MIKROBIOLOGI PADA INFEKSI KULIT Sunaryati Sudigdoadi Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran PENDAHULUAN Kulit, yang meliputi dan melindungi tubuh, merupakan garis pertahanan tubuh pertama terhadap patogen. Sebagai barier fisik, hampir tidak mungkin suatu patogen dapat menembus kulit yang utuh. Namun demikian mikroba dapat masuk melalui lesi kulit yang tidak nampak, sehingga beberapa mikroba dapat menembus kulit utuh. Kulit adalah tempat yang tidak ramah bagi kebanyakan mikroorganisme karena sekresi kulit bersifat asam dan sebagian besar kulit kelembabannya sangat rendah. Beberapa bagian dari tubuh, seperti aksila dan daerah sela-sela kaki, memiliki kelembaban yang cukup tinggi untuk memberi kesempatan populasi bakteri relatif besar berada pada daerah-daerah tersebut. Di area yang lebih kering seperti kulit kepala, biasanya jumlah mikroorganisme ditemukan dalam jumlah yang kecil. Beberapa mikroba yang berkolonisasi pada kulit dapat menyebabkan penyakit. Infeksi mikroba pada kulit biasanya ditularkan melalui kontak dengan individu yang terinfeksi dan apabila kulit ditembus oleh mikroorganisme maka dapat terjadi infeksi. Infeksi kulit dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, dan parasit. Pada makalah ini akan dibahas infeksi-infeksi bakteri pada kulit dan juga beberapa infeksi virus serta jamur kulit. MIKROBIOTA NORMAL DI KULIT Kulit dan membran mukosa manusia selalu dihuni oleh berbagai mikroorganisme yang dibagi dalam 2 kelompok yaitu: 1). Mikrobiota resident (penghuni tetap) terdiri dari jenis mikroba relatif tetap, yang secara teratur ditemukan di daerah tertentu pada usia tertentu, dan jika terganggu segera kembali menyusun populasinya. 2) Mikrobiota transient (sementara) terdiri dari mikroorganisme nonpatogen atau patogen yang berada di kulit selama beberapa jam, hari, atau minggu, berasal dari lingkungan, tidak menyebabkan penyakit, dan tidak selalu berada secara permanen. Mikroorganisme yang ada pada kulit pada umumnya relatif tahan terhadap keadaan kering dan konsentrasi garam yang relatif tinggi. Mikrobiota normal di kulit terutama terdiri dari bakteri gram positif, seperti stafilokokus dan mikrokokus karena bakteri-bakteri tersebut cenderung relatif tahan terhadap beberapa faktor lingkungan seperti kekeringan dan tekanan osmotik yang tinggi. Pada pemeriksaan pemindaian mikrograf elektron tampak bahwa bakteri pada kulit cenderung terdapat dalam kelompok berupa kolonisasi dalam jumlah kecil. Bila kulit digosok atau dibersihkan dengan kuat maka dapat mengurangi jumlah bakteri tetapi tidak akan menghilangkannya. Mikroorganisme yang tersisa pada folikel rambut dan kelenjar keringat setelah pencucian akan segera muncul kembali sebagai populasi normal. Area tubuh yang lebih lembab, seperti aksila dan sela-sela kaki, memiliki populasi mikroba yang lebih tinggi yang akan memetabolisme sekresi dari kelenjar keringat, dan ini merupakan penyebab utama bau badan. Kulit merupakan contoh yang habitat yang baik dari berbagai mikroba. Bila kulit dibandingkan dengan wilayah geografis bumi maka kulit daerah lengan bawah dapat disamakan dengan gurun, kulit yang dingindi kepala identik dengan hutan, dan daerah aksila serupa dengan hutan tropis. Komposisi mikrobiota di kulit bervariasi dari satu lokasi dengan lokasi lain sesuai dengan karakter lingkungan. Karakteristik bakteri berbeda-beda di tiga wilayah kulit: (1) aksila, perineum, dan sela-sela jari kaki; (2) tangan, wajah dan badan; serta (3) lengan atas dan kaki. Pada daerah kulit dengan oklusi parsial seperti aksila, perineum, dan sela-sela jari kaki, kolonisasi mikroorganisme lebih banyak daripada daerah non oklusi/ terbuka seperti kaki, lengan, dan badan. Perbedaan kuantitatif mungkin berhubungan dengan peningkatan kelembaban, suhu tubuh yang lebih tinggi, dan konsentrasi yang lebih besar dari lipid permukaan kulit. Aksila, perineum, dan sela-sela jari kaki lebih sering dihuni oleh bakteri batang Gram-negatif daripada daerah kulit yang kering. Sebagian besar dari mikrobiota normal kulit adalah bakteri gram positif batang pleomorfik disebut yaitu difteroid. Beberapa difteroid, seperti Propionibacterium acnes, yang bersifat anaerobik biasanya menghuni folikel rambut. Pertumbuhannya dibantu oleh sekresi kelenjar minyak (sebum), yang merupakan timbulnya suatu akne. Bakteri ini menghasilkan asam propionat, yang membantu mempertahankan pH rendah kulit, umumnya antara 3 dan 5. Bakteri difteroid lain, seperti Corynebacterium xerosis tumbuh secara aerob dan menempati permukaan kulit. Malassezia furfur, yang merupakan ragi mampu tumbuh pada sekresi kulit berminyak dan dianggap bertanggung jawab atas kondisi kulit yang dikenal sebagai ketombe. Bibil dan Lovell menunjukkan bahwa mikroorganisme kulit berada antara 0 hingga lebih dari 100.000 unit koloni (cfu) bakteri aerob dapat terisolasi dari setiap sentimeter persegi kulit di berbagai bagian tubuh (Bibel dan Lovell, 1976). Mikroba lainnya, seperti Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogenes, dan Pseudomonas aeruginosa, mungkin ditemukan berkolonisasi sementara pada kulit dalam kondisi normal. Bakteri Gram negatif terdapat hanya sebagian kecil dibandingkan bakteri kulit yang lain. Beberapa bakteri gram-negatif, terutama Acinetobacter, juga ditemukan berkolonisasi di kulit. Bakteri-bakteri tersebut banyak terdapat di daerah lembat yaitu di intertriginosa, seperti sela-sela jari kaki dan aksila, bukan pada kulit kering. Keadaan kering merupakan faktor utama mencegah perkembangbiakan bakteri Gram-negatif pada kulit intak. Enterobacter, Klebsiella, Escherichia coli, dan Proteus spp. adalah organisme Gram-negatif dominan ditemukan pada kulit. Acinetobacter spp juga terjadi pada kulit individu normal di daerah intertriginosa yang lembab. PATOGENESIS INFEKSI PADA KULIT Infeksi kulit dapat disebabkan oleh bakteri, virus, atau jamur dan terjadi primer atau sekunder. Infeksi primer ditandai dengan perjalanan dan morfologi karakteristik, yang diawali oleh organisme tunggal dan biasanya sering terjadi pada kulit normal. Penyebab paling sering adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogenes, dan bakteri coryneform. Bentuk infeksi tersering berupa impetigo, folikulitis, furunkel, dan erithrasma. Infeksi sistemik juga dapat menimbulkan manifestasi di kulit. Organisme ini biasanya masuk melalui jalan masuk di kulit intak seperti gigitan serangga. Banyak infeksi sistemik melibatkan gejala-gejala pada kulit yang disebabkan baik oleh patogen atau toksin yang dijadilkan; contoh adalah campak, varicella, gonococcemia, dan staphylococcal scalded skin syndrome. Jamur dermatofita memiliki afinitas yang kuat pada sel-sel keratin sehingga dapat menginvasi jaringan keratin pada kuku, rambut, dan kulit. Infeksi sekunder berasal kulit yang telah ada lesi sebelumnya, dengan adanya faktor risiko atau predisposisi dengan gambaran klinis dan perjalanan infeksi yang bervariasi. Sebagai contoh adalah infeksi yang terjadi pada intertrigo dan sela jari kaki. Gambar 1. Penyebaran infeksi pada kulit Manifestasi klinis bervariasi dari satu penyakit dengan penyakit lainnya. Kebanyakan tandatanda infeksi kulit berupa eritema, edema, dan tanda-tanda peradangan lainnya. Dapat terjadi akumulasi fokal pus berupa furunkel atau cairan membentuk vesikel dan bula, tetapi lesi juga dapat berupa scale tanpa adanya peradangan yang jelas. Infeksi bakteri Klasifikasi infeksi kulit yang disebabkan bakteri merupakan upaya untuk mengintegrasikan berbagai bentuk klinis. Klasifikasi ini tidak terlalu mendasar namun berguna untuk menjelaskan suatu infeksi bakteri primer atau sekunder. Hal ini disajikan pada tabel 1 walaupun tidak lengkap dan hanya mencakup penyakit kulit yang lebih umum. Infeksi Primer Impetigo Tiga bentuk impetigo dikenali berdasar klinis, bakteriologis, dan histologis. Lesi impetigo pada umumnya superfisial disebabkan oleh Streptococcus -hemolitik grup A, S aureus, atau keduanya. Bentuk impetigo ini adalah infeksi kulit yang paling sering terjadi pada anakanak. Impetigo pada bayi sangat kontagius dan memerlukan pengobatan yang tepat. Lesi impetigo bulosa selalu disebabkan oleh S aureus, superfisial dan berdinding tipis. Tabel 1. Klasifikasi infeksi bakteri pada kulit Penyakit Primer Impetigo Selulitis dan erisipelas Staphylococcal scalded skin syndrome Folikulitis Superfisial Profunda Sikosis barbae Furunkel, karbunkel Keratolisis pitted Erisipeloid Eritrasma Trikhomikosis Sekunder Intertrigo Dermatitis eksematoid infeksius akut Pseudofolikulitis janggut Infeksi sela jari kaki Penyakit lain Infeksi Mycobacteria Infeksi Actinomyetes Penyebab Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogenes Streptococcus grup A S. aureus S. aureus Klebsiella pneumoniae, Enterobacter aerogenes, Proteus vulgaris Propionibacterium acnes S. aureus S. aureus Coryneform gram positif Erysipelothrix rhusiopathiae Corynebacterium minutissimum Corynebacterium tenuis (Coryneform lipolitik) Overgrowth mikrobiota normal kulit S. aureus Mikrobiota tetap (kokus gram positif) Jamur, Coryneform gram positif Brevibacterium dan batang Gram negatif Mycobacterium tuberculosis, M. marinum, M. ulcerans Actinomyces israeli Selulitis dan erisipelas Streptococcus pyogenes adalah penyebab utama dari selulitis, yaitu suatu peradangan difus jaringan ikat longgar, terutama jaringan subkutan. Bakteri menembus permukaan kulit, dan infeksi menimbulkan edema jaringan. Selulitis mungkin hanya seperti kulit normal, namun, lesi selulitis berupa eritema, edema, keras, atau lunak, dengan batas-batas yang tidak tegas. Tidak ada perbedaan yang tegas antara selulitis akibat streptokokus dan erisipelas. Secara klinis, erisipelas lebih dangkal, dengan batas tegas dan lesi biasanya terdapat di pipi. Staphylococcal scalded skin syndrome Staphylococcal scalded skin syndrome (SSSS), disebut juga penyakit Lyell atau nekrolisis epidermal toksik, dimulai berupa lesi lokal, yang selanjutnya diikuti dengan eritema yang meluas dan pengelupasan kulit. Sindroma ini disebabkan oleh staphylococcus faga grup II yang mengeluarkan toksin epidermolitik. Penyakit ini lebih sering terjadi pada bayi dibandingkan pada orang dewasa. Folikulitis Folikulitis dapat dibagi menjadi dua kategori utama berdasarkan lokasi histologis: superfisial dan profunda. Bentuk folikulitis superfisial disebabkan oleh stafilokokus, berupa pustula eritematosa kecil pada folikel tanpa kelainan kulit di sekitarnya. Biasanya paling sering mengenai kulit kepala dan ekstremitas. Folikulitis yang disebabkan bakteri Gram-negatif terjadi terutama sebagai akibat superinfeksi pada acne vulgaris yang mendapat terapi antibiotik sistemik jangka panjang. Pustula ini sering didapat bergerombol di sekitar hidung dan bakteri ditemukan dalam lubang hidung dan pustula. Folikulitis yang disebabkan Propionibacterium acnes sering salah didiagnosis sebagai folikulitis stafilokokus. Lesi primer berupa pustula folikular berwarna putih sampai kuning, datar atau seperti kubah. Furunkel adalah infeksi stafilokokus dari folikel pada jaringan subkutan yang biasanya mengenai bagian berbulu atau daerah yang terkena gesekan dan maserasi. Karbunkel adalah beberapa furunkel yang bersatu yaitu berupa lesi yang indurasi besar dan nyeri. Pitted keratolysis Pitted keratolysis adalah infeksi superfisial pada permukaan telapak kaki, berupa lubanglubang/cekungan. Lubang-lubang bisa bergabung menjadi daerah berbentuk tidak teratur erosi dangkal. Lubang-lubang yang dihasilkan ini terbentuk akibat proses lisisyang mentebar ke perifer dan biasanya terdapat pada tumit, telapak, dan jari-jari kaki. Kelembaban dan suhu tinggi seringkali merupakan faktor yang memberatkan. Bakteri coryneform Gram positif telah diisolasi dari lesi. Erisipeloid Erysipeloid, infeksi jinak yang paling sering terjadi pada nelayan dan penangan daging, ditandai dengan kemerahan pada kulit (biasanya pada jari atau punggung tangan), yang berlangsung selama beberapa hari. Infeksi ini disebabkan oleh Erysipelothrix rhusiopathiae. E. rhusiopathiae adalah bakteri berbentuk batang Gram positif, pleomorfik, nonmotil, fakultatif anaerob. Eritrasma Eritrasma adalah, infeksi superfisial kronis pada aksila, pubis, selangkangan, sela jari kaki, dan lipatan mammae. Kebanyakan lesi tidak menunjukkan gejala, tetapi beberapa memberi gejala ringan dengan rasa terbakar dan gatal-gatal. Lesi tidak teratur, kering dan bersisik; awalnya merah muda dan kemudian menjadi coklat. Bentuk yang lebik luas lebih sering terjadi pada iklim hangat. Penyebab kelainan ini adalah Corynebacterium minutissimum. yaitu bakteri berbentuk batang Gram positif, tidak berspora, tumbuh aerobik atau fakultatif anaerob. Dengan menggunakan sinar Wood pada lesi akan tampak fluoresensi merah koral dan ini adalah diagnostik untuk eritrasma yang disebabkan oleh C. minutissimum. Trikhomikosis Trichomycosis melibatkan rambut di aksila dan daerah pubis, ditandai oleh adanya nodul dengan berbagai konsistensi dan warna. Kondisi ini umumnya asimtomatik dan tidak menular. Kulit di bawahnya adalah normal. Nodul pada rambut terdiri dari bakteri bentuk batang pendek. Bakteri yang dikaitkan dengan trikhomikosis adalah coryneform; satu menyerupai C. minutissimum, yang lainnya lipolitik, dan C. tenuis Infeksi Sekunder Intertrigo Intertrigo ini paling sering terlihat pada bayi gemuk atau orang dewasa dengan obesitas. Biasanya didapat dalam lipatan kulit, suhu panas, kelembaban, dan bila digosok akan menyebabkan eritema, maserasi, atau bahkan erosi. Pertumbuhan berlebih mikrobiota tetap atau sementara dapat menyebabkan keadaan ini. Dermatitis Eksematoid Infeksius Akut Dermatitis eksematoid infeksius akut timbul dari lesi primer seperti bisul atau aliran dari telinga atau hidung, yang merupakan sumber dari eksudat infeksius. Ciri khas dari penyakit ini adalah berupa goresan dermatitis di sepanjang jalur aliran bahan debit. Stafilokokus koagulase-positif adalah organisme yang paling sering diisolasi. Pseudofolikulitis Janggut Pseudofolikulitis janggut adalah suatu kelainan yang sering terjadi di daerah jenggot orang kulit hitam yang mencukur. Lesi karakteristik biasanya berupa papula eritematosa atau, yang lebih jarang, adalah bagian dasar rambut yang mengandung pustula. Ini terjadi ketika rambut sangat melengkung muncul dari folikel rambut dan masuk kembali ke kulit untuk menghasilkan rambut yang tumbuh ke dalam. Mikroorganisme Gram positif yang termasuk mikrobiota tetap pada kulit berhubungan dengan gangguan ini. Infeksi sela jari kaki Penyakit ini sering disebut athlete’s foot yang secara tradisional dianggap sebagai infeksi jamur. Namun asumsi ini telah direvisi, karena jamur sering tidak dapat ditemukan dari lesi sepanjang perjalanan penyakit. Para peneliti saat ini percaya bahwa dermatofita, penyerang pertama, menyebabkan kerusakan kulit yang memungkinkan pertumbuhan bakteri yang berlebihan, sehingga terjadi maserasi dan hiperkeratosis. Jamur, sebagai penghasil antibiotik akan menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan bakteri coryneform tertentu dan Brevibacterium. Enzim proteolitik, yang diproduksi oleh beberapa bakteri ini, dapat memperburuk kondisi. Jika kaki mengalami hiperhidrasi, bakteri batang Gram-negatif yang merupakan mikrobiota normal dominan, dan sela jari kaki menyebakan kerusakan lebih lanjut. Infeksi bakteri lain Tuberkulosis kutis TBC kutis terjadi akibat inokulasi Mycobacterium tuberculosis pada luka seseorang yang tidak memiliki riwayat imunologik terhadap infeksi sebelumnya. Perjalanan penyakit dimulai berupa nodul inflamasi (chancre) dan disertai dengan limfangitis regional dan limfadenitis. Perjalanan penyakit tergantung pada ketahanan individu dan efektivitas pengobatan. Pada inang dengan sistem imunitas baik ataupun parsial dibedakan dua kelompok besar lesi kulit yaitu TB verrucosa dan lupus vulgaris. Infeksi Mycobacterium marinum Infeksi M. marinum terjadi pada anak-anak dan remaja yang memiliki riwayat menggunakan kolam renang atau membersihkan kolam ikan. Seringkali didahului dengan riwayat trauma, namun dapat pula tanpa ada trauma, dan kebanyakan lesi sering terjadi pada lokasi yang mengalami trauma. Lesi biasanya soliter berupa granuloma namun jarang ditemukan bakteri tahan asam dari lesi. Tes tuberkulin biasanya positif. Infeksi Mycobacterium ulcerans Lesi yang disebabkan infeksi M. ulcerans di kulit paling sering terjadi pada lengan atau kaki dan kadang-kadang di tempat lain, namun tidak pada telapak tangan atau kaki. Kebanyakan ulkus yang terjadi di kulit soliter, tidak menimbulkan rasa sakit, dengan tepi lesi tidak berbatas tegas. Secara geografis infeksi ini terjadi di daerah rawa-rawa dan sungai. Di beberapa daerah tropis, ulkus kronis yang disebabkan oleh organisme ini sering terjadi. Pada skrofuloderma, TB kelenjar, atau tulang dapat meluas sampai di kulit menyebabkan terjadinya ulkus Aktinomisetoma Ada beberapa penyebab aktinomisetoma. Sekitar setengah dari kasus disebabkan oleh actinomycetes, sisanya disebabkan oleh jamur (eumisetoma). Penyebab paling umum dari misetoma adalah Pseudallescheria boydii dan Actinomyces israelii, keduanya memberikan gambaran klinis yang sama. Organisme masuk ke dalam kulit melalui trauma. Penyakit ini ditandai dengan pembengkakan kulit yang perlahan-lahan membesar dan menjadi lebih lunak. Selanjutnya dapat terbentuk sinus yang menyerupai tunnel pada jaringan yang lebih dalam, menimbulkan pembengkakan dan distorsi yang biasanya terjadi di kaki. Aktinomikosis Actinomyces israelii merupakan penyebab aktinomikosis pada manusia, dan penyebab yang lain adalah Arachnia propionica (Actinomyces propinicus). Lesi yang ditimbulkan biasanya keras, merah, perlahan-lahan menyebabkan pembengkakan. Massa yang tadinya keras menjadi lunak dan akhirnya membentuk sinus dan sulit sembuh. Sinus berisi sekret purulen yang mengandung “sulfur” granules. Pada sekitar 50% kasus, lesi berawal di daerah cervicofacial, yang melibatkan jaringan di wajah, leher, lidah, dan madibula. Sekitar 20% kasus dapat menyebabkan aktinomikosis di toraks, yang mungkin hasil dari perluasan dari leher atau abdomen, atau berupa infeksi primer dari aspirasi organisme melalui oral organisme. INFEKSI VIRUS Infeksi virus menyebabkan infeksi lokal di kulit maupun infeksi generalisata (Tabel 2). Tabel 2. Virus-virus penyebab infeksi kulit Penyakit Infeksi lokal Herpes labialis, herpes genitalis Herpes zozter Molluscum contagiosum Kutil/warts Infeksi generalisata Measles Rubella Exanthema, enanthema Eritema infeksiosum Roseola Demam hemoragik Virus Virus herpes simplex Virus varicella zoster Virus molluscum contagiosum Virus papilloma Virus measles Virus rubella Enterovirus Parvovirus Human herpes virus 6,7 Togavirus, Flavivirus, Bunyavirus Infeksi virus herpes simplex Virus herpes simplex termasuk ke dalam famili Herspesviridae yang terdiri dari 3 subfamili yaitu α, , dan herpesvirinae. Virus herpes simplex tipe 1 dan 2, serta virus varicellazoster termasuk ke dalam α herpesvirinae, memiliki siklus replikasi pendek dan menimbulkan perubahan sitopatologi pada sel kultur monolayer serta memiliki kirasan inang yang luas, sedangkan human herpesvirus 6 dan 7 termasuk ke dalam subfamili herpesvirinae, memiliki siklus replikasi panjang dan kisaran inang yang terbatas. Virus herpes simplex merupakan virus berukuran besar, memiliki genom DNA untai ganda dengan struktur unik, genom dikelilingi oleh kapsid icosapentahedral yang terdiri dari kapsomer-kapsomer. Kapsid dikelilingi lagi oleh lapisan portein amorf yang disebut tegumen dan lapisan paling luar berupa envelop yang terdiri dari lapisan glikoproterin dan dua lapis lipid. Virus herpes simplex tipe 1 dan 2 memiliki homologi genom sekitar 50% dan mempunyai karakteristik yang mirip. Virus bereplikasi pada awalnya di dalam sel epitel, membentuk vesikel karakteristik dengan dasar eritematosa. Kemudian akan naik ke saraf sensoris ke ganglion dorsalis dan setelah periode awal replikasi ini akan menjadi laten. Pada reaktivasi, virus menyebar dari ganglion distal untuk kemudian menimbulkan lesi baru di kulit/ atau mukosa. Infeksi virus ini menimbulkan manifestasi pada mukokutan termasuk gingivostomatitis, herpes genitalis, herpes keratitis, dan herpetic whitlows. Virus herpes simplex tipe 1 terutama terjadi pada mukosa oaral sedangkan virus herpes simplex 2 terutama pada genital namun dapat terjadi sebaliknya tergantung jalur transmisinya. Infeksi virus varicella-zoster Infeksi virus varicella-zoster primer menyebabkan varicella sedangkan reaktivasi virus laten yang biasa terjadi pada orang dewasa menyebabkan herpes zoster (shingles), berupa lesi vesikuler dengan distribusi dermatomal dan menyebabkan neuritis akut. Virus varicella-zoster biasanya ditularkan melalui droplet langsung dan bereplikasi awal di nasofaring. Pada individu seronegatif selanjutnya akan terjadi viremia dan gejala klinis sebagai varicella, selanjutnya akan berada laten pada ganglia dorsalis dan bila terjadi reaktivasi virion akan menuju saraf sensorik. Roseola Virus herpes manusia 6 dan 7 yang berhubungan dengan exanthem subitum (roseola) dan dengan penolakan transplantasi ginjal. Secara umum roseola infantum klasik menginfeksi bayi usia 9-12-bulan yang sebelumnya dalam keadaan kesehatan baik. Onset biasanya mendadak didahului demam tinggi (40° C), yang berlangsung selama 3 hari disertai keluhankeluhan nonspesifik. Kejang demam terjadi pada 15% pasien. Gejala ini menghilang dengan cepat dan dilanjutjan dengan timbulnya eksantema morbiliformis merah muda dan ringan. Pada infeksi primer, replikasi virus terjadi di leukosit dan glandula salivarius, HHV-6 terdapat pada saliva. Selanjutnya terjadi invasi awal pada SSP sehingga dapat menimbulkan kejang dan komplikasi lain SSP. Infeksi ini sangat jarang namun terutama didapat pada bayi, melibatkan berbagai organ termasuk gastrointestinal, hepar, dan menyebabkan sindroma hematopatik. Molluscum contagiosum Molluscum contagiosum disebabkan oleh virus Molluscum contagiosum, termasuk dalam famili Poxviridae, genus Molluscipox. Virus Molluscum contagiosum seperti juga virus pox yang lain berbentuk bata dengan ukuran 240 x 300 nm memiliki genom DNA untai ganda (130-260 kb) dan memiliki struktur internal yang kompleks dengan beberapa enzim yang berperan dalam replikasi. Penyakit ini hanya terjadi pada manusia ditandai dengan nodulnodul berwarna merah muda, kecil, berbentuk kubah. Ukuran nodul berkisar antara 1-5 milimeter diameter, di bagian tengah seringkali terdapat lekukan kecil yang berisi bahan seperti nasi berwarna putih-merah muda, yang merupakan ciri khas untuk molluscum contagiosum. Papul ini dapat meradang secara spontan ataupun karena trauma akibat garukan. Lesi tidak menyebabkan rasa sakit namun menimbulkan rasa gatal atau mengalami iritasi. Bila kemudian pasien menggaruk di lokasi lesi dapat menyebabkan infeksi lebih lanjut atau menimbulkan jaringan parut. Sekitar 10% dari kasus dapat mengalami eksim di sekitar lesi atau terjadi infeksi sekunder oleh bakteri. Infeksi virus terbatas pada area lokal pada epidermis, penyebaran paling sering pada daerah wajah, atau genital. Transmisi dapat terjadi melalui kontak langsung atau secara tidak langsung melalui pemakaian alat secara bersama-sama seperti pemakaian handuk atau akat cukur. Infeksi virus human papilloma Pada klasifikasi awal papillomavirus disatukan dengan polyomavirus dalam satu famili Papovaviridae. Hal ini didasarkan pada kesamaan dalam hal struktur yaitu memiliki genom DNA untai ganda sirkular dikelilingi kapsid tanpa envelop. Kemudian diketahui bahwa kedua virus tersebut memiliki ukuran genom yang berbeda termasuk organisasi genomnya juga berbeda, tidak ada kesamaan dalam hal urutan nukleotida mayor, atau asam amino. Akhirnya ditetapkan secara resmi oleh the International Committee on the Taxonomy of Viruses (ICTV) sebagai dua famili yang terpisah, Papillomaviridae dan Polyomaviridae. Saat ini ada 30 genus Papillomaviridae namun yang termasuk human papillomavirus ada lebih dari 170 tipe berdasarkan penentuan secara sequencing dan dibagi menjadi 5 genera: yaitu Alphapapillomavirus, Betapapillomavirus, Gammapapillomavirus, Mupapillomavirus dan Nupapillomavirus. Ukuran virus 55 nm diameter dengan DNA adalah 8 kbp. Papillomavirus memiliki tropisme tinggi untuk sel-sel epitel kulit dan mukosa. Replikasi virus sangat tergantung pada keadaan yang berbeda dari sel-sel epitel. Mula-mula progeni virion dapat dideteksi hanya dalam inti sel di lapisan atas epidermis yang terinfeksi DNA, virus tetap laten dan tidak terintegrasi dalam sel basal lesi jinak. Replikasi terjadi dalam selsel yang berdiferensiasi. Asam nukleat virus dipertahankan dalam sel basal dalam jumlah copy yang rendah dan bereplikasi secara sinkron dengan siklus sel. Sintesis DNA virus vegetatif terjadi terutama di stratum spinosum dan stratum granulosum, dan ekspresi protein kapsid terbatas pada lapisan paling atas bagian terminal sel epidermis berdiferensiasi. Partikel virus dapat dideteksi dengan mudah dalam beberapa jenis kutil (misalnya di tangan dan kaki), namun tidak dapat ditemukan pada tipe-tipe lesi lainnya seperti pada laring, genitalia eksterna, dan serviks. Keadaan yang ditimbulkan pada siklus hidup virus mungkin tergantung pada faktor-faktor seluler spesifik sel-sel epitel yang berdiferensiasi. Hal ini yang bertanggung jawab atas terjadinya transformasi karena DNA virus terintegrasi dalam sel-sel dan menimbulkan kanker. Berbagai lesi papillomatous jinak kulit dan mukosa skuamosa yang disebabkan oleh human papillomavirus. Lesi dapat berupa dan kutil di plantar pedis, kondiloma acuminata di daerah anal dan genital, kutil datar serviks, lesi makular seperti pityriasis pada pasien dengan epidermodysplasia verruciformis, papiloma oral, dan juvenile laryngeal papilloma. Virus ditularkan melalui kontak dan memasuki tubuh melalui abrasi kecil di kulit. Kontrol pertumbuhan sel terganggu, mengakibatkan penebalan epidermis dengan hiperplasia pada stratum spinosum dengan beberapa derajat hiperkeratosis. Badan inklusi intranuklear basofilik sering terjadi di stratum granulosum. Membran basal tetap utuh. Hubungan Tipe Human papillomavirus dengan Lesi Klinik Lokasi Tipe HPV Bentuk klinik Onkogenisitas a Kutan 1 5,6,9,12,14,15,17,19-25 37 Plantar wart Lesi makular pada EVb Keratoakantoma Jinak Beberapa menjadi karsinoma Jinak Mukokutan 2 3,10 7 Common wart Flat wart, EV Kutil di tangan Jinak Jarang Jinak Mukosa 6,11 Kondiloma anogenital Papiloma laring Displasia dan neoplasia intraepitelial Rendah 13, 32 Hiperplasiafokal oral (Penyakit Heck) Kemungkinan progresif 16, 18,31,33,35,39 Neoplasia intraepitelial serviks, penyakit Bowen vulva, karsinoma laring dan esofagus Korelasi tinggi dengan karsinoma genital dan oral a Berdasar adanya DNA virus pada jaringan tumor EV: epidermodisplasia verusiformis b INFEKSI JAMUR Beberapa genus jamur telah banyak dilaporkan menyebabkan infeksi kulit, yang tersering adalah golongan dermatofita. Namun beberapa nondermatofita, termasuk ragi, juga dapat menyebabkan infeksi kulit. Dermatofitosis Istilah dermatofitosis merujuk pada infeksi kulit yang disebabkan oleh salah satu dari beberapa jenis jamur berfilamen yang secara taksonomi disebabkan oleh dermafofita yang terdiri dari genus Trichophyton, Epidermophyton, dan Microsporum. Jamur ini memiliki kemampuan untuk menyebabkan infeksi pada manusia dan hewan, mempnyai kemampuan menginvasi kulit, rambut, atau kuku. Jamur ini bersifat keratinofilik dan keratinolitik, sehingga dapat menembus permukaan keratin. Dermatofita hanya menyerang lapisan terluar dari epidermis yaitu stratum corneum. Penetrasi di bawah lapisan granular epidermis jarang. Demikian juga di rambut dan kuku, jamur hanya menyerang lapisan keratin. Jamur ditularkan melalui kontak langsung dengan inang yang terinfeksi (manusia atau hewan) atau secara tidak langsung melalui kulit atau rambut terinfeksi yang terkelupas di sisir, sikat rambut, pakaian, topi, seprei, handuk, karpet dan lain-lain. Tergantung pada spesiesnya mujamur dapat bertahan dalam lingkungan hingga 15 bulan. Kerentanan terhadap infeksi akan meningkat jika ada lesi kulit yang sudah ada sebelumnya seperti luka, luka bakar, atau suhu dan kelembaban yang berlebihan. Dermatofita diklasifikasikan menjadi antropofilik, zoofilik atau geofilik berdasar habitat normalnya. Antropofilik hanya terbatas pada manusia dan menghasilkan inflamasi ringan, kronis. Zoofilik ditemukan terutama pada hewan dan menyebabkan reainfeksi pada manusia bila kontak dengan kucing, anjing, atau hewan lainnya yang terinfeksi. Spesies geofilik biasanya didapat dari lingkungan seperti tanah dan kadang-kadang menginfeksi manusia serta hewan. Spesies-spesies dermatofita penyebab infeksi: Antropofilik Epidermophyton floccosum Microsporum audouinii Microsporum ferrugineum Trichophyton concentricum Trichophyton mentagrophytes (koloni seperti kapas dan beludru) Trichophyton rubrum Trichophyton schoenleinii Trichophyton soudanense Trichophyton tonsurans Trichophyton violaceum Zoofilik Microsporum canis (kucing, anjing) Microsporum equinum (kuda) Microsporum nanum (babi) Microsporum persicolor(roden) Trichophyton equinum (kuda) Trichophyton mentagrophytes (granular) (roden, kelinci) Trichophyton simii (kera) Trichophyton verrucosum (ternak) Geofilik Microsporum gypseum Trichophyton ajelloi Trichophyton terrestre Dermatofit terdiri dari tiga genus: 1. Epidermophyton hanya menghasilkan makrokonidia, tidak ada mikrokonidia dan terdiri dari 2 spesies, salah satunya bersifat patogen. 2. Microsporum membentuk mikrokonidia dan makrokonidia berdinding tebal yang menjadi karakteristik spesies Microsporum. Ada 19 spesies namun hanya 9 yang menginfeksi manusia atau hewan. 3. Trichophyton, makrokonidia yang dibentuk berdinding tipis. Ada 22 spesies, sebagian besar menyebabkan infeksi pada manusia atau hewan. Dari beberapa kepustakaan dilaporkan sekitar 58% dari spesies dermatofit terisolasi adalah Trichophyton rubrum, 27% T. mentagrophytes, 7% T. verrucosum, dan 3% T. tonsurans. Sedangkan yang jarang terisolasi (kurang dari 1%) adalah Epidermophyton floccosum, Microsporum audouinii, M. canis, M. equinum, M. nanum, M. persicolor, Trichophyton equinum, dan T. violaceum. Infeksi Malassezia furfur Malassezia furfur adalah penyebab pitiriasis versikolor, pitiriasis folikulitis dan baru-baru ini juga sebagai penyebab dermatitis seboroik dan ketombe. M. furfur adalah ragi lipofilik yang hidup pada kulit sebagai bagian dari flora normal. Morfologi Bila dilihat dari kerokan kulit, M. furfur tampak sebagai sel-sel berupa ragi yang berbentuk bulat atau oval dengan diameter 3 sampai 8 µm berdinding tebal dan berkelompok. Selain sel-sel ragi tampal pula pseudohifa pendek dengan ujung tumpul. Jamut ini bersifat lipofilik sehingga kultur dilakukan pada medium standar yang mengandung minyak zaitun atau dilapisi dengan minyak zaitun. M. furfur tumbuh sebagai koloni berupa ragi berwarna kremsampai coklat muda; hifa yang jarang dibentuk. Pitiriasis versikolor merupakan penyakit jamur superfisial kronis pada kulit yang ditandai dengan lesi putih atau merah muda, berbatas tegas dan ditutupi dengan sisik yang sangat tipis. Warna lesi kulit bervariasi sesuai dengan pigmentasi kulit normal, paparan pada daerah yang terkena sinar matahari, dan tingkat keparahan penyakit. Lesi akan memberikan warna fluoresensi kehijauan dengan lampu ultra-violet/Wood. METODE DIAGNOSIS LABORATORIK Pengambilan spesimen Bakteri Spesimen diambil dengan menggunakan skalpel atau dengan swab dari daerah lesi kulit. Bila ada pustula atau vesikula bagian atas atau krusta dihilangkan dengan pisau bedah steril. Pus atau eksudat disebarkam setipis mungkin pada gelas objek untuk pewarnaan Gram. Untuk actinomycetes, pus diambil dari lesi tertutup dengan aspirasi menggunakan jarum dan syringe steril. Bahan yang berasal dari cairan sinus diambil dan dimasukkan ke tabung reaksi steril. Pus dan eksudat lainnya diperiksa secara mikroskopis. Virus Bila lesi berupa vesikel, terlebih dahulu dibersihkan dengan alkohol 70%. Virus diperoleh dengan menggunting vesikel dengan pisau bedah atau jarum. Cairan diambil dengan swab atau dengan jarum suntik tubrekulin dengan jarum 26- 27-gauge. Cairan yang diperoleh dari vesikel mungkin berisi virus yang cukup untuk kultur. Sediaan langsung dibuat dari kerokan dari dasar lesi dibuat apusan pada slide, difiksasi, dan diwarnai dengan pewarnaa Giemsa atau Wright atau dengan antibodi spesifik yang dikonjugasikan dengan fluorescein atau peroksidase. Jamur Sampel kulit diperoleh dengan kerokan kulit atau kuku yang terinfeksi ke dalam cawan petri steril atau karton bersih berwarna hitam. Untuk lesi supuratif kulit dalam dan jaringan subkutan, dianjurkan untuk melakukan aspirasi dengan jarum steril. Dibuat preparat langsung dengan mencampur sampel dengan dua atau tiga tetes larutan KOH 10-20% pada slide dan ditutup dengan kaca penutup dan selanjutnya dilakukan pemeriksaan mikroskopis. Kultur Bakteri Kebanyakan bakteri patogen kulit dapat tumbuh pada medium buatan, dan pemilihan medium yang tepat sangatlah penting. Secara umum digunakan lempeng agar darah domba (5% darah defibrinated). Untuk jenis bakteri tertentu diperlukan medium selektif. Sebagai contoh, Staphylococcus aureus dapat tumbuh lebih cepat dari Streptococcus pyogenes dalam media agar darah ketika kedua organisme tadi ditemukan secara bersamaam sehingga S. pyogenes akan tertutup oleh S. aureus. Sehingga perlu ditambahkan kristal violet (1 mg / ml) ke agar darah agar lebih selektif untuk S. pyogenes. Kultur untuk meningokokus, gonokus, dan Brucella harus diinkubasi dalam suasana CO2. Dapat pula menggunakan medium khromogenik yang akan menumbuhkan bakteri tertentu dengan warna yang berbeda-beda. Virus Virus sangat jarang dilakukan kultur sehingga lebih sering hanya dideteksi dari preparat yang dibuat dari lcairan vesikel atau dasar lesi dengan pewarnaan Giemsa atau Wright atau dengan antibodi spesifik yang dikonjugasi fluorescein atau peroksidase. Jamur Untuk isolasi dermatofita, spesimen harus diinokulasi pada media isolasi primer, seperti Sabouraud dekstrosa agar yang mengandung sikloheksimid (aktidion) dan diinkubasi pada 26-28C selama 4 minggu. Pertumbuhan dermatofit apapun yang signifikan. Identifikasi morfologi secara mikroskopis dengan mengamati mikro dan/atau makrokonidia. Identifikasi makroskopik dengan megamati koloni yang tumbuh pada permukaan medium seperti tekstur permukaan, bagian dasar medium, serta pigmentasi yang terbentuk. Medium untuk isolasi M. furfur yang paling umum digunakan adalah Sabouraud dekstrosa itu agar yang mengandung sikloheksimid (aktidion) yang permukaannya dilapisi dengan minyak zaitun atau dapat menggunakan media yang lebih khusus seperti agar Dixon yang berisi gliserol mono-oleat (substrat yang cocok untuk pertumbuhan). Pertumbuhan koloni berupa ragi setelah inkubasi pada 30°C selama 5 sampai 7 hari. Pemeriksaan mikroskopis, dari koloni akan tampak dari sel-sel berupa ragi kadang tampak bertunas dan juga ada pseudohifa. DAFTAR PUSTAKA 1. Brooks GF, Carroll KC, Butel JS, Morse SA, Mietzner TA, Jawetz, Melnick & Adelberg’s Medical Microbiology, β6nd Edition, A Lange Medical Book, Mc Graw Hill, International Edition, 2012. 2. Butel JS. Papovaviruses. In: Baron S, editor. Medical Microbiology, 4th edition, University of Texas Medical Branch at Galveston, Galveston, Texas, 1996. 3. Davis CP. Normal Flora in Samuel Baron S editor. Medical Microbiology, 4th edition, University of Texas Medical Branch at Galveston, Galveston, Texas1996. 4. Fredricks DN. Microbial Ecology of Human Skin in Health and Disease. Journal of Investigative Dermatology Symposium Proceedings 6:167±169, 2001. 5. Granok AB, Benjamin P, and Garret LS. Corynebacterium minutissimum Bacteremia in an Immunocompetent Host with Cellulitis. CID:35, 2002. 6. Greenwood D, Slack R, Peutherer J, Barer M. Medical Microbiology, 18th Edition, Churchill Livingstone, 2012. 7. Murray PR, Rosenthal KS, Pfaller MA, Medical Microbiology 7th Edition, Elsevier Mosby Philadelphia, 2014. 8. Raza A. Microbial Infections of Skin and Nails. In: Baron S, editor. Medical Microbiology, 4th edition, University of Texas Medical Branch at Galveston, Galveston, Texas1996. 9. Rebolit AC, and Farrar WE. Erysipelothrix rhusiopathiae: An Occupational Pathogen. Clinical Microbiology Review, vol.2, No.4 p.354-359, Oct.1989.