GAMBARAN KLINIS HERPES GENITAL ATIPIK PADA

advertisement
Laporan Kasus
GAMBARAN KLINIS HERPES GENITAL ATIPIK PADA
IMMUNOKOMPROMAIS
Qaira Anum
Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
FK Universitas Andalas /RS Dr MDjamil Padang
ABSTRAK
Herpes genitalis mempakan penyakit akibat virus herpes simpleks (VMS) dengan gejala khas berupa
vesikel berkelompok dengan dasar eritema.Gambaran klinis lesi genital dipengaruhi oleh faktor
pejamu termasuk status imun, riwayal pajanan VHS, episode terdahulu dan lipe virus.Pada pasien
imunokompromais gambaran klinis yang sering kita temukun bersifat alipik, berupa lesi tidak khas
yaitu flsura, ulkus, lesi hiperkeratolik atau plak vegeiasi namun serologis VHSatau PCR
menunjukkan hasil positif.Pada pasien immunokompromais dapat terjadi rekurensi karena anlibodi
tidak dapat memberikan pertahanan, Bahkan lesi dapat lebih parah bila dibandingkan dengan lesi
primer yang terjadi pada waktu keadaan immunokompeten.Komplikasi dapat terjadi berupa
meningitis aseptik, radikulomielopati, ensefalitis VHS, infeksi diseminata, lesi ekstragenital, penyakit
radang panggul dan infeksi sekunder.Penatalaksanaan herpes genital berupa pengobatan
supresifdengan antivirus. (MD VI2015 : 42/4 ;193-197),
Kata kunci: Herpes genital atipikal, iniunokompromais. Review
ABSTRACT
Genital herpesis aninfectio/icaused by theherpes simplex virus (HSV)withsymptoms typical
ofvesiclesgroupedon the basis oferythema. The clinical features of genital lesions influenced by host
factors including the patient's immune status, previous VHS exposure, previous episodes and type of
virus.InimtnunocompromisedpatieMs witha clinical picturethat we oftenfounditt the form
ofatypicallesions-withatypical symptoms eg fissures, ulcer, hvperkeratotic or vegetation plague
withHSVor PCR (Polymerase Chain Reaction) positiveserologicalresults. In immuno-compromised
often recur in spile of the specific antibodies against VHS because these antibodies can not provide a
defense, so that the more severe the symptoms arise. Complications can occur in the form of aseptic
meningitis, radikulomielopathi, VHS encephalitis, disseminated infection, extragenital lesions, pelvic
inflammatory disease and secondary infections. Management therapy with suppressive treatment
antiviral. (MDVI20I5:42/4:193-197).
Keyword:at)'picaIgenital herpes, immunocompromised. Review
Korespondcnsi:
Jl. Perintis Kcmcrdekaan - Padang
Telp/Fax. 0751-810256 Email:
[email protected]
193
Efek iritasi deterjen cair pencuci alat makan kajian berdasarkan
QAnum
Gambaran klinis herpes genital atipikpada immunokompromais
Virus herpes simpleks terdiri atas 2 tipe yaitu VHS
tipe 1 dan VHS tipe 2. Sebagian besar penyebab herpes
genitalis adalah VHS tipe 2. Walaupun demikian dapat juga
disebabkan oleh VHS tipe 1 akibat hubungan seksual secara
orogenital atau penularan melalui tangan.'
Berdasarkan data World Health Organization (WHO)
antibodi terhadap VHS tipe 2 rata- rata baru terbentuk
setelah melakukan aktivitas seksual. Pada kelompok remaja
didapatkan kurang dari 30 %, pada kelompok wanita di atas
umur 40 tahun naik sampai 60%, dan pada wanita penjaja
seks (WPS) ternyata antibodi HSV-2 dapat 10 kali lebih
tinggi daripada orang biasa.'
setelah episode pertama penyakit.2 pejamu dan bergabung
dengan DNA (deoxyribonucleic acid) pejamu,kemudian
terjadi multiplikasi/replikasi, kemudian timbulkan kelainan
pada kulit/mukosa. Pada saat tersebut tubuh belum
membentuk antibodi spesifik, sehingga timbul lesi di daerah
yang luas dengan gejala konstitusi parah. Selanjutnya virus
akan menjalar melalui serabut saraf sensorik ke ganglion
saraf regional (ganglion sakralis), berdiam di sana dan dalam
keadaan laten.2
Bila ada faktor pencetus, virus akan mengalami
reaktivasi dan multiplikasi kembali sehingga terjadi infeksi
rekuren. Pada saat infeksi rekuren dalam tubuh pejamu
sudah terdapat antibodi spesifik sehingga kelainan dan gejala
konstitusi tidak separah saat infeksi primer. Faktor pencetus
antara lain trauma, koitus berlebihan, demam, gangguan
pencernaan, stres emosional, kelelahan, makanan yang
merangsang, alkohol dan obat-obatan (immunosupresif,
kortikosteroid).
Derajat
penekanan
sistim
imun
(immunokompromais) merupakan hal penting yang
mendasari reaktivasi VHS. Antibodi spesifik VHS akan
terbentuk beberapa minggu setelah infeksi dan menetap.
Antibodi ini dapat dideteksi dalam 2-3 minggu setelah
infeksi.5
Ada 2 pendapat mengenai rekurensi akibat reaktivasi
VHS; Pertama, faktor pencetus menyebabkan virus
mengalami reaktivasi dalam ganglion, sehingga virus turun
melalui akson saraf perifer ke sel epitel kulit yang
dipersyarafi dan di sana akan mengalami replikasi atau
multiplikasi sehingga timbul lesi. Kedua, virus secara tems
menerus tetap dilepaskan ke sel epitel.terjadi kelemahan
setempat akibat faktor pencetus sehingga menimbulkan lesi
rekuren,'
Pada pasien immunokompromais sering terjadi
rekurensi walaupun di dalam tubuh pasien sudah ada
antibodi spesifik terhadap VHS, namun karena status imun
yang menurun, antibodi tersebut tidak dapat memberikan
pertahanan, sehingga gejala yang timbul akan lebih parah.
Bahkan lesi akan lebih berat bila dibandingkan dengan lesi
primer yang terjadi pada saat immunokompeten. 1
Prevalensi infeksi VHS meningkat pada pasien HIV,
dapat mencapai 45% pada beberapa penelitian. Pasien
terinfeksi VHSberisiko dua kali lebih besar tertular HIV
dibandingkan dengan pasien tidak terinfeksi VHS. Infeksi
VHS dapat terjadi pada kadar CD4 berapapun, namun akan
semakinseringtimbulbilaCD4< lOx 107/L.46
PATOGENESIS
GEJALA KLINIS
Virus herpes simpleks berinokulasi di permukaan
mukosa atau perlukaan kulit, biasanya melalui kontak
seksual yang erat.2'4 Penularan sering terjadi pada keadaan
asimtomatik dan viral shedding asimtomatik. Viral shedding
asimtomatik terjadi baik pada perempuan atau laki-laki tetapi
lebih mudah dideteksi pada perempuan terutama di serviks
dan vulva. Penularan lebih sering terjadi pada tahun pertama
Gambaran klinis lesi genital dipengaruhi oleh faktor
pejamu termasuk status imun, pajanan VHS sebelumnya,
episode terdahulu dan tipe virus. Masa inkubasi berkisar
antara 3-7 hari, tetapi dapat lebih lama. Tempat predileksi
pada laki - laki biasanya di preputium, glans penis, namun
dapat juga di uretra dan daerah anus pada laki-laki yang
berhubungan seks dengan laki-laki (LSL), sedangkan daerah
ENDAHULUAN
Infeksi virus herpes simpleks (VHS) merupakan
infeksi tersering yang menyebabkan ulkus genital di
beberapa negara berkembang. Herpes genital penting pada
layanan kesehatan karena penyakit ini mengakibatkan
morbiditas dan sering kambuh. Meskipun jarang terjadi,
namun termasuk penyakit neonates serius yang dapat terjadi
setelah penularan VHS saatkelahiran.1
Herpes genital disebabkan oleh VHS dengan gejala
khas berupa vesikel berkelompok dengan dasar eritema.
Angka kejadian infeksi VHS sulit diperkirakan karena
kebanyakan infeksi berbentuk subklinis.2
Herpes
genital
pada
pasien
immunokompromais,misalnya pasien HIV (human immunodeficiency
virus), penerima transplantasi organ, penyakit keganasan,
pasien yang mendapat terapi imunosupresif jangka lama,
akan sering mengalami kekambuhan dan episode
memanjang serta juga kurang responsif terhadap asiklovir.
Status imun yang berbeda dengan immunokompoten,
menyebabkan perbedaan tatalaksana herpes genital pada
keadaan immunokompromais.'
Pada pasien imunokompromais gambaran klinis yang
sering kita temukan berupa lesi atipik. Herpes genital atipik
adalah herpes dengan gejala tidak khas (misalnya berupa
fisura atau eritema di daerah vulva yang tidak khas) namun
serologis VHS atau PCR menunjukkan hasil positif.3 Lesi
atipik ini ditemukan pada sekitar 60% pasien herpes genital.
Lesi atipik ini berpotensi besar menularkan virus, khususnya
pada saat viral shedding.'
ETIOLOGI
194
MDV1
skrotum jarang terkena. Lesi pada perempuan dapat
ditemukan di daerah labia mayor atau minor, klitoris,
introitus vagina, serviks, sedangkan daerah perianus, bokong
dan mons pubis jarang ditemukan.2
Gambaran klinis herpes genital bervariasi, berupa lesi
minimal sampai lesi genital yang khas.5 Gambaran klinis
herpes genitalis atipik dapat ditemukan berupa duh genital
tidak spesifik, disuria, nyeri, eritema, nyeri punggung, gatal,
fisura dan folikulitis. Pada keadaan seperti itu diagnosis
infeksi VHS sering tidak terpikirkan oleh para klinisi,7
Skrining klinis (anamnesis dan pemeriksaan fisik)
menunjukkan sensitivitas rendah untuk mendeteksi infeksi
VHS, sekitar 19-39%, oleh karena tampilan klinis berbeda
terutama pada pasien dengan immunokompromais. Tampilan
klinis pada beberapa pasien memperlihatkan lesi yang
klasik/tipikal, vesikuler, ulseratif dan dapat juga atipikal.'
Semua manifestasi klinis infeksi VHS pada pasien
immunokompeten
dapat
juga
ditemukan
pada
immunokompromais, tetapi biasanya lebih parah, lebih luas,
gambaran atipik, lebih berisiko resisten asiklovir dan sering
kambuh serta kemudian menjadi IRIS (immune
reconstitution inflammatory syndrome) pada yang mendapat
ART (anti-retroviraltherapy).1 Lesi mukokutan pada pasien
immunokompromais juga dihubungkan dengan keluhan
lokal yang berlangsung lama, bersifat sistemik serta viral
shedding yang memanjang lebih dari 30 hari.2
Infeksi VHS atipik pada immunokompromais dapat
menyerupai gejala bula autoimun seperti pada pemfigus
vulgaris, pemfigus foliaseus, bulous pemphigoid. Herpes
genital atipik yang menyerupai penyakit autoimun bulosa
dapat menyebabkan diagnosis yang tertunda sehingga
terlambat diobati atau mendapat pengobatan salah.8
Cambaran klinis herpes genital atipik
Selain gambaran klinis herpes genital klasik
ditemukan juga spektrum klinis yang berbeda dari infeksi
herpes simplek virus genital. Pada beberapa klinik IMS,
ditemukan 33% perempuan dengan lesi genital, yang tidak
klasik atau dapat berupa beberapa ulkus vulva, linear yang
kecil, ataupun pada pemeriksaan kolposkopi ditemukan
ulkus genital dengan dasar lesi tidak eritematosa. Namun
pemeriksaan laboratorium, baik itu serologis atau PCR dapat
menemukan antibodi VHS atau antigen VHS.2
Infeksi VHS atipik sering ditemukan pada pasien
infeksi HIV, keganasan hematologik, penerima tranplantasi
organ, dan immunodefisiensi kongenital. Pada pasien
pengidap HIV lesi herpes genital dalam waktu yang singkat
berkembang menjadi ulkus luas dan mengenai jaringan yang
lebih dalam, yaitu organ visceral berupa esofagitis.
pneumonitis atau hepatitis." Infeksi VHS pada pasien HIV
umumnya dengan gambaran klinis parah berupa ulkus yang
nyeri di daerah perioral, anogenital atau jari. Gambaran
atipik lain berupa papul dan nodul verukosa, ditemukan pada
infeksi HIV lanjut.'0'"
195
Vol. 42 No. 4 Tahun 2015; 193 -197
Diagnosis herpes genital atipik ditegakkan bila: a). Pada
anamnesis terarah terdapat riwayat lesi yang timbul di
tempat yang sama dan menghilang setelah 4-7 hari. b). Pada
perempuan ditemukan fisura, ekskoriasi, eritema vulva non
spesifik, nyeri, gatal dan tingling, c). Pada laki - laki
ditemukan berupa fisura linear dan bercak kemerahan pada
glans penis/
Berbagai bentuk lesi herpes genital atipik.
Lesi hiperkeratotik dan verukosa. Pada pasien dengan
infeksi HIV sering dijumpai lesi hiperkeratotik dan
verukosa. Lesi genital VHS dapat berukuran besar, menjadi
papilomatosa dengan permukaan verukosa dan sangat
menyerupai kondiloma akuminata atau karsinoma verukosa.
Namun pada pemeriksaan histopatologis ditemukan
gambaran khas berupa akantolisis dan sel raksasa (giant
cell).1'12 Tanda khas untuk infeksi VHS pada pasien HIV,
berupa infeksi yang kronik, persisten, progresif dan rekuren
serta sering kurang responsif terhadap antivirus oral.'
Sama dkk. di India (2003) melaporkan kasus giant
genital herpes.13 Lestre (2011) di Portugal melaporkan kasus
herpes genital pada seorang pasien HIV dengan gambaran
klinis berupa herpes genital hipertropik.IJ Yudin dan Kaul
(2008) di Kanada melaporkan seorang pasien HIV berumur
34 tahun menderita herpes genital dengan gambaran lesi
hipertrofik.15
Plak vegetasi. Pada infeksi VHS dapat ditemukan lesi
berupa plak vegetasi, konfluens, meluas disertai ulkus dan
eksudatkuning.
Ulkus persisten dan kronik. Gambaran lesi infeksi VHS
berupa ulkus yang mengalami nekrosis, besar, persisten dan
sangat nyeri di daerah perineum pada perempuan atau
preputium, glans, batang penis dan bagian pubis laki-laki.4
Shim, dkk. (2013) melaporkan pasien leukemia limfositik
kronik dengan lesi erosi kronik pada glans penis. '6
Gambaran klinis herpes genital pada pasien diabetes
melirus, bervariasi mulai dari gejala ringan sampai parah
serta sering berulang. Lesi berupa ulkus dangkal yang
berbatas tegas, diskrit atau konfluensdi batang penis dan
sering terasa sangat nyeri.9 Bentuk lesi ulkus persisten ini
membutuhkan pengobatan, dan tidak akan sembuh sendiri."'"
Pada keadaan infeksi HIV/AIDS, fase awal infeksi
VHS menunjukkan lesi tipikal mirip dengan pasien
immunokompeten namun pada fase lanjut saat keadaan
umum menurun, lesi VHS menjadi atipik. Lokasi paling
sering ditemukan dipenis, vulva dan perianus.'
Efek iritasi deterjen cair pencuci alat makan kajian berdasarkan
QAnum
Gambaran klinis herpes genital atipikpada immunokompromais
jarang. Hal ini terjadi merupakan proses diseminata pada
pasien immunokompromais. Keadaan ini merupakan kasus
darurat yang perlu dilakukan perawatan."
Tabel 1. Gambaran klinis herpes genital pada pasien i
mmunokompromai s.
REFERENSI
GAMBARAN KLINIS
PorroAM,dkk."
Ulkus genital kronik di genital
STATUS
IMUNOKOMPROM
AIS
Infeksi HIV
Ulkus genital kronik di vulva
Leukemia limfositik
(Brazil, 2000)
Bangsgaanl N, dkk. "
(Denmark, 2007)
Gambar 1. Herpes genital pada seorang pasien percmpuan dengan
HIV: tampak lesi berupa ulkus yang luas. (foto dari divisi IMS RS.
Dr. M. Djamil Padang)
kronik
YudinMH,dkk."
Hopes genital yang
(Kanada,2008)
progresifhipertrofi
Infeksi HIV
Simonsen N, dkk. *
Nodul venikosa di anus
Infeksi HIV
Rigopculos D, dkk. !l
(Yunani,2008)
Lesi ulseratif pada gen Italia yang
mcliias kebagian bokong
AIDS
LecluseAL,dkk,"
F.rosi multipel dan vesikd
Kareinomabuli
(Brazil, 2008)
(Bclatida, 21)10)
urctlielial
Citrashanty I, dkk. 22 Ulkus genital
Infeksi HIV
(Surabaya, 2010 )
Astindaridkk.15
erosididaerah kelamin
Infeksi HIV
(Surabaya, 2010)
LestreSlA,dkk."
Herpes hipertrofik perianus
Infeksi HIV
Shim TN, dkk."
Ulkus kronis dan venikosa
Leukemia limfositik
(London. 2014)
di penis
kronik
(Portugal, 2011)
Gambar 3. Herpes genital pada seorang pasien laki - laki dengan
HIV: tampak ulkus yang luas. (foto dari divisi IMS RS. Dr. M.
Djamil Padang)
Herpes genitalis bentuk ulkus kronik yang rekalsitran
terjadi di perianus dan perigluteus besar, dalam dan
berkonfluens. Bila tidak diobati akan mencapai ukuran besar
dan sccara klinis rnirip pioderma gangrenosum. 2
Dimitri (2008) melaporkan di Athena kasus pasien
HIV dengan herpes genitalis berbentuk ulkus luas di lipat
paha sampai ke bokong. Adanya ulkus herpes kronis lebih
dari satu bulan, sangat nyeri dengan predileksi di daerah
genital, perianus dan bibir ditemukan pada pasien dengan
urothelial carcinoma yang mendapat terapi adjuvant
radioterapi. Gambaran lesi berupa ulkus dan vesikel yang
multipel dengan eritema minimal disekitarnya,ditemukan di
punggung.8’
KOMPLIKASI
Morbiditas penyakit sejalan dengan derajat
imunokompromais pada pasien. Komplikasi infeksi HSV
tersering diantara pasien immunokompromais berupa infeksi
yang berjalan progresif, lambat dan kronis, disertai
kerusakan jaringan luas dan nekrosis.'
Komplikasi herpes genital lebih parah pada perempuan
dibandingkan dengan laki-laki. Komplikasi yang terjadi,
dapat berupa meningitis aseptik, radikulomielopati,
ensefalitis VHS, infeksi diseminata, lesi ekstragenital,
penyakit radang panggul dan infeksi sekunder.2124
PENATALAKSANAAN
Sampai saat ini belum tersedia obat untuk eliminasi
VHS. Penatalaksanaan pasien meliputi pemberian informasi
mengenai penyakit, konseling,terapi asiklovir, mencegah
rekurensi,
mencegah
transmisi,
penatalaksanaan
padabeberapa keadaan seperti kehamilan dan neonatus.1'25
Pada pasien immunokompromais, pengobatan perlu waktu
lebih lama. Asiklovir oral dapat diberikan dengan dosis 5 x
200 mg - 400 mg/hari selama 5-10 hari. Pada risiko tinggi
terjadi diseminata, atau tidak dapat menerima pengobatan
oral, asiklovir dapat diberikan secara intravena dengan dosis
3x5 mg/kgBB/hari selama 7-14 hari.1
Erupsi papular generalisata. Erupsi eksantema
generalisata dapat terjadi pada infcksi VHS, namun kasusnya
196
MDV1
Pada pasien immunokompromais lebih sering terjadi
rekurensi dan lesi atipik, sehingga lebih dianjurkan
pengobatan supresif dengan dosis asiklovir paling sedikit
harus 2 x 400 mg/hari atau selama I tahun.Untuk pasien HIV
simtomatik atau AIDS, digunakan asiklovir oral 4 - 5 x 400
mg/hari hingga lesi sembuh, setelah itu dapat diberikan
terapi supresif.'^
KESIMPULAN
Gambaran klinis herpes genital atipik pada
imunokompromais sulit untuk didiagnosis karena
mempunyai gambaran yang bervariasi bisa berupa
gelembung kecil, ekskoriasi fisura dan ulkus. Dan pada
kondisi parah dapat ditemukan lesi hiperkeratotik atau
verukosa, plak vegetasi dan erupsi papular general!sata.
Penatalaksanaan
pada
pasien
immunokompromais
memerlukan waktu pengobatan lebih lama. Asiklovir oral
dapat diberikan dengan dosis 5 x 200 mg - 400 mg/hari
selama 5- lOhari.
DAFTAR PUSTAKA
1. Daili SF, Herpes genitalis pada imunckompromais. Dalsm:
Daili SF, Makes WI, penyunting. Infeksi virus herpes.
Kelompok Studi Herpes Indonesia. Jakarta. 2002; 89-99.
2. Corey L, Wald A. Genital herpes. Dalam: Holmes KK,
Sparling PF, Stamm WE, Piot P, penyunting. Sexually
transmitted diseases,Edisike-4. New York: Mc.Graw- Hill.
2008;399 -428.
3. Kelompok Studi Herpes Indonesia. Penatalaksanaan herpes
genital di Indonesia. Dalam; Lumintang H, Nilasari H,
Indriatmi W, Zubier F, Daili SF, penyunting. Penatalaksanaan
infeksi herpes virus humanus di Indonesia. Kelompok Studi
Herpes Indonesia. Jakarta.201l;17-l8.
4. Su W, Berthelot C, Cockerell CJ, Viral infection in HIV
disease. Dalam: Su W, Berthelot C, Cockerell CJ, penyunting.
Cutaneus manifestation of HIV disease. United Kingdom:
Manson Publishing;20l2.h.1l-38.
5. Gardella C, Genital herpes simplex infection in woman.
Dalam; Bast RH, penyunting. Sexual Transmited Disease.
New York: Wiley-Backwell; 2012.h.26-35.
6. Celum C, Levine R, Weaver M, Wald A. Genital herpes and
HIV: double trouble. Bulletin of the WHO. 2004; 447 - 53.
7. Parks DG. Genital herpes. Dalam: Skolnik NS, Clouse AL,
Woodward JA, penyunting..
Sexually transmitted disease.
Apractical guide for primary care. New York: Springer;
2013.h. 19-35.
8. Lecluse ALY, Bruijnzeel-Koomen CAFM. Herpes simplex
virus infection mimicking bullous disease in an
immunocompromised patient. Case Rep Dermatol. 2010; 2:99102.
9. Johnston C, Morrow RA, Molerand A, Wald A. Genital
herpes. Dalam: Morse SA, Ballard RC, Holmes KK, Moreland
AA, penyunting. Atlas of sexually transmitted disease and
AIDS. Edisi ke-4. Netherlands: Elsevier; 2010.h. 169 - 85.
10. UihleinLC,
SaavedraAP,
Johnson
RA.
Cutaneous
manifestations of human immunodeficiency virus disease.
Dalam: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS,
Leffell DJ, Wolff K, penyunting. Fitzpatrick's dermatology in
general medicine. New York: McGraw Hill; 2012.h; 2439 -55.
197
Vol. 42 No. 4 Tahun 2015; 193 -197
11. Tang WK. Genital ulcer in a HIV infected man. Hongkong
Dermatol and Venereol Bulletin. 2000; 118-22.
12. Carrasco DA, Trizna Z, Grimmer-Colone M, Tyring SK.
Verrucous herpes of the scrotum in a human
immunodeficiency virus - positive man : case report and
review of the literature. JEADV.2002;511-5.
13. Sama J, Sharma A, Naik E, Toney J, Marfatla YS. Protean
manifestations of herpe infection in AIDS cases. Indian J Sex
Transm Dis. 2008; 29:26 - 8.
14. Lestre SIA, JoaoA, Carvalho C, Serrao W. Hypertrophic
perianal herpes successfully treated with imiquimod. An Bras
Dennatol, 2011; 86:1185-8.
15. Yudin MH, Kaul R. Progressive Hypertrophic Genital Herpes
in an HIV-lnfected Woman despite Immune Recovery on
Antiretroviral Therapy. Infectious Diseases in Obstetric and
Ginecology. Hindawi Publising Corporation. 2008; 1-5.
16. Shim TN, Minhas S, Muneer A, Bunker CB. Atypical
presentation of genital herpes simplex (HSV-2) in two patients
with chronic lymphocytic leukemia. Acta Derm Venereol.
2014;94:246-7.
17. WHO, Regional office for South-East Asia. Management of
sexually transmitted infections: Regional guidelines.
WHO.India. 2011; 18-27.
18. Porro AM, Yoshioka MCN. Dermatologic manifestations of
HIV infection. ABD. Rio de Janeiro. 2000; 665-691.
19. Bangsgaard N, Skov L. Chronic genital ulccration due to
herpes simplex infection treated successfully with imiquimod.
Acta Derm Venereol. 2008;88:202-3.
20. Simonsen M, Nahas SC, Filho EVS, Araujo SEA, Kiss DR,
Nahas CSR. Atypical perianal herpes simplex infection in HIV
positive patients. Clin J. 2008; 63:143-6.
21. Rigopoulos D, Malouchou K, Alevizos A, Larios G,
Papadoglorgaki H, Lima K. Extensive atypical genital herpes
simplex type 2 infection as an initial manifestation of acquired
immune deficiency syndrome. Acta Dermatovenereal Croat.
2008; 16:145-8.
22. Citrashanty I, Murtiastutik D. Genital herpes ulcer in HIV.
Proceeding of the 16th International Union Agains Sexually
Transmitted Infections; 2010 May 4-6; Bali. 2010; 23.
23. Astindari, Citrashanty I, Murtiastutik D. Genital Herpes in
HIV. Proceeding of the 16th International Union Agains
Sexually Transmitted Infections.2010 May 4-6; Bali. 2010; 24.
24. Ganzenmueller T, Karaguelle D, Schmitt C, Puppe W,
Kunstyr RS, Bronzlik P. Prolonged detection of herpes
simplex virus type 2 (HSV-2) DNA in CSF despite antiviral
therapy
in
a
patient
with
HSV-I
associated
radiculitis.AntivirTher. 2012; 125-8.
25. NathAKjThappa DM. Newer trend in the management
ofgenital herpes. Indian J Dennatol Venereol Leprol. 2009;
566-73.
26. Patel R, Barton SE, Brown D, Cowan FM, Kinghom GR,
Munday PE. European guideline for the management ofgenital
herpes. Int JSTD& AIDS. 2001; 34-9.
Download