Laporan Kasus GAMBARAN KLINIS HERPES GENITAL ATIPIK PADA IMMUNOKOMPROMAIS Qaira Anum Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Universitas Andalas /RS Dr MDjamil Padang ABSTRAK Herpes genitalis mempakan penyakit akibat virus herpes simpleks (VMS) dengan gejala khas berupa vesikel berkelompok dengan dasar eritema.Gambaran klinis lesi genital dipengaruhi oleh faktor pejamu termasuk status imun, riwayal pajanan VHS, episode terdahulu dan lipe virus.Pada pasien imunokompromais gambaran klinis yang sering kita temukun bersifat alipik, berupa lesi tidak khas yaitu flsura, ulkus, lesi hiperkeratolik atau plak vegeiasi namun serologis VHSatau PCR menunjukkan hasil positif.Pada pasien immunokompromais dapat terjadi rekurensi karena anlibodi tidak dapat memberikan pertahanan, Bahkan lesi dapat lebih parah bila dibandingkan dengan lesi primer yang terjadi pada waktu keadaan immunokompeten.Komplikasi dapat terjadi berupa meningitis aseptik, radikulomielopati, ensefalitis VHS, infeksi diseminata, lesi ekstragenital, penyakit radang panggul dan infeksi sekunder.Penatalaksanaan herpes genital berupa pengobatan supresifdengan antivirus. (MD VI2015 : 42/4 ;193-197), Kata kunci: Herpes genital atipikal, iniunokompromais. Review ABSTRACT Genital herpesis aninfectio/icaused by theherpes simplex virus (HSV)withsymptoms typical ofvesiclesgroupedon the basis oferythema. The clinical features of genital lesions influenced by host factors including the patient's immune status, previous VHS exposure, previous episodes and type of virus.InimtnunocompromisedpatieMs witha clinical picturethat we oftenfounditt the form ofatypicallesions-withatypical symptoms eg fissures, ulcer, hvperkeratotic or vegetation plague withHSVor PCR (Polymerase Chain Reaction) positiveserologicalresults. In immuno-compromised often recur in spile of the specific antibodies against VHS because these antibodies can not provide a defense, so that the more severe the symptoms arise. Complications can occur in the form of aseptic meningitis, radikulomielopathi, VHS encephalitis, disseminated infection, extragenital lesions, pelvic inflammatory disease and secondary infections. Management therapy with suppressive treatment antiviral. (MDVI20I5:42/4:193-197). Keyword:at)'picaIgenital herpes, immunocompromised. Review Korespondcnsi: Jl. Perintis Kcmcrdekaan - Padang Telp/Fax. 0751-810256 Email: [email protected] 193 Efek iritasi deterjen cair pencuci alat makan kajian berdasarkan QAnum Gambaran klinis herpes genital atipikpada immunokompromais Virus herpes simpleks terdiri atas 2 tipe yaitu VHS tipe 1 dan VHS tipe 2. Sebagian besar penyebab herpes genitalis adalah VHS tipe 2. Walaupun demikian dapat juga disebabkan oleh VHS tipe 1 akibat hubungan seksual secara orogenital atau penularan melalui tangan.' Berdasarkan data World Health Organization (WHO) antibodi terhadap VHS tipe 2 rata- rata baru terbentuk setelah melakukan aktivitas seksual. Pada kelompok remaja didapatkan kurang dari 30 %, pada kelompok wanita di atas umur 40 tahun naik sampai 60%, dan pada wanita penjaja seks (WPS) ternyata antibodi HSV-2 dapat 10 kali lebih tinggi daripada orang biasa.' setelah episode pertama penyakit.2 pejamu dan bergabung dengan DNA (deoxyribonucleic acid) pejamu,kemudian terjadi multiplikasi/replikasi, kemudian timbulkan kelainan pada kulit/mukosa. Pada saat tersebut tubuh belum membentuk antibodi spesifik, sehingga timbul lesi di daerah yang luas dengan gejala konstitusi parah. Selanjutnya virus akan menjalar melalui serabut saraf sensorik ke ganglion saraf regional (ganglion sakralis), berdiam di sana dan dalam keadaan laten.2 Bila ada faktor pencetus, virus akan mengalami reaktivasi dan multiplikasi kembali sehingga terjadi infeksi rekuren. Pada saat infeksi rekuren dalam tubuh pejamu sudah terdapat antibodi spesifik sehingga kelainan dan gejala konstitusi tidak separah saat infeksi primer. Faktor pencetus antara lain trauma, koitus berlebihan, demam, gangguan pencernaan, stres emosional, kelelahan, makanan yang merangsang, alkohol dan obat-obatan (immunosupresif, kortikosteroid). Derajat penekanan sistim imun (immunokompromais) merupakan hal penting yang mendasari reaktivasi VHS. Antibodi spesifik VHS akan terbentuk beberapa minggu setelah infeksi dan menetap. Antibodi ini dapat dideteksi dalam 2-3 minggu setelah infeksi.5 Ada 2 pendapat mengenai rekurensi akibat reaktivasi VHS; Pertama, faktor pencetus menyebabkan virus mengalami reaktivasi dalam ganglion, sehingga virus turun melalui akson saraf perifer ke sel epitel kulit yang dipersyarafi dan di sana akan mengalami replikasi atau multiplikasi sehingga timbul lesi. Kedua, virus secara tems menerus tetap dilepaskan ke sel epitel.terjadi kelemahan setempat akibat faktor pencetus sehingga menimbulkan lesi rekuren,' Pada pasien immunokompromais sering terjadi rekurensi walaupun di dalam tubuh pasien sudah ada antibodi spesifik terhadap VHS, namun karena status imun yang menurun, antibodi tersebut tidak dapat memberikan pertahanan, sehingga gejala yang timbul akan lebih parah. Bahkan lesi akan lebih berat bila dibandingkan dengan lesi primer yang terjadi pada saat immunokompeten. 1 Prevalensi infeksi VHS meningkat pada pasien HIV, dapat mencapai 45% pada beberapa penelitian. Pasien terinfeksi VHSberisiko dua kali lebih besar tertular HIV dibandingkan dengan pasien tidak terinfeksi VHS. Infeksi VHS dapat terjadi pada kadar CD4 berapapun, namun akan semakinseringtimbulbilaCD4< lOx 107/L.46 PATOGENESIS GEJALA KLINIS Virus herpes simpleks berinokulasi di permukaan mukosa atau perlukaan kulit, biasanya melalui kontak seksual yang erat.2'4 Penularan sering terjadi pada keadaan asimtomatik dan viral shedding asimtomatik. Viral shedding asimtomatik terjadi baik pada perempuan atau laki-laki tetapi lebih mudah dideteksi pada perempuan terutama di serviks dan vulva. Penularan lebih sering terjadi pada tahun pertama Gambaran klinis lesi genital dipengaruhi oleh faktor pejamu termasuk status imun, pajanan VHS sebelumnya, episode terdahulu dan tipe virus. Masa inkubasi berkisar antara 3-7 hari, tetapi dapat lebih lama. Tempat predileksi pada laki - laki biasanya di preputium, glans penis, namun dapat juga di uretra dan daerah anus pada laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki (LSL), sedangkan daerah ENDAHULUAN Infeksi virus herpes simpleks (VHS) merupakan infeksi tersering yang menyebabkan ulkus genital di beberapa negara berkembang. Herpes genital penting pada layanan kesehatan karena penyakit ini mengakibatkan morbiditas dan sering kambuh. Meskipun jarang terjadi, namun termasuk penyakit neonates serius yang dapat terjadi setelah penularan VHS saatkelahiran.1 Herpes genital disebabkan oleh VHS dengan gejala khas berupa vesikel berkelompok dengan dasar eritema. Angka kejadian infeksi VHS sulit diperkirakan karena kebanyakan infeksi berbentuk subklinis.2 Herpes genital pada pasien immunokompromais,misalnya pasien HIV (human immunodeficiency virus), penerima transplantasi organ, penyakit keganasan, pasien yang mendapat terapi imunosupresif jangka lama, akan sering mengalami kekambuhan dan episode memanjang serta juga kurang responsif terhadap asiklovir. Status imun yang berbeda dengan immunokompoten, menyebabkan perbedaan tatalaksana herpes genital pada keadaan immunokompromais.' Pada pasien imunokompromais gambaran klinis yang sering kita temukan berupa lesi atipik. Herpes genital atipik adalah herpes dengan gejala tidak khas (misalnya berupa fisura atau eritema di daerah vulva yang tidak khas) namun serologis VHS atau PCR menunjukkan hasil positif.3 Lesi atipik ini ditemukan pada sekitar 60% pasien herpes genital. Lesi atipik ini berpotensi besar menularkan virus, khususnya pada saat viral shedding.' ETIOLOGI 194 MDV1 skrotum jarang terkena. Lesi pada perempuan dapat ditemukan di daerah labia mayor atau minor, klitoris, introitus vagina, serviks, sedangkan daerah perianus, bokong dan mons pubis jarang ditemukan.2 Gambaran klinis herpes genital bervariasi, berupa lesi minimal sampai lesi genital yang khas.5 Gambaran klinis herpes genitalis atipik dapat ditemukan berupa duh genital tidak spesifik, disuria, nyeri, eritema, nyeri punggung, gatal, fisura dan folikulitis. Pada keadaan seperti itu diagnosis infeksi VHS sering tidak terpikirkan oleh para klinisi,7 Skrining klinis (anamnesis dan pemeriksaan fisik) menunjukkan sensitivitas rendah untuk mendeteksi infeksi VHS, sekitar 19-39%, oleh karena tampilan klinis berbeda terutama pada pasien dengan immunokompromais. Tampilan klinis pada beberapa pasien memperlihatkan lesi yang klasik/tipikal, vesikuler, ulseratif dan dapat juga atipikal.' Semua manifestasi klinis infeksi VHS pada pasien immunokompeten dapat juga ditemukan pada immunokompromais, tetapi biasanya lebih parah, lebih luas, gambaran atipik, lebih berisiko resisten asiklovir dan sering kambuh serta kemudian menjadi IRIS (immune reconstitution inflammatory syndrome) pada yang mendapat ART (anti-retroviraltherapy).1 Lesi mukokutan pada pasien immunokompromais juga dihubungkan dengan keluhan lokal yang berlangsung lama, bersifat sistemik serta viral shedding yang memanjang lebih dari 30 hari.2 Infeksi VHS atipik pada immunokompromais dapat menyerupai gejala bula autoimun seperti pada pemfigus vulgaris, pemfigus foliaseus, bulous pemphigoid. Herpes genital atipik yang menyerupai penyakit autoimun bulosa dapat menyebabkan diagnosis yang tertunda sehingga terlambat diobati atau mendapat pengobatan salah.8 Cambaran klinis herpes genital atipik Selain gambaran klinis herpes genital klasik ditemukan juga spektrum klinis yang berbeda dari infeksi herpes simplek virus genital. Pada beberapa klinik IMS, ditemukan 33% perempuan dengan lesi genital, yang tidak klasik atau dapat berupa beberapa ulkus vulva, linear yang kecil, ataupun pada pemeriksaan kolposkopi ditemukan ulkus genital dengan dasar lesi tidak eritematosa. Namun pemeriksaan laboratorium, baik itu serologis atau PCR dapat menemukan antibodi VHS atau antigen VHS.2 Infeksi VHS atipik sering ditemukan pada pasien infeksi HIV, keganasan hematologik, penerima tranplantasi organ, dan immunodefisiensi kongenital. Pada pasien pengidap HIV lesi herpes genital dalam waktu yang singkat berkembang menjadi ulkus luas dan mengenai jaringan yang lebih dalam, yaitu organ visceral berupa esofagitis. pneumonitis atau hepatitis." Infeksi VHS pada pasien HIV umumnya dengan gambaran klinis parah berupa ulkus yang nyeri di daerah perioral, anogenital atau jari. Gambaran atipik lain berupa papul dan nodul verukosa, ditemukan pada infeksi HIV lanjut.'0'" 195 Vol. 42 No. 4 Tahun 2015; 193 -197 Diagnosis herpes genital atipik ditegakkan bila: a). Pada anamnesis terarah terdapat riwayat lesi yang timbul di tempat yang sama dan menghilang setelah 4-7 hari. b). Pada perempuan ditemukan fisura, ekskoriasi, eritema vulva non spesifik, nyeri, gatal dan tingling, c). Pada laki - laki ditemukan berupa fisura linear dan bercak kemerahan pada glans penis/ Berbagai bentuk lesi herpes genital atipik. Lesi hiperkeratotik dan verukosa. Pada pasien dengan infeksi HIV sering dijumpai lesi hiperkeratotik dan verukosa. Lesi genital VHS dapat berukuran besar, menjadi papilomatosa dengan permukaan verukosa dan sangat menyerupai kondiloma akuminata atau karsinoma verukosa. Namun pada pemeriksaan histopatologis ditemukan gambaran khas berupa akantolisis dan sel raksasa (giant cell).1'12 Tanda khas untuk infeksi VHS pada pasien HIV, berupa infeksi yang kronik, persisten, progresif dan rekuren serta sering kurang responsif terhadap antivirus oral.' Sama dkk. di India (2003) melaporkan kasus giant genital herpes.13 Lestre (2011) di Portugal melaporkan kasus herpes genital pada seorang pasien HIV dengan gambaran klinis berupa herpes genital hipertropik.IJ Yudin dan Kaul (2008) di Kanada melaporkan seorang pasien HIV berumur 34 tahun menderita herpes genital dengan gambaran lesi hipertrofik.15 Plak vegetasi. Pada infeksi VHS dapat ditemukan lesi berupa plak vegetasi, konfluens, meluas disertai ulkus dan eksudatkuning. Ulkus persisten dan kronik. Gambaran lesi infeksi VHS berupa ulkus yang mengalami nekrosis, besar, persisten dan sangat nyeri di daerah perineum pada perempuan atau preputium, glans, batang penis dan bagian pubis laki-laki.4 Shim, dkk. (2013) melaporkan pasien leukemia limfositik kronik dengan lesi erosi kronik pada glans penis. '6 Gambaran klinis herpes genital pada pasien diabetes melirus, bervariasi mulai dari gejala ringan sampai parah serta sering berulang. Lesi berupa ulkus dangkal yang berbatas tegas, diskrit atau konfluensdi batang penis dan sering terasa sangat nyeri.9 Bentuk lesi ulkus persisten ini membutuhkan pengobatan, dan tidak akan sembuh sendiri."'" Pada keadaan infeksi HIV/AIDS, fase awal infeksi VHS menunjukkan lesi tipikal mirip dengan pasien immunokompeten namun pada fase lanjut saat keadaan umum menurun, lesi VHS menjadi atipik. Lokasi paling sering ditemukan dipenis, vulva dan perianus.' Efek iritasi deterjen cair pencuci alat makan kajian berdasarkan QAnum Gambaran klinis herpes genital atipikpada immunokompromais jarang. Hal ini terjadi merupakan proses diseminata pada pasien immunokompromais. Keadaan ini merupakan kasus darurat yang perlu dilakukan perawatan." Tabel 1. Gambaran klinis herpes genital pada pasien i mmunokompromai s. REFERENSI GAMBARAN KLINIS PorroAM,dkk." Ulkus genital kronik di genital STATUS IMUNOKOMPROM AIS Infeksi HIV Ulkus genital kronik di vulva Leukemia limfositik (Brazil, 2000) Bangsgaanl N, dkk. " (Denmark, 2007) Gambar 1. Herpes genital pada seorang pasien percmpuan dengan HIV: tampak lesi berupa ulkus yang luas. (foto dari divisi IMS RS. Dr. M. Djamil Padang) kronik YudinMH,dkk." Hopes genital yang (Kanada,2008) progresifhipertrofi Infeksi HIV Simonsen N, dkk. * Nodul venikosa di anus Infeksi HIV Rigopculos D, dkk. !l (Yunani,2008) Lesi ulseratif pada gen Italia yang mcliias kebagian bokong AIDS LecluseAL,dkk," F.rosi multipel dan vesikd Kareinomabuli (Brazil, 2008) (Bclatida, 21)10) urctlielial Citrashanty I, dkk. 22 Ulkus genital Infeksi HIV (Surabaya, 2010 ) Astindaridkk.15 erosididaerah kelamin Infeksi HIV (Surabaya, 2010) LestreSlA,dkk." Herpes hipertrofik perianus Infeksi HIV Shim TN, dkk." Ulkus kronis dan venikosa Leukemia limfositik (London. 2014) di penis kronik (Portugal, 2011) Gambar 3. Herpes genital pada seorang pasien laki - laki dengan HIV: tampak ulkus yang luas. (foto dari divisi IMS RS. Dr. M. Djamil Padang) Herpes genitalis bentuk ulkus kronik yang rekalsitran terjadi di perianus dan perigluteus besar, dalam dan berkonfluens. Bila tidak diobati akan mencapai ukuran besar dan sccara klinis rnirip pioderma gangrenosum. 2 Dimitri (2008) melaporkan di Athena kasus pasien HIV dengan herpes genitalis berbentuk ulkus luas di lipat paha sampai ke bokong. Adanya ulkus herpes kronis lebih dari satu bulan, sangat nyeri dengan predileksi di daerah genital, perianus dan bibir ditemukan pada pasien dengan urothelial carcinoma yang mendapat terapi adjuvant radioterapi. Gambaran lesi berupa ulkus dan vesikel yang multipel dengan eritema minimal disekitarnya,ditemukan di punggung.8’ KOMPLIKASI Morbiditas penyakit sejalan dengan derajat imunokompromais pada pasien. Komplikasi infeksi HSV tersering diantara pasien immunokompromais berupa infeksi yang berjalan progresif, lambat dan kronis, disertai kerusakan jaringan luas dan nekrosis.' Komplikasi herpes genital lebih parah pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Komplikasi yang terjadi, dapat berupa meningitis aseptik, radikulomielopati, ensefalitis VHS, infeksi diseminata, lesi ekstragenital, penyakit radang panggul dan infeksi sekunder.2124 PENATALAKSANAAN Sampai saat ini belum tersedia obat untuk eliminasi VHS. Penatalaksanaan pasien meliputi pemberian informasi mengenai penyakit, konseling,terapi asiklovir, mencegah rekurensi, mencegah transmisi, penatalaksanaan padabeberapa keadaan seperti kehamilan dan neonatus.1'25 Pada pasien immunokompromais, pengobatan perlu waktu lebih lama. Asiklovir oral dapat diberikan dengan dosis 5 x 200 mg - 400 mg/hari selama 5-10 hari. Pada risiko tinggi terjadi diseminata, atau tidak dapat menerima pengobatan oral, asiklovir dapat diberikan secara intravena dengan dosis 3x5 mg/kgBB/hari selama 7-14 hari.1 Erupsi papular generalisata. Erupsi eksantema generalisata dapat terjadi pada infcksi VHS, namun kasusnya 196 MDV1 Pada pasien immunokompromais lebih sering terjadi rekurensi dan lesi atipik, sehingga lebih dianjurkan pengobatan supresif dengan dosis asiklovir paling sedikit harus 2 x 400 mg/hari atau selama I tahun.Untuk pasien HIV simtomatik atau AIDS, digunakan asiklovir oral 4 - 5 x 400 mg/hari hingga lesi sembuh, setelah itu dapat diberikan terapi supresif.'^ KESIMPULAN Gambaran klinis herpes genital atipik pada imunokompromais sulit untuk didiagnosis karena mempunyai gambaran yang bervariasi bisa berupa gelembung kecil, ekskoriasi fisura dan ulkus. Dan pada kondisi parah dapat ditemukan lesi hiperkeratotik atau verukosa, plak vegetasi dan erupsi papular general!sata. Penatalaksanaan pada pasien immunokompromais memerlukan waktu pengobatan lebih lama. Asiklovir oral dapat diberikan dengan dosis 5 x 200 mg - 400 mg/hari selama 5- lOhari. DAFTAR PUSTAKA 1. Daili SF, Herpes genitalis pada imunckompromais. Dalsm: Daili SF, Makes WI, penyunting. Infeksi virus herpes. Kelompok Studi Herpes Indonesia. Jakarta. 2002; 89-99. 2. Corey L, Wald A. Genital herpes. Dalam: Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE, Piot P, penyunting. Sexually transmitted diseases,Edisike-4. New York: Mc.Graw- Hill. 2008;399 -428. 3. Kelompok Studi Herpes Indonesia. Penatalaksanaan herpes genital di Indonesia. Dalam; Lumintang H, Nilasari H, Indriatmi W, Zubier F, Daili SF, penyunting. Penatalaksanaan infeksi herpes virus humanus di Indonesia. Kelompok Studi Herpes Indonesia. Jakarta.201l;17-l8. 4. Su W, Berthelot C, Cockerell CJ, Viral infection in HIV disease. Dalam: Su W, Berthelot C, Cockerell CJ, penyunting. Cutaneus manifestation of HIV disease. United Kingdom: Manson Publishing;20l2.h.1l-38. 5. Gardella C, Genital herpes simplex infection in woman. Dalam; Bast RH, penyunting. Sexual Transmited Disease. New York: Wiley-Backwell; 2012.h.26-35. 6. Celum C, Levine R, Weaver M, Wald A. Genital herpes and HIV: double trouble. Bulletin of the WHO. 2004; 447 - 53. 7. Parks DG. Genital herpes. Dalam: Skolnik NS, Clouse AL, Woodward JA, penyunting.. Sexually transmitted disease. Apractical guide for primary care. New York: Springer; 2013.h. 19-35. 8. Lecluse ALY, Bruijnzeel-Koomen CAFM. Herpes simplex virus infection mimicking bullous disease in an immunocompromised patient. Case Rep Dermatol. 2010; 2:99102. 9. Johnston C, Morrow RA, Molerand A, Wald A. Genital herpes. Dalam: Morse SA, Ballard RC, Holmes KK, Moreland AA, penyunting. Atlas of sexually transmitted disease and AIDS. Edisi ke-4. Netherlands: Elsevier; 2010.h. 169 - 85. 10. UihleinLC, SaavedraAP, Johnson RA. Cutaneous manifestations of human immunodeficiency virus disease. Dalam: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, penyunting. Fitzpatrick's dermatology in general medicine. New York: McGraw Hill; 2012.h; 2439 -55. 197 Vol. 42 No. 4 Tahun 2015; 193 -197 11. Tang WK. Genital ulcer in a HIV infected man. Hongkong Dermatol and Venereol Bulletin. 2000; 118-22. 12. Carrasco DA, Trizna Z, Grimmer-Colone M, Tyring SK. Verrucous herpes of the scrotum in a human immunodeficiency virus - positive man : case report and review of the literature. JEADV.2002;511-5. 13. Sama J, Sharma A, Naik E, Toney J, Marfatla YS. Protean manifestations of herpe infection in AIDS cases. Indian J Sex Transm Dis. 2008; 29:26 - 8. 14. Lestre SIA, JoaoA, Carvalho C, Serrao W. Hypertrophic perianal herpes successfully treated with imiquimod. An Bras Dennatol, 2011; 86:1185-8. 15. Yudin MH, Kaul R. Progressive Hypertrophic Genital Herpes in an HIV-lnfected Woman despite Immune Recovery on Antiretroviral Therapy. Infectious Diseases in Obstetric and Ginecology. Hindawi Publising Corporation. 2008; 1-5. 16. Shim TN, Minhas S, Muneer A, Bunker CB. Atypical presentation of genital herpes simplex (HSV-2) in two patients with chronic lymphocytic leukemia. Acta Derm Venereol. 2014;94:246-7. 17. WHO, Regional office for South-East Asia. Management of sexually transmitted infections: Regional guidelines. WHO.India. 2011; 18-27. 18. Porro AM, Yoshioka MCN. Dermatologic manifestations of HIV infection. ABD. Rio de Janeiro. 2000; 665-691. 19. Bangsgaard N, Skov L. Chronic genital ulccration due to herpes simplex infection treated successfully with imiquimod. Acta Derm Venereol. 2008;88:202-3. 20. Simonsen M, Nahas SC, Filho EVS, Araujo SEA, Kiss DR, Nahas CSR. Atypical perianal herpes simplex infection in HIV positive patients. Clin J. 2008; 63:143-6. 21. Rigopoulos D, Malouchou K, Alevizos A, Larios G, Papadoglorgaki H, Lima K. Extensive atypical genital herpes simplex type 2 infection as an initial manifestation of acquired immune deficiency syndrome. Acta Dermatovenereal Croat. 2008; 16:145-8. 22. Citrashanty I, Murtiastutik D. Genital herpes ulcer in HIV. Proceeding of the 16th International Union Agains Sexually Transmitted Infections; 2010 May 4-6; Bali. 2010; 23. 23. Astindari, Citrashanty I, Murtiastutik D. Genital Herpes in HIV. Proceeding of the 16th International Union Agains Sexually Transmitted Infections.2010 May 4-6; Bali. 2010; 24. 24. Ganzenmueller T, Karaguelle D, Schmitt C, Puppe W, Kunstyr RS, Bronzlik P. Prolonged detection of herpes simplex virus type 2 (HSV-2) DNA in CSF despite antiviral therapy in a patient with HSV-I associated radiculitis.AntivirTher. 2012; 125-8. 25. NathAKjThappa DM. Newer trend in the management ofgenital herpes. Indian J Dennatol Venereol Leprol. 2009; 566-73. 26. Patel R, Barton SE, Brown D, Cowan FM, Kinghom GR, Munday PE. European guideline for the management ofgenital herpes. Int JSTD& AIDS. 2001; 34-9.