MIKROBIOLOGI PADA INFEKSI KULIT

advertisement
MIKROBIOLOGI PADA INFEKSI KULIT
Sunaryati Sudigdoadi
Departemen Mikrobiologi
Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran
PENDAHULUAN
Kulit, yang meliputi dan melindungi tubuh, merupakan garis pertahanan tubuh pertama
terhadap patogen. Sebagai barier fisik, hampir tidak mungkin suatu patogen
dapat menembus kulit yang utuh. Namun demikian mikroba dapat masuk melalui lesi kulit
yang tidak nampak, sehingga beberapa mikroba dapat menembus kulit utuh.
Kulit adalah tempat yang tidak ramah bagi kebanyakan mikroorganisme karena
sekresi kulit bersifat asam dan sebagian besar kulit kelembabannya sangat rendah.
Beberapa bagian dari tubuh, seperti aksila dan daerah sela-sela kaki, memiliki kelembaban
yang cukup tinggi untuk memberi kesempatan populasi bakteri relatif besar berada pada
daerah-daerah tersebut. Di area yang lebih kering seperti kulit kepala, biasanya jumlah
mikroorganisme ditemukan dalam jumlah yang kecil. Beberapa mikroba yang berkolonisasi
pada kulit dapat menyebabkan penyakit.
Infeksi mikroba pada kulit biasanya ditularkan melalui kontak dengan individu yang
terinfeksi dan apabila kulit ditembus oleh mikroorganisme maka dapat terjadi infeksi. Infeksi
kulit dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, dan parasit. Pada makalah ini akan dibahas
infeksi-infeksi bakteri pada kulit dan juga beberapa infeksi virus serta jamur kulit.
MIKROBIOTA NORMAL DI KULIT
Kulit dan membran mukosa manusia selalu dihuni oleh berbagai mikroorganisme yang dibagi
dalam 2 kelompok yaitu: 1). Mikrobiota resident (penghuni tetap) terdiri dari jenis mikroba
relatif tetap, yang secara teratur ditemukan di daerah tertentu pada usia tertentu, dan jika
terganggu segera kembali menyusun populasinya. 2) Mikrobiota transient (sementara) terdiri
dari mikroorganisme nonpatogen atau patogen yang berada di kulit selama beberapa jam,
hari, atau minggu, berasal dari lingkungan, tidak menyebabkan penyakit, dan tidak selalu
berada secara permanen.
Mikroorganisme yang ada pada kulit pada umumnya relatif tahan terhadap keadaan kering
dan konsentrasi garam yang relatif tinggi. Mikrobiota normal di kulit terutama terdiri dari
bakteri gram positif, seperti stafilokokus dan mikrokokus karena bakteri-bakteri tersebut
cenderung relatif tahan terhadap beberapa faktor lingkungan seperti kekeringan dan tekanan
osmotik yang tinggi.
Pada pemeriksaan pemindaian mikrograf elektron tampak bahwa bakteri pada kulit
cenderung terdapat dalam kelompok berupa kolonisasi dalam jumlah kecil. Bila kulit digosok
atau dibersihkan dengan kuat maka dapat mengurangi jumlah bakteri tetapi tidak akan
menghilangkannya. Mikroorganisme yang tersisa pada folikel rambut dan kelenjar keringat
setelah pencucian akan segera muncul kembali sebagai populasi normal. Area tubuh
yang lebih lembab, seperti aksila dan sela-sela kaki, memiliki populasi mikroba yang lebih
tinggi yang akan memetabolisme sekresi dari kelenjar keringat, dan ini merupakan penyebab
utama bau badan.
Kulit merupakan contoh yang habitat yang baik dari berbagai mikroba. Bila kulit
dibandingkan dengan wilayah geografis bumi maka kulit daerah lengan bawah dapat
disamakan dengan gurun, kulit yang dingindi kepala identik dengan hutan, dan daerah aksila
serupa dengan hutan tropis. Komposisi mikrobiota di kulit bervariasi dari satu lokasi dengan
lokasi lain sesuai dengan karakter lingkungan. Karakteristik bakteri berbeda-beda di tiga
wilayah kulit: (1) aksila, perineum, dan sela-sela jari kaki; (2) tangan, wajah dan badan; serta
(3) lengan atas dan kaki. Pada daerah kulit dengan oklusi parsial seperti aksila, perineum, dan
sela-sela jari kaki, kolonisasi mikroorganisme lebih banyak daripada daerah non oklusi/
terbuka seperti kaki, lengan, dan badan. Perbedaan kuantitatif mungkin berhubungan dengan
peningkatan kelembaban, suhu tubuh yang lebih tinggi, dan konsentrasi yang lebih besar dari
lipid permukaan kulit. Aksila, perineum, dan sela-sela jari kaki lebih sering dihuni oleh
bakteri batang Gram-negatif daripada daerah kulit yang kering.
Sebagian besar dari mikrobiota normal kulit adalah bakteri gram positif batang pleomorfik
disebut yaitu difteroid. Beberapa difteroid, seperti Propionibacterium acnes, yang bersifat
anaerobik biasanya menghuni folikel rambut. Pertumbuhannya dibantu oleh sekresi kelenjar
minyak (sebum), yang merupakan timbulnya suatu akne. Bakteri ini menghasilkan asam
propionat, yang membantu mempertahankan pH rendah kulit, umumnya antara 3 dan 5.
Bakteri difteroid lain, seperti Corynebacterium xerosis tumbuh secara aerob dan menempati
permukaan kulit. Malassezia furfur, yang merupakan ragi mampu tumbuh pada sekresi kulit
berminyak dan dianggap bertanggung jawab atas kondisi kulit yang dikenal sebagai ketombe.
Bibil dan Lovell menunjukkan bahwa mikroorganisme kulit berada antara 0 hingga lebih
dari 100.000 unit koloni (cfu) bakteri aerob dapat terisolasi dari setiap sentimeter persegi
kulit di berbagai bagian tubuh (Bibel dan Lovell, 1976). Mikroba lainnya, seperti
Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogenes, dan Pseudomonas aeruginosa, mungkin
ditemukan berkolonisasi sementara pada kulit dalam kondisi normal.
Bakteri Gram negatif terdapat hanya sebagian kecil dibandingkan bakteri kulit yang lain.
Beberapa bakteri gram-negatif, terutama Acinetobacter, juga ditemukan berkolonisasi di
kulit. Bakteri-bakteri tersebut banyak terdapat di daerah lembat yaitu di intertriginosa, seperti
sela-sela jari kaki dan aksila, bukan pada kulit kering. Keadaan kering merupakan faktor
utama mencegah perkembangbiakan bakteri Gram-negatif pada kulit intak. Enterobacter,
Klebsiella, Escherichia coli, dan Proteus spp. adalah organisme Gram-negatif dominan
ditemukan pada kulit. Acinetobacter spp juga terjadi pada kulit individu normal di daerah
intertriginosa yang lembab.
PATOGENESIS INFEKSI PADA KULIT
Infeksi kulit dapat disebabkan oleh bakteri, virus, atau jamur dan terjadi primer atau
sekunder.
Infeksi primer ditandai dengan perjalanan dan morfologi karakteristik, yang diawali oleh
organisme tunggal dan biasanya sering terjadi pada kulit normal. Penyebab paling sering
adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogenes, dan bakteri coryneform. Bentuk
infeksi tersering berupa impetigo, folikulitis, furunkel, dan erithrasma. Infeksi sistemik juga
dapat menimbulkan manifestasi di kulit. Organisme ini biasanya masuk melalui jalan masuk
di kulit intak seperti gigitan serangga. Banyak infeksi sistemik melibatkan gejala-gejala pada
kulit yang disebabkan baik oleh patogen atau toksin yang dijadilkan; contoh adalah campak,
varicella, gonococcemia, dan staphylococcal scalded skin syndrome. Jamur dermatofita
memiliki afinitas yang kuat pada sel-sel keratin sehingga dapat menginvasi jaringan keratin
pada kuku, rambut, dan kulit.
Infeksi sekunder berasal kulit yang telah ada lesi sebelumnya, dengan adanya faktor risiko
atau predisposisi dengan gambaran klinis dan perjalanan infeksi yang bervariasi. Sebagai
contoh adalah infeksi yang terjadi pada intertrigo dan sela jari kaki.
Gambar 1. Penyebaran infeksi pada kulit
Manifestasi klinis bervariasi dari satu penyakit dengan penyakit lainnya. Kebanyakan tandatanda infeksi kulit berupa eritema, edema, dan tanda-tanda peradangan lainnya. Dapat terjadi
akumulasi fokal pus berupa furunkel atau cairan membentuk vesikel dan bula, tetapi lesi juga
dapat berupa scale tanpa adanya peradangan yang jelas.
Infeksi bakteri
Klasifikasi infeksi kulit yang disebabkan bakteri merupakan upaya untuk mengintegrasikan
berbagai bentuk klinis. Klasifikasi ini tidak terlalu mendasar namun berguna untuk
menjelaskan suatu infeksi bakteri primer atau sekunder. Hal ini disajikan pada tabel 1
walaupun tidak lengkap dan hanya mencakup penyakit kulit yang lebih umum.
Infeksi Primer
Impetigo
Tiga bentuk impetigo dikenali berdasar klinis, bakteriologis, dan histologis. Lesi impetigo
pada umumnya superfisial disebabkan oleh Streptococcus -hemolitik grup A, S aureus,
atau keduanya. Bentuk impetigo ini adalah infeksi kulit yang paling sering terjadi pada anakanak. Impetigo pada bayi sangat kontagius dan memerlukan pengobatan yang tepat. Lesi
impetigo bulosa selalu disebabkan oleh S aureus, superfisial dan berdinding tipis.
Tabel 1. Klasifikasi infeksi bakteri pada kulit
Penyakit
Primer
Impetigo
Selulitis dan erisipelas
Staphylococcal scalded skin syndrome
Folikulitis
Superfisial
Profunda
Sikosis barbae
Furunkel, karbunkel
Keratolisis pitted
Erisipeloid
Eritrasma
Trikhomikosis
Sekunder
Intertrigo
Dermatitis eksematoid infeksius akut
Pseudofolikulitis janggut
Infeksi sela jari kaki
Penyakit lain
Infeksi Mycobacteria
Infeksi Actinomyetes
Penyebab
Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogenes
Streptococcus grup A
S. aureus
S. aureus
Klebsiella pneumoniae, Enterobacter aerogenes,
Proteus vulgaris
Propionibacterium acnes
S. aureus
S. aureus
Coryneform gram positif
Erysipelothrix rhusiopathiae
Corynebacterium minutissimum
Corynebacterium tenuis (Coryneform lipolitik)
Overgrowth mikrobiota normal kulit
S. aureus
Mikrobiota tetap (kokus gram positif)
Jamur, Coryneform gram positif
Brevibacterium dan batang Gram negatif
Mycobacterium tuberculosis, M. marinum, M. ulcerans
Actinomyces israeli
Selulitis dan erisipelas
Streptococcus pyogenes adalah penyebab utama dari selulitis, yaitu suatu peradangan difus
jaringan ikat longgar, terutama jaringan subkutan. Bakteri menembus permukaan kulit, dan
infeksi menimbulkan edema jaringan. Selulitis mungkin hanya seperti kulit normal, namun,
lesi selulitis berupa eritema, edema, keras, atau lunak, dengan batas-batas yang tidak tegas.
Tidak ada perbedaan yang tegas antara selulitis akibat streptokokus dan erisipelas. Secara
klinis, erisipelas lebih dangkal, dengan batas tegas dan lesi biasanya terdapat di pipi.
Staphylococcal scalded skin syndrome
Staphylococcal scalded skin syndrome (SSSS), disebut juga penyakit Lyell atau nekrolisis
epidermal toksik, dimulai berupa lesi lokal, yang selanjutnya diikuti dengan eritema yang
meluas dan pengelupasan kulit. Sindroma ini disebabkan oleh staphylococcus faga grup II
yang mengeluarkan toksin epidermolitik. Penyakit ini lebih sering terjadi pada bayi
dibandingkan pada orang dewasa.
Folikulitis
Folikulitis dapat dibagi menjadi dua kategori utama berdasarkan lokasi histologis: superfisial
dan profunda.
Bentuk folikulitis superfisial disebabkan oleh stafilokokus, berupa pustula eritematosa kecil
pada folikel tanpa kelainan kulit di sekitarnya. Biasanya paling sering mengenai kulit kepala
dan ekstremitas. Folikulitis yang disebabkan bakteri Gram-negatif terjadi terutama sebagai
akibat superinfeksi pada acne vulgaris yang mendapat terapi antibiotik sistemik jangka
panjang. Pustula ini sering didapat bergerombol di sekitar hidung dan bakteri ditemukan
dalam lubang hidung dan pustula. Folikulitis yang disebabkan Propionibacterium acnes
sering salah didiagnosis sebagai folikulitis stafilokokus. Lesi primer berupa pustula folikular
berwarna putih sampai kuning, datar atau seperti kubah.
Furunkel adalah infeksi stafilokokus dari folikel pada jaringan subkutan yang biasanya
mengenai bagian berbulu atau daerah yang terkena gesekan dan maserasi. Karbunkel adalah
beberapa furunkel yang bersatu yaitu berupa lesi yang indurasi besar dan nyeri.
Pitted keratolysis
Pitted keratolysis adalah infeksi superfisial pada permukaan telapak kaki, berupa lubanglubang/cekungan. Lubang-lubang bisa bergabung menjadi daerah berbentuk tidak teratur
erosi dangkal. Lubang-lubang yang dihasilkan ini terbentuk akibat proses lisisyang mentebar
ke perifer dan biasanya terdapat pada tumit, telapak, dan jari-jari kaki. Kelembaban dan suhu
tinggi seringkali merupakan faktor yang memberatkan. Bakteri coryneform Gram positif telah
diisolasi dari lesi.
Erisipeloid
Erysipeloid, infeksi jinak yang paling sering terjadi pada nelayan dan penangan daging,
ditandai dengan kemerahan pada kulit (biasanya pada jari atau punggung tangan), yang
berlangsung selama beberapa hari. Infeksi ini disebabkan oleh Erysipelothrix rhusiopathiae.
E. rhusiopathiae adalah bakteri berbentuk batang Gram positif, pleomorfik, nonmotil,
fakultatif anaerob.
Eritrasma
Eritrasma adalah, infeksi superfisial kronis pada aksila, pubis, selangkangan, sela jari kaki,
dan lipatan mammae. Kebanyakan lesi tidak menunjukkan gejala, tetapi beberapa memberi
gejala ringan dengan rasa terbakar dan gatal-gatal. Lesi tidak teratur, kering dan bersisik;
awalnya merah muda dan kemudian menjadi coklat. Bentuk yang lebik luas lebih sering
terjadi pada iklim hangat. Penyebab kelainan ini adalah Corynebacterium minutissimum.
yaitu bakteri berbentuk batang Gram positif, tidak berspora, tumbuh aerobik atau fakultatif
anaerob. Dengan menggunakan sinar Wood pada lesi akan tampak fluoresensi merah koral
dan ini adalah diagnostik untuk eritrasma yang disebabkan oleh C. minutissimum.
Trikhomikosis
Trichomycosis melibatkan rambut di aksila dan daerah pubis, ditandai oleh adanya nodul
dengan berbagai konsistensi dan warna. Kondisi ini umumnya asimtomatik dan tidak
menular. Kulit di bawahnya adalah normal. Nodul pada rambut terdiri dari bakteri bentuk
batang pendek. Bakteri yang dikaitkan dengan trikhomikosis adalah coryneform; satu
menyerupai C. minutissimum, yang lainnya lipolitik, dan C. tenuis
Infeksi Sekunder
Intertrigo
Intertrigo ini paling sering terlihat pada bayi gemuk atau orang dewasa dengan obesitas.
Biasanya didapat dalam lipatan kulit, suhu panas, kelembaban, dan bila digosok akan
menyebabkan eritema, maserasi, atau bahkan erosi. Pertumbuhan berlebih mikrobiota tetap
atau sementara dapat menyebabkan keadaan ini.
Dermatitis Eksematoid Infeksius Akut
Dermatitis eksematoid infeksius akut timbul dari lesi primer seperti bisul atau aliran dari
telinga atau hidung, yang merupakan sumber dari eksudat infeksius. Ciri khas dari penyakit
ini adalah berupa goresan dermatitis di sepanjang jalur aliran bahan debit. Stafilokokus
koagulase-positif adalah organisme yang paling sering diisolasi.
Pseudofolikulitis Janggut
Pseudofolikulitis janggut adalah suatu kelainan yang sering terjadi di daerah jenggot orang
kulit hitam yang mencukur. Lesi karakteristik biasanya berupa papula eritematosa atau, yang
lebih jarang, adalah bagian dasar rambut yang mengandung pustula. Ini terjadi ketika rambut
sangat melengkung muncul dari folikel rambut dan masuk kembali ke kulit untuk
menghasilkan rambut yang tumbuh ke dalam. Mikroorganisme Gram positif yang termasuk
mikrobiota tetap pada kulit berhubungan dengan gangguan ini.
Infeksi sela jari kaki
Penyakit ini sering disebut athlete’s foot yang secara tradisional dianggap sebagai infeksi
jamur. Namun asumsi ini telah direvisi, karena jamur sering tidak dapat ditemukan dari lesi
sepanjang perjalanan penyakit. Para peneliti saat ini percaya bahwa dermatofita, penyerang
pertama, menyebabkan kerusakan kulit yang memungkinkan pertumbuhan bakteri yang
berlebihan, sehingga terjadi maserasi dan hiperkeratosis. Jamur, sebagai penghasil antibiotik
akan menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan bakteri coryneform tertentu dan
Brevibacterium. Enzim proteolitik, yang diproduksi oleh beberapa bakteri ini, dapat
memperburuk kondisi. Jika kaki mengalami hiperhidrasi, bakteri batang Gram-negatif yang
merupakan mikrobiota normal dominan, dan sela jari kaki menyebakan kerusakan lebih
lanjut.
Infeksi bakteri lain
Tuberkulosis kutis
TBC kutis terjadi akibat inokulasi Mycobacterium tuberculosis pada luka seseorang yang
tidak memiliki riwayat imunologik terhadap infeksi sebelumnya. Perjalanan penyakit
dimulai berupa nodul inflamasi (chancre) dan disertai dengan limfangitis regional dan
limfadenitis. Perjalanan penyakit tergantung pada ketahanan individu dan efektivitas
pengobatan. Pada inang dengan sistem imunitas baik ataupun parsial dibedakan dua
kelompok besar lesi kulit yaitu TB verrucosa dan lupus vulgaris.
Infeksi Mycobacterium marinum
Infeksi M. marinum terjadi pada anak-anak dan remaja yang memiliki riwayat menggunakan
kolam renang atau membersihkan kolam ikan. Seringkali didahului dengan riwayat trauma,
namun dapat pula tanpa ada trauma, dan kebanyakan lesi sering terjadi pada lokasi yang
mengalami trauma. Lesi biasanya soliter berupa granuloma namun jarang ditemukan bakteri
tahan asam dari lesi. Tes tuberkulin biasanya positif.
Infeksi Mycobacterium ulcerans
Lesi yang disebabkan infeksi M. ulcerans di kulit paling sering terjadi pada lengan atau kaki
dan kadang-kadang di tempat lain, namun tidak pada telapak tangan atau kaki. Kebanyakan
ulkus yang terjadi di kulit soliter, tidak menimbulkan rasa sakit, dengan tepi lesi tidak
berbatas tegas. Secara geografis infeksi ini terjadi di daerah rawa-rawa dan sungai. Di
beberapa daerah tropis, ulkus kronis yang disebabkan oleh organisme ini sering terjadi.
Pada skrofuloderma, TB kelenjar, atau tulang dapat meluas sampai di kulit menyebabkan
terjadinya ulkus
Aktinomisetoma
Ada beberapa penyebab aktinomisetoma. Sekitar setengah dari kasus disebabkan oleh
actinomycetes, sisanya disebabkan oleh jamur (eumisetoma). Penyebab paling umum dari
misetoma adalah Pseudallescheria boydii dan Actinomyces israelii, keduanya memberikan
gambaran klinis yang sama. Organisme masuk ke dalam kulit melalui trauma. Penyakit ini
ditandai dengan pembengkakan kulit yang perlahan-lahan membesar dan menjadi lebih
lunak. Selanjutnya dapat terbentuk sinus yang menyerupai tunnel pada jaringan yang lebih
dalam, menimbulkan pembengkakan dan distorsi yang biasanya terjadi di kaki.
Aktinomikosis
Actinomyces israelii merupakan penyebab aktinomikosis pada manusia, dan penyebab yang
lain adalah Arachnia propionica (Actinomyces propinicus). Lesi yang ditimbulkan biasanya
keras, merah, perlahan-lahan menyebabkan pembengkakan. Massa yang tadinya keras
menjadi lunak dan akhirnya membentuk sinus dan sulit sembuh. Sinus berisi sekret purulen
yang mengandung “sulfur” granules. Pada sekitar 50% kasus, lesi berawal di daerah
cervicofacial, yang melibatkan jaringan di wajah, leher, lidah, dan madibula. Sekitar 20%
kasus dapat menyebabkan aktinomikosis di toraks, yang mungkin hasil dari perluasan dari
leher atau abdomen, atau berupa infeksi primer dari aspirasi organisme melalui oral
organisme.
INFEKSI VIRUS
Infeksi virus menyebabkan infeksi lokal di kulit maupun infeksi generalisata (Tabel 2).
Tabel 2. Virus-virus penyebab infeksi kulit
Penyakit
Infeksi lokal
Herpes labialis, herpes genitalis
Herpes zozter
Molluscum contagiosum
Kutil/warts
Infeksi generalisata
Measles
Rubella
Exanthema, enanthema
Eritema infeksiosum
Roseola
Demam hemoragik
Virus
Virus herpes simplex
Virus varicella zoster
Virus molluscum contagiosum
Virus papilloma
Virus measles
Virus rubella
Enterovirus
Parvovirus
Human herpes virus 6,7
Togavirus, Flavivirus, Bunyavirus
Infeksi virus herpes simplex
Virus herpes simplex termasuk ke dalam famili Herspesviridae yang terdiri dari 3 subfamili
yaitu α, , dan herpesvirinae. Virus herpes simplex tipe 1 dan 2, serta virus varicellazoster termasuk ke dalam α herpesvirinae, memiliki siklus replikasi pendek dan
menimbulkan perubahan sitopatologi pada sel kultur monolayer serta memiliki kirasan inang
yang luas, sedangkan human herpesvirus 6 dan 7 termasuk ke dalam subfamili
herpesvirinae, memiliki siklus replikasi panjang dan kisaran inang yang terbatas.
Virus herpes simplex merupakan virus berukuran besar, memiliki genom DNA untai ganda
dengan struktur unik, genom dikelilingi oleh kapsid icosapentahedral yang terdiri dari
kapsomer-kapsomer. Kapsid dikelilingi lagi oleh lapisan portein amorf yang disebut tegumen
dan lapisan paling luar berupa envelop yang terdiri dari lapisan glikoproterin dan dua lapis
lipid. Virus herpes simplex tipe 1 dan 2 memiliki homologi genom sekitar 50% dan
mempunyai karakteristik yang mirip.
Virus bereplikasi pada awalnya di dalam sel epitel, membentuk vesikel karakteristik dengan
dasar eritematosa. Kemudian akan naik ke saraf sensoris ke ganglion dorsalis dan setelah
periode awal replikasi ini akan menjadi laten. Pada reaktivasi, virus menyebar dari ganglion
distal untuk kemudian menimbulkan lesi baru di kulit/ atau mukosa.
Infeksi virus ini menimbulkan manifestasi pada mukokutan termasuk gingivostomatitis,
herpes genitalis, herpes keratitis, dan herpetic whitlows. Virus herpes simplex tipe 1 terutama
terjadi pada mukosa oaral sedangkan virus herpes simplex 2 terutama pada genital namun
dapat terjadi sebaliknya tergantung jalur transmisinya.
Infeksi virus varicella-zoster
Infeksi virus varicella-zoster primer menyebabkan varicella sedangkan reaktivasi virus laten
yang biasa terjadi pada orang dewasa menyebabkan herpes zoster (shingles), berupa lesi
vesikuler dengan distribusi dermatomal dan menyebabkan neuritis akut.
Virus varicella-zoster biasanya ditularkan melalui droplet langsung dan bereplikasi awal di
nasofaring. Pada individu seronegatif selanjutnya akan terjadi viremia dan gejala klinis
sebagai varicella, selanjutnya akan berada laten pada ganglia dorsalis dan bila terjadi
reaktivasi virion akan menuju saraf sensorik.
Roseola
Virus herpes manusia 6 dan 7 yang berhubungan dengan exanthem subitum (roseola) dan
dengan penolakan transplantasi ginjal. Secara umum roseola infantum klasik menginfeksi
bayi usia 9-12-bulan yang sebelumnya dalam keadaan kesehatan baik. Onset biasanya
mendadak didahului demam tinggi (40° C), yang berlangsung selama 3 hari disertai keluhankeluhan nonspesifik. Kejang demam terjadi pada 15% pasien. Gejala ini menghilang dengan
cepat dan dilanjutjan dengan timbulnya eksantema morbiliformis merah muda dan ringan.
Pada infeksi primer, replikasi virus terjadi di leukosit dan glandula salivarius, HHV-6
terdapat pada saliva. Selanjutnya terjadi invasi awal pada SSP sehingga dapat menimbulkan
kejang dan komplikasi lain SSP. Infeksi ini sangat jarang namun terutama didapat pada bayi,
melibatkan berbagai organ termasuk gastrointestinal, hepar, dan menyebabkan sindroma
hematopatik.
Molluscum contagiosum
Molluscum contagiosum disebabkan oleh virus Molluscum contagiosum, termasuk dalam
famili Poxviridae, genus Molluscipox. Virus Molluscum contagiosum seperti juga virus pox
yang lain berbentuk bata dengan ukuran 240 x 300 nm memiliki genom DNA untai ganda
(130-260 kb) dan memiliki struktur internal yang kompleks dengan beberapa enzim yang
berperan dalam replikasi. Penyakit ini hanya terjadi pada manusia ditandai dengan nodulnodul berwarna merah muda, kecil, berbentuk kubah. Ukuran nodul berkisar antara 1-5
milimeter diameter, di bagian tengah seringkali terdapat lekukan kecil yang berisi bahan
seperti nasi berwarna putih-merah muda, yang merupakan ciri khas untuk molluscum
contagiosum. Papul ini dapat meradang secara spontan ataupun karena trauma akibat
garukan. Lesi tidak menyebabkan rasa sakit namun menimbulkan rasa gatal atau mengalami
iritasi. Bila kemudian pasien menggaruk di lokasi lesi dapat menyebabkan infeksi lebih lanjut
atau menimbulkan jaringan parut. Sekitar 10% dari kasus dapat mengalami eksim di sekitar
lesi atau terjadi infeksi sekunder oleh bakteri. Infeksi virus terbatas pada area lokal pada
epidermis, penyebaran paling sering pada daerah wajah, atau genital.
Transmisi dapat terjadi melalui kontak langsung atau secara tidak langsung melalui
pemakaian alat secara bersama-sama seperti pemakaian handuk atau akat cukur.
Infeksi virus human papilloma
Pada klasifikasi awal papillomavirus disatukan dengan polyomavirus dalam satu famili
Papovaviridae. Hal ini didasarkan pada kesamaan dalam hal struktur yaitu memiliki genom
DNA untai ganda sirkular dikelilingi kapsid tanpa envelop. Kemudian diketahui bahwa
kedua virus tersebut memiliki ukuran genom yang berbeda termasuk organisasi genomnya
juga berbeda, tidak ada kesamaan dalam hal urutan nukleotida mayor, atau asam amino.
Akhirnya ditetapkan secara resmi oleh the International Committee on the Taxonomy of
Viruses (ICTV) sebagai dua famili yang terpisah, Papillomaviridae dan Polyomaviridae.
Saat ini ada 30 genus Papillomaviridae namun yang termasuk human papillomavirus ada
lebih dari 170 tipe berdasarkan penentuan secara sequencing dan dibagi menjadi 5 genera:
yaitu Alphapapillomavirus, Betapapillomavirus, Gammapapillomavirus, Mupapillomavirus
dan Nupapillomavirus. Ukuran virus 55 nm diameter dengan DNA adalah 8 kbp.
Papillomavirus memiliki tropisme tinggi untuk sel-sel epitel kulit dan mukosa. Replikasi
virus sangat tergantung pada keadaan yang berbeda dari sel-sel epitel. Mula-mula progeni
virion dapat dideteksi hanya dalam inti sel di lapisan atas epidermis yang terinfeksi DNA,
virus tetap laten dan tidak terintegrasi dalam sel basal lesi jinak. Replikasi terjadi dalam selsel yang berdiferensiasi. Asam nukleat virus dipertahankan dalam sel basal dalam jumlah
copy yang rendah dan bereplikasi secara sinkron dengan siklus sel. Sintesis DNA virus
vegetatif terjadi terutama di stratum spinosum dan stratum granulosum, dan ekspresi protein
kapsid terbatas pada lapisan paling atas bagian terminal sel epidermis berdiferensiasi. Partikel
virus dapat dideteksi dengan mudah dalam beberapa jenis kutil (misalnya di tangan dan kaki),
namun tidak dapat ditemukan pada tipe-tipe lesi lainnya seperti pada laring, genitalia
eksterna, dan serviks. Keadaan yang ditimbulkan pada siklus hidup virus mungkin tergantung
pada faktor-faktor seluler spesifik sel-sel epitel yang berdiferensiasi. Hal ini yang
bertanggung jawab atas terjadinya transformasi karena DNA virus terintegrasi dalam sel-sel
dan menimbulkan kanker.
Berbagai lesi papillomatous jinak kulit dan mukosa skuamosa yang disebabkan oleh human
papillomavirus. Lesi dapat berupa dan kutil di plantar pedis, kondiloma acuminata di daerah
anal dan genital, kutil datar serviks, lesi makular seperti pityriasis pada pasien dengan
epidermodysplasia verruciformis, papiloma oral, dan juvenile laryngeal papilloma.
Virus ditularkan melalui kontak dan memasuki tubuh melalui abrasi kecil di kulit. Kontrol
pertumbuhan sel terganggu, mengakibatkan penebalan epidermis dengan hiperplasia pada
stratum spinosum dengan beberapa derajat hiperkeratosis. Badan inklusi intranuklear
basofilik sering terjadi di stratum granulosum. Membran basal tetap utuh.
Hubungan Tipe Human papillomavirus dengan Lesi Klinik
Lokasi
Tipe HPV
Bentuk klinik
Onkogenisitas
a
Kutan
1
5,6,9,12,14,15,17,19-25
37
Plantar wart
Lesi makular pada EVb
Keratoakantoma
Jinak
Beberapa menjadi karsinoma
Jinak
Mukokutan
2
3,10
7
Common wart
Flat wart, EV
Kutil di tangan
Jinak
Jarang
Jinak
Mukosa
6,11
Kondiloma anogenital
Papiloma laring
Displasia dan neoplasia intraepitelial
Rendah
13, 32
Hiperplasiafokal oral
(Penyakit Heck)
Kemungkinan progresif
16, 18,31,33,35,39
Neoplasia intraepitelial serviks,
penyakit Bowen vulva, karsinoma
laring dan esofagus
Korelasi tinggi dengan karsinoma
genital dan oral
a
Berdasar adanya DNA virus pada jaringan tumor
EV: epidermodisplasia verusiformis
b
INFEKSI JAMUR
Beberapa genus jamur telah banyak dilaporkan menyebabkan infeksi kulit, yang tersering
adalah golongan dermatofita. Namun beberapa nondermatofita, termasuk ragi, juga dapat
menyebabkan infeksi kulit.
Dermatofitosis
Istilah dermatofitosis merujuk pada infeksi kulit yang disebabkan oleh salah satu dari
beberapa jenis jamur berfilamen yang secara taksonomi disebabkan oleh dermafofita yang
terdiri dari genus Trichophyton, Epidermophyton, dan Microsporum. Jamur ini memiliki
kemampuan untuk menyebabkan infeksi pada manusia dan hewan, mempnyai kemampuan
menginvasi kulit, rambut, atau kuku. Jamur ini bersifat keratinofilik dan keratinolitik,
sehingga dapat menembus permukaan keratin. Dermatofita hanya menyerang lapisan terluar
dari epidermis yaitu stratum corneum. Penetrasi di bawah lapisan granular epidermis jarang.
Demikian juga di rambut dan kuku, jamur hanya menyerang lapisan keratin.
Jamur ditularkan melalui kontak langsung dengan inang yang terinfeksi (manusia atau
hewan) atau secara tidak langsung melalui kulit atau rambut terinfeksi yang terkelupas di
sisir, sikat rambut, pakaian, topi, seprei, handuk, karpet dan lain-lain.
Tergantung pada spesiesnya mujamur dapat bertahan dalam lingkungan hingga 15 bulan.
Kerentanan terhadap infeksi akan meningkat jika ada lesi kulit yang sudah ada sebelumnya
seperti luka, luka bakar, atau suhu dan kelembaban yang berlebihan.
Dermatofita diklasifikasikan menjadi antropofilik, zoofilik atau geofilik berdasar habitat
normalnya. Antropofilik hanya terbatas pada manusia dan menghasilkan inflamasi ringan,
kronis. Zoofilik ditemukan terutama pada hewan dan menyebabkan reainfeksi pada manusia
bila kontak dengan kucing, anjing, atau hewan lainnya yang terinfeksi. Spesies geofilik
biasanya didapat dari lingkungan seperti tanah dan kadang-kadang menginfeksi manusia
serta hewan.
Spesies-spesies dermatofita penyebab infeksi:
Antropofilik
Epidermophyton floccosum
Microsporum audouinii
Microsporum ferrugineum
Trichophyton concentricum
Trichophyton mentagrophytes
(koloni seperti kapas dan
beludru)
Trichophyton rubrum
Trichophyton schoenleinii
Trichophyton soudanense
Trichophyton tonsurans
Trichophyton violaceum
Zoofilik
Microsporum canis (kucing, anjing)
Microsporum equinum (kuda)
Microsporum nanum (babi)
Microsporum persicolor(roden)
Trichophyton equinum (kuda)
Trichophyton mentagrophytes (granular)
(roden, kelinci)
Trichophyton simii (kera)
Trichophyton verrucosum (ternak)
Geofilik
Microsporum gypseum
Trichophyton ajelloi
Trichophyton terrestre
Dermatofit terdiri dari tiga genus:
1. Epidermophyton hanya menghasilkan makrokonidia, tidak ada mikrokonidia dan
terdiri dari 2 spesies, salah satunya bersifat patogen.
2. Microsporum membentuk mikrokonidia dan makrokonidia berdinding tebal yang
menjadi karakteristik spesies Microsporum. Ada 19 spesies namun hanya 9 yang
menginfeksi manusia atau hewan.
3. Trichophyton, makrokonidia yang dibentuk berdinding tipis. Ada 22 spesies,
sebagian besar menyebabkan infeksi pada manusia atau hewan.
Dari beberapa kepustakaan dilaporkan sekitar 58% dari spesies dermatofit terisolasi adalah
Trichophyton rubrum, 27% T. mentagrophytes, 7% T. verrucosum, dan 3% T. tonsurans.
Sedangkan yang jarang terisolasi (kurang dari 1%) adalah Epidermophyton floccosum,
Microsporum audouinii, M. canis, M. equinum, M. nanum, M. persicolor, Trichophyton
equinum, dan T. violaceum.
Infeksi Malassezia furfur
Malassezia furfur adalah penyebab pitiriasis versikolor, pitiriasis folikulitis dan baru-baru ini
juga sebagai penyebab dermatitis seboroik dan ketombe. M. furfur adalah ragi lipofilik yang
hidup pada kulit sebagai bagian dari flora normal.
Morfologi
Bila dilihat dari kerokan kulit, M. furfur tampak sebagai sel-sel berupa ragi yang berbentuk
bulat atau oval dengan diameter 3 sampai 8 µm berdinding tebal dan berkelompok. Selain
sel-sel ragi tampal pula pseudohifa pendek dengan ujung tumpul. Jamut ini bersifat lipofilik
sehingga kultur dilakukan pada medium standar yang mengandung minyak zaitun atau
dilapisi dengan minyak zaitun. M. furfur tumbuh sebagai koloni berupa ragi berwarna kremsampai coklat muda; hifa yang jarang dibentuk.
Pitiriasis versikolor merupakan penyakit jamur superfisial kronis pada kulit yang ditandai
dengan lesi putih atau merah muda, berbatas tegas dan ditutupi dengan sisik yang sangat tipis.
Warna lesi kulit bervariasi sesuai dengan pigmentasi kulit normal, paparan pada daerah yang
terkena sinar matahari, dan tingkat keparahan penyakit. Lesi akan memberikan warna
fluoresensi kehijauan dengan lampu ultra-violet/Wood.
METODE DIAGNOSIS LABORATORIK
Pengambilan spesimen
Bakteri
Spesimen diambil dengan menggunakan skalpel atau dengan swab dari daerah lesi kulit.
Bila ada pustula atau vesikula bagian atas atau krusta dihilangkan dengan pisau bedah steril.
Pus atau eksudat disebarkam setipis mungkin pada gelas objek untuk pewarnaan Gram.
Untuk actinomycetes, pus diambil dari lesi tertutup dengan aspirasi menggunakan jarum dan
syringe steril. Bahan yang berasal dari cairan sinus diambil dan dimasukkan ke tabung reaksi
steril. Pus dan eksudat lainnya diperiksa secara mikroskopis.
Virus
Bila lesi berupa vesikel, terlebih dahulu dibersihkan dengan alkohol 70%. Virus diperoleh
dengan menggunting vesikel dengan pisau bedah atau jarum. Cairan diambil dengan swab
atau dengan jarum suntik tubrekulin dengan jarum 26- 27-gauge. Cairan yang diperoleh dari
vesikel mungkin berisi virus yang cukup untuk kultur. Sediaan langsung dibuat dari kerokan
dari dasar lesi dibuat apusan pada slide, difiksasi, dan diwarnai dengan pewarnaa Giemsa
atau Wright atau dengan antibodi spesifik yang dikonjugasikan dengan fluorescein atau
peroksidase.
Jamur
Sampel kulit diperoleh dengan kerokan kulit atau kuku yang terinfeksi ke dalam cawan petri
steril atau karton bersih berwarna hitam. Untuk lesi supuratif kulit dalam dan jaringan
subkutan, dianjurkan untuk melakukan aspirasi dengan jarum steril. Dibuat preparat langsung
dengan mencampur sampel dengan dua atau tiga tetes larutan KOH 10-20% pada slide dan
ditutup dengan kaca penutup dan selanjutnya dilakukan pemeriksaan mikroskopis.
Kultur
Bakteri
Kebanyakan bakteri patogen kulit dapat tumbuh pada medium buatan, dan pemilihan medium
yang tepat sangatlah penting. Secara umum digunakan lempeng agar darah domba (5% darah
defibrinated). Untuk jenis bakteri tertentu diperlukan medium selektif. Sebagai contoh,
Staphylococcus aureus dapat tumbuh lebih cepat dari Streptococcus pyogenes dalam media
agar darah ketika kedua organisme tadi ditemukan secara bersamaam sehingga S. pyogenes
akan tertutup oleh S. aureus. Sehingga perlu ditambahkan kristal violet (1 mg / ml) ke agar
darah agar lebih selektif untuk S. pyogenes. Kultur untuk meningokokus, gonokus, dan
Brucella harus diinkubasi dalam suasana CO2. Dapat pula menggunakan medium
khromogenik yang akan menumbuhkan bakteri tertentu dengan warna yang berbeda-beda.
Virus
Virus sangat jarang dilakukan kultur sehingga lebih sering hanya dideteksi dari preparat
yang dibuat dari lcairan vesikel atau dasar lesi dengan pewarnaan Giemsa atau Wright atau
dengan antibodi spesifik yang dikonjugasi fluorescein atau peroksidase.
Jamur
Untuk isolasi dermatofita, spesimen harus diinokulasi pada media isolasi primer, seperti
Sabouraud dekstrosa agar yang mengandung sikloheksimid (aktidion) dan diinkubasi pada
26-28C selama 4 minggu. Pertumbuhan dermatofit apapun yang signifikan.
Identifikasi morfologi secara mikroskopis dengan mengamati mikro dan/atau makrokonidia.
Identifikasi makroskopik dengan megamati koloni yang tumbuh pada permukaan medium
seperti tekstur permukaan, bagian dasar medium, serta pigmentasi yang terbentuk.
Medium untuk isolasi M. furfur yang paling umum digunakan adalah Sabouraud dekstrosa
itu agar yang mengandung sikloheksimid (aktidion) yang permukaannya dilapisi dengan
minyak zaitun atau dapat menggunakan media yang lebih khusus seperti agar Dixon yang
berisi gliserol mono-oleat (substrat yang cocok untuk pertumbuhan). Pertumbuhan koloni
berupa ragi setelah inkubasi pada 30°C selama 5 sampai 7 hari. Pemeriksaan mikroskopis,
dari koloni akan tampak dari sel-sel berupa ragi kadang tampak bertunas dan juga ada
pseudohifa.
DAFTAR PUSTAKA
1. Brooks GF, Carroll KC, Butel JS, Morse SA, Mietzner TA, Jawetz, Melnick &
Adelberg’s Medical Microbiology, β6nd Edition, A Lange Medical Book, Mc Graw
Hill, International Edition, 2012.
2. Butel JS. Papovaviruses. In: Baron S, editor. Medical Microbiology, 4th edition,
University of Texas Medical Branch at Galveston, Galveston, Texas, 1996.
3. Davis CP. Normal Flora in Samuel Baron S editor. Medical Microbiology, 4th
edition, University of Texas Medical Branch at Galveston, Galveston, Texas1996.
4. Fredricks DN. Microbial Ecology of Human Skin in Health and Disease. Journal of
Investigative Dermatology Symposium Proceedings 6:167±169, 2001.
5. Granok AB, Benjamin P, and Garret LS. Corynebacterium minutissimum Bacteremia
in an Immunocompetent Host with Cellulitis. CID:35, 2002.
6. Greenwood D, Slack R, Peutherer J, Barer M. Medical Microbiology, 18th Edition,
Churchill Livingstone, 2012.
7. Murray PR, Rosenthal KS, Pfaller MA, Medical Microbiology 7th Edition, Elsevier
Mosby Philadelphia, 2014.
8. Raza A. Microbial Infections of Skin and Nails. In: Baron S, editor. Medical
Microbiology, 4th edition, University of Texas Medical Branch at Galveston,
Galveston, Texas1996.
9. Rebolit AC, and Farrar WE. Erysipelothrix rhusiopathiae: An Occupational Pathogen.
Clinical Microbiology Review, vol.2, No.4 p.354-359, Oct.1989.
Download