja karyawan. Menurut Schuler dan Jackson (1999, dalam Soetjipto dkk, 2006) Suatu program pemberian imbalan berdasarkan kinerja kemungkinan besar berhasil jika:(1) Program dikomunikasikan secara jelas, dapat dipahami,bonus mudah dihitung; (2) Karyawan ikut serta dalam menetapkan dan menjalankan program,dan mereka percaya bahwa mereka akan diperlakukan adil; (3) karyawan yakin mereka dapat mempercayai perusahaan dan karena itu merasa aman dalam bekerja; (4) Bonus diberikan segera mungkin setelah kinerja yang diinginkan terlihat (Soetjipto dkk, 2002). 8 Organisasi memberi penghargaan kepada karyawan untuk mencoba memotivasi kinerja mereka dan mendorong loyalitas dan retensi. Penghargaan organisasi memiliki sejumlah bentuk yang berbeda meliputi uang (gaji, bonus, gaji insentif), penghargaan, dan benefit. Ada beberapa bentuk penghargaan yang dapat diberikan dalam jumlah kecil atau besar dan dalam banyak hal dapat dikontrol oleh manajer. sebagai contoh, selain penghargaan sosial dan penghargaan formal, manajer dapat memberi karyawan kenaikan tanggungjawab. Seorang manajer sumber daya manusia untuk Orient-Express Hotels,Inc Menyatakan, ’’saya sangat yakin dengan pemberian wewenang. Saya selalu mengatakan pada karyawan saya,’Saya ahli HR; anda ahli dalam apa yang anda lakukan.’saya meletakkan kekuasaan di tangan mereka dan berkata ’Saya percaya pada anda.’ itulah penghargaan. Karyawan mungkin mendapatkan bentuk motivasi penghargaan dan akibatnya adalah produktivitas yang lebih besar. Sebagai tindak lanjut, manajer selanjutnya dapat memberi karyawan tanggung jawab yang lebih besar (Luthans,2006). Menurut Mutia (2004,dalam Royani, 2010) mengatakan bahwa terdapat tiga alasan yang membuat sistem penghargaan masih merupakan faktor penting dalam manajemen kinerja. Pertama sistem penghargaan dapat memotivasi pegawai mengembangkan keterampilan dan kemampuan untuk menjadi lebih baik kinerjanya, kedua sistem penghargaan juga sebagai media menyampaikan pesan bahwa kinerja dan kemampuan adalah penting, dan yang ketiga sistem penghargaan merupakan keterbukaan dan keseimbangan penghargaan kepada pegawai berdasarkan pada kinerja, kemampuan dan sumbangsih pegawai. Selain itu tujuan pemberian penghargaan antara lain adalah sebagai ikatan kerja sama, kepuasan kerja, pengadaan efektif, motivasi, stabilitas karyawan, disiplin, serta pengaruh serikat buruh dan pemerintah (Hasibuan, 2007): 9 a. Ikatan Kerja Sama Dengan pemberian penghargaan terjalinlah ikatan kerja sama formal antara manajer dan karyawan. Karyawan harus mengerjakan tugas-tugas dengan baik, sedangkan manajer wajib membayar penghargaan sesuai dengan perjanjian yang disepakati. b. Kepuasan Kerja Dengan penghargaan, karyawan akan dapat memenuhi kebutuhankebutuhan fisik, status sosial, dan egoistiknya sehingga memperoleh kepuasan kerja dari jabatannya. c. Pengadaan Efektif Jika program penghargaan ditetapkan cukup besar, pengadaan karyawan yang qualified untuk perusahaan akan lebih mudah. d. Motivasi Jika penghargaan yang diberikan cukup besar, manajer akan mudah memotivasi bawahannya. e. Stabilitas Karyawan Dengan program atas prinsip adil dan layak serta eksternal konsistensi yang kompentatif maka stabilitas karyawan lebih terjamin karena turnover relatif kecil. f. Disiplin Dengan pemberian penghargaan yang cukup besar maka disiplin karyawan semakin baik. Mereka akan menyadari serta menaati peraturan-peraturan yang berlaku. 10 g. Pengaruh Serikat Buruh Dengan program penghargaan yang baik pengaruh serikat buruh dapat dihindarkan dan karyawan akan berkonsentrasi pada pekerjaannya. h. Pengaruh Pemerintah Jika program penghargaan sesuai dengan undang-undang perburuhan yang berlaku maka intervensi pemerintah dapat dihindarkan. 3. Jenis-JenisPenghargaan Shculer (1987, dalam Sari, 2011) menyatakan bahwa penghargaan dibedakan menjadi penghargaan intrinsik (intrinsic rewards) dan penghargaan ekstrinsik (extrinsic rewards). Penghargaan ekstrinsik dibedakan menjadi penghargaan ekstrinsik langsung (gaji, upah, imbalan berdasarkan kinerja) penghargaan ekstrinsik tidak langsung (program proteks bayaran diluar jam kerja, fasilitasfasilitas untuk karyawan). Penghargaan intrinsik adalah penghargaan- penghargaan yang diterima seseorang sebagai imbalan atas jerih payahnya yang tidak dalam bentuk uang. Biasanya penghargaan tersebut dapat berupa rasa aman dalam pekerjaan, simbol status, penghargaan masyarakat dan harga diri. Penghargaan ekstrinsik langsung disebut juga penghargaan berupa uang merupakan imbalan yang diterima seseorang atas jerih payahnya dalam bentuk uang berupa gaji. Imbalan berdasarkan kinerja dapat berupa pembayaran lainnya yang berdasarkan hasil produktivitas yang terdiri dari insentif, bonus dan merit (Shculer & Huber, 1993 dalam Sari, 2011). Penghargaan ekstrinsik tidak langsung (program proteksi, bayaran diluar jam kerja, fasilitas-fasilitas untuk karyawan)didefinisikan disini sebagai penghargaan yang diberikan oleh organisasi untuk karyawan yang tersebar untuk keanggotaan mereka. Program proteksi berupa sistem jaminan sosial, tunjangan keamanan sosial pensiun, tunjangan pengangguran kompensasi, kecacatan dan manfaat 11 kompensasi pekerja, medis dan manfaat rumah sakit, manfaat pensiun, manfaat asuransi. Bayaran diluar jam kerja berupa program kebugaran fisik dan waktu tidak bekerja (cuti/liburan). Fasilitas-fasilitas untuk karyawan dapat terdiri dari biaya jasa makanan atau kerugian, diskon karyawan, pusat penitipan anak, sponsor kinerja, layanan konseling dan konsultasi karyawan, pinjaman murah, perusahaan yang disewa, kendaraan untuk penggunaan pribadi atau bisnis dan jasa atau penghargaan saran (Shculer, 1987 dalam Sari, 2011). Penghargaan ekstrinsik datang dari luar orang tersebut. Penghargaan ektrinsik meliputi gaji dan upah, tunjangan, promosi dan penghargaan interpersonal. Gaji dan upah biasanya berupa uang yang merupakan penghargaan ekstrinsik yang utama, mekanisme utama untuk memberikan penghargaan dan memodifikasi perilaku dalam organisasi. Tunjangan utama di organisasi adalah berupa dana pensiun, jaminan kesehatan, dan liburan. Promosi merupakan pemberian penghargaan atas kinerja yang baik atau dikarenakan lamanya karyawan bekerja diinstasi tersebut (Sari, 2011). Menurut Hasibuan (2007) menyatakan bahwa penghargaan dibedakan atas penghargaan langsung dan penghargaan tidak langsung. Penghargaan langsung berupa gaji, upah, dan upah insentif. Gaji adalah balas jasa yang dibayar secara periodik kepada karyawan tetap serta mempunyai jaminan yang pasti. Maksudnya, gaji akan tetap dibayarkan walaupun pekerja tersebut tidak masuk kerja. Upah adalah balas jasa yang dibayarkan kepada karyawan harian dengan berpedoman atas perjanjian yang disepakati membayarnya. Upah insentif adalah upah tambahan balas jasa yang diberikan kepada karyawan tertentu yang pretasinya diatas prestasi standar. Penghargaan tidak langsung berupa benefit dan service yaitu penghargaan tambahan yang diberikan berdasarkan kebijaksanaan organisasi terhadap karyawannya dalam usaha untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Seperti tunjangan hari raya, uang pensiunan, pakaian dinas, darmawisata. Konsep pemberian penghargaan yang 12 layak serta adil bagi karyawan perusahaan, akan dapat menciptakan suasana kerja yang menyenangkan serta dapat menimbulkan motivasi kerja yang tinggi bagi karyawan. 4. Indikator Kinerja dan Motivasi Kerja a. Indikator Kinerja Indikator kinerja atau performance indicators kadang-kadang dipergunakan secara bergantian dengan ukuran kinerja (performance measures), tetapi banyak pula yang membedakannya. pengukuran kinerja berkaitan dengan hasil yang dapat dikuantitatifkan dan mengusahakan data setelah kejadian. Sementara itu, indikator kinerja dipakai untuk aktivitas yang hanya dapat ditetapkan secara lebih kualitatif atas dasar perilaku yang dapat diamati. Indikator kinerja juga menganjurkan sudut pandang prospektif (harapan ke depan) dari pada retrospektif (melihat ke belakang), Hal ini menunjukkan jalan pada aspek kinerja yang perlu diobservasi (Wibowo, 2007).Salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja yaitu usia. Dewan (2001,dalam Wardana, Ernawaty &Lestari, 2011) menunjukkan bahwa pada rentang usia 31-40 tersebut merupakan kelompok yang memiliki produktivitas kerja maksimal.Hasil studi ini didukungoleh Penelitian Riyadi dan Kusnanto (2007) yang menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara umur perawat dengan kinerja perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan. Hasil penelitian Nurimi (2010)juga menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara usia responden dengan motivasi kerja tenaga keperawatan di ruang rawat inap. Usia dewasa adalah salah satu ciri individu yang produktif, seseorang dikatakan dewasa jika mempunyai tanggung jawab yang besar, mengetahui kelebihan dan kelemahan yang ada pada dirinya, percaya diri, dapat belajar dari pengalaman, dan mempunyai ambisi yang sehat. Sehingga hal ini akan 13 membuat perawat menerima atau mendapatkan penghargaan dari rumah sakit(Timpe, 2000 dalam Zakiyah, 2012). Terdapat tujuh indikator kinerja. Dua di antaranya mempunyai peran sangat penting, yaitu tujuan dan motif. Kinerja ditentukan oleh tujuan yang hendak dicapai dan untuk melakukannya diperlukan adanya motif. Tanpa dorongan motif untuk mencapai tujuan, kinerja tidak akan berjalan. Dengan demikian, tujuan dan motif menjadi indikator utama dari kinerja (Wibowo, 2007). 1. Tujuan Tujuan merupakan keadaan yang berbeda yang secara aktif dicari oleh seorang individu atau organisasi untuk dicapai. Pengertian tersebut mengandung makna bahwa tujuan bukanlah merupakan persyaratan, juga bukan merupakan sebuah keinginan.Tujuan merupakan sesuatu keadaan yang lebih baik yang ingin dicapai di masa yang akan datang. Dengan demikian, tujuan menunjukkan arah ke mana kinerja harus dilakukan. atas dasar arah tersebut, dilakukan kinerja untuk mencapai tujuan. Untuk mencapai tujuan, diperlukan kinerja individu, kelompok, dan organisasi. Kinerja individu maupun organisasi berhasil apabila dapat mencapai tujuan yang diinginkan. 2. Standar Standar mempunyai arti penting karena memberitahukan kapan suatu tujuan dapat diselesaikan. Standar merupakan suatu ukuran apakah tujuan yang diinginkan dapat dicapai. Tanpa standar, tidak dapat diketahui kapan suatu tujuan tercapai. Standar menjawab pertanyaan tentang kapan kita tahu bahwa kita sukses atau gagal. Kinerja seseorang dikatakan berhasil apabila mampu mencapai standar yang ditentukan atau disepakati bersama antara atasan dan bawahan. 14 3. Umpan Balik Antara tujuan, standar, dan umpan balik bersifat saling terkait. Umpan balik melaporkan kemajuan, baik kualitas maupun kuantitas, dalam mencapai tujuan yang didefinisikan oleh standar. Umpan balik terutama penting ketika kita mempertimbangkan “real goals” atau tujuan sebenarnya. Tujuan yang dapat diterima oleh pekerja adalah tujuan yang bermakna dan berharga. Umpan balik merupakan masukan yang dipergunakan untuk mengukur kemajuan kinerja, standar kinerja, dan pencapaian tujuan. Dengan umpan balik dilakukan evaluasi terhadap kinerja dan sebagai hasilnya dapat dilakukan perbaikan kinerja. 4. Alat atau Sarana Alat atau sarana merupakan sumber daya yang dapat dipergunakan untuk membantu menyelesaikan tujuan dengan sukses. Alat atau sarana merupakan faktor penunjang untuk pencapaian tujuan. Tanpa alat atau sarana, tugas pekerjaan spesifik tidak dapat dilakukan dan tujuan tidak dapat diselesaikan sebagaimana seharusnya. Tanpa alat tidak mungkin dapat melakukan pekerjaan. 5. Kompetensi Kompetensi merupakan persyaratan utama dalam kinerja. Kompetensi merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk menjalankan pekerjaan yang diberikan kepadanya dengan baik. Orang harus melakukan lebih dari sekedar belajar tentang sesuatu, orang harus dapat melakukan pekerjaannya dengan baik.Kompetensi memungkinkan seseorang mewujudkan tugas yang berkaitan dengan pekerjaan yang diperlukan untuk mencapai tujuan. 15 6. Motif Motif merupakan alasan atau pendorong bagi seseorang untuk melakukan sesuatu. Manajer memfasilitasi motivasi kepada karyawan dengan insentif berupa uang, memberikan pengakuan, menetapkan tujuan menantang, menetapkan standar terjangkau, meminta umpan balik, memberikan kebebasan melakukan pekerjaan termasuk waktu melakukan pekerjaan, menyediakan sumber daya yang diperlukan dan menghapuskan tindakan yang mengakibatkan disintensif. 7. Peluang Pekerja perlu mendapatkan kesempatan untuk menunjukkan prestasi kerjanya. Terdapat dua faktor yang menyumbangkan pada adanya kekurangan kesempatan untuk berprestasi, yaitu ketersediaan waktu dan kemampuan untuk memenuhi syarat. Tugas mendapatkan prioritas lebih tinggi, mendapat perhatian lebih banyak, dan mengambil waktu yang tersedia. Jika pekerja dihindari karena supervisor tidak percaya terhadap kualitas atau kepuasan konsumen, mereka secara efektif akan dihambat dan kemampuan memenuhi syarat untuk berprestasi. Salah satu faktor yang penting dalam kinerja adalah pendidikan. Pendidikan menyangkut kemampuan intelektual yang berkaitan dengan kemampuan individu menyelesaikan tugas dalam pekerjaannya. Pendidikan merupakan suatu pengalaman untuk meningkatkan kemampuan dan kualitas seseorang, sehingga semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula keinginan untuk menerapkan atau mengaplikasikan pengetahuannya dalam bekerja (Siagian, 2002 dalam Zakiyah, 2012). Sedangkan penelitian Heni (2001, dalam Rahayu&Dewi, 2009) mengatakan bahwa lama kerja seorang perawat dapat mempengaruhi kedewasaan seseorang dan lebih berpengalaman dalam melaksanakan tugasnya. Ginarsih 16 (2004, dalam Rahayu & Dewi, 2009) mengemukakan bahwa lama kerja seseorang juga dapat menunjukkan loyalitas pada instansi dan makin terampil dalam merawat pasien. Sedangkan menurut Siagian (2000, dalam Zakiyah, 2012) mengatakan bahwa masa kerja adalah jangka waktu yang dibutuhkan seseorang dalam bekerja sejak mulai masuk dalam lapangan pekerjaan, semakin lama seseorang bekerja semakin terampil dan berpengalaman dalam melaksanakan pekerjaannya. b. Motivasi Kerja Untuk melepaskan potensi pekerja, organisasi cepat bergerak dan pola “command and control” (perintah dan kendali) menjadi “ advice and consent” (nasihat dan persetujuan), sebagai cara memotivasi. Perubahan sifat ini dimulai ketika employersatau pemberi kerja mengenal bahwa menghargai pekerjaanbaik adalah lebih efektif daripada memberikan hukuman untuk pekerjaan buruk (Wibowo, 2007). Motivasi bersifat jangka panjang inspirasi lebih lanjut diberikan kepada bawahan yang penuh motivasi dengan mempercayai mereka untuk bekerja berdasarkan inisiatifnyasendiri dan mendorong mereka menerima tanggungjawab seluruh pekerjaan. Untuk bawahan yang dimotivasi perlu ditemukan apa yang dapat memotivasi mereka dan menjalankan apapun yang dapat membantu mereka. Individu yang penuh motivasi sangat penting untuk memasok organisasi dengan inisiatif baru yang sangat penting dalam dunia yang penuh kompetisi (Wibowo, 2007). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi kerja seseorang yaitu pendidikan dan lama kerja. Beberapa teori motivasi bekerja dengan asumsi bahwa dengan memberi kesempatan dan perangsang yang tepat, orang akan bekerja baik dan positif. Manajer perlu berhati-hati dalam menentukan apa yang menjadi perangsang atau kekuatan motivasional (Wibowo, 2007). 17 Maslow mengembangkan Hierarchy of Needs Theory dan mengelompokkan motivasi dalam lima tingkat yang disebutnya sebagai kebutuhan: physiological (phisiologis), safety (rasa aman), social (hubungan sosial), esteem (penghargaan) dan self-actualization (aktualisasi diri), dan dicapai secara berjenjang. Hirearki Maslow terutama relevan di tempat pekerjaan karena individual tidak hanya perlu uang dan reward, tetapi juga kehormatan dan interaksi (Robert, 1998 dalam Wibowo, 2007). Herzberg (dalam Wibowo, 2007) mengembangkang Two-Factor Theory berdasarkan pada ‘motifactors’ dan hygiene factors merupakan kebutuhan dasar manusia, tidak bersifat memotivasi, tetapi kegagalan mendapatkannya menyebabkan ketidakpuasan. Sebagai hygiene factors adalah (a) salary and benefits (gaji dan tunjangan), (b) working conditions (kondisi kerja), (c) company policy(kebijakan organisasi), (d) status (kedudukan), (e) job security (keamanan keja), (f) supervision and authonomy (pengawasan dan otonomi), (g) office life (kehidupan di tempat kerja) dan (h) personal life (kehidupan pribadi). Penghargaan kinerja perawat mengharuskan suatu rumah sakit menjalankan asuhan keperawatan yaitu (Suroso, 2003 dalam Sari, 2011) : 1. Pembayaran psikologis. Pembayaran psikologis dimaksudkan untuk memberikan penghargaan, misalnya memberikan liburan tambahan dari yang di tentukan oleh instansi tanpa mempengaruhi pada gaji, atau memberikan alat baru kepada karyawan atau kelompok karyawan yang berprestasi dengan baik sebagai penghargaan untuk membangkitkan semangat bekerja. 18 2. Bonus Bonus adalah pemberian penghargaan berupa uang di luar gaji atau tunjangan tetap. Biasanya bonus diberikan dalam bentuk lupstum setahun sekali atau dua kali, pada pertengahan tahun atau akhir tahun kepada individu yang berhasil mencapai tingkat kinerja tertentu. Dalam buku manajemen keperawatan pendekatan praktis (Suarli, 2007) menyebutkan bahwa penghargaan yang bisa diberikan pada pegawai/karyawan, berupa Promosi kenaikan pangkat dan mutasi. Promosi kenaikan pangkat merupakan reward untuk individu yang berprestasi. Sedangkan mutasi bertujuan untuk pengembangan individu itu sendiri.Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Kristianto (2009) dengan judul hubungan pemberian rewarducapan terima kasih dengan kedisiplinan waktu saat mengikuti timbang terima perawat ruang bedah di RSUP dr. Kariadi Semarang didapatkan mengenai pemberian reward ucapan terimakasih secara verbal pada perawat pelaksana oleh perawat KARU (kepala ruang) atau KATIM (kepala tim) saat mengikuti timbang terima di ruang bedah RS Negeri di Semarang sebanyak 35 responden (100%) mendapatkan reward. Bawahan mungkin akan menanggapi petunjuk–petunjuk atau permintaan– permintaan apabila pimpinan dapat menyediakan penghargaan / hadiah yang bernilai seperti misalnya kenaikan gaji, pemberian bonus atau pelaksanaan tugas berdasarkan pilihan misalnya seorang perawat kepala dapat memberikan penghargaan kepada pegawainya dengan memberikan hari libur yang dimintanya atau menaikkan pembayaran karena jasa (Swansburg, 2000).Jika dalam kenyataannya penghargaan itu dianggap sangat bernilai oleh pegawai, dampaknya adalah ia akan memotivasi tingkah laku yang konsisten dengan penerimaan berlanjut dari penghargaan itu. Jika penghargaan itu dianggap tidak cukup bernilai atau bahkan tidak sama 19 sekali, dampaknya pada memotivasi performa yang diinginkan sangat kecil atau bahkan tidak ada (Timpe, 1991). Jadi, Dalam dunia kerja, reward digunakan sebagai bentuk motivasi atau sebuah penghargaan untuk hasil atau prestasi yang baik. reward diarahkan pada sebuah penghargaan terhadap perawat yang dapat meraih prestasi sehingga reward tersebut bisa memberikan motivasi untuk lebih baik lagi. Dan dalam mencapai tujuan instansi tertentu, setiap lembaga memiliki peraturan-peraturan untuk ditaati bersama sehingga tercipta kedisiplinan. tujuannya tegas terhadap karyawan yang tidak taat pada peraturan tersebut dengan diberikan sebuah hukuman. B. Konsep Disiplin Kerja 1. Pengertian Disiplin Disiplin berasal dari kata Latin “discipline” berarti latihan atau pendidikan, kesopanan dan kerohanian serta pengembangan tabiat (Moekijat, 1989 dalam Purnamasari, 2012). Menurut Drever dan James, kata disiplin semula disinonimkan dengan education (pendidikan), dalam pengertian modern pengertian dasarnya adalah kontrol terhadap kelakuan, baik oleh suatu kekuasaan luar ataupun oleh individu itu sendiri. Disiplin merupakan wujud dari suatu peraturan yang bertujuan untuk menguatkan pedoman atau suatu ukuran dari sebuah organisasi. Disiplin mengandung beberapa unsur, unsur tersebut adalah adanya sesuatu yang ditaati atau ditinggalkan (peraturan, tata tertib, undang- undang atau norma) (Purnamasari, 2012). Disiplin merupakan perasaan taat dan patuh terhadap pekerjaan yang menjadi tanggung jäwab. Disiplin ini berhubungan erat dengan wewenang. Apabila wewenang tidak berjalan dengan semestinya, disiplin akan hilang. Oleh karena itu, pemegang wewenang harus dapat menanamkan disiplin terhadap dirinya 20 sendiri sehingga mempunyai tanggung jawab terhadap pekerjaan sesuai dengan wewenang yang dimilikinya (Novitasari, 2008). Disiplin juga dapat didefenisikan sebagai suatu pelatihan atau pembentukan pikiran atau karakter untuk memperoleh perilaku yang dinginkan. Disiplin berbeda dengan hukuman. hukuman didefinisikan sebagai suatu peristiwa yang tidak diinginkan akibat Sesuatu hal dari perilaku yang tidak dapat diterima dan tidak diinginkan untuk mengurangi frekuensi perilaku tersebut. Disiplin konstruktif artinya menggunakan disiplin dalam arti bantuan untuk pertumbuhan perawat, bukan sebagai bentuk hukuman. Hukuman selalu berkaitan dengan disiplin. Dalam disiplin konstruktif, hukuman mungkin saja diberikan pada tingkah laku yang tidak sesuai, tetapi hal tersebut disampaikan dalam tindaktanduk yang penuh dengan suportif dan korektif. Perawat diyakinkan bahwa hukuman yang diterimanya merupakan akibat dan tindakannya bukan karena siapa dirinya. Tingkat tertinggi dan paling efektif dari disiplin adalah disiplin diri. Disiplin diri terdorong jika perawat merasa aman, jelas dan dihargai nilainya, identitasnya dan integritasnya. Curtin mendefinisikan disiplin diri sebagai proses ketika peraturan dan terinternalisasi dan menjadi bagian dan kepribadian seseorang ( Marquis & Huston,2003 dalam Novitasari, 2008 ). 2. Jenis-Jenis Disiplin Menurut Mangkunegara (2001,dalam Renogusman, 2010) mengemukakan bahwa ada dua bentuk disiplin kerja, yaitu : a. Disiplin Preventif Disiplin Preventif adalah suatu upaya untuk menggerakan pegawai mengikuti dan mematuhi pedoman kerja. Aturan-aturan yang telah digariskan oleh perusahaan tujuan dasarnya adalah untuk menggerakan pegawai berdisiplin diri. Dengan cara preventif, pegawai dapat memelihara dirinya terhadap peraturan-peraturan perusahaan. Pemimpin perusahaan mempunyai tanggung 21 jawab dalam membangun iklim organisasi dengan disiplin preventif. Begitu pula pegawai harus dan wajib mengetahui memahami semua pedoman kerja serta peraturan-peraturan yang ada dalam organisasi. Disiplin preventif merupakan suatu sistem yang berhubungan dengan kebutuhan kerja untuk semua bagian sistem yang ada dalam organisasi. Jika sistem organisasi baik, maka diharapkan akan lebih mudah menegakkan disiplin kerja. b. Disiplin Korektif Disiplin korektif adalah suatu upaya menggerakkan pegawai dalam menyatukan suatu peraturan dan mengarahkan untuk tetap mematuhi peraturan sesuai dengan pedoman yang berlaku pada perusahaan. Pada disiplin korektif, pegawai yang melanggar disiplin perlu diberikan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Tujuan pemberian sanksi adalah untuk memperbaiki pegawai pelanggar, memelihara peraturan yang berlaku dan memberikan pelajaran kepada pelanggar. Disiplin korektif memerlukan perhatian khusus dan proses prosedur yang seharusnya. Davis (1985, dalam Renogusman, 2010) berpendapat bahwa disiplin korektif memerlukan perhatian proses yang seharusnya, yang berarti bahwa prosedur harus menunjukan pegawai yang bersangkutan benar-benar terlibat. Keperluan proses yang seharusnya dimaksudkan itu adalah pertama, suatu prasangka tak bersalah sampai pembuktian pegawai berperan dalam pelanggaran. Kedua hak untuk didengar dalam beberapa kasus terwakilkan oleh pegawai lain. Ketiga, disiplin itu dipertimbangkan dalam hubungannya dengan keterlibatan pelanggaran. Selanjutnya menurut Mangkunegara (2001, dalam Renogusman, 2010) ada tiga pendekatan disiplin, yaitu: Pendekatan disiplin modern, Pendekatan disiplin dengan tradisi dan Pendekatan disiplin dengan tujuan. Menurut Mangkunegara (2001, dalam Renogusman, 2010) mengemukakan beberapa teknik–teknik pelaksanaan disiplin kerja sebagai berikut: (a) teknik 22 pertimbangan sedini mungkin, (b) teknik mendisiplin sendiri, (c) teknik kesediaan penyedia disiplin, (d) teknik menegur pegawai primadona, (e) teknik menimbulkan kesadaran tersendiri dan (f) teknik sandwich. Menurut Moenir (1987, dalam Renogusman, 2010) beberapa indikasi yang berkaitan dengan disiplin kerja antara lain sebagai berikut: (a) datang ketempat kerja tepat waktu, (b) pulang dari tempat kerja tepat pada waktunya, (c) tepat waktu dalam menyampaikan laporan, (d) mengerjakan waktu kerja untuk keperluan dinas, (e) tepat waktu dalam menyelesaikan suatu pekerjaan sesuai dengan instruksi yang diberikan dan (f) mengisi absensi harian dengan tertib. Penerapan disiplin sangat penting dalam meningkatkan prestasi sesorang. Penerapan disiplin merupakan salah satu cara dalam mencerdaskan kegiatan intelektual, emosional spiritual, serta meningkatkan kepatuhan seseorang pada peraturan-peraturan yang diterapkan. Dengan menerapkan disiplin seseorang diharapkan lebih mampu meningkatkan prestasi kerja. Jadi, disiplin perlu di terapkan di segala bidang, pendidikan, masyarakat, dan organisasi atau instansi tertentu untuk mengatur atau sebagai pedoman dalam melaksanakan tanggung jawabnya. 3. Disiplin Kerja Perawat Pelaksana Disiplin waktu adalah salah satu bentuk disiplin kerja yang dapat menentukan kualitas kerja dalam prioritas pelayan kesehatan. Hal ini akan menjadi masalah jika penggunaan waktu yang kurang tepat tentunya pelayanan akan tertunda dan mencerminkan tenaga kesehatan belum semaksimal mungkin membantu dalam proses penyembuhan pasien bahkan sebaliknya dapat menjadi masalah bagi tenaga kesehatan khususnya profesi keperawatan (Kasim, Robot & Hamel, 2013). 23 Hasil penelitian Zuhriana, Nurhayani dan Balqis (2012) menunjukkan bahwa dari 34 perawat yang menjadi respon dalam penelitian tersebut, hanya 6 orang perawat yang disiplin dan 13 orang perawat tidak disiplin. Ketidakdisiplinan mereka disebabkan oleh ketidakpatuhan terhadap peraturan yang berlaku, misalnya datang dan pulang kerja tidak tepat waktu, dan pengawasan yang kurang dari pihak pimpinan. Hasil studi ini juga dipertegas oleh penelitian Kasim dkk(2013), disiplin waktu perawat di Puskesmas Tataba Kec. Buko Kabupaten Banggai Kepulauan dalam kategori baik sebanyak 11 orang responden (34,4%). Sementara itu, sebanyak 21 orang responden (65,6%) menunjukkan disiplin waktu yang kurang baik. Keterlambatan staf perawat disebabkan oleh kesibukan lain di luar dalam hal pelayanan, kesibukan dalam mengurus rumah tangga, jarak tempat tinggal, serta belum adanya sanksi yang tegas bagi yang terlambat. 4. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Disiplin Kerja Perawat Pelaksana Beberapa faktor yang mempengaruhi disiplin kerja perawat pelaksana adalah umur, pendidikan, lama kerja dan ketegasan pimpinan. Penelitian oleh Padang, Thamrin, dan Rahim (2012) menunjukkan ada hubungan antara usia dengan absenteisme tenaga perawat di badan Rumah Sakit Umum Daerah Luwuk Kabupaten Banggai Provinsi Sulawesi Tengah (p= 0,002 p<0,05). Pada penelitian ini usia sebagian besar responden (55%) adalah 35-41 tahun. Usia responden ini merupakan usia dewasa tengah, sehingga rasa tanggungjawab yang tinggi dalam melaksanakan tugasnya, serta lebih memperhatikan aturanaturan yang ada. Didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Wirangan (2008, dalam Padang, Thamrin& Rahim, 2012) yang menyimpulkan bahwa ada hubungan antara variabel umur dengan tingkat absenteisme pada pegawai Puskesmas Siluenseng p = 0,034. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Prasojo (2005) memperlihatkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan disiplin kerja 24 perawat pelaksana (p = < 0,05). Sementara hasil penelitian yang dilakukan oleh Padang, Thamrin, dan Rahim (2012) menunjukkan bahwa ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan absenteisme tenaga perawat (p = 0,028). Selanjutnya hasil penelitian yang dilakukan Wirangan (2008 dalam Padang, Thamrin dan Rahim 2012)yang menyimpulkan bahwa ada hubungan antara variabel pendidikan dengan tingkat absenteisme pada pegawai Puskesmas Siluenseng (p=0,009). Sedangkan hasil penelitian Pardede (2006), mengatakan bahwa pengalaman atau masa kerja berpengaruh positif dengan disiplin kerja karyawan bagian personalia pada PT. Pelabuhan Indonesia I Medan. Tegasnya pimpinan juga menjadi salah satu faktor. Seorang pimpinan dalam mengambil suatu kebijakan dan dalam pemberian sanksi terhadap perawat pelaksana yang tidak mematuhi peraturan yang telah ditetapkan.Oleh sebab itu, perawat dituntut memiliki prinsip dan mempunyai kesadaran untuk mematuhi aturan dalam melaksanakan tugasnya(Wyckoff & Unel, 1990 dalam Zuhriana, Nurhayani & Balqis, 2012 ). Menurut Hasibuan (2007)faktor yang mempengaruhi disiplin kerja diantaranya adalah motivasi kerja, teladan pimpinan, balas jasa, keadilan, waskat, sanksi hukuman, ketegasan, dan hubungan kemanusiaan. a. Motivasi Kerja Motivasi Kerja ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan. Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta cukup menantang bagi kemampuan karyawan. Hal ini berarti bahwa tujuan (pekerjaan) yang dibebankan kepada karyawan harus sesuai dengan kemampuan karyawan bersangkutan, agar dia bekerja sungguh-sungguh dan disiplin dalam mengerjakannya. 25 b. Teladan Pimpinan Teladan pimpinan sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan karyawan karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahannya. Pimpinan harus memberi contoh yang baik, berdisiplin baik, adil, serta sesuai kata dengan perbuatan. Dengan teladan yang baik, kedisiplinan bawahan pun ikut baik. Jika teladan pimpinan kurang baik (kurang berdisiplin), para bawahan pun akan kurang disiplin. c. Balas Jasa Balasan jasa (gaji dan kesejahteran) ikut mempengaruhi kedisiplinan karyawan karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan karyawan terhadap perusahaan atau pekerjannya. Jika kecintaan karyawan semakin baik terhadap pekerjaan, kedisiplinan mereka akan semakin baik pula. d. Keadilan Keadilan ikut mendorong terwujudnya disiplin kerja karyawan, karena ego dan sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting dan meminta diperlukukan sama dengan manusia lainnya. e. Waskat Waskat (pengawasan melekat) adalah tindakkan nyata dan paling efektif dalam mewujudkan disiplin karyawan perusahaan. Dengan waskat berarti atasan harus aktif dan langsung mengawasi perilaku, moral, sikap, gairah kerja, dan prestasi kerja bawahannya. Hal ini berarti atasan harus selalu ada atau hadir di tempat kerja agar dapat mengawasi dan memberikan petunjuk, jika ada bawahannya yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan pekerjaannya. 26 f. Sanksi Hukuman Sanksi hukuman sangat berperan penting dalam memelihara disiplin karyawan. Dengan sanksi hukuman yang semakin berat, karyawan akan semakin takut melanggar peraturan-peraturan perusahaan, sikap dan perilaku indisipliner karyawan akan berkurang. g. Ketegasan Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan mempengaruhi disiplinan karyawan perusahaan. Pimipinan harus berani dan tegas, bertindak untuk menghukum setiap karyawaan yang indisipliner sesuai dengan sanksi hukuman yang telah ditetapkan. h. Hubungan Kemanusiaan Hubungan kemanusiaan yang harmonis diantara sesama karyawan ikut menciptakan kedisiplinan yang baik pada suatu perusahaan. Hubunganhubungan baik bersifat vertical maupun horizontal yang terdiri dari direct single relationship, direct group relationship hendaknya harmonis. C. Hubungan Pemberian Reward dengan Disiplin Kerja Perawat Pelaksana Menurut Kristianto (2009) memperlihatkanbahwa ada hubungan antara reward ucapan terima kasih dengan kedisiplinan waktu saat mengikuti timbang terima perawat ruang bedah (p = 0,000 ; p< 0,005). Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mariska (2006 dalam Yulianti, 2012), menunjukkan bahwa motivasi kerja, kompensasi dan kedisiplinan mempengaruhi kinerja perawat Perkembangan organisasi dari waktu ke waktu baik dilihat dari sudut beban tugas, pekembangan teknologi dan metode kerja, perlu mendapat perhatian dan respon dari organisasi. Oleh sebab itu sistem penghargaan merupakan aspek penting dalam penelitian tentang kedisiplinan yang akan meningkatkan kinerja organisasi. Program sistem penghargaan dapat meningkatkan kedisiplinan untuk melaksanakan 27 dan menyelesaikan pekerjaan dengan lebih baik dan akhirnya akan menghasilkan kinerja yang diharapkan oleh organisasi ( Bown, 2009 dalam Yulianti, 2012 ). Suatu penelitian yang dilakukan Wardana, Ernawaty dan Lestari (2011)memperlihatkan bahwa pemberian material insentif perawat yang bekerja di Instalasi Rawat Inap Medikal RSUD Arifin Achmad Pekanbaru dikategorikan memuaskan dan tidak memuaskan. Dari 70 orang perawat yang menjadi subjek dalam penelitian ini, sebanyak 42 orang (60%) merasa puas terhadap material insentif yang diterimanya. Pada penelitian ini, non material insentif juga dibagi menjadi dua kategorik yaitu memuaskan dan tidak memuaskan. Selanjutnya Wardana dkk (2011) menambahkan bahwa responden yang menerima non material insentif lebih banyak yang merasa puas yaitu sebesar 37 orang (52.9%). Menurut hasil penelitian Anisfuddin (2001)mengemukakan bahwa pemberian reward berupa insentif mempengaruhi perawat untuk meningkatkan disiplin kerja mereka.Sedangkan Yulianti (2012) mengemukakan bahwa sistem penghargaan yang diterima perawat sebagian besar dalam kategori baik (66,7%), tingkat kedisiplinan kerja perawat baik (68,8%), ada hubungan yang signifikan antara sistem penghargaan dengan tingkat kedisiplinan kerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Kota Semarang.Pemberian sistem penghargaan, terjadi proses umpan balik dari tingkat kedisiplinan kerja karyawan. Proses ini terjadi karena adanya keyakinan perusahaan atas pemberian sistem penghargaan terhadap tingkat kedisiplinan kerja karyawan. Dengan adanya peningkatan sistem penghargaan akan meningkatkan tingkat kedisiplinan kerja karyawan akan memberikan umpan balik untuk perusahaan (Cahayani, 2010 dalam Yulianti, 2012). 28 D. Kerangka Konsep Skema 2.1 Kerangka Konsep Penelitian Variabel independent Variabel dependent Pemberianreward: Disiplin kerja - Material - Disiplin - Non Material - Tidak Disiplin E. Hipotesa Penelitian Ha : Ada hubungan antara pemberian rewarddengan disiplin kerja perawat pelaksana di RSUP H. Adam Malik tahun 2014.