Kelumpuhan UMN dan Pupil Anisokor

advertisement
Kelumpuhan UMN
Oleh Nandya Titania Putri, 0706259513
Kelumpuhan UMN (Upper Motor Neuron) umumnya melanda sebelah tubuh sehingga dinamakan
hemiparesis, hemiplegia atau hemiparalisis. Istilah paralisis atau plegia merujuk pada kehilangan total
kontraktilitas otot. Sedangkan kehilangan kontraktilitas yang tidak total disebut paresis. Hemiplegia adalah
kelumpuhan pada salah satu lengan dan kaki pada sisi yang sama. Di batang otak, daerah susunan piramidal
dilintasi oleh akar saraf otak ke-3, ke-6, ke-7, dan ke-12, sehingga lesi yang merusak kawasan piramidal batang
otak sesisi mengakibatkan hemiplegia yang melibatkan saraf otak secara khas dan dinamakan hemiplegia
alternans. Sebagai contoh pada pupil yang melebar unilateral dan tidak bereaksi, menunjukkan adanya tekanan
pada saraf ke-3.
Lesi pada satu sisi atau hemilesi yang sering terjadi di otak jarang dijumpai pada medula spinalis, sehingga
kelumpuhan UMN akibat lesi di medula spinalis umumnya berupa tetraplegia atau paraplegia. Lesi pada korda
spinalis dapat komplit atau inkomplit. Lesi komplit, mempengaruhi semua bagian dari korda pada satu tingkat
tertentu, sehingga mengakibatkan:
 paralisis UMN bilateral dari bagian tubuh di bawah tingkat lesi
 kehilangan modalitas sensasi bilateral di bawah tingkat lesi
 kehilangan fungsi kandung kemih, pencernaan, dan seksual secara total.
Yang lebih sering terjadi adalah lesi inkomplit, yang dapat terjadi dalam 2 kondisi:
1. Lesi mempengaruhi seluruh bagian korda dalam satu tingkat, tetapi tidak menghentikan secara total fungsi
traktus asendens dan desendens. Pada kasus ini, terdapat:
a. kelumpuhan bilateral di bawah tingkat lesi
b. gangguan fungsi sensorik, tetapi bukan kerusakan total
c. gangguan fungsi kandung kemih, pencernaan, dan seksual
2. Lesi lebih mempengaruhi bagian tertentu dari korda pada tingkat tertentu, misalnya di salah satu sisi (sindrom
Brown-Séqard), posterior, atau anterolateral.
Gambar 1. Macam-macam lesi inkomplit pada korda
Kelumpuhan UMN dapat dibagi dalam:
1. Hemiplegia akibat hemilesi di korteks motorik primer.
2. Hemiplegia akibat hemilesi di kapsula interna.
3. Hemiplegia alternans akibat hemilesi di batang otak, yang dapat dikategorikan dalam:
a. Sindrom hemiplegia alternans di mesensefalon
b. Sindrom hemiplegia alternans di pons
c. Sindrom hemiplegia alternans di medula spinalis
4. Tetraplegia/kuadriplegia dan paraplegia akibat lesi di medula spinalis di atas tingkat konus.
Hemiparesis
Jika terdapat kelumpuhan pada lengan dan kaki pada sisi yang sama, dan jika tanda UMN merujuk pada lesi
sentral, maka lesi kemungkinan berada di korda spinalis servikal atau otak. Nyeri leher atau pada daerah
dermatom servikal dapat menjadi bukti tempat lesi.
Penyebab tersering hemiparesis pada orang dewasa yaitu infark serebral atau pendarahan. Awitan secara
mendadak, serangan iskemik transien sebelumnya, dan progresi menjadi derajat maksimum dalam 24 jam pada
orang dengan hipertensi atau usia lanjut merupakan indikasi telah terjadi stroke. Jika tidak terdapat gejala-gejala
serebral, dapat diduga terjadi myelitis transversus dari korda spinalis servikal, tetapi kondisi ini berprogresi secara
lambat (beberapa hari) dan lebih sering menyerang keempat tungkai. Begitu pula dengan sklerosis multipel yang
biasanya bermanifestasi menjadi tanda kortikospinal bilateral daripada hemiplegia murni.
Jika hemiparesis yang berasal dari serebral berprogresi dalam hari atau minggu, dapat dicurigai lesi massa
serebral, baik pada pasien anak-anak atau dewasa. Selain tumor otak, kemungkinan lain termasuk malformasi
arteriovenosus, abses otak, atau infeksi lainnya. Kelainan otak metabolik biasanya mengakibatkan tanda bilateral
dengan gangguan mental, tetapi merupakan penyebab hemiparesis yang jarang. Secara umum, hemiparesis
biasanya merujuk pada lesi serebral daripada lesi di leher, dan penyebabnya dapat ditemukan dengan melihat
gejala klinis dan dengan CT atau MRI.
Tabel 1. Kemungkinan tempat lesi penyebab hemiparesis
Pemeriksaan
Jenis awitan. Awitan yang mendadak merujuk pada gangguan vaskular, seperti stroke, atau akibat racun tertentu
atau gangguan metabolik. Awitan subakut, dalam beberapa hari sampai minggu, biasanya berhubungan dengan
proses neoplastik, infektif, atau inflamasi. Kelumpuhan yang timbul secara perlahan dalam beberapa bulan atau
tahun biasa memiliki dasar herediter, degeneratif, endokrinologik, atau neoplastik.
Perjalanan. Peningkatan progresif defisit neuron motorik dari awitannya merujuk pada aktivitas yang berlanjut
dari proses yang menyebabkan kelumpuhan. Progresi episodik merujuk pada penyebab vaskular atau inflamasi.
Progresi secara stabil lebih merujuk pada kelainan neoplastik atau kondisi degeneratif. Fluktuasi cepat dari gejala
dalam periode yang cepat merupakan karakteristik myasthenia gravis.
Gejala yang berhubungan. Distribusi kelumpuhan dan keberadaan gejala yang berhubungan dapat
mengindikasikan tempat terjadinya lesi. Contohnya, kelumpuhan pada tangan dan kaki kanan dapat disebabkan
oleh lesi dari korteks motorik kontralateral atau traktus kortikospinal di atas segmen servikal 5 korda spinalis.
Kelumpuhan muka bagian kanan mengindikasikan lesi berada di atas tingkat nukleus nervus fasialis (N. VII) pada
batang otak, dan adanya aphasia atau gangguan lapang pandang mengindikasikan lesi pada hemisfer serebral.
Rekam medis. Kepentingan rekam medis tergantung dari keluhan pasien sekarang dan penyakit sebelumnya.
Misalnya, pada pasien dengan karsinoma paru, kelumpuhan tungkai dapat merupakan metastasis atau komplikasi
nonmetastatik dari kanker. Kelumpuhan kaki pada pasien diabetes dapat merupakan komplikasi yang
mempengaruhi saraf atau pleksus perifer.
Pemeriksaan sistem motorik
Keadaan otot. Wasting, atau atrofi, menunjukkan bahwa kelumpuhan diakibatkan oleh lesi pada lower motor
neuron (LMN) atau pada otot itu sendiri. Distribusi dari otot yang atrofi juga dapat menunjukkan tempat
terjadinya lesi. Lesi UMN biasanya tidak disertai dengan atrofi otot, tetapi dapat terjadi pada disuse yang
berkepanjangan. Adanya fasikulasi mengindikasikan bahwa kelumpuhan disebabkan oleh lesi LMN.
Tonus otot. Tonus dapat diartikan sebagai hambatan otot terhadap gerak pasif dari sendi. Tonus otot dinilai
dengan menginspeksi posisi ekstremitas pada posisi istirahat, palpasi otot perut, dan dengan menentukan
hambatan otot terhadap pergerakan pasif. Tonus otot dapat dikategorikan sebagai hipertonus, hipotonus, atau
paratonus.
Kekuatan otot. Untuk menilai kekuatan otot, pasien diminta menahan tekanan yang diberikan oleh pemeriksa.
Beberapa kekuatan otot individual dinilai secara bergantian dan kekuatan otot kedua sisi dibandingkan agar
kelemahan ringan pada salah satu sisi dapat dideteksi. Kekuatan otot dinilai dalam derajat 0-5.
Derajat
5
4
3
2
1
0
Tabel 2. Derajat kekuatan otot
Kekuatan Otot
Kekuatan normal
Pergerakan aktif terhadap gravitasi dan tekanan
Pergerakan aktif terhadap gravitasi tetapi tidak terhadap tekanan
Pergerakan aktif tetapi tidak dapat melawan gravitasi
Hanya terdapat kedutan (flicker)
Tidak ada kontraksi
Refleks tendon. Perubahan pada refleks tendon dapat menyertai gangguan fungsi motorik atau sensorik. Ketika
refleks diuji, kedua tungkai pada kedua sisi harus berada di posisi yang sama dan refleks ditimbulkan dengan cara
yang sama. Refleks dinilai dari 0 (tidak ada), 1 (response trace), 2 (lower half dari jangkauan normal), 3 (upper
half dari jangkauan normal), 4 (lebih kuat, dengan atau tanpa klonus).
Lokalisasi Lesi UMN
1. Lesi intrakranial parasagittal menghasilkan defisit UMN yang secara khas mempengaruhi kedua kaki dan
dapat meluas ke tangan.
2. Lesi terisolir pada korteks serebral dapat menghasilkan defisit neuron motorik fokal, misalnya tangan
kontralateral. Kelumpuhan dapat terbatas di kaki kontralateral pada pasien dengan oklusi a. serebri anterior
atau di wajah dan lengan kontralateral jika a. serebri media juga terlibat. Lesi kortikal atau subkortikal yang
lebih ekstensif akan menghasilkan kelemahan atau kelumpuhan di wajah, lengan, dan kaki kontralateral
disertai dengan aphasia, defek lapang pandang, atau gangguan sensorik.
3. Lesi pada tingkat kapsula interna , dimana serat desendens dari korteks serebral banyak mengumpul, biasa
berakibat pada hemiparesis parah dengan melibatkan tungkai dan wajah kontralateral.
4. Lesi batang otak biasanya berakibat pada defisit motorik bilateral, dengan disertai gangguan sensorik dan
nervus kranial, dan disekuilibrium.
Daftar Pustaka:
1. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Edisi 5. Jakarta: Dian Rakyat; 2008: 26-7.
2. Wilkinson I, Lennox G. Essential neurology. 4th ed. Massachusetts: Blackwell Publishing; 2005: 86-7.
3. Rowland LP. Syndromes caused by weak muscles. In: Merritt’s neurology. Ed: Rowland LP. 11th ed. New
York: Lippincott Williams & Wilkins; 2005.
4. Aminoff MJ, Greenberg DA, Simon RP. Clinical neurology. 6th ed. New York: McGraw-Hill; 2005.
Download